Anda di halaman 1dari 93

‫ﺑﺴﻢ ﺍﷲ ﺍﻟﺮﲪﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ‬ melaksanakan penelitian ini.

Selanjutnya semoga penelitian


ini bisa memberikan manfaat baik untuk pengembangan
Puji syukur kepada Allah atas segala karunianya, sehingga
keilmuan maupun untuk pengembangan masyarakat Islam
peneliti bisa menyelesaikan penelitian ini sampai pada
Indonesia.
pelaporannya. Penelitian ini secara spesifik mengelaborasi
Terima kasih pula khususnya kepada Istri tercinta Munif
ayat-ayat yang berkaitan dengan konsep maqamat dan ahwal
Kholifah Sulistiyoningrum, S.Sos.MM. dan ananda Zakata
dalam Tafsir al-Jilani karya Syaikh Abdul Qadir al-Jiilani.
Aqraba Ruhma yang dengan setia dan memberikan
Sebagaimana kita ketahui bahwa Abdul Qadir al-Jilani
semangatbaik langsung maupun tidak langsung kepada
merupakan figur yang amat popular di kalangan umat Islam,
peneliti. Akhirnya, semoga Allah SWT. memberikan berkat
khususnya di Indonesia.
dan ridanya. Amin.
Penelitain ini bermaksud mengenalkan lebih jauh
pemikiran dan pandangan serta pemahaman beliau terhadap
Semarang, 10 September 2014
ayat-ayat yang banyak digunakan oleh para ahli tasawuf
Peneliti,
unntuk memperkuat doktrin tasawuf mereka. Dengan
mengungkap penafsiran beliau terhadap ayat-ayat tentang
tema-tema tasawuf diharapkan akan semakin memperkuat
Hasyim Muhammad
pemehaman umat Islam Indonesia dan semakin memperluas
wawasan dan pengenalan mereka terhadap pribadi dan ajaran
al-Jilani.
Selanjutnya saya perlu memberikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang terlibat baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam penyelesaian penelitian ini.
Khususnya kepada Ketua LPPM dan kepala pusat penelitian
IAIN Walisongo yang memberikan kesempatan untuk

iii iv
subastantif mengandung beberapa pesan: 1) membuka
hijab yang menghalangi hubungannya Allah. 2. komitmen
ABSTRAK
untuk senantiasa ada di jalan Allah; 3. Menggunakan
nikmat secara baik dan fungsional; 5. aktualisasi dari
Al-Jilani merupakan ulama yang sangat popular
ketauhidan.; 6) aktualisasi dari penerimaan diri terhadap
dikalangan umat Islam Indonesia. Beliau dikenal sebagai wali
taqdir Allah swt. 7. fokus pada masa depan yang lebih
Allah yang memiliki banyak karamah. Hanya saja tidak
banyak orang tahu tentang ajaran tasawufnya, khususnya penting dan hakiki.
pemahaman beliau terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi
rujukan ajaran tasawufnya. Penelitian ini secara lebih khusus
bermaksud mengkaji beberapa hal terkait penafsiran beliau
terhadap ayat-ayat yang bertemakan maqâmât dan ahwâl
dalam tafsirnya.
Secara lebih khusus penelitian ini akan mengkaji latar
belakang penafsirannya;Bagaimana beliau menafsirkannya?
Dan pesan-pesan apa yang secara subestantif dapat dipahami
dari penafsirannya? Untuk itu, penelitian ini menggunakan
pendakatan hermeneutika produktif untuk dapat lebih
diaktualisasikan dalam konteks kekinian.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:Pertama,
peafsiran beliau banyak dipengaruhi olehtradisi sufi dalam
keluarga beliau, pendidikan beliau dan kondisi sosio politik
yang sedang terjadi pada saat itu. Khususnya, posisi sebagai
penganut madzhab dan aliran teologi yang minoritas. Keadaan
ini menjadikan beliau memiliki pemahanam yang lebih
terbuka dan bersifat moderat.
Kedua, Dalam menafsirkan ayat-ayat cenderung
rasional dan mengedepankan dzauq, tanpa
memperhatikan kaidah-kaidah kebahasaan maupun ilmu
tafsir. Penafsirannya tidak jauh dengan penafsiran para
sufi pada umumnya, hanya saja ia lebih rasional dan
kotekstual, sehingga meskipun menafsirkan kata yang
sama, namun dalam konteks ayat yang berbeda ia
menafsirkannya dengan penafsiran yang berbeda. Ketiga,
Sebagai jalan menuju Allah maqamat dan ahwal secara

v vi
C. Pendidikan # 71
D. Latar Belakang Sosial Politik # 75
E. Karya-karya al-Jilani # 78
DAFTAR ISI
F. Tentang Tafsir al-Jilani # 81

BAB 4 PENAFSIRAN AYAT-AYAT MAQAMAT DAN


BAB 1 PENDAHULUAN # 1
AHWAL # 87
A. Latar Belakang # 1
A. Tafsir Ayat-ayat Maqamat # 87
B. Rumusan Masalah # 4
B. Tafsir Ayat-ayat Ahwal # 127
C. Batasan Masalah # 5
D. Signifikansi # 5 BAB 5 MAQAMAT DAN AHWAL DALAM KONTEKS
KEKINIAN # 146
E. Kajian Pustaka # 6
A. Pembukan Hijab antara Hamba dan Tuhan # 146
F. Kerangka Teori # 10
G. Metode Penelitian # 12 B. Komitmen pada Kebaikan # 150
H. Sistematika Penulisan # 14 C. Menggunakan Potensi Untuk Kebaikan # 153
BAB 2 KONSEP MAQAMAT DAN AHWAL DALAM D. Memurnikan Tauhid # 155
TASAWUF # 39
A. Pengertian Maqamat dan Ahwal # 17 E. Menerima taqdir Apa adanya # 159

B. Struktur Maqamat dan Ahwal # 20 F. Fokus Pada Masa Depan # 161

BAB 3 SEJARAH KEHIDUPAN SYAIKH ABDUL QADIR BAB 6 PENUTUP # 167


AL-JILANI # 67 A. Kesimpulan # 167

A. Nama dan Sebutan # 68 B. Keterbatasan Studi # 169

B. Keluarga # 69 DAFTAR PUSTAKA # 171

vii viii
ix
Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

pada saat memulai hajat-hajat tertentu. Acara manakiban


dilakukan dengan maksud agar mendapatkan berkah dari
kemuliaan beliau, sehingga hajat yang akan dilakukan bisa
berjalan dengan lancar. Sekalipun, bisa jadi – karena buku
manaqib tertulis dalam bahasa Arab – para pembacanya
pun tidak memahami isinya.
Sayangnya keluhuran dan popularitas Syaikh Abdul
Qadir al-Jilani tersebut tidak serta merta menempatkan
beliau sebagai figur yang memberi inspirasi kesalehan baik
dalam ibadah maupun akhlak. Umat Islam pada umumnya

BAB 1 hanya mengenal beliau dengan karamah dan kewaliannya,


atau sebagai guru tarekat dengan dzikir-dzikir yang
PENDAHULUAN diwariskannya. Jarang sekali orang mengenal beliau
sebagai ulama sufi yang mewariskan banyak karya tasawuf
A. Latar Belakang
yang berisi ajaran-ajaran syariat yang sangat bernilai.
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani merupakan tokoh yang Karya-karya beliau yang sangat berharga tersebut tidak
amat popular dalam kehidupan keagamaan masyarakat banyak dikenal, bahkan oleh para pengagum dan pengikut
Islam Indonesia. Beliau dikenal sebagai seorang wali sufi tarekat beliau sekalipun.
dengan beragam karamah dan keluhuran yang melekat Di pihak lain, banyak anggapan bahwa para
pada dirinya. Tidak heran jika masyarakat Indonesia pengikut dan pengagum Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
sangat mengidolakannya. Buku riwayat kehidupan dan adalah para pelaku-pelaku bid’ah. Karena tradisi tasawuf
karamah (manaqib) beliau banyak dibaca oleh mayarakat dan tarekat yang mereka lakukan serta tradisi-tradisi
Islam Indonesia, bahkan menjadi ritual yang dilakukan spiritual yang mereka kerjakan, seperti kegiatan zikir dan

1 2
Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

manaqib, tidak ada tuntunannya baik dalam al-Qur’an Untuk itu, maka perlu adanya upaya-upaya akademis
maupun sunnah rasul. yang dilakukan untuk mempromosikan dan menjadikan
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam sejarahnya karya-karya dan ajaran-ajaran luhur beliau tersebut
banyak perilaku para penganut tasawuf yang terlampau dipahami, khususnya bagi para pengagum dan pengikut
jauh menyimpang dari apa yang diajarkan oleh al-Qur’an beliau dan umumnya bagi seluruh umat Islam. Argumen-
dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Penyimpangan argumen sosiologis dan psikologis yang melatarbelakangi
tersebut bisa jadi disebabkan oleh kebodohan sebagian doktrin tasawuf dan penafsiran Syaikh Abdul Qadir al-
penganut sufi, atau bisa jadi karena pengaruh kondisi Jilani terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi dasar
sosial dan budaya atau situasi politik yang terjadi di ajarannya juga penting dikaji untuk mengetahui
masanya. Untuk itu maka diperlukan penjelasan dan substansinya. Dengan demikian, maka ajaran dan
pemahaman tentang ajaran tasawuf baik pada para penafsiran beliau tidak hanya dimengerti dalam konteks
penganut ajaran sufi maupun kepada para pemerhatinya. zamannya tetapi juga dapat diaplikasikan dan menjawab
Penjelasan dan pemahaman tersebut akan lebih problem-problem kekinian.
menguatkan jika didukung dengan dalil-dalil naqli baik
B. Rumusan Masalah
dari al-Qur’an maupun As-Sunnah.
Kondisi ini tentu sangat disayangkan, karena Syaikh Fokus kajian dalam penelitian ini adalah penafsiran
Abdul Qadir al-Jilani adalah seorang ulama tasawuf besar Syaikh Abdul Qadir al-Jilani terhadap ayat-ayat maqâmât
yang memiliki banyak karya tertulis berisi ajaran-ajaran dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani. Adapun pokok masalah
luhur yang amat bernilai, baik yang berhubungan dengan yang akan dikaji adalah:
ilmu fiqih, tasawuf, bahkan tafsir al-Qur’an. Karya-karya 1. Faktor apa saja yang mempengaruhi penafsiran al-
tersebut merupakan tuntunan luhur yang diajarkan untuk Jilani?
menjawab persoalan-persoalan sosial dan keagamaan 2. Bagaimana penafsiran maqâmât dan ahwâl dalam
yang dihadapi oleh umat Islam pada masanya. tafsir al-Jilani?

3 4
Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

3. Bagaimana pesan-pesan maqâmât dan ahwâl dan sumber ajaran tasawuf khususnya dari al-Qur’an.
dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan? Di samping itu, hasil penelitian ini juga bisa
memberikan pemahaman kepada para pembaca dan
C. Pembatasan Masalah
umat Islam pada umumnya tentang sumber ajaran
Penelitian ini secara spesifik mengkaji penafsiran tasawuf. Dengan demikian akan dapat menghindari
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani terhadap ayat-ayat tentang kesalahpahaman diantara umat Islam terhadap ajaran
maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani. Ayat-ayat Tasawuf.
dimaksud adalah yang banyak dijadikan rujukan oleh
E. Kajian Pustaka
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani dalam menjelaskan konsep
ahwal dan maqamat. Selanjutnya, penelitian ini juga akan Ada banyak karya yang mengungkap pemikiran dan
menelaah lebih jauh faktor-faktor yang melatarbelakangi ajaran tasawuf Syaikh Abdul Qadir al-Jilani. Di antara
penafsirannya untuk dapat dipahami dalam konteks karya tersebut antara lain: Pertama, Fath al-Rabbani. Buku
kekinian. ini merupakan kumpulan khutbah dan pengajian al-Jilani
yang disampaikan di berbagai majlis dalam kurun waktu
D. Signifikansi Penelitian
antara tahun 545 H. hingga 546 H. Buku ini berisi petunjuk
1. Secara akademis penelitian ini akan bermanfaat dan pesan-pesan beliau terhadap jamaahnya untuk
untuk mengkonstruksi konsep maqâmât dan ahwâl berpegang teguh pada syariat agama Allah.
berdasarkan pada pemahaman dan penafsiran Syaikh Kedua, manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jilani:
Abdul Qadir al-Jilani terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Perjalanan Spiritual Sulthanul Auliya, karya Habib
Dengan demikian akan dapat memperkaya khazanah Abdullah al-Kaaf yang merupakan terjemah yang hasil
pengembangan ilmu tasawuf dan tafsir. saduran dari kitab al-Lujainid Dani, karya Syaikh Ja’far al-
2. Secara praktis penelitian ini dapat menjadi rujukan Barzanji dan tiga kitab karya Syaikh Abdul Qadir al-Jilani,
bagi para pengkaji tasawuf dalam memahami doktrin yakni al-Ghinyah; Sirrul Asrar; dan Rijalul Fikr. Buku ini

5 6
Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

secara lebih rinci mengemukakan sejarah dan ajaran Kedua, Penelitian Muhammad Ma’ruf, Konsep Dzikir
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani baik yang berhubungan Syaikh Abdul Qadir al-Jilani. Penelitian ini secara spesifik
dengan ilmu tauhid, ilmu Fiqh maupun tasawuf. mengkaji kitab Sir al-Asrar karya Syaikh Abdul Qadir al-
Buku Menyatu diri dengan Ilahi: Makrifat Ruhani Jilani. Dalam penelitian ini dikemukakan bahwa menurut
Syaikh Abdul Qadir Jailani karya KH. Muhammad Sholihin. al-Jilani, dzikir merupakan jalan menuju ma’rifatullah.
Tulisan ini mengupas riwayat dan Karamah Syaikh Abdul Dijelaskan pula bahwa ada empat kategori dzikir, yakni
Qadir al-Jilani serta Tarekat Sufi yang diajarkannya. Buku dzikir jahri, dzikir qalbi, dzikir khafi, dan dzikir khafi al-
ini juga mengungkap keteladanan al-Jilani baik dalam Akhfa. Segala bentuk amalan dzikir yang dikemukkan oleh
beribadah kepada Allah maupun dalam kehidupan sosial al-Jilani tersebut merupakan jalan untuk mendekatkan diri
kemasyarakatan. Di samping itu lebih jauh buku ini kepada Allah yang berefek pada ketenteraman dan
menjelaskan konsep al-Jilani terkait hubungan antara kedamaian hati orang-orang yang mengamalkannya.
ajaran syariat, tasawuf dan hubungan sosial Ketiga, penelitian Baduwan, Konsep Teologi Syaikh
kemasyarakatan. Abdul Qadir al-Jilani. Penelitian ini mengurai secara global
Di samping karya dalam bentuk buku, terdapat pula konsep ketuhanan (tauhid) menurut ajalan Ahli sunnah
beragam karya penelitian. Antara lain penelitian Anisul wal Jamaah. Menurut al-Jilani Tauhid terbagi atas tauhid
Fuad, Konsep Ma’rifat Syaikh Abdul Qadir al-Jilani. rububiyah, tauhid uluhiyah, tauhid asma ilahiyah dan dan
Penelitian ini fokus pada konsep ma’rifat al-Jilani dalam tauhid ilahiyah.
kitab Fath al-Rabbani karya Syaikh Abdul Qadir al-Jilani. Meskipun dalam karya buku maupun penelitian
Dalam penelitian ini dikemukakan, bahwa untuk meraih tersebut dikemukakan bahwa ajaran tasawuf Syaikh Abdul
ma’rifatullah seorang salik harus melalui fase-fase tertentu Qadir al-Jilani adalah didasarkan pada al-Qur’an dan al-
yang puncaknya adalah ma’rifatullah. Ma’rifatullah bukan Sunnah, namun masih sedikit penelitian yang secara
sekedar pengenalan sifat-sifat Allah akan tetapi juga tidak khusus mengkaji karya tafsir al-Jilani. Antara lain
mensekutukan Allah dengan makhluknya. penelitian yang dilakukan oleh Faiq Ihsan Anshori yang

7 8
Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

berjudul Hermeneutika Sufistik Tafsir Isyari Abd al-Qadir lazimnya sebuah karya tafsir, kecuali hanya menggunakan
al-Jilani. Penelitian ini mengungkap corak penafsiran rasa (dzauq). Dalam konteks ini al-Jilani lebih cenderung
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani dalam kitab Tafsir al-Jilani. menyesuaikan pemaknaan basmalah dengan tema yang
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Tafsir al-Jilani dibicarakan dalam setiap surat.
merupakan salah satu contoh tafsir yang bercorak sufistik,
F. Kerangka Teori
di mana tampak pada keseluruhan penafsiran berbeda
dengan corak-corak tafsir pada umumnya. Hampir tidak Penelitian ini secara khusus akan mendiskripsikan
ditemukan analisis linguistik maupun gramatikal terhadap penafsiran al-Jilani terhadap ayat-ayat tentang maqâmât
rangkaian ayat-ayat yang ditafsirkan. Meski demikian, dan ahwâl dalam tafsir al-Jilani. Maqamat adalah istilah
penafsiran al-Jilani tidak mengabaikan standar-standar yang digunakan oleh para sufi untuk menjelaskan tahapan-
normatif keabsaahan sebuah penafsiran, yakni tidak tahapan laku spiritual yang seharusnya dilalui oleh
menafikan normatifitas zahir ayat; tidak bertentangan seorang salik dalam rangka mensucikan diri dari kotoran
dengan syari’at; serta tidak bertentangan dengan dalil akal hati yang dapat menghalangi hubungan seorang hamba
dan syara’. Penelitian ini hanya sebatas penelitian dengan Tuhannya. Sedangkan ahwal adalah keadaan
metodologis dan tidak menjangkau isi atau pesan spiritual atau situasi kejiwaan yang dialami seseorang
tafsirnya. dalam hubungannya dengan Tuhan (Hifni, t.th.). Murtadha
Penelitian paling mutakhir dilakukan oleh Nur Muthahari mengemukakan bahwa maqamat adalah
Kholis (2013) yang mengungkap ragam penafsiran al- tahapan yang harus dilalui oleh seorang Arif untuk
Jilani terhadap Basmalah dalam setiap awal surat. mencapai derajat kearifannya (ma’rifat). Meraih derajat
Penelitian ini secara khusus mengkaji keunikan dan kearifan tanpa maqamat adalah mustahil (Muthahari,
keragaman penafsiran basmalah dalam setiap wal surat al- 2002: 67).
Qur’an Juz 30. Hasil ini semakin menegaskan bahwa al- Lebih lanjut Muthahari (2002: 68) menjelaskan
Jilani tidak menggunakan metode-metode sebagaimana perbedaan antara ma’rifat (irfan) dengan teosofi (hikmat

9 10
Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

al-Ilahi/ajaran dan pengetahuan kebatinan). Menurutnya tertera dalam teks itu sendiri (Sumaryono, 1996: 77).
pengetahuan para teosof (hakim) bersifat intelektual dan Makna teks tidak terbatas pada pesan yang dikehendaki
pasti (‘ilm al-yaqin), sedangkan pengetahun seorang arif oleh penulisnya tetapi bersifat terbuka dan mandiri.
disaksikan secara langsung dan dialami (‘ain al-yaqin). Terbuka untuk dimaknai sesuai dengan konteks
Dalam meraih pengetahuannya, seorang hakim pembacanya. Oleh karenanya, penafsiran merupakan
menggunakan perangkat akal dan bukti-bukti, sedangkan kegiatan yang bersifat produktif, bukan sekedar
seorang arif mendapatkannya dengan hati (qalb) dan reproduksi. Menafsirkan berarti memberikan makna atau
pembersihan, disiplin dan penyempurnaan jiwa. Seorang lebih tepatnya mengaktualisasikan makna yang potensial
arif memandang kesempurnaan dari pencapaian bukan dalam teks (Mahasin, 2002: 124-125; Bertens, 1981: 231).
dari pemahaman. Dengan demikian, teks tidak hanya dipahami dalam
Untuk mencapai derajat kesempurnaan tersebut konteks penulisnya, tetapi dipahami dalam konteks
seorang arif harus melalui tahapan-tahapan (maqamat) kekinian.
dan pengalaman-pengalaman (ahwal). Diantara maqâmât
G. Metode Penelitian
dan ahwâl menurut al-Jilani adalah taubat, ikhlas, khusyu’,
khauf dan raja’, sabar, ihsan, jujur (shidq) dan syukur. 1. Metode pengumpulan data
Penelitian ini secara khusus akan mengkaji term-term Penelitian ini bersifat literer murni, maka
maqâmât dan ahwâl tersebut dalam kitab Tafsir al-Jilani. penelusuran data semata-mata hanya dilakukan terhadap
Sebagai sebuah kajian terhadap teks, kerangkan sumber-sumber tertulis. Adapun sumber primer yang
teoritik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dikaji dalam penelitian ini adalah kitab Tafsir al-Jilani
teori hermeneutika subjektif. Hermeneutika produktif, karya Syaikh Abdul Qadir al-Jilani.
sebagaimana dikemukakan oleh Hans-Georg Gadamer Di samping karya Tafsir al-Jilani tersebut karya-
(1900-2002) bukan upaya mendapatkan makna objektif karya Syaikh Abdul Qadir al-Jilani lain seperti kitab Sir al-
yang dimaksud si penulis, melainkan memahami apa yang Asrar, fath ar-Rabbani dan lain-lain, serta karya-karya

11 12
Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

tokoh lain yang mengkaji kehidupan dan ajaran beliau juga rangka menemukan makna substantif yang terkandung
akan dijadikan literatur pendukung dalam penelitian ini. dalam teks. Dengan demikian, teks yang ditulis pada masa
lalu tersebut dapat dipahami dan bermanfaat dalam
2. Metode analisis data
konteks kekinian.
Setelah data-data terkumpul, proses selanjutnya
Untuk menghindari subjektivitas penafsir yang
adalah analisis data. Peneliti melakukan analisis data
terlalu dominan, maka pemahaman teks akan didukung
menggunakan Qualitative Content Analysis (Kajian Isi
dengan kajian terhadap sumber-sumber lain yang lebih
Dokumen secara kualitatif). Dengan pertimbangan bahwa
otoritatif, yakni kitab-kitab tafsir dan hadis serta
obyek penelitian ini adalah pesan-pesan berbentuk teks.
pandangan para ahli tasawuf lain terkait substansi yang
Analisis ini pada dasarnya merupakan analisis ilmiah
sedang dikaji. Dengan demikian, pemahaman yang
tentang isi pesan suatu komunikasi (Muhajir, 1998: 49).
dihasilkan lebih bisa dipertanggungjawabkan.
Dalam penelitian ini analisis isi data diperlukan dalam
proses kategorisasi dan klasifikasi terhadap ayat-ayat dan H. Sistematika Penulisan
penafsiran Syaikh Abdul Qadir al-Jilani tentang maqâmât
Laporan penelitian ini disusun berdasarkan
dan ahwâl. Dalam proses klasifikasi peneliti melakukan
sistematika berikut: Bab pertama, pendahuluan. Pada bab
pemilahan data berdasarkan kategori-kategori tertentu
ini dikemukakan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian
berdasarkan konsep maqâmât dan ahwâl dikemukakan
ini, fokus penelitian sekaligus inti masalah yang diteliti,
oleh Syaikh Abdul Qadir al-Jilani.
serta sekaligus metodologi yang digunakan. Dikemukakan
Dalam analisis data, peneliti menggunakan
juga posisi penelitian ini di antara penelitian-penelitian
pendekatan hermeneutika produktif (subjektif), yakni
sebelumnya dan kerangka teori yang digunakan.
dengan melihat motif-motif yang mungkin berpengaruh
Bab kedua, berisikan landasan teoritik yang digunakan
terhadap lahirnya teks (rekonstruksi historis), untuk
sebagai acuan dalam penelitian ini. Focus yang akan dikaji
selanjutnya dilakukan rekontekstualisasi pesan-pesan
adalah terkait konsep maqâmât dan ahwâl, maka bab ini
yang terkandung dalam teks. Langkah ini dilakukan dalam

13 14
Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

akan menjelaskan bagaimana hal tersebut dikonsepkan dan kemungkinan-kemungkinan dilakukan penelitian lebih
oleh para ahli. lenjut terkait masalah-masalah yang masih belum dikaji dan
Bab ketiga akan berbicara tentang faktor-faktor yang penting untuk diteliti lebih lanjut.
melatar belakangi penafsiran al-Jilani. Untuk itu, bab ini akan
menggali ruang lingkup perjalanan hidup al-Jilani sebagai
penulis karya tafsir ini, mulai latar belakang keluarga,
pendidikan, serta situasi sosial politik yang melingkupi
kehidupan beliau.
Bab keempat, akan menjawab permasalahan kedua
terkait penafsiran ayat-ayat maqâmât dan ahwâl dalam tafsir
al-Jilani. Dalam menjelaskan hal ini akan dikemukakan
contoh-contoh ayat yang biasa digunakan oleh para ahli
tasawuf untuk memperkuat doktrin maqâmât dan ahwâl dan
penafsiran al-Jilani terhadap ayat tersebut.
Bab kelima, mengungkap pesan-pesan substantif yang
terkandung dalam penafsiran al-Jilani terhadap ayat-ayat
maqâmât dan ahwâl, serta bagaimana pesan tersebut
dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan.
Bab keenam menutup penulisan laporan ini dengan
memberikan kesimpulan sebagai jawaban terhadap pokok-
pokok masalah yang dikaji dalam penelitian ini. Di sampng itu
akan diberikan juga penjelasan mengenai batasan penelitian

15 16
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

ketika dalam kondisi tersebut, disertai tingkah laku


(riyadhah) hanya kepada Allah SWT (Al-Qusyairi, 2006:
23). Maqam diartikan sebagai kedudukan spiritual, karena
sebuah maqam ditempuh melalui usaha/ daya upaya
(mujahadah) dan keikhlasan dalam menempuh perjalanan
spriritual. Tetapi sesungguhnya hal itu hanya dapat
diperoleh dari Allah SWT (Amstrong, 1996: 175).
Dikarenakan maqâmât adalah berbentuk jamak, sehingga
dapat diartikan sebagai sebuah tingkatan mendekatkan
Bab 2
diri kepada Allah yang dilalui seorang sufi melalui
KONSEP MAQAMAT DAN AHWÂL tahapan-tahapan tertentu (Suryadilaga, dkk, 2008: 95) .
DALAM TASAWUF Maqam artinya iqâmah, sebagaimana al-madkhal
artinya idkhâl dan al-makhraj artinya al-ikhrâj. Seseorang
A. Pengertian Maqamat dan Ahwâl tidak sah dalam tahap suatu maqâm kecuali disertai
1. Maqamat penyaksian kepada kedudukan Allah SWT terhadap
Maqamat adalah bentuk jamak dari kata al-maqam, dirinya dengan maqam tersebut, serta ia memiliki struktur
yang artinya tempat atau kedudukan. Dalam bahasa bangunan ruhani yang benar sesuai dengan landasan/
Indonesia, maqâm memiliki arti derajat, pangkat, pondasi yang shahih. Al-Qusyairi menjelaskan bahwa
kedudukan (Suryadilaga, dkk, 2008: 94). Maqam ialah seorang sufi tidak akan naik dari suatu maqam ke maqâm
kedudukan adab (etika) seorang hamba dalam wushul selanjutnya sebelum memenuhi semua persyaratan pada
kepada Allah SWT melalui berbagai macam upaya yang maqam sebelumnya. Barang siapa yang belum sepenuhnya
dilakukan, dengan diwujudkan melalui suatu tujuan qana’ah belum bisa mencapai tawakal. Barang siapa yang
pencarian. Masing-masing berada dalam kedudukannya belum bisa tawakal tidak bisa mencapai taslim. Barang

17 18
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

siapa yang belum sah bertobat maka tidak sah ber-inabat. sendiri, sedangkan maqâm didapat melalui perjuangan dan
Begitupun seterusnya (Al-Qusyairi, 2006: 23). upaya. Setiap orang yang memiliki maqâm, akan
Sebuah maqam merupakan kualitas kejiwaan yang menempati maqâmnya, selanjutnya orang yang
sifatnya tetap. Sehingga terdapat perbedaan terhadap memperoleh ahwâl, bebas dari kondisinya (Al-Qusyairi,
ahwâl yang bersifat sementara. Meskipun banyak para 2006: 24). Ahwâl bisa muncul pada diri seseorang pada
tokoh yang masih memperdebatkan mengenai hal ini waktu yang lama dan kadang hanya sementara. Kemudian
(Sayyed Hossein Nasr, 1980: 60-61). al-Qusyairi menambahkan dalam ahwâl terdapat keadaan-
keadaan tertentu yang sifatnya tidak menetap, jika
2. Ahwâl
keadaan ini kekal dapat memungkinkan akan naik menuju
Ahwâl merupakan jamak dari kata hâl yang artinya keadaan yang lebih tinggi dan seterusnya (Al-Qusyairi,
keadaan atau situasi kejiwaan. Pengertian secara 2006: 57).
terminology ahwâl ialah kondisi spiritual yang menguasai
B. Struktur Maqamat dan Ahwâl
kalbu. Ahwâl masuk dalam diri seseorang sebagai karunia
1. Struktur Maqamat
yang diberikan oleh Allah. Ahwâl muncul dan hilang dalam
diri seseorang tanpa melalui usaha dan perjalanan a. Taubah

tertentu. Hal ini disebabkan, ahwâl muncul dan hilang Taubat adalah perjalanan awal yang harus dilalui oleh
secara spontanitas, tiba-tiba dan tidak disengaja (Al- seorang sufi. Arti taubat dalam bahasa Arab yakni kembali.
Qusyairi, 2006: 57). Seseorang yang bertaubat maka sesungguhnya ia kembali.
Al-Qusyairi menjelaskan bahwa ahwâl adalah suatu Dengan demikian taubat adalah kembalinya dari segala
kondisi hati, yang menurut kebanyakan orang memiliki sesuatu yang tercela menurut syara’ menuju ke sesuatu
arti yang intuitif dalam hati, tanpa disengaja, dan usaha yang terpuji (Al-Qusyairi, 2006: 29). Taubat tidak hanya
lainnya. Ahwâl adalah suatu anugerah , namun maqâm sebatas melepaskan diri dari dosa, keinginan dan
ialah suatu upaya. Suatu ahwâl berasal dari Wujud itu penyesalan yang kemudian disebut dengan orang yang

19 20
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

sedang bertaubat, sehingga ia memiliki tekad yang kuat Setiap orang yang melakukan taubat ialah orang yang
untuk melakukan apa yang diperintahkan dan beruntung, yakni orang yang mengerjakan apa yang
mengikutinya. Hakikat taubat ialah kembali kepada Allah diperintahkan oleh-Nya dan meninggalkan apa yang
dengan melaksanakan apa-apa yang diperintahkan-Nya dilarang. Taubat merupakan pokok dasar Islam dan semua
dan meninggalkan apa-apa yang dilarang-Nya atau unsur Islam masuk dalam istilah taubat. Dengan demikian,
kembali dari sesuatu yang dilarang kepada sesuatu yang orang yang bertaubat maka layak menjadi kekasih Allah,
diperintahkan. Maka dari itu Allah mengaitkan sebab Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan
keberuntungan yang hakiki dengan melaksanakan apa orang-orang yang mensucikan dirinya. Allah menyukai
yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang kepada orang yang perintah-Nya dilaksanakan dan
(Ibnu al-Qayyim, 2002: 58). larangan-Nya ditinggalkan. Jika taubat disebut kembali
Taubat adalah prinsip pokok dalam kegiatan spiritual dari apa yang dibenci Allah secara lahir dan batin kepada
sufi, kunci kebahagiaan seorang murid, dan syarat sahnya apa yang dicintai Allah secara lahir dan batin, berarti di
untuk melanjutkan perjalanan menuju Allah. Allah telah dalamnya terkandung istilah islam, iman dan ihsan. Allah
mengutus para hamba-Nya yang beriman untuk memberikan kecintaan-Nya kepada orang-orang yang
melakukan taubat dalam ayat-ayat al-Quran serta bertaubat berarti mereka adalah orang-orang yang khusus
menjadikannya sebagai sebab untuk mendapatkan di sisi-Nya (Ibnu al-Qayyim, 2002: 59)..
keuntungan di dunia maupun akhirat (Isa, 2006: 200). Selanjutnya diperkuat oleh hadits Nabi yang berbunyi,
Allah berfirman: “Wahai sekalian manusia, bertobatlah kalian kepada
َ‫ﷲ َ ِ ً أَ ﱡ َ ا ْ ُ ْ ِ ُ نَ َ َ ﱠ ُ ْ ُ ْ" ِ!ُ ن‬
ِ ‫َو ُ ُ ا إِ َ ﱠ‬ Allahdan mohonlah ampunan-Nya. Sesungguhnya aku
“……….dan bertaubatlah kamu sekalian kepada bertaubat kepada-Nya dalam sehari semalam sebanyak
Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu
seratus kali.” (HR. Muslim). Meskipun Rasulullah terhindar
beruntung” (QS. An-Nuur: 31)
dari segala macam dosa dan keburukan, beliau sering
melakukan taubat dan mengulang-ulang istighfar. Hal ini

21 22
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

beliau lakukan sebagai sarana pembelajaran dan demikian taubat pada tingkatan ini berarti kembali dari
menyebarkan syariat bagi umatnya di dunia (Abdul Qadir kemaksiatan atau kejahatan menuju kebaikan. Kedua,
Isa, 2006: 201). taubah artinya kembali dari yang baik menuju ke yang
Tiga hal yang harus dipenuhi dalam taubat, yakni lebih baik. Seseorang yang bertaubah pada tingkatan ini,
penyesalan, meninggalkan dosa yang pernah dilakukan, diperintahkan untuk kembali dari perbuatan yang lebih
dan menyadari kelemahan serta ketidakberdayaan. baik menuju ke yang paling baik. Dalam dirinya muncul
Hakikat taubat ialah menyesali dosa-dosa yang pernah semangat untuk terus meningkatkan kebaikan dan
diperbuat, sadar terhadap dosa tersebut dan bertekad ketaatannya dalam hal apapun untuk menjadi lebih baik
tidak mengulanginya kembali (Ibnu al-Qayyim Jauziyah, dan taat. Ketiga, kembali dari yang paling baik menuju
2002: 40). kepada Allah. Pada tingkatan taubat ini seorang yang
Adapun kategori dalam taubat, ialah: pertama, taubat bertaubah akan melakukan yang terbaik dengan tanpa
bagi kalangan awam, yakni taubat yang paling dasar. motivasi apapun kecuali karena Allah dan untuk Allah
Seseorang yang melaksanakan taubat diharuskan (Ibnu al-Qayyim, Juz I: 203).
memenuhi persyaratan yang paling dasar, yaitu menyesali Seorang sufi tidak hanya bertaubat dari maksiat, sebab
segala kesalahan yang dilakukan dengan sepenuh hati (Al- dalam pandangannya taubat model ini adalah taubat orang
Ghazali, Juz IV: 3), dan meninggalkan kesalahan tersebut awam. Akan tetapi dia juga bertaubat dari segala sesuatu
untuk selama-lamanya. Selain itu harus disertai dengan yang menyibukkan hatinya dari Allah. Ketika ditanya
keyakinan kuat untuk tidak akan mengulangi pada tentang taubat, Dzunnun al-Mishri, seorang pemuka sufi
kesalahan yang sama (Ibnu al-Qayyim Jauziyah, Juz I: 202). berkata, “Taubat orang awam adalah taubat dari dosa.
Jika kesalahan tersebut berhubungan dengan manusia, Sementara (Abdul Qadir Isa, 2006: 201).
maka harus meminta maaf kepada yang bersangkutan.
Apabila kesalahan berhubungan dengan harta benda, ia
harus mengembalikannya (Al-Ghazali, Juz IV: 37). Dengan

23 24
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

b. Wara’ bermanfaat berarti meninggalkan hal-hal yang berlebih”


(Ibnu al-Qayyim Jauziyah, 2002: 153).
Dalam tasawuf yang dimaksud dengan wara’ ialah
Dalam penjelasan wara’ Allah telah berfirman:
meninggalkan segala sesuatu yang tidak jelas atau belum
jelas hukumnya (subhat) (Al-Qusyairi, 2006: 110). $yϑÎ/ ’ÎoΤÎ) ( $·sÎ=≈|¹ (#θè=uΗùå$#uρ ÏM≈t6Íh‹©Ü9$# zÏΒ (#θè=ä. ã≅ß™”9$# $pκš‰r'¯≈tƒ
Demikian berlaku pada segala hal dalam aktivitas
∩∈⊇∪ ×ΛÎ=tæ tβθè=yϑ÷ès?
kehidupan manusia baik berupa benda ataupun perilaku
seperti makan, minum, perjalanan, pakaian, pembicaraan, “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan
yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh.
duduk, berdiri, bekerja, dan sebagainya. (Hasyim Sesungguhnya aku Maha mengetahui apa yang
Muhammad, 2002: 31). Selain meninggalkan semua yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mukminun: 51)

belum jelas hukumnya, dalam tradisi tasawuf wara’ juga


Apa yang dilakukan oleh para sufi dengan wara’ pada
memiliki arti meninggalkan segala sesuatu yang
dasarnya adalah merupakan pelaksanaan dari perintah
berlebihan, baik itu dalam bentuk benda maupun perilaku.
Allah dalam surat al-Muddatsir ayat 1-3:
Selain itu meninggalkan semua hal yang tidak memiliki

∩⊂∪ ÷ŽÉi9s3sù y7−/u‘uρ ∩⊄∪ ö‘É‹Ρr'sù óΟè% ∩⊇∪ ãÏoO£‰ßϑø9$# $pκš‰r'¯≈tƒ


rmanfaat atau tidak jelas manfaatnya (Al-Qusyairi, 2006:
110).
“Hai orang yang berkemul (berselimut),. Bangunlah, lalu
Seorang sufi bukan berarti meninggalkan urusan dunia berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah!” (QS. Al-
sama sekali. Wara’ adalah suatu maqâm yang memiliki Muddatsir: 1-3)
kedudukan bagi seorang sufi dalam kaitannya dengan Al-Quran hanya menyebutkan kata wara’ secara
urusan mencari rizki yang halal maupun haramnya sempit. Tetapi wara’ yang secara harfiah berarti berhati-
sesuatu (Suryadilaga, dkk, 2008: 100). Ibrahim bin Adham hati, menahan diri, atau menjaga diri agar tidak celaka
berkata, “Wara’ artinya meninggalkan segala sesuatu yang banyak dijelaskan dalam al-Quran sebagaimana ayat
subhat, sedangkan meninggalkan apa yang tidak tersebut diatas. Ibnu Qayyim dalam kitabnya Madarijus
Salikin menjelaskan ayat tersebut sebagai perintah untuk

25 26
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

melakukan wara’ serta pakaian menurut ahli tafsir ialah statusnya. Sehingga jiwa dan raganya selalu terjaga dari
kiasan dari diri seseorang. Lebih lanjut Ibnu Abbas sesuatu hal yang tidak di ridhai oleh Allah (Hasyim
menafsirkan ayat ini dengan: “Janganlah kamu busanai Muhammad, 2002: 32).
dirimu dengan kemaksiatan dan penghianatan” (Ibnu al-
Ibnu Qayyim secara rinci membagi wara’ dalam tiga
Qayyim Jauziyah, Juz I: 21).
tahapan. Yakni tahap meninggalkan kejelekan, tahap
Diperkuat dengan hadits Nabi tentang wara’, Beliau menjauhi hal-hal yang diperbolehkan namun
bersabda yang artinya: “Sebagian dari kebaikan tindakan dikhawatirkan akan jatuh pada hal yang dilarang dan
keislaman seseorang adalah bahwa ia menjauhi sesuatu tahap menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat
yang tidak berarti.” Adapun hadits lain yang artinya: membawanya kepada selain Allah (Ibnu al-Qayyim, Juz I:
“Bersikaplah wara’ dan kamu akan menjadi orang yang 21).
paling taat beribadah” (Al-Qusyairi, 2006: 109) Apa yang dilakukan seorang sufi dengan wara’ ialah
Lebih lanjut para ahli tasawuf juga membagi wara’ bahwa seorang sufi tidak memandang wujud benda atau
pada dua bagian. Yaitu wara’ yang bersifat lahiriyah yang perilaku seseorang dari bentuk kasarnya atau keindahan
berarti meninggalkan segala hal yang tidak diridhai oleh saja. Tetapi seorang sufi menilai segala bentuk baik benda,
Allah. Sedangkan wara’ batiniah berarti tidak mengisi atau sikap maupun ide atau gagasan dari nilai yang terkandung
menempatkan sesuatu di hatinya kecuali Allah (Kaylani, di dalamnya tanpa melihat bentuk fisiknya. Para sufi
1969: 32, 61). Menjadi seorang sufi yang wara’ akan selalu menjadikan nilai sebagai hal yang substansial. Sementara
menjaga kesucian jasmani ataupun rohaninya dengan kekayaan, gelar, kepangkatan, status social bagi seorang
mengendalikan semua perilaku dan aktifitas sehari- sufi bukanlah hal yang menentukan kualitas seseorang di
harinya. Seorang sufi hanya akan mengerjakan sesuatu jika mata Allah. Yang menentukan derajat seseorang adalah
sesuatu itu memiliki rmanfaat, baik bagi dirinya sendiri sejauh mana segala hal tersebut menganding nilai. Nilai
maupun bagi orang lain di sekitarnya. Seorang sufi tidak yang dapat mensucikan diri seseorang dari kotoran yang
akan pernah menggunakan sesuatu hal yang belum jelas telah menjauhkannya dari kodrat asal penciptaannya yang

27 28
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

paling sempurna disbanding makhluk lain (Hasyim Awal munculnya sejarah aliran tasawuf dalam dunia
Muhammad, 2002: 32). Islam, zuhud sudah muncul sejak awal abad kedua Hijriah.
Aliran ini muncul disebabkah oleh pola hidup mewah para
c. Zuhud
pejabat Negara pada dinasti Bani Umayyah dan Bani Abbas
Dalam pandangan tasawuf, zuhud artinya (Moh. Jalal Syarif, 1977: 73-74). Sesungguhnya zuhud
memalingkan aktifitas ruhani dari hal-hal yang bersifat dalam tasawuf hanya merupakan suatu maqâm/ tingkatan
duniawi. Zuhud dalam tradisi tasawuf merupakan maqâm yang memiliki arti memalingkan diri dari kehidupan dunia
yang paling dominan, karena pada umumnya pola hidup guna melakukan ibadah dengan tekun dan menjalankan
seorang sufi cenderung meninggalkan dunia. Lebih dari itu latihan spiritual yang dianjurkan, memerangi keinginan
tasawuf sangat identik dengan kezuhudan. Para ahli hawa nafsu, berpuasa, menyedikitkan makan dan
tasawuf telah menempatkan maqâm zuhud beriringan memperbanyak zikir (Hassan: 56).
dengan maqâm wara’ (At-Tusi, 2002: 92-94). Al-Quran telah banyak dijelaskan mengenai zuhud,
Dunia beserta segala isinya merupakan sumber yakni pengabaran tentang hinanya dunia, kefanaan dan
kemaksiatan dan keburukan yang dapat menjauhkana kita kemusnahannya yang sangat cepat, perintah untuk
dari Allah, sebab keinginan, hasrat, dan nafsu seseorang senantiasa memperhatikan kepentingan di akhirat,
berpotensi menjadikan kemewahan dan kenikmatan pengabaran mengenai kemuliaan dan keabadiannya (Ibnu
duniawi sebagai tujuan dalam hidupnya, sehingga dirinya al-Qayyim, 2002: 148). Zuhud terbagi dalam tiga tingkatan,
akan memalingkan dari Allah. Oleh sebab itu seorang sufi Pertama: zuhudnya orang awam, yaitu seseorang yang
diharuskan untuk terlebih dahulu memalingkan segala meninggalkan segala hal yang diharamkan oleh Allah.
aktifitas lahir dan batinnya dari segala hal yang bersifat Kedua, zuhudnya orang khusus, yaitu meninggalkan hal-
duniawi. Oleh karenanya segala apa yang dikerjakan dalam hal yang berlebih-lebihan dari segala hal yang di halalkan
kehidupan hanyalah dalam rangka mendekatkan diri pada oleh Allah. Ketiga, zuhudnya orang yang ma’rifat, yaitu
Allah (Hasyim Muhammad, 2002: 35).

29 30
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

meninggalkan kesibukan selain dari Allah (Al-Qusyairi, d. Faqr


2006: 119).
Istilah faqr dalam tasawuf memiliki pandangan yang
Tujuan zuhud adalah ketauhidan, itu artinya bahwa
berbeda sesuai dengan pengalaman masing-masing sufi.
menjauhkan diri terhadap segala sesuatu selain Allah.
Definisi faqr adalah perwujudan ubudiyah dan kebutuhan
Menjauhkan diri dari segala hal yang bersifat dunia sama
terhadap Allah dalam segala macam keadaaan. Makna ini
halnya dengan menjauhkan diri dari segala sesuatu selain
lebih tinggi dari sebutan fakir, sebab hal ini merupakan
Allah. Sebaliknya seorang zahid akan menerima dengan
hakikat ubudiyah dan intinya. Yahya bin Mu’adz pernah
ikhlas segala sesuatu yang menjadi ketentuan Allah.
ditanya tentang definisi kefakiran, maka dia menjawab,
Seseorang yang hidup dalam kezuhudan seharusnya
“Hakikatnya adalah tidak membutuhkan kecuali Allah
mempunyai beragam karakter yang dimiliki oleh
semata. Bentuknya ialah meniadakan semua sebab.”
seseorang yang menerima segala ketentuan Allah, sebab
Pendapat dari ahli tasawuf bahwa rukun kefakiran ada 4
Allah melarang setiap hamba-Nya untuk berbuat dosa,
macam: Ilmu yang membisikkan, wara’ yang
maka tidak boleh melakukan segala perbuatan dosa
mengekangnya, keyakinan yang membebaninya dan dzikir
(wara’), tidak menginginkan segala bentuk materi duniawi
yang menyertainya (Ibn al-Qayyim, 2002: 314-315). Dasar
dan akan hanya menyandarkan segala kebutuhan hanya
dari ajaran faqr adalah firman Allah:
kepada Allah (Faqr), menerima segala ketentuan atau
takdir Allah (tawakkal), menerima dengan penuh kerelaan Ÿω «!$# È≅‹Î6y™ †Îû (#ρãÅÁômé& šÏ%©!$# Ï!#ts)à ù=Ï9

segala apa yang dikehendaki oleh Allah (ridha), serta


ã≅Ïδ$yfø9$# ÞΟßγç7|¡øts† Ä⇓ö‘F{$# †Îû $\/ö|Ê šχθãè‹ÏÜtGó¡tƒ
ikhlas menjalankan semua apa yang diperintahkan oleh
Allah (Hasyim Muhammad, 2014: 22). šχθè=t↔ó¡tƒ Ÿω öΝßγ≈yϑŠÅ¡Î/ Νßγèù̍÷ès? É#’ yè−G9$# š∅ÏΒ u!$u‹ÏΖøîr&

ϵÎ/ ©!$#  χÎ*sù 9Žöyz ôÏΒ (#θà)Ï Ζè? $tΒuρ 3 $]ù$ysø9Î) šZ$¨Ψ9$#

∩⊄∠⊂∪ íΟŠÎ=tæ

31 32
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

“(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang kemiskinan, dan dikumpulkan bersama orang-orang
terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak
miskin. Hadits ini menggambarkan bahwa Rasulullah saw
dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu
menyangka mereka orang Kaya karena sangat memuliakan orang fakir, yakni mereka yang tidak
memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal
membutuhkan segala urusan dunia dan hanya
mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak
meminta kepada orang secara mendesak. dan apa membutuhkan Allah semata (al-Makki, 2007: 524).
saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan
Dalil tersebut memberikan penjelasan tentang status
Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha
Mengatahui.” (QS. Al-Baqarah: 273) kehidupan dan semua apa yang ada pada manusia, baik
kebaikan maupun keburukan, hal itu merupakan ujian dan
Dalam hadits Nabi Muhammad bersabda yang artinya:
cobaan dari Allah. Tetapi kehidupan manusia akan selalu
“Orang-orang miskin akan memasuki surga lima ratus
diliputi oleh hawa nafsu jika sifatnya dominan dan tidak
tahun sebelum orang-orang kaya. (lima ratus tahun itu
terkendali maka akan memalingkannya dari Allah kepada
sama dengan setengah hari di surga) (at-Turmudzi, 1987:
kesenangan duniawi. Demikian halnya yang diupayakan
47). Selanjutnya dalam riwayat Abdullah bin Mas’ud r.a
oleh para sufi dengan menerapkan pola hidup faqr.
Nabi saw bersabda yang artinya: “Orang miskin itu
Kefakiran pada dasarnya tidak terletak pada ketiadaan
bukanlah dia yang berkeliling kesana kemari dengan
harta benda, tetapi ada pada perasaan atau kesadaran
harapan diberi orang-orang sesuap atau dua suap nasi,
seseorang. Seorang yang faqr meskipun kaya harta namun
sebutir atau dua butir kurma. “Seseorang bertanya, kalau
hatinya tidak bergantung pada kekayaan yang dimilikinya.
demikian siapa? Nabi menjawab: “Dia adalah orang-orang
Kekayaan atau kenikmatan duniawi adalah sesuatu yang
yang tidak menemukan kepuasan atas kekayaannya, dan
dapat memalingkan seseorang dari Tuhannya (Hasyim
malu minta manusia, tidak pula orang tau hal ikhwal
Muhammad, 2002: 40-41).
mereka hingga mereka bisa diberi sedekah” (Al-Qusyairi,
Kefakiran adalah kebutuhan yang mendalam
2006: 271). Dalam sebuah riwayat hadits bahwa
terhadap Allah semata. Seorang sufi hidup dalam kefakiran
Rasulullah saw suatu ketika berdoa kepada Allah agar
sebab tidak menginginkan sesuatu pun selain ridha dari
beliau dihidupkan dalam kemiskinan, dimatikan dalam

33 34
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

Allah. Mereka hanya menggantungkan kepada Allah oleh muncul desakan nafsu (al-Ghazali, Juz IV: 65). Sabar juga
sebab itulah seorang faqr tidak sempat memikirkan memiliki definisi ketundukan secara total terhadap
apapun selain Allah. Seorang sufi mengabaikan kehendak Allah (Amstrong, 1996: 256). Allah memberikan
kepentingan duniawinya karena kefakirannya hanya perintah kepada umat manusia untuk memiliki sifat sabar,
kepada Allah. Inti dari kefakiran tersebut seorang sufi dalam firman-Nya:

’n?tã āωÎ) îοuŽÎ7s3s9 $pκ¨ΞÎ)uρ 4 Íο4θn=¢Á9$#uρ Ύö9¢Á9$$Î/ (#θãΖŠÏètFó™$#uρ


hanya tunduk kepada Allah dan hanya kepada Allah ia
mengharapkan pertolongan (Hasyim Muhammad, 2014:
172-173). ∩⊆∈∪ tÏèϱ≈sƒø:$#
Pada prinsipnya melalui wara’ seorang sufi berusaha
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.
meninggalkan segala sesuatu yang dipandang subhat,
dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh
melalui zuhud seorang sufi berusaha menjauhi meski yang berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',” (QS.
Al-Baqarah: 45)
halal-halal dan hanya yang amat penting bagi
kelangsungan hidup. Dengan demikian maqâm fakir Sabar berarti menahan diri agar selalu mengamalkan
merupakan inti dari mengosongkan hati dan keinginan sesuatu yang disukai Allah atau menghindarkan diri untuk
terhadap apa saja selain Tuhan (Suryadilaga, 2002: 104). melakukan segala sesuatu yang dibenci Allah. Al-Qusyairi
membagi sabar menjadi dua bagian, yaitu: Pertama, sabar
e. Sabar
terhadap apa yang diupayakan, maksudnya sabar dalam
Sabar menurut bahasa adalah menahan atau bertahan. menjalankan segala perintah Allah dan sabar terhadap
Selanjutnya definisi sabar adalah menahan diri dari rasa segala apa yang dilarang Allah. Kedua, sabar terhadap
gelisah, cemas dan amarah, menahan lidah adri keluh segala yang tidak diusahakan, maksudnya sabar dalam
kesah, menahan anggota tubuh dari kekacauan (Ibn al- menerima apa yang telah ditentukan Allah tanpa perasaan
Qayyim, 2002: 206). Al-Ghazali berpendapat bahwa sabar berat (al-Qusyairi, 2008: 88).
ialah memilih untuk mengerjakan perintah agama ketika

35 36
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

Menurut banyak pendapat para ahli hokum sabar Allah, sabar dalam menghindar dan menjauhkan diri dari
adalah wajib dan merupakan separuh dari iman. Sebab perbuatan yang dilarang oleh-Nya, serta sabar dalam
iman terdiri dari dua bagian yakni sabar dan syukur (Ibnu menghadapi atau menanggung cobaan (al-Ghazali, Juz IV:
al-Qayyim, 2002: 203). Dalam sebuah hadits disebutkan 61).
dalam sabda Rasulullah saw yang artinya: “Sungguh Pada intinya, kesabaran merupakan wujud dari
menakjubkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya semua konsistensi diri seseorang agar tetap memegang prinsip
urusannya merupakan kebaikan baginya dan yang sebelumnya. Kesabaran merupakan suatu kekuatan
demikian itu tidak dimiliki kecuali orang mukmin saja. Jika tersendiri yang membuat diri seseorang mampu bertahan
mendapat kesenangan dia bersyukur maka itu merupakan dari segala macam dorongan dan gangguan yang muncul
kebaikan baginya dan jika ditimpa pendeitaan dia sabar dari dalam maupun dari luar dirinya (Hasyim Muhammad,
maka itu merupakan kebaikan baginya.” 2002: 44).
Sabar merupakan karakter yang terdapat pada seorang
f. Tawakal
sufi sebab mereka pasti mengabaikan kepentingan dan
persoalan duniawinya. Apapun yang dialami pada diri Menurut bahasa tawakal ialah berserah diri atau
seorang sufi di dunia tidak akan mempengaruhi kondisi menyandarkan. Amin al-Kurdi memberikan batasan
dan keadaan batinnya. Semua yang terjadi padanya mengenai pengertian tawakal ialah menyibukkan diri
dianggap sebagai kehendak baik Allah, dan yang muncul dengan beribadah, mengaitkan hati dengan Tuhan dan
yaitu rasa syukur yang terjadi pada dirinya atas apa yang tenang dalam kecukupan, bersyukur apabila diberi dan
telah diperoleh (Hasyim Muhammad, 2014: 178). bersabar apabila ditolak. Selanjutnya, Dzu al-Nun al-Mishri
Menurut al-Gazali sabar merupakan upaya untuk memberikan pengertian mengenai tawakal yaitu
menghadapi dorongan hawa nafsu. Beliau juga meninggalkan kehendak hawa nafsu dan berpaling dari
membedakan sabar dalam tiga tingkatan, yakni: sabar agar potensi dan kemampuan agar seseorang tidak memandang
selalu teguh dalam melaksanakan ibadah dan perintah memiliki kekuatan kecuali karena kekuatan dari Allah (al-

37 38
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

Kurdi, tt: 477). Menurut Dr. Yusuf Qardhawi berbicara Allah, tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah’, maka
mengenai kedalaman tawakal adalah tergantung pada dikatankan kepadanya, ‘Kamu mendapat petunjuk,
pengalaman pribadi masing-masing sufi. Seorang sufi yang dilindungi dan dicukupkan. Lalu setan berjata kepada setan
telah menyerahkan sepenuhnya dirinya kepada Allah tidak lainnya, ‘Bagaimana mungkin kamu bisa memperdayai
akan ada keraguan dengan apapun yang menjadi orang yang telah mendapat petunjuk, dilindungi dan
keputusan Allah (al-Qardhawi, 1996: 36). dicukupi?” (al-Jauziyah: 2002: 189).
Diantara dalil yang menjelaskan perintah mengenai Tawakal bukan berarti bahwa seorang manusia hanya
tawakal diantaranya: diam dan menerima semua yang ada tanpa berusaha dan

3 $uΚåꑎÏ9uρ ª!$#uρ Ÿξt±ø s? βr& öΝà6ΨÏΒ Èβ$tGx Í←!$©Û M£ϑyδ øŒÎ)


bekerja, sebab Allah telah memberikan bekal
kesempurnaan bagi setiap manusia, baik fisik maupun
∩⊇⊄⊄∪ tβθãΨÏΒ÷σßϑø9$# È≅©.uθtGuŠù=sù «!$# ’n?tãuρ psikis. Melalui bekal itu manusia mampu

“ketika dua golongan dari padamu ingin (mundur) mengaktualisasikan diri demi memperoleh kepentingan
karena takut, Padahal Allah adalah penolong bagi dan kemanfaatan bagi diri sendiri mapun orang lain.
kedua golongan itu. karena itu hendaklah kepada
Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.” (QS. Seorang sufi senantiasa berserah diri kepada Allah.
Ali Imran: 122) Tawakal pada dasarnya ialah keyakinan total dan

Dalam Ash-Shahiahin disebutkan tentang hadits tujuh kepercayaan hati terhadap Allah hingga tidak

puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab. Mereka menggantungkan diri pada apapun selain Allah, serta

adalah orang-orang yang tidak mempercayai mantra, tidak menggembalikan segala persoalan hanya kepada Allah

meramal yang buruk-buruk, tidak mengobati dengan (Isa, 2005: 271).

sundutan api, dan hanya bertawakal kepada Allah. Dalam Menurut Sahl bin ‘Abdullah tawakal bermakna

As-Sunan, diriwayatkan sebuah sabda rasulullah saw yang memutus hubungan hati kepada selain Allah, sedangkan

artinya: “Barang siapa mengucapkan (saat keluar dari ridha ialah menerima tawakal dengan kerelaan hati.

rumahnya), ‘Dengan asma Allah, aku bertawakal kepada Seseorang yang dengan sungguh-sungguh tawakal, ia

39 40
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

dengan sendirinya akan meraih maqâm ridha. g. Ridla


Menurutnya, seorang yang tawakal ibarat seorang yang
Menurut al-Qusyairi ridha artinya menerima
mati di depan orang yang memandikan, sehingga ia akan
ketetntuan Allah (al-Qusyairi, 2008: 102). Ridha tidaklah
menerima kehendak orang yang memandikannya,
bermakna menentang takdir Allah. Lebih lanjut pengertian
kemanapun arah ia membalikkan tubuhnya (al-Qusyairi,
ridha adalah suatu tingkat maqâm dimana seorang sufi
2008: 163).
mampu mengubah semua bentuk penderitaan, kesusahan,
Para ahli tasawuf membagi tawakal menjadi beberapa
dan kesengsaraan, menjadi kegembiraan dan kenikmatan
tingkatan, yaitu: Pertama, engkau bersama Allah
(Simuh, 1996: 69). Definisi lain diungkapkan oleh Dzul al-
sebagaimana seorang yang mewakilkan bersama wakilnya
Nun bahwa ridha adalah menerima pahitnya ketentuan
yang baik dan ramah, pada tingkat ini seorang yang
Allah dengan merasa bahagia (al-Kalabadzi, tt: 108-109).
berserah diri masih ada perasaan curiga atau ragu. Kedua,
Sebagian ulama berpendapat bahwa ridha bisa dikatakan
engkau bersama Allah sebagaimana seorang anak bersama
maqâm maupun ahwâl. Hal ini dikarenakan ridha bersifat
ibunya, seorang anak akan mencurahkan segala persoalan
kasbi (diupayakan), tetapi ridha merupakan karunia yang
atau kepentingan yang ia hadapi hanya kepada ibunya,
diberikan oleh Allah sebagai buah dari tawakal.
pada tingkat ini seseorang yang berserah diri tidak ada
Ridha ialah kondisi kejiwaan atau sikap mental
keraguan, namun kebergantungannya hanya saat ia
seseorang yang selalu menerima dengan lapang dada atas
membutuhkan. Ketiga, engkau bersama Allah seperti
semua karunia yang diberikan atau musibah yang
seorang yang sakit kepada dokter yang merawatnya, pada
ditimpakan kepadanya. Seorang sufi akan selalu merasa
tingkat ini seseorang yang berserah diri tidak ada
senang dalam setiap situasi yang meliputinya. Demikian
keraguan dan ketergantungan pada yang lain karena
halnya yang disebut pencapaian maqâm tertinggi seorang
dirinya telah fana dan setiap waktu dia melihat apa yang
sufi (Qamar Kailani, 1969: 35-54). Seorang yang ridha
dilakukan Allah terhadap dirinya (Hasyim Muhammad,
akan senantiasa merasa cukup dengan apa yang telah
2014: 188).
dikehendaki Allah. Seperti dalam firman-Nya:

41 42
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

$uΖç6ó¡ym (#θä9$s%uρ …ã&è!θß™u‘uρ ª!$# ÞΟßγ9s?#u !$tΒ (#θàÊu‘ óΟßγ¯Ρr& öθs9uρ


agama dan kepasrahan kepada Allah (al-Jauziyah, 2002:
212).
«!$# ’n<Î) !$¯ΡÎ) ÿ…ã&è!θß™u‘uρ Ï&Î#ôÒsù ÏΒ ª!$# $oΨŠÏ?÷σã‹y™ ª!$# Menurut al-Munajjid ada 2 alasan mengapa seseorang
bisa menjadi ridha, yakni: Pertama: menyadari bahwa
∩∈∪ šχθç6Ïî≡u‘
Allah telah membuat segala sesuatu sebaik-baiknya
“Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan dengan menuntaskannya dengan serapi-rapinya. Sehingga
apa yang diberikan Allah dan RasulNya kepada
mereka, dan berkata: "Cukuplah Allah bagi Kami, kita dapat menerima apa yang telah menjadi keputusan
Allah akan memberikan sebagian dari karunia-Nya Allah. Kedua, Allah Maha Mengetahui mana yang baik dan
dan demikian (pula) Rasul-Nya, Sesungguhnya
Kami adalah orang-orang yang berharap kepada apa yang lebih baik bagi seseorang (al-Munajjid, 2006:
Allah," (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi 305-306). Ridha merupakan kondisi kejiwaan. Jika
mereka).” (QS. At-Taubah: 59)
seseorang memiliki jiwa yang ridha maka akan semua
Dalam sebuah riwayat hadits, Rasulullah bersabda kejadian yang dialami di dunia akan ia rasakan dengan
yang artinya: ”Yang merasakan manisnya iman ialah orang hati tentram dan damai, mampu menerima segala
yang ridha kepadaa Allah sebagai Rabb, kepada Islam peristiwa dan keadaan sebagai ketentuan terbaik Allah
sebagai agama, dan kepada Muhammad sebagai rasul. yang harus diterima dengan lapang dada dan bahagia
Beliau juga bersabda: “Siapa yang mengucapkan saat (Hasyim Muhammad, 2014: 193).
mendengar adzan, aku ridha kepada Allah sebagai Rabb, Seorang yang ridha akan terhindar dari kekhawatiran,
kepada Islam sebagai agama dan kepada Muhammad maka keraguan dan kegoncangan jiwa yang biasa dirasakan oleh
diampuni dosanya”. Hadits diatas merupakan puncak dan orang-orang yang tidak rela akan hilangnya kenikmatan
inti dari kedudukan agama, karena di dalamnya duniawi yang ada pada dirinya. Dalam hadits yang
terkandung ridha terhadap Rububiyah dan Uluhiyah Allah, diriwayatkan oleh At-Tirmizi, Rasullah bersabda yang
ridha terhadap Rasul-Nya, ketundukan, ridha terhadap artinya: “Salah satu kebahagiaan manusia kerelaannya atas
segala yang ditakdirkan Allah kepadanya. Salah satu

43 44
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

penyebab kesengsaraan manusia adalah tidak adanya nafsunya dan tiak sesuai dengan kepentingan pribadinya.
kepercayaan atas pilihan Allah dan kebenciannya terhadap Bentuk ridha terhadap Muhammad saw sebagai Nabi dan
apa yang telah dikehendaki Allah kepadanya” (Isa, 2006: Rasul adalah menjadikan pribadinya sebagai teladan,
262). Seorang hamba yang ridha akan terhindar dari rasa mengikuti semua petunjuknya, menghiasi dir dengan
putus asa yang timbul akibat perasaan tidak beruntung sunahnya dan mencintainya dengan melebihi semua
dan merasa terputusnya nikmat duniawinya. Allah makhluk Allah bahkan dirinya sendiri (Isa, 2006: 263-
berfirman dalam surat An-Nisa ayat 19 yang menegaskan 264).
tentang bisa jadi kalian tidak menyukai sesuatu, namun
2. Struktur Ahwâl
Allah justru menjadikannya kebaikan yang banyak.
1. Muraqabah
Ÿ≅yèøgs†uρ $\↔ø‹x© (#θèδtõ3s? βr& #|¤yèsù £èδθßϑçF÷δ̍x. βÎ*sù …….4 Muraqabah dalam tradisi tasawuf ialah kondisi

∩⊇∪ #ZŽÏWŸ2 #ZŽöyz ϵŠÏù ª!$#


kejiwaan yang sepenuhnya berada dalam keadaan
konsentrasi dan waspada. Sehingga segala daya pikir dan
“kemudian bila kamu tidak menyukai mereka,
(maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak imajinasinya fokus pada satu kesadaran yaitu tentang
menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan dirinya. Selanjutnya muraqabah yaitu penyatuan antara
padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa: 19)
Tuhan, alam dan dirinya sendiri sebagai manusia
Wujud ridha kita terhadap Allah ialah ridha terhadap (Amstrong, 1996: 197). Dalam istilah lain yakni kesadaran
semua ketentuan-Nya dalam segala urusan makhluk-Nya, akan kesatuan antara mikrokosmos, makrokosmos, dan
baik berupa pemberian maupun penolakan, penurunan metakosmos. Al-Jauziyah mendefinisikan muraqabah
maupun pengangkatan, mudarat maupun manfaat, sebagai pengetahuan manusia secara terus menerus dan
penyambungan maupun pemutusan. Selanjutnya ridha keyakinannya bahwa Allah mengetahui zhahir dan
terhadap Islam sebagai agama ialah menjalankan semua batinnya. Muraqabah juga merupakan suatu perasaan
perintah, menjauhi semua larangan dan menerima semua bahwa Allah senantiasa mengawasinya, melihat,
hukumnya, meskipun bertentangan dengan semua

45 46
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

mendengar, mengetahui segala apapun yang dilakukannya Konsistensi diri terhadap perilaku yang baik adalah
(al-Jauziyah, 2002: 166). kunci utama untuk mencapai muraqabah. Konsistensi ini
Dalam kaitannya dengan muraqabah Allah mampu dipenuhi dengan senantiasa mawas diri, dan
menegaskan beberapa dalam al-Quran. Diantaranya: menjaga dari perilaku yang tidak sesuai dengan perintah

∩∈⊄∪ $Y7ŠÏ%§‘ &óx« Èe≅ä. 4‘n=tã ª!$# tβ%x.uρ 3


Allah. Sehingga perlu kedisiplinan tinggi untuk mencapai
muraqabah.

“……... dan adalah Allah Maha mengawasi segala Al-Qusyairi menjelaskan bahwa seorang sufi bisa
sesuatu” (QS. Al-Ahzab: 52)
sampai pada ahwâl muraqabah jika ia telah sepenuhnya

∩⊇∪ â‘ρ߉÷Á9$# ‘Ï øƒéB $tΒuρ ÈãôãF{$# sπuΖÍ←!%s{ ãΝn=÷ètƒ melaksanakan perhitungan terhadap perilakunya di masa
lalu yang telah dilakukannya dan melakukan perubahan-
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat perubahan menuju perilaku yang lebih baik (al-Qusyairi,
dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Al- 2008 : 189). Pada prinsipnya perilaku beribadah
Mukminun: 19)
merupakan suatu gambaran perilaku muraqabah atau
Masih banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang mendekatkan diri kepada Allah. Oleh karenanya,
membahas mengenai muraqabah, seperti Allah mangawasi muraqabah dapat berarti sebuah kondisi kejiwaan
yang lahir maupun yang batin, mengetahui segala sesuatu, seseorang yang senantiasa merasakan kehadiran Allah
melihat, mendengar, dan Allah selalu bersama manusia di dengan menyadari bahwa Allah selalu mengawasi setiap
berbagai situasi dan keadaan. Dalam sebuah hadits, Jibril perilaku hamba-Nya. Dengan demikian, maka seseorang
disebutkan bahwa dia brtanya kepada Rasulullah saw akan selalu mawas diri dan menjaga perilakunya agar
tentang ihsan. Maka beliau menjawab, “Jika engkau tetap mencapai kesempurnaan penciptanya (Hasyim
menyembah Allah seakan engkau melihat-Nya. Jika engkau Muhammad, 2002: 47).
tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”
(Ibn Qayyim, 2002: 166).

47 48
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

2. Mahabbah memberikan seluruh keluhuran jiwanya kepada yang


Mahabbah (cinta) berarti keteguhan dan kemantapan dicintai. Hal ini dilakukan dengan perasaan senang, tidak
(Hasyim Muhammad, 2002: 48). Dikatakan, cinta dari kata ada rasa berat ataupun tertekan. Kesadaran cinta juga
habb (biji-bijian) yang merupakan jamak dari habbat. Dan berimplikasi pada rasa penerimaan yang mantap terhadap
habbatul qalb adalah sesuatu yang menjadi penopangnya. apapun yang terjadi di alam semesta ini, sehingga segala
Dengan demikian cinta dinamakan hubb dikarenakan ia sesuatu baik yang mengandung kebaikan maupun
tersimpan dalam kalbu. Selanjutnya, kata hubb berasal dari kejahatan selalu diterima dengan lapang dada (Toehir,
kata hibbah, yang berarti biji-bijian dari padang pasir. 2012: 102).
Cinta dinamai hubb adalah lubuk kehidupan, seperti hubb Hakikat cinta berasal dari Allah. Dalam pandangan
sebagai benih tumbuh-tumbuhan. Dikatakan juga, cinta tasawuf, cinta merupakan esensi yang paling tinggi. Tujuan
berasal dari kata hibb, tempat yang di dalamnya ada air, yang mencinta dan tujuan yang dicinta, hubungan manusia
dan manakala ia penuh, tidak ada lagi tempat bagi lainnya. dengan Tuhan, hubungan Tuhan dengan manusia,
Demikian pula manakala hati diluapi cinta, tak ada tempat sepenuhnya berdasarkan cinta, dan itulah yang menjadi
lagi selain sang kekasih (al-Qusyairi, 2006: 402). landasan agama. Cinta terbagi menjadi tiga susunan, yaitu
Mahabbah adalah kesadaran diri, perasaan jiwa dan cinta biasa, cinta spiritual, dan cinta Ilahi.
dorongan hati yang menyebabkan seseorang merasa Cinta biasa berada pada kehidupan sehari-hari kita,
hatinya penuh kepada apa yang ia dicintainya dengan seperti cinta seksualitas, cinta persahabatan, dan
semangat dan kasih sayang. Cinta kepada Allah ialah cinta hubungan-hubungan daya tarik. Cinta spiritual adalah
yang paling utama sebab Allah yang menciptakan alam cinta yang lebih tinggi dari cinta biasa, dia bukan lagi
semesta beserta isinya (Yunahar Ilyas, 2006: 24-25). Cinta sebuah hasrat sekedar untuk kenikmatan fisik, tapi cinta
kepada Allah merupakan pokok dan dasar keimanan (Ibnu dengan dimensi yang lebih jauh dan dalam melingkupi sisi
Taimiyah, 2002: 55). Selanjutnya, mahabbah merupakan hati, jiwa dan kekuatan yang lebih tinggi di luar diri
suatu perasaan agung dimana orang yang mencintai manusia (Ibnu Taimiyah, 2002: 187-188). Allah berfirman:

49 50
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

“……….Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat itu membawa mereka untuk menyerahkan nyawa, harta,
cintanya kepada Allah” (Qs. Al-Baqarah: 165). waktu, dan semua yang mahal dan berharga di jalan yang
Rasulullah saw menganjurkan para sahabatnya untuk mereka cintai, dengan harapan mereka akan memperoleh
mencintai Allah. Sebab, dalam cinta terdapat pengaruh ridha dan cinta-Nya (Isa, 2006: 291).
yang besar dan maqam yang tinggi. Beliau juga
3. Khauf
menunjukkan kepada nikmat dan karunia Allah yang
banyak. Kemudian menjelaskan bahwa cinta mereka Kata khauf tidak jauh manknanya dengan kata wajal,
kepada Allah menuntut mereka untuk juga mencintai khassyah, rahbah, haibah, dan masih banyak yang serupa.
kekasih Allah yang mulia, sebagaimanahalnya cinta Menurut al-Qusyari definisi khauf (takut) berkaitan
mereka kepada Rasulullah saw akan mengantarkan dengan kejadian yang akan datang. Takut kepada Allah
mereka menuju cinta kepada Allah. Rasulullah saw bermakna takut terhadap hukum-hukum Allah di dunia
bersabda: maupun di akhirat (al-Qusyairi, 2006: 125). Terdapat
‫ﷲ‬ ‫ﺑ‬ ‫وا‬ ‫ﻣ‬ ‫و‬ ‫اﷲ‬ ‫ا‬ berbagai macam perbedaan mengenai pengertian khauf,

“Cintailah Allah atas segala nikmat yang Dia diantaranya: khauf merupakan kegundahan hati karena
berikan kepada kalian. Dan cintailah aku dengan takut akan sesuatu. Selanjutnya, khauf merupakan upaya
cinta Allah. (HR. Tirmidzi).
hati untuk menghindar dari datangnya sesuatu dari yang
Hadits yang menceritakan tentang cinta (mahabbah) tidak disukainya.
cukup banyak dan semuanya menjelaskan tentang dan Allah berfirman dalam kaitannya dengan khauf:
keutamaan dan pengaruhnya yang sangat besar. Ketika
öΝèδθèù$y‚s? Ÿξsù …çνu!$uŠÏ9÷ρr& ß∃Èhθsƒä† ß≈sÜø‹¤±9$# ãΝä3Ï9≡sŒ $yϑ¯ΡÎ)
sahabat r.a benar-benar mengalami cinta kepada Allah dan
Rasul-Nya, mereka sampai pada puncak kesempurnaan ∩⊇∠∈∪ tÏΖÏΒ÷σ•Β ΛäΖä. βÎ) Èβθèù%s{uρ
iman, akhlak dan pengorbanan. Manisnya cinta telah
“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah
melupakan mereka akan pahitnya cobaan dan perihnya syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan
kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy),
malapetaka yang menimpa mereka. Lalu pengaruh cinta

51 52
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, At-Tirmidzi dan Ahmad meriwayatkan dari Aisyah r.a,
tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar
dia pernah berkata, “Aku pernah bertanya tentang firman
orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 175)
Allah, ”Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah
Ayat lain yang menjelaskan tentang pemberian pujian mereka berikan, dengan hati yang takut”, apakah dia itu
dan sanjungan dari Allah kepada orang-orang yang takut orang yang berzina, minum khamr dan mencuri?”. Beliau
kepada-Nya: menjawab, “Bukan wahai putrid Ash-Shiddiq, tetapi ia

tÏ%©!$#uρ ∩∈∠∪ tβθà)Ï ô±•Β ΝÍκÍh5u‘ ÏπuŠô±yz ôÏiΒ Νèδ tÏ%©!$# ¨βÎ)
orang yang berpuasa, shalat dan mengeluarkan sedekah,
sedang ia takut amalnya tidak di terima” (Ibn Qayyim,
Ÿω öΝÍκÍh5tÎ/ Οèδ tÏ%©!$#uρ ∩∈∇∪ tβθãΖÏΒ÷σムöΝÍκÍh5u‘ ÏM≈tƒ$t↔Î/ Οèδ 2002: 130).
Menurut pendapat al-Wasithi perasaan takut dan
î's#Å_uρ öΝåκæ5θè=è%¨ρ (#θs?#u !$tΒ tβθè?÷σムtÏ%©!$#uρ ∩∈∪ šχθä.Ύô³ç„
harap bermakna sebagai pengendali bagi diri seseorang

’Îû tβθãã̍≈|¡ç„ y7Íׯ≈s9'ρé& ∩∉⊃∪ tβθãèÅ_≡u‘ öΝÍκÍh5u‘ 4’n<Î) öΝåκ¨Ξr& dari perbuatan yang sia-sia, sebab ia akan senantiasa
menjaga diri agar senantiasa mengerjakan sesuatu yang
∩∉⊇∪ tβθà)Î7≈y™ $oλm; öΝèδuρ ÏN≡uŽösƒø:$# terbaik dengan tanpa keraguan dan merasa yakin bahwa
“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati usaha yang baik akan menghasilkan kebaikan pula. Perlu
karena takut akan (azab) Tuhan mereka, dan
orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan kita ketahui bahwa Allah menguasai wujud manusia yang
mereka, dan orang-orang yang tidak paling dalam dan pada akhirnya perasaan takut dan harap
mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu
apapun), dan orang-orang yang memberikan apa itu akan musnah dengan sendirinya, sebab takut dan harap
yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, merupakan akibat dari inderawi yang bersifat manusiawi
(karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya
mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, (Hasyim Muhammad, 2002: 50-51).
mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-
kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera
memperolehnya” (QS. Al-Mukminun: 57-61)

53 54
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

4. Raja’ Seseorang akan hanya berdiam tanpa melakukan sesuatu


apapun (Ibn Qayyim, Juz II, 37).
Definisi yang hampir sama dengan khauf (takut), raja’
Dalam firman Allah yang membahas tentang raja’ ialah:
(harapan) adalah terikatnya hati dengan sesuatu yang
diinginkan terjadi pada masa yang akan datang (al- s's#‹Å™uθø9$# ÞΟÎγÎn/u‘ 4’n<Î) šχθäótGö6tƒ šχθããô‰tƒ tÏ%©!$# y7Íׯ≈s9'ρé&

¨βÎ) 4 ÿ…çµt/#x‹tã šχθèù$sƒs†uρ …çµtGyϑômu‘ tβθã_ötƒuρ Ü>tø%r& öΝåκš‰r&


Qusyairi, 2006: 126). Pendapat lain ada yang membedakan
raja’ dalam tiga macam, yaitu: harapan seseorang untuk
taat kepada Allah berdasarkan hidayah dari Allah ∩∈∠∪ #Y‘ρä‹øtxΧ tβ%x. y7În/u‘ z>#x‹tã
kemudian ia mengharap pahala-Nya, seseorang yang “orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri
berbuat dosa kemudian ia bertaubat dan mengharap mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara
mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan
ampunan Allah, kemurahan serta kasih saying-Nya, mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-
seseorang yang pernah melakukan kesalahan lalu Nya; Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu
yang (harus) ditakuti.” (QS. Al-Israa’: 57)
mengharap rahmat Allah tanpa disertai usaha, hal ini
merupakan sesuatu yang menipu dan harapan yang tak Maksud dari mencari jalan dalam ayat ini adalah
berguna (Ibn Qayyim, 2002: 159). mencari cara untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Menurut al-Qusyairi, ia telah membedakan antara Terdapat tiga hal pokok dalam iman, yakni: cinta, rasa

harapan (raja’) dengan angan-angan (tamanni). Yang takut dan berharap. Mengenai harapan Allah menjelaskan

membedakan ialah raja’ sifatnya aktif dan tamanni sifatnya kembali dalam firman-Nya:

pasif. Hal ini jelas berbeda, seseorang yang menginginkan y7Ρà$©! ÏΒ $uΖÏ?#u !$uΖ−/u‘ (#θä9$s)sù É#ôγs3ø9$# ’n<Î) èπu‹÷FÏ ø9$# “uρr& øŒÎ)
sesuatu agar keinginannya terpenuhi maka akan
melakukan segala sesuatu sampai semua terpenuhi, ∩⊇⊃∪ #Y‰x©u‘ $tΡ̍øΒr& ôÏΒ $oΨs9 ø⋅Äh÷yδuρ ZπtΗôqy‘
berbeda dengan orang yang hanya memiliki angan-angan. “(ingatlah) tatkala Para pemuda itu mencari
tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka
berdoa: "Wahai Tuhan Kami, berikanlah rahmat

55 56
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

kepada Kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bahwa tanda rindu ialah menyukai mati asalkan
bagi Kami petunjuk yang Lurus dalam urusan Kami
menjadikan jiwa tenang, seperti Nabi Yusuf saat
(ini)." (QS. Al-Kahfi: 10)
dimasukkan ke dalam sumur. Beliau hany aberbicara,
Selanjutnya riwayat dari shahih Muslim disebutkan “Matikanlah aku dalam keadaan berserah diri” (Ibn
bahwa dari Jabir r.a ia berkata: “Aku pernah mendengar Qayyim, 2002: 371).
Rasulullah saw bersabda: “Janganlah salah satu diantara Seorang manusia yang sedang dilanda kerinduan pada
kalian meninggal melainkan dia berbaik sangka terhadap Tuhannya maka ia akan terlepas semua hasratnya dari
Tuhannya”. Rasullullah juga bersabda: “Allah berfirman, selain Tuhannya. Dengan demikian perasaan rindu
‘Aku berada dalam persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. merupakan terbebasnya diri seseorang dari belenggu
Maka hendaklah dia membuat persangkaan kepada-Ku hawa nafsu (al-Qusyairi, 2006: 229). Allah berfirman:

uθèδuρ 4 ;NUψ «!$# Ÿ≅y_r& ¨βÎ*sù «!$# u!$s)Ï9 (#θã_ötƒ tβ%x. tΒ
menurut kehendaknya”. (Ibn Qayyim, 2002: 158-159)
Harapan (raja’) akan menjadikan seorang pada
perasaan yang optimis dalam mengerjalan segala ∩∈∪ ÞΟŠÎ=yèø9$# ßì‹Ïϑ¡¡9$#
aktifitasnya, serta menghilangkan semua keraguan yang “Barangsiapa yang mengharap Pertemuan dengan
menyertainya (Hasyim Muhammad, 2002: 52). Allah, Maka Sesungguhnya waktu (yang dijanjikan)
Allah itu, pasti datang. dan Dialah yang Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.” (al-Ankabut: 5)
5. Shauq
Definisi tentang shauq menurut Ibnu Khafif ialah Nabi Muhammad saw bersabda dalam suatu riwayat
ketenangan hati yang disebabkan oleh cinta dan keinginan hadits, “Aku memohon kepada-Mu kelezatan, memandang
untuk berjumpa serta saling mendekat. Rindu merupakan wajah-Mu dan kerinduan berjumpa dengan-Mu” (Ibn
perjalanan hati menuju kekasih dalam berbagai keadaan. Qayyim, 2002: 371).
Cinta lebih tinggi daripada rindu, hal ini dikarenakan rindu
ada karena cinta. Kadar kuat dan lemahnya rindu adalah
berasal dari cinta. Berbeda dengan pendapat Abu Utsman

57 58
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

Zπyϑômu‘ āωÎ) Ü=≈tGÅ6ø9$# šø‹s9Î) #’s+ù=ムβr& (#þθã_ös? |MΖä. $tΒuρ


6. Uns

Uns (sukacita) merupakan kondisi kejiwaan seseorang


∩∇∉∪ tÌÏ ≈s3ù=Ïj9 #ZŽÎγsß ¨sðθä3s? Ÿξsù ( šÎi/¢‘ ÏiΒ
ketika merasakan dekat dengan Tuhannya (al-Qusyairi, Juz
III, 160). Pendapat lain menjelaskan bahwa uns ialah “dan kamu tidak pernah mengharap agar Al Quran
diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan)
kegembiraan yang ada pada hati sebab mengetahui yang karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu,
dicintai dan memperoleh apa yang diinginkan (al-Jauziyah, sebab itu janganlah sekali-kali kamu menjadi
penolong bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Qashash:
2002: 400). Menukil firman Allah yang berkaitan dengan 86)
uns adalah:
Seseorang yang sedang pada kondisi uns akan
׎öyz uθèδ (#θãmtø u‹ù=sù y7Ï9≡x‹Î7sù ϵÏFuΗ÷qtÎ/uρ «!$# È≅ôÒx Î/ ö≅è% merasakan kegembiraan, kebahagiaan, kesenangan yang

∩∈∇∪ tβθãèyϑøgs† $£ϑÏiΒ


besar. Kondisi seperti inilah yang dirasakan para sufi
ketika ia merasa dekat dengan Allah (Hasyim Muhammad,
“Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-
2002: 53).
Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.
kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan". (QS. Yunus: 58) 7. Tuma’ninah

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah memerintahkan Thuma’ninah merupakan ketentraman hati terhadap
kepada para hamba-Nya untuk merasakan gembira karena sesuatu, tidak merasa cemas dan gelisah. Thuma’ninah
karunia dan rahmat yang diberikan Allah. Menurut para hanya akan dijadikan Allah ke dalam hati dan jiwa orang-
ahli, yang dimaksud dengan karunia dan rahmat ialah orang yang beriman, dalam firman-Nya, “Hai jiwa yang
karunia berarti Islam dan rahmat berarti al-Quran. Allah tentram, kembalilah kepada Rabbmu”. Dalil tersebut
menjadikan para hamba-Nya sebagai orang-orang Muslim menjelaskan jiwa manusia tidak akan kembali kepada
karena karunia-Nya dan menurunkan al-Quran dengan Allah kecuali dalam keadaan thuma’ninah (al-Jauziah,
rahmat-Nya. Allah berfirman: 2002: 344). Selanjutnya definisi thuma’ninah ialah

59 60
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

keteguhan dan ketentraman hati dari semua hal yang menenangkan hati bagi siapa saja yang mendengarnya.
mempengaruhinya (Hasyim Muhammad, 2002: 54). Namum kebohongan akan hanya menimbulkan perasaan
Allah berfirman tentang thuma’ninah: ragu dan kegelisahan. Nabi Muhammad bersabda,

̍ò2É‹Î/ Ÿωr& 3 «!$# ̍ø.É‹Î/ Οßγç/θè=è% ’È⌡uΚôÜs?uρ (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$#


“Kebenaran adalah sesuatu yang menenangkan hati” (Ibnu
Qayim, Jus II, 534).
∩⊄∇∪ Ü>θè=à)ø9$# ’È⌡yϑôÜs? «!$# Thuma’ninah dibagi menjadi tiga tingkatan: Pertama,

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati hati yang tenang karena mengingat Allah dan
mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. ketentraman seorang hamba yang takut kepada Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram.” (QS. Ar-Rad: 28) Kedua, ketentraman jiwa pada kasyf, ketentraman diri
pada batas penantian, dan keterntraman perpisahan pada
Selanjutnya dalam surat al-Fajr ayat 27-30:
pertemuan. Ketiga, ketentraman karena melihat
ZπuŠÅÊ#u‘ Å7În/u‘ 4’n<Î) ûÉëÅ_ö‘$# ∩⊄∠∪ èπ¨ΖÍ×yϑôÜßϑø9$# ߧø ¨Ζ9$# $pκçJ−ƒr'¯≈tƒ kelembutan kasih Allah, ketentraman pertemuan dengan

ÉL¨Ζy_ ’Í?ä{÷Š$#uρ ∩⊄∪ “ω≈t6Ïã ’Îû ’Í?ä{÷Š$$sù ∩⊄∇∪ Zπ¨ŠÅÊó÷£∆


baqa’ (keabadian) dan ketentraman maqam pada cahaya
keabadian (Ibnu Qayim, Juz II: 538-540).
∩⊂⊃∪
8. Musyahadah
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Dari berbagai sumber mengemukakan bahwa
Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba- musyahadah sering kali dikaitkan dengan muhadharah
Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.” (QS. Al-Fajr: dan mukasyafah. Muhadharah adalah kehadiran kalbu, lalu
27-30)
mukasyafah adalah kehadiran kalbu dengan sifat nyatanya,
Ibnu Qayyim menukil sebuah hadits yang menjelaskan, sedangkan musyahadah ialah merasa akan kehadiran Allah
“Kebenaran adalah indentik dengan keterntraman tanpa dibayangkan (al-Qusyairi, Juz II: 75). Orang yang
sedangkan kebohongan adalah identik dengan keraguan”. berada pada puncak musyahadah, hatinya senantiasa
Hadits tersebut bermakna sebuah kebenaran akan mampu

61 62
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

dipenuhi dengan cahaya ketuhanan (Hasyim Muhammad, mengharap menghasilkan zuhud. Zuhud menghasilkan
2002: 56). hikmah, dan hikmah mendorong untuk memandang akibat
Allah berfirman mengenai musyahadah: di kemudian hari. Menurut al-Junaid yaqin adalah

’s+ø9r& ÷ρr& ë=ù=s% …çµs9 tβ%x. yϑÏ9 3“tò2Ï%s! y7Ï9≡sŒ ’Îû ¨βÎ)
kemantapan ilmu yang tidak dapat diubah dan tidak
diganti serta tidak berubah apa yang ada di dalam hati.
∩⊂∠∪ Ó‰‹Îγx© uθèδuρ yìôϑ¡¡9$# Selanjutnya menurut Ibnu Atha’, seberapa jauh kedekatan

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar- mereka dengan takwa maka sejauh itu pula mereka bisa
benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mengetahui yakin (Ibn Qayyim, 2008: 290).
mempunyai akal atau yang menggunakan
pendengarannya, sedang Dia menyaksikannya.” Pendapat lain tentang yakin ialah sebuah kepercayaan
(QS. Al-Qaaf: 37). yang kuat dan tak tergoyahkan mengenai kebenaran

Dalam psikologi, seseorang yang sedang musyahadah, pengetahuan yang dimiliki, sebab penyaksiannya dengan

seisi hatinya diliputi rasa senang dan bahagia sepanjang segenap jiwanya yang dirasakan oleh seluruh ekspresinya

waktu. Kondisi yabf seperti inilah dapat muncul karena serta disaksikan oleh segenap eksistensinya (Siregar, tt:

didasari oleh perasaan menyatu dengan alam semesta, ia 137-138). Allah berfirman. :

telah merasa bahwa ia telah menjadi bagian alam (Hasyim ∩⊄⊃∪ tÏΖÏ%θçΗø>Ïj9 ×M≈tƒ#u ÇÚö‘F{$# ’Îûuρ
Muhammad, 2002: 56-57).

“dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan


9. Yaqin Allah) bagi orang-orang yang yakin.” (QS. Adz.
Dzariyat: 20)
Yaqin dalam terminologi sufi merupakan perpaduan
dari beberapa kosakata yang bermakna sesuatu yang ada
Allah telah mengkhususkan orang-orang yang yakin
dengan sifat-sifat yang menyertai keadaannya (Hasyim yaitu bahwa hanya mereka yang paling beruntung dan
Muhammad, 2002: 57). Menurut Dzun-Nun yaqin mendapat petunjuk di bumi:
mengajak untuk tidak terlalu berharap. Memiliki sifat tidak

63 64
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani

y7Î=ö7s% ÏΒ tΑÌ“Ρé& !$tΒuρ y7ø‹s9Î) tΑÌ“Ρé& !$oÿÏ3 tβθãΖÏΒ÷σムtÏ%©!$#uρ


dan yaqin, menjadikan kekhawatiran dan kesedihan ada
dalam keragu-raguan dan kemarahan”.
ÏiΒ “W‰èδ 4’n?tã y7Íׯ≈s9'ρé& ∩⊆∪ tβθãΖÏ%θムö/ãφ ÍοtÅzFψ$$Î/uρ Dzun-Nun membagi yaqin dalam tiga tanda yaitu tidak
banyak bergaul dengan manusia, tidak memuji mereka jika
∩∈∪ šχθßsÎ=ø ßϑø9$# ãΝèδ y7Íׯ≈s9'ρé&uρ ( öΝÎγÎn/§‘
mendapat pemberian, dan tidak mencela mereka jika tidak
“dan mereka yang beriman kepada kitab (Al memperoleh pemberiannya. Sedangkan tanda yang
Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan
Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, lainnya, yaitu: memandang kepada Allah dalam segala
serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) sesuatu, kembali kepada-Nya dalam segala sesuatu, dan
akhirat. mereka Itulah yang tetap mendapat
petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah memohon pertolongan kepada-Nya dalam keadaan
orang-orang yang beruntung” (QS. Al-Baqarah: 4- bagaimanapun (Ibn Qayyim, 2002: 289-290).
5).

Yakin merupakan ruh amal hati, yang sekaligus


merupakan ruh amal anggota tubuh dan merupakan
hakikat sifat shidq serta inti Islam. Diriwayatkan dari Ibnu
Mas’ud bahwa Nabi Muhammad bersabda: “Janganlah
sekali-kali kamu membuat orang ridha dengan kemurkaan
Allah dan janganlah sekali-kali kamu memuji seseorang
dengan mangatas namakan karunia Allah dan janganlah
sekali-kali kamu mencela seseorang selagi Allah tidak
mengizinkanmu, karena sesungguhnya rezeki Allah tidak di
hela kepadamu karena hasrat seseorang yang berhasrat
dan tidak ditolak dirimu karena kebencian seseorang yang
benci dan sesungguhnya Allah dengan keadilan dan neraca-
Nya Dia menjadikan ruh dan kegembiraan ada dalam ridha

65 66
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

Al Jilani lebih banyak dikenal sebagai tokoh dengan


benyak karamah dan kesaktian dari pada seorang ulama
dan pengajar yang telah banyak memberi inspirasi bagi
kehidupan umat Islam di dunia. Tulisan-tulisan tentang
biografi beliau jarang yang mengemukakan ajaran dan
karya serta sepak terjang beliau dalam dunia pendidikan.
Untuk itu, penting kiranya dalam penelitian ini
mengungkap hal tersebut, utamanya terkait dengan sepak
terjang beliau dalam dunia pendidikan dan situasi social
politik yang melingkupi kehidupan beliau. Hal ini penting
BAB 3
dalam rangka mengetau factor-faktor yang dimungkinkan
Sejarah Kehidupan Syaikh mempengaruhi tarekat dan ajaran beliau.
Abd al-Qadir al-Jilani
A. Nama dan sebutan

Para ahli sejarah pada umumnya merasa kesulitan Al-Jilani memiliki nama lengkap Muhyiddin Abu
untuk mengungkap sejarah kehidupan Syaikh Abdul Qadir Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Musa Zangi Dausat
al Jilani. Berbeda dengan sejarah kehidupan para tokoh al-Jilani. Di lahirkan pada tahun 470 H/1077 M, dan wafat
sufi lain, karena banyak mitos yang berkembang terkait pada tahun 561 H/1166 M. Beliau dikenal deengan banyak
beliau. Buku-buku sejarah kehidupan al-Jilani yang gelar kewalian, antara lain: Ghauts al-A’dham, Quthb ar-
berkembang dan ditulis oleh para murid dan pengikut Rabbani, al-Haikal al-Shamadani, Sulthan al-Auliya, Burhan
beliau pada umumnya banyak dipenuhi legenda-legenda al-Asfiya, Quthb al-Auliya. Sebutan al-Ghauts al-A’dham
yang sulit dilacak bukti-bukti kesejarahannya. dan Qutb al-Uliya dikemukakan oleh Ibn Arabi dalam
Futuhat al-Makiyyah.

67 68
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

Sebutan lain untuk beliau antara lain Musyahid Allah, adalah al-Imam Sayyid Abi shalih Zangi Dausat Musa Ibn
Amrullah, Fadlullah, Amanullah, Quthbullah, Saifullah, Abi Abdillah ibn Yahya, ibn Muhammad, ibnDaud, Ibn
Burhanullah, Ayatullah, Ghautsullah, dan lain-lain. Musa, Ibn Abdillah, Ibn Musa al-Mahdi, al-Mutsanna, ibn al-
Beragam julukan tersebut pada umumnya diberikan oleh Hasan as-Shibti ibn Ali Ibn Abi Thalib.
para murid dan pengikutnya. Para murid beliau Sementara dari Ibu, adalah keturunan as-Sayyid
memberikan julukan tersebut untuk menunjukkan Husain ibn Ali Ibn Abi Thalib. Ibu beliau adalah Sayyidah
kehormatan dan kemuliaan serta karamah yang Ummi al-Khair Amat al-Jabbar Fathimah, binti Abdillah,
dimilikinya. Abi Jamaluddin Muhammad ibn Mahmud, ibn Abdillah Ibn
Julukan juga diberikan oleh para pengagum dan Kamaluddin Isa, ibn Muhammad al-Jawwad, ibn Ali ar-
pengkaji ajaran beliau seperti Adz-Dzahabi, ulama ahli Ridla, ibn Musa al-Kadzim, ibn Ja’far as-Shadiq, ibn
hadits dan tafsir yang sekaligus juga ahli sejarah yang Muhammad al-Baqir, ibn Zain al-Abidin ibn Ali, ibn al-
memberikan julukan kepada beliau, al-Syaikh al Imam az- Husain, ibn Ali ibn Abi Thalib.
Zahid, al-Arif, al-Qudwah, Syaikh al-Islam wa ‘Alimal Auliya Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kedua
wa Muhyiddin (Dahri, 2004: 17). orang tua al-Jailani adalah keturunan Nabi Muhammad
saw. Jika kedua silsilah tersebut dilanjutkan maka akan
B. Keluarga
sampai pada nabiullah Ibrahim as. Meski demikian bukan
Al-Jilani dilahirkan di kota Naif, selatan Kurdistan, berarti bahwa al-Jilani besar karena keturunan, namun
sekitar 150 km dari kota Bagdad. Ia dilahirkan di tengah kesalehan dan upaya beliau yang sungguh-sungguhlah
keluarga shaleh dan sederhana. Ayahnya telah meninggal yang menjadikannya ulama besar, yang ukan hanya luar
sebelum beliau lahir. Kakeknya yakni sayyid Abdullah biasa dalam karamahnya namun juga ilmunya.
Sauma’I adalah seorang sufi terkemuka pada masanya.
Sisilah keluarga beliau dari ayah adalah keturunan
as-Sayyid al-Hasan ibn Ali ibn Abi Thalib. Ayah beliau

69 70
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

C. Pendidikan Setelah masuk kota Bagdad ia kemudian


mendaftarkan diri di Madrasah Nidhamiyah. Sebuah
Saat kecil beliau belajar ilmu agama di tanah
lembaga pendidikan paling prestisius pada saat itu. Namun
kelahirannya, hingga ia hafal al-Qur’an dan kitab hadits al-
karena perbedaaan madzhab, beliau tidak bisa diterima.
Muwaththa’ karya Imam Malik. Al-Jailani kecil adalah
Al-Jilani merupakan penganut madzhab Hambali dalam
sosok yang cerdas, pendiam, sopan, jujur, taat pada
fiqih dan dekat dengan al-Hallaj dalam tasawuf. Karena
orangtua dan banyak melakukan riyadlah dalam rangka
alas an itulah maka ia di tolah untuk masuk di Nidhamiyah.
mempertebal imannya dan dan memperdalam ilmu yang
Nidhamiyah merupakan sekolah pemerintah yang secara
dimilikinya. Sang ibu banyak memberikan dorongan untuk
kebetulan sangat menentang madzhab Hambali dan al-
beliau dalam menuntut ilmu dan memperbanyak ibadah.
Hallaj.
Pada usia 18 tahun, al-Jilani terdorong melakukan
Karena tidak diterima di Nidhamiyah, ia kemudian
perjalanan ke Bagdad untuk menuntut ilmu. Jarak antara
mengikuti pengajian madzhab Hambali dalam asuhan Abu
kota kelahirannya dengan Bagdad sekitar 150 km. Pada
Sa’d al-Mukarimi. Karena kealiman beliau, kemudian
saat itu, Bagdad merupakan pusat peradaban dunia. Ia
diangkat menjadi asisten ulama besar madzhab Hambali di
ingin memperdalam filsafat dan hukum. Dalam hal hukum,
Bagdad, Syaikh Abu Sa’d Mubarak Ali al-Mukarimi
ia termasuk pengikut madzhab Ibnu Hanbal (hambaly),
(Trimingham: 41-42). Di samping mendalami ilmu fiqih,
meskipun pada umumnya masyarakat di wilayahnya
al-Jilani juga belajar tasawuf pada Syaikh Abu Khair
adalah pengikut madzhab Safi’i. Ia kemudian bergabung
Hammad al-Dabbas (w. 1131 M/525 H) sufi kenamaan
dengan kafilah dagang yang secara rutin berniaga ke
penganut madzhab Syafi’i. Ad-Dabbas adalah seorang sufi
Bagdad. Sebelum memasuki kota Bagdad, al-Jilani terlebih
yang saangat disgani dan ahli fiqh yang amat dihormati,
dahulu berkhalwat untuk beberapa hari di sebuah kastil,
dengan ribuan santri yang setiap tahun ribuan santri
reruntuhan bangunan kuno bekas kerajaan Persia di
belajar kepadanya.
daerah Karh.

71 72
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

Karena kealiman dan sikapnya yang rendah hati dan Karena latar belakang beliau yang dekat dengan
moderat, al-Jilani pada akhirnya diterima di Nidhamiyah. paham mu’tazilah maka meskipun ia mengajarkan
Ia kemudian memperdalam filologi pada Abu Zakaria At- asketisme (zuhud) tapi tetap anti terhadap hal-hal yang
Tibrisi (w. 502 H/1109 M), salah seorang professor di berbau mistik. Karena kealiman dan keluhuran budi serta
perguruan Nidhamiyah. Ia pun sempat belajar tasawuf kefasihannya dalam bertutur kata membuatnya banyak
pada seorang sufi besar Abu Yusuf al-Hamadani (440-535 dikagumi. Setiap beliau menggelar pengajian, puluhan ribu
H/1048-1140 M). Dari beliaulah al-Jilani mendapatkan jama’ah datang mengikutinya. Pengajarannya benar-benar
ijazah sebagai pengajar sufi. menjadi alternatif di tengah banyaknya fitnah di kalangan
Berangkat dari sinilah kemudian beliau mendirikan ulama, karena kedekatan ulama dengan penguara.
ribath (semacam pesantren) di pinggiran Bagdad, di mana Sementara kekuasaan Islam pada saat itu justru berada di
para santri tinggal bersama beliau. Di sinilah cikal bakal pintu gerbang kehancuran karena perilaku para
pengajaran sufi beliau. Di madrasah ini beliau banyak pemimpinnya.
mengajarkan madzhab Hambali dan mengajarkan tasawuf. Perpaduan antara keahliannya dalam fiqih Madzhab
Di ribath ini pula beliau melakukan kegiatan bisnis dan Hambali dan tasawuf membuatnya semakin terkenal
berkarya secara mandiri bersama murid-muridnya. kealimannya. Ia belajar tasawuf pada ulama-ulama besar
Karena usaha yang dilakukan bersama santri inilah yang kebetulan bermadzhab Syafi’i. Latar belakang inilah
maka beliau bisa mencukupi kebtuhan hidup keluarga dan yang membuatnya disegani bukan hanya di oleh penganut
santri-santrinya. Mesii beliau mengajarkan mistisisme madzhab Hambali dan Mu’tazili yang dikenal kritis dan
(zuhud) dan hidup dalam zuhud, tetapi tetap realistis dan anti terhadap hal-hal yang sifatnya mistik dan irrasional,
rasional. Inilah hal utama yang menarik dari diri beliau, tetapi juga dihormati oleh penganut madzhab Syafi’i dan
yakni kealiman dan kemandiriannya dalam usaha bisnis pengikut tasawuf.
yang dilakukannya.

73 74
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

D. Latar belakang sosial dan politik Kedua, Al-Mustarsyid Billah. Ia menggantikan ayahnya
pada tahun 512 H. Seperti ayahnya, ia adalah pemimpin
Al-Jilani hidup pada masa akhir kekuasaan Abbasiyah
yang baik dan kuat seperti ayahnya. Ia juga sangat
di Bagdad. Bagdad pada masa itu merupakan pusat
disenangi rakyatnya, karena keahlian dan visi
kekuasaan Islam, sekaligus pusat peradaban Islam, bahkan
pemerintahan serta kesalehannya. Hanya saja ia menjadi
dunia. Hanya saja situasi kekuasaan pada saat itu memang
korban pembunuhan oleh kaum Bathiniyah pada tahun
sedang goyah. Dinasti Abbasiyah mengalami penurunan
529 H. sehingga ia memerintah selama 17 tahun.
demi penurunan. Bahkan al-Jilani menyaksikan saat
Ketiga, Ar-Rasyid Billah, memerintah pada tahun 529
kehancuran dinasti ini. Kekuasaan Islam pada kemudian
H. Ia hanya memerintah selama 11 bulan. Pada masa
berpindah tangan ke dinasti Saljuk.
pemerintahannya banyak terjadi kerusuhan dan
Al-Jilani mengalami lima masa pemerintahan: Pertama,
pembunuhan oleh kaum Bathiniyah dn begitu pula fitnah
al-Mustandzir Billah (470-512 H). Ia memimpin dalam usia
terhadap para fuqaha’ banyak mengemuka.
17 tahun dan menjalani kepemimpinannya selama 24
Keempat, Al-Muqtafi li Amrillah. Ia dibaiat menjadi
tahun. Sebenarnya ia adalah sosok yang saleh dan hafal al-
pemimpin sepeninggal ar Rasyid Billah pada tahun 529 H.
Qur’an. Hanya sajaa ia berkuasa pada saat yang kurang
Ia memerintah dalam waktu yang cukup lama, 26 tahun.
tepat. Situasi social politk sedang kacau dan pertentangan
Meskipun kondisi social politik sedang kacau, namun ia
antar kelompok masyarakat sedang terjadi. Bahkan tidak
relative bisa mengandalikan. Hanya saja, konsentrasi
jarang terjadi saling serang dan saling bunuh antar
pemerintahannya hanya untuk meredam konflik dan
kelompok, khususnya kelompok suni dan Rafidlah. Kondisi
kekacauan, sehingga pemerintahan tidak mengelami
ini tentu sangat tidak menguntungkan bagi beliau.
kemajuan.
Sementara beliau bukan seorang ahli dalam pemerintahan
Kelima, al-Mustanjid Billah, ia memerintah sepeninggal
dan penyelesaian konflik. Akhirnya beliau meninggal
al-Muqtafi pada tahun 555 H. Sebagaimana ayahnya ia
dalam usia 42 tahun.

75 76
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

adalah seorang pemimpin yang saleh dan meninggal tahun diterima di Nidhamiyah. Meski demikian, banyak ulama di
566 H. luar madzhab Syafi’iyah dan Asy’ariyah yang membuka
Meskipun kondisi pemerintahan Abbasyiyah sedang tempat-tempat belajar secara mandiri di luar sekolah-
mengalami kemunduran dan masyarakat Islam sedang ada sekolah milik pemerintah. Pada akhirnya, ketika situasi
dalam situasi kacau dan saling permusuhan, namun hal politik berubah, al-Jilani pun diterima di madrasah
tersebut tidak mempengaruhi perkembangan ilmu Nidhamiyah.
pengetahuan. Para ilmuwan muslim banyak lahir dalam Justru al-Jilani beruntung, tidak diterima di
era tersebut. Pemikir muslim pun banyak terlahir di era Nidhamiyah, karena pada akhirnya beliau bisa bertemu
tersebut, seperti Ibnu al-Jauzi, Ibn al-Qudamah, dan lain- dengan ulama besar madzhab Hambali yakni Abu Sa’d al-
lain. Mukarimi dan ulama sufi kenamaan Abu al-Khair Hammad
Umat Islam memang sedang dalam perpecahan politik, ad-Dabbas. Kedua tokoh inilah yang memperdalam
namun dalam pemikiran tetap bisa berkembang. Meskipun ilmunya dan membesarkan namanya. Al-Mukarimi bahkan
pemerintahan Islam memiliki keberpihakan terhadap mendirikan perguruan pesantren dan al-Jailani dijadikan
madzhab dan aliran atau paham tertentu, namun sebagai pengasuhnya. Berangkat dari sinilah kemudian al-
madzhab-madzhaqb dan aliran lain tetap dapat hidup, Jilani mendapatkan pengaruhnya yang begitu luas dan
meskipun di luar lembaga-lembaga milik pemerintah. santri yang begitu luar biasa. Dalam pengajian-pengajian
Seperti halnya perguruan Nidhamiyah yang milik beliau bahkan diikuti oleh lebih dari 70.000 santri. Banyak
pemerintah kare pemerintah saat itu cenderung pada para santrinya yang kemudian menjadi ulama-ulama besar
madzhab Syafi’I dan beraliran teologi Asy’ariyah maka di kemudian hari.
Madrasah Nidhamiyah pun lebih berpihak pada madzhab
E. Karya-karya al-Jilani
Syafi’i dan teologi Asy’ariyah. Itulah sebabnya, al-Jilani
yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga bermadzhab Sebagai ulama besar di masa kejayaan Islam, al-Jilani
Hambali dan dekat dengan teologi mu’tazilah tidak melahirkan banyak karya yang menjadi pegangan bagi

77 78
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

para muridnya. Karya-karya tersebut ada yang ditulis 4. Mahfudhat alJalali. Kumpulan ungkapan dan
langsung oleh beliau, oleh anak-anaknya atau oleh pembicaraan beliau yang juga dikemukakan oleh as-
muridnya dari khotbah atau pengajian-pengajian yang Syuhrawardi dalam Awarif al-Ma’arif.
diberikannya. Di antara karya-karya tersebut adalah: 5. Al-Ghunyah li thalibi Thariq al-Haq. Kumpulan
1. Al-Fath ar-Rabbani, kitab kumpulan khutbah beliau khutbah beliau yang berisi keimana dan akhlak,
yang disampaikan dalam kurun waktu kira-kira 3 arkan al-iman, Islam dan Ihsan. Kitab ini lebih layak
Rabi’ul Awwal tahun 545 H sampai 6 Rajab 546 H disebut sebagai kitab fiqih madzhab Hambali.
(1150 M. sd 1152 M). Menurut sebagian sejarawan 6. Hizb al-Basha’ir al-khairat, berisi do’a dan penjelasan
kitab ini ditulis oleh anaknya Syaikh Abd al-Aziz. masalah syari’at dan haqiqat.
2. Futuh al-Ghaib, kumpulan khutbah tentang beragam 7. Bahjat al-Asrar, kumpulan wejangan yang dihimpun
ajaran keagamaan yang dikumpulkan oleh anakanya, oleh Syaikh Abu al-Hasan ‘Ali asy-Syatta naufi. (w.
Syaikh Abd Razaq. Kitab ini sempat dikaji oleh 713H/1324 M)
ilmuwan Jerman dari Universitas Leipziq, Walter Di samping beberapa kitab tersebut, masih banyak
Braune tahun 1933, hasil analisisnya kemudian karya lain yang dinisbahkan pada al-Jilani. Meskipun bisa
dibukukan dalam Bahasa Jerman, Die Futuh al-Gaib jadi tidak ditulis sendiri oleh al-Jilani, tetapi oleh-murid-
des Abdul Qadir. juga diterjemahkan dalam bahasa muridnya yang berupaya mengabadikan pesan-pesan al-
Inggris oleh M. Aftaad-Din Ahmad immuwan dari Jilani. Beliau belajar al-Qur’an dan tafsir secara mendalam
Lahore. kepada Abu al-Wafa ‘Ali ibn Aqil al-Hanbali dan Abu al-
3. Djala’ al-Khatir, kumpulan khutbah yang Khathab Mahdudh al-Kalwadzani al-Hanbali dan banyak
diperkirakan beliau sampaikan pada sekitar tahun lagi yang lain. Dalam ilmu Hadits beliau belajar kepada
546 H. Abu Ghalib Muhammad ib Hasan al-Baqilani. Sementara
ilmu fiqih beliau belajar kepada Abu Sa’d al-Mukarimi.

79 80
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

Dalam Ilmu sastra beliau belajar kepada Abu zakariya penutup yang merupakan ringkasan dari keseluruhan isi
Yahya ibn Ali At-Tibrisi. surat.
Meskipun kitab ini ditulis sedemikian rupa, namun
F. Tentang Tafsir al-Jilani
beliau tidak menamai kitabnya ini sebagai kitab atau karya
Di antara karya al-Jilani yang paling monumental tafsir al-Qur’an. Beliau memberi nama karyanya ini dengan
adalah Tafsir al-Qur’an al-Karim, yang ditulis oleh beliau “al-fawâth al-Ilahiyah wa al-Mafâtih al-Ghaibiyah al-
sendiri. Pernyataan bahwa kitab tafsir tersebut ditulis Muw^adlihah lil Kalim al-Qur’aniyah.”
sendiri oleh beliau dikemukakan oleh Mufti perpustakaan Penamaan karya ini dengan nama bukan tafsir,
al-Qadiriyah Bagdad, Sayyid Nuri Muhammad Shabri kemungkinan disebabkan oleh bebera hal. Pertama, karya
dalam bukunya, Maktabah al-Nadrasah al-Qadiriyah al- ini tidak ditulis dengan menggunakan metodologi
“Amah Baghdad. Karya ini kemudian ditahqiq oleh salah sebagaimana kitab tafsir pada umumnya. Dalam
seorang keturunan beliau, Dr. Muhammad Fadlil al-Jilani memberikan penjelasan atau ulasan terhadap kalimat-
al-Hasani al-Husaini, at-Tailani al-Jamazraqi. kalimat atau ayat-ayat al-Qur’an beliau tidak
Menurut penuturan pen-tahqiq-nya (yng penyunting) menggunakan standar analisis yang ada dalam ulmul
kitab al-Jailani, yakni Dr. Muhammad Fadlil Jilani al- Qur’an. Penjelasan dan komentar beliau hanya didasarkan
Hasani, kitab yang sedang dikaji ini adalah tulisan pada inspirasi-inspirasi yang dihasilkan dari perenungan
langsung al-Jilani. Hanya saja memang ada naskah lain dan riyadhah yang dilakukan oleh Syaikh Abdul Qadir al-
yang serupa, antara lain naskah al-Hindi yang telah Jilani.
berkurang satu juz. Naskah ini di tulis pada tahun 622 H. Sebagai seorang sufi yang zahid, beliau telah banyak
61 tahun setelah wafat beliau (al-Jilani, 2009: 1/25). melakukan upaya-upaya spiritual untuk menemukan
Tafsir al-Jilani ditulis secara berurutan dari surat kebenaran yang lebih hakiki. Dari upaya dan langkah yang
pertama hingga terakhir. Di setiap awal surah terdapat dilakukannya itulah maka beliau banyak mendapatkan
pengantar (muqaddimah) dan di akhiri dengan ungkapan inspirasi (dzauq) yang memberikan jawaban atas segala

81 82
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

persolan yang dihadapi umatnya. Demikianlah setiap pengetahuan di lingkungan masyarakat penganut
ungkapan, ulasan atau komentar terhadap ayat-ayat dalam madzhab Syafi’I dan penganut aliran teologi al-Asy’ari.
al-Qur’an, beliau juga banyak mendapatkan inspirasi yang Bahkan beliau dapat diterima oleh jamaahnya yang sangat
kemudian disampaikan kepada umatnya. Oleh karena luar biasa dari berbagai aliran dan madzhab, khususnya
maka wajar jika dalam komentar dan ulasan yang sama Syafi’i. Hal ini tidak lain karenaketulusan, kerendahan hati
sekali berbeda dengan kitab-kitab tafsir pada umumnya. dan kelembutan beliau dalam berda’wah. Beliau juga
Untuk alasan itu, beliau meminta kepada para dikenal sangat moderat dan menghargai beragam paham
pembaca untuk tidak merendahkannya. Komentar dan lain yang berbeda. Beliau juga berguru pada para ulama
ulasan yang beliau berikan teradap kalimat dan ayat-ayat dari madzhab dan aliran lain.
al-Qur’an dalam kitab ini semata-mata merupakan hasil Faktor lain yang mempengaruhi kebesarannya adalah
perenungan yang kemudian menjadi inspirasi untuk konsistensi beliau dalam menjalankan ibadah. Beliau
menjawab persoalan umatnya. Pada kenyataannya, dengan adalah sosok yang mengamalkan segala apa dang
hasil inspirasi-inspirasi inilah yang telah mampu merubah didakwahkan. Beliau bukan hanya juru dakwah, tetapi juga
pemahaman dan kecenderungan masyarakat pada teladan dalam kehidupan umatnya. Kehidupan beliau yang
zamannya untuk semakin dekat dengan Allah dan penuh kesederhanaan dalam menjalani kehidupan sehari-
menjalankan syariat-Nya secara benar. Apa yang dilakukan hari, serta kesungguhan (riyadlah) yang dilakukan dalam
Syaikh al-Jilani hanyalah salah satu jalan yang dilakukan beribadah membuat beliau sosok sangat disegani, bukan
untuk menemukan kebenaran, di antara banyak jalan hanya oleh orang-orang dekat yang menjadi muridnya,
menuju kebenaran yang lain. namun juga orang lain yang mengamati kehidupan beliau.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, al-Jilani Bahkan imam Ibnu Taimiyah yang dikenal banyak
adalah seorang ulama besar bermadzhab Hambali dan melakukan kritik terhadap kehidupan sufistik juga
beraliran teologi Mu’tazilah. Meski demikian, ia dapat mengagumi dan mengidolakan beliau.
hidup dengan nyaman dan mengembangkan ilmu

83 84
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

Keluarga al-Jilani baik dari jalur Ibu maupun ayah juga yang pemikiran, ajaran dan dakwahnya dapat diterima
menjadi factor penting yang mempengaruhi kepribadian, oleh kelompok manapun.
pemikiran dan keluhurannya. Ayah dan Ibu al-Jailani Latar belakang keluarga, sosial dan pendidikan beliau
merupakan pribadi yang shalih dan shalihah. Kedua orang berpengaruh secara signifikan terhadap pemikiran, ajaran
tua aljilani dikenal orang sangat dekat dengan Allah, serta pemahaman beliau terhadap sumber ajaran Islam
banyak beribadah dan berbudi luhur, serta memiliki baik al-Qur’an maupun hadis. Kedalaman pengetahuan
pengaruh yang baik bagi lingkungannya. Ayahnya seorang beliau dalam berbagai disiplin ilmu khususnya tasawuf
ulama besr dan ibunya juga seorang muslimah pengamal berpengaruh juga dalam pemahaman dan penafsiran
tasawuf yang sangat tinggi tingkat kesufiannya. beliau terhadap ayat-ayat al-Qur’an.
Pendidikan dan dorongan yang diberikan oleh sang Ibu
merupakan factor yang tidak dapat dianggap remeh. Sang
ibu yang terkenal memiliki sifat wara’ adalah pembentuk
kepribadian al-Jilani yang paling utama.
Meskipun berasal dari aliran dan madzhab yang
berbeda, Imam Abu Hamid al-Ghazali dan Imam Abu Yazid
al-Bistami juga guru yang banyak mempengaruhi serta
memperdalam ilmu beliau, khususnya dalam tasawuf. Hal
ini disebabkan karenadalam belajar dan menuntut ilmu al-
Jilani tidak memandang latar belakang madzhab atau
aliran teologi gurunya. Ia dikenal siap belajar kepada
siapapun dan ulama dari latar belakang madzhab
manapun yang bersedia mengajarkan ilmunya. Sikapnya
yang demikian, membuat al-Jilani dikenal sebagai ulama

85 86
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

šχ%x.uρ 4 $yγn=÷δr&uρ $pκÍ5 ¨,ymr& (#þθçΡ%x.uρ 3“uθø)−G9$# sπyϑÎ=Ÿ2 óΟßγtΒt“ø9r&uρ

∩⊄∉∪ $Vϑ‹Î=tã >óx« Èe≅ä3Î/ ª!$#

“Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati


mereka kesombongan (yaitu) kesombongan
Jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan
kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang
mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka
kalimat-takwa dan adalah mereka berhak dengan
kalimat takwa itu dan patut memilikinya. dan
BAB 4 adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.
PENAFSIRAN AYAT-AYAT Al-Jilani menafsirkan ayat ini dengan mengemukakan
MAQAMAT DAN AHWAL bahwa Allah akan mengokohkan jiwa mereka (orang-
orang mukmin) dan menjauhkan dari kerapuhan dan
A. Tafsir Ayat-ayat Maqamat
1. Taubat kehancuran (al-Jilani, 2009: 5/374). Dalam ungkapannya
yang lain ia mengemukakan bahwa kata taqwa
Al-Jilani mengemukakan bahwa taubat merupakan
mengandung makna takut dan taubat (Al-Jilani, 2002: 69-
langkah awal yang harus dilalui seorang hamba dalam
70). Artinya bahwa orang yang bertaqwa adalah mereka
mendekatkan diri kepada Allah, menghampiri sang Khalik
yang merasa takut melanggar perintah Allah dan
(Al-Jilani, 2002: 69-70). Ia mendasarkan konsep taubatnya
berkomitmen untuk meninggalkan segala bentuk perilaku
pada QS. Al-fath ayat 26:
buruk yang dilakukan dan berjanji untuk tidak mengulangi
Ïπ¨ŠÎ=Îγ≈yfø9$# sπ¨ŠÏΗxq sπ¨ŠÏϑptø:$# ãΝÎγÎ/θè=è% ’Îû (#ρãx x. šÏ%©!$# Ÿ≅yèy_ øŒÎ) lagi di hari kemudian.

šÏΖÏΒ÷σßϑø9$# ’n?tãuρ Ï&Î!θß™u‘ 4’n?tã …çµtGt⊥‹Å6y™ ª!$# tΑt“Ρr'sù


Penafsiran al-Jilani tersebut sejalan dengan Al-Ghazali
yang mengamukakan bahwa taubat mengandung tiga

87 88
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

unsur. Ilmu; hal, dan amal. Ilmu adalah kesadaran bahwa


perbuatan buruk akan menghasilkan dosa dan akibat 4|¤tã %·nθÝÁ¯Ρ Zπt/öθs? «!$# ’n<Î) (#þθç/θè? (#θãΖtΒ#u šÏ%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ
buruk, kesadarann seperti ini akan melahirkan keadaan
(hal) penyesalan, dan penyesalan akan berimplikasi pada “̍øgrB ;M≈¨Ζy_ öΝà6n=Åzô‰ãƒuρ öΝä3Ï?$t↔Íh‹y™ öΝä3Ψtã tÏe s3ムβr& öΝä3š/u‘
komitmen untuk menghindari segala keburukan dan
mengisi hari-harinya dengan perbuatan baik, atau amal (#θãΖtΒ#u zƒÏ%©!$#uρ ¢É<¨Ζ9$# ª!$# “Ì“øƒä† Ÿω tΠöθtƒ ã≈yγ÷ΡF{$# $yγÏFøtrB ÏΒ
kebajikan (al-Gazali, t.th. 4/3-4).
!$uΖ−/u‘ tβθä9θà)tƒ öΝÍκÈ]≈yϑ÷ƒr'Î/uρ öΝÍκ‰É‰÷ƒr& š÷t/ 4tëó¡o„ öΝèδâ‘θçΡ ( …çµyètΒ
Orang orang yang bertaubat sebagaimana firman
Allah QS. An-Nur/24:31
∩∇∪ ֍ƒÏ‰s% &óx« Èe≅à2 4’n?tã y7¨ΡÎ) ( !$uΖs9 öÏ øî$#uρ $tΡu‘θçΡ $uΖs9 öΝÏϑø?r&
÷/ä3ª=yès9 šχθãΖÏΒ÷σßϑø9$# tµ•ƒr& $·èŠÏΗsd «!$# ’n<Î) #þθç/θè?uρ …
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah
∩⊂⊇∪ šχθßsÎ=ø è? kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat
yang semurni-murninya). Mudah-mudahan
Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu
“…dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
dan memasukkanmu ke dalam jannah yang
Hai orang-orang yang beriman supaya kamu
mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari
beruntung.”
ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-
orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya
Keberuntungan orang yang bertaubat menurut aj- mereka memancar di hadapan dan di sebelah
Jailani akan didapatkan dihadapan Allah Yang Maha kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya
Rabb Kami, sempurnakanlah bagi Kami cahaya
memiliki dan menguasai, serta yang Maha menerima Kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau
taubat dan Maha membuka pintu rahmat (al-Jilani, 2009: Maha Kuasa atas segala sesuatu."
3/490).
Ungkapan taubatan nashuha menurut al-Jilani dalam
Taubat yang diterima oleh Allah adalah taubat yang
tafsirnya, adalah “murni hanya untuk Allah dan tidak akan
sungguh-sungguh (taubatan nasuha). Dalam surat At-
berpaling pada selain Allah”, menghiasi diri dengan penuh
Tahrim/66 ayat 8, Allah berfirman:
ketakwaan dan ketulusan sebagai seorang hamba (al-Jilani,

89 90
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

tÎ/≡§θ−G9$# =Ïtä† ©!$# ¨βÎ) 4 ª!$# ãΝä.ttΒr& ß]ø‹ym ôÏΒ  ∅èδθè?ù'sù


2009: 6/124). Taubat yang didasari ketulusan jiwa dan
raga untuk sepenuhnya mengabdi kepada Allah akan
dijaga oleh Allah dari segala keburukan dan termasuk ∩⊄⊄⊄∪ š̍ÎdγsÜtFßϑø9$# =Ïtä†uρ
orang-orang yang akan mendapat “surga yang dibawahnya “mereka bertanya kepadamu tentang haidh.
terdapat sungai-sungai yang mengalir” (Jannatin tajri min Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh
sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diridari
tahtiha al-anhar). wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu
Al-Jilani (2009, 124) menafsirkan kata jannah dalam mendekati mereka, sebelum mereka suci[138].
apabila mereka telah Suci, Maka campurilah
ayat di atas sebagai tempat bersemainya ilmu (al-Ilm), mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
agama (ad-din) dan kebenaran (al-haq). Sementara kata kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
anhâr (sungai-sungai) adalah tempat mengalirnya yang mensucikan diri”
pengetahuan (anhâr al-Ma’ârif) dan hakikat (al-haqâ’iq)
Al-Jilani mengemukakan bahwa kata at-tauwâbin
yang bersifat dinamis (al-mutajaddidah).
dalam ayat ini bermakna menyesali segala bentuk
Karena komitmennya terhadap perintah Allah, orang
penyimpangan dari perintah Allah (al-Jilani, 2009: 1/190-
yang bertobat dicintai oleh Allah. Mereka adalah orang-
191). Taubat menurut al-Jilani adalah komitmen yang
orang yang berupaya menghindari dan membersihkan diri
sungguh-sungguh baik lahir maupun batin dengan penuh
dari segala bentuk dosa yang dapat menjauhkan diri dari
keikhlasan untuk tidak mengulangi lagi (Al-Jilani, 1988:
Allah. Sebagaimana firman Allah dalam dalam surat al-
81). Dengan taubat seseorang senantiasa terjaga dan sadar
Baqarah2/: 222,
menjaga diri dari segala kejahatan (al-Jilani, 1988: 153).
u!$|¡ÏiΨ9$# (#θä9Í”tIôã$$sù “]Œr& uθèδ ö≅è% ( ÇÙŠÅsyϑø9$# Çtã štΡθè=t↔ó¡o„uρ Dalam kitab fath ar-Rabbani al-Jilani mengemukakan

tβö£γsÜs? #sŒÎ*sù ( tβößγôÜtƒ 4®Lym £èδθç/tø)s? Ÿωuρ ( ÇÙŠÅsyϑø9$# ’Îû


tiga unsure taubat. Pertama, penyesali perilaku buruk yang
telah dilakukan, ditandai dengan kelembutan dati dan
tangisan. Kedua, meninggalkan segala perilaku buruk yang
biasa dilakukan dalam siuasi apapun. Ketiga, komitmen

91 92
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

( ׎öyz $pκŽÏù ö/ä3s9 «!$# ΎÈ∝¯≈yèx© ÏiΒ /ä3s9 $yγ≈oΨù=yèy_ šχô‰ç7ø9$#uρ


untuk tidak mengulangi lagi kesalahan yang telah
dilakukan (al-Jilani, t.th:141). Tanda yang paling nampak
dari pertaubatan seseorang adalah ketika ia tidak lagi $pκæ5θãΖã_ ôMt7y_uρ #sŒÎ*sù ( ¤∃!#uθ|¹ $pκöŽn=tæ «!$# zΝó™$# (#ρãä.øŒ$$sù
mengulangi perbuatan buruknya. Hal ini didasarkan pada
$yγ≈tΡö¤‚y™ y7Ï9≡x‹x. 4 §ŽtI÷èßϑø9$#uρ yìÏΡ$s)ø9$# (#θßϑÏèôÛr&uρ $pκ÷]ÏΒ (#θè=ä3sù
kesadaran bahwa perbuatan buruk yang dilakukan akan
berakibat buruk bagi dirinya. Kesadaran bahwa Allah ∩⊂∉∪ tβρãä3ô±s? öΝä3ª=yès9 öΝä3s9
senantiasa mengawasi dan memberikan penilaian atas
“dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu
segala perbuatan yang dilakukan. Orang yang seperti ini sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh
kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah
akan diterima tobatnya oleh Allah dan diampuni segala
olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya
dosa-dosanya, sebagaimana firman Allah dalam QS. Asy- dalam Keadaan berdiri (dan telah terikat).
kemudian apabila telah roboh (mati), Maka
Syura/ 42:25:
makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang
Çtã (#θà ÷ètƒuρ ÍνÏŠ$t7Ïã ôtã sπt/öθ−G9$# ã≅t7ø)tƒ “Ï%©!$# θu èδuρ
yang rela dengan apa yang ada padanya (yang
tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.
Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta
∩⊄∈∪ šχθè=yèø s? $tΒ ãΝn=÷ètƒuρ ÏN$t↔Íh‹¡¡9$# itu kepada kamu, Mudah-mudahan kamu
bersyukur.”
“dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-
Al-Jilani (2009: 401-402) menjelaskan kata qani’
hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan
dan mengetahui apa yang kamu kerjakan” dalam ayat dengan mengemukakan bahwa ia (qâni’)
adalah orang faqir yang menerima apa adanya apa yang
2. Qana’ah
diberikan dan tidak meminta-minta. Orang yang demikian
Qana’ah adalah sikap menerima segala apa yang ini akan terjaga dari kenistaan. Sementara Allah, dengan
ditentukan, ditaqdirkan dan dikehendaki oleh Allah. Ada cara yang tidak disangka-sangka akan memberikan
dua ayat yang menunjukkan term Qanaah, yakni kata qâni’ balasan atas sikap kemuliannnya itu dengan karunia-Nya.
pada firman Allah dalam Surat al-Haj/ 22 ayat 36:

93 94
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

Dalam ungkapannya yang lain al-Jilani Al-Qusyairi menjelaskan konsep qana’ah dengan
mengemukakan bahwa sikap qana’ah adalah tidak mengutip firman Allah pada QS. an-Nahl /1 ayat 97:

ÖÏΒ÷σãΒ uθèδuρ 4s\Ρé& ÷ρr& @Ÿ2sŒ ÏiΒ $[sÎ=≈|¹ Ÿ≅Ïϑtã ôtΒ


mengharap kekayaan, karena kekayaan bisa
membinasakan, tidak mengharapkan kesembuhan karena
belum tentu membawa kebaikan. Orang yang qana’ah $tΒ Ç|¡ômr'Î/ Νèδtô_r& óΟßγ¨ΨtƒÌ“ôfuΖs9uρ ( Zπt6ÍhŠsÛ Zο4θu‹ym …絨ΖtÍ‹ósãΖn=sù
merasa puas dengan apa yang ada padanya, menjaga
∩∠∪ tβθè=yϑ÷ètƒ (#θçΡ$Ÿ2
perilakunya, tidak berharap lebih. Yang diharapkan hanya
ampunan dan keselamatan dunia dan akhirat, dengan “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik
laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan
menjaga perbuatan baiknya (al-Jilani, 1988:: 13). Orang beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan
yang qanaah memenuhi qalb-nya dengan Allah, kepadanya kehidupan yang baik dan
Sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
menjalankan perintah-Nya, tidak menghendaki sesuatu mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang tidak dikehendaki Allah, berserah diri dan yakin akan yang telah mereka kerjakan.”

janji Allah SWT (balasan bagi orang-oarang yang bertaqwa Beliau juga merujuk pada sabda Rasulullah saw. yang
dan berserah diri). Harapan untuk mendapatkan sesuatu diriwayatkan oleh at-Thabrani dari Jabir bin Abdullah.
diluar apa yang dikehendaki dan diberikan oleh Allah bisa “Qana’ah adalah harta yang tidak pernah sirna” dan
mengarahkan seseorang pada kesyirikan (al-Jilani, 1968, riwayat Baihaqi, “Jadilah orang yang qana’ah (menerima
majlis ke 7). pemberian Allah) maka kamu akan menjadi orang yang
Al-Jilani menggambarkan bahwa orang yang ada bersyukur” (al-Qusyairi, : 173).
dalam kemiskinan bukan berarti dihilangkan dari karunia Para ahli tasawuf sepakat bahwa sikap qana’ah
Allah atau dijauhi Allah, namun bisa jadi mereka adalah bukanlah sikap diam dan menerima apa yang ada tanpa
orang-orang yang dicintai Allah, sehingga Allah upaya, namun qana’ah adalah sikap aktif menyongsong
menjaganya dari kemaksiatan akibat harta yang dimiliki karunia dari Allah. Qana’ah adalah sikap menerima
(Al-Jilani, 1969: majlis 25).. ketentuan dan sunnah Allah SWT. Sebagai implikasi lanjut

95 96
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

dari sikap qana’ah adalah syukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah seharusnya digunakan untuk
diberikan oleh Allah. kebaikan sesuai dengan fungsinya dan tidak menggunakan
kenikmatan itu untuk hal-hal yang dilarang oleh Allah.
3. Syukur Dengan demkian, kesyukuran bukan semata dengan

Syukur artinya berterima kasih atas kenikmatan yang ucapan, tetapi adalah tindakan kebaikan sesuai dengan

diterima dan menggunakan kenikmatan tersebut untuk kadar yang Allah berikan. Menghargai segala kenikmatan

kebaikan, sesuai dengan kebaikan fungsinya. Orang yang dan fasilitas yang Allah berikan untuk kebaikan, sesuai apa

demikian akan diberikan tambahan nikmat oleh Allah. yang diperintahkan oleh Allah. Orang yang tidak
menggunakan kenikmatan dan fasilitas yang deberi oleh
Sebaliknya orang yang tidak mau berterima kasih akan
diberikan adzab oleh Allah. Allah swt. Berfirman dalam Allah, seperti rejeki, kesehatan, kekuatan, peluang, dan

surat Ibrahim /14: 7 lain-lain untuk kebaikan berarti ia adalah orang yang tidak
bersyukur, atau kufur terhadap nikmat Allah.
È⌡s9uρ ( öΝä3¯Ρy‰ƒÎ—V{ óΟè?öx6x© È⌡s9 öΝä3š/u‘ šχ©Œr's? øŒÎ)uρ Sebagaimana juga penafsiran al-Jilani terhadap

∩∠∪ Ó‰ƒÏ‰t±s9 ’Î1#x‹tã ¨βÎ) ÷Λänöx Ÿ2


perintah syukur dalam firman Allah Surat Ibrahim ayat 6:

«!$# sπyϑ÷èÏΡ (#ρãà2øŒ$# ϵÏΒöθs)Ï9 4y›θãΒ tΑ$s% øŒÎ)uρ


“dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
šχöθtãöÏù ÉΑ#u ôÏiΒ Νä39pgΥr& øŒÎ) öΝà6ø‹n=tæ
memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
öΝä.u!$oΨö/r& šχθçt¿o2x‹ãƒuρ É>#x‹yèø9$# uþθß™ öΝä3tΡθãΒθÝ¡o„
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-
Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

ÖIξt/ Νà6Ï9≡sŒ ’Îûuρ 4 öΝà2u!$|¡ÎΣ šχθãŠóstGó¡tƒuρ


Al-Jilani (2009, 2/519) menafsirkan bahwa orang yang
bersyukur adalah mereka yang berterima kasih atas ∩∉∪ ÒΟŠÏàtã öΝà6În/§‘ ÏiΒ
banyaknya karunia Allah yang telah diberikan dan
menggunakannya sesuai haknya. Kenikmatan yang

97 98
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

“dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada Muhammad SAW. Adalah termasuk bentuk kesyukuran
kaumnya: "Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika kita kepada Allah atas karunia yang diberikan. Karena
Dia menyelamatkan kamu dari (Fir'aun dan)
kenikmatan yang paling utama adalah diutusnya seorang
pengikut-pengikutnya, mereka menyiksa kamu
dengan siksa yang pedih, mereka menyembelih rasul kepada umat manusia yang memberikan petunjuk
anak-anak laki-lakimu, membiarkan hidup anak- pada jalan yang benar. Karena petunjuk tersebutlah maka
anak perempuanmu; dan pada yang demikian itu
seorang hamba bisa mendapatkan kebahagiaan di dunia
ada cobaan yang besar dari Tuhanmu".
dan di akhirat.
Gambaran tetang orang yang bersyukur juga terdapat Ungkapan serupa terdapat dalam QS. An-Nahl/16
dalam QS. Al-Isra/17 ayat 3:
ayat 78:
#Y‘θä3x© #Y‰ö6tã šχ%x. …絯ΡÎ) 4 ?yθçΡ yìtΒ $oΨù=yϑym ôtΒ sπ−ƒÍh‘èŒ
$\↔ø‹x© šχθßϑn=÷ès? Ÿω öΝä3ÏF≈yγ¨Βé& ÈβθäÜç/ .ÏiΒ Νä3y_t÷zr& ª!$#uρ
∩⊂∪
öΝä3ª=yès9   nοy‰Ï↔øùF{$#uρ t≈|Áö/F{$#uρ yìôϑ¡¡9$# ãΝä3s9 Ÿ≅yèy_uρ
“yaitu) anak cucu dari orang-orang yang Kami
∩∠∇∪ šχρãä3ô±s?
bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya Dia
adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur”.
“dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu
Kata ‘abdan syakûra (hamba yang bersyukur) menurut
dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan
al-Jilani adalah seperti para umat nabi Nuh yang mau Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur.”
mengikuti jejaknya dengan penuh ketulusan naik dalam
perahu yang telah disiapkan. Mereka adalah orang-orang
Terkait kata la’allakum tasykurûn Al-Jilani menafsirkan
yang beriman dan membenarkan perkataan Nuh. Maka
hal yang kurang lebih serupa dengan penafsiran
sebagai umat Muhammad, seharusnya kita beriman
sebelumnya, ketika menafsirkan kata ‘abdan syakura.
kepadanya dengan berbuat baik dan mengikuti jejaknya
Lebih lanjut, terkait dengan kenikmatan yang diberikan
(al-Jilani, 2009: 3/106). Mengikuti sunnah rasulullah
oleh Allah, dalam QS. Ad-Dluha/93 ayat 11, difirmankan:

99 100
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

∩⊇⊇∪ ô^Ïd‰y⇔sù y7În/u‘ Ïπyϑ÷èÏΖÎ/ $¨Βr&uρ


Quraish Shihab (2002: 15/235-236) mengutip hadis
riwayat an-Nasa’I, yang menceritakan bahwa sahabat
“dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka Malik ibn Nadhrah al-Jushami suatu saat menghadap Nabi
hendaklah kamu siarkan.”
dengan mapaian lusuh. Nabi bertanya, “Apakah engkau
Dalam tafsir al-Jilani dikemukakan, bahwa atas segala mempunyai harta?”. Malik menjawab, “punya ya rasul”.
kenikmatan yang Allah berikan hendaknya kita memenuhi Mendengan jawaban ini Nabi kemudian mengatakan,
hak-haknya dengan harapan Allah akan menambahkan “Apabila Allah memberikan kepadamu harta, maka
nikmat dan keutamaan yang diberikan (al-Jilani, 2009: seharusnya ada bekasnya.” Kata nabi kemudian,
6/388). “Sesungguhnya Allah maha indah dan menyukai
Berbeda dengan penafsiran al-Jilani, Quraish Shihab keindahan, dan juga senang ketika melihat bekas
dalam tafsirnya mengemukakan , bahwa kata fa haddits kenikmatan yang diberikan kepada hambanya.”
bisa diartikan menyebut-nyebut nama Allah dengan Penjelasan di atas menunjukkan bahwa pada dasarnya,
ucapan disertai rasa puas dan jauh dari rasa riya’ termasuk mensyukuri nikmat Allah dapat dilakukan baik melalui
bentuk mensyukuri nikmat Allah. Menceritakan ucapan maupun perbuatan. Yakni ucapan dan perbuatan
kenikmatan Allah tersebut bukan hanya dalam konteks yang baik dan dilakukan dengan niat yang tulus untuk
kenikmatan material tetapi juga kenikmatan spiritual, kebaikan, serta dilakukan dengan cara-cara yang baik.
seeprti ibadah. Jika seseorang melakukan kebaikan atau Degan demikian diharapkan kan menghasilkan kebaikan,
ibadah maka menceritakan ibadah yang dilakukan tanpa baik pada diri sendiri maupun pada orang lain. Kebaikan
rasa riya’ termasuk bentuk syukur. Menceritakan ibadah pada diri sendiri dalam wujud bertambahnya nikmat, dan
yang dilakukan termasuk dianjurkan karena dapat pada orang lain dengan bertambahnya kebaikan pada
mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama. orang lain.
(Quraish Shihab, 2002: 15/345). Hal yang membedakan penafsiran al-Jilani dengan
mufassir yang lain adalah pada kecenderungan al-Jilani

101 102
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

zÏΒ ÏµŠÏù (#θçΡ%Ÿ2uρ ;οyŠρ߉÷ètΒ zΝÏδ≡u‘yŠ <§øƒr2 ¤∅yϑsVÎ/ çν÷ρuŽŸ°uρ


pada pemaknaan kreatif dan aplikatif. Al-Jilani tidak
menyinggung makna syukur dengan ucapan atau
perasaan, tetapi lebih pada perilaku atau amal kebaikan. ∩⊄⊃∪ šωÏδ≡¨“9$#
Syukur tidak berarti ucapan atau perasaan, tetapi tindakan “dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang
kebaikan dalam rangka menggunakan kenikmatan atau murah, Yaitu beberapa dirham saja, dan mereka
merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.”
karunia yang diberikan oleh Allah. Sementara mufassir
lain, lebih banyak mengemukakan makna syukur dalam Kata zâhidîn dalam ayat ini berarti tidak
pengertian ucapan dan perasaan, meskipun tidak menutup tertarik.Penafsiran yang sama juga terdapat pada tafsir al-
kemungkinan syukur dengan amal perbuataan. Jilani (2009: 2/438). Maka kata zuhud biasa dimaknai
Al-Jilani dalam futuh al-ghaib majlis ke 45 menuturkan sebagai ketidaktertarikan terhadap dunia atau harta benda
bahwa syukur diperlukan untuk memelihara nikmat yang duniawi. Seorang yang ada dalam maqam zuhud (zahid)
diberikan oleh Allah. Ibarat Tumbuhan yang perlu disiram tidak membutuhkan dunia atau segala sesuatu selain Allah.
agar tumbuh syubur, kenikmatan juga butuh disyukuri Yang dibutuhkan oleh seorang zahid hanya kenikmatan
agar bisa tumbuh dan berkembang dengan subur. Inilah ukhrawi karena kenikmatan ukhrawi lebih utama dan
makna dari bertambahnya kenikmatan karena syukur. lebih kekal. Sebagaimana firman Allah dalam surat adl-
Dhuha ayat 4:
4. Zuhud
∩⊆∪ 4’n<ρW{$# zÏΒ y7©9 ׎öy{ äοtÅzEζs9uρ
Tidak ada term spesifik yang menunjuk kata zuhud
dalam al-Qur’an kecuali kata zâhidîn dalam Qs. Yusuf /12 “dan Sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik
bagimu daripada yang sekarang (permulaan).
ayat 20:

Dalam Tafsir Al-Jilani (2009: 6/386) dikemukakan


bahwa akhirat lebih baik dari dunia karena keberadaannya
yang kekal bersama kekalnya Allah dan abadi dengan

103 104
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

zΟÏ9 $oΨ−/u‘ (#θä9$s%uρ 4 Zπu‹ô±yz £‰x©r& ÷ρr& «!$# Ïπu‹ô±y‚x. }¨$¨Ζ9$# tβöθt±øƒs†
keabadian-Nya. Sementara dunia hanyalah ciptaan yang
baru dan akan rusak, hilang dan menipu. Penafsiran yang
sama dikemukakan al-Jilani ketika menafsirkan QS. Al- ßì≈tFtΒ ö≅è% 3 5=ƒÌs% 9≅y_r& #’n<Î) !$oΨs?ö¨zr& Iωöθs9 tΑ$tFÉ)ø9$# $uΖøŠn=tã |Mö6tGx.
Ankabut/29 ayat 64 :
¸ξ‹ÏGsù tβθßϑn=ôàè? Ÿωuρ 4’s+¨?$# ÇyϑÏj9 ׎öyz äοtÅzFψ$#uρ ×≅‹Î=s% $u‹÷Ρ‘‰9$#

u‘#¤$!$# āχÎ)uρ 4 Ò=Ïès9uρ ×θôγs9 āωÎ) !$u‹÷Ρ‘$!$# äο4θu‹ysø9$# ÍνÉ‹≈yδ $tΒuρ ∩∠∠∪

∩∉⊆∪ šχθßϑn=ôètƒ (#θçΡ$Ÿ2 öθs9 4 ãβ#uθu‹ptø:$# }‘Îγs9 nοtÅzFψ$# “Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang
dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu
“dan Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan
senda gurau dan main-main. dan Sesungguhnya tunaikanlah zakat!" setelah diwajibkan kepada
akhirat Itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari
mereka mengetahui”. mereka (golongan munafik) takut kepada manusia
(musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan
Ia mengemukakan bahwa kehidupan dunia tidaklah lebih sangat dari itu takutnya. mereka berkata: "Ya
Tuhan Kami, mengapa Engkau wajibkan berperang
hakiki bahkan tidak berbekas, bagaikan fatamorgana dari kepada kami? mengapa tidak Engkau tangguhkan
sinar matahari dan bintang yang menjadi penunjuk jalan (kewajiban berperang) kepada Kami sampai
kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah:
bagi para pelaut, fatamorgana yang menipu orang-orang "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan
yang kehausan adalah kelezatan dunia yang menipu. akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang
bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya
Semuanya tidak akan dapat memuaskan bahkan bisa jadi sedikitpun.”
merusak (al-Jilani, 2009: 4/254).
Dalam penafsirannya, al-Jilani mengemukakan bahwa
Al-Qusyairi dalam Risalah Qusyairiyah (al-Qusyairi,
kenikmatan duniawi tidak sebanding disbanding dengan
mendasarkan konsep zuhudnya pada QS. An-Nisa’ ayat 77:
apa yang telah diberikan oleh Allah dan kenikmatan
nο4θn=¢Á9$# (#θßϑŠÏ%r&uρ öΝä3tƒÏ‰÷ƒr& (#þθ’ ä. öΝçλm; Ÿ≅ŠÏ% tÏ%©!$# ’n<Î) ts? óΟs9r& bertemu dengan-Nya. Sementara kenikmatan akhirat tidak

öΝåκ÷]ÏiΒ ×,ƒÌsù #sŒÎ) ãΑ$tFÉ)ø9$# ãΝÍκöŽn=tã |=ÏGä. $¬Ηs>sù nο4θx.¢•9$# (#θè?#uuρ


terhitung karena tidak terbatasnya karunia dari Allah dan
kemuliaah bertemu Allah (al-Jilani, 2009: 1/415). Segala

105 106
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

apa yang dirasakan oleh manusia dan datang dari manusia tanpa mempeduliakan kondisi kehidupannya di dunia.
di dunia bersifat relatif. Bisa jadi apa yang menurut Oleh karenanya orang yang demikian akan berupaya
manusia baik sesungguhnya buruk dan begitu sebaliknya, menjalankan perintah Allah meskipun untuk itu ia harus
termasuk terkait dengan harapan-harapan pada masa bersusah-susah di dunia. Mereka hanya berharap
yang akan datang. Dunia yang oleh manusia dianggap kenikmatan akhirat yang dijanjikan karena kebaikan yang
menguntungkan bisa jadi justru merugikan. Pengabdian dilakukan, tanpa peduli apa yang terjadi padanya di dunia.
dan pengorbanan untuk kebaikan dan kemanusiaan yang Orang demikian akan berupaya berbuat baik dengan
dianggap susah dan menyedihkan bisa jadi justru memabantu orang lain meskipun dirinya sendiri
menyenangkan dan membahagiaan. Kenikaman dan susah.Yang demikian ini tergambar dalam firman Allah
kebahagiaan yang dirasakan manusia bersifat nisbi surat al-Hasr/59 ayat 9:

ôtΒ tβθ™7Ïtä† ö/ʼnÏ=ö7s% ÏΒ z≈yϑƒM}$#uρ u‘#¤$!$# ρâ§θt7s? tÏ%©!$#uρ


sementara kenikmatan dan kebahagiaan yang dijanjikan
oleh di akhirat bersifat hakiki dan abadi. Dalam QS. al-
Hadid/57ayat 23 Allah berfirman: (#θè?ρé& !$£ϑÏiΒ Zπy_%tn öΝÏδÍ‘ρ߉߹ ’Îû tβρ߉Ågs† Ÿωuρ öΝÍκöŽs9Î) ty_$yδ

3 öΝà69s?#u !$yϑÎ/ (#θãmtø s? Ÿωuρ öΝä3s?$sù $tΒ 4’n?tã (#öθy™ù's? ŸξøŠs3Ïj9 tΒuρ 4 ×π|¹$|Áyz öΝÍκÍ5 tβ%x. öθs9uρ öΝÍκŦà Ρr& #’n?tã šχρãÏO÷σãƒuρ

∩⊄⊂∪ A‘θã‚sù 5Α$tFøƒèΧ ¨≅ä. =Ïtä† Ÿω ª!$#uρ ∩∪ šχθßsÎ=ø ßϑø9$# ãΝèδ šÍׯ≈s9'ρé'sù ϵšø tΡ £xä© s−θãƒ
“(kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu “dan orang-orang yang telah menempati kota
jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum
kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka
terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada
Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada
lagi membanggakan diri.” menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap
apa-apa yang diberikan kepada mereka
Orang yang mementingkan akhirat dan tidak peduli (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-
dengan kekayaan dunia akan senantiasa berbuat baik orang muhajirin), atas diri mereka sendiri,
Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa

107 108
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka dilarang oleh Allah. Untuk itu Allah berpesan dalam QS. Al-
Itulah orang orang yang beruntung.”
kahfi /18 ayat 28:
Perilaku sahabat anshor terhadap sahabat muhajiran
sebagaimana tergambar dalam ayat ini banyak dijadikan Íο4ρy‰tóø9$$Î/ Νæη−/u‘ šχθããô‰tƒ tÏ%©!$# yìtΒ y7|¡ø tΡ ÷ŽÉ9ô¹$#uρ

sπoΨƒÎ— ߉ƒÌè? öΝåκ÷]tã x8$uΖøŠtã ߉÷ès? Ÿωuρ ( …çµyγô_uρ tβρ߉ƒÌãƒ ÄcÅ´yèø9$#uρ


contoh oleh paraa ahli tasawuf sebagai bentuk perilaku
zuhud. Sikap zuhud adalah cerminan sikap ihsan, berbuat
baik kepada siapa pun dan dalam kondisi apa pun. Mereka yìt7¨?$#uρ $tΡ̍ø.ÏŒ tã …çµt7ù=s% $uΖù=x øîr& ôtΒ ôìÏÜè? Ÿωuρ ( $u‹÷Ρ‘‰9$# Íο4θuŠysø9$#
hanya memikirkan kenikmatan ukhrawi yang akan mereka
∩⊄∇∪ $WÛãèù …çνãøΒr& šχ%x.uρ çµ1uθyδ
dapatkan ketika melakukan kebaikan di dunia. Mereka
tidak butuh terhadap segala sesuatu selain Allah dan apa “dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan
orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan
yang dikehendaki-Nya. Akhirat bagi orang-orang yang senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan
dalam maqam zuhud jauh lebih penting dari pada dunia. janganlah kedua matamu berpaling dari mereka
(karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan
Maka seorang zuhud akan mengorbankan apa saja janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya
kenikmatan duniawi yang didapatkan demi mendapatkan telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta
menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya
kenikmatan ukhrawi. itu melewati batas.”

5. Shabr Menurut al-Jilani, kehidupan di dunia tidak akan bisa

Orang yang hidup dalam zuhud dengan sendirinya lepas dari ujian atau cobaan. Saat ada kesenangan

akan memasuki maqam sabar. Orang yang sabar bersamaan itu pula ada kesedihan. Untuk itu al-Jilani (al-

senantiasa berpegang teguh pada jalan kebenaran, apapun Jilani, 1988: 125) berpesan agar tidak membenci cobaan

godaan atau rintangan yang menghalangi. Untuk itu Allah dan bencana serta tidak merasa senang ketika tidak ada

menganjurkan agar senantiasaa dekat dengan orang-orang cobaan. Cobaan dan bencana adalah ujian dari Allah untuk

yang saleh agar senantiasa terjaga dari hal-hal yang orang-orang beriman. Yang diperlukan adalah kesabaran
menghadapi semua. Karena jika manusia tidak bersabar,

109 110
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

maka bisa jadi akan terjerumus dalam tindak kejahatan seseorang. Dalam al-Qur’an surat Ali Imran/3 ayat 200
atau keburukan yang melanggar ketentuan Allah (Fath Allah menyerukan:

(#θà)¨?$#uρ (#θäÜÎ/#u‘uρ (#ρãÎ/$|¹uρ (#ρçŽÉ9ô¹$# (#θãΨtΒ#u šÏ%©!$# $y㕃r'¯≈tƒ


Rabbâni, 135). Sabar atas segala ujian dan cobaan memang
bukan hal yang mudah. Sabar untuk senantiasa bepegang
teguh pada tali Allah merupakan bentuk pengabdian yang ∩⊄⊃⊃∪ šχθßsÎ=ø è? öΝä3ª=yès9 ©!$#
tinggi. Karena alas an inilah maka Allah memberikan “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu
kesempatan untuk meminta kepada-Nya agar diberi dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap
siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah
pertolongan untuk bersabar dan menegakkan salat. Allah kepada Allah, supaya kamu beruntung.”
berfirman dalam QS. Al-Baqarah/2 ayat 45:
Al-Jilani mengemukakan bahwa maksud ayat adalah,

’n?tã āωÎ) îοuŽÎ7s3s9 $pκ¨ΞÎ)uρ 4 Íο4θn=¢Á9$#uρ Ύö9¢Á9$$Î/ (#θãΖŠÏètFó™$#uρ


bersabarlah atas beratnya taklif (beban) yang diterima
dalam mempertahankan keimanan kepada Allah swt. dan
∩⊆∈∪ tÏèϱ≈sƒø:$# kalahkan kekuatan nafsu yang dapat mendorong pada

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. kerusakan (al-Jilani, 2009: 1/359). Kesabaran merupakan
dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh pembuka hijab (nafsu duniawi) yang menghalangi
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'”
seseorang untuk dekat dengan Allah. Dengan kesabaran,
segala bentuk godaan dunia yang menyesatkan akan dapat
Al-Jilani mengemukakan bahwa yang dimaksud sabar
terlampaui. Dengan kesabaran, seseorang akan tetap
dalam ayat ini adalah sabar godaan kenikmatan materi
kokoh dalam iman dan ketundukan pada Allah swt. Jika
dan perhiasan duniawi (al-Jilani, 2009: 2/72). Kenikmatan
seseorang mau bersabar maka Allah menjanjikan
material dan perhiasan duniawi dapat membuat manusia
pertolongan. Kesabaran adalah salah satu bentuk taklif
lalai. Keimanan dan ketauhidan perlu didukung keteguhan
yang dibebankan pada umat manusia, yang dengan beban
dan kesabaran menghadapi beragam rintangan dan
itu Allah menjanjikan imbalan dan dukungan kekuatan
godaan nafsu duniawi yang dapat melemahkan iman
untuk melaksanakan. Allah swt. tidak hanya memberikan

111 112
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

beban begutu saja pada diri sesorang dengan beragam sebelumnya, Allah menyuruh untuk didak segan-segan
beban, namun juga memberikan jalan keluar untuk bisa meminta pertolongan Allah agar diberi kesabaran.
lepas dari beban tanpa harus mengkingkari-Nya. Hal ini Dalam kitabnya Al-Qusyairi mengutip firman Allah
tergambar dalam firmannya: dalam QS. An-Nahl ayat 127 yang berbunyi:

#x‹≈yδ öΝÏδÍ‘öθsù ÏiΒ Νä.θè?ù'tƒuρ (#θà)−Gs?uρ (#ρçŽÉ9óÁs? βÎ) 4 #’n?t/


Ÿωuρ óΟÎγøŠn=tæ ÷βt“øtrB Ÿωuρ 4 «!$$Î/ āωÎ) x8çŽö9|¹ $tΒuρ , ÷ŽÉ9ô¹$#uρ
∩⊇⊄∈∪ tÏΒÈhθ|¡ãΒ Ïπs3Íׯ≈n=yϑø9$# zÏiΒ 7#≈s9#u Ïπ|¡ôϑsƒ¿2 Νä3š/u‘ öΝä.÷ŠÏ‰ôϑãƒ
∩⊇⊄∠∪ šχρãà6ôϑtƒ $£ϑÏiΒ 9,øŠ|Ê ’Îû ہs?
“Ya (cukup), jika kamu bersabar dan
bersiap-siaga, dan mereka datang “Bersabarlah (hai Muhammad) dan Tiadalah kesabaranmu
menyerang kamu dengan seketika itu juga, itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah
niscaya Allah menolong kamu dengan lima kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan
ribu Malaikat yang memakai tanda.” janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang
mereka tipu dayakan.”
Ayat ini secara tegas mengemukakan jaminan Allah
Orang yang bersabar akan menerima balasan dari
terhadap orang-orang yang mau bersabar. Ungkapan
Allah tanpa perhitungan. Al-Jilani dalam Futuh al-Ghaib,
bahwa Allah akan mendatangkan lima ribu malaikat
mengutip firman Allah dalam QS. az-Zumar/39 ayat 10:
merupakan metafora yang menggambarkan bahwa Allah
bisa memberikan pertolongan dengan beragam cara ’Îû (#θãΖ|¡ômr& tÏ%©#Ï9 4 öΝä3−/u‘ (#θà)®?$# (#θãΖtΒ#u zƒÏ%©!$# ÏŠ$t7Ïè≈tƒ ö≅è%
bahkan yang tidak terbayang oleh manusia sekalipun.
Untuk itu maka seharusnya tidak perlu ada kekhawatiran. ’®ûuθム$yϑ¯ΡÎ) 3 îπyèÅ™≡uρ «!$# ÞÚö‘r&uρ 3 ×πuΖ|¡ym $u‹÷Ρ‘‰9$# ÍνÉ‹≈yδ
Namun yang perlu disadari juga, bahwa
seseungguhnya kesabaran itu sendiri merupakan
∩⊇⊃∪ 5>$|¡Ïm ΎötóÎ/ Νèδtô_r& tβρçŽÉ9≈¢Á9$#

pertolongan Allah. Siapa pun tidak mungkin bisa bersabar ‘Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman.
kecuali atas pertolongan Allah. Untuk itulah maka dalam bertakwalah kepada Tuhanmu". orang-orang yang
berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan.
surat al-Baqarah/2 ayat 45 yang telah dikemukakan dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya

113 114
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

hanya orang-orang yang bersabarlah yang kesyirikan dan riya’ secara mutlak. Ibadah mereka hanya
dicukupkan pahala mereka tanpa batas.’
didasarkan pada ketundukan kepada Allah semata. Agama
6. Ikhlas yang diakui oleh Allah adalah agama yang mengajarkan
kebenaran, bebas dari kesyirikan dan jauh dari kehendak
Al-Qusyairi dalam risalahnya mendasarkan ajaran
nafsu. Ketaatan yang bebas dari perasaan ujub, riya dan
ikhlas pada QS. Az-Zumar/39 ayat 3:
sum’ah. Orang yang ikhlas adalah mereka yang mendasari

ÿϵÏΡρߊ ∅ÏΒ (#ρä‹sƒªB$# šÏ%©!$#uρ 4 ßÈÏ9$sƒø:$# ßƒÏe$!$# ¬! Ÿωr&


seluruh tindakan dan peribadatannya hanya karena Allah
dan untuk Allah semata. Tidak terbersit dalam
ãΝä3øts† ©!$# ¨βÎ) #’s∀ø9ã— «!$# ’n<Î) !$tΡθç/Ìhs)ã‹Ï9 āωÎ) öΝèδ߉ç6÷ètΡ $tΒ u!$uŠÏ9÷ρr& perasaaannya keinginan untuk diketahui orang lain,
sombong, membanggakan kebaikan dan niat-niat lain,
uθèδ ôtΒ “ωôγtƒ Ÿω ©!$# ¨βÎ) 3 šχθà Î=tGøƒs† ϵ‹Ïù öΝèδ $tΒ ’Îû óΟßγoΨ÷t/ selaih hanya karena Allah dan untuk Allah (Al-Jilani, 2009:

∩⊂∪ Ö‘$¤ Ÿ2 Ò>É‹≈x. 98-99).


Dalam surat Aa-Shaffat ayat 40-43 Allah berfirman:
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang
bersih (dari syirik). dan orang-orang yang
mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami
tidak menyembah mereka melainkan supaya ∩⊆⊇∪ ×Πθè=÷è¨Β ×−ø—Í‘ öΝçλm; y7Íׯ≈s9'ρé& ∩⊆⊃∪ tÅÁn=ø⇐ßϑø9$# «!$# yŠ$t7Ïã āωÎ)
mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan
sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan ∩⊆⊂∪ ËΛÏè¨Ζ9$# ÏM≈¨Ψy_ ’Îû ∩⊆⊄∪ tβθãΒtõ3•Β Νèδuρ ( çµÏ.≡uθsù
memutuskan di antara mereka tentang apa yang
mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah “tetapi hamba-hamba Allah yang ikhlas. Mereka itu
tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan memperoleh rezki yang tertentu. Yaitu buah-
sangat ingkar. buahan. dan mereka adalah orang-orang yang
dimuliakan. Di dalam syurga-syurga yang penuh
Dalam tafsirnya al-Jilani mengemukakan bahwa orang- nikmat.”
orang yang ikhlas adalah mereka tulus dalam beribadah
Terkait dengan ayat ini al-Jilani mengemukakan bahwa
hanaya untuk Allah semata, menjauhkan diri dari
yang dimaksud mukhlasin dalam ayat ini adalah mereka

115 116
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

yang tetap dalam keimanan dan amal saleh dengan tulus hendaknya menjalankan amal saleh dan janganlah
hanya untuk Allah. Mereka akan mendapatkan menyekutukan seseorang pun dalam beribadah kepada
kebahagiaan yang hakiki karena dikabulkannya ibadah Tuhannya (QS. Al-Kahfi: 110)
dan ketaan yang dilakukan. Mereka alan mendapatkan Lebih lanjut, Isa (2006: 228-231) mengemukakan tiga
rejeki baik dalam bentuk materi maupun ruhani, yang hal yang seringkali menghalangi keikhlasan para sufi.
ditampakkan maupun yang tersembunyi, yang mereka Pertama, perhatian dan kekagumannya pada amal
dapatkan karena amal kebaikan yang mereka lakukan (al- kebaikan yang mereka lakukan. Hal ini menyebabkan
Jilani, 2009: 18). terhalangnya amal mereka dari Allah. Adapun yang dapan
Imam al-Qusyairi mengemukakan bahwa yang menghindarkan dari hal ini adalah keyakinan bahwa dia
dimaksud ikhlas adalah mendekatkan diri kepada Allah dan amalnya diciptakan oleh Allah. Sebagaimana firman
dan menjadikan Allah satu-satunya sesembahan, Allah, “Alllah menciptakanmu dan apa saja yang kamu
mengesampingkan segala hal selain Allah. Dengan kata lakukan” (QS. As-Shaffat: 96).
lain, keikhlasan berarti menyucikan amal ibadah dari Kedua, harapan seorang salik untuk mendapatkan
makhluk-Nya. Kaikhlasan juga berarti melindungi diri dari imbalan dari amal kebaikan yang mereka lakukan di dunia
urusan dengan manusia (al-Qusyairi, 2006: 243). ini maupun di akhirat. Harapan untuk mendapatkan
Abdul Qadir Isa (2006: 221) mengemukakan bahwa kehormatan, pupularitas dan kesenangan untuk tampil di
karena ikhlas menjadi syarat diterimanya amal seseorang hadapan orang lain adalah contoh mengharap imbalan di
maka Allah memerintahkan umat manuaia untuk ikhlas dunia. Demikian juga perasaan ingin meraih maqam dan
dalam segala perbuatan baik dan ibadah yang mereka ahwal, mukasyafah dan makrifat adalah juga termasuk
lakukan. Sebagaimana firman Allah: “Mereka tidak disuruh harapan selain kepada Allah. Semuanya itu adalah tipuan
kecuali untuk memurnikan ketaaatannya dalam bagi orang-orang yang ingin mendekatkan diri kepada
menjalankan agama Allah” (QS. Al-Baiyinah: 5). Allah.
Barangsiapa mengharap berjumpa dengan Allah maka

117 118
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

$yϑÍκöŽn=tã ª!$# zΝyè÷Ρr& šχθèù$sƒs† tÏ%©!$# zÏΒ ÈβŸξã_u‘ tΑ$s%


Ketiga, perasaan puas terhadap amal kebaikan yang
dilakukan. Perasaan ini besa memutus amal mereka
karena seseunggunya amal kebaikan yang dilakukan 4 tβθç7Î=≈xî öΝä3¯ΡÎ*sù çνθßϑçGù=yzyŠ #sŒÎ*sù šU$t6ø9$# ãΝÍκöŽn=tã (#θè=äz÷Š$#
adalah semata karena pertolongan Allah. Amal perbuatan
∩⊄⊂∪ tÏΖÏΒ÷σ•Β ΟçGΨä. βÎ) (#þθè=©.uθtGsù «!$# ’n?tãuρ
yang dilakukan tidak sebanting dengan karunia yang telah
diberikan oleh Allah. “Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang
takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi
Orang yang ikhlas senanatiasa menjaga keimanan dan nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan
ketauhidannya. Menghidarkan diri dari perasaan ingin di melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu
memasukinya niscaya kamu akan menang. dan
puji orang lain. Menjaga diri dari kepentingan nafsu yang hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal,
mendorong perasaan ujub dan puas akan amal yang jika kamu benar-benar orang yang beriman".

dilakukan. Ibadah yang tulus didasarkan pada keyakinan Terkait dengan ayat ini al-Jilani mengemukakan bahwa
bahwa segala apa yang dilakukan adalah atas karunia orang yang meminta kepada manusia adalah mereka tidak
Allah, dan hanya untuk Allah. Maka tidak ada alan untuk tahu tentang Allah, lemah iman dan kurang keyakinan dan
membanggakan Ibadan dan kebaikan yang dilakukan. kesabaran. Orang yang dipenuhi ilmu Allah akan
senantiasa meminta hanya kepada Allah (al-Jilani, Al-Jilani,
7. Ikhtiyar dan Tawakkal
1969: majliske-43). Anjuran serupa dikemukakan dalam
Dalam QS. Al-Ma’idah/5 ayat 23 Allah menganjurkan QS. Al-Ma’idah/5 ayat 11:
untuk orang-orang mukmin agar untuk berserah diri
îΠöθs% §Νyδ øŒÎ) öΝà6ø‹n=tæ «!$# |Myϑ÷èÏΡ (#ρãä.øŒ$# (#θãΨtΒ#u šÏ%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ
kepada-Nya.

(#θà)¨?$#uρ ( öΝà6Ζtã óΟßγtƒÏ‰÷ƒr& £#s3sù óΟßγtƒÏ‰÷ƒr& öΝä3øŠs9Î) (#þθäÜÝ¡ö6tƒ βr&

∩⊇⊇∪ šχθãΨÏΒ÷σßϑø9$# È≅©.uθtGuŠù=sù «!$# ’n?tãuρ 4 ©!$#

119 120
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit
akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan
kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud urusan-urusan semuanya. Maka sembahlah Dia,
hendak menggerakkan tangannya kepadamu
dan bertawakkallah kepada-Nya. dan sekali-kali
(untuk berbuat jahat), Maka Allah menahan tangan
mereka dari kamu. dan bertakwalah kepada Allah, Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.”
dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang
mukmin itu harus bertawakkal.” Al-Jilani mengemukakan bahwa Allah meliputi segala
sesuatu baik yang ada di langit maupun di bumi dengan
Dua ayat ini mengemukakan bahwa Allah memiliki
segala isinya dan segala kejadian yang ada di dalamnya.
kekuasaan atas segala sesuatu dan memberikan
Oleh karenanya, maka seharusnya manusia berserah diri
pertolongan terhadap setiap orang yang dikehendaki.
kepada-Nya. Allah SWT. tidak akan melupakan segala apa
Untuk itulan maka bagi mereka yang beriman kepada
yang diperbuat oleh manusia, keikhlasan dalam beribadah,
Allah, seharusnya hanya berserah diri kepada Allah dan
penyerahan diri, ketundukan, rida, dan segala amal yang
meyakini bahwa hanya Allah yang akan mampu
dilakukan (al-Jilani, 2009: 2/426).
menyelesaikan segala persoalan yang mereka hadapi.
Wujud penyerahan diri tersebut tergambar dalam QS.
Orang yang beriman adalah mereka yang senantiasa
At-taubah/ 9 ayat 129:
menjaga keimana dan keyakinannya serta kepasrahannya

ϵø‹n=tã ( uθèδ āωÎ) tµ≈s9Î) Iω ª!$# š_É<ó¡ym ö≅à)sù (#öθ©9uθs? βÎ*sù


kepada Allah (al-Jilani, 2009: 495, 487).
Dalam QS. Hud/11 ayat 123 Allah berfirman:

…ã&—#ä. ãøΒF{$# ßìy_öãƒ ϵø‹s9Î)uρ ÇÚö‘F{$#uρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# Ü=ø‹xî ¬!uρ ∩⊇⊄∪ ÉΟŠÏàyèø9$# ĸöyèø9$# >u‘ uθèδuρ ( àMù=ā2uθs?

“Jika mereka berpaling (dari keimanan), Maka


tβθè=yϑ÷ès? $£ϑtã @≅Ï ≈tóÎ/ y7•/u‘ $tΒuρ 4 ϵø‹n=tã ö≅ā2uθs?uρ çνô‰ç6ôã$$sù Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada
Tuhan selain Dia. hanya kepada-Nya aku
bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki
∩⊇⊄⊂∪ 'Arsy yang agung".

121 122
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

Kepada orang-orang bertawakkal, Allah memberi akan senantiasa ada dalam rida-Nya. Mereka akan
karunia dari segala arah tanpa dapat dipertimbangkan mendapatkan anugerah keutamaan dan derajat yang tinggi
oleh manusia. Allah swt. Maha kuasa atas segala sesuatu di sisi Allah (al-Jilani, 2009: 1/550).
(QS. At-Thalaq/65: 3). Orang yang berserah diri akan Ungkapan serupa sama dikemukakan dalam QS. Al-
senantiasa ada dalam jaminan Allah. Baiyinah/98 ayat 7-8:

8. Ridla
çŽöy{ ö/ãφ y7Íׯ≈s9'ρé& ÏM≈ysÎ=≈¢Á9$# (#θè=ÏΗxåuρ (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# āχÎ)
Al-Qusyairi mendasarkan konsep ridla pada QS. al-
ÏΒ “̍øgrB 5βô‰tã àM≈¨Ζy_ öΝÍκÍh5u‘ y‰ΖÏã ôΜèδäτ!#t“y_ ∩∠∪ Ïπ−ƒÎŽy9ø9$#
Maidah/5 ayat 119:

×M≈¨Ψy_ öΝçλm; 4 öΝßγè%ô‰Ï¹ tÏ%ω≈¢Á9$# ßìx Ζtƒ ãΠöθtƒ #x‹≈yδ ª!$# tΑ$s% (#θàÊu‘uρ öΝåκ÷]tã ª!$# zÅ̧‘ ( #Y‰t/r& !$pκŽÏù tÏ$Î#≈yz ã≈pκ÷ΞF{$# $uηÏGøtrB

∩∇∪ …çµ−/u‘ zÅ´yz ôyϑÏ9 y7Ï9≡sŒ 4 çµ÷Ζtã


ª!$# zÅ̧‘ 4 #Y‰t/r& !$pκŽÏù tÏ$Î#≈yz ã≈yγ÷ΡF{$# $yγÏFøtrB ÏΒ “̍øgrB
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan
∩⊇⊇∪ ãΛÏàyèø9$# ã—öθx ø9$# y7Ï9≡sŒ 4 çµ÷Ζtã (#θàÊu‘uρ öΝåκ÷]tã
mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah Sebaik-
baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan
mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di
“Allah berfirman: ‘Ini adalah suatu hari yang bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di
bermanfaat bagi orang-orang yang benar dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap
kebenaran mereka. bagi mereka surga yang mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang
dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang
di dalamnya selama-lamanya; Allah ridla takut kepada Tuhannya.”
terhadapNya. Itulah keberuntungan yang paling
besar". Al-Jilani (2009: 6/407-408) mengatakan bahwa Orang-

Dalam tafsirnya, al-Jilani mengemukakan bahwa orang orang yang beriman dan mengesakan Allah, membenarkan

yang membenarkan apa yang disampaikan oleh kenabian Muhammad, menerima dakwahnya, beramal

Muhammad SAW. serta ikhlas menjalankan perintah Allah saleh dan mendekatkan diri kepada Allah serta meraih

123 124
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

rida Allah adalah orang-orang yang akan menerima sehingga bisa diupayakan? Ataukah termasuk ahwal
kebahagiaan di sisinya. Mereka adalah orang-orang yang (states), sehingga hanya orang-orang yang dihekendaki
menyucikan hati dan kebenaran dengan ilmu dan hakikat Allah saja yang bisa mengalami. Menurut ulama Khurasan
yang bersifat dinamis; mengalir dari lautan hakikat, dan ridla masuk dalam kelompok maqam. Untuk itu, maka rida
mereka kekal di dalamnya. Saat di mana Allah SWT bisa diupayakan oleh setiap orang untuk meraihnya.
memberikan keutamaan, kenikmatan karena niat dan amal Sementara menurut ulama Iraq, rida masuk dalam
baik yang mereka lakukan. Mereka akan mendapat kategori ahwal kondisi ruhani yang masuk dalam hati
imbalan pahala yang berlimpah dan keridlaan-Nya yang sanubari seorang hamba yang dipilih oleh Allah. Sebagai
indah. Yang demikian ini layak diberikan bagi orang-orang bentuk kompromi, al-Qusyairi menyetakan bahwa pada
yang senantiasa takut akan ancaman dan kemarahan Allah awal ridla diupayakan oleh seorang salik kemudian
dengan menjauhi larangannya. menjadi kondisi ruhani yang merasuk dalam sanubari sang
Di akhir surat al-Baiyinah, Al-Jilani untuk senantiasa hamba.
rida terhadap ketentuan Allah dan membebaskan diri dari Dalam upayanya meraih kedekatan dengan Allah
belenggu kesesatan, serta keinginan nafsu yang dapat seorang hamba (salik) harus melalui tangga-tangga
menghalangi hubungan seorang hamba dengan Allah SWT. spiritual, sebagai bentuk upaya untuk meraihnya. Pertama,
Adalah penting bagi seorang hamba untuk senantiasa taat seorang hamba harus membersihkan diri dengan
dan rida, meninggalkan kesenangan duniawi dan menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan, berjanji
senantiasa beribadah kepada-Nya baik dalam keadaan untuk tidak mengulangi kejahatannya lagi dan menghiasi
senang maupun susah; senantiasa berserah diri kepada- diri dengan amal kebajkan. Kedua, menerima segala
Nya (al-Jilani, 2009: 409). ketentuan Allah dengan perasaan tenang dan damai.
Al-Qusyairi (2006: 223) mengemukakan bahwa ada Ketiga, mensyukuri nikmat Allah dengan menggunakan
perbedaan pandangan antara ulama Khurasan dan Iraq. segala apa yang diberikan oleh Allah sesuai fungsinya
Apakah termasuk dalam kategori maqam (station) untuk kebaikan. Keempat, ia harus berupaya menghindari

125 126
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

hal-hal yang meragukan dan focus pada amal kebajikan Bagi seorang sufi musibah yang paling berat adala
yang berjangka panjang. Tidak mementingkan kehidupan ketika ia jauh dari Allah swt. Untuk itu maka seorang sufi
duniawi namun lebih memilih kebahagiaan ukhrawi. berupaya meningkatkan amal baiknya demi mendekatkan
Kelima, sabar dalam menjalankan ketaatan dan menerima diri kepadaa Allah (Isa, 2006: 209). Allah swt. berfirman
segala segala ketentuan yang telah disyariatkan oleh Allah. dalam QS. An-Nazi’at ayat 40-41:
Keenam, ikhlas menjalankan perintah Allah dan beribadah
kepadanya, tanpa riya, dan sum’ah. Ketujuh, Berserah diri ∩⊆⊃∪ 3“uθoλù;$# Çtã }§ø ¨Ζ9$# ‘yγtΡuρ ϵÎn/u‘ tΠ$s)tΒ t∃%s{ ôtΒ $¨Βr&uρ

∩⊆⊇∪ 3“uρù'yϑø9$# }‘Ïδ sπ¨Ψpgø:$# ¨βÎ*sù


kepada Allah atas segala taqdir tan ketetapan-Nya. Karena
segala apa yang dikehendaki Allah adalah yang terbaik
“Dan Adapun orang-orang yang takut kepada
bagi dirinya. Kedelapan, rela terhadap ketentuan Allah dan
kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
membebaskan diri dari belenggu nafsu yang dapat keinginan hawa nafsunya. Maka Sesungguhnya
syurgalah tempat tinggal(nya).
menghalangi hubungan hambaa dengan Allah.
Al-Jilani (2009: 6/287) menafsirkan ayat ini dengan
B. Tafsir Ayat-ayat Ahwal
pernyataaannya bahwa orang-orang yang takut akan
1. Khauf balasan dari Allah akan menahan diri dari kehendak nafsu
Al-Ghazali sebagaimanaa dikutip oleh Abdul Qadir Isa yang bisa membinasakan dan merusak dirinya. Pernyataan
(2006: 208) mengemukakan bahwa hakikat khauf adalah al-Jilani ini tentu saja didasarkan pada kenyataan bahwa
kepedihan dan terbakarnya hati kaarena khawatir akan dorongan hawa nafsu bisa mengarahkan seseorang pada
ditimpa sesuatu yang menyedihkan pada masa yang akan perbuatan buruk dan kejahatan. Nafsu duniawi juga akan
datang. Khauf kepada Allah timbul karena perasaaan dosa dapat menjauhkan diri seseorang dari kebaikan dan
dan kesadaran akan kakurangan yang ada pada dirinya kebenaran karena tertutupnya jalan kebenaran oleh nafsu.
yang mengharuskan ia takut kepada Allah. Untuk itu seorang sufi menjalani riyadhah dengan penuh
kesungguhan dan pengorbanan.

127 128
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

Al-Qusyairi menjelaskan konsep khauf ini dengan orang yang takut akan balasan dari Allah atas perbuatan
mengutip QS. As-Sajdah ayat 16: buruk mereka akan berupaya menjalankan amal kebajikan

$]ùöθyz öΝåκ®5u‘ tβθããô‰tƒ ÆìÅ_$ŸÒyϑø9$# Çtã öΝßγç/θãΖã_ 4’nû$yftFs?


yang disyariatkan dan menghindari larangan Allah,
memperbaiki akhlak dan ibadah kepada Allah. Mereka
∩⊇∉∪ tβθà)Ï ΖムöΝßγ≈uΖø%y—u‘ $£ϑÏΒuρ $YèyϑsÛuρ akan mendapatkan balasan surga, baik jasmani maupun

“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan ruhani (al-Jilani, 2009: 5/485).
mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan Selanjutnya, dalam QS. Fatir/35 ayat 28 Allah
penuh rasa takut dan harap, serta mereka
menafkahkan apa apa rezki yang Kami berikan.” berfirman:

Al-Jilani dalam tafsirnya mengemukakan bahwa orang- …çµçΡ≡uθø9r& ì#Î=tFøƒèΧ ÉΟ≈yè÷ΡF{$#uρ Å_U!#uρ¤$!$#uρ Ĩ$¨Ζ9$# š∅ÏΒuρ

©!$# āχÎ) 3 (#àσ¯≈yϑn=ãèø9$# ÍνÏŠ$t6Ïã ôÏΒ ©!$# y´øƒs† $yϑ¯ΡÎ) 3 šÏ9≡x‹x.


orang yang memohon kepada Allah dengan rasa takut,
menginginkan rida, rahmat dan ampunan dari Allah SWT.
Mereka menjalaninya dengan penuh ketulusan dengan ∩⊄∇∪ î‘θà xî ͕tã
menjauhi kelezatan duniawi kecuali untuk hal-hal yang “Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-
dibutuhkan dalam rangka mengharap rida Allah SWT dan binatang melata dan binatang-binatang ternak ada
yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
beramal kebajikan untuk Allah semata. Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
Lebih lanjut dalam surat Ar-Rahman/55 ayat 46 Allah hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
berfirman: Pengampun”.

∩⊆∉∪ Èβ$tF¨Ζy_ ϵÎn/u‘ tΠ$s)tΒ t∃%s{ ôyϑÏ9uρ Orang-orang yang takut kepada Allah adalah hamba
“Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Allah yang mengenal-Nya (ma’rifatullah). Mengetahui
Tuhannya ada dua surga.”
kesempurnaan sifat-sifat Allah dan keluhuran nama-nama-
Sebagaimana penafsiran ayat sebelumnya, al-Jilani Nya. Orang yang paling takut kepada Allah adalah mereka
menafsirkan ayat ini dengan pernyatannya, bahwa orang- yang paling tahu keberadaannya. Maka pantaslah jika para

129 130
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

arif adalah merekaa yang sangat takut kepada Allah (al- demikian tidak menyadari buruknya perbuatan yang
Jilani, 2009: 4/464). Karena pengetahuannya mereka dilakukan.
bergegas menjalani amal kebaikan untuk bekal saat
2. Raja'
kembali kepada Allah . Hal ini tergambar dalam QS. al-
Mu’minun/23: 60-61. Menurut al-Qusyairi, Raja’ (harapan) keterkaitan hati

öΝÍκÍh5u‘ 4’n<Î) öΝåκ¨Ξr& î's#Å_uρ öΝåκæ5θè=è%¨ρ (#θs?#u !$tΒ tβθè?÷σムtÏ%©!$#uρ


terhadap sesuatu yang akan terjadi pada masa yang akan
datang. Raja’, berarti harapan terhadap sesuatu pada masa
$oλm; öΝèδuρ ÏN≡uŽösƒø:$# ’Îû tβθãã̍≈|¡ç„ y7Íׯ≈s9'ρé& ∩∉⊃∪ tβθãèÅ_≡u‘ yang akan datang. Raja’ (harapan) berbeda dengan
tamanni (angan-angan). Angan-angan membuat orang
∩∉⊇∪ tβθà)Î7≈y™
menjadi malas, Sementara raja’ membuat sesorang
“Dan orang-orang yang memberikan apa yang seseorang bersemangat meraih apa yang diharapkaan (al-
telah mereka berikan, dengan hati yang takut,
(karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya Qusyairi, 2006: 133). Tanda bukti dari orang yang raja’
mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. adalah bersemangat dalam perbuatan baik. Dalam QS. al-
Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-
kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera Baqarah/2 ayat 218 Allah berfirman:
memperolehnya.
È≅‹Î6y™ ’Îû (#ρ߉yγ≈y_uρ (#ρãy_$yδ zƒÉ‹©9$#uρ (#θãΖtΒ#u šÏ%©!$# ¨βÎ)
Ibnu Ujaibah, sebagaimana dikutip oleh Abdul Qadir
Isa (2006: 210) mengemukakan tiga tingkatan khauf. ∩⊄⊇∇∪ ÒΟ‹Ïm§‘ Ö‘θà xî ª!$#uρ 4 «!$# |Myϑômu‘ tβθã_ötƒ y7Íׯ≈s9'ρé& «!$#
Pertama, tingkaatan orang awam. Mereka adalah orang “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-
orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah,
yang takut siksa Allah dan hingnya pahala dari-Nya. Kedua,
mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah
tingkatan orang khawash. Mereka adalah orang yang takut Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
jauh dari Allah. Ketiga, takutnya orang khawash al-
Al-Jilani mengemukakan bahwa orang-orang yang
khawash. Mereka adalah orang yang takut tertutupnya
memohon kepada Allah akan dikabulkan perhohonannya
pandangan dari khlak yang buruk. Karena orang yang

131 132
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

dengan segera, apapun permohonannya. Maka percayaalh yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”
pada terkabulnya apa yang diinginkan. Tidak ada tempat
meminta yang lebih utama kecuali kepada Allah. Orang Orang-orang yang mengharap bertemu Allah dan
yakni akan keesaan Allah akan senantiasa mengharap ditampakkannya wajah Allah, serta berharap rahmat-Nya
rahmat-Nya (al-Jilani, 2009: 1/160, 187). di hari akhir, akan menjadikan Rasulullah Muhammad saw.
Lebih lanjut dalam QS. al-Baqarah/2 ayat 186 Allah sebagai teladan. Orang yang demikian ini ditandai dengan
berfirman: menegakkan agama Allah dan kalimat tauhid. Mereka

Æí#¤$!$# nοuθôãyŠ Ü=‹Å_é& ( ë=ƒÌs% ’ÎoΤÎ*sù Íh_tã “ÏŠ$t6Ïã y7s9r'y™ #sŒÎ)uρ


senantiasa berserah diri kepada Allah, baik di saat ramai
maupun sepi; menahan diri saat marah, mudah
öΝßγ¯=yès9 ’Î1 (#θãΖÏΒ÷σã‹ø9uρ ’Í< (#θç6‹ÉftGó¡uŠù=sù ( Èβ$tãyŠ #sŒÎ) memaafkan orang lain dan beragam kemuliaan yang lain
(al-Jilani, 2009: 4/362).
∩⊇∇∉∪ šχρ߉ä©ötƒ
Sementara dalam QS. an-Nur/24 ayat 38 Allah
“dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya berfirman:
kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah),
ª!$#uρ 3 Ï&Î#ôÒsù ÏiΒ Νèδy‰ƒÌ“tƒuρ (#θè=ÏΗxå $tΒ z|¡ômr& ª!$# ãΝåκu‰Ì“ôfu‹Ï9
bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan
permohonan orang yang berdoa apabila ia
memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu
memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah ∩⊂∇∪ 5>$|¡Ïm ΎötóÎ/ â!$t±o„ tΒ ä−ã—ötƒ
mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu
berada dalam kebenaran.” “(Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya
Allah memberikan Balasan kepada mereka
Dalam QS. al-Ahzab/33 ayat 21 Allah berfirman: (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang
telah mereka kerjakan, dan supaya Allah
tβ%x. yϑÏj9 ×πuΖ|¡ym îοuθó™é& «!$# ÉΑθß™u‘ ’Îû öΝä3s9 tβ%x. ô‰s)©9
menambah karunia-Nya kepada mereka. dan Allah
memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-

∩⊄⊇∪ #ZŽÏVx. ©!$# tx.sŒuρ tÅzFψ$# tΠöθu‹ø9$#uρ ©!$# (#θã_ötƒ


Nya tanpa batas.”

Terkait dengan ayat ini Al-Jilani dalam tafsirnya


“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu
suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang mengemukakan bahwa Allah akan memberikan balasan

133 134
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

yang khusus pada orang-orang yang memiliki amal Menurut Abdul Qadir Isa (2006: 212-213) tatkala seorang

kebaikan yang khusus dan balasan yang baik. Rezeki yang hamba mendekatkan diri dan bermunajat kepada Allah,

dimaksud dalam ayat ini adalah rezeki yang lebih hakiki sebaiknya menyeimbangkan antara Khauf (takut) dan raja’
(harapan) . Jangan sampai khaufnya mengalahkan raja’-nya
tanpa disangka-sangka atas karunia dan keutaamaan dari
hingga menimbulkan rasa putus asa akan rahmat Allah.
Allah. Tidak seperti orang-orang kafir yang seakan
Demikian pula jangan sampai raja’ mendahului khauf hingga
mendapat rezeki tetapi tidak memberi manfaat apapun
terjerumus dalam maksiat. Khauf dan raja adalaah satu
(al-Jilani, 2009: 3/497).
kesatuan pasangan yang harus seimbang dan tidak bisa
Dalam QS. Al-Ankabut ayat 5, Allah berfirmaan: dipisahkan.

uθèδuρ 4 ;NUψ «!$# Ÿ≅y_r& ¨βÎ*sù «!$# u!$s)Ï9 (#θã_ötƒ tβ%x. tΒ 3. Mahabbah

∩∈∪ ÞΟŠÎ=yèø9$# ßì‹Ïϑ¡¡9$#


Al-Qusyairi mendasarkan konsep mahabbah pada QS.
al-Maidah/5 ayat 54:
“Barangsiapa yang mengharap Pertemuan dengan Allah,
Maka Sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, t∃öθ|¡sù ϵÏΖƒÏŠ tã öΝä3ΨÏΒ £‰s?ötƒ tΒ (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ
pasti datang. dan Dialah yang Maha mendengar lagi

>﨓Ïãr& tÏΖÏΒ÷σßϑø9$# ’n?tã A'©!ÏŒr& ÿ…çµtΡθ™6Ïtä†uρ öΝåκ™:Ïtä† 5Θöθs)Î/ ª!$# ’ÎAù'tƒ


Maha mengetahui.”

Orang-orang yang mengharap bertemu Allah, yang


ditampakkan dalam segala ciptaannya dengan ketinggian nama tβθèù$sƒs† Ÿωuρ «!$# È≅‹Î6y™ ’Îû šχρ߉Îγ≈pgä† tÍÏ ≈s3ø9$# ’n?tã

ììÅ™≡uρ ª!$#uρ 4 â!$t±o„ tΒ ÏµŠÏ?÷σム«!$# ã≅ôÒsù y7Ï9≡sŒ 4 5ΟÍ←Iω sπtΒöθs9
dan keluhuran sifatnya, dibuktikan dengan perilaku ketaatan,
menjalani kewajiban yang disyariatkan dengan penuh
pendekatan diri dan perasaan diawasi ooleh Allah. Mereka
∩∈⊆∪ íΟŠÎ=tæ
yakin bahwa apa yang dijanjikan oleh Allah akan didapatkan
“Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di
tanpa keraguan. Allah maha mendengarkan munajat mereka dan
antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka
mengetahui kebutuhan mereka (al-Jilani, 2009: 4/216). kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang
Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut

135 136
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

öΝåκtΞθ™6Ïtä† #YŠ#y‰Ρr& «!$# Èβρߊ ÏΒ ä‹Ï‚−Gtƒ tΒ Ä¨$¨Ζ9$# š∅ÏΒuρ


terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras
terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan
Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang
yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan- tÏ%©!$# “ttƒ öθs9uρ 3 °! ${6ãm ‘‰x©r& (#þθãΖtΒ#u tÉ‹©9$#uρ ( «!$# Éb=ßsx.
Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah
Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha ©!$# ¨βr&uρ $Yè‹Ïϑy_ ¬! nο§θà)ø9$# ¨βr& z>#x‹yèø9$# tβ÷ρttƒ øŒÎ) (#þθãΚn=sß
mengetahui.”

Dalam tafsirnya, al-Jilani mengemukakan Allah ∩⊇∉∈∪ É>#x‹yèø9$# ߉ƒÏ‰x©


menjanjikan kepada orang-orang mukmin yang teguh “Dan diantara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan-tandingan selain Allah;
imannya untuk tidak gentar akan adanya orang-orang
mereka mencintainya sebagaimana mereka
yang murtad. Karena pada saatnya nanti akan datang mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman Amat sangat cintanya kepada Allah. dan
orang-orang yang teguh dalam imannya, dicintai Allah dan
jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim
mereka mencintai-Nya. Yakni mengikuti jalan yang itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada
hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah
ditentukan oleh Allah dengan penuh ketaatan dan
semuanya, dan bahwa Allah Amat berat siksaan-
kerelaan, untuk menegakkan kalimat tauhid dan Nya (niscaya mereka menyesal).”
melestarikan agama yang dibawa oleh nabinya. Bersikap
Dalam tafsir al-Jilani dikemukakan, di antara golongan
ramah dan rendah hati terhadap orang-orang mukmin dan
manusia ada yang mencintai makhluk Allah seperti
menundukkan orang-orang kafir dengan berjihad di jalan
mencintai Allah, mereka menyembahnya, seakan yang
Allah untuk mendapatkan rida-Nya (al-Jilani, 2009:
dicintai tersebut memiliki sifat uluhiyyah dalam bentuk
1/514).
tertentu. Sementara orang yang beriman sangat mencintai
Terkait dengan mahabbah Abdul Qadir Isa antara lain
Allah, Dzat yang meliputi segalanya, tidak ada yang lain
mendasarkan pada QS. al-Baqarah/2: 165:
yang menyerupai Allah, karena Allah yang Maha Kaya,
yang Mahakuasa, Yang mencipta Yang memelihara, dan
satu-satunya berhak disembah. Allah adalah dzat yang
memiliki sifat-sifat khusus yang tidak ada pada yang lain.

137 138
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

Tidak ada Tuhan selain Dia, segala sesuatu akan musnah Menurut al-Jilani, derajat mahabbah merupakan
kecuali dia, Dia yang pertama dan dan pada akhirnya implikasi dari maqam-maqam sebelumnya. Mulai dari
semua makhluk akan kembali pada (al-Jilani, 2009: keteguhan, penyerahan diri, keyakinan, hingga
1/146). pengetahuan. Karena pengetahuan dan kesadaran akan
Karena dorongan nafsunya, manusia seringkali Allah dan keberadaan makhluknya, maka seseorang secara
melalaikan keMahakuasaaan Allah itu dan justru lebih otomatis akan meraih mahabbah, dari mahabbah
mencintai yang lain. Kepentingan duniawi seringkali lebih kemudian sampai pada al-Mahbub (Yang Dicinta (Al-Jilani,
diutamakan dari pada Allah. Tidak jarang, karena 1988::147).
kesibukan dan kenikmatan duniawinya, seseorang Menurut al-Jilani, sebagai salah satu syarat dari
melanggar ketentuan Allah. Bahkan orang-orang yang tercapainya mahabbah adalah meninggalkan segala
mengaku beriman sekalipun juga banyak yang lebih keinginan atau hasrat duniawi. Karena dengan itulah maka
mementingkan kepentingan duniawi. Melalaikan akan muncul kesadaran sebagai seorang hamba.
kewajibannya sebagai seorang hamba dan tidak peduli Kesadaran inilah yang akan membuka pintu pendengaran,
terhadap larangan Allah. Lebih jauh lagi, karena penglihatan, ucapan yang penuh cinta dan keluhuran (Al-
kesombongannya manusia membangkan dirinya dan Jilani, 1988:225).
merendahkan orang lain, meresa lebih kuasa, lebih kaya, Para sufi sebagaimana juga al-Jilani menyebut
lebih baik, lebih luhur, dan perasaan-perasaan lain yang beberapa syarat seorang meraih mahabbah, antara lain
hadir akibat kesombongannya. Mereka tidak sadar bahwa seorang bisa meraih mahabbah kalau mengikuti jejak
segala sesuatu yang ada pada dirinya, seperti kepangkatan, Rasulullah saw. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ali
ilmu, ketaatan, kemuliaan, dan lain-lain adalah atas Imran/3: 31

öÏ øótƒuρ ª!$# ãΝä3ö7Î6ósム‘ÏΡθãèÎ7¨?$$sù ©!$# tβθ™7Åsè? óΟçFΖä. βÎ) ö≅è%
karunia Allah. Manusia tidak memiliki kekuasaan apa pun
untuk itu semua. Untuk itu, mak tidak ada yang lain yang
berhak dicintai dan disembah kecuali Allah. ∩⊂⊇∪ ÒΟ‹Ïm§‘ Ö‘θà xî ª!$#uρ 3 ö/ä3t/θçΡèŒ ö/ä3s9

139 140
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai berbuat kebajikan. dan Allah menyukai orang-
Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan orang yang berbuat kebajikan.”
mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Kata ahsanû dalam ayat ini menurut al-Jilani adalah
Jika seorang hamba bisa menjalan semua apa yang taqwa dan beribadah kepada Allah sekan-akan melihat-
diajarkan dan dan dituntunkan oleh Rasulullah Nya. Sedang yang dimaksud kata muhsinîn adalah mereka
Muhammad saw. yakni menjalankan perintah dan hukum- yang mencari rida Allah dan rindu bertemu dengan-Nya
hukumnya maka akan dapat meraih derajat mahabbah (al- (al-Jilani, 2009: 1/535).
Jilani, 2009: 265). Syarat lain yang harus dipenuhi Syarat lain untuk mendapat cinta Allah adalah
seseorang untuk meraih derajat mahabbah adalah berbuat sebagaimana dalam firman Allah QS. Al-Baqarah/2 ayat
kebaikan dan bermal saleh dengan penuh ketulusan dan 222:

∩⊄⊄⊄∪ š̍ÎdγsÜtFßϑø9$# =Ïtä†uρ tÎ/≡§θ−G9$# =Ïtä† ©!$# ¨βÎ) 4…


istiqamah. Sebagaimana tergambar dalam QS. Al-Maidah/5
ayat 93:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
Óy$uΖã_ ÏM≈ysÎ=≈¢Á9$# (#θè=Ïϑtãuρ (#θãΖtΒ#u šÏ%©!$# ’n?tã }§øŠs9 yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri.
ÏM≈ysÎ=≈¢Á9$# (#θè=Ïϑtãuρ (#θãΖtΒ#u¨ρ (#θs)¨?$# $tΒ #sŒÎ) (#þθßϑÏèsÛ $yϑŠÏù Kata tauwâbîn dalam ayat ini menurut al-Jilani adalah

=Ïtä† ª!$#uρ 3 (#θãΖ|¡ômr&¨ρ (#θs)¨?$# §ΝèO (#θãΖtΒ#u¨ρ (#θs)¨?$# §ΝèO


orang-orang yang konsisten menjalankan perintah Allah
(al-Jilani, 2009: 190), sedangkan kata mutathahhirîn
∩⊂∪ tÏΨÅ¡ósçRùQ$# adalah orang-orang yang menyucikan diri baik dari
“Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman kotoran lahir maupun batin (al-Jilani, 2009: 191). Menurut
dan mengerjakan amalan yang saleh karena para ahli tasawuf, segala bentuk keburukan yang
memakan makanan yang telah mereka Makan
dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dilakukan oleh manusia akan menjadi noda. Noda atau
dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kotoran yang menghinggapi diri manusia dapat
kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman,
kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan menghalanginya untuk dapat mendekatkan diri kepada

141 142
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

Allah. Keburukan yang dilakukan oleh seseorang adalah Kesadaran bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri
hijab (penutup/pembatas) yang membatasi hubungan manusia adalah atas izun, karunia, kehendak dan kuasa
antara hamba dan Tuhannya. Untuk itu, jika seseorang Allah adalah penting agar kita bisa meraih mahabbah
ingin dekat dan berlemu dengan Allah maka harus bersih (mencintai dan dicintai Allah). Hal lain yang juga penting
dari noda. Allah mencintai orang-orang yang menyucikan adalah keyakinan bahwa segala apa yang diinginkan,
dirinya. Sebaliknya perilaku yang buruk dan merusak dikaruniakan dan dikehendaki Allah adalah yang terbaik.
tidak disukai Allah karena akan dapat menghalangi Maka tidak seharusnya seorang hamba meresa kecewa
hubungan dengan Allah. Dalam QS. Al-Baqarah/2 ayat 205, atau sedih atas kesusahan atau kesulitan apa yang terjadi,
Allah berfirman: karena Allah Maha tahu atas apa yang dikehendaki. Apa

y^öysø9$# y7Î=ôγãƒuρ $yγŠÏù y‰Å¡ø ã‹Ï9 ÇÚö‘F{$# ’Îû 4tëy™ 4’¯<uθs? #sŒÎ)uρ
yang menurut seseorang kurang baik, bisa jadi baik bagi
Allah, begitu pula sebaliknya. Sebagaimana firman Allah
∩⊄⊃∈∪ yŠ$|¡x ø9$# =Ïtä† Ÿω ª!$#uρ 3 Ÿ≅ó¡¨Ψ9$#uρ dalam QS. Al-Hadid/57 ayat 23:

“dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan 3 öΝà69s?#u !$yϑÎ/ (#θãmtø s? Ÿωuρ öΝä3s?$sù $tΒ 4’n?tã (#öθy™ù's? ŸξøŠs3Ïj9
di bumi untuk Mengadakan kerusakan padanya,

∩⊄⊂∪ A‘θã‚sù 5Α$tFøƒèΧ ¨≅ä. =Ïtä† Ÿω ª!$#uρ


dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak,
dan Allah tidak menyukai kebinasaan”.
“(kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu
Yang dimaksud fasad dalam ayat ini adalah segala
jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari
bentuk tidak kejahatan atau kemaksiatan dan kerusakan kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira
terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan
baik yang berhubungan dengan sesama manusia maupun
Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong
terhadap lingkungan alam. Bentuk lain yang masuk dalam lagi membanggakan diri.”
kategori ini adalah perbuatan kesesatan baik yang
Dalam QS. Ali Imran/3 ayat 57 Allah
berhubungan dengan peribadatan maupun hubungan
berfirman:
sosial kemasyarakatan (al-Jilani, 2009: 1/176).

143 144
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani

óΟÎγ‹Ïjùuθã‹sù ÏM≈ysÎ=≈¢Á9$# (#θè=Ïϑtãuρ (#θãΖtΒ#u šÏ%©!$# $¨Βr&uρ

∩∈∠∪ tÏΗÍ>≈©à9$# =ÅsムŸω ª!$#uρ 3 öΝèδu‘θã_é&


“Adapun orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amalan-amalan yang saleh, Maka
Allah akan memberikan kepada mereka dengan
sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan
Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.”

Kegembiraan yang tidak disertai kesadaran bahwa


Allah yang mendatangkan karunia dan kegembiraan akan
dapat menjadikan seseorang sombong dan
membanggakan diri. Begitu pula sebaiknya, kesedihan dan
kesulitan yang tidak dibarengi kesadaran akan kehendak
baik Allah, akan mengakibatkan keputusasaan. Yang
seharusnya dilakukan oleh seorang hamba adalah
berserah diri kepada Allah dan berpikir positif terhadap
kehendak Allah. Sikap seperti ini akan berimplikasi potif
pada perilaku dan perbuatan hamba. Pikiran yang postif
akan melahirkan perilaku yang baik begitu pula
sebaliknya, pikiran yang negatif akan melahirkan perilaku
yang buruk.

145 146
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani

dijalani seorang sâlik adalah membuka hijab tersebut, dan


menjaganya agar tidak tertutup kembali.
Kanikmatan duniawi merupakan penghalang yang
dalam pandangan sufi dapat menjadi penutup (hijab)
hubungan seorang hamba dengan Allah SWT (al-Makki
2007: 1/512). Untuk itulah para sufi dengan maqâm
tertentu berupaya mengeliminasi kenikmatan duniawi
untuk meraih kenikmatan ukhrawi yang lebih hakiki.
BAB 5 Orang yang cenderung pada kenikmatan duniawi akan
sangat sulit untuk dapat menikmati hubungan dengan
MAQÂMÂT DAN AHWÂL Allah dalam ibadahnya. Hal tersebut karena ada sesuatu
DALAM KONTEKS KEKINIAN yang menghalangi hubungan di antara keduanya.
Kenikmatan duniawi dan ukhrawi adalah pilihan yang
A. Pembuka Hijab antara Hamba dan Tuhan harus ditentukan salah satunya. Jika kenikmatan duniawi
Maqâmât dan ahwâl pada dasarnya adalah jalan yang yang lebih dipilih, maka kenikmatan hubungan dengan
harus dilalui oleh seorang sufi dalam rangka mendekatkan Allah akan sulit diperoleh.
diri kepada Allah atau bertemu dengan-Nya (liqâ’illah). Seperti dikemukakan oleh Al-Gazali (2008: 75) bahwa
Untuk bisa mendekat dan bertemu dengan Tuhan seorang kesibukan untuk mendapatkan harta duniawi akan
hamba harus mampu membuka hijab yang menghalangi mengganggu kekhusukan seorang hamba dalam
hubungan dengan Tuhan tesebut. Hijab yang menghalangi beribadah. Ia mengutip ungkapan Abu Darda' ra. "Aku
hubungan dengan Tuhan adalah segala bentuk kejahatan sebelumnya berusaha untuk menyeimbangkan ibadah dan
atau perbuatan dosa. Untuk itu, langkah awal yang harus perniagaan, namun ternyata sangat sulit untuk dilakukan
meski telah aku usahakan dengan serius, pada akhirnya

146 147
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani

aku lebih memilih beribadah saja dan meninggalkan Dengan muhasabah, kesadaran seorang hamba akan terus
perniagaan." terjaga. Ia tidak mudah terlenakan oleh gonaan nafsu
Dalam kehidupan sehari-hari, seorang hamba tidak untuk berbuat dosa.
akan bisa lepas dari pilihan atau tawaran untuk berbuat Langkah kedua yang perlu dilakukan adalah dengan
salah atau dosa, di samping pilihan untuk berbuat baik. berupaya membiasakan diri untuk dapat senantiasa
Dalam rangka menjaga diri agar tidak berbuat dosa, menjatukan pilihan pada pilihan baik. Dengan menjaga diri
seorang hamba dituntut untuk dapat mengendalikan diri, dan senantiasa menjatuhkan pilihan pada pilihan baik
sehingga senantiasa menjatuhka pilihan, pada pilihan maka setiap gerak dan langkahnya, baik di sengaja
baik. maupun tidak disengaja akan menjatuhkan pilihan-pada
Hanya saja, tidak mudah untuk bisa mengendalikan pilihan baik. Karena pilihan alam bawah sadar seseorang
diri dari perbuatan dosa, karena kadangkala seorang sangat tergantung pada kebiasaan yang dilakukan. Jika
hamba tidak manyadari bahwa ia telah berbuat dosa. seseorang terbiasa menjatuhkan pilihan pada pilihan baik
Perbuatan dosa bisa saja dilakukan tanpa pikir panjang. maka seseorang akan menjatuhkan pilihan pada pilihan
Dalam situasi tertentu, kadang seseorang tidak sempat baik keskipun tidak sempat untuk berpikir.
berpikir panjang untuk dapat menentukan pilihan yang Langkah ketiga yang herus dilakukan seseorang
tepat atau baik, sehingga dengan reflek melakukan sebagai wujud pertobatannya, adalah dengan tidak
perbuatan buruk tanpa disengaja. memberikan kesempatan diri untuk terbawa dalam situasi
Untuk menjaga diri agar terhindar dari peilihan buruk yang memungkinkan atau memaksa untuk berbuat dosa.
yang dilakukan tanpa sengaja, langkah pertama yang haru Maka yang harus dilakukan adalah dengan menjaga agar ia
dilakukan adalah dengan muhasabah. Senantiasa senantiasa ada dalam lingkungan yang hanya
mengoreksi diri sendiri, terkait apa yang telah dilakukan memungkinkan dia berbuat baik. Untuk itulah maka
pada masa lalu. Berupaya secara terus-menerus agama mengajarkan kita untuk berkumpul dengan orang
mengidentifikasi perbuatan buruk yang telah dilakukan. saleh.

148 149
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani

Di antara para sufi ada yang melakukannya dengan merupakan ekspresi dari komitmen untuk senantiasa ada
cara membentuk komunitas tarekat. Tarekat adalah di jalan Allah. Yakni dengan menjaga diri agar selalu baik
kelompok organisasi yang secara menjalankan ritual dzikir dalam berperilaku. Untuk itu, maka seorang yang masuk
baik sendiri maupun bersama-sama sesuai yang diajarkan dalam maqam sufi berupaya menjaga hati, pikiran, ucapan
oleh guru (mursyid) mereka. Amala-amalan dzikir tersebut dan tindakannya agar senantiasa baik; berperasangka
mereka lakukan untuk menjaga hubungan mereka dengan baik, berpikir yang baik, berkata yang baik, dan
Allah. berperilaku yang baik. Itulah komitmen yang senantiasa
Apa yang mereka lakukan adalah salah satu bentuk dijaga oleh seorang yang melakukan laku spiritual.
ikhtiyar menjaga hubungan baik dengan Tuhan secara Komitmen para pelaku spiritual tampak pada maqâm
terus menerus. Dengan amalan yang mereka lakukan taubat, di mana seorang hamba berjanji untuk tidak
secara terus-menerus mereka berupaya menjauhkan diri mengulangi perbuatan buruk yang pernah dilakukannya
dari dosa. Banyak hadis nabi Muhammad saw. Yang dan menghiasi diri dengan perbuatan baik. Agar seorang
menunjukkan pentingnya amal kebaikan sebagai sarana hamba senantiasa ada dalam kebaikn, maka ia harus
untuk menjauhkan diri dari dosa yang telah dilakukan. mempu mengendalikan nafsunya. Nafsu duniawi
Seseorang yang melakukan banyak amal kebaikan dengan merupakan ujian yang senantiasa dihadapi oleh seorang
sendirinya akan dapat menghapuskan dosa yang telah hamba dalam melakukan kebaikan. Meskipun pada
dilakukan. Begitu sebaliknya, keburukan akan menghapus dasarnya manuaia diciptakan oleh Allah dalam kecucian
amal kebaikan yang telah dilakukan (an-Nawāwī, 155- dan cenderung pada kebaikan, namun hawa nafsu yang
159). dimilikinya dapat menjerumuskannya pada tindakan yang
buruk.
B. Komitmen pada kebaikan
Sabar untuk tidak tergoda oleh nafsu duniawi
Laku spiritual yang tergambar dalam maqâmât dan bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Untuk itulah
ahwal yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya maka seorang yang melakukan perjalanan spiritual (sâlik)

150 151
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani

harus melakukan riyadlah (paya yang sungguh-sungguh) menghadapi godaan kenikmatan materi dan perhiasan
atau latihan spiritual dengan ketentuan yang sedemikian duniawi (al-Jilani, 2009: 2/72).
rupa dan ketat dalam menjaga dirinya untuk senantiasa
Kesenangan materi dan perhiasan duniawi bisa
sabar menghadapi gonaan duniawi atau ujian yang
melalaikan seseorang dari komitmennya pada pada
dijalani.
kebaikan. Untuk itu perlu didukung keteguhan dan
Ujian yang dijalani seorang hamba bukan semata ujian
kesabaran menghadapi rintangan dan godaan nafsu
dalam bentuk kesusahan atau kesempitan. Ujian yang
duniawi yang dapat mengganggu komitmennya (QS. Ali
berat justru ketika seorang hamba diuji dengan ujian
Imran/3: 200).
kesenangan dan kelapangan. Karena pada saat itulah
seorang hamba akan sulit mengendalikan dirinya. C. Menggunakan potensi untuk kebaikan
Kesulitan dalam mengendalikan diri ketika ada dalam Agar seorang hamba senantiasa terjaga komitmennya
kelapangan dan kesenangan karena ketika seseorang ada dalam kebaikan maka ia harus pandai-pandai mensyukuri
dalam kesenangan dan kelapangan justru mudah terlena. nikmat yang Allah berikan. Sebagaimana dijelaskan pada
Sebaliknya, biasanya seseorang justru akan mudah bab terdahulu bahwa bersyukur artinya berterima kasih
mengingat Allah ketika ada dalam kesusahan atau atas kenikmatan yang diterima dengan jalan menggunakan
kesempitan. Karena pada saat itu, seorang hamba kenikmatan tersebut untuk kebaikan sesuai dengan
berupaya mengadu pada tuhannya agar bisa terlepas dari kebaikan fungsinya.
kesusahan dan kesempitan yang dialami. Untuk itu pula Orang yang mampu menggunakan fasilitas dan potensi
Allah menyerukan agar hambanya tidak segan-segan yang ada pada dirinya akan mendapatkan manfaat lebih
meminta-Nya agar diberi pertolongan untuk bisa bersabar sebagai tambahan atas nikmat yang diberikan.
dan senantiasa teguh menjalani perintah dan tunduk Sebagaimana firman Allah dalam QS. surat Ibrahim /14
kepada-Nya (QS. Al-Baqarah/2: 45). Al-Jilani ayat 7: “dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
mengemukakan bahwa yang dimaksud di sini adalah sabar memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti

152 153
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani

Kami akan menambah (nikmat) kepadamu…”. Al-Jilani oang yang mampu menggunakan nikmat Allah sesuai
(2009, 2/519) menyatakan bahwa syukur adalah kemanfaatannya akan ditambahkan kenikmatan dan
ungkapan terima kasih atas karunia Allah dengan cara keutamaannya (al-Jilani, 2009: 6/388).
memmanfaatkan karunia yang diterima sesuai haknya. Quraish Shihab (2002: 15/235-236) dalam tafsirnya
Potensi dan fasilitas yang diberikan oleh Allah harus menjelaskan, bahwa syukur terhadap nikmat bisa
digunakan untuk kebaikan sesuai dengan fungsinya dan dilakukan dengan ucapan maupun perbuatan. Syukur
tidak menyalahgunakan potensi dan fasilitas tersebut dalam bentuk ucapan dilakukan dengan penuh ketulusan
untuk hal-hal yang justru di larang oleh Allah. Karena jika tanpa perasaaan riya’. Hal ini penting dalam rangka
demikian maka bukan tambahan nikmat yang akan merangsang orang lain untuk melakukan kebaikan yang
dirasakan namun sebaliknya kesengsaraan dan akibat sama.
buruk yang akan diterima.
D. Memurnikan tauhid
Kata ‘abdan syakûra (hamba yang bersyukur) dalam
QS. Al-Isra/17 ayat 3 ditafsirkan al-Jilani sebagai sosok Seorang sufi dengan maqâm dan ahwâl yang
yang mengikuti jejak rasulullah. Sebagai pengikut Nabi dijalaninya sesunggunya merupakan aktualisasi dari
Muhammad, seharusnya kita beriman kepadanya dengan ketauhidannya. Karena hanya Allah satu-satunya dzat yang
berbuat baik dan mengikuti jejaknya (al-Jilani, 2009: disembah maka segala sasuatu yang dilakukan adalah
3/106). Mengikuti sunnah rasulullah Muhammad SAW. semata hanya untuk Allah dan kerena Allah. Sesuatu yang
Adalah termasuk bentuk kesyukuran kita kepada Allah dilakukan untuk Allah dank karena Allah akan jauh dari
atas karunia yang diberikan. Ketika menafsirkan QS. An- sikap riya’, sombong, dan ingin dipuji oleh orang lain.
Nahl/16 ayat 78, “dan Allah mengeluarkan kamu dari perut Orang yang demikian tulus ikhlas dalam menjalankan
ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan syariat Allah. Orang yang ikhlas mendasari seluruh
Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, tindakan dan ibadahnya hanya karena Allah dan untuk
agar kamu bersyukur.” Al-Jilani mengemukakan bahwa Allah semata. Tidak ada dalam perasaaannya keinginan

154 155
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani

untuk dipuji orang lain, sikap sombong, membanggakan Perilaku zuhud pada hakekatnya juga upaya berpaling dari
kebaikan dan niatan lain di luar harapan dan keinginan dari segala sesuatu selain Allah.
untuk Allah (Al-Jilani, 2009: 98-99). Ida al-Masih dalam sebuah riwayat yang dikemukakan
al-Jilani mengemukakan bahwa kata mukhlasin dalam oleh al-Gazali menyatakan bahwa jika seseorang
ayat al-Qur’an bermakna orang-orang yang teguh dalam membenci dunia, maka Allah akan mencintainya (Ibn Abī
keimanan dan tulus dalam amal saleh hanya untuk Allah ad-Dunyā, t.th: 2/170; al-Gazālī, t.th: 3: 201). Untuk itu ia
(al-Jilani, 2009: 18). Imam al-Qusyairi mengemukakan menyarankan untuk lebih mendahulukan Allah dari
bahwa orang yang ikhlas mendekatkan diri kepada Allah padakenikmatan duniawi (al-Gazālī, t.th: 3: 138). Al-Makki
dan menjadikan Allah satu-satunya sesembahan, serta mengemukakan bahwa salah satu bukti keimanan seorang
mengesampingkan segala hal selain Allah. Seorang sufi hamba ialah ketika ia tidak peduli pada pujian orang lain
yang menjalani laku spiritual berupaya melindungi diri saat melakukan kebaikan dalam rangka pengabdian untuk
dari urusan dengan manusia (al-Qusyairi, 2006: 243). Tuhan (Al-Makkī, 1/244).
Di samping maqan ikhlas, maqam zuhud juga salah Orang yang mendekatkan diri pada Tuhan akan
satu bentuk aktualisasi ketauhidan. Seorang yang ada di menjauh dari kesenangan duniawi dan orang yang
maqam zuhud berupaya meninggalkan segala hal selain menjauh dari Tuhan kan mendekat pada dunia. Kezuhudan
Allah. Seorang zahid menjadikan semua harapan, dan kecintaan pada Tuhan (mahabbah) adalah komitmen
keinginan, dan tujuan hanya Allah semata. Segala untuk tidak lagi peduli pada selain Allah (ma siwa Allah).
kanikmatan dan fasilitas duniawi seharusnya Al-Makkī mengutip riwayat yang mengemukakan wahyu
digunakansebagai alat untuk mengabdi kepada Allah. Allah, "Pahitkanlah dunia bagi para kekasih-Ku, maka
Dalam tafsirnya al-Jilani (2009: 2/438) memaknai kata mereka hanya akan menginginkan-Ku (Al-Makkī, 2007:
zuhud sebagai ketidaktertarikan terhadap kenikmatan 489).
duniawi. Seorang yang ada di maqam zuhud (zahid) tidak Dalam sebuah riwayat Rasulullah saw. membenarkan
membutuhkan dunia atau segala sesuatu selain Allah. sebuah ungkapan yang menyatakan batilnya segala

156 157
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani

sesuatu selain Allah (al-Bukhārī, 1987: 5/53; Muslim,t.th: menikmati kesendirian untuk bertahajud. Kelima, tidak
7/49; aṭ-Ṭabari, t.th: 2/656). Segala sesuatu selain Allah menyesal meski kehilangan sesuatu, namun menyesal
adalah apa saja yang dinikmati saat ini, sebelum kematian. tatkala melewatkan waktu berdzikir kepada Allah.
Sementara, segala sesuatu yang datang setelah kematian Keenam, tidak merasa berat dalam menjalani perintah-
bukan termasuk dunia. Orang yang melakukan sesuatu perintah Allah. Ketujuh, bersikap lembut kepada hamba-
untuk mendapatkan pujian, berarti ia cinta dunia. Namun hamba Allah dan bersikap keras pada musuh-musuh Allah.
jika ia berharap balasan setelah kematian bukan termasuk Kedelapan, merasa takut dan harap dalam cinta Allah.
dunia. Untuk itu, maka tujuan untuk mendapatkan Kesembilan, tidak menampakkan cintanya, dalam
kebahagiaan nanti di hari akhir, sama dengan melakukan pengagungan, pemuliaan dan penghormatan kepada-Nya.
kabaikan untuk Allah, karena sesuai dengan apa yang Kesepuluh, tidak mengharap apapun dari makhluk-Nya.
diperintahkan Allah.
E. Menerima Taqdir Apa Adanya
Abd al-Qadir Isa dalam Ḥaqā’iq at-Taṣawwuf (2006:
295-298), mengemukakan tanda cinta seorang hamba Beriman kepada Taqdir Allah bukan berarti hanya
pada Allah: Pertama, merasa senang bertemu kekasihnya percaya pada taqdir-Nya. Karena kepercayaan terhadap
(Allah) sehingga tidak ada perasaan takut pada kematian; taqdir semata tidak memiliki manfaat apapun. Seorang
Kedua, lebih mengutamakan segala apa yang dicintai Allah hamba yang beriman kepada taqdir harus menerima
daripada apa yang ia cintai. Porangyang demikian akan ketentuan yang telah ditetapkan dan dikehendaki oleh
lebih mendahulukan ketaan dan ibadah kepada Allah Allah.
daripada melampiaskan kesenangan duniawi. Ketiga, Uraian pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa
memperbanyak dzikir. Orang yang mencintai Allah akan pada dasarnya maqam sabar, syukur, qanaah, tawakkal dan
selalu mengingat-Nya. Hati dan lisannya tidak pernah ridla adalah aktualisasi dari penerimaan diri terhadap
lepas dari mengingat-Nya. Keempat, berkhalwat untuk taqdir Allah swt. Seorang hamba yang ingin dekat dengan
munājat kepada Allah dan membaca kitab-Nya. Selalu Allah dan menuju kepadan-Nya harus nyaman dengan

158 159
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani

ketentuan dan kehendah Allah dan menerima dengan yang diterima dan tidak berharap lebih (Al-Qusyairī
senag hati; Atas segala ketentuan dan kehendak Allah (2008: 53).
tersebut ia harus bersabar menerimanya; menyerahkan Kepribadian seorang salik yang tergambar Maqâmât
diri sepenuhnya, dan rida atas segala ketentuan-Nya; dan ahwâl di atas hamba menunjukkan bahwa mereka
Yakni dengan menjalani ketentuan Allah sesuai apa yang adalah orang-orang yang sehat secara spiritual. Dalam
diinginkan, dikehendaki dan disyariatkan-Nya. pandangan psikologi, orang sehat menyikapi kehidupan
Maqam zuhud jugaa berarti penerimaan terhadap dunia secara objektif. Kesuksesan yang diperoleh dalam
kodrat yang telah ditetapkan oleh Tuhan apa adanya; tidak bentuk apa pun dipandang sebagai konsekuensi logis dari
menginginkan apapun selain apa yang diinginkan Allah upaya yang dilakukan, sementara kegagalan yang dialami,
tidak menghendaki sesuatu pun selain apa yang dijadikan sebagai pengalaman berharga seharusnya tidak
dikehendaki Allah (Ibn Hanbal, t.th.: 145-146). Seorang perlu disesali. Kegagalan yang dialami dijadikan sebagai
salik tidak mengharap apapun selaian yang telah motivasi untuk berbuat yang lebih baik. Realitas yang ada
ditakdirkan oleh Allah SWT. Segala apa yang menjadi dan terjadi di sekeliling mereka diterima apa adanya.
ketentuan dan kehendak Allah pasti yang paling baik bagi Pengalaman baik dan buruk adalah relitas obyektif yang
dirinya. Ia sadar bahwa keinginan manusia selalu didorong harus dihadapi dengan senang hati.
oleh hasrat nafsu yang bisa mengarahkan manusia pada Ekspresi yang berbeda akan tampak pada orang yang
keburukan (QS. 53/12). Seorang salik tidak takut dan mengalami neurotis (sakit jiwa). Mereka akan berupaya
khawatir terhadap segala situasi dan kondisi yang mereka mengubah realitas diri dan lingkungan sesuai dengan apa
alami. Keimanan yang kokoh membentuk pribadi yang yang menjadi keinginannya.
tahan uji. Ujian dan cobaan bagi mereka merupakan cara
F. Fokus pada masa depan
Tuhan mengingatkan dan memberkuat kepribadiannya.
Sikap seperti ini tergambar dalam maqam qana’ah, Doktrin maqâmât dan ahwâl yang tergambar dalam
dimana mereka senantiasa merasa puas dengan rejeki uraian di atas mengandung pesan agar fokus pada masa

160 161
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani

depan. Masa depan jauh lebih penting dan lebih baik dari mendatang. Mereka dengan penuh optimis melakukan
pada masa lalu. Masa lalu hanya perlu sebagai pelajaran segala sesuatu yang terbaik demi mendapatkan
untuk kepentingan masa depan yang lebih baik. Orang- kenikmatan pada masa yang akan datang.
orang yang demikian ini hidupnya hanya tertuju pada Harapan dan impian berjangka panjang merupakan
Allah dan untuk Allah. Dunia bagi mereka hanyalah jalan watak asli manusia, yang membedakannya dengan
yang harus dilalui untuk bisa sampai pada Allah. binatang. Karena binatang hanya memikirkan kepentingan
Diantara karakter para wali Allah adalah mereka yang jangka pendek. Untuk itu, dalam pandangan psikologi,
lebih menginginkan akhirat, di antara orang-orang yang orang yang sehat memiliki motivasi jangka panjang.
lebih mendambakan dunia yang sementara. Mereka Orang-orang sehat akan berjuang dengan keras untuk
mengabaikan kenikmatan duniawi untuk menjamin meraih kesuksesan pada masa yang akan datang. (Allport,
kenyamanan di masa depan (ukhrawi) yang lebih kekal 1955: 51).
dan abadi (Ibn Hanbal, t.th: 100-101, Abu Nu'aim, 1/10). Berbeda dengan pribadi yang tidak sehat atau
Kesengsaraan duniawi adalah kesenangan pada kehidupan mengalami gangguan psikologi, ia akan cenderung
ukhrawi (Ibn Hanbal, t.th: 145; al-Makki, 1/256). kehilangan semangat karena lemahnya motif-motif jangka
Seseorang tidak bisa mengisi hatinya dengan cinta dunia panjang tersebut. Orang-orang yang jiwanya sakit hanya
dan dambaan terhadap akhirat sekligus. Karena adunia akan memntingkan kepentingan-kepentingan sesaat.
dan akhirat adalah dua hal yang saling bertentangan, Tanpa peduli terhadap apa yang akan terjadi pada masa
bagaiman air dan api yang tidak mungkin dijadikan satu yang akan datang. Pribadi yang demikian tidak memiliki
(Ibn Abi Dunya, t.th: 2/24). kekuatan untuk meraih apa yang diinginkan (Schultz,
Seorang sâlik yang ada dalam maqam mahabbah 1993: 21).
senantiasa rindu untuk dapat diterima disisi Allah dan Menurut Allport (1961: 250), orang yang sehat adalah
bertemu dengan-Nya di akhirat. Demikian pula orang yang orang yang matang. Mereka selalu terdorong maju ke
raja’, hanya akan mendambakan kenikmatan di masa depan oleh visi ke depan yang mendorong terintegrasinya

162 163
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani

seluruh potensi diri untuk meraih apa yang menjadi Menurut Al-Gazali ( t.th: 3/200), manusia pada
tujuannya. umumnya telah banyak tertipu oleh hiruk pikuk duniawi
Doktrin maqâmât dan ahwâl menyiratkan pesan dan yang menjadikan mereka lalai. Kenikmatan duniawi yang
dorongan untuk fokus pada kehidupan jangka pandang ke telah banyak menyisakan kehampaan tidak banyak
depan, karena hari esok lebih baik dari hari ini. Karena dijadikan pelajaran, betapa kenikmatan duniawi hanya
dorongan itulah maka mereka melakukan upaya yang nisbi. Sementara harapan jangka panjang justru lebih
sungguh-sungguh (mujāhadah) untuk meraih kesuksesan menjanjikan kebahagiaan yang hakiki.
di masa mendatang dan untuk tujuan-tujuan jangka Doktrin maqamat dan ahwal mengajarkan umat
panjang. Kecenderungan seperti didasarkan pada dalil al- manusia agar memeiliki mental menjadi sehat dan
Qur’an, yang antara lain mengajarkan bahwa kanikmatan berkualitas. Orang yang sehat akan bisa mengambil
dunia itu sedikit dibandingkan dengan kenikmatan hari akhir pelajaran atas apa yang dialami dan disaksikan. Mereka
(QS. At-Taubah: 38); Hari akhir lebih baik dan lebih kekal (QS. dengan penuh kerelaan menerima apapun yang
Al-A‘la: 17); hari esok lebih baik dari hari ini (QS. Adl-Dluḥā: 4). ditakdirkan oleh Tuhan. Secara psikologis, manusia sehat
Berdasarkan hasil penelitian psikolog terhadap orang- memiliki kualitas utama yakni peneriman diri dan orang
orang yang dianggap sukses dan memiliki kesehatan prima lain, serta sabar dalam menghadapi kegagalan dan
secara spiritual tidak selalu hidup dalam kenyamanan. kekecewaan. Mereka menerima segala sisi dalaam diri
Mereka bahkan hudup penuh penderitaan dan perjuangan mereka baik berupa kelemahan dan kekurangan.
untuk membela kebenaran dan kemanusiaan. Tokoh-tokoh Selanjutnya, dengan segala upaya (mujahadah)
suci seperti para nabi dan rasul, Sidharta Gautama, dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi dengan penuh
lainnya, hidup penuh penderitaan. Mereka berjuang optimisme menatap masa depan yang lebih baik dan
melawan kejahatan dan penindasan dan kesewenang- hakiki. Orang yang sehat mentalnya tidak terdera rasa
wenangan oleh para penguasa dan kau kaya terhadap benci, kecewa, dendam dan marah yang secara psikologis
kelompok-kelompok miskin dan tertindas. dapat merusak mental mereka.

164 165
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani

Penerimaan terhadap realitas menjadikan orang-


orang sehat memiliki kecerdasan dan objektifitas tinggi.
Dengan kecerdasan dan objektifitasnya, mereka dengan
mudah dapat menyelesaikan problem yang dihadapi dan
secara kretif merencanakan program jangka panjang dan
meleksanakannya dengan penuh optimisme. Harapan dan
optimisme inilah yang membimbing mereka untuk secara
bersinergis meraih cita-cita jangka panjang yang mereka
harapkan.
Kondisi ini berlawanan dengan orang yang mengalami
gangguan jiwa yang dicirikan harapan-harapan dan
keinginan-keinginan instan yang berjangka pendek.
Mereka tidak mempu mengaktualkan potensi
kemanusiaan mereka secara maksimal. Pada umumnya
mereka tidak memiliki target-target jangka panjang,
kecuali hanya memenuhi keinginan sesaat atau yang dalam
istilah tasawuf disebut sebagai nafsu duniawi.

166
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani

ketaatannya dalam beribadah dan ketulusannya dalam


beramal. Meskipun beliau adalah sosok sufi namun sangat
ketat dalam menjalankan syari’at (fiqih); 2) Perpaduan
antara latar belakang sufi dan mu’tazilah berpengaruh
pada cara beliau menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang
cenderung mengedepankan perasaan namun sangat
rasional dan kontekstual; 3) Beliau banyak berguru pada
para ulama yang berbeda madzhab dan aliran teologi. Hal
ini berpengaruh pada moderasinya dalam sikap dan
pemikiran. Beliau sangat toleran dalam beragama,
meskipun tetap konsisten dan ketat dalam menjalankan
BAB 5 syari’at. Pemikirannya yang moderat membuatnya bisa
PENUTUP diterima oleh jamaah dengan beragam latarbelakang
madzhab dan aliran teologi. Bahkan para pengikutnya

A. Kesimpulan justru banyak yang bermadzhab Syafi’i dan beraliran


teologi Asy’ari.
Dari uraian yang telah dikemukakan sebelumnya dapat
Kedua, Dalam menafsirkan cenderung rasional dan
disimpulkan:
mengedepankan dzauq, tanpa memperhatikan kaidah-
Pertama, ada beberapa faktor yang mempengaruhi al-
kaidah kebahasaan maupun ilmu tafsir. Penafsirannya
Jailani dalam menafsirkan ayat-ayat maqâmât dan ahwâl.
tidak jauh dengan penafsiran para sufi pada umumnya,
1) latar belakang keluarga yang membasarkan beliau baik
hanya saja ia lebih rasional dan kotekstual, sehingga
secara biologis maupun psikologis. Ia lahir dan
meskipun menafsirkan kata yang sama, namun dalam
berkembang dalam lingkungan keluarga sufi yang
konteks ayat yang berbeda ia menafsirkannya dengan
bermadzhab Hanbali. Hal ini berpengaruh pada

167 168
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani

penafsiran yang berbeda. Ketika menafsirkan kalimat atau dalam mendekatkan diri kepada Allah atau bertemu
ayat tertentu, beliau kadangkala cenderung bercorak dengan-Nya (lqâ’illah). Untuk bisa mendekat dan bertemu
isyari. Oleh karenanya, maka hasil penafsirannya bisa jadi dengan Tuhan seorang hamba harus mampu membuka
sangat berbeda dengan ahli tafsir pada umumnya. Dalam hijab yang menghalangi hubungannya Allah. 2. Laku
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, hamper tidak pernah spiritual yang tergambar dalam maqâmât dan ahwal
merujuk atau mengutip pendapat ulama ahli tafsir ataupun merupakan ekspresi dari komitmen untuk senantiasa ada
tasawuf. Hanya saja, kadangkala untuk memperkuat di jalan Allah; menjaga diri agar selalu baik dalam
penafsirannya, kadangkala beliau mengutip hadis nabi berperilaku. Untuk itu, maka perlu upaya pengendalian
atau ayat al-Qur’an yang lain. Meskipun yang demikian ini hati, pikiran, ucapan dan tindakannya agar senantiasa ada
tergolong sangat jarang. Bahkan uraian tentang asbab an- dalam kebaikan; 3. Untuk menjaga komitmen dalam
nuzul juga hampir tidak pernah dikemukakan. Oleh kebaikan maka ia harus dapat mensyukuri nikmat yang
karenanya, maka hasil penafsiran beliau, sebagian Allah berikan. Bersyukur artinya berterima kasih atas
besarnya sangat berbeda dengan penafsiran ayat yang ada kenikmatan yang diterima dan menggunakan kenikmatan
dalam kitab tafsir pada umumnya. Namun, dalam tersebut untuk kebaikan sesuai dengan kebaikan
menafsirkan ayat-ayat sufistik, semisal ayat maqamat dan fungsinya; 5. maqâmat dan ahwâl adalah merupakan
ahwal uraian beliau tidah jauh berbeda dengan uraian aktualisasi dari ketauhidan. Karena hanya Allah satu-
para ahli tasawuf. Namun bisa dikatakan bahwa beliau satunya dzat yang disembah, maka segala sasuatu yang
lebih dekat dengan para sufi heterodok, semisal Ibnu dilakukan adalah semata hanya untuk Allah dan kerena
Arabia atau Abi Yazid al-Bistami. Allah.; 6) maqam sabar, syukur, qanaah, tawakkal dan rida
Ketiga, pesan-pesan yang dapat diambil dari adalah aktualisasi dari penerimaan diri terhadap taqdir
penafsiran al-Jailani terhadap ayat-ayat maqamat dan Allah swt. Seorang hamba yang ingin dekat dengan Allah
ahwal antara lain adalah: 1) Maqâmât dan ahwâl pada dan bertemu denga-Nya harus nyaman dengan ketentuan
dasarnya adalah jalan yang dilalui oleh seorang hamba dan kehendah Allah, serta menerima dengan senang hati

169 170
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani

apa pun yang terjadi pada diri dan lingkungannya; Atas maqâmât dan ahwâl dikaji , kecuali hanya beberapa yang
segala ketentuan dan kehendak Allah tersebut ia harus dijadikan contoh.
bersabar menerimanya; menyerahkan diri sepenuhnya, Untuk itu masih terbuka banyak kemungkinan untuk
dan rida atas segala ketentuan-Nya; 7. Doktrin maqâmât penelitian lebih lanjut terhadap tafsir al-Jilani, mengingat
dan ahwâl yang tergambar dalam uraian di atas keunikan tafsir ini, khususnya kedekatannya dengan corak
mengandung pesan agar fokus pada masa depan. Masa tafsir isyari. Pendekatan beliau yang bersifat dzauqi bisa
depan jauh lebih penting dan lebih baik dari pada masa dijadikaan bahan penelitian lebih lanjut terkait dengan
lalu. Masa lalu hanya perlu sebagai pelajaran untuk tema-tema lain yang lebih bervariasi.
kepentingan masa depan yang lebih baik. Orang-orang
yang demikian ini hidupnya hanya tertuju pada Allah dan
untuk Allah. Dunia bagi mereka hanyalah jalan yang harus
dilalui untuk bisa sampai pada Allah. Kenikmatan duniawi
hanyalah nisbi sementara kenikmatan akhirat bersifat
hakiki dan abadi.

B. Keterbatasan Studi
Meskipun menelitian ini merupakan kajian terhadap
Tafsir al-Jilani, namun tidak menjangkau keseluruhan ayat-
ayat yang ditafsirkannya. Secara spesifik penelitian ini
hanya mengkaji penafsiran Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
terhadap ayat-ayat tentang maqâmât dan ahwâl dalam
Tafsir al-Jilani. Meski demikian tidak semua ayat tentang

171 172
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani

Breaten, Card, 1966, History of Hermeneutic, Philadelphia:


DAFTAR PUSTAKA
From Press.

‘Abdul Bāqī, Muḥammad Fu'ād, t.th., Al-Mu‘jam al- aż-Żahabī, Muḥammad Ḥusain, 1989, Isra’iliyat dalam
Tafsir dan Hadis, terj. Drs. Didin Hafidhuddin,
Mufahras li Alfāẓ al-Qurān al-Karīm, Indonesia:
Maktabah Dahlān. Jakarta: Litera AntarNusa.
--------------, at-Tafsīr wa al-Mufassirūn, Beirut: Dārul-Fikr,
‘Afīfī, Abū al-A'lā, 1963, At-Taṣawwufat-Taurah ar-
Rūhiyyah Fi al-Islām, Iskandariyah: Dārul- 1991.
Ma‘ārif Al-Faiḍ, Abū, Jamharāt al-Auliyā' wa A’lāmu Ahl aṭ-
‘Alī ibn Aḥmad al-Wāhidī, Abū Ḥusain, 1991, Asbāb an- Ṭaṣawwuf, Kairo: Mu'assasah al-Ḥalābī
Nuzūl al-Qur’ān, Beirut: Dārul-Fikr. Gadamer, Hans Georg, 1975, Trust and Method, New York:
The Seabury Press.
Amstrong, Amatullah, 1996, Khazanah Istilah Sufi, Kunci
Memahami Istilah Tasawuf, terj. MS. Nsrullah & ----------------, tt. Iḥyā’ ‘Ulūmud-Dīn, Indonesia: Dārul- Iḥyā’
Ahmad Baiquni, Bandung: Mizan.
----------------, 2007, Minhāj al-‘Ābidīn, terj. Mochtar Zoerni
Allport, Gordon W., 1955, Becoming: Basic Considerations & Abul Barakat Muhamad Ali, Bandung: Irsyad
for A Psychology of Personality, New Haven: Batus Salam
Yale University Press
----------------, tt. Mukāsyafat al-Qulūb al-Muqarrib ilā
-----------------, 1950, The Individual and His Religion: A hadlrat Allah al-Ghuyūb, Kairo: Maṭba'ah
Psychological Interpretation, new York: Muḥammad ‘Ātif
Macmillan
Ḥasan, ‘Abd al-Ḥakīm, 1954, aṭ-Ṭaṣawwuf Fī Syi'r al-‘Arabī,
Baihaqī, MIF, 2008, Psikologi Pertumbuhan, Bandung: Mesir: Al-Anjāl al-Miṣhriyyah
Remaja Rosdakarya
Ḥifnī, ‘Abd al-Mun‘im, t.t. Mu'jam Musṭalahāt aṣ-Ṣūfiyyah,
Basyūnī, Ibrāhīm, tt. Nasy'at aṭ-Ṭaṣawwuf al-Islāmī, Beirut: Dārul-Masīrah
Makkah: Dārul-Ma‘ārif
Al-Ḥujwīrī, ‘Ali bin ‘Uṡmān al-Jullābī, t. th., Kasyf al-Maḥjūb,
Bertens, Kees, 1981, Filsafat Barat dalam Abad XX, Jilid I, Beirut: Dārun- Nahḍah al-‘Arabī.
Jakarta: Gramedia.
Ibn Ḥanbal, Abū ‘Abdullāh Aḥmad ibn Muḥammad asy-
Bleicher, Josef, Contemporery Hermeneutics, London: Syaibanī, 1988, Az-Zuhd, Beirut: Dārul-Kitāb al-
Routledge & Kegan Paul, 1980) ‘Arabī.

172 173
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani

Ibn al-Jawzī, Abū al-Farrāj ‘Abd Rahmān ibn 'Alī, 1976, al- Al-Makkī, Abū Ṭālib, 1958, Muḥammad Ibn ‘Alī, Qūt al-
Ażkiyā'. Ed. Usāma ar-Rifa‘i, Damascus: Qulūb Fī Mu‘āmalāt al-Maḥbūb, ed. Mujtaba
Maktabah al-Gazālī Minowi, Wiesbaden, Frans Steiner.
Al-Munajjid, Muḥammad bin Ṣalih, 2006, Silsilah A‘māl al- Maslow, Abraham H., 1971, The farther Reaches of human
Qulūb, terj. Bahrun Abu bakar Ihzan Zubaidi, Nature, New York: Viking
Bandung: Irsyad Baitus Salam
-----------------, 1970, Motivation and Personality, 2d ed.,
Al-Iṣbānī, Abū Nu‘aim, 1938, Aḥmad ibn ‘Abdullāh, Ḥilyat New York: Harper
al-Auliyā' wa Ṭabaqāt al-Asyfiyā', Kairo:
-----------------, 1964, Religions, Values and Peak-Experience,
Maṭba’ah as-Sa‘ādah.
new Yor: Viking
Isa Abdul Qadir, 2006, Hakekat Tasawuf, terj. Khairul Amru
Muhammad, Hasyim, 2002, Dialog antara Tasawuf dan
Harahab & Afrizal Lubis, Jakarta: Qisthi Press
Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Al-Jīlānī, ‘Abd al-Qādir, 1968, Fath ar-Rabbānī wa al-faiḍ
Nasr, Sayyed Husein, 1980, Living Sufism, London: Unwin
ar-Rahmānī, Mesir: Musṭafā Bāb al-Ḥalabī
Paperbacks.
-----------------, 2009. Tafsir al-Jilani (Jilid 1 s/d 6), tahqiq:
Qarḍāwī, Yūsuf, 1996, Tawakal, terj. Kathur Sukardi,
Muhammad Fadhil Jaelani al-Hasani, Istambul
Jakarta: Pustaka al-Kautsar
Turki: al-Markaz Jilani li al-Buhuts al-Ilmiyah
Al-Qusyairī, ‘Abd al-Karīm al-Ḥawāzin, 2008., ar-Risālah al-
-----------------, t.th. Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haq, Beirut:
Qusyairiyah, Beirut: Dārul-Khair.
Dar al-Fikr
Schultz, Duane, 1993, Psikologi Pertumbuhan: Model-model
-----------------, 1997, Rahasia Sufi,terj. Abdul Madjid Hj
Kepribadian Sehat, Yogyakarta: Kanisius
Khatib, Yogyakarta: Pustaka Sufi
Shihab, Quraish, 2001, Tafsir al-Mishbah, Jakarta: Lentera
-----------------, t.th, Futûh al-Ghaib, Mesir: Musthafa al-Bab
Hati.
al-Halabi
Sumaryono, 1996, Hermeneutika, Yogyakarta: Kanisius
al-Jauzī, Ibn Qayyim, t. th., Madārij as-Sālikīn baina Manāzil
Iyyāka Na‘budu wa Iyyāka Nasta‘īn, Beirut: Aṭ-Ṭūsī, Abū Nashr as-Sarrāj, 2002, Al-Lumā', terj.
Dārul-Kutub al-‘Ilmiyah. Wasmukan & Samson Rahman, Surabaya:
Risalah Gusti
Machasin, "Sumbangan Hermeneutika untuk Tafsir",
Gerbang, no. 14. vol. V, 2003.

174 175

Anda mungkin juga menyukai