iii iv
subastantif mengandung beberapa pesan: 1) membuka
hijab yang menghalangi hubungannya Allah. 2. komitmen
ABSTRAK
untuk senantiasa ada di jalan Allah; 3. Menggunakan
nikmat secara baik dan fungsional; 5. aktualisasi dari
Al-Jilani merupakan ulama yang sangat popular
ketauhidan.; 6) aktualisasi dari penerimaan diri terhadap
dikalangan umat Islam Indonesia. Beliau dikenal sebagai wali
taqdir Allah swt. 7. fokus pada masa depan yang lebih
Allah yang memiliki banyak karamah. Hanya saja tidak
banyak orang tahu tentang ajaran tasawufnya, khususnya penting dan hakiki.
pemahaman beliau terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi
rujukan ajaran tasawufnya. Penelitian ini secara lebih khusus
bermaksud mengkaji beberapa hal terkait penafsiran beliau
terhadap ayat-ayat yang bertemakan maqâmât dan ahwâl
dalam tafsirnya.
Secara lebih khusus penelitian ini akan mengkaji latar
belakang penafsirannya;Bagaimana beliau menafsirkannya?
Dan pesan-pesan apa yang secara subestantif dapat dipahami
dari penafsirannya? Untuk itu, penelitian ini menggunakan
pendakatan hermeneutika produktif untuk dapat lebih
diaktualisasikan dalam konteks kekinian.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:Pertama,
peafsiran beliau banyak dipengaruhi olehtradisi sufi dalam
keluarga beliau, pendidikan beliau dan kondisi sosio politik
yang sedang terjadi pada saat itu. Khususnya, posisi sebagai
penganut madzhab dan aliran teologi yang minoritas. Keadaan
ini menjadikan beliau memiliki pemahanam yang lebih
terbuka dan bersifat moderat.
Kedua, Dalam menafsirkan ayat-ayat cenderung
rasional dan mengedepankan dzauq, tanpa
memperhatikan kaidah-kaidah kebahasaan maupun ilmu
tafsir. Penafsirannya tidak jauh dengan penafsiran para
sufi pada umumnya, hanya saja ia lebih rasional dan
kotekstual, sehingga meskipun menafsirkan kata yang
sama, namun dalam konteks ayat yang berbeda ia
menafsirkannya dengan penafsiran yang berbeda. Ketiga,
Sebagai jalan menuju Allah maqamat dan ahwal secara
v vi
C. Pendidikan # 71
D. Latar Belakang Sosial Politik # 75
E. Karya-karya al-Jilani # 78
DAFTAR ISI
F. Tentang Tafsir al-Jilani # 81
vii viii
ix
Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
1 2
Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
manaqib, tidak ada tuntunannya baik dalam al-Qur’an Untuk itu, maka perlu adanya upaya-upaya akademis
maupun sunnah rasul. yang dilakukan untuk mempromosikan dan menjadikan
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam sejarahnya karya-karya dan ajaran-ajaran luhur beliau tersebut
banyak perilaku para penganut tasawuf yang terlampau dipahami, khususnya bagi para pengagum dan pengikut
jauh menyimpang dari apa yang diajarkan oleh al-Qur’an beliau dan umumnya bagi seluruh umat Islam. Argumen-
dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Penyimpangan argumen sosiologis dan psikologis yang melatarbelakangi
tersebut bisa jadi disebabkan oleh kebodohan sebagian doktrin tasawuf dan penafsiran Syaikh Abdul Qadir al-
penganut sufi, atau bisa jadi karena pengaruh kondisi Jilani terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi dasar
sosial dan budaya atau situasi politik yang terjadi di ajarannya juga penting dikaji untuk mengetahui
masanya. Untuk itu maka diperlukan penjelasan dan substansinya. Dengan demikian, maka ajaran dan
pemahaman tentang ajaran tasawuf baik pada para penafsiran beliau tidak hanya dimengerti dalam konteks
penganut ajaran sufi maupun kepada para pemerhatinya. zamannya tetapi juga dapat diaplikasikan dan menjawab
Penjelasan dan pemahaman tersebut akan lebih problem-problem kekinian.
menguatkan jika didukung dengan dalil-dalil naqli baik
B. Rumusan Masalah
dari al-Qur’an maupun As-Sunnah.
Kondisi ini tentu sangat disayangkan, karena Syaikh Fokus kajian dalam penelitian ini adalah penafsiran
Abdul Qadir al-Jilani adalah seorang ulama tasawuf besar Syaikh Abdul Qadir al-Jilani terhadap ayat-ayat maqâmât
yang memiliki banyak karya tertulis berisi ajaran-ajaran dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani. Adapun pokok masalah
luhur yang amat bernilai, baik yang berhubungan dengan yang akan dikaji adalah:
ilmu fiqih, tasawuf, bahkan tafsir al-Qur’an. Karya-karya 1. Faktor apa saja yang mempengaruhi penafsiran al-
tersebut merupakan tuntunan luhur yang diajarkan untuk Jilani?
menjawab persoalan-persoalan sosial dan keagamaan 2. Bagaimana penafsiran maqâmât dan ahwâl dalam
yang dihadapi oleh umat Islam pada masanya. tafsir al-Jilani?
3 4
Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
3. Bagaimana pesan-pesan maqâmât dan ahwâl dan sumber ajaran tasawuf khususnya dari al-Qur’an.
dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan? Di samping itu, hasil penelitian ini juga bisa
memberikan pemahaman kepada para pembaca dan
C. Pembatasan Masalah
umat Islam pada umumnya tentang sumber ajaran
Penelitian ini secara spesifik mengkaji penafsiran tasawuf. Dengan demikian akan dapat menghindari
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani terhadap ayat-ayat tentang kesalahpahaman diantara umat Islam terhadap ajaran
maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani. Ayat-ayat Tasawuf.
dimaksud adalah yang banyak dijadikan rujukan oleh
E. Kajian Pustaka
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani dalam menjelaskan konsep
ahwal dan maqamat. Selanjutnya, penelitian ini juga akan Ada banyak karya yang mengungkap pemikiran dan
menelaah lebih jauh faktor-faktor yang melatarbelakangi ajaran tasawuf Syaikh Abdul Qadir al-Jilani. Di antara
penafsirannya untuk dapat dipahami dalam konteks karya tersebut antara lain: Pertama, Fath al-Rabbani. Buku
kekinian. ini merupakan kumpulan khutbah dan pengajian al-Jilani
yang disampaikan di berbagai majlis dalam kurun waktu
D. Signifikansi Penelitian
antara tahun 545 H. hingga 546 H. Buku ini berisi petunjuk
1. Secara akademis penelitian ini akan bermanfaat dan pesan-pesan beliau terhadap jamaahnya untuk
untuk mengkonstruksi konsep maqâmât dan ahwâl berpegang teguh pada syariat agama Allah.
berdasarkan pada pemahaman dan penafsiran Syaikh Kedua, manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jilani:
Abdul Qadir al-Jilani terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Perjalanan Spiritual Sulthanul Auliya, karya Habib
Dengan demikian akan dapat memperkaya khazanah Abdullah al-Kaaf yang merupakan terjemah yang hasil
pengembangan ilmu tasawuf dan tafsir. saduran dari kitab al-Lujainid Dani, karya Syaikh Ja’far al-
2. Secara praktis penelitian ini dapat menjadi rujukan Barzanji dan tiga kitab karya Syaikh Abdul Qadir al-Jilani,
bagi para pengkaji tasawuf dalam memahami doktrin yakni al-Ghinyah; Sirrul Asrar; dan Rijalul Fikr. Buku ini
5 6
Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
secara lebih rinci mengemukakan sejarah dan ajaran Kedua, Penelitian Muhammad Ma’ruf, Konsep Dzikir
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani baik yang berhubungan Syaikh Abdul Qadir al-Jilani. Penelitian ini secara spesifik
dengan ilmu tauhid, ilmu Fiqh maupun tasawuf. mengkaji kitab Sir al-Asrar karya Syaikh Abdul Qadir al-
Buku Menyatu diri dengan Ilahi: Makrifat Ruhani Jilani. Dalam penelitian ini dikemukakan bahwa menurut
Syaikh Abdul Qadir Jailani karya KH. Muhammad Sholihin. al-Jilani, dzikir merupakan jalan menuju ma’rifatullah.
Tulisan ini mengupas riwayat dan Karamah Syaikh Abdul Dijelaskan pula bahwa ada empat kategori dzikir, yakni
Qadir al-Jilani serta Tarekat Sufi yang diajarkannya. Buku dzikir jahri, dzikir qalbi, dzikir khafi, dan dzikir khafi al-
ini juga mengungkap keteladanan al-Jilani baik dalam Akhfa. Segala bentuk amalan dzikir yang dikemukkan oleh
beribadah kepada Allah maupun dalam kehidupan sosial al-Jilani tersebut merupakan jalan untuk mendekatkan diri
kemasyarakatan. Di samping itu lebih jauh buku ini kepada Allah yang berefek pada ketenteraman dan
menjelaskan konsep al-Jilani terkait hubungan antara kedamaian hati orang-orang yang mengamalkannya.
ajaran syariat, tasawuf dan hubungan sosial Ketiga, penelitian Baduwan, Konsep Teologi Syaikh
kemasyarakatan. Abdul Qadir al-Jilani. Penelitian ini mengurai secara global
Di samping karya dalam bentuk buku, terdapat pula konsep ketuhanan (tauhid) menurut ajalan Ahli sunnah
beragam karya penelitian. Antara lain penelitian Anisul wal Jamaah. Menurut al-Jilani Tauhid terbagi atas tauhid
Fuad, Konsep Ma’rifat Syaikh Abdul Qadir al-Jilani. rububiyah, tauhid uluhiyah, tauhid asma ilahiyah dan dan
Penelitian ini fokus pada konsep ma’rifat al-Jilani dalam tauhid ilahiyah.
kitab Fath al-Rabbani karya Syaikh Abdul Qadir al-Jilani. Meskipun dalam karya buku maupun penelitian
Dalam penelitian ini dikemukakan, bahwa untuk meraih tersebut dikemukakan bahwa ajaran tasawuf Syaikh Abdul
ma’rifatullah seorang salik harus melalui fase-fase tertentu Qadir al-Jilani adalah didasarkan pada al-Qur’an dan al-
yang puncaknya adalah ma’rifatullah. Ma’rifatullah bukan Sunnah, namun masih sedikit penelitian yang secara
sekedar pengenalan sifat-sifat Allah akan tetapi juga tidak khusus mengkaji karya tafsir al-Jilani. Antara lain
mensekutukan Allah dengan makhluknya. penelitian yang dilakukan oleh Faiq Ihsan Anshori yang
7 8
Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
berjudul Hermeneutika Sufistik Tafsir Isyari Abd al-Qadir lazimnya sebuah karya tafsir, kecuali hanya menggunakan
al-Jilani. Penelitian ini mengungkap corak penafsiran rasa (dzauq). Dalam konteks ini al-Jilani lebih cenderung
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani dalam kitab Tafsir al-Jilani. menyesuaikan pemaknaan basmalah dengan tema yang
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Tafsir al-Jilani dibicarakan dalam setiap surat.
merupakan salah satu contoh tafsir yang bercorak sufistik,
F. Kerangka Teori
di mana tampak pada keseluruhan penafsiran berbeda
dengan corak-corak tafsir pada umumnya. Hampir tidak Penelitian ini secara khusus akan mendiskripsikan
ditemukan analisis linguistik maupun gramatikal terhadap penafsiran al-Jilani terhadap ayat-ayat tentang maqâmât
rangkaian ayat-ayat yang ditafsirkan. Meski demikian, dan ahwâl dalam tafsir al-Jilani. Maqamat adalah istilah
penafsiran al-Jilani tidak mengabaikan standar-standar yang digunakan oleh para sufi untuk menjelaskan tahapan-
normatif keabsaahan sebuah penafsiran, yakni tidak tahapan laku spiritual yang seharusnya dilalui oleh
menafikan normatifitas zahir ayat; tidak bertentangan seorang salik dalam rangka mensucikan diri dari kotoran
dengan syari’at; serta tidak bertentangan dengan dalil akal hati yang dapat menghalangi hubungan seorang hamba
dan syara’. Penelitian ini hanya sebatas penelitian dengan Tuhannya. Sedangkan ahwal adalah keadaan
metodologis dan tidak menjangkau isi atau pesan spiritual atau situasi kejiwaan yang dialami seseorang
tafsirnya. dalam hubungannya dengan Tuhan (Hifni, t.th.). Murtadha
Penelitian paling mutakhir dilakukan oleh Nur Muthahari mengemukakan bahwa maqamat adalah
Kholis (2013) yang mengungkap ragam penafsiran al- tahapan yang harus dilalui oleh seorang Arif untuk
Jilani terhadap Basmalah dalam setiap awal surat. mencapai derajat kearifannya (ma’rifat). Meraih derajat
Penelitian ini secara khusus mengkaji keunikan dan kearifan tanpa maqamat adalah mustahil (Muthahari,
keragaman penafsiran basmalah dalam setiap wal surat al- 2002: 67).
Qur’an Juz 30. Hasil ini semakin menegaskan bahwa al- Lebih lanjut Muthahari (2002: 68) menjelaskan
Jilani tidak menggunakan metode-metode sebagaimana perbedaan antara ma’rifat (irfan) dengan teosofi (hikmat
9 10
Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
al-Ilahi/ajaran dan pengetahuan kebatinan). Menurutnya tertera dalam teks itu sendiri (Sumaryono, 1996: 77).
pengetahuan para teosof (hakim) bersifat intelektual dan Makna teks tidak terbatas pada pesan yang dikehendaki
pasti (‘ilm al-yaqin), sedangkan pengetahun seorang arif oleh penulisnya tetapi bersifat terbuka dan mandiri.
disaksikan secara langsung dan dialami (‘ain al-yaqin). Terbuka untuk dimaknai sesuai dengan konteks
Dalam meraih pengetahuannya, seorang hakim pembacanya. Oleh karenanya, penafsiran merupakan
menggunakan perangkat akal dan bukti-bukti, sedangkan kegiatan yang bersifat produktif, bukan sekedar
seorang arif mendapatkannya dengan hati (qalb) dan reproduksi. Menafsirkan berarti memberikan makna atau
pembersihan, disiplin dan penyempurnaan jiwa. Seorang lebih tepatnya mengaktualisasikan makna yang potensial
arif memandang kesempurnaan dari pencapaian bukan dalam teks (Mahasin, 2002: 124-125; Bertens, 1981: 231).
dari pemahaman. Dengan demikian, teks tidak hanya dipahami dalam
Untuk mencapai derajat kesempurnaan tersebut konteks penulisnya, tetapi dipahami dalam konteks
seorang arif harus melalui tahapan-tahapan (maqamat) kekinian.
dan pengalaman-pengalaman (ahwal). Diantara maqâmât
G. Metode Penelitian
dan ahwâl menurut al-Jilani adalah taubat, ikhlas, khusyu’,
khauf dan raja’, sabar, ihsan, jujur (shidq) dan syukur. 1. Metode pengumpulan data
Penelitian ini secara khusus akan mengkaji term-term Penelitian ini bersifat literer murni, maka
maqâmât dan ahwâl tersebut dalam kitab Tafsir al-Jilani. penelusuran data semata-mata hanya dilakukan terhadap
Sebagai sebuah kajian terhadap teks, kerangkan sumber-sumber tertulis. Adapun sumber primer yang
teoritik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dikaji dalam penelitian ini adalah kitab Tafsir al-Jilani
teori hermeneutika subjektif. Hermeneutika produktif, karya Syaikh Abdul Qadir al-Jilani.
sebagaimana dikemukakan oleh Hans-Georg Gadamer Di samping karya Tafsir al-Jilani tersebut karya-
(1900-2002) bukan upaya mendapatkan makna objektif karya Syaikh Abdul Qadir al-Jilani lain seperti kitab Sir al-
yang dimaksud si penulis, melainkan memahami apa yang Asrar, fath ar-Rabbani dan lain-lain, serta karya-karya
11 12
Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
tokoh lain yang mengkaji kehidupan dan ajaran beliau juga rangka menemukan makna substantif yang terkandung
akan dijadikan literatur pendukung dalam penelitian ini. dalam teks. Dengan demikian, teks yang ditulis pada masa
lalu tersebut dapat dipahami dan bermanfaat dalam
2. Metode analisis data
konteks kekinian.
Setelah data-data terkumpul, proses selanjutnya
Untuk menghindari subjektivitas penafsir yang
adalah analisis data. Peneliti melakukan analisis data
terlalu dominan, maka pemahaman teks akan didukung
menggunakan Qualitative Content Analysis (Kajian Isi
dengan kajian terhadap sumber-sumber lain yang lebih
Dokumen secara kualitatif). Dengan pertimbangan bahwa
otoritatif, yakni kitab-kitab tafsir dan hadis serta
obyek penelitian ini adalah pesan-pesan berbentuk teks.
pandangan para ahli tasawuf lain terkait substansi yang
Analisis ini pada dasarnya merupakan analisis ilmiah
sedang dikaji. Dengan demikian, pemahaman yang
tentang isi pesan suatu komunikasi (Muhajir, 1998: 49).
dihasilkan lebih bisa dipertanggungjawabkan.
Dalam penelitian ini analisis isi data diperlukan dalam
proses kategorisasi dan klasifikasi terhadap ayat-ayat dan H. Sistematika Penulisan
penafsiran Syaikh Abdul Qadir al-Jilani tentang maqâmât
Laporan penelitian ini disusun berdasarkan
dan ahwâl. Dalam proses klasifikasi peneliti melakukan
sistematika berikut: Bab pertama, pendahuluan. Pada bab
pemilahan data berdasarkan kategori-kategori tertentu
ini dikemukakan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian
berdasarkan konsep maqâmât dan ahwâl dikemukakan
ini, fokus penelitian sekaligus inti masalah yang diteliti,
oleh Syaikh Abdul Qadir al-Jilani.
serta sekaligus metodologi yang digunakan. Dikemukakan
Dalam analisis data, peneliti menggunakan
juga posisi penelitian ini di antara penelitian-penelitian
pendekatan hermeneutika produktif (subjektif), yakni
sebelumnya dan kerangka teori yang digunakan.
dengan melihat motif-motif yang mungkin berpengaruh
Bab kedua, berisikan landasan teoritik yang digunakan
terhadap lahirnya teks (rekonstruksi historis), untuk
sebagai acuan dalam penelitian ini. Focus yang akan dikaji
selanjutnya dilakukan rekontekstualisasi pesan-pesan
adalah terkait konsep maqâmât dan ahwâl, maka bab ini
yang terkandung dalam teks. Langkah ini dilakukan dalam
13 14
Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqâmât dan ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
akan menjelaskan bagaimana hal tersebut dikonsepkan dan kemungkinan-kemungkinan dilakukan penelitian lebih
oleh para ahli. lenjut terkait masalah-masalah yang masih belum dikaji dan
Bab ketiga akan berbicara tentang faktor-faktor yang penting untuk diteliti lebih lanjut.
melatar belakangi penafsiran al-Jilani. Untuk itu, bab ini akan
menggali ruang lingkup perjalanan hidup al-Jilani sebagai
penulis karya tafsir ini, mulai latar belakang keluarga,
pendidikan, serta situasi sosial politik yang melingkupi
kehidupan beliau.
Bab keempat, akan menjawab permasalahan kedua
terkait penafsiran ayat-ayat maqâmât dan ahwâl dalam tafsir
al-Jilani. Dalam menjelaskan hal ini akan dikemukakan
contoh-contoh ayat yang biasa digunakan oleh para ahli
tasawuf untuk memperkuat doktrin maqâmât dan ahwâl dan
penafsiran al-Jilani terhadap ayat tersebut.
Bab kelima, mengungkap pesan-pesan substantif yang
terkandung dalam penafsiran al-Jilani terhadap ayat-ayat
maqâmât dan ahwâl, serta bagaimana pesan tersebut
dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan.
Bab keenam menutup penulisan laporan ini dengan
memberikan kesimpulan sebagai jawaban terhadap pokok-
pokok masalah yang dikaji dalam penelitian ini. Di sampng itu
akan diberikan juga penjelasan mengenai batasan penelitian
15 16
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
17 18
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
siapa yang belum sah bertobat maka tidak sah ber-inabat. sendiri, sedangkan maqâm didapat melalui perjuangan dan
Begitupun seterusnya (Al-Qusyairi, 2006: 23). upaya. Setiap orang yang memiliki maqâm, akan
Sebuah maqam merupakan kualitas kejiwaan yang menempati maqâmnya, selanjutnya orang yang
sifatnya tetap. Sehingga terdapat perbedaan terhadap memperoleh ahwâl, bebas dari kondisinya (Al-Qusyairi,
ahwâl yang bersifat sementara. Meskipun banyak para 2006: 24). Ahwâl bisa muncul pada diri seseorang pada
tokoh yang masih memperdebatkan mengenai hal ini waktu yang lama dan kadang hanya sementara. Kemudian
(Sayyed Hossein Nasr, 1980: 60-61). al-Qusyairi menambahkan dalam ahwâl terdapat keadaan-
keadaan tertentu yang sifatnya tidak menetap, jika
2. Ahwâl
keadaan ini kekal dapat memungkinkan akan naik menuju
Ahwâl merupakan jamak dari kata hâl yang artinya keadaan yang lebih tinggi dan seterusnya (Al-Qusyairi,
keadaan atau situasi kejiwaan. Pengertian secara 2006: 57).
terminology ahwâl ialah kondisi spiritual yang menguasai
B. Struktur Maqamat dan Ahwâl
kalbu. Ahwâl masuk dalam diri seseorang sebagai karunia
1. Struktur Maqamat
yang diberikan oleh Allah. Ahwâl muncul dan hilang dalam
diri seseorang tanpa melalui usaha dan perjalanan a. Taubah
tertentu. Hal ini disebabkan, ahwâl muncul dan hilang Taubat adalah perjalanan awal yang harus dilalui oleh
secara spontanitas, tiba-tiba dan tidak disengaja (Al- seorang sufi. Arti taubat dalam bahasa Arab yakni kembali.
Qusyairi, 2006: 57). Seseorang yang bertaubat maka sesungguhnya ia kembali.
Al-Qusyairi menjelaskan bahwa ahwâl adalah suatu Dengan demikian taubat adalah kembalinya dari segala
kondisi hati, yang menurut kebanyakan orang memiliki sesuatu yang tercela menurut syara’ menuju ke sesuatu
arti yang intuitif dalam hati, tanpa disengaja, dan usaha yang terpuji (Al-Qusyairi, 2006: 29). Taubat tidak hanya
lainnya. Ahwâl adalah suatu anugerah , namun maqâm sebatas melepaskan diri dari dosa, keinginan dan
ialah suatu upaya. Suatu ahwâl berasal dari Wujud itu penyesalan yang kemudian disebut dengan orang yang
19 20
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
sedang bertaubat, sehingga ia memiliki tekad yang kuat Setiap orang yang melakukan taubat ialah orang yang
untuk melakukan apa yang diperintahkan dan beruntung, yakni orang yang mengerjakan apa yang
mengikutinya. Hakikat taubat ialah kembali kepada Allah diperintahkan oleh-Nya dan meninggalkan apa yang
dengan melaksanakan apa-apa yang diperintahkan-Nya dilarang. Taubat merupakan pokok dasar Islam dan semua
dan meninggalkan apa-apa yang dilarang-Nya atau unsur Islam masuk dalam istilah taubat. Dengan demikian,
kembali dari sesuatu yang dilarang kepada sesuatu yang orang yang bertaubat maka layak menjadi kekasih Allah,
diperintahkan. Maka dari itu Allah mengaitkan sebab Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan
keberuntungan yang hakiki dengan melaksanakan apa orang-orang yang mensucikan dirinya. Allah menyukai
yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang kepada orang yang perintah-Nya dilaksanakan dan
(Ibnu al-Qayyim, 2002: 58). larangan-Nya ditinggalkan. Jika taubat disebut kembali
Taubat adalah prinsip pokok dalam kegiatan spiritual dari apa yang dibenci Allah secara lahir dan batin kepada
sufi, kunci kebahagiaan seorang murid, dan syarat sahnya apa yang dicintai Allah secara lahir dan batin, berarti di
untuk melanjutkan perjalanan menuju Allah. Allah telah dalamnya terkandung istilah islam, iman dan ihsan. Allah
mengutus para hamba-Nya yang beriman untuk memberikan kecintaan-Nya kepada orang-orang yang
melakukan taubat dalam ayat-ayat al-Quran serta bertaubat berarti mereka adalah orang-orang yang khusus
menjadikannya sebagai sebab untuk mendapatkan di sisi-Nya (Ibnu al-Qayyim, 2002: 59)..
keuntungan di dunia maupun akhirat (Isa, 2006: 200). Selanjutnya diperkuat oleh hadits Nabi yang berbunyi,
Allah berfirman: “Wahai sekalian manusia, bertobatlah kalian kepada
َﷲ َ ِ ً أَ ﱡ َ ا ْ ُ ْ ِ ُ نَ َ َ ﱠ ُ ْ ُ ْ" ِ!ُ ن
ِ َو ُ ُ ا إِ َ ﱠ Allahdan mohonlah ampunan-Nya. Sesungguhnya aku
“……….dan bertaubatlah kamu sekalian kepada bertaubat kepada-Nya dalam sehari semalam sebanyak
Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu
seratus kali.” (HR. Muslim). Meskipun Rasulullah terhindar
beruntung” (QS. An-Nuur: 31)
dari segala macam dosa dan keburukan, beliau sering
melakukan taubat dan mengulang-ulang istighfar. Hal ini
21 22
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
beliau lakukan sebagai sarana pembelajaran dan demikian taubat pada tingkatan ini berarti kembali dari
menyebarkan syariat bagi umatnya di dunia (Abdul Qadir kemaksiatan atau kejahatan menuju kebaikan. Kedua,
Isa, 2006: 201). taubah artinya kembali dari yang baik menuju ke yang
Tiga hal yang harus dipenuhi dalam taubat, yakni lebih baik. Seseorang yang bertaubah pada tingkatan ini,
penyesalan, meninggalkan dosa yang pernah dilakukan, diperintahkan untuk kembali dari perbuatan yang lebih
dan menyadari kelemahan serta ketidakberdayaan. baik menuju ke yang paling baik. Dalam dirinya muncul
Hakikat taubat ialah menyesali dosa-dosa yang pernah semangat untuk terus meningkatkan kebaikan dan
diperbuat, sadar terhadap dosa tersebut dan bertekad ketaatannya dalam hal apapun untuk menjadi lebih baik
tidak mengulanginya kembali (Ibnu al-Qayyim Jauziyah, dan taat. Ketiga, kembali dari yang paling baik menuju
2002: 40). kepada Allah. Pada tingkatan taubat ini seorang yang
Adapun kategori dalam taubat, ialah: pertama, taubat bertaubah akan melakukan yang terbaik dengan tanpa
bagi kalangan awam, yakni taubat yang paling dasar. motivasi apapun kecuali karena Allah dan untuk Allah
Seseorang yang melaksanakan taubat diharuskan (Ibnu al-Qayyim, Juz I: 203).
memenuhi persyaratan yang paling dasar, yaitu menyesali Seorang sufi tidak hanya bertaubat dari maksiat, sebab
segala kesalahan yang dilakukan dengan sepenuh hati (Al- dalam pandangannya taubat model ini adalah taubat orang
Ghazali, Juz IV: 3), dan meninggalkan kesalahan tersebut awam. Akan tetapi dia juga bertaubat dari segala sesuatu
untuk selama-lamanya. Selain itu harus disertai dengan yang menyibukkan hatinya dari Allah. Ketika ditanya
keyakinan kuat untuk tidak akan mengulangi pada tentang taubat, Dzunnun al-Mishri, seorang pemuka sufi
kesalahan yang sama (Ibnu al-Qayyim Jauziyah, Juz I: 202). berkata, “Taubat orang awam adalah taubat dari dosa.
Jika kesalahan tersebut berhubungan dengan manusia, Sementara (Abdul Qadir Isa, 2006: 201).
maka harus meminta maaf kepada yang bersangkutan.
Apabila kesalahan berhubungan dengan harta benda, ia
harus mengembalikannya (Al-Ghazali, Juz IV: 37). Dengan
23 24
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
25 26
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
melakukan wara’ serta pakaian menurut ahli tafsir ialah statusnya. Sehingga jiwa dan raganya selalu terjaga dari
kiasan dari diri seseorang. Lebih lanjut Ibnu Abbas sesuatu hal yang tidak di ridhai oleh Allah (Hasyim
menafsirkan ayat ini dengan: “Janganlah kamu busanai Muhammad, 2002: 32).
dirimu dengan kemaksiatan dan penghianatan” (Ibnu al-
Ibnu Qayyim secara rinci membagi wara’ dalam tiga
Qayyim Jauziyah, Juz I: 21).
tahapan. Yakni tahap meninggalkan kejelekan, tahap
Diperkuat dengan hadits Nabi tentang wara’, Beliau menjauhi hal-hal yang diperbolehkan namun
bersabda yang artinya: “Sebagian dari kebaikan tindakan dikhawatirkan akan jatuh pada hal yang dilarang dan
keislaman seseorang adalah bahwa ia menjauhi sesuatu tahap menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat
yang tidak berarti.” Adapun hadits lain yang artinya: membawanya kepada selain Allah (Ibnu al-Qayyim, Juz I:
“Bersikaplah wara’ dan kamu akan menjadi orang yang 21).
paling taat beribadah” (Al-Qusyairi, 2006: 109) Apa yang dilakukan seorang sufi dengan wara’ ialah
Lebih lanjut para ahli tasawuf juga membagi wara’ bahwa seorang sufi tidak memandang wujud benda atau
pada dua bagian. Yaitu wara’ yang bersifat lahiriyah yang perilaku seseorang dari bentuk kasarnya atau keindahan
berarti meninggalkan segala hal yang tidak diridhai oleh saja. Tetapi seorang sufi menilai segala bentuk baik benda,
Allah. Sedangkan wara’ batiniah berarti tidak mengisi atau sikap maupun ide atau gagasan dari nilai yang terkandung
menempatkan sesuatu di hatinya kecuali Allah (Kaylani, di dalamnya tanpa melihat bentuk fisiknya. Para sufi
1969: 32, 61). Menjadi seorang sufi yang wara’ akan selalu menjadikan nilai sebagai hal yang substansial. Sementara
menjaga kesucian jasmani ataupun rohaninya dengan kekayaan, gelar, kepangkatan, status social bagi seorang
mengendalikan semua perilaku dan aktifitas sehari- sufi bukanlah hal yang menentukan kualitas seseorang di
harinya. Seorang sufi hanya akan mengerjakan sesuatu jika mata Allah. Yang menentukan derajat seseorang adalah
sesuatu itu memiliki rmanfaat, baik bagi dirinya sendiri sejauh mana segala hal tersebut menganding nilai. Nilai
maupun bagi orang lain di sekitarnya. Seorang sufi tidak yang dapat mensucikan diri seseorang dari kotoran yang
akan pernah menggunakan sesuatu hal yang belum jelas telah menjauhkannya dari kodrat asal penciptaannya yang
27 28
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
paling sempurna disbanding makhluk lain (Hasyim Awal munculnya sejarah aliran tasawuf dalam dunia
Muhammad, 2002: 32). Islam, zuhud sudah muncul sejak awal abad kedua Hijriah.
Aliran ini muncul disebabkah oleh pola hidup mewah para
c. Zuhud
pejabat Negara pada dinasti Bani Umayyah dan Bani Abbas
Dalam pandangan tasawuf, zuhud artinya (Moh. Jalal Syarif, 1977: 73-74). Sesungguhnya zuhud
memalingkan aktifitas ruhani dari hal-hal yang bersifat dalam tasawuf hanya merupakan suatu maqâm/ tingkatan
duniawi. Zuhud dalam tradisi tasawuf merupakan maqâm yang memiliki arti memalingkan diri dari kehidupan dunia
yang paling dominan, karena pada umumnya pola hidup guna melakukan ibadah dengan tekun dan menjalankan
seorang sufi cenderung meninggalkan dunia. Lebih dari itu latihan spiritual yang dianjurkan, memerangi keinginan
tasawuf sangat identik dengan kezuhudan. Para ahli hawa nafsu, berpuasa, menyedikitkan makan dan
tasawuf telah menempatkan maqâm zuhud beriringan memperbanyak zikir (Hassan: 56).
dengan maqâm wara’ (At-Tusi, 2002: 92-94). Al-Quran telah banyak dijelaskan mengenai zuhud,
Dunia beserta segala isinya merupakan sumber yakni pengabaran tentang hinanya dunia, kefanaan dan
kemaksiatan dan keburukan yang dapat menjauhkana kita kemusnahannya yang sangat cepat, perintah untuk
dari Allah, sebab keinginan, hasrat, dan nafsu seseorang senantiasa memperhatikan kepentingan di akhirat,
berpotensi menjadikan kemewahan dan kenikmatan pengabaran mengenai kemuliaan dan keabadiannya (Ibnu
duniawi sebagai tujuan dalam hidupnya, sehingga dirinya al-Qayyim, 2002: 148). Zuhud terbagi dalam tiga tingkatan,
akan memalingkan dari Allah. Oleh sebab itu seorang sufi Pertama: zuhudnya orang awam, yaitu seseorang yang
diharuskan untuk terlebih dahulu memalingkan segala meninggalkan segala hal yang diharamkan oleh Allah.
aktifitas lahir dan batinnya dari segala hal yang bersifat Kedua, zuhudnya orang khusus, yaitu meninggalkan hal-
duniawi. Oleh karenanya segala apa yang dikerjakan dalam hal yang berlebih-lebihan dari segala hal yang di halalkan
kehidupan hanyalah dalam rangka mendekatkan diri pada oleh Allah. Ketiga, zuhudnya orang yang ma’rifat, yaitu
Allah (Hasyim Muhammad, 2002: 35).
29 30
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
ϵÎ/ ©!$# χÎ*sù 9öyz ôÏΒ (#θà)Ï Ζè? $tΒuρ 3 $]ù$ysø9Î) šZ$¨Ψ9$#
∩⊄∠⊂∪ íΟŠÎ=tæ
31 32
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
“(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang kemiskinan, dan dikumpulkan bersama orang-orang
terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak
miskin. Hadits ini menggambarkan bahwa Rasulullah saw
dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu
menyangka mereka orang Kaya karena sangat memuliakan orang fakir, yakni mereka yang tidak
memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal
membutuhkan segala urusan dunia dan hanya
mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak
meminta kepada orang secara mendesak. dan apa membutuhkan Allah semata (al-Makki, 2007: 524).
saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan
Dalil tersebut memberikan penjelasan tentang status
Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha
Mengatahui.” (QS. Al-Baqarah: 273) kehidupan dan semua apa yang ada pada manusia, baik
kebaikan maupun keburukan, hal itu merupakan ujian dan
Dalam hadits Nabi Muhammad bersabda yang artinya:
cobaan dari Allah. Tetapi kehidupan manusia akan selalu
“Orang-orang miskin akan memasuki surga lima ratus
diliputi oleh hawa nafsu jika sifatnya dominan dan tidak
tahun sebelum orang-orang kaya. (lima ratus tahun itu
terkendali maka akan memalingkannya dari Allah kepada
sama dengan setengah hari di surga) (at-Turmudzi, 1987:
kesenangan duniawi. Demikian halnya yang diupayakan
47). Selanjutnya dalam riwayat Abdullah bin Mas’ud r.a
oleh para sufi dengan menerapkan pola hidup faqr.
Nabi saw bersabda yang artinya: “Orang miskin itu
Kefakiran pada dasarnya tidak terletak pada ketiadaan
bukanlah dia yang berkeliling kesana kemari dengan
harta benda, tetapi ada pada perasaan atau kesadaran
harapan diberi orang-orang sesuap atau dua suap nasi,
seseorang. Seorang yang faqr meskipun kaya harta namun
sebutir atau dua butir kurma. “Seseorang bertanya, kalau
hatinya tidak bergantung pada kekayaan yang dimilikinya.
demikian siapa? Nabi menjawab: “Dia adalah orang-orang
Kekayaan atau kenikmatan duniawi adalah sesuatu yang
yang tidak menemukan kepuasan atas kekayaannya, dan
dapat memalingkan seseorang dari Tuhannya (Hasyim
malu minta manusia, tidak pula orang tau hal ikhwal
Muhammad, 2002: 40-41).
mereka hingga mereka bisa diberi sedekah” (Al-Qusyairi,
Kefakiran adalah kebutuhan yang mendalam
2006: 271). Dalam sebuah riwayat hadits bahwa
terhadap Allah semata. Seorang sufi hidup dalam kefakiran
Rasulullah saw suatu ketika berdoa kepada Allah agar
sebab tidak menginginkan sesuatu pun selain ridha dari
beliau dihidupkan dalam kemiskinan, dimatikan dalam
33 34
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
Allah. Mereka hanya menggantungkan kepada Allah oleh muncul desakan nafsu (al-Ghazali, Juz IV: 65). Sabar juga
sebab itulah seorang faqr tidak sempat memikirkan memiliki definisi ketundukan secara total terhadap
apapun selain Allah. Seorang sufi mengabaikan kehendak Allah (Amstrong, 1996: 256). Allah memberikan
kepentingan duniawinya karena kefakirannya hanya perintah kepada umat manusia untuk memiliki sifat sabar,
kepada Allah. Inti dari kefakiran tersebut seorang sufi dalam firman-Nya:
35 36
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
Menurut banyak pendapat para ahli hokum sabar Allah, sabar dalam menghindar dan menjauhkan diri dari
adalah wajib dan merupakan separuh dari iman. Sebab perbuatan yang dilarang oleh-Nya, serta sabar dalam
iman terdiri dari dua bagian yakni sabar dan syukur (Ibnu menghadapi atau menanggung cobaan (al-Ghazali, Juz IV:
al-Qayyim, 2002: 203). Dalam sebuah hadits disebutkan 61).
dalam sabda Rasulullah saw yang artinya: “Sungguh Pada intinya, kesabaran merupakan wujud dari
menakjubkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya semua konsistensi diri seseorang agar tetap memegang prinsip
urusannya merupakan kebaikan baginya dan yang sebelumnya. Kesabaran merupakan suatu kekuatan
demikian itu tidak dimiliki kecuali orang mukmin saja. Jika tersendiri yang membuat diri seseorang mampu bertahan
mendapat kesenangan dia bersyukur maka itu merupakan dari segala macam dorongan dan gangguan yang muncul
kebaikan baginya dan jika ditimpa pendeitaan dia sabar dari dalam maupun dari luar dirinya (Hasyim Muhammad,
maka itu merupakan kebaikan baginya.” 2002: 44).
Sabar merupakan karakter yang terdapat pada seorang
f. Tawakal
sufi sebab mereka pasti mengabaikan kepentingan dan
persoalan duniawinya. Apapun yang dialami pada diri Menurut bahasa tawakal ialah berserah diri atau
seorang sufi di dunia tidak akan mempengaruhi kondisi menyandarkan. Amin al-Kurdi memberikan batasan
dan keadaan batinnya. Semua yang terjadi padanya mengenai pengertian tawakal ialah menyibukkan diri
dianggap sebagai kehendak baik Allah, dan yang muncul dengan beribadah, mengaitkan hati dengan Tuhan dan
yaitu rasa syukur yang terjadi pada dirinya atas apa yang tenang dalam kecukupan, bersyukur apabila diberi dan
telah diperoleh (Hasyim Muhammad, 2014: 178). bersabar apabila ditolak. Selanjutnya, Dzu al-Nun al-Mishri
Menurut al-Gazali sabar merupakan upaya untuk memberikan pengertian mengenai tawakal yaitu
menghadapi dorongan hawa nafsu. Beliau juga meninggalkan kehendak hawa nafsu dan berpaling dari
membedakan sabar dalam tiga tingkatan, yakni: sabar agar potensi dan kemampuan agar seseorang tidak memandang
selalu teguh dalam melaksanakan ibadah dan perintah memiliki kekuatan kecuali karena kekuatan dari Allah (al-
37 38
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
Kurdi, tt: 477). Menurut Dr. Yusuf Qardhawi berbicara Allah, tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah’, maka
mengenai kedalaman tawakal adalah tergantung pada dikatankan kepadanya, ‘Kamu mendapat petunjuk,
pengalaman pribadi masing-masing sufi. Seorang sufi yang dilindungi dan dicukupkan. Lalu setan berjata kepada setan
telah menyerahkan sepenuhnya dirinya kepada Allah tidak lainnya, ‘Bagaimana mungkin kamu bisa memperdayai
akan ada keraguan dengan apapun yang menjadi orang yang telah mendapat petunjuk, dilindungi dan
keputusan Allah (al-Qardhawi, 1996: 36). dicukupi?” (al-Jauziyah: 2002: 189).
Diantara dalil yang menjelaskan perintah mengenai Tawakal bukan berarti bahwa seorang manusia hanya
tawakal diantaranya: diam dan menerima semua yang ada tanpa berusaha dan
“ketika dua golongan dari padamu ingin (mundur) mengaktualisasikan diri demi memperoleh kepentingan
karena takut, Padahal Allah adalah penolong bagi dan kemanfaatan bagi diri sendiri mapun orang lain.
kedua golongan itu. karena itu hendaklah kepada
Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.” (QS. Seorang sufi senantiasa berserah diri kepada Allah.
Ali Imran: 122) Tawakal pada dasarnya ialah keyakinan total dan
Dalam Ash-Shahiahin disebutkan tentang hadits tujuh kepercayaan hati terhadap Allah hingga tidak
puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab. Mereka menggantungkan diri pada apapun selain Allah, serta
adalah orang-orang yang tidak mempercayai mantra, tidak menggembalikan segala persoalan hanya kepada Allah
sundutan api, dan hanya bertawakal kepada Allah. Dalam Menurut Sahl bin ‘Abdullah tawakal bermakna
As-Sunan, diriwayatkan sebuah sabda rasulullah saw yang memutus hubungan hati kepada selain Allah, sedangkan
artinya: “Barang siapa mengucapkan (saat keluar dari ridha ialah menerima tawakal dengan kerelaan hati.
rumahnya), ‘Dengan asma Allah, aku bertawakal kepada Seseorang yang dengan sungguh-sungguh tawakal, ia
39 40
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
41 42
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
43 44
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
penyebab kesengsaraan manusia adalah tidak adanya nafsunya dan tiak sesuai dengan kepentingan pribadinya.
kepercayaan atas pilihan Allah dan kebenciannya terhadap Bentuk ridha terhadap Muhammad saw sebagai Nabi dan
apa yang telah dikehendaki Allah kepadanya” (Isa, 2006: Rasul adalah menjadikan pribadinya sebagai teladan,
262). Seorang hamba yang ridha akan terhindar dari rasa mengikuti semua petunjuknya, menghiasi dir dengan
putus asa yang timbul akibat perasaan tidak beruntung sunahnya dan mencintainya dengan melebihi semua
dan merasa terputusnya nikmat duniawinya. Allah makhluk Allah bahkan dirinya sendiri (Isa, 2006: 263-
berfirman dalam surat An-Nisa ayat 19 yang menegaskan 264).
tentang bisa jadi kalian tidak menyukai sesuatu, namun
2. Struktur Ahwâl
Allah justru menjadikannya kebaikan yang banyak.
1. Muraqabah
Ÿ≅yèøgs†uρ $\↔ø‹x© (#θèδtõ3s? βr& #|¤yèsù £èδθßϑçF÷δÌx. βÎ*sù …….4 Muraqabah dalam tradisi tasawuf ialah kondisi
45 46
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
mendengar, mengetahui segala apapun yang dilakukannya Konsistensi diri terhadap perilaku yang baik adalah
(al-Jauziyah, 2002: 166). kunci utama untuk mencapai muraqabah. Konsistensi ini
Dalam kaitannya dengan muraqabah Allah mampu dipenuhi dengan senantiasa mawas diri, dan
menegaskan beberapa dalam al-Quran. Diantaranya: menjaga dari perilaku yang tidak sesuai dengan perintah
“……... dan adalah Allah Maha mengawasi segala Al-Qusyairi menjelaskan bahwa seorang sufi bisa
sesuatu” (QS. Al-Ahzab: 52)
sampai pada ahwâl muraqabah jika ia telah sepenuhnya
∩⊇∪ â‘ρ߉÷Á9$# ‘Ï øƒéB $tΒuρ ÈãôãF{$# sπuΖÍ←!%s{ ãΝn=÷ètƒ melaksanakan perhitungan terhadap perilakunya di masa
lalu yang telah dilakukannya dan melakukan perubahan-
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat perubahan menuju perilaku yang lebih baik (al-Qusyairi,
dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Al- 2008 : 189). Pada prinsipnya perilaku beribadah
Mukminun: 19)
merupakan suatu gambaran perilaku muraqabah atau
Masih banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang mendekatkan diri kepada Allah. Oleh karenanya,
membahas mengenai muraqabah, seperti Allah mangawasi muraqabah dapat berarti sebuah kondisi kejiwaan
yang lahir maupun yang batin, mengetahui segala sesuatu, seseorang yang senantiasa merasakan kehadiran Allah
melihat, mendengar, dan Allah selalu bersama manusia di dengan menyadari bahwa Allah selalu mengawasi setiap
berbagai situasi dan keadaan. Dalam sebuah hadits, Jibril perilaku hamba-Nya. Dengan demikian, maka seseorang
disebutkan bahwa dia brtanya kepada Rasulullah saw akan selalu mawas diri dan menjaga perilakunya agar
tentang ihsan. Maka beliau menjawab, “Jika engkau tetap mencapai kesempurnaan penciptanya (Hasyim
menyembah Allah seakan engkau melihat-Nya. Jika engkau Muhammad, 2002: 47).
tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”
(Ibn Qayyim, 2002: 166).
47 48
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
49 50
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
“……….Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat itu membawa mereka untuk menyerahkan nyawa, harta,
cintanya kepada Allah” (Qs. Al-Baqarah: 165). waktu, dan semua yang mahal dan berharga di jalan yang
Rasulullah saw menganjurkan para sahabatnya untuk mereka cintai, dengan harapan mereka akan memperoleh
mencintai Allah. Sebab, dalam cinta terdapat pengaruh ridha dan cinta-Nya (Isa, 2006: 291).
yang besar dan maqam yang tinggi. Beliau juga
3. Khauf
menunjukkan kepada nikmat dan karunia Allah yang
banyak. Kemudian menjelaskan bahwa cinta mereka Kata khauf tidak jauh manknanya dengan kata wajal,
kepada Allah menuntut mereka untuk juga mencintai khassyah, rahbah, haibah, dan masih banyak yang serupa.
kekasih Allah yang mulia, sebagaimanahalnya cinta Menurut al-Qusyari definisi khauf (takut) berkaitan
mereka kepada Rasulullah saw akan mengantarkan dengan kejadian yang akan datang. Takut kepada Allah
mereka menuju cinta kepada Allah. Rasulullah saw bermakna takut terhadap hukum-hukum Allah di dunia
bersabda: maupun di akhirat (al-Qusyairi, 2006: 125). Terdapat
ﷲ ﺑ وا ﻣ و اﷲ ا berbagai macam perbedaan mengenai pengertian khauf,
“Cintailah Allah atas segala nikmat yang Dia diantaranya: khauf merupakan kegundahan hati karena
berikan kepada kalian. Dan cintailah aku dengan takut akan sesuatu. Selanjutnya, khauf merupakan upaya
cinta Allah. (HR. Tirmidzi).
hati untuk menghindar dari datangnya sesuatu dari yang
Hadits yang menceritakan tentang cinta (mahabbah) tidak disukainya.
cukup banyak dan semuanya menjelaskan tentang dan Allah berfirman dalam kaitannya dengan khauf:
keutamaan dan pengaruhnya yang sangat besar. Ketika
öΝèδθèù$y‚s? Ÿξsù …çνu!$uŠÏ9÷ρr& ß∃Èhθsƒä† ß≈sÜø‹¤±9$# ãΝä3Ï9≡sŒ $yϑ¯ΡÎ)
sahabat r.a benar-benar mengalami cinta kepada Allah dan
Rasul-Nya, mereka sampai pada puncak kesempurnaan ∩⊇∠∈∪ tÏΖÏΒ÷σ•Β ΛäΖä. βÎ) Èβθèù%s{uρ
iman, akhlak dan pengorbanan. Manisnya cinta telah
“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah
melupakan mereka akan pahitnya cobaan dan perihnya syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan
kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy),
malapetaka yang menimpa mereka. Lalu pengaruh cinta
51 52
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, At-Tirmidzi dan Ahmad meriwayatkan dari Aisyah r.a,
tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar
dia pernah berkata, “Aku pernah bertanya tentang firman
orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 175)
Allah, ”Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah
Ayat lain yang menjelaskan tentang pemberian pujian mereka berikan, dengan hati yang takut”, apakah dia itu
dan sanjungan dari Allah kepada orang-orang yang takut orang yang berzina, minum khamr dan mencuri?”. Beliau
kepada-Nya: menjawab, “Bukan wahai putrid Ash-Shiddiq, tetapi ia
tÏ%©!$#uρ ∩∈∠∪ tβθà)Ï ô±•Β ΝÍκÍh5u‘ ÏπuŠô±yz ôÏiΒ Νèδ tÏ%©!$# ¨βÎ)
orang yang berpuasa, shalat dan mengeluarkan sedekah,
sedang ia takut amalnya tidak di terima” (Ibn Qayyim,
Ÿω öΝÍκÍh5tÎ/ Οèδ tÏ%©!$#uρ ∩∈∇∪ tβθãΖÏΒ÷σムöΝÍκÍh5u‘ ÏM≈tƒ$t↔Î/ Οèδ 2002: 130).
Menurut pendapat al-Wasithi perasaan takut dan
î's#Å_uρ öΝåκæ5θè=è%¨ρ (#θs?#u !$tΒ tβθè?÷σムtÏ%©!$#uρ ∩∈∪ šχθä.Îô³ç„
harap bermakna sebagai pengendali bagi diri seseorang
’Îû tβθããÌ≈|¡ç„ y7Íׯ≈s9'ρé& ∩∉⊃∪ tβθãèÅ_≡u‘ öΝÍκÍh5u‘ 4’n<Î) öΝåκ¨Ξr& dari perbuatan yang sia-sia, sebab ia akan senantiasa
menjaga diri agar senantiasa mengerjakan sesuatu yang
∩∉⊇∪ tβθà)Î7≈y™ $oλm; öΝèδuρ ÏN≡uösƒø:$# terbaik dengan tanpa keraguan dan merasa yakin bahwa
“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati usaha yang baik akan menghasilkan kebaikan pula. Perlu
karena takut akan (azab) Tuhan mereka, dan
orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan kita ketahui bahwa Allah menguasai wujud manusia yang
mereka, dan orang-orang yang tidak paling dalam dan pada akhirnya perasaan takut dan harap
mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu
apapun), dan orang-orang yang memberikan apa itu akan musnah dengan sendirinya, sebab takut dan harap
yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, merupakan akibat dari inderawi yang bersifat manusiawi
(karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya
mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, (Hasyim Muhammad, 2002: 50-51).
mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-
kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera
memperolehnya” (QS. Al-Mukminun: 57-61)
53 54
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
Menurut al-Qusyairi, ia telah membedakan antara Terdapat tiga hal pokok dalam iman, yakni: cinta, rasa
harapan (raja’) dengan angan-angan (tamanni). Yang takut dan berharap. Mengenai harapan Allah menjelaskan
membedakan ialah raja’ sifatnya aktif dan tamanni sifatnya kembali dalam firman-Nya:
pasif. Hal ini jelas berbeda, seseorang yang menginginkan y7Ρà$©! ÏΒ $uΖÏ?#u !$uΖ−/u‘ (#θä9$s)sù É#ôγs3ø9$# ’n<Î) èπu‹÷FÏ ø9$# “uρr& øŒÎ)
sesuatu agar keinginannya terpenuhi maka akan
melakukan segala sesuatu sampai semua terpenuhi, ∩⊇⊃∪ #Y‰x©u‘ $tΡÌøΒr& ôÏΒ $oΨs9 ø⋅Äh÷yδuρ ZπtΗôqy‘
berbeda dengan orang yang hanya memiliki angan-angan. “(ingatlah) tatkala Para pemuda itu mencari
tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka
berdoa: "Wahai Tuhan Kami, berikanlah rahmat
55 56
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
kepada Kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bahwa tanda rindu ialah menyukai mati asalkan
bagi Kami petunjuk yang Lurus dalam urusan Kami
menjadikan jiwa tenang, seperti Nabi Yusuf saat
(ini)." (QS. Al-Kahfi: 10)
dimasukkan ke dalam sumur. Beliau hany aberbicara,
Selanjutnya riwayat dari shahih Muslim disebutkan “Matikanlah aku dalam keadaan berserah diri” (Ibn
bahwa dari Jabir r.a ia berkata: “Aku pernah mendengar Qayyim, 2002: 371).
Rasulullah saw bersabda: “Janganlah salah satu diantara Seorang manusia yang sedang dilanda kerinduan pada
kalian meninggal melainkan dia berbaik sangka terhadap Tuhannya maka ia akan terlepas semua hasratnya dari
Tuhannya”. Rasullullah juga bersabda: “Allah berfirman, selain Tuhannya. Dengan demikian perasaan rindu
‘Aku berada dalam persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. merupakan terbebasnya diri seseorang dari belenggu
Maka hendaklah dia membuat persangkaan kepada-Ku hawa nafsu (al-Qusyairi, 2006: 229). Allah berfirman:
uθèδuρ 4 ;NUψ «!$# Ÿ≅y_r& ¨βÎ*sù «!$# u!$s)Ï9 (#θã_ötƒ tβ%x. tΒ
menurut kehendaknya”. (Ibn Qayyim, 2002: 158-159)
Harapan (raja’) akan menjadikan seorang pada
perasaan yang optimis dalam mengerjalan segala ∩∈∪ ÞΟŠÎ=yèø9$# ßì‹Ïϑ¡¡9$#
aktifitasnya, serta menghilangkan semua keraguan yang “Barangsiapa yang mengharap Pertemuan dengan
menyertainya (Hasyim Muhammad, 2002: 52). Allah, Maka Sesungguhnya waktu (yang dijanjikan)
Allah itu, pasti datang. dan Dialah yang Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.” (al-Ankabut: 5)
5. Shauq
Definisi tentang shauq menurut Ibnu Khafif ialah Nabi Muhammad saw bersabda dalam suatu riwayat
ketenangan hati yang disebabkan oleh cinta dan keinginan hadits, “Aku memohon kepada-Mu kelezatan, memandang
untuk berjumpa serta saling mendekat. Rindu merupakan wajah-Mu dan kerinduan berjumpa dengan-Mu” (Ibn
perjalanan hati menuju kekasih dalam berbagai keadaan. Qayyim, 2002: 371).
Cinta lebih tinggi daripada rindu, hal ini dikarenakan rindu
ada karena cinta. Kadar kuat dan lemahnya rindu adalah
berasal dari cinta. Berbeda dengan pendapat Abu Utsman
57 58
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah memerintahkan Thuma’ninah merupakan ketentraman hati terhadap
kepada para hamba-Nya untuk merasakan gembira karena sesuatu, tidak merasa cemas dan gelisah. Thuma’ninah
karunia dan rahmat yang diberikan Allah. Menurut para hanya akan dijadikan Allah ke dalam hati dan jiwa orang-
ahli, yang dimaksud dengan karunia dan rahmat ialah orang yang beriman, dalam firman-Nya, “Hai jiwa yang
karunia berarti Islam dan rahmat berarti al-Quran. Allah tentram, kembalilah kepada Rabbmu”. Dalil tersebut
menjadikan para hamba-Nya sebagai orang-orang Muslim menjelaskan jiwa manusia tidak akan kembali kepada
karena karunia-Nya dan menurunkan al-Quran dengan Allah kecuali dalam keadaan thuma’ninah (al-Jauziah,
rahmat-Nya. Allah berfirman: 2002: 344). Selanjutnya definisi thuma’ninah ialah
59 60
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
keteguhan dan ketentraman hati dari semua hal yang menenangkan hati bagi siapa saja yang mendengarnya.
mempengaruhinya (Hasyim Muhammad, 2002: 54). Namum kebohongan akan hanya menimbulkan perasaan
Allah berfirman tentang thuma’ninah: ragu dan kegelisahan. Nabi Muhammad bersabda,
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati hati yang tenang karena mengingat Allah dan
mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. ketentraman seorang hamba yang takut kepada Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram.” (QS. Ar-Rad: 28) Kedua, ketentraman jiwa pada kasyf, ketentraman diri
pada batas penantian, dan keterntraman perpisahan pada
Selanjutnya dalam surat al-Fajr ayat 27-30:
pertemuan. Ketiga, ketentraman karena melihat
ZπuŠÅÊ#u‘ Å7În/u‘ 4’n<Î) ûÉëÅ_ö‘$# ∩⊄∠∪ èπ¨ΖÍ×yϑôÜßϑø9$# ߧø ¨Ζ9$# $pκçJ−ƒr'¯≈tƒ kelembutan kasih Allah, ketentraman pertemuan dengan
61 62
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
dipenuhi dengan cahaya ketuhanan (Hasyim Muhammad, mengharap menghasilkan zuhud. Zuhud menghasilkan
2002: 56). hikmah, dan hikmah mendorong untuk memandang akibat
Allah berfirman mengenai musyahadah: di kemudian hari. Menurut al-Junaid yaqin adalah
’s+ø9r& ÷ρr& ë=ù=s% …çµs9 tβ%x. yϑÏ9 3“tò2Ï%s! y7Ï9≡sŒ ’Îû ¨βÎ)
kemantapan ilmu yang tidak dapat diubah dan tidak
diganti serta tidak berubah apa yang ada di dalam hati.
∩⊂∠∪ Ó‰‹Îγx© uθèδuρ yìôϑ¡¡9$# Selanjutnya menurut Ibnu Atha’, seberapa jauh kedekatan
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar- mereka dengan takwa maka sejauh itu pula mereka bisa
benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mengetahui yakin (Ibn Qayyim, 2008: 290).
mempunyai akal atau yang menggunakan
pendengarannya, sedang Dia menyaksikannya.” Pendapat lain tentang yakin ialah sebuah kepercayaan
(QS. Al-Qaaf: 37). yang kuat dan tak tergoyahkan mengenai kebenaran
Dalam psikologi, seseorang yang sedang musyahadah, pengetahuan yang dimiliki, sebab penyaksiannya dengan
seisi hatinya diliputi rasa senang dan bahagia sepanjang segenap jiwanya yang dirasakan oleh seluruh ekspresinya
waktu. Kondisi yabf seperti inilah dapat muncul karena serta disaksikan oleh segenap eksistensinya (Siregar, tt:
didasari oleh perasaan menyatu dengan alam semesta, ia 137-138). Allah berfirman. :
telah merasa bahwa ia telah menjadi bagian alam (Hasyim ∩⊄⊃∪ tÏΖÏ%θçΗø>Ïj9 ×M≈tƒ#u ÇÚö‘F{$# ’Îûuρ
Muhammad, 2002: 56-57).
63 64
Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwâl dalam Tafsir al-Jilani
65 66
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
Para ahli sejarah pada umumnya merasa kesulitan Al-Jilani memiliki nama lengkap Muhyiddin Abu
untuk mengungkap sejarah kehidupan Syaikh Abdul Qadir Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Musa Zangi Dausat
al Jilani. Berbeda dengan sejarah kehidupan para tokoh al-Jilani. Di lahirkan pada tahun 470 H/1077 M, dan wafat
sufi lain, karena banyak mitos yang berkembang terkait pada tahun 561 H/1166 M. Beliau dikenal deengan banyak
beliau. Buku-buku sejarah kehidupan al-Jilani yang gelar kewalian, antara lain: Ghauts al-A’dham, Quthb ar-
berkembang dan ditulis oleh para murid dan pengikut Rabbani, al-Haikal al-Shamadani, Sulthan al-Auliya, Burhan
beliau pada umumnya banyak dipenuhi legenda-legenda al-Asfiya, Quthb al-Auliya. Sebutan al-Ghauts al-A’dham
yang sulit dilacak bukti-bukti kesejarahannya. dan Qutb al-Uliya dikemukakan oleh Ibn Arabi dalam
Futuhat al-Makiyyah.
67 68
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
Sebutan lain untuk beliau antara lain Musyahid Allah, adalah al-Imam Sayyid Abi shalih Zangi Dausat Musa Ibn
Amrullah, Fadlullah, Amanullah, Quthbullah, Saifullah, Abi Abdillah ibn Yahya, ibn Muhammad, ibnDaud, Ibn
Burhanullah, Ayatullah, Ghautsullah, dan lain-lain. Musa, Ibn Abdillah, Ibn Musa al-Mahdi, al-Mutsanna, ibn al-
Beragam julukan tersebut pada umumnya diberikan oleh Hasan as-Shibti ibn Ali Ibn Abi Thalib.
para murid dan pengikutnya. Para murid beliau Sementara dari Ibu, adalah keturunan as-Sayyid
memberikan julukan tersebut untuk menunjukkan Husain ibn Ali Ibn Abi Thalib. Ibu beliau adalah Sayyidah
kehormatan dan kemuliaan serta karamah yang Ummi al-Khair Amat al-Jabbar Fathimah, binti Abdillah,
dimilikinya. Abi Jamaluddin Muhammad ibn Mahmud, ibn Abdillah Ibn
Julukan juga diberikan oleh para pengagum dan Kamaluddin Isa, ibn Muhammad al-Jawwad, ibn Ali ar-
pengkaji ajaran beliau seperti Adz-Dzahabi, ulama ahli Ridla, ibn Musa al-Kadzim, ibn Ja’far as-Shadiq, ibn
hadits dan tafsir yang sekaligus juga ahli sejarah yang Muhammad al-Baqir, ibn Zain al-Abidin ibn Ali, ibn al-
memberikan julukan kepada beliau, al-Syaikh al Imam az- Husain, ibn Ali ibn Abi Thalib.
Zahid, al-Arif, al-Qudwah, Syaikh al-Islam wa ‘Alimal Auliya Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kedua
wa Muhyiddin (Dahri, 2004: 17). orang tua al-Jailani adalah keturunan Nabi Muhammad
saw. Jika kedua silsilah tersebut dilanjutkan maka akan
B. Keluarga
sampai pada nabiullah Ibrahim as. Meski demikian bukan
Al-Jilani dilahirkan di kota Naif, selatan Kurdistan, berarti bahwa al-Jilani besar karena keturunan, namun
sekitar 150 km dari kota Bagdad. Ia dilahirkan di tengah kesalehan dan upaya beliau yang sungguh-sungguhlah
keluarga shaleh dan sederhana. Ayahnya telah meninggal yang menjadikannya ulama besar, yang ukan hanya luar
sebelum beliau lahir. Kakeknya yakni sayyid Abdullah biasa dalam karamahnya namun juga ilmunya.
Sauma’I adalah seorang sufi terkemuka pada masanya.
Sisilah keluarga beliau dari ayah adalah keturunan
as-Sayyid al-Hasan ibn Ali ibn Abi Thalib. Ayah beliau
69 70
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
71 72
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
Karena kealiman dan sikapnya yang rendah hati dan Karena latar belakang beliau yang dekat dengan
moderat, al-Jilani pada akhirnya diterima di Nidhamiyah. paham mu’tazilah maka meskipun ia mengajarkan
Ia kemudian memperdalam filologi pada Abu Zakaria At- asketisme (zuhud) tapi tetap anti terhadap hal-hal yang
Tibrisi (w. 502 H/1109 M), salah seorang professor di berbau mistik. Karena kealiman dan keluhuran budi serta
perguruan Nidhamiyah. Ia pun sempat belajar tasawuf kefasihannya dalam bertutur kata membuatnya banyak
pada seorang sufi besar Abu Yusuf al-Hamadani (440-535 dikagumi. Setiap beliau menggelar pengajian, puluhan ribu
H/1048-1140 M). Dari beliaulah al-Jilani mendapatkan jama’ah datang mengikutinya. Pengajarannya benar-benar
ijazah sebagai pengajar sufi. menjadi alternatif di tengah banyaknya fitnah di kalangan
Berangkat dari sinilah kemudian beliau mendirikan ulama, karena kedekatan ulama dengan penguara.
ribath (semacam pesantren) di pinggiran Bagdad, di mana Sementara kekuasaan Islam pada saat itu justru berada di
para santri tinggal bersama beliau. Di sinilah cikal bakal pintu gerbang kehancuran karena perilaku para
pengajaran sufi beliau. Di madrasah ini beliau banyak pemimpinnya.
mengajarkan madzhab Hambali dan mengajarkan tasawuf. Perpaduan antara keahliannya dalam fiqih Madzhab
Di ribath ini pula beliau melakukan kegiatan bisnis dan Hambali dan tasawuf membuatnya semakin terkenal
berkarya secara mandiri bersama murid-muridnya. kealimannya. Ia belajar tasawuf pada ulama-ulama besar
Karena usaha yang dilakukan bersama santri inilah yang kebetulan bermadzhab Syafi’i. Latar belakang inilah
maka beliau bisa mencukupi kebtuhan hidup keluarga dan yang membuatnya disegani bukan hanya di oleh penganut
santri-santrinya. Mesii beliau mengajarkan mistisisme madzhab Hambali dan Mu’tazili yang dikenal kritis dan
(zuhud) dan hidup dalam zuhud, tetapi tetap realistis dan anti terhadap hal-hal yang sifatnya mistik dan irrasional,
rasional. Inilah hal utama yang menarik dari diri beliau, tetapi juga dihormati oleh penganut madzhab Syafi’i dan
yakni kealiman dan kemandiriannya dalam usaha bisnis pengikut tasawuf.
yang dilakukannya.
73 74
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
D. Latar belakang sosial dan politik Kedua, Al-Mustarsyid Billah. Ia menggantikan ayahnya
pada tahun 512 H. Seperti ayahnya, ia adalah pemimpin
Al-Jilani hidup pada masa akhir kekuasaan Abbasiyah
yang baik dan kuat seperti ayahnya. Ia juga sangat
di Bagdad. Bagdad pada masa itu merupakan pusat
disenangi rakyatnya, karena keahlian dan visi
kekuasaan Islam, sekaligus pusat peradaban Islam, bahkan
pemerintahan serta kesalehannya. Hanya saja ia menjadi
dunia. Hanya saja situasi kekuasaan pada saat itu memang
korban pembunuhan oleh kaum Bathiniyah pada tahun
sedang goyah. Dinasti Abbasiyah mengalami penurunan
529 H. sehingga ia memerintah selama 17 tahun.
demi penurunan. Bahkan al-Jilani menyaksikan saat
Ketiga, Ar-Rasyid Billah, memerintah pada tahun 529
kehancuran dinasti ini. Kekuasaan Islam pada kemudian
H. Ia hanya memerintah selama 11 bulan. Pada masa
berpindah tangan ke dinasti Saljuk.
pemerintahannya banyak terjadi kerusuhan dan
Al-Jilani mengalami lima masa pemerintahan: Pertama,
pembunuhan oleh kaum Bathiniyah dn begitu pula fitnah
al-Mustandzir Billah (470-512 H). Ia memimpin dalam usia
terhadap para fuqaha’ banyak mengemuka.
17 tahun dan menjalani kepemimpinannya selama 24
Keempat, Al-Muqtafi li Amrillah. Ia dibaiat menjadi
tahun. Sebenarnya ia adalah sosok yang saleh dan hafal al-
pemimpin sepeninggal ar Rasyid Billah pada tahun 529 H.
Qur’an. Hanya sajaa ia berkuasa pada saat yang kurang
Ia memerintah dalam waktu yang cukup lama, 26 tahun.
tepat. Situasi social politk sedang kacau dan pertentangan
Meskipun kondisi social politik sedang kacau, namun ia
antar kelompok masyarakat sedang terjadi. Bahkan tidak
relative bisa mengandalikan. Hanya saja, konsentrasi
jarang terjadi saling serang dan saling bunuh antar
pemerintahannya hanya untuk meredam konflik dan
kelompok, khususnya kelompok suni dan Rafidlah. Kondisi
kekacauan, sehingga pemerintahan tidak mengelami
ini tentu sangat tidak menguntungkan bagi beliau.
kemajuan.
Sementara beliau bukan seorang ahli dalam pemerintahan
Kelima, al-Mustanjid Billah, ia memerintah sepeninggal
dan penyelesaian konflik. Akhirnya beliau meninggal
al-Muqtafi pada tahun 555 H. Sebagaimana ayahnya ia
dalam usia 42 tahun.
75 76
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
adalah seorang pemimpin yang saleh dan meninggal tahun diterima di Nidhamiyah. Meski demikian, banyak ulama di
566 H. luar madzhab Syafi’iyah dan Asy’ariyah yang membuka
Meskipun kondisi pemerintahan Abbasyiyah sedang tempat-tempat belajar secara mandiri di luar sekolah-
mengalami kemunduran dan masyarakat Islam sedang ada sekolah milik pemerintah. Pada akhirnya, ketika situasi
dalam situasi kacau dan saling permusuhan, namun hal politik berubah, al-Jilani pun diterima di madrasah
tersebut tidak mempengaruhi perkembangan ilmu Nidhamiyah.
pengetahuan. Para ilmuwan muslim banyak lahir dalam Justru al-Jilani beruntung, tidak diterima di
era tersebut. Pemikir muslim pun banyak terlahir di era Nidhamiyah, karena pada akhirnya beliau bisa bertemu
tersebut, seperti Ibnu al-Jauzi, Ibn al-Qudamah, dan lain- dengan ulama besar madzhab Hambali yakni Abu Sa’d al-
lain. Mukarimi dan ulama sufi kenamaan Abu al-Khair Hammad
Umat Islam memang sedang dalam perpecahan politik, ad-Dabbas. Kedua tokoh inilah yang memperdalam
namun dalam pemikiran tetap bisa berkembang. Meskipun ilmunya dan membesarkan namanya. Al-Mukarimi bahkan
pemerintahan Islam memiliki keberpihakan terhadap mendirikan perguruan pesantren dan al-Jailani dijadikan
madzhab dan aliran atau paham tertentu, namun sebagai pengasuhnya. Berangkat dari sinilah kemudian al-
madzhab-madzhaqb dan aliran lain tetap dapat hidup, Jilani mendapatkan pengaruhnya yang begitu luas dan
meskipun di luar lembaga-lembaga milik pemerintah. santri yang begitu luar biasa. Dalam pengajian-pengajian
Seperti halnya perguruan Nidhamiyah yang milik beliau bahkan diikuti oleh lebih dari 70.000 santri. Banyak
pemerintah kare pemerintah saat itu cenderung pada para santrinya yang kemudian menjadi ulama-ulama besar
madzhab Syafi’I dan beraliran teologi Asy’ariyah maka di kemudian hari.
Madrasah Nidhamiyah pun lebih berpihak pada madzhab
E. Karya-karya al-Jilani
Syafi’i dan teologi Asy’ariyah. Itulah sebabnya, al-Jilani
yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga bermadzhab Sebagai ulama besar di masa kejayaan Islam, al-Jilani
Hambali dan dekat dengan teologi mu’tazilah tidak melahirkan banyak karya yang menjadi pegangan bagi
77 78
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
para muridnya. Karya-karya tersebut ada yang ditulis 4. Mahfudhat alJalali. Kumpulan ungkapan dan
langsung oleh beliau, oleh anak-anaknya atau oleh pembicaraan beliau yang juga dikemukakan oleh as-
muridnya dari khotbah atau pengajian-pengajian yang Syuhrawardi dalam Awarif al-Ma’arif.
diberikannya. Di antara karya-karya tersebut adalah: 5. Al-Ghunyah li thalibi Thariq al-Haq. Kumpulan
1. Al-Fath ar-Rabbani, kitab kumpulan khutbah beliau khutbah beliau yang berisi keimana dan akhlak,
yang disampaikan dalam kurun waktu kira-kira 3 arkan al-iman, Islam dan Ihsan. Kitab ini lebih layak
Rabi’ul Awwal tahun 545 H sampai 6 Rajab 546 H disebut sebagai kitab fiqih madzhab Hambali.
(1150 M. sd 1152 M). Menurut sebagian sejarawan 6. Hizb al-Basha’ir al-khairat, berisi do’a dan penjelasan
kitab ini ditulis oleh anaknya Syaikh Abd al-Aziz. masalah syari’at dan haqiqat.
2. Futuh al-Ghaib, kumpulan khutbah tentang beragam 7. Bahjat al-Asrar, kumpulan wejangan yang dihimpun
ajaran keagamaan yang dikumpulkan oleh anakanya, oleh Syaikh Abu al-Hasan ‘Ali asy-Syatta naufi. (w.
Syaikh Abd Razaq. Kitab ini sempat dikaji oleh 713H/1324 M)
ilmuwan Jerman dari Universitas Leipziq, Walter Di samping beberapa kitab tersebut, masih banyak
Braune tahun 1933, hasil analisisnya kemudian karya lain yang dinisbahkan pada al-Jilani. Meskipun bisa
dibukukan dalam Bahasa Jerman, Die Futuh al-Gaib jadi tidak ditulis sendiri oleh al-Jilani, tetapi oleh-murid-
des Abdul Qadir. juga diterjemahkan dalam bahasa muridnya yang berupaya mengabadikan pesan-pesan al-
Inggris oleh M. Aftaad-Din Ahmad immuwan dari Jilani. Beliau belajar al-Qur’an dan tafsir secara mendalam
Lahore. kepada Abu al-Wafa ‘Ali ibn Aqil al-Hanbali dan Abu al-
3. Djala’ al-Khatir, kumpulan khutbah yang Khathab Mahdudh al-Kalwadzani al-Hanbali dan banyak
diperkirakan beliau sampaikan pada sekitar tahun lagi yang lain. Dalam ilmu Hadits beliau belajar kepada
546 H. Abu Ghalib Muhammad ib Hasan al-Baqilani. Sementara
ilmu fiqih beliau belajar kepada Abu Sa’d al-Mukarimi.
79 80
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
Dalam Ilmu sastra beliau belajar kepada Abu zakariya penutup yang merupakan ringkasan dari keseluruhan isi
Yahya ibn Ali At-Tibrisi. surat.
Meskipun kitab ini ditulis sedemikian rupa, namun
F. Tentang Tafsir al-Jilani
beliau tidak menamai kitabnya ini sebagai kitab atau karya
Di antara karya al-Jilani yang paling monumental tafsir al-Qur’an. Beliau memberi nama karyanya ini dengan
adalah Tafsir al-Qur’an al-Karim, yang ditulis oleh beliau “al-fawâth al-Ilahiyah wa al-Mafâtih al-Ghaibiyah al-
sendiri. Pernyataan bahwa kitab tafsir tersebut ditulis Muw^adlihah lil Kalim al-Qur’aniyah.”
sendiri oleh beliau dikemukakan oleh Mufti perpustakaan Penamaan karya ini dengan nama bukan tafsir,
al-Qadiriyah Bagdad, Sayyid Nuri Muhammad Shabri kemungkinan disebabkan oleh bebera hal. Pertama, karya
dalam bukunya, Maktabah al-Nadrasah al-Qadiriyah al- ini tidak ditulis dengan menggunakan metodologi
“Amah Baghdad. Karya ini kemudian ditahqiq oleh salah sebagaimana kitab tafsir pada umumnya. Dalam
seorang keturunan beliau, Dr. Muhammad Fadlil al-Jilani memberikan penjelasan atau ulasan terhadap kalimat-
al-Hasani al-Husaini, at-Tailani al-Jamazraqi. kalimat atau ayat-ayat al-Qur’an beliau tidak
Menurut penuturan pen-tahqiq-nya (yng penyunting) menggunakan standar analisis yang ada dalam ulmul
kitab al-Jailani, yakni Dr. Muhammad Fadlil Jilani al- Qur’an. Penjelasan dan komentar beliau hanya didasarkan
Hasani, kitab yang sedang dikaji ini adalah tulisan pada inspirasi-inspirasi yang dihasilkan dari perenungan
langsung al-Jilani. Hanya saja memang ada naskah lain dan riyadhah yang dilakukan oleh Syaikh Abdul Qadir al-
yang serupa, antara lain naskah al-Hindi yang telah Jilani.
berkurang satu juz. Naskah ini di tulis pada tahun 622 H. Sebagai seorang sufi yang zahid, beliau telah banyak
61 tahun setelah wafat beliau (al-Jilani, 2009: 1/25). melakukan upaya-upaya spiritual untuk menemukan
Tafsir al-Jilani ditulis secara berurutan dari surat kebenaran yang lebih hakiki. Dari upaya dan langkah yang
pertama hingga terakhir. Di setiap awal surah terdapat dilakukannya itulah maka beliau banyak mendapatkan
pengantar (muqaddimah) dan di akhiri dengan ungkapan inspirasi (dzauq) yang memberikan jawaban atas segala
81 82
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
persolan yang dihadapi umatnya. Demikianlah setiap pengetahuan di lingkungan masyarakat penganut
ungkapan, ulasan atau komentar terhadap ayat-ayat dalam madzhab Syafi’I dan penganut aliran teologi al-Asy’ari.
al-Qur’an, beliau juga banyak mendapatkan inspirasi yang Bahkan beliau dapat diterima oleh jamaahnya yang sangat
kemudian disampaikan kepada umatnya. Oleh karena luar biasa dari berbagai aliran dan madzhab, khususnya
maka wajar jika dalam komentar dan ulasan yang sama Syafi’i. Hal ini tidak lain karenaketulusan, kerendahan hati
sekali berbeda dengan kitab-kitab tafsir pada umumnya. dan kelembutan beliau dalam berda’wah. Beliau juga
Untuk alasan itu, beliau meminta kepada para dikenal sangat moderat dan menghargai beragam paham
pembaca untuk tidak merendahkannya. Komentar dan lain yang berbeda. Beliau juga berguru pada para ulama
ulasan yang beliau berikan teradap kalimat dan ayat-ayat dari madzhab dan aliran lain.
al-Qur’an dalam kitab ini semata-mata merupakan hasil Faktor lain yang mempengaruhi kebesarannya adalah
perenungan yang kemudian menjadi inspirasi untuk konsistensi beliau dalam menjalankan ibadah. Beliau
menjawab persoalan umatnya. Pada kenyataannya, dengan adalah sosok yang mengamalkan segala apa dang
hasil inspirasi-inspirasi inilah yang telah mampu merubah didakwahkan. Beliau bukan hanya juru dakwah, tetapi juga
pemahaman dan kecenderungan masyarakat pada teladan dalam kehidupan umatnya. Kehidupan beliau yang
zamannya untuk semakin dekat dengan Allah dan penuh kesederhanaan dalam menjalani kehidupan sehari-
menjalankan syariat-Nya secara benar. Apa yang dilakukan hari, serta kesungguhan (riyadlah) yang dilakukan dalam
Syaikh al-Jilani hanyalah salah satu jalan yang dilakukan beribadah membuat beliau sosok sangat disegani, bukan
untuk menemukan kebenaran, di antara banyak jalan hanya oleh orang-orang dekat yang menjadi muridnya,
menuju kebenaran yang lain. namun juga orang lain yang mengamati kehidupan beliau.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, al-Jilani Bahkan imam Ibnu Taimiyah yang dikenal banyak
adalah seorang ulama besar bermadzhab Hambali dan melakukan kritik terhadap kehidupan sufistik juga
beraliran teologi Mu’tazilah. Meski demikian, ia dapat mengagumi dan mengidolakan beliau.
hidup dengan nyaman dan mengembangkan ilmu
83 84
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
Keluarga al-Jilani baik dari jalur Ibu maupun ayah juga yang pemikiran, ajaran dan dakwahnya dapat diterima
menjadi factor penting yang mempengaruhi kepribadian, oleh kelompok manapun.
pemikiran dan keluhurannya. Ayah dan Ibu al-Jailani Latar belakang keluarga, sosial dan pendidikan beliau
merupakan pribadi yang shalih dan shalihah. Kedua orang berpengaruh secara signifikan terhadap pemikiran, ajaran
tua aljilani dikenal orang sangat dekat dengan Allah, serta pemahaman beliau terhadap sumber ajaran Islam
banyak beribadah dan berbudi luhur, serta memiliki baik al-Qur’an maupun hadis. Kedalaman pengetahuan
pengaruh yang baik bagi lingkungannya. Ayahnya seorang beliau dalam berbagai disiplin ilmu khususnya tasawuf
ulama besr dan ibunya juga seorang muslimah pengamal berpengaruh juga dalam pemahaman dan penafsiran
tasawuf yang sangat tinggi tingkat kesufiannya. beliau terhadap ayat-ayat al-Qur’an.
Pendidikan dan dorongan yang diberikan oleh sang Ibu
merupakan factor yang tidak dapat dianggap remeh. Sang
ibu yang terkenal memiliki sifat wara’ adalah pembentuk
kepribadian al-Jilani yang paling utama.
Meskipun berasal dari aliran dan madzhab yang
berbeda, Imam Abu Hamid al-Ghazali dan Imam Abu Yazid
al-Bistami juga guru yang banyak mempengaruhi serta
memperdalam ilmu beliau, khususnya dalam tasawuf. Hal
ini disebabkan karenadalam belajar dan menuntut ilmu al-
Jilani tidak memandang latar belakang madzhab atau
aliran teologi gurunya. Ia dikenal siap belajar kepada
siapapun dan ulama dari latar belakang madzhab
manapun yang bersedia mengajarkan ilmunya. Sikapnya
yang demikian, membuat al-Jilani dikenal sebagai ulama
85 86
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
87 88
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
89 90
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
91 92
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
93 94
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
Dalam ungkapannya yang lain al-Jilani Al-Qusyairi menjelaskan konsep qana’ah dengan
mengemukakan bahwa sikap qana’ah adalah tidak mengutip firman Allah pada QS. an-Nahl /1 ayat 97:
janji Allah SWT (balasan bagi orang-oarang yang bertaqwa Beliau juga merujuk pada sabda Rasulullah saw. yang
dan berserah diri). Harapan untuk mendapatkan sesuatu diriwayatkan oleh at-Thabrani dari Jabir bin Abdullah.
diluar apa yang dikehendaki dan diberikan oleh Allah bisa “Qana’ah adalah harta yang tidak pernah sirna” dan
mengarahkan seseorang pada kesyirikan (al-Jilani, 1968, riwayat Baihaqi, “Jadilah orang yang qana’ah (menerima
majlis ke 7). pemberian Allah) maka kamu akan menjadi orang yang
Al-Jilani menggambarkan bahwa orang yang ada bersyukur” (al-Qusyairi, : 173).
dalam kemiskinan bukan berarti dihilangkan dari karunia Para ahli tasawuf sepakat bahwa sikap qana’ah
Allah atau dijauhi Allah, namun bisa jadi mereka adalah bukanlah sikap diam dan menerima apa yang ada tanpa
orang-orang yang dicintai Allah, sehingga Allah upaya, namun qana’ah adalah sikap aktif menyongsong
menjaganya dari kemaksiatan akibat harta yang dimiliki karunia dari Allah. Qana’ah adalah sikap menerima
(Al-Jilani, 1969: majlis 25).. ketentuan dan sunnah Allah SWT. Sebagai implikasi lanjut
95 96
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
dari sikap qana’ah adalah syukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah seharusnya digunakan untuk
diberikan oleh Allah. kebaikan sesuai dengan fungsinya dan tidak menggunakan
kenikmatan itu untuk hal-hal yang dilarang oleh Allah.
3. Syukur Dengan demkian, kesyukuran bukan semata dengan
Syukur artinya berterima kasih atas kenikmatan yang ucapan, tetapi adalah tindakan kebaikan sesuai dengan
diterima dan menggunakan kenikmatan tersebut untuk kadar yang Allah berikan. Menghargai segala kenikmatan
kebaikan, sesuai dengan kebaikan fungsinya. Orang yang dan fasilitas yang Allah berikan untuk kebaikan, sesuai apa
demikian akan diberikan tambahan nikmat oleh Allah. yang diperintahkan oleh Allah. Orang yang tidak
menggunakan kenikmatan dan fasilitas yang deberi oleh
Sebaliknya orang yang tidak mau berterima kasih akan
diberikan adzab oleh Allah. Allah swt. Berfirman dalam Allah, seperti rejeki, kesehatan, kekuatan, peluang, dan
surat Ibrahim /14: 7 lain-lain untuk kebaikan berarti ia adalah orang yang tidak
bersyukur, atau kufur terhadap nikmat Allah.
È⌡s9uρ ( öΝä3¯Ρy‰ƒÎ—V{ óΟè?öx6x© È⌡s9 öΝä3š/u‘ šχ©Œr's? øŒÎ)uρ Sebagaimana juga penafsiran al-Jilani terhadap
97 98
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
“dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada Muhammad SAW. Adalah termasuk bentuk kesyukuran
kaumnya: "Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika kita kepada Allah atas karunia yang diberikan. Karena
Dia menyelamatkan kamu dari (Fir'aun dan)
kenikmatan yang paling utama adalah diutusnya seorang
pengikut-pengikutnya, mereka menyiksa kamu
dengan siksa yang pedih, mereka menyembelih rasul kepada umat manusia yang memberikan petunjuk
anak-anak laki-lakimu, membiarkan hidup anak- pada jalan yang benar. Karena petunjuk tersebutlah maka
anak perempuanmu; dan pada yang demikian itu
seorang hamba bisa mendapatkan kebahagiaan di dunia
ada cobaan yang besar dari Tuhanmu".
dan di akhirat.
Gambaran tetang orang yang bersyukur juga terdapat Ungkapan serupa terdapat dalam QS. An-Nahl/16
dalam QS. Al-Isra/17 ayat 3:
ayat 78:
#Y‘θä3x© #Y‰ö6tã šχ%x. …絯ΡÎ) 4 ?yθçΡ yìtΒ $oΨù=yϑym ôtΒ sπ−ƒÍh‘èŒ
$\↔ø‹x© šχθßϑn=÷ès? Ÿω öΝä3ÏF≈yγ¨Βé& ÈβθäÜç/ .ÏiΒ Νä3y_t÷zr& ª!$#uρ
∩⊂∪
öΝä3ª=yès9 nοy‰Ï↔øùF{$#uρ t≈|Áö/F{$#uρ yìôϑ¡¡9$# ãΝä3s9 Ÿ≅yèy_uρ
“yaitu) anak cucu dari orang-orang yang Kami
∩∠∇∪ šχρãä3ô±s?
bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya Dia
adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur”.
“dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu
Kata ‘abdan syakûra (hamba yang bersyukur) menurut
dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan
al-Jilani adalah seperti para umat nabi Nuh yang mau Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur.”
mengikuti jejaknya dengan penuh ketulusan naik dalam
perahu yang telah disiapkan. Mereka adalah orang-orang
Terkait kata la’allakum tasykurûn Al-Jilani menafsirkan
yang beriman dan membenarkan perkataan Nuh. Maka
hal yang kurang lebih serupa dengan penafsiran
sebagai umat Muhammad, seharusnya kita beriman
sebelumnya, ketika menafsirkan kata ‘abdan syakura.
kepadanya dengan berbuat baik dan mengikuti jejaknya
Lebih lanjut, terkait dengan kenikmatan yang diberikan
(al-Jilani, 2009: 3/106). Mengikuti sunnah rasulullah
oleh Allah, dalam QS. Ad-Dluha/93 ayat 11, difirmankan:
99 100
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
101 102
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
103 104
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
zΟÏ9 $oΨ−/u‘ (#θä9$s%uρ 4 Zπu‹ô±yz £‰x©r& ÷ρr& «!$# Ïπu‹ô±y‚x. }¨$¨Ζ9$# tβöθt±øƒs†
keabadian-Nya. Sementara dunia hanyalah ciptaan yang
baru dan akan rusak, hilang dan menipu. Penafsiran yang
sama dikemukakan al-Jilani ketika menafsirkan QS. Al- ßì≈tFtΒ ö≅è% 3 5=ƒÌs% 9≅y_r& #’n<Î) !$oΨs?ö¨zr& Iωöθs9 tΑ$tFÉ)ø9$# $uΖøŠn=tã |Mö6tGx.
Ankabut/29 ayat 64 :
¸ξ‹ÏGsù tβθßϑn=ôàè? Ÿωuρ 4’s+¨?$# ÇyϑÏj9 ×öyz äοtÅzFψ$#uρ ×≅‹Î=s% $u‹÷Ρ‘‰9$#
u‘#¤$!$# āχÎ)uρ 4 Ò=Ïès9uρ ×θôγs9 āωÎ) !$u‹÷Ρ‘$!$# äο4θu‹ysø9$# ÍνÉ‹≈yδ $tΒuρ ∩∠∠∪
∩∉⊆∪ šχθßϑn=ôètƒ (#θçΡ$Ÿ2 öθs9 4 ãβ#uθu‹ptø:$# }‘Îγs9 nοtÅzFψ$# “Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang
dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu
“dan Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan
senda gurau dan main-main. dan Sesungguhnya tunaikanlah zakat!" setelah diwajibkan kepada
akhirat Itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari
mereka mengetahui”. mereka (golongan munafik) takut kepada manusia
(musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan
Ia mengemukakan bahwa kehidupan dunia tidaklah lebih sangat dari itu takutnya. mereka berkata: "Ya
Tuhan Kami, mengapa Engkau wajibkan berperang
hakiki bahkan tidak berbekas, bagaikan fatamorgana dari kepada kami? mengapa tidak Engkau tangguhkan
sinar matahari dan bintang yang menjadi penunjuk jalan (kewajiban berperang) kepada Kami sampai
kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah:
bagi para pelaut, fatamorgana yang menipu orang-orang "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan
yang kehausan adalah kelezatan dunia yang menipu. akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang
bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya
Semuanya tidak akan dapat memuaskan bahkan bisa jadi sedikitpun.”
merusak (al-Jilani, 2009: 4/254).
Dalam penafsirannya, al-Jilani mengemukakan bahwa
Al-Qusyairi dalam Risalah Qusyairiyah (al-Qusyairi,
kenikmatan duniawi tidak sebanding disbanding dengan
mendasarkan konsep zuhudnya pada QS. An-Nisa’ ayat 77:
apa yang telah diberikan oleh Allah dan kenikmatan
nο4θn=¢Á9$# (#θßϑŠÏ%r&uρ öΝä3tƒÏ‰÷ƒr& (#þθ’ ä. öΝçλm; Ÿ≅ŠÏ% tÏ%©!$# ’n<Î) ts? óΟs9r& bertemu dengan-Nya. Sementara kenikmatan akhirat tidak
105 106
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
apa yang dirasakan oleh manusia dan datang dari manusia tanpa mempeduliakan kondisi kehidupannya di dunia.
di dunia bersifat relatif. Bisa jadi apa yang menurut Oleh karenanya orang yang demikian akan berupaya
manusia baik sesungguhnya buruk dan begitu sebaliknya, menjalankan perintah Allah meskipun untuk itu ia harus
termasuk terkait dengan harapan-harapan pada masa bersusah-susah di dunia. Mereka hanya berharap
yang akan datang. Dunia yang oleh manusia dianggap kenikmatan akhirat yang dijanjikan karena kebaikan yang
menguntungkan bisa jadi justru merugikan. Pengabdian dilakukan, tanpa peduli apa yang terjadi padanya di dunia.
dan pengorbanan untuk kebaikan dan kemanusiaan yang Orang demikian akan berupaya berbuat baik dengan
dianggap susah dan menyedihkan bisa jadi justru memabantu orang lain meskipun dirinya sendiri
menyenangkan dan membahagiaan. Kenikaman dan susah.Yang demikian ini tergambar dalam firman Allah
kebahagiaan yang dirasakan manusia bersifat nisbi surat al-Hasr/59 ayat 9:
3 öΝà69s?#u !$yϑÎ/ (#θãmtø s? Ÿωuρ öΝä3s?$sù $tΒ 4’n?tã (#öθy™ù's? ŸξøŠs3Ïj9 tΒuρ 4 ×π|¹$|Áyz öΝÍκÍ5 tβ%x. öθs9uρ öΝÍκŦà Ρr& #’n?tã šχρãÏO÷σãƒuρ
∩⊄⊂∪ A‘θã‚sù 5Α$tFøƒèΧ ¨≅ä. =Ïtä† Ÿω ª!$#uρ ∩∪ šχθßsÎ=ø ßϑø9$# ãΝèδ šÍׯ≈s9'ρé'sù ϵšø tΡ £xä© s−θãƒ
“(kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu “dan orang-orang yang telah menempati kota
jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum
kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka
terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada
Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada
lagi membanggakan diri.” menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap
apa-apa yang diberikan kepada mereka
Orang yang mementingkan akhirat dan tidak peduli (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-
dengan kekayaan dunia akan senantiasa berbuat baik orang muhajirin), atas diri mereka sendiri,
Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa
107 108
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka dilarang oleh Allah. Untuk itu Allah berpesan dalam QS. Al-
Itulah orang orang yang beruntung.”
kahfi /18 ayat 28:
Perilaku sahabat anshor terhadap sahabat muhajiran
sebagaimana tergambar dalam ayat ini banyak dijadikan Íο4ρy‰tóø9$$Î/ Νæη−/u‘ šχθããô‰tƒ tÏ%©!$# yìtΒ y7|¡ø tΡ ÷É9ô¹$#uρ
Orang yang hidup dalam zuhud dengan sendirinya lepas dari ujian atau cobaan. Saat ada kesenangan
akan memasuki maqam sabar. Orang yang sabar bersamaan itu pula ada kesedihan. Untuk itu al-Jilani (al-
senantiasa berpegang teguh pada jalan kebenaran, apapun Jilani, 1988: 125) berpesan agar tidak membenci cobaan
godaan atau rintangan yang menghalangi. Untuk itu Allah dan bencana serta tidak merasa senang ketika tidak ada
menganjurkan agar senantiasaa dekat dengan orang-orang cobaan. Cobaan dan bencana adalah ujian dari Allah untuk
yang saleh agar senantiasa terjaga dari hal-hal yang orang-orang beriman. Yang diperlukan adalah kesabaran
menghadapi semua. Karena jika manusia tidak bersabar,
109 110
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
maka bisa jadi akan terjerumus dalam tindak kejahatan seseorang. Dalam al-Qur’an surat Ali Imran/3 ayat 200
atau keburukan yang melanggar ketentuan Allah (Fath Allah menyerukan:
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. kerusakan (al-Jilani, 2009: 1/359). Kesabaran merupakan
dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh pembuka hijab (nafsu duniawi) yang menghalangi
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'”
seseorang untuk dekat dengan Allah. Dengan kesabaran,
segala bentuk godaan dunia yang menyesatkan akan dapat
Al-Jilani mengemukakan bahwa yang dimaksud sabar
terlampaui. Dengan kesabaran, seseorang akan tetap
dalam ayat ini adalah sabar godaan kenikmatan materi
kokoh dalam iman dan ketundukan pada Allah swt. Jika
dan perhiasan duniawi (al-Jilani, 2009: 2/72). Kenikmatan
seseorang mau bersabar maka Allah menjanjikan
material dan perhiasan duniawi dapat membuat manusia
pertolongan. Kesabaran adalah salah satu bentuk taklif
lalai. Keimanan dan ketauhidan perlu didukung keteguhan
yang dibebankan pada umat manusia, yang dengan beban
dan kesabaran menghadapi beragam rintangan dan
itu Allah menjanjikan imbalan dan dukungan kekuatan
godaan nafsu duniawi yang dapat melemahkan iman
untuk melaksanakan. Allah swt. tidak hanya memberikan
111 112
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
beban begutu saja pada diri sesorang dengan beragam sebelumnya, Allah menyuruh untuk didak segan-segan
beban, namun juga memberikan jalan keluar untuk bisa meminta pertolongan Allah agar diberi kesabaran.
lepas dari beban tanpa harus mengkingkari-Nya. Hal ini Dalam kitabnya Al-Qusyairi mengutip firman Allah
tergambar dalam firmannya: dalam QS. An-Nahl ayat 127 yang berbunyi:
pertolongan Allah. Siapa pun tidak mungkin bisa bersabar ‘Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman.
kecuali atas pertolongan Allah. Untuk itulah maka dalam bertakwalah kepada Tuhanmu". orang-orang yang
berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan.
surat al-Baqarah/2 ayat 45 yang telah dikemukakan dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya
113 114
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
hanya orang-orang yang bersabarlah yang kesyirikan dan riya’ secara mutlak. Ibadah mereka hanya
dicukupkan pahala mereka tanpa batas.’
didasarkan pada ketundukan kepada Allah semata. Agama
6. Ikhlas yang diakui oleh Allah adalah agama yang mengajarkan
kebenaran, bebas dari kesyirikan dan jauh dari kehendak
Al-Qusyairi dalam risalahnya mendasarkan ajaran
nafsu. Ketaatan yang bebas dari perasaan ujub, riya dan
ikhlas pada QS. Az-Zumar/39 ayat 3:
sum’ah. Orang yang ikhlas adalah mereka yang mendasari
115 116
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
yang tetap dalam keimanan dan amal saleh dengan tulus hendaknya menjalankan amal saleh dan janganlah
hanya untuk Allah. Mereka akan mendapatkan menyekutukan seseorang pun dalam beribadah kepada
kebahagiaan yang hakiki karena dikabulkannya ibadah Tuhannya (QS. Al-Kahfi: 110)
dan ketaan yang dilakukan. Mereka alan mendapatkan Lebih lanjut, Isa (2006: 228-231) mengemukakan tiga
rejeki baik dalam bentuk materi maupun ruhani, yang hal yang seringkali menghalangi keikhlasan para sufi.
ditampakkan maupun yang tersembunyi, yang mereka Pertama, perhatian dan kekagumannya pada amal
dapatkan karena amal kebaikan yang mereka lakukan (al- kebaikan yang mereka lakukan. Hal ini menyebabkan
Jilani, 2009: 18). terhalangnya amal mereka dari Allah. Adapun yang dapan
Imam al-Qusyairi mengemukakan bahwa yang menghindarkan dari hal ini adalah keyakinan bahwa dia
dimaksud ikhlas adalah mendekatkan diri kepada Allah dan amalnya diciptakan oleh Allah. Sebagaimana firman
dan menjadikan Allah satu-satunya sesembahan, Allah, “Alllah menciptakanmu dan apa saja yang kamu
mengesampingkan segala hal selain Allah. Dengan kata lakukan” (QS. As-Shaffat: 96).
lain, keikhlasan berarti menyucikan amal ibadah dari Kedua, harapan seorang salik untuk mendapatkan
makhluk-Nya. Kaikhlasan juga berarti melindungi diri dari imbalan dari amal kebaikan yang mereka lakukan di dunia
urusan dengan manusia (al-Qusyairi, 2006: 243). ini maupun di akhirat. Harapan untuk mendapatkan
Abdul Qadir Isa (2006: 221) mengemukakan bahwa kehormatan, pupularitas dan kesenangan untuk tampil di
karena ikhlas menjadi syarat diterimanya amal seseorang hadapan orang lain adalah contoh mengharap imbalan di
maka Allah memerintahkan umat manuaia untuk ikhlas dunia. Demikian juga perasaan ingin meraih maqam dan
dalam segala perbuatan baik dan ibadah yang mereka ahwal, mukasyafah dan makrifat adalah juga termasuk
lakukan. Sebagaimana firman Allah: “Mereka tidak disuruh harapan selain kepada Allah. Semuanya itu adalah tipuan
kecuali untuk memurnikan ketaaatannya dalam bagi orang-orang yang ingin mendekatkan diri kepada
menjalankan agama Allah” (QS. Al-Baiyinah: 5). Allah.
Barangsiapa mengharap berjumpa dengan Allah maka
117 118
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
dilakukan. Ibadah yang tulus didasarkan pada keyakinan Terkait dengan ayat ini al-Jilani mengemukakan bahwa
bahwa segala apa yang dilakukan adalah atas karunia orang yang meminta kepada manusia adalah mereka tidak
Allah, dan hanya untuk Allah. Maka tidak ada alan untuk tahu tentang Allah, lemah iman dan kurang keyakinan dan
membanggakan Ibadan dan kebaikan yang dilakukan. kesabaran. Orang yang dipenuhi ilmu Allah akan
senantiasa meminta hanya kepada Allah (al-Jilani, Al-Jilani,
7. Ikhtiyar dan Tawakkal
1969: majliske-43). Anjuran serupa dikemukakan dalam
Dalam QS. Al-Ma’idah/5 ayat 23 Allah menganjurkan QS. Al-Ma’idah/5 ayat 11:
untuk orang-orang mukmin agar untuk berserah diri
îΠöθs% §Νyδ øŒÎ) öΝà6ø‹n=tæ «!$# |Myϑ÷èÏΡ (#ρãä.øŒ$# (#θãΨtΒ#u šÏ%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ
kepada-Nya.
119 120
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit
akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan
kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud urusan-urusan semuanya. Maka sembahlah Dia,
hendak menggerakkan tangannya kepadamu
dan bertawakkallah kepada-Nya. dan sekali-kali
(untuk berbuat jahat), Maka Allah menahan tangan
mereka dari kamu. dan bertakwalah kepada Allah, Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.”
dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang
mukmin itu harus bertawakkal.” Al-Jilani mengemukakan bahwa Allah meliputi segala
sesuatu baik yang ada di langit maupun di bumi dengan
Dua ayat ini mengemukakan bahwa Allah memiliki
segala isinya dan segala kejadian yang ada di dalamnya.
kekuasaan atas segala sesuatu dan memberikan
Oleh karenanya, maka seharusnya manusia berserah diri
pertolongan terhadap setiap orang yang dikehendaki.
kepada-Nya. Allah SWT. tidak akan melupakan segala apa
Untuk itulan maka bagi mereka yang beriman kepada
yang diperbuat oleh manusia, keikhlasan dalam beribadah,
Allah, seharusnya hanya berserah diri kepada Allah dan
penyerahan diri, ketundukan, rida, dan segala amal yang
meyakini bahwa hanya Allah yang akan mampu
dilakukan (al-Jilani, 2009: 2/426).
menyelesaikan segala persoalan yang mereka hadapi.
Wujud penyerahan diri tersebut tergambar dalam QS.
Orang yang beriman adalah mereka yang senantiasa
At-taubah/ 9 ayat 129:
menjaga keimana dan keyakinannya serta kepasrahannya
…ã&—#ä. ãøΒF{$# ßìy_öムϵø‹s9Î)uρ ÇÚö‘F{$#uρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# Ü=ø‹xî ¬!uρ ∩⊇⊄∪ ÉΟŠÏàyèø9$# ĸöyèø9$# >u‘ uθèδuρ ( àMù=ā2uθs?
121 122
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
Kepada orang-orang bertawakkal, Allah memberi akan senantiasa ada dalam rida-Nya. Mereka akan
karunia dari segala arah tanpa dapat dipertimbangkan mendapatkan anugerah keutamaan dan derajat yang tinggi
oleh manusia. Allah swt. Maha kuasa atas segala sesuatu di sisi Allah (al-Jilani, 2009: 1/550).
(QS. At-Thalaq/65: 3). Orang yang berserah diri akan Ungkapan serupa sama dikemukakan dalam QS. Al-
senantiasa ada dalam jaminan Allah. Baiyinah/98 ayat 7-8:
8. Ridla
çöy{ ö/ãφ y7Íׯ≈s9'ρé& ÏM≈ysÎ=≈¢Á9$# (#θè=ÏΗxåuρ (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# āχÎ)
Al-Qusyairi mendasarkan konsep ridla pada QS. al-
ÏΒ “ÌøgrB 5βô‰tã àM≈¨Ζy_ öΝÍκÍh5u‘ y‰ΖÏã ôΜèδäτ!#t“y_ ∩∠∪ Ïπ−ƒÎy9ø9$#
Maidah/5 ayat 119:
×M≈¨Ψy_ öΝçλm; 4 öΝßγè%ô‰Ï¹ tÏ%ω≈¢Á9$# ßìx Ζtƒ ãΠöθtƒ #x‹≈yδ ª!$# tΑ$s% (#θàÊu‘uρ öΝåκ÷]tã ª!$# zÅ̧‘ ( #Y‰t/r& !$pκÏù tÏ$Î#≈yz ã≈pκ÷ΞF{$# $uηÏGøtrB
Dalam tafsirnya, al-Jilani mengemukakan bahwa orang orang yang beriman dan mengesakan Allah, membenarkan
yang membenarkan apa yang disampaikan oleh kenabian Muhammad, menerima dakwahnya, beramal
Muhammad SAW. serta ikhlas menjalankan perintah Allah saleh dan mendekatkan diri kepada Allah serta meraih
123 124
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
rida Allah adalah orang-orang yang akan menerima sehingga bisa diupayakan? Ataukah termasuk ahwal
kebahagiaan di sisinya. Mereka adalah orang-orang yang (states), sehingga hanya orang-orang yang dihekendaki
menyucikan hati dan kebenaran dengan ilmu dan hakikat Allah saja yang bisa mengalami. Menurut ulama Khurasan
yang bersifat dinamis; mengalir dari lautan hakikat, dan ridla masuk dalam kelompok maqam. Untuk itu, maka rida
mereka kekal di dalamnya. Saat di mana Allah SWT bisa diupayakan oleh setiap orang untuk meraihnya.
memberikan keutamaan, kenikmatan karena niat dan amal Sementara menurut ulama Iraq, rida masuk dalam
baik yang mereka lakukan. Mereka akan mendapat kategori ahwal kondisi ruhani yang masuk dalam hati
imbalan pahala yang berlimpah dan keridlaan-Nya yang sanubari seorang hamba yang dipilih oleh Allah. Sebagai
indah. Yang demikian ini layak diberikan bagi orang-orang bentuk kompromi, al-Qusyairi menyetakan bahwa pada
yang senantiasa takut akan ancaman dan kemarahan Allah awal ridla diupayakan oleh seorang salik kemudian
dengan menjauhi larangannya. menjadi kondisi ruhani yang merasuk dalam sanubari sang
Di akhir surat al-Baiyinah, Al-Jilani untuk senantiasa hamba.
rida terhadap ketentuan Allah dan membebaskan diri dari Dalam upayanya meraih kedekatan dengan Allah
belenggu kesesatan, serta keinginan nafsu yang dapat seorang hamba (salik) harus melalui tangga-tangga
menghalangi hubungan seorang hamba dengan Allah SWT. spiritual, sebagai bentuk upaya untuk meraihnya. Pertama,
Adalah penting bagi seorang hamba untuk senantiasa taat seorang hamba harus membersihkan diri dengan
dan rida, meninggalkan kesenangan duniawi dan menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan, berjanji
senantiasa beribadah kepada-Nya baik dalam keadaan untuk tidak mengulangi kejahatannya lagi dan menghiasi
senang maupun susah; senantiasa berserah diri kepada- diri dengan amal kebajkan. Kedua, menerima segala
Nya (al-Jilani, 2009: 409). ketentuan Allah dengan perasaan tenang dan damai.
Al-Qusyairi (2006: 223) mengemukakan bahwa ada Ketiga, mensyukuri nikmat Allah dengan menggunakan
perbedaan pandangan antara ulama Khurasan dan Iraq. segala apa yang diberikan oleh Allah sesuai fungsinya
Apakah termasuk dalam kategori maqam (station) untuk kebaikan. Keempat, ia harus berupaya menghindari
125 126
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
hal-hal yang meragukan dan focus pada amal kebajikan Bagi seorang sufi musibah yang paling berat adala
yang berjangka panjang. Tidak mementingkan kehidupan ketika ia jauh dari Allah swt. Untuk itu maka seorang sufi
duniawi namun lebih memilih kebahagiaan ukhrawi. berupaya meningkatkan amal baiknya demi mendekatkan
Kelima, sabar dalam menjalankan ketaatan dan menerima diri kepadaa Allah (Isa, 2006: 209). Allah swt. berfirman
segala segala ketentuan yang telah disyariatkan oleh Allah. dalam QS. An-Nazi’at ayat 40-41:
Keenam, ikhlas menjalankan perintah Allah dan beribadah
kepadanya, tanpa riya, dan sum’ah. Ketujuh, Berserah diri ∩⊆⊃∪ 3“uθoλù;$# Çtã }§ø ¨Ζ9$# ‘yγtΡuρ ϵÎn/u‘ tΠ$s)tΒ t∃%s{ ôtΒ $¨Βr&uρ
127 128
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
Al-Qusyairi menjelaskan konsep khauf ini dengan orang yang takut akan balasan dari Allah atas perbuatan
mengutip QS. As-Sajdah ayat 16: buruk mereka akan berupaya menjalankan amal kebajikan
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan ruhani (al-Jilani, 2009: 5/485).
mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan Selanjutnya, dalam QS. Fatir/35 ayat 28 Allah
penuh rasa takut dan harap, serta mereka
menafkahkan apa apa rezki yang Kami berikan.” berfirman:
Al-Jilani dalam tafsirnya mengemukakan bahwa orang- …çµçΡ≡uθø9r& ì#Î=tFøƒèΧ ÉΟ≈yè÷ΡF{$#uρ Å_U!#uρ¤$!$#uρ Ĩ$¨Ζ9$# š∅ÏΒuρ
∩⊆∉∪ Èβ$tF¨Ζy_ ϵÎn/u‘ tΠ$s)tΒ t∃%s{ ôyϑÏ9uρ Orang-orang yang takut kepada Allah adalah hamba
“Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Allah yang mengenal-Nya (ma’rifatullah). Mengetahui
Tuhannya ada dua surga.”
kesempurnaan sifat-sifat Allah dan keluhuran nama-nama-
Sebagaimana penafsiran ayat sebelumnya, al-Jilani Nya. Orang yang paling takut kepada Allah adalah mereka
menafsirkan ayat ini dengan pernyatannya, bahwa orang- yang paling tahu keberadaannya. Maka pantaslah jika para
129 130
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
arif adalah merekaa yang sangat takut kepada Allah (al- demikian tidak menyadari buruknya perbuatan yang
Jilani, 2009: 4/464). Karena pengetahuannya mereka dilakukan.
bergegas menjalani amal kebaikan untuk bekal saat
2. Raja'
kembali kepada Allah . Hal ini tergambar dalam QS. al-
Mu’minun/23: 60-61. Menurut al-Qusyairi, Raja’ (harapan) keterkaitan hati
131 132
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
dengan segera, apapun permohonannya. Maka percayaalh yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”
pada terkabulnya apa yang diinginkan. Tidak ada tempat
meminta yang lebih utama kecuali kepada Allah. Orang Orang-orang yang mengharap bertemu Allah dan
yakni akan keesaan Allah akan senantiasa mengharap ditampakkannya wajah Allah, serta berharap rahmat-Nya
rahmat-Nya (al-Jilani, 2009: 1/160, 187). di hari akhir, akan menjadikan Rasulullah Muhammad saw.
Lebih lanjut dalam QS. al-Baqarah/2 ayat 186 Allah sebagai teladan. Orang yang demikian ini ditandai dengan
berfirman: menegakkan agama Allah dan kalimat tauhid. Mereka
133 134
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
yang khusus pada orang-orang yang memiliki amal Menurut Abdul Qadir Isa (2006: 212-213) tatkala seorang
kebaikan yang khusus dan balasan yang baik. Rezeki yang hamba mendekatkan diri dan bermunajat kepada Allah,
dimaksud dalam ayat ini adalah rezeki yang lebih hakiki sebaiknya menyeimbangkan antara Khauf (takut) dan raja’
(harapan) . Jangan sampai khaufnya mengalahkan raja’-nya
tanpa disangka-sangka atas karunia dan keutaamaan dari
hingga menimbulkan rasa putus asa akan rahmat Allah.
Allah. Tidak seperti orang-orang kafir yang seakan
Demikian pula jangan sampai raja’ mendahului khauf hingga
mendapat rezeki tetapi tidak memberi manfaat apapun
terjerumus dalam maksiat. Khauf dan raja adalaah satu
(al-Jilani, 2009: 3/497).
kesatuan pasangan yang harus seimbang dan tidak bisa
Dalam QS. Al-Ankabut ayat 5, Allah berfirmaan: dipisahkan.
uθèδuρ 4 ;NUψ «!$# Ÿ≅y_r& ¨βÎ*sù «!$# u!$s)Ï9 (#θã_ötƒ tβ%x. tΒ 3. Mahabbah
ììÅ™≡uρ ª!$#uρ 4 â!$t±o„ tΒ ÏµŠÏ?÷σム«!$# ã≅ôÒsù y7Ï9≡sŒ 4 5ΟÍ←Iω sπtΒöθs9
dan keluhuran sifatnya, dibuktikan dengan perilaku ketaatan,
menjalani kewajiban yang disyariatkan dengan penuh
pendekatan diri dan perasaan diawasi ooleh Allah. Mereka
∩∈⊆∪ íΟŠÎ=tæ
yakin bahwa apa yang dijanjikan oleh Allah akan didapatkan
“Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di
tanpa keraguan. Allah maha mendengarkan munajat mereka dan
antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka
mengetahui kebutuhan mereka (al-Jilani, 2009: 4/216). kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang
Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut
135 136
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
137 138
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
Tidak ada Tuhan selain Dia, segala sesuatu akan musnah Menurut al-Jilani, derajat mahabbah merupakan
kecuali dia, Dia yang pertama dan dan pada akhirnya implikasi dari maqam-maqam sebelumnya. Mulai dari
semua makhluk akan kembali pada (al-Jilani, 2009: keteguhan, penyerahan diri, keyakinan, hingga
1/146). pengetahuan. Karena pengetahuan dan kesadaran akan
Karena dorongan nafsunya, manusia seringkali Allah dan keberadaan makhluknya, maka seseorang secara
melalaikan keMahakuasaaan Allah itu dan justru lebih otomatis akan meraih mahabbah, dari mahabbah
mencintai yang lain. Kepentingan duniawi seringkali lebih kemudian sampai pada al-Mahbub (Yang Dicinta (Al-Jilani,
diutamakan dari pada Allah. Tidak jarang, karena 1988::147).
kesibukan dan kenikmatan duniawinya, seseorang Menurut al-Jilani, sebagai salah satu syarat dari
melanggar ketentuan Allah. Bahkan orang-orang yang tercapainya mahabbah adalah meninggalkan segala
mengaku beriman sekalipun juga banyak yang lebih keinginan atau hasrat duniawi. Karena dengan itulah maka
mementingkan kepentingan duniawi. Melalaikan akan muncul kesadaran sebagai seorang hamba.
kewajibannya sebagai seorang hamba dan tidak peduli Kesadaran inilah yang akan membuka pintu pendengaran,
terhadap larangan Allah. Lebih jauh lagi, karena penglihatan, ucapan yang penuh cinta dan keluhuran (Al-
kesombongannya manusia membangkan dirinya dan Jilani, 1988:225).
merendahkan orang lain, meresa lebih kuasa, lebih kaya, Para sufi sebagaimana juga al-Jilani menyebut
lebih baik, lebih luhur, dan perasaan-perasaan lain yang beberapa syarat seorang meraih mahabbah, antara lain
hadir akibat kesombongannya. Mereka tidak sadar bahwa seorang bisa meraih mahabbah kalau mengikuti jejak
segala sesuatu yang ada pada dirinya, seperti kepangkatan, Rasulullah saw. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ali
ilmu, ketaatan, kemuliaan, dan lain-lain adalah atas Imran/3: 31
öÏ øótƒuρ ª!$# ãΝä3ö7Î6ósム‘ÏΡθãèÎ7¨?$$sù ©!$# tβθ™7Åsè? óΟçFΖä. βÎ) ö≅è%
karunia Allah. Manusia tidak memiliki kekuasaan apa pun
untuk itu semua. Untuk itu, mak tidak ada yang lain yang
berhak dicintai dan disembah kecuali Allah. ∩⊂⊇∪ ÒΟ‹Ïm§‘ Ö‘θà xî ª!$#uρ 3 ö/ä3t/θçΡèŒ ö/ä3s9
139 140
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai berbuat kebajikan. dan Allah menyukai orang-
Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan orang yang berbuat kebajikan.”
mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Kata ahsanû dalam ayat ini menurut al-Jilani adalah
Jika seorang hamba bisa menjalan semua apa yang taqwa dan beribadah kepada Allah sekan-akan melihat-
diajarkan dan dan dituntunkan oleh Rasulullah Nya. Sedang yang dimaksud kata muhsinîn adalah mereka
Muhammad saw. yakni menjalankan perintah dan hukum- yang mencari rida Allah dan rindu bertemu dengan-Nya
hukumnya maka akan dapat meraih derajat mahabbah (al- (al-Jilani, 2009: 1/535).
Jilani, 2009: 265). Syarat lain yang harus dipenuhi Syarat lain untuk mendapat cinta Allah adalah
seseorang untuk meraih derajat mahabbah adalah berbuat sebagaimana dalam firman Allah QS. Al-Baqarah/2 ayat
kebaikan dan bermal saleh dengan penuh ketulusan dan 222:
141 142
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
Allah. Keburukan yang dilakukan oleh seseorang adalah Kesadaran bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri
hijab (penutup/pembatas) yang membatasi hubungan manusia adalah atas izun, karunia, kehendak dan kuasa
antara hamba dan Tuhannya. Untuk itu, jika seseorang Allah adalah penting agar kita bisa meraih mahabbah
ingin dekat dan berlemu dengan Allah maka harus bersih (mencintai dan dicintai Allah). Hal lain yang juga penting
dari noda. Allah mencintai orang-orang yang menyucikan adalah keyakinan bahwa segala apa yang diinginkan,
dirinya. Sebaliknya perilaku yang buruk dan merusak dikaruniakan dan dikehendaki Allah adalah yang terbaik.
tidak disukai Allah karena akan dapat menghalangi Maka tidak seharusnya seorang hamba meresa kecewa
hubungan dengan Allah. Dalam QS. Al-Baqarah/2 ayat 205, atau sedih atas kesusahan atau kesulitan apa yang terjadi,
Allah berfirman: karena Allah Maha tahu atas apa yang dikehendaki. Apa
y^öysø9$# y7Î=ôγãƒuρ $yγŠÏù y‰Å¡ø ã‹Ï9 ÇÚö‘F{$# ’Îû 4tëy™ 4’¯<uθs? #sŒÎ)uρ
yang menurut seseorang kurang baik, bisa jadi baik bagi
Allah, begitu pula sebaliknya. Sebagaimana firman Allah
∩⊄⊃∈∪ yŠ$|¡x ø9$# =Ïtä† Ÿω ª!$#uρ 3 Ÿ≅ó¡¨Ψ9$#uρ dalam QS. Al-Hadid/57 ayat 23:
“dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan 3 öΝà69s?#u !$yϑÎ/ (#θãmtø s? Ÿωuρ öΝä3s?$sù $tΒ 4’n?tã (#öθy™ù's? ŸξøŠs3Ïj9
di bumi untuk Mengadakan kerusakan padanya,
143 144
Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani Ahwal dan Maqamat dalam Tafsir al-Jilani
145 146
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani
146 147
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani
aku lebih memilih beribadah saja dan meninggalkan Dengan muhasabah, kesadaran seorang hamba akan terus
perniagaan." terjaga. Ia tidak mudah terlenakan oleh gonaan nafsu
Dalam kehidupan sehari-hari, seorang hamba tidak untuk berbuat dosa.
akan bisa lepas dari pilihan atau tawaran untuk berbuat Langkah kedua yang perlu dilakukan adalah dengan
salah atau dosa, di samping pilihan untuk berbuat baik. berupaya membiasakan diri untuk dapat senantiasa
Dalam rangka menjaga diri agar tidak berbuat dosa, menjatukan pilihan pada pilihan baik. Dengan menjaga diri
seorang hamba dituntut untuk dapat mengendalikan diri, dan senantiasa menjatuhkan pilihan pada pilihan baik
sehingga senantiasa menjatuhka pilihan, pada pilihan maka setiap gerak dan langkahnya, baik di sengaja
baik. maupun tidak disengaja akan menjatuhkan pilihan-pada
Hanya saja, tidak mudah untuk bisa mengendalikan pilihan baik. Karena pilihan alam bawah sadar seseorang
diri dari perbuatan dosa, karena kadangkala seorang sangat tergantung pada kebiasaan yang dilakukan. Jika
hamba tidak manyadari bahwa ia telah berbuat dosa. seseorang terbiasa menjatuhkan pilihan pada pilihan baik
Perbuatan dosa bisa saja dilakukan tanpa pikir panjang. maka seseorang akan menjatuhkan pilihan pada pilihan
Dalam situasi tertentu, kadang seseorang tidak sempat baik keskipun tidak sempat untuk berpikir.
berpikir panjang untuk dapat menentukan pilihan yang Langkah ketiga yang herus dilakukan seseorang
tepat atau baik, sehingga dengan reflek melakukan sebagai wujud pertobatannya, adalah dengan tidak
perbuatan buruk tanpa disengaja. memberikan kesempatan diri untuk terbawa dalam situasi
Untuk menjaga diri agar terhindar dari peilihan buruk yang memungkinkan atau memaksa untuk berbuat dosa.
yang dilakukan tanpa sengaja, langkah pertama yang haru Maka yang harus dilakukan adalah dengan menjaga agar ia
dilakukan adalah dengan muhasabah. Senantiasa senantiasa ada dalam lingkungan yang hanya
mengoreksi diri sendiri, terkait apa yang telah dilakukan memungkinkan dia berbuat baik. Untuk itulah maka
pada masa lalu. Berupaya secara terus-menerus agama mengajarkan kita untuk berkumpul dengan orang
mengidentifikasi perbuatan buruk yang telah dilakukan. saleh.
148 149
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani
Di antara para sufi ada yang melakukannya dengan merupakan ekspresi dari komitmen untuk senantiasa ada
cara membentuk komunitas tarekat. Tarekat adalah di jalan Allah. Yakni dengan menjaga diri agar selalu baik
kelompok organisasi yang secara menjalankan ritual dzikir dalam berperilaku. Untuk itu, maka seorang yang masuk
baik sendiri maupun bersama-sama sesuai yang diajarkan dalam maqam sufi berupaya menjaga hati, pikiran, ucapan
oleh guru (mursyid) mereka. Amala-amalan dzikir tersebut dan tindakannya agar senantiasa baik; berperasangka
mereka lakukan untuk menjaga hubungan mereka dengan baik, berpikir yang baik, berkata yang baik, dan
Allah. berperilaku yang baik. Itulah komitmen yang senantiasa
Apa yang mereka lakukan adalah salah satu bentuk dijaga oleh seorang yang melakukan laku spiritual.
ikhtiyar menjaga hubungan baik dengan Tuhan secara Komitmen para pelaku spiritual tampak pada maqâm
terus menerus. Dengan amalan yang mereka lakukan taubat, di mana seorang hamba berjanji untuk tidak
secara terus-menerus mereka berupaya menjauhkan diri mengulangi perbuatan buruk yang pernah dilakukannya
dari dosa. Banyak hadis nabi Muhammad saw. Yang dan menghiasi diri dengan perbuatan baik. Agar seorang
menunjukkan pentingnya amal kebaikan sebagai sarana hamba senantiasa ada dalam kebaikn, maka ia harus
untuk menjauhkan diri dari dosa yang telah dilakukan. mempu mengendalikan nafsunya. Nafsu duniawi
Seseorang yang melakukan banyak amal kebaikan dengan merupakan ujian yang senantiasa dihadapi oleh seorang
sendirinya akan dapat menghapuskan dosa yang telah hamba dalam melakukan kebaikan. Meskipun pada
dilakukan. Begitu sebaliknya, keburukan akan menghapus dasarnya manuaia diciptakan oleh Allah dalam kecucian
amal kebaikan yang telah dilakukan (an-Nawāwī, 155- dan cenderung pada kebaikan, namun hawa nafsu yang
159). dimilikinya dapat menjerumuskannya pada tindakan yang
buruk.
B. Komitmen pada kebaikan
Sabar untuk tidak tergoda oleh nafsu duniawi
Laku spiritual yang tergambar dalam maqâmât dan bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Untuk itulah
ahwal yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya maka seorang yang melakukan perjalanan spiritual (sâlik)
150 151
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani
harus melakukan riyadlah (paya yang sungguh-sungguh) menghadapi godaan kenikmatan materi dan perhiasan
atau latihan spiritual dengan ketentuan yang sedemikian duniawi (al-Jilani, 2009: 2/72).
rupa dan ketat dalam menjaga dirinya untuk senantiasa
Kesenangan materi dan perhiasan duniawi bisa
sabar menghadapi gonaan duniawi atau ujian yang
melalaikan seseorang dari komitmennya pada pada
dijalani.
kebaikan. Untuk itu perlu didukung keteguhan dan
Ujian yang dijalani seorang hamba bukan semata ujian
kesabaran menghadapi rintangan dan godaan nafsu
dalam bentuk kesusahan atau kesempitan. Ujian yang
duniawi yang dapat mengganggu komitmennya (QS. Ali
berat justru ketika seorang hamba diuji dengan ujian
Imran/3: 200).
kesenangan dan kelapangan. Karena pada saat itulah
seorang hamba akan sulit mengendalikan dirinya. C. Menggunakan potensi untuk kebaikan
Kesulitan dalam mengendalikan diri ketika ada dalam Agar seorang hamba senantiasa terjaga komitmennya
kelapangan dan kesenangan karena ketika seseorang ada dalam kebaikan maka ia harus pandai-pandai mensyukuri
dalam kesenangan dan kelapangan justru mudah terlena. nikmat yang Allah berikan. Sebagaimana dijelaskan pada
Sebaliknya, biasanya seseorang justru akan mudah bab terdahulu bahwa bersyukur artinya berterima kasih
mengingat Allah ketika ada dalam kesusahan atau atas kenikmatan yang diterima dengan jalan menggunakan
kesempitan. Karena pada saat itu, seorang hamba kenikmatan tersebut untuk kebaikan sesuai dengan
berupaya mengadu pada tuhannya agar bisa terlepas dari kebaikan fungsinya.
kesusahan dan kesempitan yang dialami. Untuk itu pula Orang yang mampu menggunakan fasilitas dan potensi
Allah menyerukan agar hambanya tidak segan-segan yang ada pada dirinya akan mendapatkan manfaat lebih
meminta-Nya agar diberi pertolongan untuk bisa bersabar sebagai tambahan atas nikmat yang diberikan.
dan senantiasa teguh menjalani perintah dan tunduk Sebagaimana firman Allah dalam QS. surat Ibrahim /14
kepada-Nya (QS. Al-Baqarah/2: 45). Al-Jilani ayat 7: “dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
mengemukakan bahwa yang dimaksud di sini adalah sabar memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
152 153
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu…”. Al-Jilani oang yang mampu menggunakan nikmat Allah sesuai
(2009, 2/519) menyatakan bahwa syukur adalah kemanfaatannya akan ditambahkan kenikmatan dan
ungkapan terima kasih atas karunia Allah dengan cara keutamaannya (al-Jilani, 2009: 6/388).
memmanfaatkan karunia yang diterima sesuai haknya. Quraish Shihab (2002: 15/235-236) dalam tafsirnya
Potensi dan fasilitas yang diberikan oleh Allah harus menjelaskan, bahwa syukur terhadap nikmat bisa
digunakan untuk kebaikan sesuai dengan fungsinya dan dilakukan dengan ucapan maupun perbuatan. Syukur
tidak menyalahgunakan potensi dan fasilitas tersebut dalam bentuk ucapan dilakukan dengan penuh ketulusan
untuk hal-hal yang justru di larang oleh Allah. Karena jika tanpa perasaaan riya’. Hal ini penting dalam rangka
demikian maka bukan tambahan nikmat yang akan merangsang orang lain untuk melakukan kebaikan yang
dirasakan namun sebaliknya kesengsaraan dan akibat sama.
buruk yang akan diterima.
D. Memurnikan tauhid
Kata ‘abdan syakûra (hamba yang bersyukur) dalam
QS. Al-Isra/17 ayat 3 ditafsirkan al-Jilani sebagai sosok Seorang sufi dengan maqâm dan ahwâl yang
yang mengikuti jejak rasulullah. Sebagai pengikut Nabi dijalaninya sesunggunya merupakan aktualisasi dari
Muhammad, seharusnya kita beriman kepadanya dengan ketauhidannya. Karena hanya Allah satu-satunya dzat yang
berbuat baik dan mengikuti jejaknya (al-Jilani, 2009: disembah maka segala sasuatu yang dilakukan adalah
3/106). Mengikuti sunnah rasulullah Muhammad SAW. semata hanya untuk Allah dan kerena Allah. Sesuatu yang
Adalah termasuk bentuk kesyukuran kita kepada Allah dilakukan untuk Allah dank karena Allah akan jauh dari
atas karunia yang diberikan. Ketika menafsirkan QS. An- sikap riya’, sombong, dan ingin dipuji oleh orang lain.
Nahl/16 ayat 78, “dan Allah mengeluarkan kamu dari perut Orang yang demikian tulus ikhlas dalam menjalankan
ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan syariat Allah. Orang yang ikhlas mendasari seluruh
Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, tindakan dan ibadahnya hanya karena Allah dan untuk
agar kamu bersyukur.” Al-Jilani mengemukakan bahwa Allah semata. Tidak ada dalam perasaaannya keinginan
154 155
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani
untuk dipuji orang lain, sikap sombong, membanggakan Perilaku zuhud pada hakekatnya juga upaya berpaling dari
kebaikan dan niatan lain di luar harapan dan keinginan dari segala sesuatu selain Allah.
untuk Allah (Al-Jilani, 2009: 98-99). Ida al-Masih dalam sebuah riwayat yang dikemukakan
al-Jilani mengemukakan bahwa kata mukhlasin dalam oleh al-Gazali menyatakan bahwa jika seseorang
ayat al-Qur’an bermakna orang-orang yang teguh dalam membenci dunia, maka Allah akan mencintainya (Ibn Abī
keimanan dan tulus dalam amal saleh hanya untuk Allah ad-Dunyā, t.th: 2/170; al-Gazālī, t.th: 3: 201). Untuk itu ia
(al-Jilani, 2009: 18). Imam al-Qusyairi mengemukakan menyarankan untuk lebih mendahulukan Allah dari
bahwa orang yang ikhlas mendekatkan diri kepada Allah padakenikmatan duniawi (al-Gazālī, t.th: 3: 138). Al-Makki
dan menjadikan Allah satu-satunya sesembahan, serta mengemukakan bahwa salah satu bukti keimanan seorang
mengesampingkan segala hal selain Allah. Seorang sufi hamba ialah ketika ia tidak peduli pada pujian orang lain
yang menjalani laku spiritual berupaya melindungi diri saat melakukan kebaikan dalam rangka pengabdian untuk
dari urusan dengan manusia (al-Qusyairi, 2006: 243). Tuhan (Al-Makkī, 1/244).
Di samping maqan ikhlas, maqam zuhud juga salah Orang yang mendekatkan diri pada Tuhan akan
satu bentuk aktualisasi ketauhidan. Seorang yang ada di menjauh dari kesenangan duniawi dan orang yang
maqam zuhud berupaya meninggalkan segala hal selain menjauh dari Tuhan kan mendekat pada dunia. Kezuhudan
Allah. Seorang zahid menjadikan semua harapan, dan kecintaan pada Tuhan (mahabbah) adalah komitmen
keinginan, dan tujuan hanya Allah semata. Segala untuk tidak lagi peduli pada selain Allah (ma siwa Allah).
kanikmatan dan fasilitas duniawi seharusnya Al-Makkī mengutip riwayat yang mengemukakan wahyu
digunakansebagai alat untuk mengabdi kepada Allah. Allah, "Pahitkanlah dunia bagi para kekasih-Ku, maka
Dalam tafsirnya al-Jilani (2009: 2/438) memaknai kata mereka hanya akan menginginkan-Ku (Al-Makkī, 2007:
zuhud sebagai ketidaktertarikan terhadap kenikmatan 489).
duniawi. Seorang yang ada di maqam zuhud (zahid) tidak Dalam sebuah riwayat Rasulullah saw. membenarkan
membutuhkan dunia atau segala sesuatu selain Allah. sebuah ungkapan yang menyatakan batilnya segala
156 157
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani
sesuatu selain Allah (al-Bukhārī, 1987: 5/53; Muslim,t.th: menikmati kesendirian untuk bertahajud. Kelima, tidak
7/49; aṭ-Ṭabari, t.th: 2/656). Segala sesuatu selain Allah menyesal meski kehilangan sesuatu, namun menyesal
adalah apa saja yang dinikmati saat ini, sebelum kematian. tatkala melewatkan waktu berdzikir kepada Allah.
Sementara, segala sesuatu yang datang setelah kematian Keenam, tidak merasa berat dalam menjalani perintah-
bukan termasuk dunia. Orang yang melakukan sesuatu perintah Allah. Ketujuh, bersikap lembut kepada hamba-
untuk mendapatkan pujian, berarti ia cinta dunia. Namun hamba Allah dan bersikap keras pada musuh-musuh Allah.
jika ia berharap balasan setelah kematian bukan termasuk Kedelapan, merasa takut dan harap dalam cinta Allah.
dunia. Untuk itu, maka tujuan untuk mendapatkan Kesembilan, tidak menampakkan cintanya, dalam
kebahagiaan nanti di hari akhir, sama dengan melakukan pengagungan, pemuliaan dan penghormatan kepada-Nya.
kabaikan untuk Allah, karena sesuai dengan apa yang Kesepuluh, tidak mengharap apapun dari makhluk-Nya.
diperintahkan Allah.
E. Menerima Taqdir Apa Adanya
Abd al-Qadir Isa dalam Ḥaqā’iq at-Taṣawwuf (2006:
295-298), mengemukakan tanda cinta seorang hamba Beriman kepada Taqdir Allah bukan berarti hanya
pada Allah: Pertama, merasa senang bertemu kekasihnya percaya pada taqdir-Nya. Karena kepercayaan terhadap
(Allah) sehingga tidak ada perasaan takut pada kematian; taqdir semata tidak memiliki manfaat apapun. Seorang
Kedua, lebih mengutamakan segala apa yang dicintai Allah hamba yang beriman kepada taqdir harus menerima
daripada apa yang ia cintai. Porangyang demikian akan ketentuan yang telah ditetapkan dan dikehendaki oleh
lebih mendahulukan ketaan dan ibadah kepada Allah Allah.
daripada melampiaskan kesenangan duniawi. Ketiga, Uraian pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa
memperbanyak dzikir. Orang yang mencintai Allah akan pada dasarnya maqam sabar, syukur, qanaah, tawakkal dan
selalu mengingat-Nya. Hati dan lisannya tidak pernah ridla adalah aktualisasi dari penerimaan diri terhadap
lepas dari mengingat-Nya. Keempat, berkhalwat untuk taqdir Allah swt. Seorang hamba yang ingin dekat dengan
munājat kepada Allah dan membaca kitab-Nya. Selalu Allah dan menuju kepadan-Nya harus nyaman dengan
158 159
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani
ketentuan dan kehendah Allah dan menerima dengan yang diterima dan tidak berharap lebih (Al-Qusyairī
senag hati; Atas segala ketentuan dan kehendak Allah (2008: 53).
tersebut ia harus bersabar menerimanya; menyerahkan Kepribadian seorang salik yang tergambar Maqâmât
diri sepenuhnya, dan rida atas segala ketentuan-Nya; dan ahwâl di atas hamba menunjukkan bahwa mereka
Yakni dengan menjalani ketentuan Allah sesuai apa yang adalah orang-orang yang sehat secara spiritual. Dalam
diinginkan, dikehendaki dan disyariatkan-Nya. pandangan psikologi, orang sehat menyikapi kehidupan
Maqam zuhud jugaa berarti penerimaan terhadap dunia secara objektif. Kesuksesan yang diperoleh dalam
kodrat yang telah ditetapkan oleh Tuhan apa adanya; tidak bentuk apa pun dipandang sebagai konsekuensi logis dari
menginginkan apapun selain apa yang diinginkan Allah upaya yang dilakukan, sementara kegagalan yang dialami,
tidak menghendaki sesuatu pun selain apa yang dijadikan sebagai pengalaman berharga seharusnya tidak
dikehendaki Allah (Ibn Hanbal, t.th.: 145-146). Seorang perlu disesali. Kegagalan yang dialami dijadikan sebagai
salik tidak mengharap apapun selaian yang telah motivasi untuk berbuat yang lebih baik. Realitas yang ada
ditakdirkan oleh Allah SWT. Segala apa yang menjadi dan terjadi di sekeliling mereka diterima apa adanya.
ketentuan dan kehendak Allah pasti yang paling baik bagi Pengalaman baik dan buruk adalah relitas obyektif yang
dirinya. Ia sadar bahwa keinginan manusia selalu didorong harus dihadapi dengan senang hati.
oleh hasrat nafsu yang bisa mengarahkan manusia pada Ekspresi yang berbeda akan tampak pada orang yang
keburukan (QS. 53/12). Seorang salik tidak takut dan mengalami neurotis (sakit jiwa). Mereka akan berupaya
khawatir terhadap segala situasi dan kondisi yang mereka mengubah realitas diri dan lingkungan sesuai dengan apa
alami. Keimanan yang kokoh membentuk pribadi yang yang menjadi keinginannya.
tahan uji. Ujian dan cobaan bagi mereka merupakan cara
F. Fokus pada masa depan
Tuhan mengingatkan dan memberkuat kepribadiannya.
Sikap seperti ini tergambar dalam maqam qana’ah, Doktrin maqâmât dan ahwâl yang tergambar dalam
dimana mereka senantiasa merasa puas dengan rejeki uraian di atas mengandung pesan agar fokus pada masa
160 161
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani
depan. Masa depan jauh lebih penting dan lebih baik dari mendatang. Mereka dengan penuh optimis melakukan
pada masa lalu. Masa lalu hanya perlu sebagai pelajaran segala sesuatu yang terbaik demi mendapatkan
untuk kepentingan masa depan yang lebih baik. Orang- kenikmatan pada masa yang akan datang.
orang yang demikian ini hidupnya hanya tertuju pada Harapan dan impian berjangka panjang merupakan
Allah dan untuk Allah. Dunia bagi mereka hanyalah jalan watak asli manusia, yang membedakannya dengan
yang harus dilalui untuk bisa sampai pada Allah. binatang. Karena binatang hanya memikirkan kepentingan
Diantara karakter para wali Allah adalah mereka yang jangka pendek. Untuk itu, dalam pandangan psikologi,
lebih menginginkan akhirat, di antara orang-orang yang orang yang sehat memiliki motivasi jangka panjang.
lebih mendambakan dunia yang sementara. Mereka Orang-orang sehat akan berjuang dengan keras untuk
mengabaikan kenikmatan duniawi untuk menjamin meraih kesuksesan pada masa yang akan datang. (Allport,
kenyamanan di masa depan (ukhrawi) yang lebih kekal 1955: 51).
dan abadi (Ibn Hanbal, t.th: 100-101, Abu Nu'aim, 1/10). Berbeda dengan pribadi yang tidak sehat atau
Kesengsaraan duniawi adalah kesenangan pada kehidupan mengalami gangguan psikologi, ia akan cenderung
ukhrawi (Ibn Hanbal, t.th: 145; al-Makki, 1/256). kehilangan semangat karena lemahnya motif-motif jangka
Seseorang tidak bisa mengisi hatinya dengan cinta dunia panjang tersebut. Orang-orang yang jiwanya sakit hanya
dan dambaan terhadap akhirat sekligus. Karena adunia akan memntingkan kepentingan-kepentingan sesaat.
dan akhirat adalah dua hal yang saling bertentangan, Tanpa peduli terhadap apa yang akan terjadi pada masa
bagaiman air dan api yang tidak mungkin dijadikan satu yang akan datang. Pribadi yang demikian tidak memiliki
(Ibn Abi Dunya, t.th: 2/24). kekuatan untuk meraih apa yang diinginkan (Schultz,
Seorang sâlik yang ada dalam maqam mahabbah 1993: 21).
senantiasa rindu untuk dapat diterima disisi Allah dan Menurut Allport (1961: 250), orang yang sehat adalah
bertemu dengan-Nya di akhirat. Demikian pula orang yang orang yang matang. Mereka selalu terdorong maju ke
raja’, hanya akan mendambakan kenikmatan di masa depan oleh visi ke depan yang mendorong terintegrasinya
162 163
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani
seluruh potensi diri untuk meraih apa yang menjadi Menurut Al-Gazali ( t.th: 3/200), manusia pada
tujuannya. umumnya telah banyak tertipu oleh hiruk pikuk duniawi
Doktrin maqâmât dan ahwâl menyiratkan pesan dan yang menjadikan mereka lalai. Kenikmatan duniawi yang
dorongan untuk fokus pada kehidupan jangka pandang ke telah banyak menyisakan kehampaan tidak banyak
depan, karena hari esok lebih baik dari hari ini. Karena dijadikan pelajaran, betapa kenikmatan duniawi hanya
dorongan itulah maka mereka melakukan upaya yang nisbi. Sementara harapan jangka panjang justru lebih
sungguh-sungguh (mujāhadah) untuk meraih kesuksesan menjanjikan kebahagiaan yang hakiki.
di masa mendatang dan untuk tujuan-tujuan jangka Doktrin maqamat dan ahwal mengajarkan umat
panjang. Kecenderungan seperti didasarkan pada dalil al- manusia agar memeiliki mental menjadi sehat dan
Qur’an, yang antara lain mengajarkan bahwa kanikmatan berkualitas. Orang yang sehat akan bisa mengambil
dunia itu sedikit dibandingkan dengan kenikmatan hari akhir pelajaran atas apa yang dialami dan disaksikan. Mereka
(QS. At-Taubah: 38); Hari akhir lebih baik dan lebih kekal (QS. dengan penuh kerelaan menerima apapun yang
Al-A‘la: 17); hari esok lebih baik dari hari ini (QS. Adl-Dluḥā: 4). ditakdirkan oleh Tuhan. Secara psikologis, manusia sehat
Berdasarkan hasil penelitian psikolog terhadap orang- memiliki kualitas utama yakni peneriman diri dan orang
orang yang dianggap sukses dan memiliki kesehatan prima lain, serta sabar dalam menghadapi kegagalan dan
secara spiritual tidak selalu hidup dalam kenyamanan. kekecewaan. Mereka menerima segala sisi dalaam diri
Mereka bahkan hudup penuh penderitaan dan perjuangan mereka baik berupa kelemahan dan kekurangan.
untuk membela kebenaran dan kemanusiaan. Tokoh-tokoh Selanjutnya, dengan segala upaya (mujahadah)
suci seperti para nabi dan rasul, Sidharta Gautama, dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi dengan penuh
lainnya, hidup penuh penderitaan. Mereka berjuang optimisme menatap masa depan yang lebih baik dan
melawan kejahatan dan penindasan dan kesewenang- hakiki. Orang yang sehat mentalnya tidak terdera rasa
wenangan oleh para penguasa dan kau kaya terhadap benci, kecewa, dendam dan marah yang secara psikologis
kelompok-kelompok miskin dan tertindas. dapat merusak mental mereka.
164 165
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani
166
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani
167 168
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani
penafsiran yang berbeda. Ketika menafsirkan kalimat atau dalam mendekatkan diri kepada Allah atau bertemu
ayat tertentu, beliau kadangkala cenderung bercorak dengan-Nya (lqâ’illah). Untuk bisa mendekat dan bertemu
isyari. Oleh karenanya, maka hasil penafsirannya bisa jadi dengan Tuhan seorang hamba harus mampu membuka
sangat berbeda dengan ahli tafsir pada umumnya. Dalam hijab yang menghalangi hubungannya Allah. 2. Laku
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, hamper tidak pernah spiritual yang tergambar dalam maqâmât dan ahwal
merujuk atau mengutip pendapat ulama ahli tafsir ataupun merupakan ekspresi dari komitmen untuk senantiasa ada
tasawuf. Hanya saja, kadangkala untuk memperkuat di jalan Allah; menjaga diri agar selalu baik dalam
penafsirannya, kadangkala beliau mengutip hadis nabi berperilaku. Untuk itu, maka perlu upaya pengendalian
atau ayat al-Qur’an yang lain. Meskipun yang demikian ini hati, pikiran, ucapan dan tindakannya agar senantiasa ada
tergolong sangat jarang. Bahkan uraian tentang asbab an- dalam kebaikan; 3. Untuk menjaga komitmen dalam
nuzul juga hampir tidak pernah dikemukakan. Oleh kebaikan maka ia harus dapat mensyukuri nikmat yang
karenanya, maka hasil penafsiran beliau, sebagian Allah berikan. Bersyukur artinya berterima kasih atas
besarnya sangat berbeda dengan penafsiran ayat yang ada kenikmatan yang diterima dan menggunakan kenikmatan
dalam kitab tafsir pada umumnya. Namun, dalam tersebut untuk kebaikan sesuai dengan kebaikan
menafsirkan ayat-ayat sufistik, semisal ayat maqamat dan fungsinya; 5. maqâmat dan ahwâl adalah merupakan
ahwal uraian beliau tidah jauh berbeda dengan uraian aktualisasi dari ketauhidan. Karena hanya Allah satu-
para ahli tasawuf. Namun bisa dikatakan bahwa beliau satunya dzat yang disembah, maka segala sasuatu yang
lebih dekat dengan para sufi heterodok, semisal Ibnu dilakukan adalah semata hanya untuk Allah dan kerena
Arabia atau Abi Yazid al-Bistami. Allah.; 6) maqam sabar, syukur, qanaah, tawakkal dan rida
Ketiga, pesan-pesan yang dapat diambil dari adalah aktualisasi dari penerimaan diri terhadap taqdir
penafsiran al-Jailani terhadap ayat-ayat maqamat dan Allah swt. Seorang hamba yang ingin dekat dengan Allah
ahwal antara lain adalah: 1) Maqâmât dan ahwâl pada dan bertemu denga-Nya harus nyaman dengan ketentuan
dasarnya adalah jalan yang dilalui oleh seorang hamba dan kehendah Allah, serta menerima dengan senang hati
169 170
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani
apa pun yang terjadi pada diri dan lingkungannya; Atas maqâmât dan ahwâl dikaji , kecuali hanya beberapa yang
segala ketentuan dan kehendak Allah tersebut ia harus dijadikan contoh.
bersabar menerimanya; menyerahkan diri sepenuhnya, Untuk itu masih terbuka banyak kemungkinan untuk
dan rida atas segala ketentuan-Nya; 7. Doktrin maqâmât penelitian lebih lanjut terhadap tafsir al-Jilani, mengingat
dan ahwâl yang tergambar dalam uraian di atas keunikan tafsir ini, khususnya kedekatannya dengan corak
mengandung pesan agar fokus pada masa depan. Masa tafsir isyari. Pendekatan beliau yang bersifat dzauqi bisa
depan jauh lebih penting dan lebih baik dari pada masa dijadikaan bahan penelitian lebih lanjut terkait dengan
lalu. Masa lalu hanya perlu sebagai pelajaran untuk tema-tema lain yang lebih bervariasi.
kepentingan masa depan yang lebih baik. Orang-orang
yang demikian ini hidupnya hanya tertuju pada Allah dan
untuk Allah. Dunia bagi mereka hanyalah jalan yang harus
dilalui untuk bisa sampai pada Allah. Kenikmatan duniawi
hanyalah nisbi sementara kenikmatan akhirat bersifat
hakiki dan abadi.
B. Keterbatasan Studi
Meskipun menelitian ini merupakan kajian terhadap
Tafsir al-Jilani, namun tidak menjangkau keseluruhan ayat-
ayat yang ditafsirkannya. Secara spesifik penelitian ini
hanya mengkaji penafsiran Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
terhadap ayat-ayat tentang maqâmât dan ahwâl dalam
Tafsir al-Jilani. Meski demikian tidak semua ayat tentang
171 172
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani
‘Abdul Bāqī, Muḥammad Fu'ād, t.th., Al-Mu‘jam al- aż-Żahabī, Muḥammad Ḥusain, 1989, Isra’iliyat dalam
Tafsir dan Hadis, terj. Drs. Didin Hafidhuddin,
Mufahras li Alfāẓ al-Qurān al-Karīm, Indonesia:
Maktabah Dahlān. Jakarta: Litera AntarNusa.
--------------, at-Tafsīr wa al-Mufassirūn, Beirut: Dārul-Fikr,
‘Afīfī, Abū al-A'lā, 1963, At-Taṣawwufat-Taurah ar-
Rūhiyyah Fi al-Islām, Iskandariyah: Dārul- 1991.
Ma‘ārif Al-Faiḍ, Abū, Jamharāt al-Auliyā' wa A’lāmu Ahl aṭ-
‘Alī ibn Aḥmad al-Wāhidī, Abū Ḥusain, 1991, Asbāb an- Ṭaṣawwuf, Kairo: Mu'assasah al-Ḥalābī
Nuzūl al-Qur’ān, Beirut: Dārul-Fikr. Gadamer, Hans Georg, 1975, Trust and Method, New York:
The Seabury Press.
Amstrong, Amatullah, 1996, Khazanah Istilah Sufi, Kunci
Memahami Istilah Tasawuf, terj. MS. Nsrullah & ----------------, tt. Iḥyā’ ‘Ulūmud-Dīn, Indonesia: Dārul- Iḥyā’
Ahmad Baiquni, Bandung: Mizan.
----------------, 2007, Minhāj al-‘Ābidīn, terj. Mochtar Zoerni
Allport, Gordon W., 1955, Becoming: Basic Considerations & Abul Barakat Muhamad Ali, Bandung: Irsyad
for A Psychology of Personality, New Haven: Batus Salam
Yale University Press
----------------, tt. Mukāsyafat al-Qulūb al-Muqarrib ilā
-----------------, 1950, The Individual and His Religion: A hadlrat Allah al-Ghuyūb, Kairo: Maṭba'ah
Psychological Interpretation, new York: Muḥammad ‘Ātif
Macmillan
Ḥasan, ‘Abd al-Ḥakīm, 1954, aṭ-Ṭaṣawwuf Fī Syi'r al-‘Arabī,
Baihaqī, MIF, 2008, Psikologi Pertumbuhan, Bandung: Mesir: Al-Anjāl al-Miṣhriyyah
Remaja Rosdakarya
Ḥifnī, ‘Abd al-Mun‘im, t.t. Mu'jam Musṭalahāt aṣ-Ṣūfiyyah,
Basyūnī, Ibrāhīm, tt. Nasy'at aṭ-Ṭaṣawwuf al-Islāmī, Beirut: Dārul-Masīrah
Makkah: Dārul-Ma‘ārif
Al-Ḥujwīrī, ‘Ali bin ‘Uṡmān al-Jullābī, t. th., Kasyf al-Maḥjūb,
Bertens, Kees, 1981, Filsafat Barat dalam Abad XX, Jilid I, Beirut: Dārun- Nahḍah al-‘Arabī.
Jakarta: Gramedia.
Ibn Ḥanbal, Abū ‘Abdullāh Aḥmad ibn Muḥammad asy-
Bleicher, Josef, Contemporery Hermeneutics, London: Syaibanī, 1988, Az-Zuhd, Beirut: Dārul-Kitāb al-
Routledge & Kegan Paul, 1980) ‘Arabī.
172 173
Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani Maqamat dan Ahwal dalam Tafsir al-Jilani
Ibn al-Jawzī, Abū al-Farrāj ‘Abd Rahmān ibn 'Alī, 1976, al- Al-Makkī, Abū Ṭālib, 1958, Muḥammad Ibn ‘Alī, Qūt al-
Ażkiyā'. Ed. Usāma ar-Rifa‘i, Damascus: Qulūb Fī Mu‘āmalāt al-Maḥbūb, ed. Mujtaba
Maktabah al-Gazālī Minowi, Wiesbaden, Frans Steiner.
Al-Munajjid, Muḥammad bin Ṣalih, 2006, Silsilah A‘māl al- Maslow, Abraham H., 1971, The farther Reaches of human
Qulūb, terj. Bahrun Abu bakar Ihzan Zubaidi, Nature, New York: Viking
Bandung: Irsyad Baitus Salam
-----------------, 1970, Motivation and Personality, 2d ed.,
Al-Iṣbānī, Abū Nu‘aim, 1938, Aḥmad ibn ‘Abdullāh, Ḥilyat New York: Harper
al-Auliyā' wa Ṭabaqāt al-Asyfiyā', Kairo:
-----------------, 1964, Religions, Values and Peak-Experience,
Maṭba’ah as-Sa‘ādah.
new Yor: Viking
Isa Abdul Qadir, 2006, Hakekat Tasawuf, terj. Khairul Amru
Muhammad, Hasyim, 2002, Dialog antara Tasawuf dan
Harahab & Afrizal Lubis, Jakarta: Qisthi Press
Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Al-Jīlānī, ‘Abd al-Qādir, 1968, Fath ar-Rabbānī wa al-faiḍ
Nasr, Sayyed Husein, 1980, Living Sufism, London: Unwin
ar-Rahmānī, Mesir: Musṭafā Bāb al-Ḥalabī
Paperbacks.
-----------------, 2009. Tafsir al-Jilani (Jilid 1 s/d 6), tahqiq:
Qarḍāwī, Yūsuf, 1996, Tawakal, terj. Kathur Sukardi,
Muhammad Fadhil Jaelani al-Hasani, Istambul
Jakarta: Pustaka al-Kautsar
Turki: al-Markaz Jilani li al-Buhuts al-Ilmiyah
Al-Qusyairī, ‘Abd al-Karīm al-Ḥawāzin, 2008., ar-Risālah al-
-----------------, t.th. Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haq, Beirut:
Qusyairiyah, Beirut: Dārul-Khair.
Dar al-Fikr
Schultz, Duane, 1993, Psikologi Pertumbuhan: Model-model
-----------------, 1997, Rahasia Sufi,terj. Abdul Madjid Hj
Kepribadian Sehat, Yogyakarta: Kanisius
Khatib, Yogyakarta: Pustaka Sufi
Shihab, Quraish, 2001, Tafsir al-Mishbah, Jakarta: Lentera
-----------------, t.th, Futûh al-Ghaib, Mesir: Musthafa al-Bab
Hati.
al-Halabi
Sumaryono, 1996, Hermeneutika, Yogyakarta: Kanisius
al-Jauzī, Ibn Qayyim, t. th., Madārij as-Sālikīn baina Manāzil
Iyyāka Na‘budu wa Iyyāka Nasta‘īn, Beirut: Aṭ-Ṭūsī, Abū Nashr as-Sarrāj, 2002, Al-Lumā', terj.
Dārul-Kutub al-‘Ilmiyah. Wasmukan & Samson Rahman, Surabaya:
Risalah Gusti
Machasin, "Sumbangan Hermeneutika untuk Tafsir",
Gerbang, no. 14. vol. V, 2003.
174 175