Anda di halaman 1dari 46

STUDI KOORDINASI RELE PENGAMAN PADA

SISTEM KELISTRIKAN PT. WILMAR NABATI


INDONESIA,
GRESIK – JAWA TIMUR

• Pendahuluan

• Teori Penunjang

• Studi Kasus Sistem Kelistrikan PT. Wilmar

• Hasil Simulasi dan Analisis

• Penutup
Latar Belakang

• PT. Wilmar Nabati Indonesia (PT. Wilmar) memiliki fasilitas


industri di daerah Gresik, Jawa Timur.
• Dalam sistem kelistrikan industri dibutuhkan sistem
pengaman untuk mengamankan sistem dari gangguan.
• Koordinasi sistem pengaman diperlukan untuk membatasi
daerah pemadaman ketika terjadi gangguan.
• Koordinasi sistem pengaman yang baik dapat meningkatkan
keandalan sistem.

1
Tujuan

 Memodelkan, menyimulasikan, dan menganalisis sistem


kelistrikan PT. Wilmar.
 Mengetahui koordinasi rele pengaman yang terpasang pada
sistem kelistrikan PT. Wilmar saat ini.
 Mendapatkan setelan dan koordinasi rele pengaman yang
tepat untuk sistem kelistrikan PT. Wilmar.

2
Metodologi

3
STUDI KOORDINASI RELE PENGAMAN PADA
SISTEM KELISTRIKAN PT. WILMAR NABATI
INDONESIA,
GRESIK – JAWA TIMUR

• Pendahuluan

• Teori Penunjang

• Studi Kasus Sistem Kelistrikan PT. Wilmar

• Hasil Simulasi dan Analisis

• Penutup
Rele Arus Lebih
• Rele arus lebih adalah rele yang beroperasi atau mendeteksi adanya
gangguan ketika arus yang mengalir melebihi batas yang diijinkan.
• Rele arus lebih ini dapat berupa rele arus lebih waktu invers (inverse
time overcurrent relay), rele arus lebih waktu tertentu (definite
overcurrent relay), atau berupa rele arus lebih waktu instan
(instantaneous overcurrent relay).

4
Penyetelan Rele Arus Lebih
Rele arus lebih memiliki setelan pickup dan setelan time dial.
• Pickup (Iset) didefinisikan sebagai nilai arus minimum yang
menyebabkan rele bekerja. Pada rele arus lebih, besarnya Iset
ini ditentukan dengan pemilihan tap.

• Setelan time dial (T) menentukan waktu operasi rele (td).

5
Rele Arus Lebih Berarah (DOCR)
• Directional overcurrent relay (DOCR) ini menggunakan hubungan antara
fasa tegangan dan fasa arus untuk menentukan arah gangguan. DOCR ini
akan aktif jika dua kondisi berikut terpenuhi :
- Arus lebih tinggi dari ambang pengaturan;
- Arus gangguan berada pada daerah trip.
• Daerah trip ini ditentukan dari setelan sudut dari koneksi rele yang
menghasilkan torsi maksimum. Setelan sudut ini biasa disebut sebagai
maximum torque angle (MTA).

6
Penyetelan DOCR
• Menentukan batas arus lebih dan titik acuan untuk menentukan sudut
penghasil torsi maksimum (MTA) atau yang biasa disebut polarisasi atau
polarization angle. Yang digunakan sebagai titik acuan ini dapat berupa
arus maupun tegangan. Namun yang biasa digunakan adalah polarisasi
dengan tegangan antar fasa.
• Menentukan pergeseran sudut fasa antara tegangan dengan arus
gangguan atau biasa disebut dengan phase displacement (β). Untuk
menghitung phase displacement ini dapat digunakan persamaan berikut :
β = - tan-1 R/X
Di mana :
R = Resistansi
X = Reaktansi

7
Koordinasi Rele Arus Lebih (1)
• Dalam suatu sistem kelistrikan terdapat susunan rele pengaman
yang terdiri dari rele pengaman utama dan rele pengaman backup.
Antara rele pengaman utama dengan rele pengaman backup ini
harus dikoordinasikan agar menghasilkan sistem proteksi yang
sempurna. Adapun koordinasi ini dilakukan pada setelan pickup dan
time delay dari rele tersebut.

8
Koordinasi Rele Arus Lebih (2)

• Untuk memberikan koordinasi yang baik, setelan pickup rele-rele


tersebut harus memenuhi syarat berikut :
Iset A > Iset B > Iset C > Iset D
• Pada aplikasi praktis, sering digunakan batas 125% dari nilai
pickup rele di bawahnya.
• Pada setelan waktu, dikenal adanya setting kelambatan waktu (Δt)
atau grading time. Perbedaan waktu kerja minimal antara rele
utama dan rele backup adalah 0.2 – 0.4 detik. Sehingga waktu
operasi pada rele dapat ditentukan sebagai berikut :
ts = t + Δt

9
STUDI KOORDINASI RELE PENGAMAN PADA
SISTEM KELISTRIKAN PT. WILMAR NABATI
INDONESIA,
GRESIK – JAWA TIMUR

• Pendahuluan

• Teori Penunjang

• Studi Kasus Sistem Kelistrikan PT. Wilmar

• Hasil Simulasi dan Analisis

• Penutup
Sistem Kelistrikan PT. Wilmar
• Sistem Pembangkitan :
- Sumber dari PLN (GI Segara Madu) 5,5 MW
- Steam Turbine Generator (STG) 2 x 15 MW
- Diesel Engine Generator (DEG) 2 x 2 MW (emergency)
• Sistem Distribusi :
sistem distribusi ring yang dioperasikan secara radial dengan
membuka breaker pada titik-titik tertentu.
Tegangan menengah yang digunakan adalah 10,5 kV dan 3,3 kV.
Untuk Tegangan rendah 0,4 kV
• Beban :
Total beban maksimum yang terpasang 32 MW, demand factor 60%,
maka total konsumsi beban sekitar 18 MW.

10
Pengambilan Tipikal Koordinasi

PLN 20 kV
STG 1 STG 2

OCR OCR

PLN Feeder A PLN Incoming

OCR

Tipikal 3 OCR

BUS 1 BUS 3

OCR
OCR
BUS 2

Tipikal 2
SUT-RF3-016 SUT-R2-009
OCR

PLN SS-B PLN SS-C

OCR OCR

DEG 1 DEG 2
Tipikal 1
SUT-R1-002 SUT-R1-006 SUT-R2-007 SUT-R3-010 SUT-R3-011 SUT-R4-012 SUT-R4-014 Jetty
PK Crushing PK Crushing

OCR

SUT-R1-003 SUT-R1-005 SUT-R2-008 SUT-R4-015 SUT-R4-013

OCR

SUT-R1-004 FA/GLY&Hydro
Air Comp. WTP&Mesh BD 4 BD 5 Hydrochem Oleo TF Electrolyzer1 Electrolyzer2 Electrolyzer3 Boiler House TF-NKB

OCR
TF-KB Fractionation
Refinery Soap Beading ME Fract. NPK Plant 3.3kV NPK Plant RO/ETP

OCR

MTR
355kW
Cons. Pack Main Office

11
STUDI KOORDINASI RELE PENGAMAN PADA
SISTEM KELISTRIKAN PT. WILMAR NABATI
INDONESIA,
GRESIK – JAWA TIMUR

• Pendahuluan

• Teori Penunjang

• Studi Kasus Sistem Kelistrikan PT. Wilmar

• Hasil Simulasi dan Analisis

• Penutup
Hubung Singkat Minimum 30 Cycle
• Hubung singkat minimum adalah hubung singkat yang terjadi ketika
sistem beroperasi pada kondisi suplai beban minimum. Di mana
pada kondisi ini sistem disuplai oleh sumber PLN dan satu STG. Total
daya yang mengalir pada kondisi ini adalah sekitar 18 MW.

12
Hubung Singkat Maksimum 1/2 Cycle
• Hubung singkat maksimum adalah hubung singkat yang terjadi ketika
sistem beroperasi pada kondisi suplai beban maksimum. Di mana pada
kondisi ini kedua STG yakni STG1 dan STG2 beroperasi paralel dengan
suplai dari sumber PLN. Total pembangkitan pada kondisi ini adalah sekitar
35 MW. Pada simulasi hubung singkat maksimum, kedua CB bypass dibuka
dan reaktor seri yang memisahkan ketiga bus sumber dioperasikan.

13
Tipikal Koordinasi 1
• Koordinasi mulai dari Bus NPK Plant 3.3 kV yang terdapat
motor tegangan menengah 355 kW, hingga Bus PLN SS-C.

14
Hasil Plot Existing Tipikal Koordinasi 1 (1)
Lebih baik dinaikkan
di atas full load
ampere trafo

Trip ketika motor


beroperasi dengan
pembebanan penuh

Koordinasi masih
belum tepat

15
Hasil Plot Existing Tipikal Koordinasi 1 (2)

Lebih baik dinaikkan


di atas full load Akan trip ketika
ampere trafo semua beban
beroperasi penuh

Koordinasi masih
belum tepat

Grading time
masih terlalu
sempit

16
Rekomendasi Resetting Rele Tipikal Koordinasi 1 (1)
•  Rele R.NPK.355 (CT Ratio : 100 / 5)
• Time Overcurrent Pickup (Standard Inverse Time)
1,15 × FLA Motor 355kW < Iset < 0,8 × Isc Min. Motor 355kW
1,15 × 88,86 < Iset < 0,8 × 4376  Dipilih Iset = 110 A

• Time Dial
Dipilih waktu operasi (td) = t starting motor = 5 s

 = 4,16
• Instantaneous Pickup
Iset > 1,3 × Istarting Motor 355kW
Iset > 1,3 × 6,5 × 88,86  Dipilih Iset = 750,87 A

• Time Delay
Dipilih time delay = 0,1 s

17
Rekomendasi Resetting Rele Tipikal Koordinasi 1 (2)
•  Rele R.NPK 3.3kV (CT Ratio : 400 / 5)
• Time Overcurrent Pickup (SIT)
1,2 × FLA secondary TRF-019 < Iset < 0,8 × Isc Min. NPK Plant 3.3kV
1,2 × 437,4 < Iset < 0,8 × 4376  Dipilih Iset = 525 A

• Time Dial
Dipilih waktu operasi (td) = 1,1 s

 = 0,91

• Instantaneous Pickup
Iset > 0,8 × Isc Min. NPK Plant 3.3kV
Iset > 0,8 × 4376  Dipilih Iset = 3500,8 A

• Time Delay
Dipilih time delay = 0,3 s

18
Rekomendasi Resetting Rele Tipikal Koordinasi 1 (3)

• Dengan menggunakan langkah perhitungan yang sama, maka didapatkan


setelan rele untuk Tipikal Koordinasi 1 sebagai berikut :

19
Hasil Plot Resetting Tipikal Koordinasi 1 (1)

20
Hasil Plot Resetting Tipikal Koordinasi 1 (2)

21
Tipikal Koordinasi 2
• Koordinasi mulai dari Bus SUT-R3-011 hingga STG2. SUT-
R3-011 merupakan bus substation yang menyuplai instalasi
DC. Pada bus ini THD cukup tinggi yakni sekitar 30%. Simulasi
aliran arus pada studi harmonisa menunjukkan kenaikan
arus sebesar 5%.

22
Hasil Plot Existing Tipikal Koordinasi 2 (1)
Akan trip ketika
semua beban
beroperasi penuh

Lebih baik dinaikkan


di atas full load
ampere trafo

Koordinasi perlu
disempurnakan

Grading time
masih terlalu
sempit

23
Hasil Plot Existing Tipikal Koordinasi 2 (2)
Akan trip ketika Reaksi terlalu
generator lama
mengalirkan arus
maksimum

Akan trip ketika salah


satu feeder pada
double feeder
bermasalah

24
Hasil Plot Existing Tipikal Koordinasi 2 (4)
Reaksi terlalu
lama

Setelan instan
kurang maksimal

25
Hasil Plot Existing Tipikal Koordinasi 2 (3)

26
Rekomendasi Resetting Rele padaTipikal Koordinasi 2
• Agar kontinuitas suplai terjaga, diperlukan rele arus lebih
berarah.
DOCR

27
Hasil Plot Resetting Tipikal Koordinasi 2 (1)

28
Hasil Plot Resetting Tipikal Koordinasi 2 (2)

29
Hasil Plot Resetting Tipikal Koordinasi 2 (3)

30
Hasil Plot Resetting Tipikal Koordinasi 2 (4)

30
Tipikal Koordinasi 3
• Koordinasi rele pengaman feeder dari trafo PLN, mulai dari
Bus 2 hingga Bus PLN Incoming.

31
Hasil Plot Tipikal Koordinasi 3

Koordinasi perlu
diperbaiki

Grading time
terlalu sempit

32
Hasil Plot Tipikal Koordinasi 3 (2)

Grading time
terlalu sempit

33
Rekomendasi Resetting Rele pada Tipikal Koordinasi 3

• Dengan menggunakan langkah perhitungan yang sama seperti Tipikal


Koordinasi sebelumnya, maka didapatkan setelan untuk Tipikal Koordinasi
3 sebagai berikut :

34
Hasil Plot Tipikal Koordinasi 3

35
Hasil Plot Tipikal Koordinasi 3 (2)

36
STUDI KOORDINASI RELE PENGAMAN PADA
SISTEM KELISTRIKAN PT. WILMAR NABATI
INDONESIA,
GRESIK – JAWA TIMUR

• Pendahuluan

• Teori Penunjang

• Studi Kasus Sistem Kelistrikan PT. Wilmar

• Hasil Simulasi dan Analisis

• Penutup
Kesimpulan

• Terdapat beberapa setelan rele yang belum tepat dan


koordinasi yang kurang baik.
• Terdapat setelan instan pada beberapa rele yang belum
maksimal, karena belum mencakup seluruh level arus
hubung singkat.
• Grading time yang diberikan terlalu sempit, yakni 0,12 detik.
• Sistem pengaman pada double feeder kurang maksimal,
sebab belum ada koordinasi yang baik ketika terjadi
gangguan pada salah satu feeder. Oleh sebab itu perlu
adanya tambahan elemen directional pada rele tersebut.

37
Saran

Karena adanya setelan yang kurang tepat serta koordinasi yang


kurang baik pada beberapa rele tersebut, maka
direkomendasikan untuk melakukan penggantian setelan
sesuai dengan setelan yang diperoleh dari hasil analisis yang
telah dilakukan dalam tugas akhir ini.

37
SEKIAN
DAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai