Anda di halaman 1dari 15

NAMA : JOERKAL HAKINAN

NIM : 1811401053

KELAS :B

Program Studi : Fisioterapi

KASUS PENYAKIT KULIT

A. LESI PRIMER

1. Penyakit molluscum contagiosum atau moluskum kontagiosum (Papula)

Penyakit molluscum contagiosum atau moluskum kontagiosum adalah infeksi virus


yang menyebabkan tumbuhnya bintil di kulit. Bintil biasanya tidak terasa nyeri, namun
menimbulkan rasa gatal. Moluskum kontagiosum merupakan kondisi yang mudah dikenali dan
terkadang tidak perlu diobati. Bintil biasanya hilang dalam waktu 6-12 bulan. Namun pada
pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, penyakit ini bisa berlangsung lama dan
memerlukan pengobatan intensif.
Gejala Molluscum Contagiosum

Moluskum kontagiosum dapat dikenali dengan melihat bintil pada permukaan kulit. Bintil-
bintil tersebut bisa berkumpul di satu area atau tersebar di beberapa bagian tubuh, dengan
karakteristik sebagai berikut:

 Berukuran kecil, seperti biji kacang hijau atau kacang tanah.


 Muncul di wajah, leher, ketiak, perut, kelamin, dan tungkai.
 Berwarna seperti warna kulit, putih, atau merah muda.
 Ada titik kecil berwarna putih kekuningan di tengah bintil.
 Jumlah bintil yang tumbuh biasanya sekitar 20-30, tapi pada orang dengan kekebalan
tubuh rendah, jumlahnya bisa lebih banyak.
 Awalnya keras bila diraba, kemudian melunak seiring waktu.
 Tidak menimbulkan nyeri, namun terasa gatal.

Bintil moluskum kontagiosum dapat mengalami peradangan, pecah, dan mengeluarkan


cairan berwarna putih kekuningan bila digaruk. Kondisi ini bisa menyebabkan infeksi bakteri
pada kulit. Moluskum kontagiosum sering kali hilang dengan sendirinya dalam 6-12 bulan,
terutama pada orang yang tidak mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh. Sebaliknya, pada
orang dengan kekebalan tubuh lemah, seperti penderita HIV/AIDS, moluskum kontagiosum
dapat berlangsung lama dan harus ditangani secara intensif.

Penyebab Molluscum Contagiosum

Moluskum kontagiosum disebabkan oleh virus Molluscum contagiosum. Seseorang dapat


tertular virus Molluscum contagiosum bila bersentuhan langsung dengan kulit penderita.
Penularan juga dapat terjadi bila seseorang menyentuh atau menggunakan barang yang
digunakan oleh penderita, seperti pakaian atau handuk. Moluskum kontagiosum juga bisa
menular melalui hubungan seks. Virus ini juga dapat menginfeksi area tubuh lain, ketika
seseorang menggaruk bintil kemudian menyentuh bagian tubuh lain. Akibatnya, akan muncul
bintil baru di bagian tubuh yang disentuh tadi.

Faktor risiko molluscum contagiosum

Pada banyak kasus, moluskum kontagiosum menyerang orang dengan kekebalan tubuh
lemah, seperti penderita HIV/AIDS, orang yang menjalani transplantasi organ tubuh, atau pasien
yang menjalani pengobatan kanker. Penyakit ini juga lebih rentan terjadi pada kelompok di
bawah ini:
 Anak-anak usia 1-10 tahun.
 Orang yang tinggal di daerah tropis.
 Penderita dermatitis atopik.
 Atlet olahraga yang melibatkan kontak tubuh, seperti sepakbola dan gulat.

Diagnosis Molluscum Contagiosum

Moluskum kontagiosum mudah dikenali tanpa perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Hanya dengan melihat bentuk bintil yang tumbuh pada kulit, dokter biasanya sudah dapat
mendiagnosis penyakit ini. Akan tetapi, bila bintil tersebut diduga bukan moluskum
kontagiosum, dokter akan melakukan biopsi, yaitu pengambilan jaringan kulit tempat tumbuhnya
bintil untuk diperiksa menggunakan mikroskop.

Pengobatan Molluscum Contagiosum

Moluskum kontagiosum akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan dalam 6-12
bulan, terutama jika penderita memiliki sistem imun yang baik. Pada beberapa kasus, penyakit
ini dapat berlangsung selama lebih dari 5 tahun. Namun, orang yang sudah pernah menderita
moluskum kontagiosum tidak akan tertular lagi. Dokter umumnya tidak menyarankan
pengobatan pada penderita yang masih anak-anak, sebab bintil cenderung akan hilang dengan
sendirinya. Selain itu, pengobatan bisa terasa menyakitkan bagi anak dan menimbulkan
kerusakan dan bekas luka di sekitar area bintil.

Pada penderita dewasa, ada beberapa metode yang bisa dilakukan oleh dokter kulit untuk
mengobati moluskum kontagiosum, antara lain:

 Mengolesi bintil dengan asam trikloroasetat, asam salisilat, atau tretinoin, baik dalam
bentuk krim maupun salep.
 Kuret atau scraping, yaitu mengikis bintil menggunakan alat medis khusus.
 Terapi sinar laser, yaitu membakar bintil menggunakan sinar laser.
 Diathermy, yakni menghancurkan bintil menggunakan energi panas, dengan terlebih
dahulu diberikan bius lokal.
 Krioterapi, yaitu membekukan bintil menggunakan nitrogen cair.

Pada pasien yang memiliki bintil besar atau cukup banyak, dokter akan mengulang
prosedur di atas tiap 3 atau 6 minggu sampai bintil hilang. Selama pengobatan, bintil yang baru
masih mungkin timbul, tapi biasanya bintil akan hilang seluruhnya dalam 2-4 bulan setelah
diobati. Perlu diingat, penderita masih dapat menularkan penyakit ini ke orang lain sampai bintil
hilang sepenuhnya.
Komplikasi Molluscum Contagiosum

Meski tergolong ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya, moluskum kontagiosum
bisa memicu beberapa komplikasi berikut:

 Konjungtivitis (infeksi atau peradangan pada selaput yang melapisi mata) dan keratitis
(infeksi kornea). Komplikasi ini terjadi jika bintil moluskum kontagiosum tumbuh di
kelopak mata.
 Tumbuhnya jaringan parut atau bekas luka di kulit yang terkena moluskum kontagiosum.
 Kulit di sekitar bintil memerah dan meradang akibat infeksi bakteri.

Pencegahan Molluscum Contagiosum

Moluskum kontagiosum dapat menyebar ke area tubuh lain dan ke orang lain. Oleh karena itu,
penting untuk mengetahui cara mencegah penularannya, yaitu dengan:

 Hindari menyentuh, menggaruk, atau memencet bintil.


 Rajin mencuci tangan, terutama bila tidak sengaja menyentuh bintil.
 Selalu tutupi bintil dengan pakaian, atau dengan perban bila perlu.
 Tidak berbagi penggunaan barang pribadi, seperti pakaian, handuk, dan sisir.
 Hindari berhubungan seksual, terutama bila terdapat bintil yang tumbuh di kelamin atau
area sekitarnya.

2. Prurigo nodularis (Nodul)

Prurigo nodularis (PN), juga dikenal sebagai prurigo nodular, adalah penyakit kulit yang
ditandai dengan nodul pruritus ( gatal ) yang biasanya muncul di lengan atau kaki. Pasien sering
datang dengan beberapa lesi ekskoriasi yang disebabkan oleh garukan. PN juga dikenal sebagai
Hyde prurigo nodularis, nodul Picker, bentuk nodular atipikal dari neurodermatitis
circumscripta, lichen corneus obtusus.
Tanda dan gejala

 Nodul bersifat diskrit, umumnya simetris, hiperpigmentasi atau purpura , dan tegas.
Mereka memiliki lebar dan kedalaman lebih dari 0,5 cm (berbeda dengan papula yang
kurang dari 0,5 cm). Mereka dapat muncul di bagian tubuh mana saja, tetapi umumnya
dimulai pada lengan dan kaki.
 Lesi eksoriasi sering datar, umbilicated, atau memiliki atasan berkrusta.
 Nodul mungkin tampak dimulai pada folikel rambut.
 Pola nodul mungkin folikel.
 Pada prurigo nodularis sejati, nodul terbentuk sebelum gatal mulai. Biasanya, nodul ini
sangat pruritik dan hanya dapat diatasi dengan steroid.

Penyebab

Penyebab prurigo nodularis tidak diketahui, meskipun kondisi lain dapat menyebabkan
PN. PN telah dikaitkan dengan nevus Becker, penyakit IgA linier , kondisi autoimun, penyakit
hati dan sel T. Pruritus sistemik telah dikaitkan dengan kolestasis, penyakit tiroid, polisitemia
rubra vera, uraemia, penyakit Hodgkins, HIV dan penyakit defisiensi imun lainnya. Keganasan
internal, gagal hati, gagal ginjal , dan penyakit kejiwaan telah dianggap sebagai penyebab PN,
meskipun penelitian terbaru telah menyangkal penyebab kejiwaan untuk PN. Pasien melaporkan
pertempuran yang sedang berlangsung untuk membedakan diri dari mereka yang memiliki
gangguan kejiwaan seperti delusi parasitosis dan kondisi kejiwaan lainnya.

Patofisiologi

Menggaruk, memetik, atau menggosok nodul yang kronis dan berulang dapat
menyebabkan perubahan permanen pada kulit, termasuk likenifikasi nodular, hiperkeratosis,
hiperpigmentasi, dan penebalan kulit. Lesi yang tidak sembuh dan tereksisiasi sering bersisik,
berkerak, atau berkeropeng. Banyak pasien melaporkan kurangnya penyembuhan luka bahkan
ketika obat menghilangkan rasa gatal dan goresan berikutnya

Pasien sering:

 Mencari pengobatan selama usia paruh baya, meskipun PN dapat terjadi pada usia berapa
pun.
 Memiliki riwayat pruritus parah kronis.
 Memiliki riwayat medis yang signifikan untuk kondisi yang tidak terkait.
 Menderita disfungsi hati atau ginjal.
 Menderita infeksi kulit sekunder.
 Memiliki riwayat dermatitis atopik pribadi atau keluarga.
 Memiliki kelainan autoimun lainnya.
Diagnosis

Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan visual dan adanya rasa gatal. Biopsi kulit sering
dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain. Biopsi lesi biasanya menunjukkan peradangan
ringan, kadang-kadang dengan meningkatnya jumlah eosinofil , di PN. Kultur setidaknya satu
lesi akan menyingkirkan infeksi staphylococcus, yang telah secara signifikan dikaitkan dengan
dermatitis atopik.

Perawatan

Prurigo nodularis sangat sulit diobati, tetapi terapi saat ini termasuk steroid, vitamin,
cryosurgery , thalidomide dan sinar UVB. Jika staphylococcus atau infeksi lain hadir, antibiotik
telah terbukti efektif, tetapi cenderung menyebabkan lebih banyak bahaya daripada yang baik
untuk penyakit khusus ini. Seorang dokter dapat memberikan dosis prednison yang kuat, yang
akan segera menghentikan siklus gatal / gores. Namun, penghentian steroid memungkinkan
kekambuhan terjadi, biasanya dalam beberapa minggu. Horiuchi et al baru-baru ini melaporkan
peningkatan signifikan pada PN dengan terapi antibiotik.

Obat lain yang dapat diberikan oleh dokter adalah Apo-Azathioprine. Azathioprine , juga
dikenal dengan nama mereknya Imuran, adalah obat imunosupresif yang digunakan dalam
transplantasi organ dan penyakit autoimun dan termasuk dalam kelas kimia analog purin.

3. Psoriasis Vulgaris (Plakat)

Psoriasis Vulgaris adalah peradangan pada kulit yang ditandai dengan ruam merah, kulit
kering, tebal, bersisik, dan mudah terkelupas. Terkadang, psoriasis juga disertai dengan gatal dan
nyeri. Psoriasis lebih sering muncul di daerah lutut, siku, punggung bagian bawah, dan kulit
kepala. Psoriasis merupakan jenis penyakit yang dapat dialami oleh siapa saja, namun lebih
sering terjadi pada orang berusia 15-35 tahun. Penyakit ini tidak menular, sehingga kontak
langsung dengan ruam di kulit penderita tidak akan menyebabkan seseorang terkena penyakit ini.
Gejala Psoriasis

Gejala psoriasis berbeda-beda tergantung jenisnya, dan dapat hilang-timbul. Penderita


bisa mengalami gejala selama beberapa hari atau beberapa minggu, kemudian gejala hilang
untuk sementara waktu sampai akhirnya muncul kembali. Gejala akan muncul jika penderita
terpapar kembali dengan faktor pemicu.

Penyebab Psoriasis

Penyebab psoriasis belum diketahui secara pasti, tetapi diduga terkait dengan gangguan
sistem kekebalan tubuh dan faktor keturunan. Walaupun tidak diketahui penyebabnya, beberapa
faktor diduga dapat memicu timbulnya gejala psoriasis, yaitu mengalami stres, infeksi
tenggorokan, atau cuaca dingin.

Diagnosis Psoriasis

Dokter biasanya dapat mendeteksi psoriasis melalui bentuk ruam kulit yang muncul,
beserta lokasi dan gejalanya. Bila ada kecurigaan bahwa ruam disebabkan oleh penyakit lain,
dokter kulit dapat mengambil sampel jaringan kulit untuk diperiksa.

Pengobatan Psoriasis

Pengobatan psoriasis bertujuan untuk meredakan gejala dan dapat berbeda-beda pada tiap
orang, sesuai jenis dan tingkat keparahannya. Pengobatan bisa dilakukan dengan pemberian obat
oles, obat tablet, obat suntik, atau terapi khusus menggunakan sinar ultraviolet.

B. LESI SKUNDER

1. Soriasis Guttata (Skuama)


Psoriasis guttata atau gutata adalah jenis psoriasis yang mulai muncul pada usia anak-
anak sampai remaja. Bentuk psoriasis gutata berbeda dengan gejala psoriasis pada umumnya.
Psoriasis ini ditandai dengan bintik-bintik berwarna merah yang mengerak dan bisa menyebar
luas pada bagian kulit yang terdampak. Bagian kulit yang umumnya terdampak adalah dada,
lengan, dan kaki. Bintik-bintik psoriasis guttata bisa muncul secara tiba-tiba atau setelah terjadi
infeksi bakteri streptococcus di saluran pernapasan bagian atas (ISPA). Selain infeksi, penyakit
ini juga bisa muncul karena beberapa faktor pemicu seperti stres, luka pada kulit, dan
penggunaan obat tertentu.

Dalam statistik WHO, terdapat 2-3% di antaranya 125 juta penduduk dunia yang
merupakan penderita psoriasis. Psoriasis guttata termasuk jenis psoriasis yang paling sering
dialami setelah psoriasis vulgaris atau psoriasis plak. Menurut National Psoriasis Foundation,
terdapat 8 persen penderita psoriasis akan mengalami psoriasis gutata. Dalam ulasan yang ditulis
Sampson Regional Medical Center, diketahui terdapat setidaknya 30 persen kasus psoriasis
gutata dari seluruh kasus psoriasis yang ada. Anak-anak, remaja, dan orang dewasa di atas umur
30 tahun merupakan kelompok yang paling umum terjangkit psoriasis ini.

Tanda-tanda dan gejala

Dalam waktu onset atau awal perkembangan penyakit psoriasis gutata memiliki
kesamaan dengan psoriasis vulgaris atau psoriasis plak. Gejala psoriasis ini bisa muncul secara
tiba-tiba kemudian berkembang dengan cepat pada area kulit yang terdampak. Perbedaannya,
bentuk psoriasis gutata bukan berupa plak atau ruam merah kulit yang menebal melainkan
bintik-bintik kecil berwarna merah atau disebut juga sebagai pustula. Namun tidak seperti
psoriasis vulgaris yang gejalanya memusat pada spot-spot tertentu, bintik-bintik merah ini
biasanya menyebar secara luas.

Gejala psoriasis gutata paling sering muncul pada bagian depan tubuh mulai dari dada,
lengan, dan kaki. Pada beberapa kasus, pustula bisa terdistribusi lebih luas pada bagian wajah,
telingan, dan kulit kepala.Akan tetapi, gejala hampir tidak pernah muncul pada bagian kuku,
telapak tangan dan kaki sebagaimana jenis psoriasis lainnya. Kemunculan gejala bisa bersamaan
dengan terjadinya psoriasis vulgaris.

Penyebab

Penyebab psoriasis hingga kini belum diketahui secara pasti. Dari studi yang dilakukan
selama ini, diketahui psoriasis merupakan penyakit kulit tidak menular yang berkaitan dengan
kondisi autoimun. Gangguan pada sistem kekebalan tubuh ini menyebabkan terjadinya
regenerasi sel-sel kulit baru yang sangat cepat. Pada kondisi normal tubuh akan mengganti sel-
sel kulit mati dengan memproduksi sel-sel kulit baru dalam beberapa minggu. Sementara dalam
kasus psoriasis gutata, pertumbuhan sel-sel kulit baru hanya terjadi dalam hitungan hari. Kondisi
ini menyebabkan terjadinya penumpukan sel kulit sehingga permukaan kulit menjadi tebal.

Produksi sel yang cepat juga menyebabkan terjadinya peradangan atau pembengkakan
pada lapisan kulit epidermis. Selain kondisi autoimun, peneliti juga menduga bahwa psoriasis
merupakan penyakit kulit yang diturunkan di dalam keluarga. Menurut data WebMD, dari 10%
orang yang lahir dari keluarga pemilik riwayat psoriasis, 3 persen di antaranya mengidap
psoriasis gutata.

Faktor risiko

Selain berkaitan dengan kondisi autoimun dan genetik, psoriasis gutata juga dipengaruhi
oleh faktor risiko yang berasal dari kondisi kesehatan dan lingkungan. Beberapa kondisi yang
dapat mengarah pada psoriasis guttata adalah strep throat akibat infeksi bakteri streptococcus,
penyakit tonsillitis, dan cacar air. Infeksi kuman penyakit ini menyebabkan reaksi pada sistem
imun yang memunculkan bintik-bintik merah yang mengerak di kulit.

Sementara faktor risiko lain yang dapat memicu terjadinya psoriasis guttata adalah:

 Stres
 Luka pada kulit seperti luka iris, luka bakar, dan gigitan serangga
 Penggunaan obat-obatan tertentu seperti antimalaria dan beta blockers

Diagnosis

Untuk mendiagnosis penyakit ini, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk
mengidentifikasi gejala. Dokter selanjutnya akan menyelidiki apakah Anda mengalami kondisi
yang menjadi faktor risiko dan memiliki keturunan penyakit psoriasis.

Jika dokter membutuhkan informasi tambahan untuk mengevaluasi hasil diagnosis di awal,
sangat umum jika Anda diminta untuk menjalankan beberapa prosedur pemeriksaan lainnya,
seperti biopsi kulit dan pengambilan sampel darah.

Pengobatan

Secara umum gejala psoriasis guttata berlangsung dalam waktu 2 hingga 3 minggu. Oleh
karena itu, jika gejala tidak kunjung mereda dan malah semakin memburuk, Anda perlu segera
mendapatkan pengobatan medis. Pengobatan untuk penyakit psoriasis sebenarnya bervariasi,
mulai dari penggunaan obat topikal, obat oral, dan terapi. Jenis pengobatan yang tepat akan
ditentukan oleh dokter berdasarkan tingkat keparahan penyakit
Maka dari itu, tak jarang Anda dianjurkan untuk menjalani pengobatan kombinasi untuk
mempercepat proses penyembuhan psoriasis guttata. Untuk sebagian besar kasus psoriasis
gutata, National Psoriasis Foundation menjelaskan bahwa kombinasi pengobatan melalui
fototerapi atau terapi cahaya menggunakan sinar UVB dan obat oral menjadi penanganan utama
yang efektif untuk psoriasis ini. Jika gejala tidak juga membaik setelah menjalankan sesi terapi
selama beberapa minggu, maka dokter akan menganjurkan Anda untuk menjalani terapi biologis
melalui injeksi obat yang fokus menargetkan bagian sistem imun yang mempercepat regenarasi
sel kulit baru.

Seperti yang dituliskan dalam ulasan Sampson Regional Medical Center, hingga kini 40
persen pengobatan biologis target berhasil mencegah psoriasis gutata untuk berkembang menjadi
psoriasis vulgaris.

2. Impetigo Krustosa (Kursta)

Impetigo adalah infeksi kulit menular yang banyak dialami oleh bayi dan anak-anak.
Infeksi ini ditandai dengan kemunculan bercak merah dan lepuhan pada kulit, terutama di bagian
wajah, tangan, dan kaki. Impetigo bukanlah kondisi yang serius, namun penyebaran penyakit ini
sangat mudah terjadi. Infeksi dapat terjadi pada kulit yang sehat (impetigo primer) atau
disebabkan oleh kondisi lain (impetigo sekunder), seperti eksim atopik.

Gejala Impetigo

Gejala impetigo tidak langsung muncul setelah penderita terinfeksi. Gejala biasanya baru
terlihat setelah 4-10 hari sejak penderita pertama kali terpapar bakteri. Gejala yang muncul pun
bervariasi tergantung jenis impetigo yang dialami. Berikut ini adalah gejala impetigo
berdasarkan jenisnya:
Impetigo krustosa

Impetigo krustosa merupakan jenis impetigo yang paling sering dialami oleh anak-anak dan
lebih mudah menular. Gejala impetigo krustosa meliputi:

 Bercak kemerahan yang terasa gatal di sekitar mulut dan hidung, namun tidak
menimbulkan nyeri. Bercak tersebut dapat menjadi luka jika digaruk.
 Kulit di sekitar luka mengalami iritasi.
 Terbentuknya koreng berwarna kuning kecokelatan di sekitar luka.
 Koreng akan meninggalkan bekas kemerahan pada kulit dan dapat hilang tanpa bekas
dalam jangka waktu beberapa hari atau minggu.

Penyebab Impetigo

Penyebab utama impetigo adalah infeksi bakteri. Bakteri dapat menular melalui kontak
langsung dengan penderita atau melalui perantara berupa barang yang sebelumnya digunakan
oleh penderita, seperti baju atau handuk. Risiko penularan infeksi lebih mudah terjadi jika
seseorang memiliki luka terbuka, seperti luka goresan, gigitan serangga, atau cedera akibat
terjatuh. Luka tersebut menyebabkan bakteri lebih mudah masuk ke dalam tubuh. Impetigo juga
dapat muncul akibat kelainan kulit lainnya, seperti eksim atopik atau kudis.

Impetigo dapat dialami oleh siapa saja, namun lebih sering terjadi pada anak-anak berusia
2-5 tahun. Hal ini dikarenakan sistem kekebalan tubuh mereka belum cukup kuat untuk melawan
bakteri penyebab infeksi. Ada beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang
terkena impetigo, yaitu:

 Menderita diabetes.
 Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya penderita HIV/AIDS.
 Melakukan olahraga yang menyebabkan kontak antarkulit dengan orang lain, seperti
gulat atau sepak bola.
 Bertempat tinggal di lingkungan yang padat penduduk.

Diagnosis Impetigo

Pada pemeriksaan awal, dokter akan menanyakan gejala serta memeriksa kondisi atau
tanda yang terlihat dari kulit yang terinfeksi, seperti lepuhan atau koreng. Dokter dapat
melakukan pemeriksaan terhadap sampel cairan dari luka di kulit. Pemeriksaan ini dilakukan
untuk mendeteksi jenis bakteri penyebab impetigo dan menentukan pengobatan yang tepat. Jika
diperlukan, dokter akan melakukan pengambilan dan pemeriksaan terhadap sampel jaringan kulit
di laboratorium. Pemeriksaan ini dilakukan bila dicurigai ada penyebab lain, selain impetigo.
Pengobatan Impetigo

Salep atau krim antibiotik digunakan jika infeksi yang terjadi tergolong ringan, hanya
menyerang satu area tubuh, dan belum menyebar terlalu luas. Sebelum mengoleskan krim atau
salep antIbiotik, dianjurkan untuk merendam luka dengan air hangat atau menggunakan kompres
hangat untuk melunakkan koreng. Jika kondisi impetigo bertambah parah dan mulai menyebar
ke bagian tubuh lainnya, maka dokter akan memberikan antibiotik dalam bentuk tablet, seperti
clindamycin atau antibiotik golongan sefalosporin. Tablet antibiotik juga diberikan jika krim atau
salep tidak lagi efektif mengobati impetigo. Jangan menghentikan konsumsi obat tanpa seizin
dokter meskipun gejalanya sudah membaik, agar infeksi tidak kambuh.

Komplikasi Impetigo

Impetigo umumnya tidak berbahaya. Namun jika tidak ditangani dengan benar, impetigo dapat
menyebabkan komplikasi. Komplikasi yang bisa terjadi akibat impetigo adalah:

 Selulitis, atau infeksi jaringan kulit dan lemak.


 Psoriasis gutata, yaitu kelainan kulit yang ditandai ruam menyerupai tetesan air.
 Demam scarlet, yaitu demam disertai ruam merah di seluruh tubuh.
 Sepsis.
 Glomerulonefritis, yaitu peradangan pada ginjal.
 SSSS (staphylococcal scalded skin syndrome), yaitu infeksi bakteri yang menyebabkan
kulit melepuh seperti terbakar.

Pencegahan Impetigo

Impetigo merupakan penyakit yang menular. Cara terbaik untuk mencegah penularannya
adalah dengan menjaga kebersihan dan lingkungan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan
adalah:

 Rajin mencuci tangan, terutama setelah beraktivitas di luar.


 Menutup luka agar bakteri tidak masuk ke dalam tubuh.
 Memotong dan selalu menjaga kebersihan kuku.
 Tidak menyentuh atau menggaruk luka untuk menurunkan risiko penyebaran infeksi.
 Mencuci pakaian atau membersihkan benda yang telah digunakan, untuk menghilangkan
bakteri.
 Hindari berbagi penggunaan peralatan makan, handuk, atau pakaian dengan penderita
impetigo.
 Mengganti sprei, handuk, atau pakaian yang digunakan penderita setiap hari, sampai luka
tidak lagi menularkan infeksi.

3. Pioderma gangrenosum (Ulkus)

Pioderma gangrenosum adalah kondisi langka munculnya luka berukuran besar di kulit,
seringnya di bagian kaki. Pemicu pioderma diyakini berkaitan erat dengan sistem kekebalan
tubuh seseorang.  Hal yang perlu diwaspadai dari pioderma gangrenosum adalah waktu antara
pertama kali muncul luka hingga menjadi parah bisa jadi sangat cepat. Terlebih jika orang yang
mengalaminya juga menderita penyakit lain seperti radang panggul.

Gejala pioderma gangrenosum

Pada 50% kasus pioderma, ukuran dan bentuk luka bisa berbeda-beda. Namun satu yang
sama: terasa sangat sakit. Pioderma gangrenosum biasanya diawali dengan luka kecil kemerahan
yang tak lama akan berubah menjadi luka terbuka berukuran besar. Beberapa gejala pioderma
gangrenosum adalah:

 Muncul lebam berwarna merah atau ungu


 Lebam berubah menjadi luka terbuka
 Ada pembengkakan di area luka
 Bagian pinggir luka berwarna biru atau ungu
 Bisa diawali dengan benjolan berisi nanah
 Demam
 Nyeri sendi
 Merasa lesu

Pioderma bisa terjadi di bagian tubuh mana pun, tak hanya kaki. Luka yang bernanah ini
bisa juga muncul di kepala, leher, dada, tangan hingga penis. Biasanya, lokasi tumbuhnya luka
bisa menjadi bahan diagnosis dokter tentang faktor pemicu terjadinya pioderma. Contohnya jika
seseorang mengalami pioderma di tangan, bisa jadi berhubungan dengan penyakit leukemia.
Sementara pada luka terbuka di tangan dan kaki, kerap berhubungan dengan penderita penyakit
radang panggul.

Meski demikian, penyebab pasti terjadinya pioderma gangrenosum adalah hal yang
masih menjadi bahan penelitian dunia medis. Pioderma gangrenosum disebut sebagai penyakit
idiopatik atau tidak diketahui pemicunya, namun disebut-sebut berkaitan dengan masalah
kekebalan tubuh. Ketika seseorang mengalami masalah autoimun, maka kekebalan alami tubuh
akan menyerang jaringan tubuh yang sehat meski tanpa sebab apapun.  Pada beberapa kasus,
munculnya pioderma juga bisa terjadi setelah mengalami trauma berat atau usai menjalani
operasi. Istilah untuk kondisi ini adalah pathergy.

Faktor risiko terbesar mengalami pioderma adalah perempuan dibandingkan dengan laki-
laki. Biasanya, pioderma terjadi pada perempuan berusia 20-50 tahun.  Hanya sedikit kasus anak-
anak dan remaja yang menderita pioderma, prevalensinya kurang dari 4%. Selain itu, faktor
risiko mengalami pioderma juga besar pada penderita radang panggul, artritis, atau masalah pada
darah. Ketika seseorang menderita pioderma, dokter akan melakukan pemeriksaan detail lewat
evaluasi klinis. Riwayat medis, tes darah, biopsi kulit, hingga rangkaian tes mikroskopik akan
diperlukan untuk tahu jaringan tubuh mana yang terkena pioderma.

Cara mengatasinya

Apabila terjadi komplikasi, pioderma gangrenosum bisa menyebabkan infeksi luas, luka
parah, sakit yang tidak tertahankan, depresi, hingga menurunnya pergerakan tubuh. Itulah
mengapa sejak gejala awal muncul, penting untuk segera memeriksakan diri untuk tahu cara
mengatasinya. Sebenarnya, tidak ada satu metode pasti untuk mencegah terjadinya pioderma
gangrenosum. Jika seseorang menderita pioderma, sebisa mungkin lakukan hal-hal seperti:

 Jaga agar kulit tidak mengalami luka


 Kontrol penyakit yang menjadi pemicu terjadinya pioderma
 Hindari trauma yang bisa menyebabkan luka baru muncul
 Sebisa mungkin memastikan area luka pada posisi lebih tinggi
 Bagi orang yang pernah mengalami pioderma, perlu diberi obat kortikosteroid sebelum
menjalani operasi

Secara medis, cara mengatasi pioderma gangrenosum adalah:

 Oleskan krim anti-peradangan dan balsem mengandung kortikosteroid


 Konsumsi obat mengandung kortikosteroid (suntik atau oral)
 Konsumsi obat pengendali sistem imun
 Memakai perban penutup luka khusus
 Pemberian obat pain killer terutama saat proses mengganti perban

Jenis perawatan medis yang diberikan pada penderita pioderma akan berbeda-beda
bergantung pada kondisi penyakitnya. Penelitian terhadap obat yang bisa menyembuhkan
pioderma juga terus dilakukan. Lebih jauh lagi, mengalami luka yang begitu nyeri dan perlu
waktu lama untuk sembuh tentu menguras emosi dan mental seseorang. Bahkan, potensi
mengalami depresi itu ada. Penderita bisa merasa stres dengan kemungkinan pioderma
gangrenosum muncul kembali atau penampakan luka yang mengganggu.

Anda mungkin juga menyukai