Anda di halaman 1dari 59

APLIKASI PURSED LIPS BREATHING EXERCISE TERHADAP

KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS PADA ANAK


USIA SEKOLAH (6-12 TAHUN) DENGAN PNEUMONIA DI
RUANG SAMOLO 3 RSUD SAYANG CIANJUR

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:
ALFINA TSARA NAFISAH
NIM. 34403518003

AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO (2016) pneumonia merupakan pembunuh utama balita di


dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit AIDS, malaria dan
campak. Pneumonia disebut juga sebagai “pandemic yang terlupakan” atau
“the forgotten pandemic”, karena tidak banyak perhatian terhadap penyakit
ini, sehingga pneumonia disebut juga pembunuh balita yang terlupakan atau
“theforgotten killer of children”. Kemenkes RI, menyebutkan bahwa hasil
Sample Registration System (SRS) di Indonesia tahun 2014 pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor 3 pada balita, dengan angka cakupan
berkisar antara 20 – 30%, sedangkan pada tahun 2015 terjadi peningkatan
menjadi 63,45%. Data Kemenkes RI, menyatakan bahwa Jawa Barat termasuk
dalam 10 besar dengan jumlah kasus pneumonia terbanyak yaitu 4,62%.
(2016, sebagaimana dikutip dalam Titin Hidayatin, 2019, p. 16)

Tumbuh kembang dianggap sebagai suatu kesatuan yang mencerminkan


berbagai perubahan yang terjadi selama hidup seseorang. Seluruh perubahan
tersebut merupakan proses dinamis yang menekankan beberapa dimensi yang
saling terkait. Adapun periode usia tumbuh kembang yaitu: Neonatus (lahir
sampai 27 atau 18 hari), bayi (1 bulan sampai 1 tahun), Todler (1-3 tahun),
prasekolah (3-6 tahun), usia sekolah (6-12 tahun), remaja (13-19 tahun)
(Wong, dkk. 2009).

Jumlah angka usia sekolah di Indonesia menurut BPS (Badan Pusat


Statistik) berjumlah 25,5 juta jiwa atau sebesar 56,26% dari total perserta
didik yang mencapai 45,3 juta jiwa pada tahun 2018. (menurut data databooks
Badan Pusat Statistik Indonesia).
Pneumonia pada anak <5 tahun di negara berkembang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan negara maju, yaitu sebesar 10-20 perkasus/100 anak
pertahun sehingga menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada
Balita. (sebagaimana dikutip dalam Yunita Muliasari, dkk 2018, p. 92). Dalam
profil Kesehatan Indonesia, sejak tahun 2015, Puskesmas melakukan
pemeriksaan dan tatalaksana Pneumonia melalui program Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS). Selama beberapa tahun terakhir,cakupan
pneumonia tidak pernah mencapai target nasional. Capaian pada tahun 2015
hanya sebesar 14,64% dari yang ditargetkan sebesar 20% pada seluruh
kabupaten/kota yang ada. (2015, sebagaimana dikutip dalam Yunita
Muliasari, dkk 2018, p. 92,93)

Menurut Herdman (2015), Proses inflamasi dari penyakit pneumonia


mengakibatkan produksi sekret meningkat sampai menimbulkan manifestasi
klinis yang ada, sehingga muncul masalah ketidakefektifan bersihan jalan
nafas. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas merupakan keadaan dimana
individu tidak mampu mengeluarkan sekret dari saluran nafas untuk
mempetahankan jalan nafas dengan karakteristik dari ketidakefektifan
bersihan jalan nafas adalah batuk, dispnea, gelisah, suara nafas abnormal
(ronchi), perubahan frekuensi nafas, penggunaan otot bantu nafas, pernafasan
cuping hidung dan sputum dalam jumlah berlebihan (Sebagaimana dikutip
dalam Titin Hidayatin, 2019, p. 16)

Hockenberry & Wilson (2015) menyebutkan bahwa Pneumonia


merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru dengan terjadinya
konsolidasi ruang alveolar. Sedangkan Ball et al (2010) mengatakan,
Penyebab terjadinya pneumonia berasal dari bakteri, virus dan
mikroorganisme seperti Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza,
Mycoplasma pneumonia dan sebagainya. Kemenkes RI (2015) menjelaskan
bahwa Gejala yang timbul akibat pneumonia berupa napas cepat dan napas
sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah
frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali permenit atau lebih pada anak usia 2
bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak
usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun (sebagaana dikutip dalam Armina,
Arnati Wulansari, 2020, p. 272,273).

Tingginya angka kejadian pneumonia tidak terlepas dari faktor risiko


pneumonia. Menurut Kemenkes RI dalam buletin penumonia balita tahun
2010 (Kemenkes RI, 2010), faktor risiko yang pneumonia diantaranya nutrisi
kurang (status gizi), kurangnya pemberian ASI eksklusif, imunisasi tidak
adekuat, polusi termasuk polusi rokok, riwayat infeksi pernapasan saluran
atas, berat lahir rendah, dan pendidikan ibu rendah (sebagaana dikutip dalam
Armina, Arnati Wulansari, 2020, p. 273).

Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret merupakan kendala yang


sering dijumpai pada anak usia bayi sampai dengan usia balita, karena pada
usia tersebut reflek batuk masih lemah. Beberapa tindakan alternatif yang
efektif untuk mengatasi masalah tersebut adalah fisioterapi dada, yang sering
disebut sebagai fisioterapi konvensional yang meliputi postural drainage,
vibrasi dan perkusi (Abdelbasset & Elnegamy, 2015). Alternatif lain untuk
mengatasi masalah tidak efektifnya bersihan jalan napas pada anak yaitu
dengan menerapkan teknik Pursed Lips Breahting (PLB).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Yunita Muliasari dan Iin
Indrawati pada tahun 2018, membuktikan bahwa pursed lips Breathing
mampu meningkatkan status oksigenasi pada anak dengan pneumonia.
Kemudian Rizky Amalia, dkk pun melakukan penelitian pada tahun 2017 di
RSUD Lawang, mengemukakan hasil bahwa dengan diberikan latihan pursed
lips breathing selama 10 menit sebanyak 2 kali sehari memberikan perubahan
pada RR di atas normal menjadi menurun. Selanjutnya, menurut hasil
penelitian Titin Hidayatin tahun 2019 menyatakan bahwa terjadi perbedaan
bersihan jalan nafas sebelum dan sesudah diberikan intervensi pada anak
dengan pneumonia.

Berdasarkan penjelasan yang telah di kemukakan diatas, penulis tertarik


untuk melakukan penelitian dengan judul " Aplikasi Latihan Pursed Lips
Breathing Terhadap Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas pada Anak Usia
Sekolah (6-12 tahun) dengan Pneumonia di RSUD Sayang Cianjur".

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas peneliti ber maksud untuk meneliti "


Bagaimana aplikasi pursed lips breathing exercise terhadap ketidakefektifan jalan
nafas pada Anak Usia Sekolah (6-12 tahun) dengan pneumonia di RSUD sayang
Cianjur? "

C. Tujuan

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Untuk mengaplikasikan latihan pursed lips breathing terhadap


ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada Anak Usia Sekolah (6-12
tahun)dengan pneumonia di RSUD Sayang Cianjur.

2. Tujuan Khusus

a. Peneliti mampu melakukan pengkajian keperawatan pada anak usia


sekolah dengan pneumonia di RSUD Sayang Cianjur

b. Peneliti mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak usia


sekolah dengan pneumonia di RSUD Sayang Cianjur
c. Peneliti mampu menyusun perencanaan keperawatan pada anak usia
sekolah dengan pneumonia di RSUD Sayang Cianjur

d. Peneliti mampu melakukan tindakan keperawatan pada anak usia


sekolah dengan pneumonia di RSUD Sayang Cianjur

e. Peneliti mampu melakukan Evaluasi keperawatan pada anak sekolah


pneumonia di RSUD Sayang Cianjur

f. Peneliti mampu menganalisis Hasil aplikasi latihan pursed lips


breathing pada anak usia sekolah dengan pneumonia di RSUD Sayang
Cianjur.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai


pengembangan ilmu keperawatan dan memberikan wawasan sehingga
dapat digunakan sebagai bahan peningkatan dalam bidang keperawatan
mengenai aplikasi Pursed Lips Breathing Exercise terhadap
ketidakefektifan jalan Nafas pada Pneumonia.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pasien
Terapi ini sangat bermanfaat bagi pasien atau keluaga untuk
melancarkan pengeluaran sekret guna untuk mengembalikan jalan
nafas yang efektif dan dilakukan sendiri atau dibantu oleh keluarga
tanpa ada efek samping yang dapat memperburuk keadaan pasien
setelah dilakukan tindakan.
b. Bagi perawat
Terapi ini sangat bermanfaat bagi perawat sebagai referensi untuk
mempercepat proses pengefektifan jalan nafas dan distress pernafasan
pada klien pneumonia dalam pelayanan asuhan keperawatan di rumah
sakit maupun di rumah pasien.
c. Bagi Institusi pendidikan
Terapi ini diharapkan bermanfaat bagi institusi pendidikan untuk
bahan masukan ketika proses kegiatan belajar mengajar dan untuk
menambah wawasan pengetahuan mengenai penerapan aplikasi Pursed
Lips Breathing Exercise terhadap ketidakefektifan jalan Nafas pada
Pneumonia.
d. Bagi instansi kesehatan
Terapi ini diharapkan dapat memberikan referensi atau tambahan
ilmu pengetahuan dan dapat dikembangkan lagi untuk masalah
penanganan ketidakefektifan jalan nafas pada pneumonia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pneumonia
1. Pengertian pnemunonia
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru-paru yang menular
dan umumnya menyebabkan penurunan oksigenasi, sesak napas, dan
kematian (Izadnegahdar, Cohen, Klugman, & Qazi, 2013). World Health
Organization (WHO, 2013) menyebutkan bahwa pneumonia adalah salah
satu penyakit yang menyebabkan kematian paling banyak pada anak
berusia di bawah 5 tahun (balita).
Menurut Somantri (2012), Pneumonia merupakan suatu proses
peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian
rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada
daerah yang mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran darah di
sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal.
Hipoksemia dapat terjadi, bergantung pada banyaknya jaringan paru-paru
yang sakit. Pneumonia merupakan proses inflamatori parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agens infeksius. Pneumonia adalah penyakit
infeksius yang sering menyebabkan kematian di Amerika Serikat(Smeltzer
& Bare, 2013).
Pneumonia adalah penyakit batuk pilek yang disertai dengan napas
yang sesak atau napas cepat. Penyakit ini banyak terjadi pada anak balita,
namun juga dapat terjadi pada orang dewasa, dan pada orang usia lanjut
(Misnadiarly, 2008). Menurut Muchtar (2013), Pneumonia adalah infeksi
akut pada jaringan paru – paru (alveoli), umumnya penyakit pneumonia
terjadi 2 atau 3 hari setelah infeksi saluran pernapasan atas.
Pneumonia atau dikenal juga dengan sebutan radang paru-paru,
merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut bagian
bawah yang banyak menyerang anak usia balita dan menjadi faktor
penyebab kematian pada balita (Ardinasari, 2016). Menurut Maryunani
(2010), pneumonia adalah penyakit infeksi yang menyerang paru – paru
yang ditandai dengan batuk dan kesukaran bernapas. Pneumonia lebih
rentan terjadi pada bayi dan balita karena respon imunitas mereka masih
belum berkembang dengan baik (Manurun dalam Andriyani dan octa,
2017).
Menurut Rianawati dan Sudijanto (2014), pneumonia adalah salah
satu infeksi saluran pernapasan akut pada daerah saluran pernapasan
bagian bawah yang secara spesifik merupakan peradangan parenkim paru
yang lebih sering terjadi pada bayi dan awal masa kanak – kanak.
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dijelaskan di atas,
dapat disimpulkan bahwa pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru-
paru yang disebabkan oleh agens infeksius yang ditandai dengan batuk
pilek dan disertai oleh nafas sesak atau nafas cepat.

2. Klasifikasi Pneumonia

Klasifikasi penyakit pneumonia pada balita menurut Pamungkas


(2012) dibedakan untuk golongan umur <2 bulan dan umur 2 bulan
sampai 5 tahun, yaitu sebagai berikut :

a. Untuk golongan umur <2 tahun, diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :


1) Pneumonia berat, ditandai dengan adanya napas cepat, yaitu
frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih,
adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke
dalam
2) Bukan pneumonia, batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan
kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
b. Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun, diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu :
1) Pneumona berat, bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik
napas (pada saat anak diperiksa anak harus dalam keadaan tenang
tidak menangis atau meronta).
2) Pneumonia, bila disertai napas cepat
3) Bukan pneumonia, mencakup kelompok penderita balita dengan
batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas
(napascepat) dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada
bawah ke dalam (Pamungkas, 2012)

3. Etiologi
Pneumonia disebabkan oleh bakteri: Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, Mycoplasma pneumonia dan Staphylococcus
aureus, virus : Respiratory syntical virus, Influenza A or B virus, Human
rhinovirus, Human merapneumovirus, Adenovirus, dan parainfluenza
virus, fungi (mycoplasma), dan aspirasi substansi asing (Leung dkk.,
dalam Seyawati dan Marwiati 2018).
Menurut Kemenkes RI (2010), pneumonia dapat disebabkan karena
infeksi berbagai bakteria, virus dan jamur. Namun, penyakit pneumonia
yang disebabkan karena jamur sangatlah jarang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 70% penyakit pneumonia disebabkan oleh bakteria.
Bakteri penyebab pneumonia tersering adalah Streptococcus pneumoniae
(50%) dan Haemophilus influenzae (20%).
Penyebab pneumonia adalah berbagai macam virus, bakteri atau
jamur. Bakteri penyebab pneumonia yang tersering adalah pneumokokus
(Streptococcus pneumonia), HiB (Haemophilus influenza type b) dan
stafilokokus (Staphylococcus aureus). Virus penyebab pneumonia sangat
banyak, misalnya rhinovirus, respiratory syncytial virus (RSV), virus
influenza (IDAI, 2016).
Menurut Nurarif & Kusuma(2015) penyebaran infeksi terjadi melalui
droplet dan sering disebabkan olehStreptococcus pneumonie, melalui
selang infusoleh staphylococcusureus, sedangkan pada pemakaian
ventilator disebabkan oleh pseuodomonas aeruginosa dan enterobacter.
Pada masa kini biasanya terjadi karena perubahan keadaan pasien seperti
kekebalan tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan, penggunaan
antibiotik, yang tidak tepat. Setelah masuk ke paru organisme
bermultifikasi dan jika telah berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan
paru, terjadilah pneumonia.

4. Patofisiologi

Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif.


Ada beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari
infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan
dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran nafas. Bila suatu
partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan
dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik,
dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki
antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya
dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.

Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak


mudah mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis
kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau kelainan
neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan
kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-
faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru
melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal.
Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus
tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan
pneumonia virus.

Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap


mekanisme pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen
menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan
organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas atas
atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui
penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan
virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus
herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari
sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.

Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons


inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi
leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag.
Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas
pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan
inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa
dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam
saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis. N
or
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat m
efisien untuk mencegah infeksi dan terdiri dari : al
(s
a. Susunan anatomis rongga hidung is
te
b. Jaringan limfoid di naso-oro-faring
m
c. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan p
sek¬ ret fiat yang dikeluarkan oleh set epitel tersebut er
ta
d. Refleks batuk
h
a
n
a
n)
te
rg
a
n
g
u

e. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang


terinfeksi. Drainase sistem limfatik dan fungsi menyaring kelenjar
limfe regional.
f. Fagositosis, aksi enzimatik dan respons imuno-humoral terutama dari
imu¬ noglobulin A (IgA).

Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia


berulang atau tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Faktor
lain yang mem¬pengaruhi timbulnya pneumonia ialah daya tahan badan
yang menurun, misal¬nya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit
menahun, faktor iatrogen seperti trauma pada paru, anestesia, aspirasi,
pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna.
5. Pathway
6. Tanda Gejala

Penyakit Pnemonia pada balita menimbulkan beberapa gejala yang


perlu diketahui oleh orang tua, diantaranya adalah suara napas balita
melemah dari keadaan normalnya dan timbul rasa nyeri pada dada balita
(Ardinasari, 2016). Menurut Garina (2016), gejala yang sering ditemui
pada anak pneumonia adalah frekuensi napas yang cepat, kesulitan
bernapas, batuk, demam, menggigil, sakit kepala, nafsu makan yang
menurun, dan juga terdengar ronki pada pemeriksaan fisik.

Manifestasi Klinis yang sering terlihat pada anak yang menderita


pneumonia adalah demam, batuk, anak akan kesulitan bernapas, retraksi
interkostal, nyeri dada, nyeri abdomen, krakles, penurunan bunyi napas,
pernapasan cuping hidung, sianosis, batuk kering kemudian berlanjut ke
batuk produktif, adanya ronkhi basah, halus dan nyaring, adanya takipnea
(frekuensi pernapasan >50 x/menit). Gejala lain yang sering timbul adalah
terdapat penurunan nafsu makan dan nyeri lambung, kelelahan, gelisah,
dan sianosis. Sedangkan tanda yang sering muncul adalah adanya
peningkatan suhu tubuh yang mendadak (Marni dalam Balaputra, 2016).

Tanda atau gejala balita yang mengalami pneumonia adalah terjadi


peningkatan frekuensi napas yang membuat anak tampak sesak, selain itu
pada daerah dada tampak retraksi atau tarikan dinding dada bagian bawah
setiap kali anak menarik napas. Napas cepat disebut takipneu merupakan
tanda pneumonia pada anak yang penting, batasan frekuensi napas cepat
pada bayi kurang dari 2 bulan adalah lebih/sama dengan 60 kali/menit,
pada bayi 2-12 bulan adalah 50 kali/menit, sedangkan usia 1-5 tahun
adalah 40 kali/menit, balita dengan pneumonia mengalami perburukan
gejala ditandai dengan gelisah, tidak mau makan/minum, kejang atau
sianosis (kebiruan pada bibir) bahkan penurunan kesadaran (IDAI, 2016).
7. Penanganan
a. Bila dispnea berat berikan Oksigen
b. IVFD ; cairan DG 10 % atau caiara 24 Kcl, Glukosa 10 % tetesan
dibagi rata dalam 24 jam
c. Pengobatan: Penicilin Prokain 50.000 unit / kg BB / hari dan
Kloramfenikol 75 mg /kg BB/ hari dibagi dalam 4 dosis.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pneumonia


1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan


merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai
sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien,
Iyer (1996, dikutip dalam Nursalam, 2013. p. 30).

a. Identitas

Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat,


suku/bangsa, agama, tanggal masuk ruma sakit, nomor register dan
diagnosa medik, Typhoid ini sering ditemukan pada anak berumur di
atas satu tahun (Marious, 2015).

b. Keeluhan Utama

Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri


kepala, pusing, dan kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang
(terutama selama masa inkubasi) (Nursalam,2008).

c. Riwayat Kesehatan Sekarang

Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas,


cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi. Kesadaran
kadang sudah menurun apabila anak masuk dengan disertai riwayat
kejang demam (seizure).
d. Riwayat Kesehatan Dahulu

Penyakit yang pernah diderita anak perlu diketahui sebelumnya,


karena mungkin ada kaitannya dengan penyakit sekarang. Riwayat
kesehatan menjelaskan tentang riwayat perawatan di RS, alergi,
penyakit kronis dan riwayat operasi. Selain itu juga menjelaskan
tentang riwayat penyakit yang pernah diderita klien yang ada
hubungannya dengan penyakit sekarang seperti riwayat panas, batuk,
filek, atau penyakit serupa pengobatan yang dilakukan. (Berna, 2015)

Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA,


influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum
diketahui adanya penyakit Pneumonia. Penyakit paru, jantung serta
kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis penderita

e. Riwayat Imunisasi dan Pemberian makan


1) Riwayat Imunisasi

Pada usia 9 bulan imunisasi harus sudah lengkap meliputi BCG,


Hepatitis, Polio, DPT, Campak, Thypoid. Bila anak belum
mendapat imunisasi tanyakan dan catat imunisasi apa saja yang
sudah dan belum didapat serta tanyakan alasannya (Berna, 2015).

2) Riwayat Pemberian Makan

Catat pada pertama kali anak dan pada umur berapa diberikan
makanan tambahan. Selain ASI, baik berupa jenis, porsi dan
frekuensi yang diberikan dan tanyakan makanan apa yang lebih
disukai oleh anak (Berna, 2015).

f. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


a. Riwayat Pertumbuhan
Pada pengkajian riwayat pertumbuhan ini meliputi pengkajian
berat badan dan tinggi badan anak saat di lahirkan, saat satu bulan,
saat satu tahun, saat sebelum sakit dan saat sesudah sakit.

b. Riwayat Perkembangan

Pengkajian perkembangan ini meliputi pengkajian personal sosial,


motorik halus, motorik kasar dan bahasa (Berna, 2015).

g. Pola Aktivitas
a. Nutrisi

Pada Anak demam typhoid biasanya mengalami penurnan nafsu


makan karena adanya mual muntah saat makan sehingga makan
hanya sedikit bahkan bisa tidak makan sama sekali.

b. Eliminasi

Pada Anak demam typhoid biasanya mengalami konstipasi oleh


karena tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urin nya tidak
mengalami ganggua, hanya warna urine menjadi kuning keruh.
Anak dengan demam Typhoid terjadi peningkatan suhu tubuh yan
berakibat keringat banyak keluar dan merasa sering haus.

c. Aktivitas dan Latihan

Aktivitas anak akan terganggu sehubungan harus tirah baring total,


agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan anak di bantu.

d. Istirahat Tidur

Pola tidur dan istirahat anak terganggu sehubung dengan


peningkatan suhu tubuh (Marious, 2015).
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum

Biasanya anak dengan pneumonia tampak lemas.

2) Kesadaran
3) Tanda - Tanda Vital
a) Suhu : Terjadi peningkatan suhu
b) Nadi :Terjadi penurunan frekuensi nadi (bradikardi)
c) Respirasi :Biasanya di temukan rata-rata terjadi
peningkatan ernapasan (Takipnea) dan nafas cepat
d) Darah :Terjadi penurunan tekanan darah (Hipotensi) (Berna,
2015).
4) Persistem
a) Sistem Integumen : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun
(akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit
meningkat, kemerahan
b) Sistem Pulmonal : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi,
batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan
otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut
meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor,
ronchii pada lapang paru,
c) Sistem Cardiovaskuler : Denyut nadi meningkat, pembuluh
darah vasokontriksi, kualitas darah menurun
d) Sistem Neurosensori : GCS menurun, refleks menurun/normal,
letargi
e) Sistem Musculoskeletal : tonus otot menurun, nyeri
otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris
pernafasan
f) Sistem genitourinaria : produksi urine menurun/normal,
g) Sistem digestif : konsistensi feses normal/diare.
i. Data Psikososial

Data psikososial menilai dampak-dampak hospitalisasi, termasuk


prosedur pada bayi/anak dan keluarga. Pada klien bayi/anak lebih
mudah cemas karena tindakan yang dilakukan, kemungkinan pada
bayi kehilangan kontrol terhadap dirinya. Serta ketakutan bayi/anak
terhadap perlukaan muncul karena bayi/anak menganggap tindakan
dan prosedurnya mengancapm intregritas tubuhnya. Oleh karena itu,
hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak,
menangis dengan kencang sambil berontak/berguling-guling dan
selalu ingin tetap di pangkuan ibunya.

j. Data Penunjang
1) Pemeriksaan darah lengkap (trombosit dan LED
2) LED
3) kultur sputum

2. Diagnosa
a. Ketidakefektifan pola nafas
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
c. Hipertermi
d. Resiko kekurangan volume cairan
e. Intoleransi Aktivitas

3. Perencanaan
a. Ketidakefektifan pola nafas

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan:

a. Status pernafasan dengan indikator 1-5 ( 1 : deviasi berat dari kisaran


normal, 2 : deviasi cukup berat dari kisaran normal, 3 : deviasi sedang dari
kisaran normal, 4 : deviasi ringan dari kisaran normal, 5 : tidak ada deviasi
dari kisaran normal ) :

1. Frekuensi pernafasan dari 1 menjadi 4

2. Irama pernafasan dari 1 menjadi 4

3. Kedalaman inspirasi dari 1 menjadi 4

4. Suara askultasi nafas dari 1 menjadi 4

5. Kepatenan jalan nafas dari 1 menjadi 4

6. Penggunaan otot napas bantuan dari sangat berat (1) menjadi ringan (2)

Intervensi Keperawatan

1) Manejemen jalan nafas


a) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b) Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau
tidak ada adanya suara nafas buatan
c) Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya
d) Regulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
e) Posisikan untuk meringankan sesak nafas
f) Monitor status pernafasan dan oksigenasi, sebagaimana mestinya.
2) Monitor pernafasan
a) Monitor kecepatan, irama,kedalaman dan kesulitan bernafas
b) Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot
bantu nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta
c) Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi
d) Monitor pola nafas (misalnya : bradipneu, takipneu, hiperventilasi,
pernafasan kusmaul, pernafasan 1:1, apneustik, respirasi biot, dan
pola ataxic)
e) Monitor sataus oksigen pada pasien yang tersedasi (seperti,
SaO2,SvO2,SpO2) sesuai dengan protocol yang ada
f) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g) Perkusi torak anterior dan posterior, dari apeks ke basis paru, kanan
dan kiri
h) Catat lokasi trakea
i) Monitor kelelahan otot-otot diapragma dengan pergerakan
parasoksikal
j) Auskultasi suara nafas, catat area dimana terjadi penurunan atau
tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara nafas tambahan
k) Auskultasi suara nafas setelah tindakan, untuk dicatat
l) Monitor peningkatan kelelahan, kecemasan dan kekurangan udara
pada pasien
m) Monitor hasil foto thoraks.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali adekuat

Kriteria Hasil : tidak ada suara nafas tambahan, klien dapat batuk efektif,
frekuensi pernafasan dalam batas normal, sputum dapat dikeluarkan melalui
jalan nafas

Intervensi Keperawatan :

1) Kaji dan dokumentasikan :Keefektifan jalan napas, gerakan


dada,frekwensi pernapasan, pemberian oksigendan
pengobatan,kecenderungan pada gasdarah arteri
2) Auskultasi dada bagian anterior dan posterior.
3) Lakukan pengisapan Jalan nafas bila diperlukan
4) Pertahankan kaedekuatan hidrasiuntuk menurunkan viskositas sekresi
5) Instruksikan kepada pasiententang batuk efektif dan teknis nafas
dalamuntuk memudahkan keluarnya sekresi
6) Kolaborasi dengan berikan cairantambahan mis: IV , oksigen
humidifikasidan ruangan humidifikasi
7) Kolaborasi dengan berikan obatsesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran,
bronkodilator, analgesik.
8) Kolaborasi dengan bantumengawasi efek pengobatan nebulizer
danfisioterapi lain mis : spiromerti iasentif, perkusi, drainase
postural.mekanisme pemberian jalan napasalami, membantu silia untuk
mempermudah jalan napas paten.Penekanan
menurunkanketidaknyamanan dada dan posisiduduk memungkinkan
upaya napaslebih dalam dan lebih kuat.
c. Hipertermi

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam,


suhu tubuh normal.

Hasil : Tidak ada tanda-tanda peningkatan suhu tubuh.

TTV dalam batas normal

TD : 80-120/60-80 mmhg

N : 80-100x/i

S : 36,5-370 C

R : 24-32x/mnit

Intervensi Keperawatan :

1) Observasi tanda-tanda vital


2) Beri kompres pada daerah dahi
3) Anjurkan untuk banyak minum air putih
4) Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotic
d. Resiko kekurangan volume cairan

Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan

Kriteria Hasil : Klien tidak diare, Nafsu makan baik. Klien tidak mual
dan muntah.

Intervensi Keperawatan :
1) Monitor tanda-tanda vital
2) Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine
3) Berikan cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
e. Intoleransi Aktivitas

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam masalah pasien dapat
teratasi.

Kriteria Hasil :

1) Melaporkan/menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang


dapat diukur dengan tidak adanya dispne, kelemahanberlebihan, dan
tanda vital dalam rentang normal
2) Klien dapat mendemonstrasikan aktivitas yang efektiv dan menghemat
energy.

Intervensi Keperawatan :

1) Berikan terapi oksigen sesuai order dokter


2) Berikan porsi makan sedikit tapi sering
3) Jelaskan pentingnya istirahat dan keseimbangan antara aktivitas dan
istirahat
4) Anjurkan kepada klien untuk memilih posisi yang enak pada saat tidur.
5) Anjurkan untuk melakukan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi
6) Evaluasi tingkat aktivitas klien, adanya peningkatan RR, TD, dannadi,
peningkatan kelemahan.

4. Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi


keperawatan untuk mencapai tujuan yang spesifik (lyer et.al,
1998).Tahapan implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun
dan di tujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan. (Nursalam, 2013: p127)
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telag ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
Perencanaan asuhan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik,
jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam implementasi
asuhan keperawatan. (Nursalam, 2013: p127)

5. Evaluasi

Evaluasi adalah langkah terakhir dalam proses pembuatan keputusan.


Perawat mengumpulkan , menyortir, dan menganalisis data untuk
menetapkan apakah (1) tujuan telah tercapai (2) rencana memerlukan
modifikasi atau (3) alternative baru harus dipertimbangkan. Pedoman
observasi dimasukan dalam rencana asuhan standar untuk membantu
pembaca mengidentifikasi metode untuk mengevaluasi apakah tujuan atau
hasil tercapai. Tahap evaluasi memenuhi proses keperawatan atau
berperan sebagai dasar untuk pemilihan alternative lain untuk intervensi
dalam pemecahan masalah spesifik (Wong,2009:24).

Evaluasi dalam keperawatan adalah tindakan intelektual untuk


melengkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan diagnosa
keperawatan, rencana tindakan, dan implementasinya. Tahap evaluasi
memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama
tahap pengkajian dan implementasi intervensi (Nursalam,2009).

Jadi, evaluasi keperawatan merupakan fase penilaian terhadap


tindakan yang telah dilakukan dengan mengambil kesimpulan apakah
tindakan tersebut telah tercapai dan memenuhi kebutuhan klien secara
optimal atau tidak sebagai dasar untuk pemilihan alternative lain untuk
intervensi dalam pemecahan masalah secara spesifik. Untuk menentukan
masalah teratasi, teratasi sebagian, tidak teratasi atau muncul masalah
baru adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan,
kriteria hasil yang telah ditetapkan.

S : subjektif adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapatkan


Dan klien setelah tindakan diperbaiki

O : objektif adalah informasi yang dapat berupa hasil pengamatan,


Penilaian , pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah dilakukan
Tindakan.

A : Analisa adalah membandingkan antara informasi subjektif dan


Objektif dengan tujuan dari kriteria hasil, kemudian diambil Kesimpulan
bahwa masalah teratasi, masalah belum teratasi sebagian, Atau muncul
masalah baru.

P : planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan


Berdasarkan hasil Analisa, baik itu rencana diteruskan , dimodifikasi
dibatalkan, ada masalah baru dan selesai (tujuan tercapai).

C. Konsep Pursed Lips Breathing Exercise


1. Pengertian Pursed Lips Breathing Exercise

Pursed Lips Breathing (PLB) merupakan latihan pernapasan yang


menekankan pada proses ekspirasi yang dilakukan secara tenang dan
rileks dengan tujuan untuk mempermudah proses pengeluaran udara
yang terjebak oleh saluran napas (Nerini, dkk. 2011). Melalui teknik ini,
maka udara yang ke luar akan dihambat oleh kedua bibir, yang
menyebabkan tekanan dalam rongga mulut lebih positif. Tekanan posistif
ini akan menjalar ke dalam saluran napas yang menyempit dan
bermanfaat untuk mempertahankan saluran napas untuk tetap terbuka.
Dengan terbukanya saluran napas, maka udara dapat ke luar dengan
mudah melalui saluran napas yang menyempit serta dengan mudah
erpengaruh pada kekuatan otot pernapasan untuk mengurangi sesak
napas (Alsagaf, 2012) (Sebagaimana dikutip dalam Agung Wahyu
Permadi, Antonius Tri Wahyudi. 2017. p. 273)

Teknik ini dapat digunakan sebagai alternatif untuk membantu


mengatasi ketidakefektifan bersihan jalan napas pada anak (Tiep, Carter,
Zachariah, Williams, Horak, et al., 2013). Selain itu, PLB bermanfaat
untuk meningkatkan ekspansi alveolus pada setiap lobus paru, sehingga
tekanan alveolus meningkat dan dapat membantu mendorong sekret pada
jalan napas saat ekspirasi serta dapat menginduksi pola napas menjadi
normal (Roberts, Schreuder, & Watson, 2009). Pada akhirnya PLB
diharapkan dapat meningkatkan status oksigenasi. Namun teknik PLB ini
hanya dapat digunakan pada anak yang sadar dan mampu diajak
kerjasama. (Sebagaimana dikutip dalam Yunita Muliasari, Iin Indrawati p.
92)

Berdasarkan beberapa pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa


PLB adalah suatu tindakan non-farmakologis yang dapat membantu
mengurangi sesak akibat ketidakefektifan bersihan jalan nafas dengan cara
mulut seperti bersiul tapi tanpa suara, kemudian menarik nafas.

2. SOP Pursed Lips Breathing Exercise

Pengumpulan data dilakukan dengan menemui orang tua dan anak


yang menjalani hospitalisasi. Sebelumnya dilakukan pemilihan responden
yang sesuai kriteria inklusi untuk kelompok intervensi dan kelompok
kontrol. Setelah memberikan penjelasan kepada responden mengenai
penelitian dan manfaatnya serta menjelaskan prosedur penelitian dan
kesediaan untuk menjadi responden, informed consent beserta lembar
persetujuan orang tua diisi. Kemudian Pada kelompok perlakuan lakukan
pengukuran RR awal responden dan didokumen-tasikan, data ini dijadikan
data pretest kemudian diberikan tindakan latihan Pursed Lips Brething
selama 3 hari dimana disetiap harinya dilakukan 2x latihan saat pagi dan
sore, setiap kali latihan ini dilakukan selama 10 menit. Pada kelompok
kontrol lakukan pengukuran RR (Respiratory Rate) (Pretest) selan-jutnya
RR pada kelompok kontrol diukur kembali setelah hari ke 3 (post test.
(Sebagaimana dikutip dalam Rizky Amalia Ulul Azizah, Tri Nataliswati,
Ririn Anantasari. 2018. p. 190)

D. Konsep Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas


1. Pengertian Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

Bersihan jalan napas tidak efektif merupakan ketidakmampuan


membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan
jalan napas tetap paten (PPNI, 2017). Kondisi ketika individu mengalami
ancaman pada status pernapasannya sehubungan dengan ketidakmampuan
untuk batuk secara efektif (Carpenito & Moyet, 2013).

2. Penyebab Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

Menurut PPNI(2017) penyebab terjadinya bersihahan jalan napas


tidak efektif yaitu spasme jalan napas, hiperskresi jalan napas, disfungsi
neuromuskuler, benda asing dalam jalan napas, adanya jalan napas buatan,
sekresi yang tertahan, hyperplasia dinding jalan napas, proses infeksi,
respon alergi, dan efek agen farmakologis (misalnya anastesi).

3. Patofisiologi Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

Menurut Ardiansyah (2012), Paru adalah struktur kompleks yang


terdiri atas kumpulan unit yang dibentuk melalui percabangan progresif
jalan napas. Saluran napas bagian bawah yang normal berada dalam
keadaan steril, walaupun bersebelahan dengan sejumlah mikroorganisme
yang menempati orofaring dan terpajan oleh mikroorganisme dari
lingkungan di dalam udara yang dihirup. Smeltzer & Bare (2013)
menyebutkan Reaksi inflamasi dapat terjadi di alveoli, yang menghasilkan
eksudat yang mengganggu jalan napas, bronkospasme dapat terjadi
apabila pasien menderita penyakit jalan napas reaktif. Djojodibroto 2014)
mengatakan Gejala umum yang biasanya terjadi pada pneumonia yaitu
demam, batuk, dan sesak napas.

Batuk diakibatkan oleh iritasi membrane mukosa dimana saja dalam


saluran pernapasan. Stimulus yang menghasilkan batuk dapat timbul dari
suatu proses infeksi. Batuk adalah proteksi utama pasien terhadap
akumulasi sekresi dalam bronki dan bronkiolus. Pasien yang batuk cukup
lama hampir selalu membentuk sputum(Smeltzer & Bare, 2013). Dalam
sistem pernapasan orang dewasa memproduksi lebih kurang 100ml lendir
per hari yang biasanya tertelan. Jika produksi lendir berlebihan
pengeluarannya menjadi tidak efektif sehingga lendir yang tertumpuk
berupa sputum atau dahak.Ekspektorasi diartikan sebagai pengeluaran
dahak atau sputum yang meningkat jumlahnya.Produksi dahak dapat
meningkat karena adanya rangsangan pada membran mukosa secara fisik,
kimiawi, maupun karena infeksi.Pada infeksi, dahak dapat bercampur
denga pus serta produk inflamasi lain (Djojodibroto, 2014).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Menurut Moleong (2014, p. 71) desain penelitian adalah pedoman atau
prosedur serta teknik dalam perencanaan penelitian yang bertujuan untuk
membangun strategi yang berguna untuk menghasilkan model penelitian. Dalam
penelitian ini menggunakan Desain Penelitian Deskriptif kualitatif.
Mengungkapkan bahwa penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan
pada analisis dan konstruksi yang dilakukan dengan sistematis, metodologis dan
konsisten dan untuk mengungkapkan kebenaran sebagai salah satu manifestasi
dari suatu keinginan manusia untuk dapat mengetahui apa yang di hadapi.
Desain penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian menghasilkan data
deskriptif yang berupa atau lisan dari orang dan prilaku yang dapat diamati.
Penelitian kaulitatif juga merupakan suatu pendekatan atau penelusuran untuk
mengeksplorasi dan memahami suatu gejala dentral dengan mewawancarai
Responden dengan mengajukan pertanyaan umum dan agak luas, kemudian
dikumpulkan dan dianalisis (Semiawan & Conny R, 2010, p. 7). Desain yang
digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus merupakan
rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit penelitian secara
intensif misalnya satu klien, keluarga, kelompok, komunitas, atau institusi
(Nursalam, 2013, p. 161).
Metode yang akan dipilih oleh peneliti adalah studi kasus untuk
mengaplikasikan Tindakan Pursed Lips Breathing pada Anak dengan Pneumonia.
B. Subjek Penelitian / Responden
Subjek penelitian merupakan sumber data yang dimintai informasinya sesuai
dengan masalah penelitian. Adapun yang dimaksud sumber data dalam penelitian
adalah subjek dari mana data diperoleh (Baharudin, 2012, p. 44). Subjek
penelitian yang akan diteliti adalah Anak (usia 6-12 tahun) dengan pneumonia.
Pengumpulan data, jumlah partisipan yang akan digunakan berjumlah 2
orang dengan :
1. Kriteria Inkulsi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. Pertimbangan ilmiah harus
menjadi pedoman saat menentukan kriteria inklusi. (Nursalam, 2016 p.172).
kriteria inklusi sebagai berikut :
a. Anak yang di rawat di Ruang Samolo 3 Rumah Sakit Umum Daerah
Sayang Cianjur

b. Anak yang bersedia menjadi responden

c. Anak dalam rentang usia 6-12 tahun

d. Anak yang tanpa indikasi dan komplikasi.

2. Kriteria Eklusi

Kriteria eklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang


memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab, antara lain
terdapat keadaan atau penyakit yang mengganggu pengukuran maupun
interpretasi hasil, terdapat keadaan yang mengganggu kemampuan
pelaksanaan, hambatan etis, subjek menolak berpartisipasi (Nursalam, 2016
p.173). Sedangkan kriteria eksklusi penelitian ini yaitu : Anak yang di rawat
di Ruang Samolo 3 Rumah Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur

a. Anak yang tidak bersedia menjadi responden


b. Anak yang bukan dalam rentang usia 6-12 tahun

c. Anak dengan indikasi dan komplikasi.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi dan waktu penelitian merupakan rencana tentang tempat dan waktu
yang akan dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitiannya. Menurut
Nursalam, 2015, p. 399 :
1. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian akan dilaksanakan di Ruang Samolo 3 Rumah Sakit
Umum Daerah Sayang Cianjur.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilakukan setelah pengajuan judul sampai waktu
yang telah ditentukan, diperkirakan dari bulan Februari sampai bulan Juni.

D. Seting Penelitian
Seting penelitian dapat dinyatakan sebagai situasi sosial penelitian yang
ingin diketahui apa yang terjadi didalamnya. Pada seting penelitian ini, peneliti
dapat mengamati secara mendalam aktivitas orang-orang yang ada pada tempat
tertentu (Nursalam, 2015, p. 399).
Penelitian ini akan dilaksanakan di Ruang Samolo 3 Rumah Sakit Umum
Daerah Cianjur.

E. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data menurut Nursalam (2013, p. 191) merupakan
suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik
subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian. Cara pengumpulan data yang akan
dilakukan meliputi wawancara, observasi dan lain – lain.
1. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara
mewawacarai langsung Responden yang akan diteliti, metode ini memberikan
hasil secara langsung dan dapat dilakukan apabila ingin tahu hal-hal dari
reponden secara mendalam. Wawancara dilakukan ketika peneliti melakukan
pengkajian langsung ke pasien. Dalam metode wawancara ini dapat
digunakan instrumen berupa pedoman wawancara kemudian daftar periksa
atau ceklis (Nursalam, 2013, p. 187).
Wawancara dalam penelitian ini akan berdasarkan pada subjek yang
memiliki data, dan bersedia memberikan informasi yang lengkap dan akurat.
Responden sebagai narasumber dalam penelitian ini adalah Anak usia 6-12
tahun dengan pneumonia. Kegiatan wawancara ini akan dilakukan saat
peneliti melakukan proses pengkajian.
2. Observasi
Observasi merupakan cara pengumpulan data penelitian dengan cara
melakukan pengamatan secara langsung kepada Responden penelitian untuk
mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti. Dalam observasi ini,
instrument yang dapat digunakan adalah leembar observasi, panduan
pengamatan (observasi), atau lembar checklist (Nursalam, 2013, p. 186).
Dalam penelitian ini akan dilakukan pemeriksaan fisik dengan
pendekatan IPPA : inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi pada sistem tubuh
klien. Peneliti juga akan menggunakan metode pengumpulan data observasi,
yang meninjau langsung keadaan Responden. Observasi dilakukan sebelum
dan setelah pasien diberikan tindakan pursed lips breathing untuk mengetahui
perkembangan klien.
3. Studi pustaka
Yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari
buku-buku referensi, jurnal-jurnal dan media lainnya yang berkaitan dengan
objek penelitian. Metode penulisan yang digunakan dalam karya tulis ini
adalah studi pustaka, yakni pencarian sumber-sumber atau opini pakar tentang
suatu hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian (Nursalam, 2013, p. 161).
4. Studi dokumentasi
Dokumentasi menurut Sugiyono (2015, p. 329) adalah metode
pengumpulan data dengan cara mengambil data dari dokumen asli. Dokumen
asli tersebut dapat berupa gambar, tabel atau daftar periksa dan film
documenter. Dokumentasi didapatkan dari rekam medis pasien dan hasil data
penunjang seperti hasil laboratorium dan lain-lain
Peneliti akan menggunakan pengumpulan data dengan metode studi
dokumen karena dokumen memberi informasi tentang situasi yang tidak dapat
diperoleh langsung melalui observasi langsung atau wawancara.

F. Metode Uji Keabsahan Data


Uji keabsahan data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan
perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian. Uji ini
dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lebih mendalam mengenai subyek
penelitian. Dalam hal ini peneliti memberikan data yang telah ditranskripkan
untuk dibaca ulang oleh Responden.
Triangulasi dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan dari beberapa
pihak secara terpisah namun dengan karakteristik yang sama kemudian hasilnya
di cross check antara jawaban yang satu dengan yang lainnya. Pengertiannya
triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek
penelitian. Dari hasil jawaban dari beberapa pihak tersebut kemudian dilihat
kesamaan dan perbedaanya. Triangulasi menurut Nursalam, (2015, p. 399)
meliputi :
a. Triangulasi metode
Dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data dengan cara
yang berbeda. Dalam penelitian kualitatif menggunakan metode wawancara,
observasi dan survei. Triagulasi tahap ini dilakukan jika data atau informasi
yang diperoleh dari subjek atau Responden penelitian diragukan
kebenarannya (pasien, perawat dan keluarga).
Peneliti akan membandingkan setiap informasi yang bersumber dari
pasien, keluarga pasien, maupun perawat karena diragukan kebenarannya.
b. Triangulasi sumber data
Menggali kebenaran informasi tertentu melalui berbagai sumber
perolehan data. Misalnya selain wawancara dan observasi, peneliti bisa
menggunakan observasi terlibat, catatan resmi catatan atau tulisan pribadi.
Untuk mendapatkan untuk mengecek kebenaran informasi, peneliti akan
menggunakan metode wawancara dan observasi. Selain itu, peneliti juga akan
menggunakan Responden yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi
tersebut.

G. Metode Analisis Data


Metode analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-
bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan
kepada orang lain. Format PICOT adalah suatu pendekatan yang sangat
membantu dalam meringkas pertanyaan penelitian yang mengungkap efek dari
terapi (Riva, Keshena, Stephen, Andrea & Jason, 2012, p. 1).
P : Pasien / problem (seperti apa karakteristik pasien / hal – hal yang
berhubungan yang relevan). Pada penelitian ini pasien yang akan diteliti
adalah 2 orang anak dengan pneumonia usia 6-12 tahun.

I : Intervensi (berisikan hal yang berhubungan dengan perencanaan yang akan


diberikan kepada pasien). Tindakan yang akan dilakukan adalah tindakan
Pursed Lips Breating Exercise

C : Comparasion (Pembanding / hal yang dapat menjadi alternativ


perencanaan yang digunakan / pembanding tindakan lain / korelasi hubungan
dari perencanaan). Pada penelitian ini akan dilakukan tindakan pursed lips
breathing selama 10 menit sebanyak 2 kali sehari pagi dan sore dalam waktu
3 hari
O : Outcame (hasil / penerapan yang kita inginkan dari perencanaan yang
diberikan). Pada penelitian ini diharapkan setelah diberikan tindakan ini akan
terjadi perubahan terhadap respiratory rate pasien

T : Timing ( waktu : waktu yang digunakan selama penelitian dilakukan) /


teori (Teori apa yang digunakan dalam penelitian). Dalam penelitian ini
tindakan pursed lips breathing akan dilakukan setiap hari pada ibu post
partum dengan waktu 3 hari. Berdasarkan jurnal yang pertama Rizky Amalia,
dkk tahun 2018 dengan judul “Pengaruh latihan Pursed Lips Breathing
terhadap perubahan RR Pasien Pneumonia di RSUD Lawang" didapatkan hasil
bahwa pursed lips breathing sangat berpengaruh terhadap RR pasien dengan
pneumonia. Yang kedua sebagai jurnal pembanding adalah jurnal Yunita
Muliasari, Iin Indrawati tahun 2018 yang berjudul Efektifitas Pemberian
Terapi Pursed Lips Breathing Terhadap Status Oksigenasi Anak Dengan
Pneumonia. Menjelaskan bahwa Terapi Pursed lips breathing efektif
meningkatkan status oksigenasi pada anak usia prasekolah yang mengalami
Pneumonia meliputi: suhu, frekuensi pernapasan, frekuensi nadi, dan saturasi
oksigen.

H. Etik Penelitian
Menurut Notoatmodjo (2010, p. 53) macam – macam etik penelitian
yaitu:
1. Informed consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
Responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed
consent tersebut diberikan sebelum penelitian diberikan dengan memberikan
lembar persetujuan untuk menjadi Responden. Tujuannya agar subjek
mengerti maksud dan tujuan penelitian dan dampaknya. Jika subjek bersedia,
maka peneliti harus menghormati hak pasien.
Dalam penelitian ini peneliti akan memberikan lembar persetujuan
kepada Responden yang akan diteliti, peneliti akan menjelaskan maksud dari
penelitian serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengumpulan data. Jika Responden bersedia, maka mereka harus
menandatangani surat persetujuan penelitian, jika Responden menolak untuk
diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.
2. Anonimity
Masalah etik keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan
atau tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
akan disajikan.
Pada penelitian ini, peneliti tidak akan mencantumkan nama dan lembar
pengumpulan data dan cukup dengan menggunakan inisial dan telah
disepakati oleh klien tujuannya untuk menjaga kerahasiaan identitas klien.
3. Confidentiality
Masalah ini merupakan masalah etik dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah – masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya oleh
peneliti dan hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
penelitian.
Pada penelitian ini kerahasiaan informasi yang akan diperoleh dari klien
telah dijamin oleh peneliti, hanya sekelompok data tertentu yang akan
disajikan dan dilaporkan sebagai hasil peneliti.

4. Beneficince (Manfaat Penelitian)


Etik ini dasarnya diatas segalanya tidak boleh membahayakan. Dimensi
dalam etik ini yaitu :
a. Bebas dari bahaya
Peneliti harus berusaha melindungi subjek yang diteliti terhindar dari
bahaya atau ketidaknyamanan fisik dan mental. Membuat subjek penelitian
terpapar pada pengalaman yang mengakibatkan bahaya menetap, tidak
dapat diterima.
Pada penelitian ini, Peneliti akan memperhatikan manfaat dan
dampak dari setiap tindakan yang akan dilakukan kepada Responden.
Tujuannya untuk memberikan kenyamanan dan tidak akan membahayakan
Responden selama kegiatan penelitian dilakukan.
b. Bebas dari eksploitasi
Keterlibatan peserta dalam penelitian tidak seharusnya merugikan
mereka atau memaparkan mereka pada situasi yang mereka tidak siapkan.
Subjek penelitian perlu diyakinkan bahwa Responden mereka, atau
informasi yang mereka berikan kepada peneliti tidak akan digunakan untuk
melawan atau merugikan mereka.
Peneliti akan menggunakan informasi yang diberikan Responden
hanya untuk keperluan penelitian. Peneliti menjamin setiap informasi yang
diberikan Responden tidak akan disalahgunakan dan tidak akan merugikan
pihak manapun baik peneliti maupun.
c. Keseimbangan antara resiko dan manfaat
Peneliti dan penilai harus menelaah keseimbangan antara manfaat
dan risiko dalam penelitian. Untuk menentukan keseimbangan risiko dan
manfaat, peneliti harus memprediksi hasil studi, mengkaji risiko dan
manfaat yang nyata maupun potensial berdasarkan hasil memaksimalkan
manfaat dan meminimalkan risiko.
Pada penelitian ini, peneliti akan menelaah manfaat maupun resiko
dari setiap kegiatan yang akan dilakukan terhadap Responden. Peneliti
akan meminimalkan resiko dari setiap tindakan dan melakukan tindakan
yang bermanfaat terhadap responden.
2. Non malifience (Tidak Merugikan)
Peneliti tidak memberikan dampak yang membahayakan bagi
Responden selama proses penelitian berlangsung baik bahaya langsung
maupun tidak langsung.
Peneliti akan memberikan tindakan yang memiliki resiko minimal.
Peneliti menjamin bahwa setiap kegiatan yang dilaksanakan tidak akan
merugikan/membahayakan Responden baik secara fisik maupun mental
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaf. 2012. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga Press.


Amina, Arnati Wulansari. 2020. Korelasi Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Pneumonia Balita di Dua Puskesmas Kota Jambi. Jurnal
Hidayatin Titin. 2019. Pengaruh Pemberian Fisioterapi Dada Dan Pursed Lips Breathing
(TIUPAN LIDAH) Terhadap Bersihan Jalan Nafas Pada Anak Dengan Pneumonia.
Muliasari Yunita Iin Indrawati. 2018. Efektifitas Pemberian Terapi Pursed Lips Breathing
Terhadap Status Oksigenasi Anak Dengan Pneumonia.
Nerini M, Gigliotti F, Lanini I, Grazzini M, Stendardi C, Castellani R, et al. 2009. Changes in
global and compartmental lung volumes during pursed lip breathing (PLB) in COPD
patients [abstract]. Eur Respir J 2001;18(Suppl 33):489. CITA.
Rizky, dkk. 2018. Pengaruh latihan Pursed Lips Breathing terhadap perubahan RR Pasien
Pneumonia di RSUD Lawang.
Titin Hidayatin. 2019. PENGARUH PEMBERIAN FISIOTERAPI DADA DAN PURSED LIPS
BREATHING (TIUPAN LIDAH) TERHADAP BERSIHAN JALAN NAFAS PADA ANAK
BALITA DENGAN PNEUMONIA. Jurnal
Yunita Muliasari, Iin Indrawati. 2018. Efektifitas Pemberian Terapi Pursed Lips Breathing
Terhadap Status Oksigenasi Anak Dengan Pneumonia. Jurnal
JNK
JURNAL NERS DAN
KEBIDANAN
http://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk

Pengaruh latihan Pursed Lips Breathing terhadap


perubahan RR Pasien Pneumonia di RSUD Lawang

1 2 3
Rizky Amalia Ulul Azizah , Tri Nataliswati , Ririn Anantasari
1,2,3
Fakultas Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Malang

Info Artikel Abstrak

Sejarah Artikel: Pneumonia adalah penyakit yang bisa terjadi pada segala
Diterima, usia. Salah satu gejala pneumonia adalah meningkatnya RR
08/10/2018 yang disebabkan oleh inflamasi alveoli penuh cairan yang
Disetujui, membuat tubuh sulit mendapatkan oksigen. Tin- dakan oleh
20/12/2018 perawat untuk merawat pasien dengan peningkatan RR
Di Publikasi, 26/12/2018 pneumo- nia adalah terapi farmakologi menurut instruki
dokter, dan tindakan non far- makologi untuk menaikkan RR
Kata kunci: dengan melakukan latihan Pursed Lips Breath-ing. Tujuan
Pursed Lips Breathing dari pembelajaran ini adalah untuk mengetahui efek latihan
Exercise, Respiratory Pursed Lips Breathing pada perubahan RR pada pasien
Rate, Pneumonia pneumonia di ruang flamboyan RSUD Lawang. Metode
penelitian yang digunakan adalah Quasi Experimental. Dengn
tipe metode Non equivalent Control Group. Jumlah sampel
didapat dari 30 responden, mengambil sampel menggunakan
metode non probability sampling dengan accidental
sampling. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah jam analog di grup intervensi dan grup kontrol.
Analisis data dalam pembelajaran ini menggunakan T-Test
Pasangan dan T-Test Individu dengan software SPSS untuk
Windows 23.0 dengan level signifikan = 0,05. Hasil
menunjukkan bahwa ada efek dari latihan Pursed Lips
Breathing dalam perubahan RR di pasien dengan pneumonia
(nilai 0.02

<0.05). Diharapkan pada petugas kesehatan untuk


mengaplika-sikan intervensi perawatan pursed lips breathing
untuk pasien pneumonia.


Correspondence Address:
Poltekkes Kemenkes Malang- East Java, Indonesia P-ISSN : 2355-
052X
Email: trinataliswati16@gmail.com E-ISSN : 2548-
3811

This is an Open Access article under


The CC BY-SA license
(http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) DOI:
10.26699/jnk.v5i3.ART.p188-194

188
Azizah, Nataliswati, Anantasari, Pengaruh Latihan Pursed Lips Breathing........189

The effect of Pursed Lips Breathing Exercise to the Respiratory Rate Change of
Pneumonia Patients in Flamboyan Room of RSUD Lawang

History Article: Abstract


Received, 08/10/2018 Pneumonia is a disease that can occur at any age. One of the
symptoms of
Accepted, 20/12/2018 pneumonia is an increase in respiratory rate caused by
inflammation of
Published, 26/12/2018 fluid-filled alveoli that makes the body difficult to obtain
oxygen. Treat-
ment by nurses to treat patients with increased respiratory rate
pneumonia
Keywords: is pharmacologic therapy according to physician’s instructions,
and there
Pursed Lips Breathing is Non pharmacologic to improve respiratory rate such as
Exercise, doing Pursed
Respiratory Rate, Lips Breathing Exercises. The purpose of this study was to
Pneumonia determine the
effect of Pursed Lips Breathing Exercise to the Respiratory
Rate Changes
of Pneumonia Patients in Flamboyan Room of RSUD Lawang.
The design
of the study was Quasi Experimental with Nonequivalent
Control Group
Design. The sample was 30 respondents taken by non
probability sam-
pling by accidental sampling. The instrument used in this
study was tick-
ing watches in the intervention group and control group. The
data analy-
sis in this study used Paired T-Test and Independent T-Test
with software
SPSS for windows 23.0 with significant level = 0,05. The
results showed
that there was an effect of Pursed Lips Breathing Exercise to
the respira-
tory rate changes in patients with pneumonia ( value 0.02
<0.05). It is
expected that health workers will apply interventions to
pursue pursed
lips breathing for pneumonia patients.

© 2018 Journal of Ners and Midwifery


Azizah, Nataliswati, Anantasari, Pengaruh Latihan Pursed Lips Breathing........190
PENDAHULUAN disertai Pengaruh
Azizah, Nataliswati, Anantasari, stridor,Latihan
Sidabutar (2013).
Pursed Lips Baik terapi
Breathing........ 191
Pneumonia merupakan penyakit yang farmakologi maupun non farmakologi
dapat terjadi pada semua umur.Salah satu diberikan untuk membantu pasien pneumonia,
gejala yang terdapat pada Pneumonia adalah salah satu terapi non farmakologi yang
peningkatan RR yang disebabkan oleh diberikan adalah dengan latihan Pursed Lips
inflamasi alveoli yang dipenuhi oleh cairan Breathing. Pursed Lips Breathingt diberikan
yang membuat tubuh sulit untuk menda- untuk membantu meng-atasi ketidakefektifan
patkan oksigen (Sidabutar, 2013). Pneumonia bersihan jalan napas pada pasien dengan
meng-infeksi kira-kira 450 juta orang pneumonia dengan cara meningkat-kan
pertahun dan terjadi di seluruh penjuru dunia. pengembangan alveolus pada setiap lobus
Penyakit ini merupakan penyebab utama paru sehingga tekanan alveolus meningkat dan
dapat membantu mendorong secret pada jalan
kematian pada semua kelompok yang
napas saat ekspirasi dan dapat menginduksi
menyebabkan jutaan kematian (7% dari
pola napas menjadi
kema-tian total dunia) setiap tahun. penyakit
pneumonia merupakan penyebab kematian
nomor 1 di India, nomor 2 di Nigeria dan di
Indonesia pada urutan ke 8 (Langke, 2015)
Di Indonesia, pneumonia meru-pakan
penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit
kardiovaskular (CVD) dan tuberkulosis
(TBC), faktor sosial ekonomi yang rendah
mempertinggi angka kematian (Misnadiarly,
2008).
Periode prevalensi tahun 2013 sebesar
1,8 persen dan 4,5 persen. Lima provinsi
yang mem- punyai insiden dan prevalensi
pneumonia tertinggi untuk semua umur
adalah Nusa Tenggara Timur (4,6% dan
10,3%), Papua (2,6%dan 8,2%), Sula- wesi
Tengah (2,3% dan 5,7%), Sulawesi Barat
(3,1% dan 6,1%), dan Sulawesi Selatan
(2,4% dan
4,8%) (RISKESDAS,2013).

Berdasarkan laporan kabupaten/kota


tahun 2008 di Jawa Timur terdapat 213.280
kasus pneu- monia dan 35,10% kasus
diantaranya (74.862 ka- sus) (Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2008),
sedangkan data studi pendahuluan pada
tanggal 20 Oktober 2016, di RSUD Lawang,
Penderita Pneu-monia termasuk 10 besar
penderita Rawat Inap, terdapat rata-rata 32
orang setiap bulan yang men-derita
Pneumonia.

Penderita pneumonia yang dirawat di


rumah sakit sering mengalami distress
pernapasan yang ditandai dengan napas
cepat, retraksi dada, napas cuping hidung dan
normal (Bunner dan Sudarth, 2002).
Azizah, Latihan penelitian
Nataliswati, Anantasari, kepada
Pengaruh calon
Latihan Pursedresponden. Peneliti
Lips Breathing........ 192
Pursed lips breathingjugadapat dilakukan meminta kesediaan calon res- ponden yang
pada pasien dengan obstruksi jalan napas bersedia diteliti dengan memberikan lembar
yang parah, dengan menentangkan bibir persetujuan (informed consent) pada res-
selama ekspirasi tekanan napas didalam ponden sebagai tanda bersedia menjadi
dada dipertahankan, mencegah kegagalan responden. Akhirnya didapatkan 15 orang
napas dan kollaps, selama dilakukan pursed sebagai kelompok kontrol dan 15 orang
lips breathing saluran udara terbuka selama sebagai kelompok perlakuan. Pada kelompok
ekspirasi dan akan semakin meningkat perlakuan peneliti melakukan pengukuran RR
sehingga mengurangi sesak napas dan awal responden dan didokumen- tasikan, data
menurunkan RR (Bakti, 2015). Beberapa ini dijadikan data pretest kemudian diberikan
hasil penelitian memperjelas bahwa latihan tindakan latihan Pursed Lips Brething selama
Pursed lips breathingmempengaruhi pola 3 hari dimana disetiap harinya dilakukan 2x
pernapasan pasien Emfisema, menurut
Astuti (2014) dan meningkatkan status
oksigenasi pasien Pneumonia, menurut
Sidabutar (2013).
Berdasarkan pernyataan tersebut diatas,
penu- lis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Latihan Pursed
Lips Breathing Terha-dap Perubahan RR
Pasien Pneumonia”.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan desain


Quasy Experiment dengan jenis
rancanganNon equiva-lent Control Group
Design.Populasi dalam pene-litian ini adalah
pasien yang mengalami Pneumonia di
Ruang Flamboyan RSUD Lawang yang
berjumlah 34 orang. Sample dalam
penelitian ini berjumlah 30 orang masing-
masing kelompok kontrol 15 orang dan
kelompok perlakuan 15 orang. Variabel
bebas (independen) dalam penelitian ini
yaitu Pursed Lips Breathing dan Respiratory
Rate (RR) merupakan variabel tergantung
(dependen).Penelitian dilaksana-kan di
Ruang Flamboyan RSUD Lawang, pada Mei
2017 s/d Juni 2017.

Instrumen yang digunakan dalam


penelitian ini adalah jam tangan berdetik
yang berfungsi untuk mengukur RR, agar
RR terkukur secara akurat dan SOP latihan
Pursed Lips Brething. Peneliti menen- tukan
calon responden sesuai kriteria inklusi,
kemu- dian menjelaskan maksud, tujuan,
manfaat dan hal yang akan dilakukan selama
Azizah, Nataliswati, Anantasari, Pengaruh Latihan Pursed Lips Breathing........193
latihan saat pagi dan sore, setiap kaliNataliswati,
Azizah, latihan Anantasari, Pengaruh Latihan Pursed Lips Breathing........194
Karakteristik Responden Berdasarkan
ini dilakukan selama 10 menit.
Ting- kat Pendidikan
Pada kelompok kontrol peneliti
Tabel 2 Distribusi Tingkat Pendidikan
melakukan pengukuran RR (Respiratory
Rate) (Pretest) selan-jutnya RR pada Responden di Ruang Flamboyan
kelompok kontrol diukur kembali setelah hari RSUD Lawang Mei- Juni 2017
ke 3 (post test).
Kelompok Kelompo
Hasil pengukuran kemudian diolah dan k
di analisis dengan menggunakan Paired T- Usia perlakuan kontrol
f % f %
Test dan Independent T- Test dengan
software SPSS for windows 23.0 dengan SD 7 46, 9 60
6
taraf signifikan = 0,05. SMP 4 26, 3 20
6
SMA 2 13, 2 13,3
HASIL PENELITIAN 3
Data Umum S1 2 13, 1 6,6
3
Karakteristik Responden Berdasarkan Total 15 100 15 100
Umur
Berdasarkan diagram 2 di atas diketahui
bahwa tingkat pendidikan responden
Tabel 1 Diagram Distribusi Umur kelompok perlakuan yaitu SD sebanyak 7
Responden di Ruang Flamboyan orang (46.6%) Sedangkan kelompok kontrol
SD sebanyak 9 orang (60%).
RSUD Lawang Mei-Juni 2017

Data Khusus
Variabel N Mean SD Min Max Meadian
Pengaruh latihan Pursed Lips Breathing
Umur 30 44 14,4 20 65 49 terha- dap perubahan RR pada pasien
Pneumonia

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa Berdasarkan Tabel 3, Pada kelompok


rata- rata usia responden pada kelompok intervensi perbandingan perubahan RR
perlakuan dan kelompok kontrol adalah 44
kelompok intervensi antara sebelum Latihan
tahun, dengan Standart deviasi 14,4 tahun.
Usia termuda 20 tahun dan usia tertua 65 Pursed Lips Breathing dan
tahun.

Tabel 3 Hasil Uji Paired T- Test perubahan RR Sebelum Dan Sesudah Intervensi
Pada Kelompok Intervensi Serta Sebelum Dan Sesudah Kelompok Kontrol
di RSUD Lawang Mei-Juni 2017

Variabel Frekuensi N Mea Standart Standar Value


RR n Deviasi Error
Pre Intervensi 15 38,5 3,06 0,79 0,000
Post Intervensi 15 22,8 2,99 0,77
Pre Kontrol 15 37,6 4,35 1.12 0,000
Post Kontrol 15 27,7 4,13 1,06
Sumber: Uji Statistik Paired T- Test dengan SPSS 23
Azizah, Nataliswati, Anantasari, Pengaruh Latihan Pursed Lips Breathing........195

setelah Latihan Pursed Lips Tabel 4 Hasil Uji Independent T- Test


Breathingdidapatkan nilai pvalue = 0,000 < perubahan RR kelompok intervensi
0,05 yang berarti ada perbedaan RR antara
dan kelompok kontrol di RSUD
sebelum dilakukan intervensi Pursed Lips
Lawang Mei-Juni 2017
Breathing.

Pada kelompok kontrol perbandingan Respiratory Rate Sig (2 - Tailed)

antara sebelum dan setelah intervensi Pursed Kelompok Intervensi dan


0,02
Lips Breathing didapatkan = 0,000 < 0,05
Kelompok Kontrol
yang berarti ada perbedaan RR antara
sebelum dilakukan intervensi. Sumber: Uji Statistik Idependent T- Test
dengan SPSS 23
Berdasarkan Tabel 4, Hasil uji analisis Breathinginiyang merupakan tindakan
menggu- nakan Independent t- test mandiri perawat dapat juga diajarkan kepada
didapatkan data bahwa ada perbedaan yang pasien untuk dapat dilakukan sendiri ketika di
bermakna antara kelompok intervensi dan rumah sakit karena latihan Pursed Lips
kelompok kontrol dengan nilai value 0,02 < Breathingmudah dilakukan, tidak
0,05. Yang berarti ada pengaruh perubahan mengeluarkan banyak energi, singkat, seder-
RR yang diberikan Pursed Lips Breathing hana serta aman, yang bermanfaat
pada kelompok intervensi dari pada meningkatkan pengembangan paru, dan
kelompok kontrol. pernafasan menjadi nor-mal.

Pneumonia dapat menyerang siapa saja


PEMBAHASAN
baik anak-anak, balita, remaja, orang dewasa
Berdasarkan hasil penelitian dan usia
menunjukkan ada pengaruh Latihan Pursed
Lips Breathing pada pasien pneumonia
dimana pada kelompok perlakuan, yang
diberikan Pursed Lips Breathing ada
perubahan dari sebelum diberikan Pursed
Lips Breathing dan sesudah diberikan Pursed
Lips Breathing peru-bahan RR menjadi
turun, 15 responden menjadi 10 responden.
Teori yang mendasari hasil tersebut
(Bunner dan Suddarth, 2002), Pursed Lips
Breathing ber-manfaat untuk meningkatkan
pengembangan alveolus pada setiap lobus
paru sehingga tekanan alveolus meningkat
dan dapat membantu mendorong secret pada
jalan napas saat ekspirasi dan dapat
menginduksi pola napas menjadi normal
dibuktikan dengan penelitian terdahulu oleh
Sidabutar, (2013) dengan judul “Analisis
Praktik Klinik Keperawatan Anak Kesehatan
Masyarakat Perkotaan Pada Pa-sien
Pneumonia Di Rsup Fatmawati” Hasil
peneli-tian menunjukkan bahwa ada
pengaruh yang signifi-kan Pursed Lips
Breathing dengan metode “Tiupan Lidah
terhadap peningkatan status oksigen pasien
Pneumonia di Rsup Fatmawati. Didapatkan
hasil penelitian dengan peningkatan status
oksigenasi anak. Pemberian tindakan
aktivitas bermain meniup “tiupan lidah” pada
anak yang mengalami pneumo-nia dapat
diaplikasikan oleh perawat untuk pelayanan
di rumah sakit. Selain itu, perawat juga dapat
mem-berdayakan orang tua dengan
memberikan pendidik-an kesehatan mengenai
masalah kesehatan yang dialami anak, dan
begitu juga dengan latihan Pursed Lips
lanjut, Begitu pertahanan tubuh menurun Hasil lain pada penelitian ini
oleh sakit, usia tua atau malnutrisi bakteri menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol
segera menyerang. apabila sistem imun kita yang respondennya sejumlah 15 orang
melemah dan sistem imun tidak dapat menjadi 14 orang yang masih mengalami
melawan mikroba dan mikroba mulai perubahan RR yang belum normal setelah
bermutasi terjadilah inflamasi alveoli yang mendapat perlakuan, Perubahan-perubahan
RR turun tetapi tidak seperti pada kelompok
akan dipenuhi oleh cairan yang membuat
perla-kuan yang diberikan Latihan Pursed
tubuh sulit untuk mendapatkan oksigen.Hal
Lips Breathing.
tersebut dikarenakan system biologis
manusia menurun secara perlahan karena PadaTeori Soemantri, (2009) aktifitas
terjadinya penurunan elastisitas dinding dan istirahat juga dapat mempengaruhi dari
dada, perubahan struktur pernafasan dimulai keadaan pola pernapasan, kegiatan dapat
pada orang dewasa pertengahan dan sering meningkatkan laju respirasi dan
dengan ber-tambahnya usia maka elastisitas menyebabkan peningkatan suplai serta
kebutuhan oksigen tubuh.
dinding dada, elastisitas alveoli, dan
kapasitas paru mengalami penurunan.Pada
penelitian ini, responden terbanyak berada
pada rata rata usia 44 tahun dengan standart
deviasi 14,4 tahun, usia termuda 20 tahun
dan usia tertua 65 tahun.

Menurut Sidabutar, 2013, usia


merupakan salah satu faktor utama pada
beberapa penyakit, usia dapat
memperlihatkan kondisi kesehatan
seseorang. Selain usia, status pendidikan
juga sebagai salah satu kemungkinan yang
mempengaruhi seseorang terkait perilaku
resiko terhadap kesehatan. Kemudian, peri-
laku seseorang atau masyarakat dalam
memanfaat-kan fasilitas ditentukan oleh
pengetahuan salah satu-nya adalah
pendidikan, tidak dapat dipungkiri bahwa
makin tinggi pendidikan seseorang, makin
mudah pula ia menerima informasi, dan
pada akhirnya ma-kin banyak pula
pengetahuan yang dimilikinya, sebaliknya
jika tingkat pendidikan seseorang rendah itu
akan menghambat perkembangan
perilakunya terhadap penerimaan informasi.
Pada penelitian ini, khususnya pada
kelompok perlakuan,lulusan SMA dan
sarjana lebih banyak daripada responden di
kelompok kontrol, sehingga dapat
dibuktikan bahwa pendidikan seseorang
dapat mempengaruhi perilaku seseorang
dalam hal pe- ngambilan keputusan terhadap
masalah kesehatan.
Perubahan rata-rata nilai RR pada sehingga proses difusi dan perfusi berjalan
kelompok control dipengaruhi oleh obat yang dengan baik. Meningkatnya transfer oksigen
diberikan oleh pihak rumah sakit. Perubahan ke jaringan dan otot-otot pernafasan akan
RR lebih berpengaruh apabila diberikan juga menimbulkan suatu metabo-lisme aerob yang
terapi non farmakologi, dan penelitihanya akan menghasilkan suatu energi (ATP).
memberikan perlakuan seperti mem- bantu Energi ini dapat meningkatkan kekuatan otot-
perawat sehari-hari sesuai dengan terapi yang otot pernafasan sehingga proses pernafasan
diberikan dirumah sakit yang tindakannya dapat berjalan dengan baik, (Widiyani, 2015).
tidak berbeda dengan pasien kelompok Setelah diberikan latihan Pursed Lips
perlakuan seperti membantu memberikan Breathing selama10 menit sebanyak 2 kali
terapi obat sesuai program rumah sakit dan sehari pagi dan sore dalam waktu 3 hari,
setelah 3 hari peneliti melakukan kelompok inter- vensi mengalami penurunan
pemeriksaan pola pernapasan pada pasien. jumlah pasien yang
Hasil Uji Independent Sample T-Test
perbe- daan frekuensi RR kelompok
intervensi dan kelom- pok kontroldidapatkan
hasil nilai value = 0,02 < 0,05 yang berarti
ada pengaruh terhadap perubahan RR yang
diberi latihan Pursed Lips Breathing terhadap
kelompok intervensi.

Hal ini diperkuat dengan teori Hafiizh,


(2013) Pursed Lip Breathing (PLB)
meningkatkan tekan-an parsial oksigen dalam
arteri (PaO2), yang menye- babkan
penurunan tekanan terhadap kebutuhan
oksigen dalam proses metabolisme tubuh,
sehingga menyebabkan penurunan sesak
nafas dan Respira-tory Rate (RR) atau
frekuensi pernapasan.
Latihan pernapasan dengan Pursed Lips
Breathing ini memiliki tahapan yang dapat
mem-bantu menginduksi pola pernapassan
lambat, mem-perbaiki transport oksigen,
membantu pasien me-ngontrol pernapasan
dan juga melatih otot respirasi, dapat juga
meningkatkan Pertukaran gas O2 dan CO2
terjadi di kapiler darah, yang disebabkan oleh
inflamasi alveoli yang dipenuhi oleh cairan
yang membuat tubuh sulit untuk
mendapatkan oksigen sehingga pertukaran
gas tidak dapat dilakukan dengan maksimal,
Penimbunan cairan di antara kapiler dan
alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida (Sida-butar, 2013). Adanya
fasilitas pengosongan alveoli secara
maksimal akan meningkatkan peluang
masuknya oksigen kedalam ruang alveolus,
perubahan RR di atas normal. Ada web.id/karyailmiah/document/3837.pdf,
perbedaan antara sebelum dan sesudah diunduh 5
pemberian pursed lips breathing pada pasien November 2016,
pneumonia di RSUD Lawang.
Badan Penelitian dan Pengembangan
KESIMPULAN DAN SARAN Kesehatan Kemen- trian kesehatan
Kesimpulan Republik Indonesia (2013), Riset
Kesehatan Dasar RISKESDAS 2013,
Berdasarkan hasil penelitian dapat (online),
disimpulkan bahwa dengan diberikan pursed (http://www.depkes.go.id/resources/do
lips breathing pada pasien pneumonia di wnload/ general/Hasil%20Riskesdas
kelompok perlakuan selama 10 menit %202013.pdf), diakses 25 September
sebanyak 2 kali sehari pagi dan sore dalam 2016.
waktu 3 hari, kelompok perlakuan yang
perubahan RR di atas normal menurun. Bakti, KA. (2015). Pengaruh Pursed Lips
Didapatkan perbedaan antara sebelum dan Breathing Exercise Terhadap Penurunan
sesudah pemberian pursed lips breathing Tingkat Sesak Napas Pada Penyakit
Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Di Balai
pada kelompok perlakuan di RSUD Lawang,
Besar Kesehatan Paru Masya-
sehingga ada pengaruh pem-berian latihan
pursed lips breathing terhadap peru-bahan
RR pasien pneumonia di RSUD Lawang.

Saran

Memberikan Latihan Pursed Lips


Breathing tidak hanya ketika pasien dirawat
di Rumah Sakit, tetapi juga mengajarkan
Latihan Pursed Lips Breathing kepada
keluarga untuk bias diaplikasikan di rumah,
sehingga terapi tersebut akan lebih dira-
sakan manfaatnya, menjadikan dokumen ini
sebagai bahan pertimbangan untuk
mengembangkan penge-tahuan ilmu
keperawatan, sehingga kepala ruangan bias
menginstruksikan perawat ruang agar
Latihan Pursed Lips Breathing tersebut
dijadikan sebagai teknik non farmakologis
untuk menurunkan RR pasien pneumonia
dan hasil penelitian ini diharapkan mampu
menjadi sumber data untuk penelitian yang
lebih baik di waktu yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA
Astuti, LW. (2014). Pengaruh Pursed Lips
Breathing Terhadap Pola Pernapasan

Pada Pasien Dengan Emfisema Di


Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan
Salatiga, http://perpusnwu.
rakat (BBKPM) Surakarta, http://eprints.ums. ac.id/40106/1/NASKAh
%20publikasi, diakses 20

November 2016.
Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2. Jakarta : EGC Hafiizh, ME. (2013). Pengaruh Pursed Lips Breathing

Terhadap Penurunan Respiratory Rate (RR) Dan Peningkatan Pulse Oxygen


Saturation (SPO²) Pada Penderita ppok, Program Studi Sarjana Fisioterapi
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
SurakartaHttp://eprints.ums.ac.id/ 25567/1/3.halaman_depan.pdf,diakses 22
November 2016.
Langke, L, Ali, RH & Simanjuntak, ML. (2015). Gambaran Foto Toraks
Pneumonia Di Bagian/Smf Radiologi Fk Unsrat / Rsup Prof. Dr. R. D
Kandou,http:// ejournal.unsrat.ac.iddiakses 18 November 2016.

Misnadiarly. (2008). Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada Anak Balita,
Orang Dewasa, Usia Lanjut, Pustaka Obor Populer, Jakarta.

Dinas Kesehatan Provinsi Kawa Timur. (2008). Profil


Kesehatan Provinsi Jawa Timur. http://dinkes.
jatimprov.go.id/userfile/dokumen/1311839621_
Profil_Kesehatan_Provinsi_Jawa_Timur_2008.pdf Dinkes Prov. Jatim. 2013.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2013. (Online).
www.depkes.go.id. Diakses 15 Desember 2018.

Setiadi. (2013). Konsep dan praktik penulisan Riset Keperawatan, Graha Ilmu,
Yogyakarta.

Soemantri, I. (2008). Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan, Salemba Medika, Jakarta.

Sidabutar, TA. (2013). Analisis Praktik Klinik Kepera- watan Anak Kesehatan
Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Pneumonia di Rsup Fatmawati, Depok,
http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/ documents/4828.pdf, diakses 6 Januari
2017.

Widiyani, C. (2015). Pengaruh Pursed Lips Breathing Terhadap Arus Puncak


Ekspirasi (APE) Pada Pasien Bronkitis Kronis Dipoli Spesialis Paru B
Rumah Sakit Paru Jember,http://repository.unej.
ac.id/bitstream/handle,diakses 27 januari 2017.

Anda mungkin juga menyukai