PENDAHULUAN
Penyakit ginjal adalah kelainan yang mengenai organ ginjal yang timbul
akibat berbagai faktor, misalnya infeksi, tumor, kelainan bawaan, penyakit
metabolic atau degeneratif, dan lain-lain. Kelainan tersebut dapat
mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal dengan tingkat keparahan yang
berbeda-beda. Klien mungkin merasa nyeri, mengalami gangguan berkemih,
dan lain-lain. Terkadang klien penyakit ginjal tidak merasakan gejala sama
sekali. Pada keadaan terburuk, klien dapat terancam nyawanya jika tidak
menjalani hemodialisa (cuci darah) berkala atau transplantasi ginjal untuk
menggantikan organ ginjalnya yang telah rusak parah. Di Indonesia, penyakit
ginjal yang cukup sering dijumpai antara lain adalah penyakit gagal ginjal dan
batu ginjal (Depkes RI, 2013).
Gagal ginjal kronik menjadi masalah besar dunia karena sulit disembuhkan.
Di dunia prevalensi gagal ginjal kronis menurut ESRD Patients (End-Stage
Renal Disease) pada tahun 2011 sebanyak 2,786,000 orang, tahun 2012
sebanyak 3.018.860 orang dan tahun 2013 sebanyak 3.200.000 orang. Dari
data tersebut disimpulkan adanya peningkatan angka kesakitan pasien gagal
ginjal kronistiap tahunnya sebesar 6% (Fresenius Medical Care AG & Co.,
2013). Sementara itu menurut WHO tahun 2015, pasien gagal ginjal kronik
1
2
Berdasarkan data dari United State Renal Data System (USRDS) pada tahun
2008 didapatkan lebih dari 470.000 orang hidup dengan End Stage Renal
Desease (ESRD), dan setiap tahun terus bertambah lebih dari 100.000 orang
didiagnosa ESRD. Kondisi ini juga terjadi di Indonesia, dari data yang peneliti
dapat di Indonesian Renal Registry pada tahun 2013 jumlah pasien baru yang
menjalani hemodialisis sebanyak 15.128 klien, untuk tahun 2014 klien baru
berjumlah 17.193 dan terjadi peningkatan pada tahun 2015 sebanyak 21.050
klien baru yang menajalani hemodialisis. Jumlah klien ini menurut IRR belum
menunjukkan data seluruh Indonesia akan tetapi dapat menjadikan referensi
dari kondisi pasien PGK saat ini (IRR, 2015).
Hasil survei yang dilakukan oleh Riskesdas (riset kesehatan dasar) pada tahun
2013 0,2% warga Indonesia menderita penyakit gagal ginjal kronik. Di
Indonesia prevelensi penyakit gagal ginjal kronik peringkat pertama adalah
daerah Sulawesi Tengah dengan presentase 0,5%, yang kedua Aceh dengan
presentase 0,4%, yang ketiga Lampung dengan presentase 0,3%, dan
Kalimantan Selatan menduduki urutan ke empat dengan presentase 0,2%.
(Kemenkes, 2013).
Di RSUD Ulin Banjarmasin pada tahun 2016 jumlah klien penyakit gagal
ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis sebanyak 4.038 orang.
Dimana jumlah klien terbanyak terdapat pada bulan September yaitu sebanyak
391 orang, sedangkan jumlah klien terendah terdapat pada bulan Februari
yaitu sebanyak 294 orang. Sedangkan pada tahun 2017 terjadi peningkatan
klien penyakit gagal ginjal kronik sebanyak 4.665 orang yang tercatat dari
bulan Januari sampai dengan November 2017. Yang mana jumlah terendah
sebanyak 392 orang pada bulan Februari dan jumlah tertinggi terdapat pada
bulan September dengan jumlah klien sebanyak 521 orang.
3
Terapi pada pasien Gagal ginjal kronik untuk dapat mempertahankan hidup
adalah hemodialisis, yang bertujuan menghasilkan fungsi ginjal sehingga
dapat memperpanjang kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup
pada penderita gagal ginjal kronik. Terapi hemodialisis adalah suatu
tekhnologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air,
natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat dan zat-zat lain melalui
membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada
ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Sukandar,
2008).
Pasien gagal ginjal menjalani proses hemodialisa 1-3 kali seminggu dan setiap
kalinya memerlukan waktu 2-5 jam, kegiatan ini akan berlangsung terus
menerus sepanjang hidupnya. Pengaturan pola makan atau diet pada penderita
gagal ginjal yang menjalani hemodialisa merupakan anjuran yang harus
dipatuhi oleh setiap penderita gagal ginjal selain terapi dialisis atau cuci darah
(Dewa, 2012).
Status hidrasi yang normal menjadi hal yang sangat penting bagi pasien Gagal
ginjal kronik. Status hidrasi yang melebihi ambang batas yang ditoleransi
(overhidrasi) akan membuat pasien jatuh pada kondisi yang tidak baik.
Besarnya dampak yang ditimbulkan dari adanya overhidrasi terhadap hidup
pasien gagal ginjal kronik membuat hal ini harus ditangani dengan baik. Salah
satu penatalaksanaan yang sering dilakukan di rumah sakit untuk mengatasi
masalah tersebut adalah dengan melakukan program pembatasan intake cairan
(Sulistyaningsih, 2011).
4
Pada pasien gagal ginjal kronik apabila tidak melakukan pembatasan asupan
cairan, maka cairan akan menumpuk di dalam tubuh dan akan menimbulkan
edema di sekitar tubuh seperti tangan, kaki dan muka. Penumpukkan cairan
juga dapat terjadi di rongga perut (ascites). Kondisi ini akan membuat tekanan
darah meningkat dan memperberat kerja jantung (YGDI, 2008).
Menurut (Anis Ardiyanti 2015) cara untuk mengatasi rasa haus terhadap
pasien gagal ginjal kronik yang menjalankan program pembatasan intake
cairan dengan obat kumur dan menurut ( Lastriyanti 2016 ) mengunyah
permen karet yang rendah gula juga dapat menurunkan rasa haus penderita
gagal ginjal kronik