Kelas : XI IPA 3
Kendati hanya berusia “seumur jagung” pendudukan Jepang tentunya memiliki dampak dalam
perkembangan Indonesia, baik itu dibidang ekonomi, bidang sosial, bidang pendidikan, bidang
pertahanan, dan juga bidang politik. Berikut merupakan dampak maupun akibat penjajahan
Jepang Di Indonesia, antara lain :
1) Bidang Ekonomi
Akibat penjajahan Jepang yang berpengaruh ialah bidang ekonomi, bala tentara negara matahari
terbit ini memang sudah cukup lama mengintai Indonesia untuk dijadikan sebagai “kambing
perah”. Terdapat dua faktor yang menjadikan pemerintah Jepang pada masa itu tertarik dengan
Indonesia. Keduanya adalah adanya sumber daya alam melimpah dan sumber manusianya. Pada
masa itu (masa pendudukan Jepang), perekonomian Indonesia masih menggunakan sistem
ekonomi perang. Ekonomi Perang sendiri mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
Maka tak heran, adanya sistem ekonomi bercorak perang tersebut menjadikan seluruh aktivitas
ekonomi dan juga pembangunan lantas dikuasai oleh pemerintah pendudukan Jepang. Untuk
memperkuat posisi, dikeluarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1942, yang isinya, pemerintah
militer alias Gunseikan secara langsung mengawasi perkebunan, untuk perkebunan-perkebunan
yang tidak ada hubungannya dengan perang, ditutup oleh pemerintah pendudukan Jepang.
Sedangkan komoditas yang mendukung Jepang dalam menyiapkan akomodasi perang misalnya
jarak, karet, the, kina dan gula terus diberdayakan. Adapun upaya Jepang dalam memperoleh
sekaligus menguasai sumber-sumber mentah untuk bahan industri perang dibagi menjadi dua
tahapan rencana, berikut merupakan penjelasannya :
-Tahapan penguasa. Pada tahapan ini, Jepang menguasai semua kekayaan alam miliki Indonesia
termasuk juga kekayaan pemerintah Hindia Belanda.
-Tahap penyusunan ulang struktur ekonomi wilayah sebagai langkah untuk memenuhi logistik
perang. Pada tahapan ini, sistem ekonomi perang, setiap wilayah direncanakan harus
1
menjalankan autarki (setiap wilayah wajib memenuhi kebutuhan sendiri sekaligus harus bisa
menunjang kebutuhan perang). Sistem ini, juga dikenal dengan Romusha atau kerja Rodi atau
kerja paksaan tanpa memperoleh upah sepeserpun pada masa zaman penjajahan Belanda.
2) Bidang Birokrasi
Di bidang birokrasi, terhitung pertengahan tahun 1943, bertepatan olengnya posisi Jepang dalam
Perang Pasifik, lantas memberikan kesempatan kepada bangsa Indonesia untuk ambil bagian
didalam urusan pemerintahan negara. Kemudian, Jepang membentuk Badan Pertimbangan
Karisedanan (Syi Sangi In) pada tanggal 5 September 1943.
Melalui badan tersebut, para tokoh-tokoh Indonesia diberikan posisi-posisi tinggi dalam
pemerintahan masa itu. Tokoh-tokoh tersebut, antara lain Prof. Husein Jayadiningrat yang
menduduki jabatan sebagai Kepala Departemen Urusan Agama pada 1 Oktober 1943, dan
bertepatan pada 10 November 1943, R.M.T.A Surio serta Sutardjo Kartohadikusumo masing-
masing diangkat menjadi Kepala Pemerintahan alias Syikocan di Banjarnegara dan Jakarta.
3) Bidang Politik
Mulai awal pendudukan, Jepang tidak mengizinkan bangsa Indonesia berkumpul dan berserikat.
Maka itu, Jepang akhirnya membubarkan organisasi-organisasi pergerakan nasional yang sudah
terbentuk pada masa Hindia Belanda, kecuali MIAN (Majelis Islam A’la Indonesia). Namun
pada akhirnya MIAI juga dibubarkan dan selanjutnya digantikan dengan Masyumi.
Pada masa penjajahan Jepang, para tokoh pergerakan nasional memilih sikap kooperatif, dengan
cara tersebut tidak sedikit tokoh yang menduduki jabatan-jabatan strategis didalam badan-badan
bentukan pemerintah Jepang, misalnya Putera, Cuo Sangi In, dan Gerakan 3 A. Bukan hanya itu
saja, para tokoh nasional pada masa itu, turut memanfaatkan kesatuan-kesatuan pertahanan yang
dibentuk Jepang, misalnya Peta, Heiho, Jawa Hokokai dan masih ada lainnya.
Adanya kebijakan menempatkan para tokoh nasional didalam badan-badan bentukan Jepang
merupakan salah satu strategi untuk menarik simpati serta mengerahkan kekuatan rakyat
Indonesia dalam membantu Nippon melawan sekutu. Alih-alih diharapkan dapat membantu
Jepang, adanya tokoh-tokoh dalam badan-badan bentukan Jepang tersebut justru ditumpangi oleh
para tokoh pergerakan nasional yang memberikan banyak keuntungan bagi perjuangan
kemerdekaan bangsa Indonesia. Di masa itu, pemerintah Jepang mampu melakukan pengerahan
diberbagai kegiatan pergerakan nasional, akan tetapi Nippon tak dapat membendung
berkembangnya rasa nasionalisme bangsa Indonesia untuk mempejuangkan kemerdekaan.
2
4) Bidang Kebudayaan
Bidang kebudayaan dan pendidikan di masa penjajahan Jepang sangat diperhatikan, serta bahasa
Indonesia pun mulai di pergunakan. Di waktu itu, bahasa Indonesia dijadikan sebagai pelajaran
utama, sedangkan bahasa Jepang menjadi bahasa wajib. Adanya penggunaan bahasa Indonesia
yang makin luas, mempermudah komunikasi antar suku di Indonesia, dengan begitu makin
merekatkan hasrat untuk merdeka. Akibat penjajahan Jepang pun berdampak juga di bidang
Kebudayaan, hal tersebut terbukti pada tanggal 1 April 1943 dibangun pusat kebudayaan di
Jakarta, yang diberi nama “Keimin Bunka Shidoso”.
5) Bidang Militer
Adanya dampak dari pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada awal tahun 1943, dimana
keadaan Perang Pasifik mulai berubah, mas itu tentara Jepang pun melakukan Ekspansi namun
mampu dihentikan oleh Sekutu, Jepang pun langsung memilih sikap bertahan. Lama kelamaan,
pertahanan mulai kehabisan tenaga, otomatis memerlukan dukungan dari penduduk di masing-
masing daerah yang sedang di jajah.
Di situasi serba terdesak itu, Jepang pun mulai memikirkan pengerahan pemuda-pemudi
Indonesia untuk menambah kekuatan dalam perang melawan Sekutu. Jepang pun membentuk
kesatuan-kesatuan pertahanan sebagai tempat pendidikan pemuda-pemudi Indonesia di bidang
kemiliteran, contohnya Peta, Heiho, dan Jawa Hokokai. Alhasil, pemuda yang tergabung dalam
kesatuan pertahanan menjadi pemuda-pemuda terlatih dan terdidik dibidang kemiliteran.
Adanya pembentukan pusat pelatihan militer Jepang justru menjadi bekal penting dalam merebut
kemerdekaan dan perjuangan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. Badan-badan bentukan
Jepang di bidang Militer pun juga menjadi salah satu cikal bakal terbentuknya Tentara Nasional
Indonesia. Nah, penjelasan diatas merupakan beberapa akibat penjajahan Jepang di Indonesia
menjadi Akhir Pendudukan Jepang di Indonesia.
Masa kemerdekaan Indonesia tidak diraih dengan mudah. Penuh darah dan jalan diplomasi yang
panjang di dalamnya. Salah satu momen perihal kemerdekaan bangsa ini adalah saat negara ini
masih dijajah oleh Jepang. Ada sebuah pernyataan politik yang terkenal bernama Janji Koiso.
Waktu itu pada tanggal 7 September 1944, Kekasairan Jepang Kuniaki Koiso yang baru saja
dilantik, tujuan dikeluarkannya Janji Koiso ini tak lain adalah pernyataan politik yang akan
memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
3
Hal tersebut diucapkan pada sidang istimewa Teikoku Ginkai ke 85 di Ibukota Kekasairan
Jepang, Tokyo. Apa yang dilakukan oleh Jepang melalui kekasairannya sebenarnya adalah jalan
politik, karena pada waktu itu terjadi Perang Dunia II yang di mana para pejuang Indonesia akan
membantu Jepang dengan cara mengusir tentara sekutu yang akan pergi ke Indonesia. Pada
akhirnya, untuk merealisasikan sejarah kemerdekaan Indonesia, ada dua badan yang dibentuk
yakni :
BPUPKI merupakan badan yang menyelidiki, mempelajari dan mempersiapkan hal penting
terkait tata pemerintahan agar kelak Indonesia merdeka sudah bisa berjalan. Badan yang resmi
dibentuk pada tanggal 1 Maret 1945 ini diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman
Wedyodiningrat dan ada juga ketua mudanya yaitu Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase
Yosio. Sedangkan untuk anggotanya ada 69 orang yang beranggotakan 62 orang anggota aktif
pergerakan nasional Indonesia serta 7 orang perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang.
Dalam perjalanannya BPUPKI rapat besar dua kali. Yang pertama di tanggal 28 Mei 1945 dan
yang kedua pada tanggal 10 – 14 Juli 1945. Pada rapat pertama, BPUPKI membahas tentang
bentuk negara Indonesia, Filsafat negara, dan juga merumuskan dasar negara Indonesia. Dan
hasil pertama yang dikeluarkan adalah kesepakatan bentuk negara yang berupa Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Dan hasil berikutnya adalah lima butir pancasila. Dan sidang
diakhiri serta disepakati membentuk panitia kecil yang bertugas untuk mengolah tentang konsep
dasar negara Republik Indonesia, panitia kecil ini disebut panitia Sembilan yang anggotanya
sebagai berikut :
1. Ir Soekarno (ketua),
Dalam panitia sembilan ini berhasil menetapkan isi dari pancasila, yang kemudian dibawa dalam
rapat kedua. Di sidang kedua BPUPKI, pembahasannya adalah pembukaan undang-undang
4
dasar, penentuan wilayah negara Indonesia, bentuk pemerintahan, bahasa nasional, serta warna
bendera Indonesia.
Tugas PPKI yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar yang akan diterapkan di Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Badan ini diketuai oleh Ir Soekarno. Dan setelah meresmikan
pembukaan UUD 1945, PPKI bertugas mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak
pemerintah Jepang kepada Indonesia. Pada proses ini, menjadi berat bagi PPKI karena tekanan
untuk merdeka dengan cepat dari masyarakat Indonesia semakin memuncak sehingga menjadi
alasan pembubaran PPKI. Hingga puncaknya mereka diculik oleh para pemuda dan akhirnya
melakukan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pada awalnya PPKI beranggotakan 21 orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang
dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1
orang dari golongan Tionghoa). Susunan awal anggota PPKI adalah sebagai berikut:
1. Ir. Soekarno (Ketua)
5. R. P. Soeroso (anggota)
6. Soetardjo Kartohadikoesoemo (anggota)
8. Ki Bagus Hadikusumo (anggota)
9. Otto Iskandardinata (anggota)
5
10. Abdoell Kadir (anggota)
1. Achmad Soebardjo (Penasihat)
2. Sajoeti Melik (anggota)
3. ki Hadjar Dewantara (anggota)
4. R.A.A. Wiranatakoesoema (anggota)
5. Kasman Singodimedjo (anggota)
6. Iwa Koesoemasoemantri (anggota)
Hal yang dibahas dan diubah dalam sidang tanggal 18 agustus 1945
6
Sila pertama yaitu "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya" diganti menjadi "ketuhanan yang maha esa"
Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi "Negara berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diganti menjadi pasal 29 UUD 1945 yaitu
"Nagara berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa"
Pada Pasal 6 Ayat (1) yang semula berbunyi Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama
Islam diganti menjadi Presiden ialah orang Indonesia asli.
Sidang-Sidang PPKI:
Memilih dan mengangkat Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Wakil
Presiden.
Tugas Presiden sementara dibantu oleh Komite Nasional Indonesia Pusat sebelum
dibentuknya MPR dan DPR.
Membentuk Pemerintahan Daerah. Indonesia dibagi menjadi 8 provinsi yang dipimpin oleh
seorang gubernur.