Anda di halaman 1dari 4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika
Etika merupakan cabang falsafah dan sekaligus merupakan suatu cabang dari ilmu-
ilmu kemanusiaan (humaniora). Sebagai cabang falsafah ia membahas sistem-sistem
pemikiran yang mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Sebagai cabang ilmu ia
membahas bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral.
Etika sebagai ilmu dibagi menjadi dua, yaitu etika umum dan etika khusus. Etika
umum membahas prinsip-prinsip umum yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.
Etika khusus dibagi menjadi dua, yaitu etika individual dan etika sosial. Etika individual
membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan kepercayaan agama
yang dianutnya serta panggilan nuraninya, kewajibannya, dan tanggungjawabnya
terhadap Tuhannya. Etika sosial merupakan etika yang membahas tentang kewajiban
manusia terhadap sesamanya dalam hidup bermasyarakat. Jadi, etika sosial lebih luas
lingkupnya dibandingkan dengan etika individual. Etika sosial meliputi etika keluarga,
etika profesi, etika bisnis, etika lingkungan, etika pendidikan, dan etika politik.
“Sebenarnya, etika lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran
dalam hubungan dengan tingkah laku manusia” (Kattsoff, 1986)

B. Pengertian Nilai, Norma, dan Moral

C. Pengertian Pancasila Sebagai sistem Etika Politik.


1.    Etika Politik.
Pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagi pelaku etika
yaitu manusia karena etika politik berkaitandengan bidang pembahasan moral.
Berdasarkan kenyataan bahwa pengertian `moral' senantiasa menunjuk kepada
manusia sebagai subjek etika maka, aktualisasi etika politik harus senantiasa
mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia sebagai manusia.
a. Pengertian Politik
Pengertian 'politik' berasal dari kosa kata 'politics', yang memiliki makna
bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau `negara' yang menyangkut
proses penentuan tujuan-tujuan dari sebuah sistem dan di ikuti dengan pelaksanaan
tujuan-tujuan itu. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat
(public goals), dan bukan tujuan pribadi seseorang (privat goals). Selain itu politik
menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk portal politik, lembaga masyarakat
maupun perseorangan.
b.      Dimensi Politis Manusia
1)      Manusia sebagai makhiuk Individu-Sosial
Sebagai makahluk individu,manusia memiliki harkat dan martabat yang
mulia. Setiap manusia dilahirkan dengan harkat dan martabat yang sama antara
satu dengan lainnya. Manusia sebagai makhluk individu berupaya merealisasikan
segenap potensi dirinya karena ingin menunjukkan siapa yang terbaik, baik dalam
hal menunjukkan potensi jasmani maupun potensi rohani.
Manusia sebagai pribadi adalah berhakikat sosial, artinya manusia akan
senantiasa dan selalu berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain. Manusia
tidak mungkin hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, dan interaksi sosial
membentuk kehidupan berkelompok pada manusia. Dalam dimensi
individu,muncul hak-hak dasar manusia, kewajiban dasar manusia adalah
menghargai hak dasar orang lain serta mentaati norma-norma yang berlaku di
masyarakatnya.
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki ciri-ciri :
 Kesadaran akan ketidak berdayaan manusia bila seorang diri
 Kesadaran untuk senantiasa dan harus berinteraksi dengan orang lain.
 Penghargaan akan hak-hak orang lain
 Ketaatan terhadap norma-norma yang berlaku.

Sebagai makhluk individu ataupun makhluk sosial hendaknya manusia


memiliki kepribadian, yaitu susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang di bangun
oleh perasaan, pengetahuan, dan dorongan. Secara sosial sebenarnya manusia
merupakan mahluk individu dan sosial yang mempunyai kesempatan yang sama
dalam kehidupan bermasyarakat, artinya setiap individu manusia memiliki hak,
kewajiban, dan kesempatan yang sama dalam menguasai sesuatu, misalnya
bersekolah, melakukan pekerjaan, bertanggung jawab dalam keluarga serta
berbagai aktivitas ekonomi, politik dan bahkan beragama. Namun, pada
kenyataannya setiap individu tidak dapat menguasai atau mempunyai kesempatan
yang sama dan berakibat masing-masing individu mempunyai peran dan
kedudukan yang tidak sama atau berbeda. Banyak faktor yang menyebabkan hal
tersebut dapat terjadi, misalnya kondisi ekonomi (ada si miskin dan si kaya),
sosial (warga biasa dengan pak RT, dll), politik (aktivis partai dengan rakyat
biasa), budaya (jago tari daerah dengan tidak), bahkan individu atau sekelompok
manusia itu sendiri. Dengan kata lain, stratifikasi sosial mulai muncul dan tampak
dalam kehidupan masyarakat tersebut.
2)      Dimensi Politis Kehidupan Manusia
Dalam kehidupan manusia secara alamiah, jaminan atas kebebasan manusia
baik sebagai individu maupun makhluk sosial sulit untuk dapat dilaksanakan,
karena terjadinya perbenturan kepentingan di antara mereka sehingga terdapat
suatu kemungkinan terjadinya anarkisme dalam masyarakat. Dalam hubungan
inilah manusia memerlukan suatu masyarakat hukum yang mampu menjamin
hak-haknya, dan masyarakat itulah yang disebut negara. Oleh karena itu
berdasarkan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial,
dimenensi politis mencangkup lingkaran kelembagaan hukum dan negara, sistem-
sistem nilai sena ideologi yang memberikan legitimasi kepadanya, maka etika
politik berkaitan dengan objek formal etika yaitu, tujuan berdasarkan prinsip-
prinsip dasar etika, terhadap objek material politik yang meliputi legitimasi
negara, hukum, kekuasaan serta penilaian kritis terhadap legitimasi-legitimasi
tersebut.
D. Penerapan Nilai-Nilai Etika Pancasila dalam Kehidupan Politik.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, etika politik menuntut agar
kekuasaan dalam Negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum),
yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, disahkan dan dijalankan secara
demokratis (legitimasi demokrasi), dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip
moral (legitimasi moral). Dalam pelaksanaan penyelenggaraan Negara, yang
berhubungan dengan kekuasaan, kebijakan umum, pembagian serta kewenangan harus
berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila. Dengan demikian,
Pancasila merupakan sumber moralitas dalam proses penyelenggaraan Negara,
terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan dan hukum. Jadi Pancasila
merupakan tolok ukur moralitas suatu penggunaan kekuasaan dan penegakan hukum.
Indonesia adalah negara teokrasi yang mendasarkan kekuasaan Negara dan
penyelenggaraan Negara berdasarkan legitimasi religious, dimana kekuasaan kepala
Negara bersifat absolut atau mutlak. Proses penyelenggaraan negara dan kehidupan
negara dan kehidupan negara tidak boleh diarahkan pada paham anti Tuhan dan anti
agama, akan tetapi kehidupan dan penyelenggaraan negara harus selalu berdasarkan
nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian sila pertama merupakan
legitimasi moral religious bagi bangsa Indonesia.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mempunyai keterkaitan yang sangat erat
dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua sila tersebut memberikan legitimasi
moral religius (sila Ketuhanan Yang Maha Esa) dan legitimasi moral kemanusiaan
(sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab) dalam kehidupan dan proses
penyelenggaraan negara. Oleh karena itu, asas-asas kemanusiaan mempunyai
kedudukan mutlak dalam kehidupan Negara dan hukum, sehingga jaminan hak asasi
manusia harus diberikan kepada setiap warga negara.
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
dan perwakilan menegaskan bahwa Negara berasal dari rakyat dan segala kebijakan
dan kekuasaan diarahkan senantiasa untuk rakyat. Dengan demikian, aktivitas politik
praktis yang menyangkut kekuasaan ekseekutif, legislatif dan yudikatif serta konsep
pengambilan keputusan, pengawasan dan partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari
rakyat.
Sila keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia memberikan legitimasi hukum
(legalitas) dalam kehidupan dan penyelenggaraan negara karena keadilan sosial
merupakan tujuan dalam kehidupan Negara yang menunjukkan setiap warga negara
Indonesia mendapatkan perlakuan adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi
dan kebudayaan. Oleh karena itu, kehidupan dan penyelenggaraan negara harus
senantiasa berdasarkan hukum yang berlaku. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip
keadilan dalam kehidupan Negara, yang bisa mengakibatkan hancurnya tatanan hidup
kenegaraan serta terpecahnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Anda mungkin juga menyukai