Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Fitoplankton

Mikroalga merupakan mikroorganisme atau jasad renik dengan tingkat

organisasi selnya termasuk ke dalam tumbuhan tingkat rendah. Mikroalga

memiliki zat warna hijau daun (pigmen klorofil) yang mampu melakukan

fotosintesis dengan bantuan air (H2O), CO, dan sinar matahari yang dapat

mengubah energi kinetik menjadi energi kimiawi dalam bentuk biomassa atau

yang lebih dikenal dengan karbohidrat. Bentuk sel mikroalga beragam, ada yang

berbentuk bulat, lonjong, memanjang seperti benang, bercabang atau tidak, hingga

berbentuk tidak beraturan yang hidup berkelompok dan tersebar di perairan

(Amini, 2010)

Mikroalga lebih dikenal dengan sebutan fitoplankton. Fitoplankton

merupakan organisme yang memegang peranan penting dalam ekosistem perairan

karena kemampuannya untuk menyerap langsung energi matahari untuk keperluan

proses fotosintesis yakni mengubah bahan anorganik menjadi bahan organik atau

yang biasa disebut dengan produktifitas primer. Salah satu pigmen fotosintesis

yang sangat dibutuhkan oleh fitoplankton dalam produktifitas primer adalah

pigmen klorofil (Nybakken, 1992).

Secara umum hidup fitolankton mengapung atau melayang dalam laut.

Ukurannya sangat kecil, tak dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran paling

umum berkisar Antara 2-200 µm (1 µm = 0,001 mm). Fitoplankton umumnya

berupa individu bersel tunggal, tetapi ada juga yang membentuk rantai

(Nontji, 2008)
Menurut Manahan dan Chumaedi (2004) dalam jurnal seminar Amini,

(2010) menjelaskan bahwa perkembangbiakan mikroalga terjadi secara aseksual.

Mikroalga dapat tumbuh dalam berbagai media yang mengandung cukup unsur

hara, seperti N, P, K, dan unsur mikro lainnya dan tumbuh baik pada temperatur

optimal 25 °C. Unsur nutrien yang diperlukan mikroalga dalam jumlah besar

adalah karbon, nitrogen, fosfor, sulfur, natrium, magnesium, dan kalsium.

Sedangkan unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah relatif sedikit adalah besi,

tembaga(Cu), mangan (Mn), seng (Zn), silicon (Si), boron (B), molibdenum (Mo),

vanadium (V), dan kobalt (Co).

Menurut Fogg (1975) Pertumbuhan mikroalga dapat diamati berdasarkan

besarnya pertumbuhan sel mikroalga atau jumlah selnya bertambah besar.

Pertumbuhan kultur mikroalga melalui beberapa fase yaitu :

1. Fase adaptasi (fase lag), dimana sel mikroalga lebih peka terhadap

perubahan kondisi sekitarnya.

2. Fase eksponensial (fase logaritmik), fase dimana sel mikroalga sudah

beradaptasi pada kondisi lingkungannya sehingga peningkatan biomasa

mikroalga menjadi dua kali lipat dari waktu sebelumnya.

3. Fase penurunan laju pertumbuhan (Declining Relatif Growth Phase)

dimana populasi sel terus bertambah namun tidak ada penambahan

nutrient sedangkan pemanfaatan nutrient oleh mikroalga terus berlajut,

sehingga terjadi persaingan antar sel untuk mendapatkan nutrient yang

semakin berkurang.

4. Fase stasioner (stationery Phase) yaitu fase dimana konsentrasi biomasa

maksimum tercapai, mikroalga mulai kekurangan cahaya dan nutrien.

Berkurangnya intensitas cahaya disebabkan karena terjadinya


pembentukan bayangan dari sel itu sendiri (self-shading) dan auto

inhibition yaitu kemampuan menghasikan senyawa penghambat

pertumbuhan oleh sel itu sendiri.

5. Fase kematian/collapse (Death Phase) fase ini dapat disebabkan oleh

kondisi lingkungan yang tidak mendukung, umur kultur, cahaya dan

nutrient yang terbatas, dan terinfeksi oleh mikroorganisme lain

2.2 Fitoplankton Chlorella vulgaris

Chlorella adalah mikroalga hijau bersel tunggan (uniselular), dapat hidup

menyendiri atau berkelompok. Chlorella tumbuh pada air tawar, air payau, dan air

laut, tapi sebagian besar berada di air tawar. Dalam pertumbuhan dan

perkembangan yang baik chlorella memerlukan air yang jernih, sinar matahari dan

udara yang bersih (Presscot, 1970).

Chlorella sp. merupakan organisme autotrof dan eukariotik. Autotrof

berarti jenis tumbuhan yang belum mempunyai akar, batang dan daun sebenarnya

namun sudah memiliki klorofil berwarna hijau. Sedangkan eukariotik artinya sel

telah mengandung inti sel dan organel-organel lain, Chlorella sp. memiliki

kelebihan untuk tumbuh/berkembang biak dengan cepat. Chlorella sp. yang

paling sering dikembangkan dan digunakan dalam penelitian adalah Chlorella

vulgaris (Anggraeni, 2009).

Chlorella vulgaris merupakan salah satu spesies mikroalga domestic

alam tropis, dan tahan mikroba pathogen. Sama halnya dengan spesies Chlorella

lainnya, Chlorella vulgaris memiliki ketahanan terhadap CO2 tinggi dalam udara

pengaerasi (Anggraeni, 2009).


Chlorella merupakan alga hijau yang di klasifiikasikan sebagai berikut

(Mayasari, 2012) :

Filum : Chlorophyta

Kelas : Clorophyceae

Ordo : Chlorococcales

Familia : Chlorellaceae

Genus : Chlorella

Spesies : Chlorella vulgaris

Gambar 1. Mikroskopis Chlorella vulgaris

2.3 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Chlorella

vulgaris

Pertumbuhan mikroalga dipengaruhi oleh faktor instrinsik dan ekstrinsik.

Faktor instrinsik merupakan faktor yang berkaitan dengan metabolisme tubuh

mikroalga, sedangkan faktor ekstrinsik merupakan faktor yang berkaitan dengan

lingkungan di mana Chlorella vulgaris tersebut tumbuh (Vonshak, 1988). Faktor-

faktor tersebut adalah :

1. Nutrisi
Media pertumbuhan Chlorella dapat dikasifikasikan kedalam dua

kelompok, yaitu makronutrisi dan mikronutrisi. Makronutrisi adalah senyawa

yang dibutuhkan dalam jumlah besar untuk pertumbuhan sel Chlorella yaitu C, H,

O, N, P, K dan Mg. Unsur mikronutrisi terdiri atas Fe, Mn, Zn, Cu, Ca, dan Na.

Unsur ini berfungsi sebagai katalis selama proses biosintesis sel. Unsur

minkonutrisi dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil tetapi harus ada dan

menstabilkan (Kabinawa, 1994).

2. Cahaya

Cahaya sangat berperan dalam proses fotosintesis, dimana hasil

fotosintesis tersebut digunakan untuk pertumbuhan mikroalga. Intensitaas cahaya

memberikan pengaruh lebih tinggi terhadap pertumbuhan Chlorella vulgaris

dibandingkan dengan suhu. Menurut Finks dan Main (1991) untuk keperluan

kultur dalam ruangan umumnya digunakan lampu neon 80 watt, diatur hingga

mencapai penerangan yang maksimal untuk wadah kultur

3. Aerasi

Menurut Finks dan Main (1991) aerasi sangat berguna untuk pertumbuhan

Chlorella vulgaris dengan tiga alasan utama yang mendasarinya. Pertama, udara

merupakan sumber karbon dalam bentuk karbondioksida (CO 2) yang dibutuhkan

proses fotosintesis. Kedua, pemambahan CO2 akan menjaga keseimbangan pH.

Sedangkan alasan yang ketiga adalah aerasi diperlukan untuk peoses pengadukan

(mixing). Hal ini untuk nenjaga agar penyebaran nutrien dan sel Chlorella

vulgaris dapat tetap merata serta mendukung absorbsi nutrien dan cahaya.

Fungsi utama aerasi adalah mensuplai kebutuhan O2 dan CO2, untuk

kebutuhan pertumbuhan. Aerasi juga diperlukan untuk mencegah engendapan sel

alga. Apabila kebutuhan oksigen terlarut tidak terpenuhi maka pertumbuhan


pakan alami akan terhambat dan mengakibatkan kematian massal. Kandungan

oksigen terlarut yang baik untuk pertumbuhan pakan alami (Chlorella vulgaris)

adalah >2 mg/l (Round, 1973).

4. Suhu

Chlorella dinyatakan sebagai mikroalga yang tergolong kedalam mesofilik

dan termofilik. Organisme mesofilik adalah organisme yang dapat tumbuh baik

pada suhu pertumbuhan 20 °C – 40 °C, sedangkan organisme termofilik dapat

tumbuh baik diatas suhu 40 °C . Walaupun kisaran suhu tumbuh Chlorella cukup

tinggi, pertumbuhan umum Chlorella adalah 25 °C (Richmond, 1986).

5. Salinitas dan pH

Salinitas air untuk kultur akan mempengaruhi tekanan osmosis antara sel

dan medium kultur. Bila salinitas media terlalu tinggi, mengakibatkan media

kultur bersifat hipertonis terhadap sel dan menyebabkan penyerapan nutrient oleh

sel kurang baik (Hastuti dan Djunaidah, 1991).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Budidaya Air Payau Jepara

(2009), menyebutkan bahwa untuk mengkultur fitoplankton jenis Chlorella sp.

menggunakan salinitas 30 permil, sedangkan pH yang baik untuk mengkultur

mikroalga sekitar 7,5-8,5.

2.4 Pemanenan Biomassa

Pemanenan biomassa fitoplankton dapat dilakukan ketika kultur dimedium

sudah mencapai fase stasioner. Biomassa dapat dipisahkan dari medium dengan

cara sedimentasi, sentrifugasi dan filtrasi terkadang juga membutuhkan tahap

flokulasi dengan penambahan zat coagulant (Grima, 2004). Namun pada

penelitian ini hanya digunakan sentrifugasi dalam pemisahan biomassa dengan


medium. Sentrifugasi dapat digunakan untuk memisahkan hampir semua jenis

mikroalga. Prinsip sentrifugasi yaitu dengan meningkatkan gaya gravitasi untuk

mempercepat laju pengendapan (Hadi, 2012).

2.5 Ekstrak Lipid

Lipid merupakan senyawa organik yang umumnya tidak larut dalam air

tetapi larut dalam pelarut non polar, seperti benzene, kloroform, dietileter dan

karbon tetraklorida. Lipid mempunyai peran yang sangat penting untuk tubuh.

Lipid dibagi berdasarkan hasil hidrolisisnya yaitu lipid sederhana, lipid majemuk

dan sterol. Lemak berfungsi sebagai sumber energy efisien, juga berfungsi sebagai

pelarut vitamin yang tidak larut dalam air serta sebagai sumber asam lemak

esensial (Sumardjo, 2009). Pelarut harus tidak hanya larut dalam lipid saja namun

dapat berinteraksi dengan lipid dan matriks jaringan. Ekstraksi lipid dapat

dilakukan dengan beberapa metode seperti maserasi, soklet, SFE, sonikasi dan

MAE (Hadi, 2012). Pada penelitian ini akan menggunakan metode sonikasi.

Ekstraksi dengan cara sonikasi memanfaatkan frekuensi dengan panjang

10 kHz – 57 kHz, pancaran gelombang ini akan menyebabkan terbentuknya

gelembung sehingga mengakibatkan kavitasi pada material yang terdapat dalam

solvent. Ketika kavitasi terjadi pada dinding sel, maka dinding sel tersebut akan

pecah dan komponen yang terkandung didalamnya akan larut kedalam pelarut

(Hadi 2012).

2.6 Omega 3

Omega-3 merupakan asam lemak tidak jenuh esensial yang memiliki

ikatan rangkap (C=C) yang dimulai pada atom karbon nomor tiga. Golongan

omega-3 yang sangat penting dalam gizi mikro adalah Eicosapentaenoic acid
(EPA) dan Docosahexaenoic acid (DHA), hal ini dikarenakan DHA dan EPA

berperan penting dalam perkembangan otak terutama untuk meningkatkan

kemampuan kognitif, serta visual pada bayi (Hadi, 2012).

Asam lemak Omega-3, khususnya asam lemak rantai panjang

(Eicosapentaenoic acid, EPA dan Docosahaxaenoic acid, DHA) memegang

peranan penting dalam gizi manusia. Asam lemak tersebut dibutuhkan untuk

pertumbuhan janin, perkembangan otak dan retina, peningkatan kekebalan dan

pencegahan resiko penyakit degeneratif. Konsumsi asam lemak Omega 3

meningkatkan profil lemak tubuh dan menurunkan agregasi platelet dengan cara

menurunkan endothelial leukocytes adhesion molecule. Rendahnya kandungan

asam lemak Omega 3 dalam menu menyebabkan komposisinya dalam otak

menurun dan mengganggu fungsi penglihatan (Komari dkk, 2011)

2.6.1 DHA

Docosahexaenoic acid (DHA) merupakan suatu asam lemak tak jenuh

ganda rantai panjang (Long-chain polyunsaturated fatty acid = LC-PUFA). DHA

bermanfaat memberikan efek anti-inflaatorik yang tinggi, dan sering digolongkan

dalam kelompok EPA. DHA juga terlibat dalam perkembangan otak anak dan

pemulihan kesehatan otak di saat penuaan (Amalia, 2013).

Gambar 2. struktur DHA

2.6.2 EPA
Eicosapentaenoate acid (EPA) adalah prekursor dari prostaglandin yang

bermanfaat menurunkan respons peradangan melalui cara berkompetisi dengan

asam arakidonat penyebab radang (Amalia, 2013).

Gambar 3. struktur EPA

2.7 Freeze Draying

Freeze draying adalah salah satu metode pengeringan yang mempunyai

keunggulan dalam mempertahankan mutu hasil pengeringan, khususnya untuk

produk-produk yang sensitif terhadap panas. Keunggulan dari metode freeze

draying dibanding metode lain yaitu, dapat mempertahankan stabilitas produk dan

struktur bahan serta dapat meningkatkan daya rehidrasi (Wirakartakusumah dkk,

1992).

2.8 Maltodekstrin

Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati yang

mengandung unit α-D-glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan

1,4 glikosidik dengan DE kurang dari 20. Rumus umum maltodekstrin adalah

[(C6H10O5)nH2O)] (Luthana, 2008).

Maltodekstrin berfungsi sebagai pembantu pendispersi, humektan,

enkapsulan serta pembentuk viskositas. Maltodekstrin memiliki sifat dispersi

cepat, daya larut yang tinggi, membentuk film, higroskopisitas rendah, mampu

membentuk body, kemungkinan terjadi pencoklatan rendah, mampu menghambat

kristalisasi dan memiliki daya ikat kuat (Luthana, 2008)


Menurut Hui (1992), maltodekstrin dapat digunakan pada makanan karena

maltodekstrin memiliki sifat tertentu, sifat yang dimiliki maltodekstrin antara lain

maltodekstrin mengalami proses dispersi yang cepat, memiliki daya larut yang

tinggi, mampu membentuk film, memiliki sifat higroskopis yang rendah, dan

mampu menghambat kristalisasi.

Pada produk basah, maltodekstrin dapat berperan sebagai pengental

sedangkan pada produk kering seperti keripik, maltodekstrin berperan dalam

melapisi permukaan produk sehingga dapat mempertahankan kerenyahan.

(Luthana, 2008). Spesifikasi maltodekstrin dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Spesifikasi Maltodekstrin

Kriteria Spesifikasi
Kenampakan Bubuk Putih
Bau Bau Seperti Malt Dekstrin
Rasa Kurang Manis, Hambar
Kadar Air (%) 6
DE (Dextrose Equivalent) (%) 10-20
Ph 4,5 – 6,5
Sulfated Ash (%) 0,6 Maksimum
Total Plate Count (TPC) 1500/Gram
Sumber : Luthana 2008

2.9 Fortifikasi

Fortifikasi pangan (pangan yang lazim dikonsumsi) dengan zat gizi mikro

adalah salah satu strategi utama yang dapat digunakan untuk meningkatkan status

mikronutrien pangan. Fortifikasi harus dipandang sebagai upaya (bagian dari

upaya) untuk memperbaiki kualitas pangan selain dari perbaikan praktek-praktek

pertanian yang baik, perbaikan pengolahan dan penyimpangan pangan, dan


memperbaiki pendidikan konsumen untuk mengadopsi praktek-praktek

penyediaan pangan yang baik (Siagian, 2003).

Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrien)

kepangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat

gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. Harus

diperhatikan bahwa peran pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan

defisiensi: dengan demikian menghindari terjadinya gangguan yang membawa

kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomis. Namun demikian,

fortifikasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan defisiensi

zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya. Fortifikasi dilakukan untuk

mempertahankan dan untuk memperbaiki kualitas gizi, masing-masing

ditambahkan kepada pangan atau campuran pangan (Siagian, 2003).

Menurut siagian (2003), fortifikasi dapat diterapkan untuk tujuan-tujuan

berikut:

1. Untuk memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan (untuk memperbaiki

defisiensi akan zat gizi yang ditambahkan).

2. Untuk mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang

signifikan dalam pangan akan tetapi mengalami kehilangan selama

pengolahan.

3. Untuk meningkatkan kualitas gizi dari produk pangan olahan (pabrik)

yang digunakan sebagai sumber pangan bergizi misalnya susu formula

bayi.

4. Untuk menjamin ekuivalensi gizi dari produk pangan olahan yang

menggantikan pangan lain, misalnya margarin yang difortifikasi sebagai

pengganti mentega.
2.10 Jelly

Minuman jelly merupakan salah satu produk cairan yang berbentuk gel

yang mudah disedot, kenyal dan bisa dikonsumsi sebagai penunda rasa lapar.

Jelly drink dapat bermanfaat untuk memperlancar pencernaan karena produk ini

memiliki kandungan serat sehingga dapat juga dikategorikan sebagai minuman

fungsional (Zega, 2010).

Jelly drink dapat dibuat dengan menambahkan gelling agent seperti jelly

powder, yaitu bahan pangan yang berbentuk tepung, terdiri dari hidrokoloid yang

dapat membentuk gel. Jelly powder yang dapat digunakan dalam proses

pembuatan jelly drink dapat berupa gum dan konjak (Zega, 2010).

Tabel 2. Syarat Mutu Jelly Berdasarkan SNI no. 3547. 2-2008 (Standar Nasional
Indonesia, 2008)

No. Kriteria Nilai


1 Air Maksimal 20 %
2 Abu Maksimal 3 %
3 Logam berbahaya
- Pb Maksimal 2 mg/kg
- Cu Maksimal 2 mg/kg
- Hg Maksimal 0,03 mg/kg
4 Serat kasar Maksimal 0,5%
5 Kalori Kal/100g Minimal 400
6 Jenis tepung Agar
7 Bau dan rasa Normal ,tidak tengik

2.11 Pangan Fungsional

Pangan fungsional adalah makanan atau minuman olahan bergizi yang

mengandung unsur yang berperan untuk membantu pertumbuhan. Makanan


fungsional juga merupakan makanan yang menguntungkan bagi kesehatan, selain

fungsinya sebagai sumber zat gizi dasar (Silalahi, 2006)

Muchtadi (2004), menyatakan bahwa makanan atau minuman dikatakan

mempunyai sifat fungsional apabila mengandung komponen zat gizi

(protein,asam lemak, vitamin dan mineral) dan komponen non gizi (serat pangan,

oligosakarida, senyawa fenol dan sebagainya) yang dapat mempengaruhi satu atau

sejumlah terbatas fungsi dalam tubuh, tetapi yang bersifat positif, sehingga dapat

memenuhi kriteria fungsional atau menyehatkan. Pangan fungsional memiliki tiga

fungsi dasar yaitu :

1. Secara sensori memiliki warna dan penampakan yang menarik serta

citarasa yang enak

2. Bergizi tinggi (nutritional)

3. Memberikan pengaruh fisiologis menguntungkan bagi tubuh

(physiological)

Selain fungsi, pangan fungsional juga mempunyai syarat yang harus dipenuhi,

yaitu (Silalahi, 2006) :

1. Harus berupa makanan atau minuman (bukan berbentuk kapsul, tablet atau

bubuk) yang berasal dari bahan alami.

2. Merupakan bahan yang dikonsumsi dari bagian diet sehari-hari.

3. Memiliki fungsi khusus bila dikonsumsi yaitu mengatur atau mempengaruhi

proses dalam tubuh.

Anda mungkin juga menyukai