Anda di halaman 1dari 11

NAMA:Ade riski prayuda

NPM : 018 01 3519

TUGAS RESUME

1. Apakah diabetes gastasional fisiologis atau patologis?

Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) adalah kelainan pada metabolisme karbohidrat dari
faktor yang memberatkan yang terjadi selama kehamilan (Marilyn, 2001).
Diabetes Mellitus Gestational adalah kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan
insulin resistance (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia).
Diabetes mellitus pada kehamilan adalah intoleransi karbohidrat ringan (toleransi glukosa
terganggu) maupun berat (DM), terjadi atau diketahui pertama kali saat kehamilan berlangsung.
Definisi ini mencakup pasien yang sudah mengidap DM (tetapi belum terdeteksi) yang baru
diketahui saat kehamilan ini dan yang benar-benar menderita DM akibat hamil.
PATOFISIOLOGI
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang
pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara
tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai
kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin, sehingga kadar gula darah ibu
mempengaruhi kadar darah janin. Pengendalian kadar gula darah terutama dipengaruhi oleh
insulin, di samping hormon estrogen, steroid, dan plasenta laktogen. Akibat lambatnya resorbsi
makanan maka terjadi hiperglikemia yang relatif lama dan ini menyebabkan kebutuhan insulin
meningkat. Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat hingga mencapai 3 kali dari keadaan
normal. Hal ini disebut tekanan diabetojenik dalam kehamilan. Secara fisiologis telah terjadi
resistensi insulin, yaitu bila ia ditambah dengan insulin eksogen ia tidak mudah menjadi
hipoglikemia. Yang menjadi masalah adalah bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan
insulin, sehingga ia relatif hipoinsulin yang mengakibatkan hiperglikemia atau diabetes
kehamilan.
Glukosa yang tidak masuk ke sel tubuh akan tertimbun di dalam darah. Setelah mencapai
kadar tertentu, glukosa tersebut juga akan muncul dalam air seni, padahal air seni yang normal
tidak mengandung glukosa. Jika glukosa terdapat dalam air seni, glukosa tersebut akan menarik
lebih banyak air bersamanya dengan demikian menyebabkan bertambahnya volume air seni.
Karena terjadi pengeluaran air seni yang berlebihan, tubuh kehilangan banyak cairan, sehingga
terjadi rasa haus yang berlebihan.
Ketika sel tidak terdapat cukup glukosa dikarenakan kurangnya jumlah insulin, meski
sebenarnya dalam darah terdapat glukosa yang berlebihan, boleh dikatakan sel-sel ini
‘kelaparan’. Hal ini menyebabkan peningkatan nafsu makan dan walaupun penderita DM sudah
makan lebih banyak, kelihatannya sel tidak pernah mendapatkan cukup glukosa.
Untuk mendapatkan energi yang dibutuhkan, sel yang “kelaparan” ini mulai memecahkan
lemak dan protein yang ada di dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan turunnya berat badan dan
rasa lelah. Jika kadar glukosa dalam darah sangat tinggi, beberapa orang menjadi mudah
tersinggung. Selain itu, tubuh juga menjadi rentan terhadap infeksi.
Tidak semua penderita diabetes mengalami gejala ini dan beberapa orang lainnya bahkan
tidak mengalami gejala apa pun; pada keadaan ini, baru diketahui bahwa mereka ternyata
menderita penyakit DM daripemeriksaan laboratorium rutin.
Resistensi insulin juga dapat disebabkan oleh adanya hormon estrogen, progesteron, kortisol,
prolaktin, dan plasenta laktogen. Hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel,
sehingga mengurangi afinitas insulin (Prawirohardjo, 1997).

DAFTAR PUSTAKA

Sarwono, 2011.Ilmu Kebidanan.Jakarta


F.Garry Cuningham. Obstetri William edisi 2
http:// www.blogspot.co.id/asuhan kebidanan patologi 24 april 2014, 19.00

2. perbedaan kehamilan dengan diabetes dan diabetes pada kehamilan


Diabetes gestasional
Hormon-hormon selama kehamilan menyebabkan tubuh harus memproduksi lebih banyak
insulin agar kadar gula darah bisa terkontrol dalam batas yang normal. Pada sebagian ibu hamil,
tubuh mungkin saja tidak mampu menghasilkan insulin dengan cukup. Hal inilah yang
menyebabkan diabetes gestasional.
Jenis diabetes ini akan menghilang segera setelah ibu melahirkan. Pada umumnya dalam
waktu 12 minggu setelah melahirkan, gula darah akan kembali normal.Namun demikian, ibu
yang mengalami diabetes gestasional memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami diabetes
melitus tipe 2 di kemudian hari, dibandingkan ibu yang tidak mengalami diabetes gestasional
saat hamil.

Pada umumnya, skrining diabetes gestasional dilakukan pada usia kehamilan 24 minggu.
Skrining biasanya dilakukan dengan pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO).
Pemeriksaan ini dimulai dengan pemeriksaan gula darah. Ibu hamil akan diminta untuk
mengonsumsi gula dengan dosis tertentu, lalu gula darah diperiksa lagi 1-2 jam kemudian.
Diabetes pregestasional
Pada dasarnya, diabetes pregestasional merupakan diabetes yang sudah mulai terjadi sebelum
hamil. Dilihat dari jenisnya, diabetes pregestasional yang paling banyak terjadi adalah diabetes
melitus tipe 2. Jenis diabetes ini terjadi sejak sebelum hamil dan terus berlangsung seumur hidup,
termasuk saat sedang hamil dan sesudah bersalin. Kondisinya pun sudah dapat diketahui sejak
sebelum hamil.
Namun pada kenyataannya, banyak wanita yang tak rutin memeriksakan kadar gula darahnya,
sehingga tak mengetahui dirinya mengalami diabetes sampai kemudian hamil. Oleh karena itu,
tak jarang, diabetes pregestasional baru diketahui saat skrining diabetes dalam kehamilan.
Diabetes gestasional dan diabetes pregestasional dapat dibedakan dari hasil pemeriksan gula
darahnya. Penderita diabetes pregestasional memiliki kadar gula darah yang lebih tinggi
dibandingkan diabetes gestasional.
Sumber: klikdokter.com, jakarta

3. Apa yang membedakan masing masing abortus Macam-macam Abortus


1. Abortus imminens - threatened abortion (kegugurang mengancam).
Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil
konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. Pada tipe ini terlihat perdarahan
pervaginam. Pada 50% kasus, perdarahan tersebut hanya sedikit serta berangsur-angsur akan
berhenti setelah berlangsung beberapa hari dan kehamilan berlangsung secara normal. Meskipun
demikian, wanita yang mengalaminya mungkin tetap merasa khawatir akan akibat perdarahan
pada bayi. Biasanya kekhawatirannya akan dapat diatasi dengan menjelaskan kalu janin
mengalamin gangguan, maka kehamilannya tidak akan berlanjut.
Abortus imminens merupakan abortus yang paling banyak terjadi. Pada abortus ini,
perdarahan berupa bercak yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan kehamilan.
Namun, pada prinsipnya kehamilan masih bisa berlanjut atau dipertahankan. Setengah dari
abortus ini akan menjadi abortus inkomplit atau komplit, sedangkan sisanya kehamilan akan
berlangsung. Beberapa kepustakaan menyatakan bahwa abortus ini terdapatadanya risiko untuk
terjadinya prematuritas atau gangguan pertumbuhan dalam rahim.

à Diagnosa pada abortus imminent adalah :


(1) Perdarahan flek-flek (bisa sampai beberapa hari).
(2) Rasa sakit seperti saat menstruasi bisa ada atau tidak .
(3) Serviks dan OUE masih tertutup.
(4) PP test (+).
à Penanganan abortus imminens meliputi :
(1) Istirahat baring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini
menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
(2) Terapi hormon progesteron intramuskular atau dengan berbagai zat progestasional sintetik
peroral atau secara intramuskular.Walaupun bukti efektivitasnya tidak diketahui secara pasti.
(3) Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan apakah janin masih hidup.
2. Abortus insipiens - inevitable abortion (Keguguran Berlangsung)
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi
serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Abortus insipiens
diatandai oleh kehilangan darah sedang hingga berat, kontraksi uterus yang menyebabkan nyeri
kram pada abdomen bagian bawah dan dilatasi serviks.
Abortus insipiens merupakan keadaan dimana perdarahan intrauteri berlangsung dan hasil
konsepsi masih berada di dalam cavum uteri. Abortus ini sedang berlangsung dan tidak dapat
dicegah lagi, OUE terbuka, teraba ketuban, dan berlangsung hanya beberapa jam saja.

à Diagnosa abortus insipiens :


(1) Perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah.
(2) Nyeri hebat disertai kontraksi rahim.
(3) Serviks atau OUE terbuka dan/atau ketuban telah pecah.
(4) Ketuban dapat teraba karena adanya dilatasi serviks.
(5) PPtest dapat positif atau negatif .

à Penanganan Abortus Insipiens meliputi :


(1) Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi vakum
manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan :
a. Berikan ergomefiin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau
misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila perlu).
b. Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
(2) Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
a. Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.
b. Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik
atau larutan ringer laktat dengan kecepatan 40 tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil
konsepsi.
(3) untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
3. Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap).
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa
tertinggal dalam uterus. Abortus inkompletus berkaitan dengan retensi sebagian produk
pembuahan (hampir selalu plasenta) yang tidak begitu mudah terlepas pada kehamilan dini
seperti halnya pada kehamilan aterm. Dalam keadaan ini perdarahan tidak segera berkurang
sementar serviks tetap terbuka.
Abortus inkompletus merupakan suatu abortus di mana hasil konsepsi telah lahir atau teraba
pada vagina (belum keluar semua) dan masih ada sisa-sisa jaringan yang tertinggal (biasanya
jaringan plasenta).

à Diagnosa abortus inkomplit adalah:


(1) Umur kehamilan biasanya diatas 12 minggu, atau bisa kurang.š
(2) Perdarahan sedikit kemudian banyak, disertai keluarnya hasil konsepsi, tidak jarang
pasiendatang dalam keadaan syok.š
(3) Serviks terbuka (1-2 jari, sering teraba sisa jaringan).
(4) PP test positif atau negatif, anemia.

à Penanganan abortus inkomplit :


(1) Jika perdarahant idak seberapab anyak dan kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi dapat
dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskulera taum iso
prostol4 00 mcg per oral.
(2) Jika perdarahan banyak atau terus berlangsungd an usia kehamilan kurang 16 minggu,
evaluasi hasil konsepsi dengan :
a. Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret
tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
b. Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler (diulang
setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg peroral (dapat diulang setelah 4 jam bila
perlu).
(3) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
a. Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau ringer
laktat) dengan k ecepatan 40 tetes permenit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi
b. Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi
hasil konsepsi (maksimal 800 mcg)
c. Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
(4) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
4. Abortus kompletus (Keguguran Lengkap)
Pada abortus jenis ini, hasil konsepsi telah keluar semua dari cavum uteri. Perdarahan segera
berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan
berhenti sama sekali karena dalam massa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai
Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
Abortus kompletus terjadi kalau semua produk pembuahan – janin, selaput ketuban dan plasenta
sudah keluar. Perdarahan dan rasa nyeri kemudian akan berhenti, serviks menutup dan uterus
mengalami involusi.
àDiagnosa abortus komplets adalah :
(1) Perdarahan yang sedikit
(2) Ostium uteri telah menutup
(3) Uterus telah mengecil
à Penanganan abortus komplit :
(1) Tidak perlu evaluasi lagi.
(2) Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak.
(3) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
(4) Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg per hari
selama 2 minggu. Jika anemia berat berikan transfusi darah.
(5) Konseling asuhan pasca keguguran dan pemantauan lanjut.
5. Abortus habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Etiologi
abortus habitualis pada dasarnya sama dengan penyebab abortus spontan. Selain itu telah
ditemukan sebab imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast
cross reactive (TLX). Pasien dengan reaksi lemah atau tidak ada akan mengalami abortus.
à Diagnosa abortus habitualis adalah :
(1) Kehamilan triwulan kedua terjadi pembukaan serviks tanpa disertai mulas.
(2) Ketuban menonjol dan pada suatu saat pecah.
(3) Timbul mulas yang selanjutnya diikuti dengan melakukan pemeriksaan vaginal tiap minggu.
(4) Penderita sering mengeluh bahwa ia telah mengeluarkan banyak lender dari vagina
(5) Diluar kehamilan penentuan serviks inkompeten dilakukan dengan histerosalfingografi yaitu
ostium internum uteri melebar lebih dari 8 mm.
à Penanganannya terdiri atas :
(1) Memperbaiki keadaan umum.
(2) Pemberian makanan yang sempurna.
(3) Anjuran istirahat cukup banyak.
(4) Larangan koitus dan olah raga.
(5) Terapi dengan hormon progesteron, vitamin, hormon tiroid, dan lainnyamungkin hanya
mempunyai pengaruh psikologis.
6. Missed abortion
Kalau janin muda yang telah mati tertahan di dalam rahim selama 2 bulan atau lebih, maka
keadaan itu disebut missed abortion. Sekitar kematian janin kadang-kadang ada perdarahan per
vaginam sedikit hingga menimbulkan gambaran abortus imminens.
Kalau tidak terjadi abortus dengan pitocin infus ini,sekurang kurangnya terjadi pembukaan yang
memudahkan curettage. Dilatasi dapat juga dihasilkan dengan pemasangan laminaria stift.
à Gejala-gejala selanjutnya ialah :
(1) Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorbsi air ketuban dan macerasi janin.
(2) Buah dada mengecil kembali.
(3) Gejala-gejala lain yang penting tidak ada, hanya ammenorhoe berlangsung terus.
Biasanya keaddan ini berakhir dengan abortus yang spontan selambat-lambatnya 6 minggu
setelah janin mati. Kalau janin mati pada kehamilan yang masih muda sekali, maka janin lebih
cepat dikeluarkan. Sebalikya kalau kehamilan lebih lanjut retensi janin lebih lama. Sebagai batas
maksimal retensi janin diambil 2 bulan, kalau dalam 2 bulan belum lahir disebut missed abortion
(abortus tertunda).
à Diagnosa missed abortion adalah :
(1) Gejala subyektif kehamilan menghilang
(2) Mammae agak mengendor lagi
(3) Uterus tidak membesar lagi bahkan mengecil
(4) Tes kehamilan menjadi negatif, serta denyut jantung janin menghilang.
(5) Dengan ultrasonografi (USG) dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besarnya
sesuai dengan usia kehamilan.
(6) Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-kadang disertai gangguan pembekuan
darah karena hipofibrinogenemia, sehingga pemerikaan kearah ini perlu dilakukan.
à Penatalaksanaan :
Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul pertanyaan apakah hasil konsepsi perlu segera
dikeluarkan. Tindakan pengeluaran itu tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar
fibrinogen dalam darah sudatr mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin yang
mati lebih dari I bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan
karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin
yang telah mati, dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan
7. Abortus infeksiosa, abortus septik
Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia, sedangkan abortus
septik adalah abortus infeksiosa berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam peredaran
darah atau peritoneum. Penyulit serius pada abortus umumnya terjadi akibat abortus kriminalis.
Perdarahan hebat, sepsis, syok bakterial, dan gagal ginjal akut pernah terjadi pada abortus legal
tetapi dengan frekuensi yang jauh lebih kecil.
Hasil biasanya adalah metritis, tetapi dapat juga terjadi parametritis, peritonitis,
endokarditis, dan septikemia. Dari 300 abortus septik di Parkland Hospital, bahkan darah posotif
pada seperempatnya. Hampir dua pertiga adalah bakteria anaerob sedangkan koliform juga
sering dijumpai. Organisme lain yang dilaporkan menjadi penyebab abortus septik antara lain
adalah haemophilus influenzae, campylobacter jejuni, dan streptokokus grup A. Terapi infeksi
antara lain adalah evakuasi segera produk konsepsi disertai anti mikroba spektrum luas secara
intravena. Apabila timbul sepsis dan syok, perlu diberikan terapi suportif. Abortus septik juga
pernah dilaporkan menyebabkan koagulopati intravaskular diseminata.
à Diagnosa abortus infeksiosa adalah :
(1) Abortus yang disertai dengan gejala dan tanda infeksi alat genitalia, seperti panas, takikardi,
perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang membesar, lembek serta nyeri tekan, dan
adanya leukositosis.
(2) Apabila terdapat sepsis, penderita tampak sakit berat, kadang-kadang menggigil.
(3) Demam tinggi, dan tekanan darah menurun.
(4) Untuk mengetahui kuman penyebab perlu dilakukan pembiakan darah dan getah pada serviks
uteri.
8. Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat)
80 % dari semua abortus, Yaitu: Abortus provokatus adalah pengakhiran kehamilan
sebelum 20 minggu akibat suatu tindakan. Menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup
di luar tubuh ibu. Pada umumnya dianggap bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila
kehamilan belum mencapai umur 28 minggu, atau berat badanbayi belum 1000 gram, walaupun
terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus hidup.

àMacam-macam abortus provokatus :


1) Abortus provocatus artificialis atau abortus therapeuticus.
Abortus provocatus artificialis adalah Pengguguran kehamilan, biasanya dengan alat-alat, dengan
alasan bahwa kehamilan membahayakan membawa maut bagi ibu, misalnya karena ibu
berpenyakit berat.
Abortus provocatus pada hamil muda (di bawah 12minggu) dapat dilakukan dengan pemberian
prostaglandin atau curettage dengan penyedotan (vakum) atau dengan sendok curet.
Pada hamil yang tua (di atas 12 minggu) dilakukan hysterotomi juga dapat disuntikkan garam
hypertonis (20%) atau prostaglandin intra-amnial.
Indikasi untuk abortus therapeuticus misalnya : penyakit jantung (rheuma), hypertensi essensial,
carcinoma daro cervik.
Merupakan terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin mampu hidup (viabel).
Beberapa indikasi untuk abortus terapeutik diantaranya adalah penyakit jantung persisten dengan
riwayat dekompensasi kordis dan penyakit vaskuler hipertensi tahap lanjut. Yang lain adalah
karsinoma serviks invasif. American College Obstetricians and Gynecologists (1987)
menetapkan petunjuk untuk abortus terapeutik :
(1) Apabila berlanjutnya kehamilan dapat mengancam nyawa ibu atau mengganggu kesehatan
secara serius. Dalam menentukan apakah memang terdapat resiko kesehatan perlu
dipertimbangkan faktor lingkungan pasien.
(2) Apabila kehamilan terjadi akibat perkosaan atau incest. Dalam hal ini pada evaluasi wanita
yang bersangkutan perluditerapkan kriteria medis yang sama.
(3) Apabila berlanjutnya kehamilan kemungkinan besar menyebabkan lahirnya bayi dengan
retardasi mental atau deformitas fisik yang berat.
2) Abortus provocatus criminalis.
Abortus provocatus criminalis adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang syah dan
dilarang oleh hukum.
Abortus provokatus kriminalis adalah interupsi kehamilan sebelum janin mampu hidup atas
permintaan wanita yang bersangkutan, tetapi bukan karena alasan penyakit janin atau gangguan
kesehatan ibu. Sebagian besar abortus yang dilakukan saat ini termasuk dalam katagori ini.

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer,Arif,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga, jilid I, FKUI. Jakarta: Media
Aesculapius.
Morgan, geri & Carole hamilton. 2009. Obstetri & Ginekologi. Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka.
Prawirohardjo, sarwono. 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : PT. Bina Pustaka.
Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Edisi 29. Jakarta : EGC.
Fauzi, Ahmad. Lucianawaty, Mercy. Hanifah, Laily. Bernadette, Nur. 2002. Aborsi di Indonesia.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Gugur_kandungan#Pengaturan_oleh_pemerintah_Indonesia)

4. Bagaimana perjalanan diabetes hingga menyebabkan pereklamsia


Preeklamsia cenderung terjadi pada wanita yang menderita diabetes melitus karena diabetes
merupakan penyakit yang dapat menjadi faktor pencetus terjadinya preeklamsia(Manuaba,
1998). Penyakit diabetes melitus hampir 50% yang terjadi pada wanita hamil berkembang
menjadi preeklamsi (Varney,2006). Hal ini terjadi karena saat hamil, plasenta berperan untuk
memenuhi semua kebutuhan janin. Pertumbuhan janin dibantu oleh hormon dari plasenta, namun
hormon-hormon ini juga mencegah kerja insulin dalam tubuh ibu hamil. Hal ini disebut dengan
resistensi insulin atau kebal insulin. Resistensi insulin membuat tubuh ibu hamil sulit untuk
mengatur kadar gula darah sehingga glukosa tidak dapat diubah menjadi energi dan menumpuk
di dalam darah keadaan ini menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi tinggi (Diabetes,…
2011 http://www.motherandbaby.co.id). Preeklamsia yang terjadi pada ibu dengan diabetes
melitus terjadi karena adanya peningkatan produksi deoksikortikosteron (DOC) yang dihasilkan
dari progesterone didalam plasma dan meningkat tajam selama trimester ketiga. Ibu dengan
diabetes kehamilan terdapat peningkatan insiden hipertensi dan preeklamsia yang akan
memperburuk perjalanan persalinan serta peningkatan resiko diabetes tipe II di kemudian hari.
Faktor resiko utama diabetes maternal adalah berat badan yang berlebih dan peningkatan
berat badan yang melebihi batas normal selama hamil (Varney, 2006:635). Peningkatan angka
diabetes maternal pada ibu hamil terjadi sebagai akibat dari kurangnya aktifitas fisik pada ibu
hamil (Varney, 2006). Selain itu, kejadian diabetes melitus dipengaruhi oleh produksi hormon
plasenta yaitu HPL (Human Plasenta Lactogen) yang akan meningkatkan resistensi sel terhadap
insulin sehingga muncul kondisi diabetes. Efek puncak HPL terjadi pada usia kehamilan sekitar
26 hingga 28 minggu (Varney, 2006).

Anda mungkin juga menyukai