Menstruasi adalah siklus alami yang terjadi pada setiap wanita, biasanya terjadi selama
2-7 hari dengan jarak antar periode antara 21-35 hari. Menstruasi pertama disebut menarche,
umumnya terjadi 2-3 tahun setelah mengalami pertumbuhan bulu kemaluan atau payudara.
Jika menstruasi terjadi di bawah usia 10 tahun, berarti pertumbuhan bulu kemaluan atau
payudara terjadi saat usia 7-8 tahun. Lantas, apa penyebab menstruasi dini?
Menstruasi terlalu dini biasanya disebabkan oleh faktor gaya hidup dan lingkungan. Hal ini
termasuk paparan polusi udara dan gaya hidup yang kurang sehat. Berikut ini faktor gaya
hidup yang menyebabkan menstruasi terlalu dini, seperti:
Kurangnya aktivitas fisik. Selain konsumsi junk food, kurangnya aktivitas fisik dapat
meningkatkan risiko kegemukan atau obesitas sehingga menyebabkan menstruasi
datang lebih cepat.
Wanita yang mengalami menstruasi terlalu dini rentan mengidap kanker payudara.
Semakin cepat mereka menstruasi, semakin lama jaringan payudaranya terpapar
dengan hormon estrogen. Hal ini yang membuat perempuan yang menstruasi terlalu
dini rentan mengalami kanker payudara.
Referensi:
Macsali, Ferenc., et al. 2010. Diakses pada 2020. Early Age at Menarche, Lung Function,
and Adult Asthma. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine 183(1).
J.L. Carwile, et al. 2015. Diakses pada 2020. Sugar-Sweetened Beverage Consumption and
Age at Menarche in a Prospective Study of US Girls. Human Reproduction Journal 30(3):
675-683.
Zheng, Yansong., et al. 2016. Diakses pada 2020. Association between Age at Menarche and
Cardiovascular Disease Risk Factors in China: A Large Population-Based Investigation.
CardioRenal Medicine 6(4): 307-316.
2. Bagaimana faktor predisposisi ibu yang tidak menyusui lebih berisiko kanker
Menyusui memberikan banyak manfaat bagi bayi. ASI memiliki komposisi nutrisi yang tepat
untuk mendukung pertumbuhan bayi dan mengandung antibodi yang melindunginya dari beberapa
infeksi dan masalah kesehat tidak hanya pada bayi, menyusui mempunyai manfaat untuk sang Ibu.
Salah satunya adalah berkaitan dengan rendahnya risiko terkena kanker payudara.
Ahmad Utomo, PhD (KSLGen) memastikan jika perempuan tidak punya anak di usia 35
tahun, dan tidak menyusui, itu meningkatkan risiko kena kanker payudara.
Media Workshop Patient Journey in Oncology Total Solution yang diselenggarakan PT
Kalbe Farma Tbk (Kalbe) dengan Yayasan Kanker Indonesia (YKI), di Bogor, Selasa (10/8/2019).
[Suara.com/Ade]
"Penyebab kanker itu adalah mutasi genetik. Rusaknya darimana, ada faktor luar dan dari
dalam, bicara kanker payudara, sebut saja radikal bebas itu terpapar di payudara, nah pada umur 30
tahun itu selnya sudah termutasi, ketika hamil, rangsangan sel menjadi banyak, yang diperbanyak tak
hanya sel sehat tapi sel yang termutasi tadi," buka Ahmad Utomo PhD (KSLGen) dalam acara Media
Workshop Patient Journey in Oncology Total Solution yang diselenggarakan PT Kalbe Farma Tbk
(Kalbe) dengan Yayasan Kanker Indonesia (YKI), di Bogor, Selasa (10/8/2019).
Kanker payudara yang lebih sering didiagnosis pada perempuan di bawah usia 50 tahun ini,
lebih mungkin menjadi agresif dan mengancam jiwa. Untuk menurunkan risiko tersebut, para peneliti
menyarankan kaum perempuan yang telah melahirkan anak untuk menyusuinya. Selain menyehatkan
bayi, menyusui juga dapat melindungi ibu dari risiko kanker payudara agresif ini. Menyusui
merupakan cara murah, strategi yang relatif dapat diakses dan menghasilkan perlindungan alami
dalam jangka panjang.
"Nah, menyusui itu menjadi detoks alami untuk infolusi, Infolusi itu adalah pengecilan
kembali, karena ada pembershian masal sel yang mati. Jika perempuan sejak menstruasi pertama
sampai 35 tahun menunda hamil, akhirnya gen yang termutasi dalam payudara tetap hidup dan sel-sel
itu menjadi berubah menjadi sel ganas yang menjadi kanker payudara.
Hubungan Risiko Kanker Payudara dengan Ibu Menyusui
Berikut ini manfaat menyusui sebagai perlindungan terhadap risiko kanker payudara.
1. Menyusui Bisa Turunkan Paparan Estrogen
Penelitian menunjukkan, ibu yang menyusui memiliki risiko lebih rendah terkena kanker
payudara saat pramenopause, maupun setelah menopause. Menyusui selama enam bulan atau lebih,
juga dinilai dapat memberikan proteksi tambahan bagi ibu.
Proses menyusui menyebabkan perubahan hormon yang dapat menunda periode menstruasi.
Akibatnya, paparan hormon estrogen pada tubuh wanita akan berkurang. Hormon estrogen merupakan
hormon yang dapat meningkatkan pertumbuhan sel kanker.
2. Menyusui Dapat Ubah Jaringan Payudara
Selain itu, saat menyusui jaringan-jaringan di payudara ikut mengalami perubahan. Hal ini
membantu tubuh untuk menyingkirkan sel yang berpotensi mengalami kerusakan DNA sehingga
dapat mengurangi risiko munculnya kanker payudara.
Menyusui juga dipercaya dapat menurunkan risiko ibu terkena kanker ovarium atau indung
telur, karena dapat mencegah terjadinya ovulasi (pembuahan) . Semakin sedikti Anda berovulasi,
maka semakin sedikit juga produksi hormon estrogen di tubuh, sehingga menghambat pertumbuhan
sel abnormal yang dapat berkembang menjadi sel kanker.
3. Semakin Lama Menyusui, Risiko Kanker Payudara Semakin Menurun
Menyusui membuat sel payudara aktif memproduksi setiap waktu. Hal ini membatasi
kemampuan sel-sel payudara untuk berbuat menyimpang.
5. Siklus menstruasi lebih sedikit
Wanita menyusui memiliki siklus menstruasi yang lebih sedikit. Akibatnya, kadar hormon
estrogen dalam tubuh lebih rendah. Hormon estrogen merupakan salah satu hal yang berperan
memicu kanker payudara.
6. Asupan gizi lebih baik
Saat menyusui biasanya wanita lebih memperhatikan asupan gizinya. Mereka cenderung
memilih makanan yang bergizi dan menjalankan pola hidup sehat, seperti tidak merokok dan minum
alkohol.
Selain menyusui, cara ampuh untuk dapat mencegah kanker payudara, antara lain:
Referensi
Breast Cancer. https://www.breastcancer.org/risk/factors/breastfeed_hist
Diakses pada 2 April 2019
Sakit kepala
Sakit tenggorokan
Demam dan menggigil
Lemas
Nyeri otot
Setelah 1-2 hari, muncul gejala lain berupa:
Pembengkakan kelenjar getah bening.
Kulit dan bagian putih mata menguning (penyakit kuning).
Muncul ruam merah seperti pada campak, di wajah atau bagian tubuh lain.
Timbul bintik merah di bagian langit-langit mulut.
Perut tidak nyaman akibat pembesaran limpa.
Istirahat yang cukup akan mempercepat proses pemulihan. Jangan terburu-buru melakukan
aktivitas berat, agar demam kelenjar tidak kambuh kembali. Konsultasikan dengan dokter mengenai
waktu yang tepat untuk kembali beraktivitas. Biasanya, penderita butuh waktu sampai 3 bulan untuk
sembuh total.
Perlu diketahui, demam kelenjar dapat mengganggu fungsi organ hati. Oleh sebab itu,
hindari mengonsumsi minuman beralkohol selama belum sembuh dari penyakit ini, karena konsumsi
alkohol akan semakin mengganggu fungsi organ hati.
Referensi
Fugi, A. & Andersen, C. (2019). Epstein-Barr Virus and Its Association with Disease – A Review of
Relevance to General Practice. BMC Family Practice, 20(62), pp. 1-8.
Solomons, H. (2012). Infectious Mononucleosis or Glandular Fever Revisited. Germs, 2(4), pp. 148.
Center for Disease Control and Prevention (2018). Epstein-Barr Virus and Infectious Mononucleosis.
About Infectious Mononucleosis
National Health Service UK (2017). Health A to Z. Glandular Fever.
Victoria State Government (2018). Better Health Channel. Glandular Fever.
Mayo Clinic (2018). Diseases & Conditions. Mononucleosis.
Cafasso, J. & Goldman, L. Healthline (2019). Everything you Need to Know About Mono.
Knott, L. Patient (2016). Glandular Fever.
WebMD (2019). Warning Signs You Could Have Mono.
WebMD (2018). What is Mononucleosis? What Causes It?