Anda di halaman 1dari 7

BAB III

DISKUSI KASUS

Penderita dirawat di bagian saraf RSUD Palembang BARI karena tidak bisa
berjalan akibat kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri secara perlahan-lahan.
Hal ini merupakan tanda adanya defisit neurologis yang menyebabkan hemiparese
pada tubuh pasien.
Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, saat penderita sedang istirahat,
penderita mengalami kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri tanpa sebab yang
jelas. Kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri dirasakan secara perlahan-lahan
dan semakin memberat sejak 1 minggu terakhir. Selain itu, penderita juga merasakan
sakit kepala. Sakit kepala dirasakan sejak 6 bulan yang lalu dan hilang timbul namun
keluhan semakin memberat sejak 2 bulan yang lalu dan dirasakan terus-menerus
terutama saat dipagi hari. Sakit kepala dan tidak disertai mual, muntah dan kejang.
Selain itu, sakit kepala diperberat apabila pasien mengalami batuk ataupun mengejan.
Hal ini sesuai dengan adanya gejala nyeri kepala yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Nyeri kepala pasien bersifat kronik. Pasien
dengan tumor otak sering mengalami neuroemergency akibat peningkatan tekanan
intrakranial. Hal ini terutama diakibatkan oleh efek desak ruang edema peritumoral
atau edema difus, selain oleh ukuran massa yang besar atau ventrikulomegali karena
obstruksi oleh massa tersebut. Nyeri kepala ini cenderung bersifat intermitten,
tumpul, berdenyut dan memberat terutama di pagi hari karena selama tidur malam,
PCO2 serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan Cerebral Blood
Flow (CBF) dan dengan demikian mempertinggi tekanan intrakranial. Juga lonjakan
sejenak seperti karena batuk dan mengejan memperberat nyeri kepala. Sehingga pada
pasien ini dapat disebutkan bahwa sakit kepala pada pagi hari bukan disebabkan
karena adanya hipertensi melainkan karena peningkatan tekanan intrakranial. Adanya
nyeri kepala, edema papil dan muntah, secara umum dianggap sebagai karakteristik

90
peninggian tekanan intrakranial. Peninggian tekanan intrakranial dan pergeseran otak
yang terjadi membendung dan menggeser pembuluh darah serebral atau sinus
venosus serta cabang utamanya dan memperberat nyeri lokal.
Sehari-hari penderita bekerja menggunakan tangan kanan. Penderita masih
dapat mengungkapkan isi pikiran, baik lisan, tulisan maupun isyarat. Penderita masih
dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapan secara lisan, tulisan maupun
isyarat. Hal ini menunjukan bahwa pada kasus ini lesi tidak mengenai hemisferium
yang dominan dan menyingkirkan kemungkinan letak lesi di korteks serebri dan
subkorteks, dan tidak mengenai area Broca dan Wernicke. Area Broca terdapat di
hemisferium dominan dan apabila aliran darah ke area Broca dan Wernicke terganggu
maka penderita akan mengalami afasia global.
Saat bicara mulut penderita tidak mengot dan tidak ada bicara pelo. Hal ini
menunjukan tidak adanya gangguan pada nervus VII dan nervus XII. Parese nervus
VII dan nervus XII sering ditemukan pada lesi yang terletak di kapsula interna,
gangguan vascular pada kapsula interna sering menyebabkan paralisis kontralateral
pada lengan dan tungkai serta otot wajah kontralateral bagian bawah, dan kelemahan
sementara pada lidah.
Penderita tidak pernah mengalami koreng di kemaluan yang tidak gatal, tidak
nyeri, dan sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami bercak merah di kulit
yang tidak gatal, tidak nyeri, dan sembuh sendiri. Pada kasus ini menyingkirkan
kemungkinan faktor yang memperberat terjadinya keluhan ini adalah sifilis, karena
manifestasi klinis sifilis tahap kedua merupakan tahap spiroketemia yang dapat
menimbulkan lesi vaskuler dan infeksi selaput otak. Lesi vaskuler yang menimbulkan
infark regional di otak disebabkan oleh oklusi lumen arteri akibat reaksi proliferative
terhadap Treponema pallidum yang berada di saluaran darah. Penderita tidak pernah
mengalami nyeri pada tulang panjang, hal ini menyingkirkan kemungkinan
kelumpuhan yang terjadi akibat dari lesi di medula spinalis.
Setelah dilakukan CT Scan didapati SOL di lobus parietal dekstra dengan
gambaran lesi hyperdens globular bercampur oedem perifocal pada daerah parietal

91
kanan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa gambaran CT-Scan pada tumor otak,
umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa dengan gambaran hyperdens.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya. Pada umumnya prognosa SOL
adalah baik, karena pengangkatan tumor yang sempurna akan memberikan
penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa survivalnya relatif lebih tinggi
dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah 75%. Pada
pemeriksan CT-Scan kepala pasien ini didapatkan S.O.L di parietal dekstra dan
dicurigai adanya metastase oleh karena itu diusulkan untuk pemeriksaan lebih lanjut
berupa MRI kepala. Pada pasien yang menderita tumor dengan curiga mengalami
metastase maka prognosis akan menjadi lebih buruk. Pada orang dewasa meskipun
survivalnya lebih tinggi, namun jika keterlambatan pasien untuk berobat maka
prognosis akan menjadi lebih buruk, semakin cepat penegakan diagnosis pasien maka
kemungkinan komplikasi akan menjadi kecil dan prognosis pasien akan menjadi lebih
baik.
Selain dilakukan pemeriksaan ST-Scan kepala, awalnya penderita juga
dilakukan pemeriksaan rongent thoraks, namun karena curiga adanya metastase dan
tumor maligna, akhirnya dilakukan pemeriksaan CT-Scan thoraks juga. Pada
pemeriksaan CT-Scan thoraks didapatkan hasil adanya loculated effusion pleura
dekstra dan effusion pleura sinistra minimal.
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
maka pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis hemiparese sinistra tipe spastik et
causa space occupying lession (SOL) + lucolated effusion pleura dekstra +
hipokalemia.

3.1 Diagnosa Banding Klinis


Tipe flaksid Tipe spastik Gejala pasien

Hipotonus Hipertonus Hipertonus

Hiporeflexi Hiperreflexi Hiperrefleks

92
Refleks patologis (-) Refleks patologis (+/-) Refleks patologis (-)

Degeneratif atrophy  Atrofi otot (-) Atrofi otot (-)


Atrofi otot (+)

Jadi, tipe kelemahan yang dialami penderita yaitu tipe spastik

Berdasarkan keluhan pasien, didapati bahwa pasien menderita kelemahan


pada tungkai kiri dan lengan kiri. Pada pemeriksaan neurologi didapatkan kekuatan
otot lengan kiri 2, kekuatan tungkai kiri 2 disertai hipertonus dan hiperrefleks pada
lengan dan tungkai yang mengalami kelemahan. Hal ini terjadi akibat kerusakan pada
upper motor neuron.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar kalium 2.48 mmol/dl. Pada
kasus ini terjadi penurunan kadar kalium dalam darah (hipokalemia). Nilai normal
kalium berkisaran 3,6-6.6 mmol/dl, sehingga hal ini berkaitan dengan tatalaksana
pada pasien ini dengan pemberian KSR.
Tatalaksana yang diberikan pada penderita adalah Bed rest , IVFD RL gtt
xv/menit, injeksi citicoline 2x500 mg, injeksi dexamethasone 3x1 amp, injeksi
Omeprazole 1 x 40 mg, antasida syr 3x1 sendok dan KSR 2X1 tablet.
Tatalaksana farmakologis yang diberikan yaitu IVFD RL gtt xx/menit dengan
tujuan mengganti cairan yang hilang.
Pemberian kortikosteroid sangat efektif untuk menguragi edema serebri dan
memperbaiki gejala yang disebabkan oleh edema serebri, yang efeknya sudah dapat
terlihat dalam 24-36 jam. Agen yang direkomendasikan adalah dexamethasone
dengan dosis bolus intravena 10 mg dilanjutkan dosis rumatan 16-20 mg/hari
intravena lalu tappering off 2-16 mg (dalam dosis terbagi) bergantung pada klinis.
Injeksi dexamethasone 3x1 amp dapat mengembalikan integritas dinding sel dan
membantu dalam pemulihan dan mengurangi edema. Barbiturat dan agen anestesi
lain mengurangi tekanan cerebral blood flow dan arteri sehingga mengurangi

93
tekanan intrakranial. Selain itu mengurangi metabolisme otak dan permintaan energi
yang memfasilitasi penyembuhan lebih baik.
Pada pasien ini awalnya diberikan terapi injeksi citicoline 2x500 mg. Namun
terapi ini diberhentikan pada perawatan hari ke-4. Dikarenakan, setelah hasil
pemeriksaan CT-Scan kepala didapatkan yaitu adanya S.O.L di parietal dekstra
dengan diagnosis banding metastase, maka dengan ini bahwa terapi yang diberikan
tidak sesuai dengan diagnosis pasien sehingga pengobatan citicoline diberhentikan.
Citicoline diberikan pada pasien yang mengalami stroke iskemik. Terapi
neuroprotektif ini diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik dan sel-
sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat
oklusi dan reperfusi. Stabilisator membran, citicholine bekerja memperbaiki
membran sel dengan cara menambah sintesis fosfatidilkolin dan mengurangi kadar
asam lemak bebas. Menaikkan sintesis asetilkolin, suatu neurotransmitter untuk
fungsi kognitif. Sehingga terapi ini tidak diberhentikan karena tidak sesuai dengan
kausatif pasien.
Injeksi omeprazole diberikan dengan tujuan profilaksis. Proton pump
Inhibitor (PPI) menghambat sekresi baik pada saat berpuasa maupun sekresi yang
dipicu oleh makanan karena obat-obat ini menyekat jalur final bersama untuk
sekresi asam, yakni pompa proton.
Antasida diberikan dengan tujuan untuk mengurangi keasaman lambung.
Antasida merupakan golongan obat yang bekerja mengurangi keasaman cairan
lambung di dalam rongga lambung yang diberikan secara oral dan selain itu dapat
pula menetralkan asam lambung secara lokal. Terdapat tiga cara antasida
mengurangi keasaman cairan lambung yaitu pertama secara langsung menetralkan
cairan lambung, kedua dengan berlaku sebagai buffer terhadap hydrochloric acid
lambung yang pada keadaan normal mempunyai pH 1 sampai 2 dan ketiga dengan
kombinasi kedua cara tersebut.
Pada tumor otak, nyeri yang muncul biasanya adalah nyeri kepala.
Berdasarkan patofisiologinya, tatalaksana nyeri ini berbeda dengan nyeri pada

94
umumnya. Nyeri kepala akibat tumor otak bisa disebabkan akibat traksi langsung
tumor terhadap reseptor nyeri di sekitarnya. Gejala klinis nyeri biasanya bersifat
lokal atau radikular ke sekitarnya, yang disebut nyeri neuropatik. Nyeri kepala
tersering adalah akibat peningkatan tekanan intrakranial, yang jika bersifat akut
terutama akibat edema peritumoral. Oleh karena itu tatalaksana utama bukanlah obat
golongan analgesik, namun golongan glukokortikoid seperti deksamethason atau
metilprednisolon intravena atau oral sesuai dengan derajat nyerinya. Oleh karena itu,
pada pasien ini diberikan flunarizin 2x5 mg per oral. Flunarizine merupakan obat
golongan calcium channel blocker dan memiliki aktivitas memblok reseptor
histamin-1 (H1). Sehingga obat ini memberikan efek sedasi terhadap pasien.
Flunarizine dapat diberikan sebagai profilaksis adanya nyeri kepala.
KSR mengandung kalium klorida yang digunakan untuk mengobati kalium
yang rendah dalam darah (hipokalemia). Terapi mencangkup pemberian kalium oral,
modifikasi diet dan gaya hidup untuk menghindari pencetus, serta farmakoterapi.
Kalium klorida (KCL) adalah preparat pilihan untuk sediaan oral. Pleh karena itu
diberikan kalium korida pada pasien ini karena pasien mengalami hipokalemia.
Pasien ini juga diberikan terapi megabal 2x1 tab per oral. Megabal
mengandung mecobalamin. Mecobalamin atau methylcobalamin merupakan sejenis
koenzim B12 yang memegang peranan penting dalam proses methylation. Sebagai
koenzim methioninen synthase, berperan dalam proses sintesis methionine dari sel
serta berperan dalam sintesisnucleic dan protein. Methylcobalamin juga dapat
meningkatkan axonal transport dan regenerasi akson serta memulihkan perlambatan
transmisi sinaps dengan meningkatkan eksitabilitas saraf dan memperbaiki
berkurangnya neurotransmiter asetilcoline.
Pada pemeriksan CT-Scan kepala pasien ini didapatkan S.O.L di parietal
dekstra dan dicurigai adanya metastase sehingga pasien dirujuk melalui poli RSUD
Palembang BARI ke RS Umum Pusat Mohammad Hoesin untuk dilakukan MRI
Kepala dengan kontras.

95
Sebelum pasien pulang, maka perlu dilakukan edukasi mengenai MRI Kepala,
makanan dan obat-obatan kepada pasien dan keluarga pasien.
Menjelaskan kepada pasien bahwa MRI merupakan suatu alat kedokteran di
bidang pemeriksaan diagnostik radiologi, yang menghasilkan rekaman gambar
potongan penampang tubuh/organ manusia dengan menggunakan medan magnet.
Ada beberapa kelebihan MRI dibandingkan dengan pemeriksaan CT Scan yaitu
MRI lebih unggul untuk mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan lunak seperti
otak, sumsum tulang serta otot dan tulang serta mampu memberi gambaran detail
organ tubuh dengan lebih jelas.
Dikarenakan daya magnetik MRI sangat kuat, maka untuk keselamatan pasien
diharuskan mengikuti instruksi dan prosedur yaitu memakai baju pemeriksaan dan
meninggalkan benda-benda feromagnetik, seperti jam tangan, kunci, perhiasan jepit
rambut, gigi palsu dan lainnya.
Selain itu melakukan edukasi untuk menghindair konsumsi obat-obat dan
mengkonsumsi makan yang sehat serta pola hidup yang sehat yaitu menghindari
kebiasaan merokok, hindari daerah yang tingkat polisi asapnya tinggi, hindari
mengkonsumsi ·makanan yang melalui proses pengasapan dalam waktu lama,
waspada dalam penggunaan pestisida, fungisida, atau bahan-bahan kimia lain yang
sering digunakan untuk tanaman, hindari konsumsi makanan suplemen secara
berlebihan, mega vitamin, dll, tidak mengkonsumsi alkohol dan konsumsi makanan
yang tinggi protein dan lemak serta makan buah-buahan dan sayur.

96

Anda mungkin juga menyukai