Anda di halaman 1dari 21

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Tingkat aborsi tahunan di Asia berkurang antara tahun 1995 dan 2003
dari 33 menjadi 29 aborsi per 1.000 wanita berusia 15 – 44 tahun. Di Asia
Timur, tingkat aborsi diperkirakan pada tahun 2003 adalah 28 per 1.000
wanita usia subur. Di Selatan Asia Tengah, tingkat aborsinya adalah 27 per
1.000 wanita usia subur. Asia Tenggara merupakan daerah dengan tingkat
aborsi tertinggi pada tahun 2003 yaitu 39 per 1.000 wanita usia subur. Tingkat
aborsi paling rendah di Asia Barat yaitu 24 per 1.000 wanita usia subur Pada
tahun 2000, diperkirakan bahwa sekitar 2 juta aborsi terjadi di Indonesia.
Perkiraan ini adalah angka tahunan aborsi sebesar 37 aborsi per 1.000
perempuan usia reproduksi (15 – 49 tahun). Apabila dibandingkan dengan
negaranegara lain di Asia, dalam skala regional sekitar 29 aborsi per 1.000
perempuan usia reproduksi, ternyata perkiraan ini cukup tinggi. Kebanyakan
aborsi di Indonesia dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih dan banyak juga
(yang jumlahnya tidak diketahui) yang mengupayakan penguguran kandungan
sendiri. Akibatnya, angka dari komplikasi medis dan kematian maternal dari
aborsi yang tidak aman dapat diperkirakan cukup tinggi. Setiap tahunnya
sekitar 2 juta aborsi yang diinduksi terjadi di Indonesia dan di Asia Tenggara,
kematian yang disebabkan karena aborsi yang tidak aman adalah sebesar 14 –
16% dari semua kematian maternal.
Menurut WHO, tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan,
sepsis, dan unsafe abortion. Upaya pencegahan terjadinya unsafe abortion
adalah sangat penting bila Indonesia ingin mencapai tujuan ke lima dari
Millennium Development Goal untuk memperbaiki kondisi kesehatan ibu dan
menurunkan angka kematian ibu.
Berdasarkan Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS) 2007,
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 228 per 100.000 kelahiran
hidup. Menurut Report on the Achievement of the Millennium Development
Goals Indonesia 2010, angka kematian ibu ini masih tinggi dan target yang
2

diharapkan dapat dicapai tahun 2015 adalah angka kematian ibu menjadi 102
per 100.000 kelahiran hidup.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan Laporan Pendahuluan ini agar kita
sebagai mahasiswa keperawatan mengetahui tentang Abortus dan cara
penanganan pada klien dengan masalah system reproduksi “Abortus”.
1.3. Manfaat
Laporan Pendahuluan ini bermanfaat sebagai panduan atau pedoman
bagi mahasiswa keperawatan untuk melakukan penulisan Asuhan
Keperawatan secara baik dan benar tanpa mengalami kesulitan terutama pada
klien dengan masalah system reproduksi “Abortus”.
3

BAB 2
TINJAUN PUSTAKA

2.1 Pengertian Abortus


Pengguguran kandungan atau aborsi atau abortus adalah berakhirnya
kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar, tanpa mempersoalkan
penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar bila berat badannya
telah mencapai lebih daripada 500 gram atau umur kehamilan lebih daripada
20 minggu (Sastrawinata, 2005)
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sampai saat ini janin yang
terkecil, yang dilaporkan dapat hidup di luar kandungan, mempunyai berat
badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yang
dilahirkan dengan berat badan di bawah 500 gram dapat hidup terus, maka
abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai
berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu (Prawirohardjo S, 2009).

2.2 Etiologi
Menurut Prawirohardjo S (2009) penyebab abortus antara lain adalah :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat juga disebut factor ovovetral.
Faktor ovovetal yang menyebabkan abortus adalah kelainan pertumbuhan
janin dan kelainan pada plasenta. Kelainan hasil konsepsi dapat
menyebabkan kematian janin atau cacat.kelainan berat biasanya
menyebabkan kematian mudigah pada hamil muda.faktor-faktor yang
menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah sebagai berikut.
a. Kelainan kromosom. Kelainan yang sering digunakan pada abortus
spontan ialah risomi, poliploidi dan kemungkinan pula kelainan
kromosom seks.
b. Lingkungan kurang sempurna. Bila lingkungan diendometrium
disekitar tempat implantasi kurang sempurna sehingga penberian zat-
zat makanan pada hasil konsepsi terganggu.
4

c. Pengaruh dari luar.Radiasi, virus, obat-obat dan sebagainya dapat


mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya
dalam uterus.Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen.
2. Kelainan pada plasenta
Endarteritis dapat terjadi dalam viliporeales dan menyebabkan oksigenasi
plasenta terganggu ,sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
kematian janin.keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya
karena hipertensi menahun.
3. Penyakit ibu
Penyakit mendadak,seperti pmeumonea,typis abdominalis, pielonefritis,
malaria dan lain-lain yang menyebabkan abortus.Toksin, bakteri, virus,
atau plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin, sehingga
menyebabkan kematian janin dan kemudian terjadilah abortus. Anemia
berat, keracuanan, laparotomi, peritonitis umum dan penyakit menahun
seperti bruselosis, mononucleosis infeksiosa, toksosplamosis juga dapat
menyebabkan abortus walaupun lebih jarang.
4. Kelainan traktus genitalis
Retriversio uteri, miomata uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat
menyebabkan abortus.tetapi, harus di ingat bahwa hanya retroversion uteri
gravidi inkarserata atau mioma submukosa yang memegang peranan
penting. Sebab lain abortus dalam trimester II ialah serviksin kompeten
yang dapat disebabkan oleh kelemahan bawaan pada serviks, dilatasi
serviks berlebihan, konisasi, amputasi, atau robekan serviks luas yang
tidak dijahit.
Secara umum abortus disebabkan oleh :
1. Infeksi akut : virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis. Infeksi bakteri,
misalnya streptokokus. Parasit, misalnya malaria. Infeksi kronis : Sifilis,
biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua. Tuberkulosis paru,
aktif, pneumonia.
2. Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah,air raksa, dan lain-lain.
3. Penyakit kronis, misalnya : hipertensi, nephritis, diabetes, anemia berat
penyakit jantung : toxemia gravidarum.
5

4. Gangguan fisiologis, misalnya Syok, ketakutan, dan lain-lain.


5. Trauma fisik. Penyebab yang bersifat lokal: Fibroid, inkompetensia serviks.
Radang pelvis kronis, endometrtis. Retroversi kronis. Hubungan seksual
yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga menyebabkan hiperemia dan
abortus.
6. Kelainan alat kandungan.
7. Gangguan kelenjar tiroid.
8. Penyebab dari segi Janin / Plasenta Kematian janin akibat kelainan bawaan.
9. Kelainan kromosom. Linkungan yang kurang sempurna.
10. Penyakit plasenta, misalnya inflamasi dan degenerasi.
2.3 Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan
nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan
dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu,
villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat
dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan
sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan
menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin
dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam
bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas
bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta,
fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.
6

2.4 Pathway

Factor kromosom Factor endometrium Pendeknya jarak Radiasi, rokok, Kehamilan usia dini Kehamilan usia tua
(genetik) kehamilan alcohol, obat-obatan (<20th) (>30th)

Endometrium belum Belum matur


Rahim belum Fungssi organ
siap menerima hasil
pulih dengan baik menurun
konsepsi
System transfer
plasenta belum efisien

Kelainan pertumbuhan Penyakit kronik Factor ibu: anemia berat, infeksi


hasil konsepsi toxoplasmosis, diabetes

Gg. pembentukan pembuluh


darah pada plasenta

Kelainan plasenta

Perdarahan dalam desidua basalis (plasenta) dan nekrosis jaringan sekitar

Hasil konsepsi sebagian atau seluruhnya terlepas


7

Uterus berkontraksi
Nyeri akut

Isi rahim keluar

Abortus Ansietas

Abortus iminens Abortus insipien Abortus inkomplet Abortus komplet

Hasil konsepsi masih Hasil konsepsi masih Pengeluaran sebagian Semua hasil konsepsi
di dalam uterus tanpa di dalam uterus disertai hasil konsepsi dikeluarkan
dilatasi serviks dilatasi serviks

Perdarahan per vaginam

Kekurangan volume cairan


8

2.5 Manifestasi Klinis


1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu.
2. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau
cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
3. Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil
konsepsi.
4. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang
akibat kontraksi uterus.
2.6 Jenis-Jenis Abortus
1. Abortus Provokatus : Disengaja, digugurkan.
a. Abortus Provokatus artifisial atau abortus therapeutic : Pengguran
kehamilan biasanya menggunakan alat-alat dengan alasan, bahwa
kehamilan membahayakan bagi ibunya sebelum usia kandungan 28
minggu.
b. Abortus provocatus criminalis : Pengguran kehamilan tanpa adanya
alasan medis yang sah dan dilarang oleh hukum.
2. Abortus Spontan : Terjadi dengan sendirinya, keguguran. Biasanya
abortus spontan dikarenakan kurang baiknya kualitas sel telur dan sel
sperma.
Jenis abortus berdasarkan gejalanya dapat dibagi menjadi 8, yaitu:
a. Abortus Iminens. Ditandai dengan perdarahan pada usia kehamilan
kurang dari 20 minggu, ibu mungkin mengalami mulas atau tidak sama
sekali. Pada abortus jenis ini, hasil konsepsi atau janin masih berada di
dalam, dan tidak disertai pembukaan (dilatasi serviks)
b. Abortus Insipiens. Terjadi perdarahan pada usia kehamilan kurang dari
20 minggu dan disertai mulas yang sering dan kuat. Pada abortus jenis
ini terjadi pembukaan atau dilatasi serviks tetapi hasil konsepsi masih di
dalam rahim.
c. Abortus Inkomplet. Terjadi pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
usia kehamilan kurang dari 20 minggu, sementara sebagian masih
berada di dalam rahim. Terjadi dilatasi serviks atau pembukaan,
9

jaringan janin dapat diraba dalam rongga uterus atau sudah menonjol
dari os uteri eksternum. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa
hasil konsepsi dikeluarkan, sehingga harus dikuret.
d. Abortus komplet. Pada abortus jenis ini, semua hasil konsepsi
dikeluarkan sehingga rahim kosong. Biasanya terjadi pada awal
kehamilan saat plasenta belum terbentuk. Perdarahan mungkin sedikit
dan os uteri menutup dan rahim mengecil. Pada wanita yang mengalami
abortus ini, umumnya tidak dilakukan tindakan apa-apa, kecuali jika
datang ke rumah sakit masih mengalami perdarahan dan masih ada sisa
jaringan yang tertinggal, harus dikeluarkan dengan cara dikuret.
e. Abortus Servikalis. Pengeluaran hasil konsepsi terhalang oleh os uteri
eksternum yang tidak membuka, sehingga mengumpul di dalam kanalis
servikalis (rongga serviks) dan uterus membesar, berbentuk bundar, dan
dindingnya menipis.
f. Missed Abortion. Keguguran tertunda. Ialah keadaan dimana janin telah
mati sebelum minggu ke-22, tetapi bertahan di dalam rahim selama 2
bulan atau lebih setelah janin mati.
g. Abortus Habitualis. Keguguran berulang-ulang. Ialah abortus yang
telah berulang dan berturut-turut terjadi, sekurang-kurangnya 3x
berturut-turut.
h. Abortus Mengancam. Gejalanya adalah perdarahan ringan yang terjadi
beberapa hari hingga beberapa minggu di awal kehamilan, namun mulut
rahim masih menutup.  Jika perdarahan berhenti biasanya kehamilan
akan dapat terus berlanjut, walaupun ada risiko terjadi kelahiran
prematur, atau berat lahir bayi rendah.  Namun perdarahan seperti ini
tidak menyebabkan kecacatan pada janin.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif bila janin sudah
mati
2. pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup
10

3. Pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion Data


laboratorium tes urine, hemoglobin dan hematokrit, menghitung trombosit
4. kultur darah dan urine
5. Pemeriksaan Ginekologi:
a. Inspeksi vulva
1) Perdarahan pervaginam sedikit atau banyak
2) Adakah disertai bekuan darah
3) Adakah jaringan yang keluar utuh atau sebagian
4) Adakah tercium bau busuk dari vulva
b. Pemeriksaan dalam speculum
1) Apakah perdarahan berasal dari cavum uteri
2) Apakah ostium uteri masih tertutup / sudah terbuka
3) Apakah tampak jaringan keluar ostium
4) Adakah cairan/jaringan yang berbau busuk dari ostium.
c. Pemeriksaan dalam/ Colok vagina
1) Apakah portio masih terbuka atau sudah tertutup
2) Apakah teraba jaringan dalam cavum uteri
3) Apakah besar uterus sesuai, lebih besar atau lebih kecil dari usia
kehamilan
4) Adakah nyeri pada saat porsio digoyang
5) Adakah rasa nyeri pada perabaan adneksa
6) Adakah terasa tumor atau tidak
7) Apakah cavum douglasi menonjol, nyeri atau tidak
2.8 Penatalaksanaan
1. Abortus iminens.
a. Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang
mekanik berkurang.
b. Periksa denyut nadi dan suhu badan 2 kali sehari bila pasien tidak
panas dan tiap 4 jam bila pasien panas.
c. Tes kehamilan dapat dilakukan, bila hasil negatif mungkin jaringan
sudah mati.
d. Tentang pemberian hormon progesteron pada abortus imminens
11

belum pada persesuaian faham. Sebagian besar ahli tidak


menyetujuinya, dan mereka yang menyetujui bahwa harus ditentukan
dahulu adanya kekurangan hormone progesteron. Apabila difikirkan
bahwa sebagian besar abortus didahului oleh kematian hasil konsepsi
dan kematian ini dapat disebabkan oleh banyak factor, maka
pemberian hormon progesteron memang tidak banyak manfaatnya.
e. Pemeriksaan ultrasonografi penting di lakukan untuk menentukan
apakah masih janin hidup.
f. Berikan obat penenang, biasanya Fenobarbital 3 x 30 mg. Berikan
preprat hematinik misalnya, sulfas ferosus 600-1000 mg.
g. Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
h. Membersihkan vulva minimal 2 kali sehari dengan cairan antiseptik.
2. Abortus insipiens.
a. Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan
tanpa pertolongan selama 36 jam dengan diberikan morfin.
b. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai
perdarahan, ditangani dengan penosongan uterus memakai kuret
vacum atau cunam abortus disusul kerokan memakai kuret tajam.
Suntikan ergometrin 0,5 mg IM.
c. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU
dalam dekstrose 5%, 500ml dimulai 8 per menit dan naikan sesuai
kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplit.
d. Bila janin sudah keluar, tapi plasenta masih tertinggal, lakukan
pengeluaran plasenta secara manual.
3. Abortus incomplit
a. Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus NaCl fisiologis
atau Ringer Laktat dan selekas mungkin ditransfusi darah.
b. Setelah syok diatasi, dikerok dengan kuret tajam lalu suntikkan
ergometrin 0,2 mg IM.
c. Bila janin sudah keluar, tapi plasenta masih tertinggal, lakukan
pengeluaran plasenta secara manual.
d. Berikan antibiotic.
12

4. Abortus komplit
a. Bila pasien baik, berikan ergometri 3 x 1 tablet selama 3-5 hari.
b. Pasien anemi, berikan sufas ferosus atau transfusi darah.
c. Berikan antibiotik.
d. Diet tinggi protein, vitamin, dan mineral.
5. Missed abortion
a. Bila keadaan fibrinogen normal segera keluarkan jaringan kinsepsi
dengan cunam ovum lalu kuret tajam.
b. Bila fibrinogen rendah berikan fibrinogen kering atau segar sesaat
sebelum mengeluarkan konsepsi.
c. Kehamilan kurang dari 12 minggu, pembukaan serviks dengan
gagang laminaria selama 12 jam lalu dilatasi serviks dengan dilatator
hegar kemudian ambil hasil konsepsi dengan cunam ovum dan kuret
tajam.
d. Kehamilan lebih dari 12 minggu berikan dietilstilbestrol 3 x 5 mg
infus oksitosin 10 IU dalam Dekstrose 5%sebanyak 500 ml dan 20
tetes permenit kemudian naikkan dosis sampai uterus berkontrasi
e. Bila tinggi fundus uteri ebih dari 2 dari bawah pusat, hasil konsepsi
keluarkan dengan menyuntikkan larutan garam 20% dalam cavum
uteri dinding perut.
6. Abortus serfikalis
Terapi terdiri atas dilatasi serviks dengan busi Hegar dan kerokan
untuk mengeluarkan hasi konsepsi dari kanalis servikalis.
7. Abortus habitualis
penangannya terdiri atas; memperbaiki keadaan umum, pemberian
makanan yang sempurna, anjuran istirahat sangat banyak, larangan koitus
dan olah raga, terapi dengan hormone progesteron, vitamin, hormone
tiroid dan lainnya mungkin mempunyai pengaruh psikologis karena
penderita mendapat kesan bahwa ia diobati.
8. Abortus infeksiosus (Septik)
a. Kepada penderita dengan abortus infeksiosus yang telah mengalami
banyak perdarahan hendaknya diberikan infuse dan tranfusi darah.
13

b. Pasien segera diberi antibiotika


c. Kuretase dilakukan dalam 6 jam dan penanganan demikian dapat
dipertanggungjawabkan karena pengeluaran sisa-sisa abortus
mencegah perdarahan dan menghilangkan jaringan yang nekrotis.
Yang bertindak sebagai medium pembiakan bagi jasad renik.
Pemberian antibiotika diteruskan sampai febris tidak ada lagi selama
2 hari atau ditukar bila tidak ada perubahan dalam 2 hari.
d. Pada abortus septic diperlukan pemberian antibiotika dalam dosis
yang lebih tinggi.
2.9 Komplikasi
Ada pun komplikasi medis yang dapat timbul pada ibu :
1. Perforasi
Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu
ada kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus
ke rongga peritoneum, ke ligamentum latum, atau ke kandung kencing.
Oleh sebab itu, letak uterus harus ditetapkan lebih dahulu dengan seksama
pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks tidak boleh digunakan
tekanan berlebihan. Kerokan kuret dimasukkan dengan hati-hati, akan
tetapi penarikan kuret ke luar dapat dilakukan dengan tekanan yang lebih
besar. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi
perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi dengan
seksama dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan darah, kenaikan
suhu, turunnya hemoglobin, dan keadaan perut bawah. Jika keadaan
meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi
percobaan dengan segera.
2. Luka pada serviks uteri
Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat
timbul sobekan pada serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi luka
pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul ialah
perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan
vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan timbulnya incompetent
cerviks.
14

3. Pelekatan pada kavum uteri


Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan
miometrium jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat mengakibatkan
terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya
kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila pada suatu tempat tersebut
dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.
4. Perdarahan

Kerokan pada kehamilan yang sudah agak tua atau pada mola
hidatidosa terdapat bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu
hendaknya dilakukan transfusi darah dan sesudah itu, dimasukkan tampon
kasa ke dalam uterus dan vagina.
5. Infeksi
Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka
bahaya infeksi sangat besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat
menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan kematian.
Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis antara lain infeksi pada
saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi.
6. Lain-lain
Komplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian NaCl
hipertonik adalah apabila larutan garam masuk ke dalam rongga
peritoneum atau ke dalam pembuluh darah dan menimbulkan gejala-gejala
konvulsi, penghentian kerja jantung, penghentian pernapasan, atau
hipofibrinogenemia. Sedangkan komplikasi yang dapat ditimbulkan pada
pemberian prostaglandin antara lain panas, rasa enek, muntah, dan diare.
15

BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM
REPRODUKSI PADA KASUS ABORTUS IMINENS

3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Nursalam, 2001)

1. Data subyektif

Data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu
situasi dan kejadian (Nursalam, 2001)

2. Data objektif

Data yang dapat diobservasi dan diukur (Nursalam, 2001)

3.1.1 Pengumpulan data

Merupakan upaya untuk mendapatkan data sebagai informasi


tentatang pasien. Data yang dibutuhkan tersebut mencakup data tentang
biopsikososial dan spiritual atau data yang berhubungan dengan
masalah pasien serta data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah pasien (Hidayat, A.A, 2006)

1. Identitas pasien meliputi nama pasien, tempat dan tanggal lahir,


suku/bangsa, status perkawinan, agama, pendidikan, tanggal dan
waktu datang ke Rumah sakit (Hidayat, A.A, 2006)
2. Identitas penanggung jawab: nama, umur jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, hubungan dengan klien.
16

3.1.2 Riwayat keperawatan


1. Riwayat keperawatan sekarang

Riwayat keperawatan sekarang adalah faktor-faktor yang


melatarbelakangi atau hal-hal mempengaruhi atau mendahului
keluhan.

2. Keluhan utama

Keluhan utama, apa yang menyebabkan pasien berobat.

3. Lama keluhan

Lama keluhan, seberapa lama pasien merasakan keluhan.

4. Riwayat penyakit saat ini


Riwayat penyakit saat ini, merupakan penyakit yang
dirasakan pasien pada saat dikaji (Hidayat, A.A, 2006).
5. Riwayat keperawatan sebelumnya
Riwayat keperawatan sebelumnya adalah riwayat atau
pengalaman masa lalu tentang kesehatan atau penyakit yang
pernah di alami (Hidayat, A.A, 2006).
6. Riwayat keperawatan keluarga
Riwayat keperawatan keluarga adalah riwayat kesehatan
atau keperawatan yang dimiliki oleh salah satu anggota
keluarga, apakah ada yang menderita penyakit yang seperti
dialami pasien (Hidayat, A.A, 2006).
7. Riwayat lingkungan

Apakah keadaan lingkungan keluarga / klien sudah


memenuhi syarat kesehatan.
17

3.1.3 Pola Fungsi Kesehatan (Calista Roy)

1. Fungsi fisiologi

Berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Roy

mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus

dipenuhi untuk mempertahankan integritas, yang dibagi menjadi

dua bagian, mode fungsi fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5

kebutuhan dan fungsi fisiologis dengan proses yang kompleks

terdiri dari 4 bagian yaitu :

a. Oksigenasi

b. Nutrisi

c.  Eliminasi

d. Aktivitas dan istirahat

e. Proteksi / perlindungan

f. The sense / perasaan

g. Cairan dan elektrolit

h. Fungsi syaraf / neurologis

i. Fungsi endokrin

2. Mode Konsep Diri

Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan

penekanan spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia.

Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas psikis

antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan. Konsep

diri menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the physical self

dan the personal self.


18

a. The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya

berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya.

Kesulitan pada area ini sering terlihat pada saat merasa

kehilangan, seperti setelah operasi, amputasi atau hilang

kemampuan seksualitas.

b. The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal

diri, moral- etik dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas,

hilangnya kekuatan atau takut merupakan hal yang berat dalam

area ini.

3. Mode fungsi peran

Mode fungsi peran mengenal pola - pola interaksi sosial

seseorang dalam hubungannya dengan orang lain, yang

dicerminkan dalam peran primer, sekunder dan tersier. Fokusnya

pada bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya dimasyarakat

sesuai kedudukannya .

4. Mode interdependensi

Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang

dijabarkan oleh Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling

memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling

menghargai. Interdependensi yaitu keseimbangan antara

ketergantungan dan kemandirian dalam menerima sesuatu untuk

dirinya.
19

3.2 Diagnosa yang mungkin muncul (Nanda, 2012)


Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu
atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi
dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan
menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (Nursalam, 2001).
1. Kekurangan volume cairan
2. Nyeri akut
3. Ansietas
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan
Kriteria hasil: Tidak ada perdarahan, intake dan output dalam rentang
normal
No Intervensi Rasional
1 Kaji kondisi status hemodinamika Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat
abortus memiliki karekteristik bervariasi
2 Ukur pengeluaran harian Jumlah cairan ditentukan dari jumlah
kebutuhan harian ditambah dengan jumlah
cairan yang hilang pervaginal
3 Berikan sejumlah cairan pengganti Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi
harian perdarahan massif
4 Evaluasi status hemodinamika Penilaian dapat dilakukan secara harian
melalui pemeriksaan fisik
2. Nyeri akut
Kriteria hasil: Klien tidak meringis kesakitan, klien menyatakan nyerinya
berkurang

No Intervensi Rasional
1 Kaji kondisi nyeri yang dialami klien Pengukuran nilai ambang nyeri dapat
dilakukan dengan skala maupun dsekripsi.
2 Terangkan nyeri yang diderita klien Meningkatkan koping klien dalam melakukan
dan penyebabnya guidance mengatasi nyeri
3 Kolaborasi pemberian analgetika Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat
dilakukan dengan pemberian analgetika oral
maupun sistemik dalam spectrum
luas/spesifik
20

3. Ansietas
Kriteria hasil: RR dalam rentan normal, klien tidak gelisah
No Intervensi Rasional
1 Kaji tingkat pengetahuan/persepsi Ketidaktahuan dapat menjadi dasar
klien dan keluarga terhadap penyakit peningkatan rasa cemas
2 Kaji derajat kecemasan yang dialami Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan
klien penurunan penialaian objektif klien tentang
penyakit
3 Bantu klien mengidentifikasi Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan
penyebab kecemasan keperawatan merupakan support yang
mungkin berguna bagi klien dan
meningkatkan kesadaran diri klien
4 Asistensi klien menentukan tujuan Peningkatan nilai objektif terhadap masalah
perawatan bersama berkontibusi menurunkan kecemasan
5 Terangkan hal-hal seputar aborsi yang Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi
perlu diketahui oleh klien dan klien untuk meningkatkan pengetahuan dan
membangun support system keluarga; untuk
keluarga
mengurangi kecemasan klien dan keluarga.

3.4 Implementasi
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik (Nursalam, 2001).

3.5 Evaluasi
Hal hal yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan
berfokus pada criteria hasil dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan
pedoman pembuatan SOAP, atau SOAPIE pada masalah yang tidak
terselesaikan atau teratasi sebagian.

DAFTAR PUSTAKA
21

Anonym (2011). Kejadian abortus spontan dengan usia ibu di ambil di


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31675/4/chapter
%20ii.pdf pada tanggal 21 maret 2013 jam 16.00 wita
Herdman, TH. (2012). NANDA International Diagnosa Keperawatan. EGC :
Jakarta.
Hidayat, A.A. (2006). Kebutuhan dasar manusia 1. salemba medika: Jakarta

Nursalam. (2001). Proses & dokumentasi keperawatan. salemba medika: Jakarta

Prawirohardjo, S. (2009). Ilmu kebidanan. Penerbit yayasan bina pustaka sarwono


prawirohardjo: jakarta.

Ralph c, benson (2009) buku saku obstetri dan ginekologi edisi 9. Egc: jakarta

Sastrawinata, s (2005). Obstetri patologi ilmu kesehatan reproduksi. 2nd ed. Egc :
jakarta

Wilkinson, judith M. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan


intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai