Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT menciptakan manusia berbeda-beda antara yang satu dengan yang
lain, perbedaan yang mendasar dari manusia ialah diciptakannya manusia berlainan jenis
kelamin, begitu juga dengan tingkah laku atau prilaku manusia juga berbeda-beda. Antara
manusia yang satu dengan manusia yang lain terjalin suatu hubungan interaksi social.
Selain perbedaan jenis kelamin dan prilaku, manusia juga menganut agama yang berbeda
pula. Selain agama Islam, Indonesia juga mempunyai beraneka ragam agama dan
kepercayaaan sehingga tidak menutup kemungkinan masyarakat Indonesia menganut
agama selain Islam. Dari berbagai macam agama yang terdapat di Indonesia, hanya enam
agama yang diakui oleh negara Indonesia, ialah: Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha
dan Konghucu.

Dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat (2) disebutkan bahwa “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk Agama masing-masing dan
untuk beribadat menurut Agama dan kepercayaannya”. Dari pasal tersebut sudah jelas
bahwa negara Indonesia memberikan kebebasan kepada warga negaranya untuk memeluk
agama dan beribadat sesuai dengan keyakinan masing-masing individu.

Pasal 29 Undang-undang Dasar 1945 tersirat adanya sebuah kemerdekaan


manusia untuk melakukan sesuatu baik dalam konteks hubungan komunikasi maupun
sampai pada sebuah perkawinan antar agama. Sekali lagi hal ini sangat memungkinkan
melihat berbagai macam agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia, tidak menutup
kemungkinan kita akan sering menjumpai terjadinya proses perkawinan beda agama
diantara orang-orang yang berbeda keyakinan. Perkawinan seperti ini banyak terjadi dan
kita jumpai di dalam kehidupan masyarakat, khususnya dikalangan selebritis. Perkawinan
yang dilakukan oleh mereka tidak lagi didasarkan pada satu akidah agama, melainkan
mereka hanya berdasarkan pada cinta. Seolah-olah cinta semata yang menjadi dasar suatu
perkawinan. Perkawinan beda agama bisa dilakukan antara: Seorang pria muslim dengan
wanita musyrik, seorang pria muslim dengan wanita ahlul kitab dan seorang wanita
muslimah dengan pria non muslim. Ketiga bentuk perkawinan ini mempunyai akibat
hukum yang berbeda.

1
Perkawinan beda agama sebagai fakta sosial sebenarnya sudah ada sejak zaman
permulaan Islam muncul di pelataran Makkah dan Madinah. Namun dalam
perkembangan selanjutnya, perkawinan tersebut mengalami banyak hambatan-hambatan.
Negara sebagai institusi resmi memberikan hambatan yang cukup serius terhadap praktek
perkawinan beda agama. Begitu pula agama Islam sebagai salah satu institusi yang juga
mempunyai andil dalam perkawinan memberikan berbagai macam penafsiran yang
kesemuanya ternyata berujung pada dua kutub, yaitu pendapat yang membolehkan dan
pendapat yang tidak membolehkan. Perkawinan beda agama dalam agama Islam menjadi
persoalan yang tak pernah berujung pada satu kesepakatan, kehadirannya senantiasa
menempati dua kutub. Kedua-duanya mempunyai dalil yang sama-sama berasal dari al-
Qur’an sekaligus dapat di pertanggung jawabkan. Terjadinya perbedaan pendapat tentang
perkawinan beda agama karena perkawinan tersebut berhubungan dengan akidah dan
hukum.

Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga disebutkan bahwa perkawinan


antara seorang muslim dan non muslim tidak diperbolehkan, sebagaimana terdapat dalam
pasal 40 ayat (c) "dilarang perkawinan antara seorang pria beragama Islam dengan
seorang wanita yang tidak beragama Islam”. Selain itu, dalam pasal 44 juga disebutkan
bahwa "seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria
yang tidak beragama Islam". Meskipun terdapat aturan yang tidak memperbolehkan
perkawinan beda agama, akan tetapi fenomena yang ada masih banyak kalangan
masyarakat Indonesia yang masih melakukan perkawinan seperti itu. Dari perkawinan
tersebut tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan berbagai permasalahan dari segi
hukum, seperti dalam masalah kewarisan.

Fenomena perkawinan beda agama yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia


mempunyai akibat hukum dalam hal kewarisan. Hukum kewarisan merupakan bagian
dari hukum keluarga dan mencerminkan sistem kekeluargaan yang berlaku dalam
masyarakat, sehingga hukum kewarisan mempunyai peranan penting dalam ruang
lingkup kehidupan manusia. Ini semua disebabkan karena setiap manusia pasti akan
mengalami suatu peristiwa yang sangat penting dalam hidupnya dan merupakan peristiwa
hukum yang lazim disebut dengan meninggal dunia. Meninggalnya seseorang dalam
suatu keluarga akan menimbulkan akibat hukum tentang bagaimana cara pengurusan hak-
hak dan kewajiban seseorang yang telah meninggal. Pengurusan hak-hak dan kewajiban
seseorang yang meninggal dunia diatur dalam hukum kewarisan. Jadi, hukum kewarisan

2
dapat dikatakan sebagai himpunan peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagaimana
caranya pengurusan hak-hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia.

Perkawinan dan hukum kewarisan merupakan dua hal yang saling berkaitan
dalam kehidupan manusia, karena perkawinan merupakan salah satu dari sebab-sebab
memperoleh warisan dan dari perkawinan tersebut terjadi saling mewarisi antara suami-
istri. Perkawinan beda agama juga mempunyai keterkaitan dengan adanya hak kewarisan
pada setiap pasangan. Hubungan antara kerabat yang berbeda agama dalam kehidupan
sehari-hari hanya terbatas pada pergaulan serta hubungan baik dan tidak termasuk dalam
hal pelaksanaan agama seperti hukum waris. Dalam al-Qur’an memang tidak terdapat
petunjuk yang pasti tentang hak kewarisan antara orang yang berbeda agama. Sedangkan
perkawinan beda agama telah dijelaskan dalam al-Qur’an dan bahkan perkawinan
tersebut ada yang dihalalkan, yaitu perkawinan dengan wanita ahli kitab. Sebagaimana
dijelaskan dalam surat al-Maidah ayat 5:

َ ‫َات ِمنَ الَّ ِذينَ أُوتُوا ْال ِكت‬


… ‫َاب ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم‬ ُ ‫صن‬َ ْ‫ت َو ْال ُمح‬
ِ ‫َات ِمنَ ْال ُم ْؤ ِمنَا‬
ُ ‫صن‬َ ْ‫حلٌّ لَهُ ْم َو ْال ُمح‬ …
ِ

“… Dan dihalalkan mengawini wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara


wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan dari wanita-
wanita ahli kitab sebelum kamu…”

Selain melalui proses perkawinan, warisan bisa diperoleh melalui hubungan


kekerabatan. Yang dimaksud dengan hubungan kekerabatan disini ialah hubungan darah
atau famili dan hubungan tersebut ditentukan pada saat adanya kelahiran. Hubungan
kekerabatan dengan hubungan perkawinan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan,
karena seorang anak mempunyai hubungan kekerabatan dengan kedua orang tuanya
apabila anak tersebut lahir dari hasil atau akibat perkawinan yang berlaku antara kedua
orang tuanya. Dengan demikian, anak tersebut bisa mewarisi harta peninggalan kedua
orang tuanya. Berdasarkan surat al-Maidah:5 diatas, Allah menghalalkan atau
membolehkan menikahi wanita ahli kitab. Dengan dibolehkannya perkawinan tersebut,
tidak menutup kemungkinan anak yang dilahirkan bisa mewarisi harta kedua orang
tuanya. Akan tetapi dalam hukum kewarisan Islam, orang kafir tidak bisa mewarisi harta
orang Islam, begitu juga dengan orang Islam tidak bisa mewarisi harta orang kafir.
Sebagaimana sabda nabi SAW :

3
َ‫ب ع َْن َعلِ ِّي ب ِْن ُح َس ْي ٍن ع َْن َع ْم ِرو ب ِْن ع ُْث َمانَ ع َْن أُ َسا َمة‬ ٍ ‫ْج ع َْن اب ِْن ِشهَا‬ ٍ ‫ص ٍم ع َْن اب ِْن ج َُري‬ ِ ‫َح َّدثَنَا أَبُو عَا‬
‫ث ْال ُم ْسلِ ُم ْال َكافِ َر َواَل ْال َكافِ ُر ْال ُم ْسلِ َم‬ َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
ُ ‫ال اَل يَ ِر‬ َّ ِ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َما أَ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬ ِ ‫ب ِْن زَ ْي ٍد َر‬

“Seorang muslim tidak boleh mewarisi orang kafir dan orang kafir tidak boleh mewarisi
orang muslim”. (HR. Bukhori dan Muslim)

Hadis diatas merupakan larangan saling mewarisi antara orang yang berbeda keyakinan.
Mengacu pada hadis diatas, maka anak juga tidak bisa mewarisi harta orang tuanya yang
beda agama.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis melakukan kajian tentang waris
yang diberi judul HUKUM WARIS ANAK DARI PERKAWINAN BEDA AGAMA
MENURUT FIQH DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana eksistensi anak dari perkawinan beda agama menurut Fiqh dan KHI?
2. Bagaimana hukum waris anak dari perkawinan beda agama menurut Fiqh dan
KHI?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya eksistensi anak dari perkawinan beda


agama menurut Fiqh dan KHI.
2. Untuk mengetahui lebih mendalam tentang hukum waris anak dari perkawinan
beda agama menurut Fiqh dan KHI.

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian, maka diharapkan
penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak antara lain:

4
1. Dapat menambah khazanah pemikiran tentang kewarisan khususnya dalam hal
waris anak dari hasil perkawinan beda agama.
2. Dapat dijadikan bahan refrensi bagi penelitian yang sejenis di masa yang akan
datang.
3. Diharapkan penelitian ini dapat berguna bagi masyarakat dan diri saya sendiri.

E. Landasan Teori

Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh orang-
orang yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta
peninggalan orang yang meninggal (pewaris) kepada orang yang berhak menerima (ahli
waris).

F. Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian berdasarkan


kepustakaan, pemilihan jenis ini karena data-data yang dibutuhkan berupa teori, konsep
dan ide tentang perkawinan beda agama dan hukum waris. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor sebagaiman dikutip oleh Moleong
bahwa pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang dapat diamati. Selain
itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun dalam penelitian hukum,
penelitian ini termasuk penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
bahan pustaka merupakan data dasar untuk melakukan penelitian.

2. Sumber data
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang mengikat dan menjadi bahan
utama dalam membahas suatu permasalahan. Bahan hukum primer dalam
penelitian ini terdiri dari al-Qur’an, al-Hadits, kitab-kitab fiqh dan KHI.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang menjelaskan bahan hukum primer,
seperti buku-buku ilmiah, hasil penelitian dan karya ilmiah. Adapun yang

5
berkaitan dengan data-data tersebut yaitu berupa buku-buku literatur yang
berkaitan dengan pembahasan, seperti: Hukum Kewarisan Islam: Amir
Syarifudin, Hukum Waris Islam: Muhammad Ali ash-Shabuni, Pembaharuan
Hukum Kewarisan Islam di Indonesia: Rachmad Budiono, Perkawinan Beda
Agama: Budi Handrianto, Problematika Hukum Islam Kontemporer:
Chuzaimah T.Yanggo dan Hafiz Anshary (ed), Perkawinan Lintas Agama:
Suhadi, Al-Umm: Imam Syafi’i, serta buku-buku lain yang berkaitan dengan
pembahasan.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan tambahan atau bahan yang menjelaskan
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun bahan hokum
tersier yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa Ensiklopedi Hukum
Islam dan Kamus Ilmiah.

3. Prosedur pengumpulan data

Di dalam penelitian, lazimnya dikenal paling sedikit tiga jenis alat pengumpul
data yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara
atau interview. Mengingat penelitian ini merupakan penelitian bahan kepustakaan, maka
dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi sebagai alat pengumpul data.
Dokumentasi adalah suatu alat untuk mencari data mengenai hal-hal atau variable yang
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah dan sebagainya. Dalam penelitian
ini, penulis mencari data mengenai perkawinan beda agama dan kewarisan beda agama
dalam literature-literatur ilmiah, dokumen resmi dan hal- hal lain yang berkaitan dengan
pembahasan.

4. Analisis data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pengolahan data dengan cara Editing
data, yaitu pemeriksaan kembali semua data yang diperoleh terutama dari
kelengkapannya, kejelasan makna, kesesuaian serta relevansinya dengan kelompok yang
lain dengan tujuan untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam penelitian. Setelah
editing, kemudian melakukan klasifikasi data yaitu mereduksi data yang ada dengan cara
menyusun dan mengklasifikasikan data yang diperoleh ke dalam pola tertentu atau
permasalahan tertentu untuk mempermudah pembahasan. Setelah melakukan editing dan

6
klasifikasi, langkah selanjutnya yang dilakukan penulis adalah analisa data atau
analizyng, yaitu kegiatan pembuatan analisis-analisis sebagai dasar untuk menarik suatu
kesimpulan.

G. Sistematis Pembahasan

Untuk memudahkan dalam mempelajari materi skripsi ini, sistematika


pembahasan memegang peranan penting. Adapun sistematika pembahasan skripsi dapat
ditulis paparan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan. Di dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah,
pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi
operasional, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika pembahasan. Bab
pendahuluan ini sebagai jembatan awal untuk mengantarkan penelitian pada bab
selanjutnya.

Bab II Kajian Teori. Dalam bab ini diuraikan tentang perkawinan beda agama, kewarisan
dalam Islam dan kewarisan beda agama. Kajian teori diletakkan pada bab II agar dalam
pelaksanaan penelitian bisa mendapatkan hasil.

Bab III Pembahasan. Dalam bab ini diuraikan tentang Eksistensi anak dari perkawinan
beda agama dan hukum waris anak dari perkawinan beda agama menurut Fiqh dan KHI.
Pembahasan ini merupakan jawaban dari rumusan masalah.

Bab IV Penutup, yang meliputi kesimpulan dan saran. Dalam bab ini diuraikan mengenai
kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan yang dikemukakan dan diakhiri dengan
saran-saran bagi pihak yang terkait.

Anda mungkin juga menyukai