Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS DENGAN

KANDIDIASIS

I. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. DEFINISI
Kandidiasis adalah penyakit jamur teratas diantara jamur lainnya yang bersifat akut
atau subakut disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh Candida albicans. dan
Jamur ini dapat menginfeksi semua organ tubuh manusia baik pria maupun wanita, Jamur
inidikenal sebagai organism komensal disaluran pencernaan damn mukotan dan sering
dikenal sebagai jamur oportunistik yang dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku,
bronki, atau paru, kadang-kadang dapat menyebabkan septikemia, endokarditis, atau
meningitis.(Mansjoer,2000)
Kandidiasis adalah sebuah penyakit dimana sering juga disebut sebagai:
Dermatocandidiasis, Bronchomiosis, Mioticvulvoginitis Mugeuet, Candidosis, Moniliasis
Oidiomycosis ,Trush.

B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki
maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit.
Gejalanya bermacam-macam sehingga tidak dapat diketahui data-data penyebarannya
dengan tepat. Hubungan ras dengan penyakit ini tidak jelas tetapi insiden diduga lebih
tinggi di negara berkembang. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada daerah tropis dengan
kelembaban udara yang tinggi dan pada musim hujan sehubungan dengan daerah-daerah
yang tergenang air. Kandidiasis oral dapat menyerang semua umur, baik pria maupun
wanita. Meningkatnya prevalensi infeksi Kandida albikan ini dihubungkan dengan
kelompok penderita HIV/AIDS, penderita yang menjalani transplantasi dan kemoterapi
maligna. Odds dkk ( 1990 ) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dari 6.545
penderita HIV/AIDS, sekitar 44.8% adalah penderita kandidiasis.

1
C. ETIOLOGI
Yang tersering sebagai penyebab adalah Candida albicans. Spesies patogenik yang
lainnya adalah C. tropicalis C. parapsilosis, C. guilliermondii C. krusei, C.
pseudotropicalis, C. lusitaneae.
Genus Candida adalah grup heterogen yang terdiri dari 200 spesies jamur. Sebagian
besar dari spesies candida tersebut patogen oportunistik pada manusia, walaupun
mayoritas dari spesies tersebut tidak menginfeksi manusia. C. albicans adalah jamur
dimorfik yang memungkinkan untuk terjadinya 70-80% dari semua infeksi candida,
sehingga merupakan penyebab tersering dari candidiasis superfisial dan sistemik.
Faktor predisposisi terjadinya infeksi ini meliputi faktor endogen maupun eksogen,
antara lain :

1. Faktor Endogen :
a. Perubahan fisiologik

1) Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina


2) Kegemukan, karena banyak keringat
3) Debilitas
4) Iatrogenik
5) Endokrinopati, gangguan gula darah kulit
6) Penyakit kronik : tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan
umum yang buruk.
b. Umur : orang tua dan bayi lebih sering terkena infeksi karena status
imunologiknya tidak sempurna.
c. Imunologik : penyakit genetik.
2. Faktor Eksogen :
a. Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat
b. Kebersihan kulit
c. Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi
dan memudahkan masuknya jamur.
d. Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis.

2
D. PATOFISIOLOGI
Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan Candida albicans
serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia karena adanya
perubahan dalam sistem pertahanan tubuh. Blastospora berkembang menjadi hifa semu
dan tekanan dari hifa semu tersebut merusak jaringan, sehingga invasi ke dalam jaringan
dapat terjadi. Virulensi ditentukan oleh kemampuan jamur tersebut merusak jaringan serta
invasi ke dalam jaringan. Enzim-enzim yang berperan sebagai faktor virulensi adalah
enzim-enzim hidrolitik seperti proteinase, lipase dan fosfolipase.
Pada manusia, Candida albicans sering ditemukan di dalam mulut, feses, kulit dan di
bawah kuku orang sehat. Candida albicans dapat membentuk blastospora dan hifa, baik
dalam biakan maupun dalam tubuh. Bentuk jamur di dalam tubuh dianggap dapat
dihubungkan dengan sifat jamur, yaitu sebagai saproba tanpa menyebabkan kelainan atau
sebagai parasit patogen yang menyebabkan kelainan dalam jaringan. Penyelidikan lebih
lanjut membuktikan bahwa sifat patogenitas tidak berhubungan dengan ditemukannya
Candida albicans dalam bentuk blastospora atau hifa di dalam jaringan. Terjadinya kedua
bentuk tersebut dipengaruhi oleh tersedianya nutrisi, yang dapat ditunjukkan pada suatu
percobaan di luar tubuh. Pada keadaan yang menghambat pembentukan tunas dengan
bebas, tetapi yang masih memungkinkan jamur tumbuh, maka dibentuk hifa. Rippon
(1974) mengemukakan bahwa bentuk blastospora diperlukan untuk memulai suatu lesi
pada jaringan. Sesudah terjadi lesi, dibentuk hifa yang melakukan invasi. Dengan proses
tersebut terjadilah reaksi radang. Pada kandidosis akut biasanya hanya terdapat
blastospora, sedang pada yang menahun didapatkan miselium. Kandidosis di permukaan
alat dalam biasanya hanya mengandung blastospora yang berjumlah besar, pada stadium
lanjut tampak hifa.
Hal ini dapat dipergunakan untuk menilai hasil pemeriksaan bahan klinik, misalnya
dahak, urin untuk menunjukkan stadium penyakit. Kelainan jaringan yang disebabkan
oleh Candida albicans dapat berupa peradangan, abses kecil atau granuloma. Pada
kandidosis sistemik, alat dalam yang terbanyak terkena adalah ginjal, yang dapat hanya
mengenai korteks atau korteks dan medula dengan terbentuknya abses kecil-kecil
berwarna keputihan. Alat dalam lainnya yang juga dapat terkena adalah hati, paru-paru,
limpa dan kelenjar gondok. Mata dan otak sangat jarang terinfeksi. Kandidosis jantung

3
berupa proliferasi pada katup-katup atau granuloma pada dinding pembuluh darah
koroner atau miokardium. Pada saluran pencernaan tampak nekrosis atau ulkus yang
kadang-kadang sangat kecil sehingga sering tidak terlihat pada pemeriksaan. Manifestasi
klinik infeksi Candida albicans bervariasi tergantung dari organ yang diinfeksinya.

Kelainan yang disebabkan oleh spesies kandida ditentukan oleh interaksi yang
komplek antara patogenitas fungi dan mekanisme pertahanan pejamu.11,12 Faktor
penentu patogenitas kandida adalah :
1. Spesies : Genus kandida mempunyai 200 spesies, 15 spesies dilaporkan dapat
menyebabkan proses pathogen pada manusia. C. albicans adalah kandida yang
paling tinggi patogenitasnya.
2. Daya lekat : Bentuk hifa dapat melekat lebih kuat daripada germtube, sedang
germtube melekat lebih kuat daripada sel ragi. Bagian terpenting untuk melekat
adalah suatu glikoprotein permukaan atau mannoprotein. Daya lekat juga
dipengaruhi oleh suhu lingkungan.
3. Dimorfisme : C. albicans merupakan jamur dimorfik yang mampu tumbuh dalam
kultur sebagai blastospora dan sebagai pseudohifa. Dimorfisme terlibat dalam
patogenitas kandida. Bentuk blastospora diperlukan untuk memulai suatu lesi
pada jaringan dengan mengeluarkan enzim hidrolitik yang merusak jaringan.
Setelah terjadi lesi baru terbentuk hifa yang melakukan invasi.
4. Toksin : Toksin glikoprotein mengandung mannan sebagai komponen toksik.
Glikoprotein khususnya mannoprotein berperan sebagai adhesion dalam
kolonisasi jamur. Kanditoksin sebagai protein intraseluler diproduksi bila C.
albicans dirusak secara mekanik.
5. Enzim : Enzim diperlukan untuk melakukan invasi. Enzim yang dihasilkan oleh
C. albicans ada 2 jenis yaitu proteinase dan fosfolipid.
Mekanisme pertahanan pejamu :
1. Sawar mekanik : Kulit normal sebagai sawar mekanik terhadap invasi kandida.
Kerusakan mekanik pertahanan kulit normal merupakan faktor predisposisi
terjadinya kandidiasis.

4
2. Substansi antimikrobial non spesifik : Hampir semua hasil sekresi dan cairan
dalam mamalia mengandung substansi yang bekerja secara non spesifik
menghambat atau membunuh mikroba.
3. Fagositosis dan intracellular killing : Peran sel PMN dan makrofag jaringan untuk
memakan dan membunuh spesies kandida merupakan mekanisme yang sangat
penting untuk menghilangkan atau memusnahkan sel jamur. Sel ragi merupakan
bentuk kandida yang siap difagosit oleh granulosit. Sedangkan pseudohifa karena
ukurannya, susah difagosit. Granulosit dapat juga membunuh elemen miselium
kandida. Makrofag berperan dalam melawan kandida melalui pembunuhan
intraseluler melalui system mieloperoksidase (MPO).
4. Respon imun spesifik : imunitas seluler memegang peranan dalam pertahanan
melawan infeksi kandida. Terbukti dengan ditemukannya defek spesifik imunitas
seluler pada penderita kandidiasi mukokutan kronik, pengobatan imunosupresif
dan penderita dengan infeksi HIV. Sistem imunitas humoral kurang berperan,
bahkan terdapat fakta yang memperlihatkan titer antibodi antikandida yang tinggi
dapat menghambat fagositosis.
a. Mekanisme imun seluler dan humoral :
Tahap pertama timbulnya kandidiasis kulit adalah menempelnya kandida pada
sel epitel disebabkan adanya interaksi antara glikoprotein permukaan kandida
dengan sel epitel. Kemudian kandida mengeluarkan zat keratinolitik
(fosfolipase), yang menghidrolisis fosfolipid membran sel epitel. Bentuk
pseudohifa kandida juga mempermudah invasi jamur ke jaringan. Dalam
jaringan kandida mengeluarkan faktor kemotaktik neutrofil yang akan
menimbulkan reaksi radang akut. Lapisan luar kandida mengandung
mannoprotein yang bersifat antigenik sehingga akan mengaktifasi komplemen
dan merangsang terbentuknya imunoglobulin. Imunoglobulin ini akan
membentuk kompleks antigen-antibobi di permukaan sel kandida, yang dapat
melindungi kandida dari fungsi imunitas tuan rumah. Selain itu kandida juga
akan mengeluarkan zat toksik terhadap netrofil dan fagosit lain.
b. Mekanisme non imun :
Interaksi antara kandida dengan flora normal kulit lainnya akan
mengakibatkan persaingan dalam mendapatkan nutrisi seperti glukosa.
Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu menjadi syarat

5
mutlak untuk berkembangnya infeksi. Secara umum diketahui bahwa interaksi
antara mikroorganisme dan sel pejamu diperantarai oleh komponen spesifik
dari dinding sel mikroorganisme, adhesin dan reseptor. Manan dan
manoprotein merupakan molekul-molekul Candida albicans yang mempunyai
aktifitas adhesif. Khitin, komponen kecil yang terdapat pada dinding sel
Candida albicans juga berperan dalam aktifitas adhesif. Pada umumnya
Candida albicans berada dalam tubuh manusia sebagai saproba dan infeksi
baru terjadi bila terdapat faktor predisposisi pada tubuh pejamu.

E. KLASIFIKASI
Berdasarkan tempat yang terkena, kandidiasis dibagi sebagai berikut:
1. Kandidosis selaput lendir :

a. Kandidosis oral (thrush)ZXD


b. Perleche
c. Vulvovaginitis
d. Balanitis atau balanopostitis
e. Kandidosis mukokutan kronik
f. Kandidosis bronkopulmonar dan paru
2. Kandidosis kutis :

a. Lokalisata :
1). daerah intertriginosa.
2). daerah perianal.

b. Generalisata
c. Paronikia dan onikomikosis
d. Kandidiasis kutis granulomatosa.
3. Kandidosis sistemik :
a. Endokarditis
b. Meningitis
c. Pielonefritis
d. Septikemia

F. GAMBARAN KLINIS

6
Gambaran klinis yang terlihat bervariasi tergantung dari bagian tubuh mana yang
terkena, dapat dilihat sebagai berikut :
1. Kandidiasis intertriginosa : Kelainan ini sering terjadi pada orang-orang gemuk,
menyerang lipatan-lipatan kulit yang besar. Lesi di daerah lipatan kulit ketiak,
lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki, glans penis
dan umbilikalis, berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah dan
eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan
pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosif
dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.
2. Kandidiasis perianal : Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah.
Penyakit ini menimbulkan pruritus ani.
3. Kandidiasis kutis generalisata : Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga
pada lipat payudara, intergluteal dan umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis
dan paronikia. Lesi berupa ekzematoid, dengan vesikel-vesikel dan pustul-pustul.
Penyakit ini sering terdapat pada bayi, mungkin karena ibunya menderita
kandidiasis vagina atau mungkin karena gangguan imunologik.
4. Paronikia dan onikomikosis : infeksi jamur pada kuku dan jaringan sekitarnya ini
menyebabkan rasa nyeri dan peradangan sekitar kuku. Kadang-kadang kuku rusak
dan menebal. Hal ini sering diderita oleh orang-orang yang pekerjaannya
berhubungan dengan air.
5. Diaper rush : sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang
diganti yang dapat menimbulkan dermatitis iritan, juga sering diderita neonatus
sebagai gejala sisa dermatitis oral dan perianal.
6. Kandidisiasis kutis granulomatosa : Kelainan ini merupakan bentuk yang jarang
dijumpai. Manifestasi kulit berupa pembentukan granuloma yang terjadi akibat
penumpukan krusta serta hipertrofi setempat. Kelainan ini banyak menyerang
anak-anak, lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kuning
kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya. Krusta ini dapat menimbulkan tanduk
sepanjang 2 cm, lokasinya sering terdapat di muka, kepala, kuku, badan, tungkai,
dan faring.
7. Thrush merupakan infeksi jamur di dalam mulut. Bercak berwarna putih
menempel pada lidah dan pinggiran mulut, sering menimbulkan nyeri. Bercak ini
bisa dilepas dengan mudah oleh jari tangan atau sendok. Thrush pada dewasa bisa
merupakan pertanda adanya gangguan kekebalan, kemungkinan akibat diabetes

7
atau AIDS. Pemakaian antibiotik yang membunuh bakteri saingan jamur akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya thrush.
8. Perléche merupakan suatu infeksi Candida di sudut mulut yang menyebabkan
retakan dan sayatan kecil. Bisa berasal dari gigi palsu yang letaknya bergeser dan
menyebabkan kelembaban di sudut mulut sehingga tumbuh jamur.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dalam menegakkan diagnosis kandidiasis, maka dapat dibantu dengan adanya
pemeriksaan penunjang, antara lain :
1. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10 % atau
dengan pewarnaan gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu
2. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Sabouraud,
dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol ) untuk mencegah
pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37
0C, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like colony. Identifikasi
Candida albicans dilakukan dengan membiakkan tumbuhan tersebut pada corn
meal agar.

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk kandidiasis antara lain :
1. Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.
2. Topikal
Obat topical untuk kandidiasis meliputi:
a. Larutan ungu gentian ½-1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit,
dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari,
b. Nistatin: berupa krim, salap, emulsi,
c. Amfoterisin B,
d. Grup azol antara lain:
1) Mikonazol 2% berupa krim atau bedak
2) Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim
3) Tiokonazol, bufonazol, isokonazol

8
4) Siklopiroksolamin 1% larutan, krim
5) Antimikotik yang lain yang berspektrum luas.
3. Sistemik
a. Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna, obat
ini tidak diserap oleh usus.
b. Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis sistemik
c. Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per vaginam
dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2 x 200 mg selama 5
hari atau dengan itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal atau dengan
flukonazol 150 mg dosis tunggal.
d. Itrakonazol bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginalis dosis untuk orang
dewasa 2 x 100 mg sehari selama 3 hari.
4. Khusus
a. Kandidiasis intertriginosa :
Pengobatan ditujukan untuk menjaga kulit tetap kering dengan penambahan
bedak nistatin topikal, klotrimazol atau mikonazol 2 kali sehari. Pasien
dengan infeksi yang luas ditambahkan dengan flukonazol oral 100 mg
selama 1-2 minggu atau itrokonazol oral 100 mg 1-2 minggu.
b. Diaper disease :
Mengurangi waktu area diaper terpapar kondisi panas dan lembab.
Pengeringan udara, sering mengganti diaper dan selalu menggunakan bedak
bayi atau pasta zinc oxide merupakan tindakan pencegahan yang adekuat.
Terapi topikal yang efektif yaitu dengan nistatin, amfoterisin B, mikonazol
atau klotrimazol.
c. Paronikia :
Pengobatan dengan obat topikal biasanya tidak efektif tetapi dapat dicoba
untuk paronikia kandida yang kronis. Solusio kering atau solusio antifungi
dapat digunakan.Terapi oral yang dianjurkan dengan itrakonazol atau
terbinafin. Grup azole adalah obat antimikosis sintetik yang berspektrum
luas. Termasuk ketokonazol, mikonazol, flukonazol, itrakonazol dan
ekonazol. Mekanisme kerja dari grup azole adalah menghambat sintesis dari
ergosterol mengubah cairan membran sel dan mengubah kerja enzim
membran. Hasilnya dalam penghambatan replikasi dan penghambatan
transformasi bentuk ragi ke bentuk hifa yang merupakan bentuk invasive
dan patogenik dari parasit. Nistatin dan amfoterisin adalah polyene yang
aktif melawan beberapa fungi tapi hanya bekerja sedikit pada sel mamalia
9
dan tidak bekerja pada bakteri. Obat ini mengikat membrane sel dan
menghalangi fungsi permeabilitas dan transport. Terbinafine adalah
alinamine yang merupakan fungisida jangkauan yang luas pada kulit
pathogen. Obat ini menghambat epoxidase yang terlibat dalam sintesis
ergosterol dari bagian dinding sel jamur.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum Kesadaran, status gizi, personal hygine, TB, BB, suhu, TD, nadi,
respirasi
2. Pemeriksaan sistemik Kepala, (mata, hidung, telinga, gigi&mulut), leher (terdapat
perbesaran tyroid atau tidak), tengkuk, dada (inspeksi), genitalia, ekstremitas atas
dan bawah(inspeksi).
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium (dermatologi)

Data objektif:
Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara
jari tangan atau kaki, glans penis, dan umbilicus, berupa bercak yang berbatas
tegas, bersisik, basah, dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa
vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan
daerah yang erosive, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi
primer.
Hasil pemeriksaan kerokan kulit didapat candida
Data sujektif:
Riwayat memakai popok /diaper
mengeluh gatal-gatal
orang tua mengeluh anaknya rewel.

B. ANALISA DATA

10
N KEMUNGKINAN
DATA MASALAH
NO PENYEBAB
11DS: Anak mengatakan Gatal-gatal pada Kelembapan kulit yang Kerusakan
1 lipatan paha berlebihan Integritas Kulit
Ibu mengatatakan anaknya mengalami
1 gatal-gatal sejak 2 hari lalu
DO: Lipatan paha klien tampak kemerahan,
Tampak lesi pada daerah lipatan paha

2 DS: Anak mengatakan nyeri pada sudut Immunosupresi Kerusakan


bibirnya Ibu mengatakan anaknya sulit membrane
2 makan karena adanya lesi pada mulutnya mukosa oral
DO: tampak ada plak berwarna putih di sudut
bibirnya,mulut tampak kering, Lesi
didaerah sudut bibir

3 DS: Anak mengatakan nyeri didaerah mulut Agen Injuri Biologis Nyeri Akut
DO:Anak tampak rewel,Skala nyeri 3
3
4 DS: Anak mengatakan nyeri disudut Ketidakmampuan dalam Ketidakseimba
bibirnya,Ibu mengatakan anaknya sulit memasukan makanan ngan nutrisi
4 makan oleh karena adanya trust kurang dari
DO: Tampak lesi pada sudut bibirnya, makan
kebutuhan
habis 1/3 porsi
tubuh

C. DIAGNOSA KEPERWATAN YANG MUNCUL PADA ASKEP KANDIDIASIS


1. Kerusakan membrane mukosa oral berhubungan dengan Immunosupresi.
2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injuri Biologis

11
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Ketidakmampuan dalam memasukan makanan oleh karena adnya trust
4. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan Kelembapan kulit

D. PERENCANAAN
1. Kerusakan membrane mukosa oral berhubungan dengan Infeksi/Immunosupresi/
imunokompromise
Tujuan : setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
kerusakan membrane mukosa dapat berkurang s/d hilang
Kriteria Hasil :
a. Menunjukan membrane mukosa utuh, berwarna merah jambu, bebasdari
ulserasi dan inflamasi
b. Menunjukan teknik memperbaiki/mempertahankan keutuhan mukosa oral.
Intervensi :
a. Kaji membran mukosa oral/lesi oral perhatikan keluhan nyeri, bengkak,
sulit mengunyah/menelan
b. Berikan perawatan oral setiap hari dan setelah makan
c. Rencanakan diet untuk menghindari garam, pedas, gesekan dan
makanan/minuman asam
d. Dorong pemasukan oral sedikitnya 2500 ml/hari
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti jamur dan
pemeriksaan specimen cultur lesi

2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injuri Biologis


Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
Nyeri dapat berkurang s/d hilang/ terkontrol
Kriteria Hasil :
a. Mengatakan tidak nyeri lagi
b. Ekspresi wajah tampak relax
c. Skala nyeri 0-1
Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas(Skala 1-10), frekwensi
dan waktu
b. Berikan perawatan oral setiap hari
c. Berikan aktifitas hiburan misalnya: menonton TV, Menggambar/mewarnai

12
d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Ketidakmampuan dalam memasukan makanan oleh karena adnya trust
Tujuan : setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi secara adekuat
Kriteria Hasil :
a. Menunjukan pemasukan nutrisi secara adekuat
b. Mempertahan berat badan
Intervensi :
a. Kaji kemampuan untuk mengunyah,menelan
b. Timbang BB sesuai kebutuhan
c. Berikan perawatan mulut setiap hari, hindari obat kumur yang
mengandung alcohol
d. Rencanakan diet dengan klien atau orang terdekat, sediakan makanan yang
sedikit tapi sering berupa makanan padat nutrisi yang tidak bersifat asam
dan juga minuman yang disukai pasien.
e. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang diet klien
4. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan Kelembapan kulit
Tujuan : setelah dilakukan Asuhankeperawatan selama 1x24 jam diharapkan
integritas kulit kembali normal.
Kriteria Hasil :
a. Menunjukan tingkah laku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit
b. Menunjukan kemajuan pada luka/ penyembuhan lesi
Intervensi :
a. Kaji kulit setiap hari,catat warna, turgor, sirkulasi, sensasi, gambaran lesi
dan amati perubahan
b. Bantu atau instruksikan dalam kebersihan kulit misalnya membasuh dan
mengeringkan dengan hati-hati dan melakukan masase dengan
menggunakan lotion atau krim
c. Bersihkan area perianal dengan membersihkan menggunakan air dan air
mineral, hindari penggunaan kertas toilet jika timbul vesikel
d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan topical / sistemik
sesuai indikasi
e. Kolaborasi untuk pemeriksaan kultur dari lesi kulit terbuka

13
DAFTAR PUSTAKA

Brunner 7 Suddarth vol 3 , 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGG

14
Conny Riana Tjampakasari. Karakteristik Candida albicans. Dalam : Cermin Dunia
Kedokteran, Vol.151, 2006 ; 33-5

Dermatomikosis superfisialis. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2005 ; 55-66

Doenges M E. 1999. Rencana asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan


dokumentasi perawatan pasien edisi 3 , Jakarta : EGC

Fatta Madani. Kandidosis, Dalam : Marwali Harahap. Ilmu Penyakit Kulit. Cetakan I,
Hipokrates, Jakarta, 2000. Pp:81-2

Hasan Rusepno 2005 , Ilmu Keperawatan Anak , Jakarta : FKUI

Kuswadji. Kandidosis. Dalam : Djuanda A., Hamzah M., Aishah S., Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi IV, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2006. Pp:103-6

Lies Marlysa Ramali, Sri Wardani. Kandidiasis Kutan dan Mukokutan. Dalam: Harahap

Marwali 2000 , Ilmu Penyakit Kulit , Jakarta : Hipokrates

Sandy S Suharno. Tantien Nugrohowati, Evita H. F. Kusmarinah. Mekanisme


Pertahanan Pejamu pada Infeksi Kandida. Dalam : Media Dermato-venereologica
Indonesiana, Jakarta, 2000 ; 187-92

SMF Ilmu Kulit Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Atlas Penyakit
Kulit dan Kelamin. Airlangga University Press, 2007. Pp:86-92

KEPERAWATAN HIV/AIDS

LAPORAN PENDAHULUAN

15
DAN ASKEP TEORI KANDIDIASIS PADA HIV/AIDS

OLEH KELOMOPOK 4 TINGKAT III.3


REGULER :

NI WAYAN DEA TERANI P07120012105


NI KOMANG AYU SEPIANI
P07120012106
KADEK ADI WIGUNA P07120012107
D.A. SANISIA SAUCA .P. P07120012108
PUTU DEWI WIDIASTUTI P07120012109
NI LUH KURNIAWATI P07120012110
NI .WY. PRITI MULYANINGSIH P07120012111

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN D-III KEPERAWATAN
TAHUN 2014

16

Anda mungkin juga menyukai