Anda di halaman 1dari 7

Desy Nur Fitriyani

XI MIPA 1/09
TUGAS GEOGRAFI MITIGASI BENCANA

Artikel tentang bencana alam:

Memahami Rangkaian Gempa yang Guncang Lombok


Lebih dari seribu gempa telah mengguncang Pulau Lombok dalam sebulan terakhir. Dari
banyaknya gempa tersebut, ada lima di antaranya yang merupakan gempa kuat. Dari lima gempa
kuat ini, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengidentifikasi gempa kuat
pertama sebagai gempa pendahuluan, kedua merupakan gempa utama, ketiga dan keempat
merupakan gempa susulan, sedangkan kelima merupakan gempa baru.
Kiyoo Mogi (1963), ahli gempa Jepang, pernah mengklasifikasikan aktivitas gempa ke
dalam tiga tipe. Gempa Tipe I dicirikan dengan munculnya gempa utama yang diikuti oleh
sejumlah gempa susulan (aftershocks) dengan magnitudo dan frekuensi yang terus mengecil.
Sementara itu, Gempa Tipe II dicirikan dengan serangkaian gempa lebih kecil sebagai
pendahuluan (foreshocks), kemudian terjadi gempa utama dengan kekuatan paling besar,
selanjutnya diakhiri serangkaian gempa susulan dengan magnitudo dan frekuensi yang terus
mengecil.
Adapun Gempa Tipe III ditandai dengan munculnya banyak gempa kecil dengan
frekuensi kejadian sangat tinggi, berlangsung dalam kurun waktu tertentu di kawasan sangat
lokal, dan tanpa ada gempa kuat yang menonjol sebagai gempa utama. Gempa semacam ini oleh
Mogi disebut juga sebagai gempa swarm.
Rangkaian gempa di Lombok sendiri tampak seperti Gempa Tipe III. Sebab, rangkaian
Gempa Lombok ditandai dengan gempa pendahuluan berkekuatan 6,4 magnitudo pada 29 Juli
dan gempa-gempa yang lebih kecil lainnya, kemudian diikuti oleh gempa utama berkekuatan 7,0
magnitudo pada 5 Agustus, dan selanjutnya disusul oleh gempa susulan berkekuatan 5,9
magnitudo pada 5 Agustus dan 6,3 magnitudo pada 19 Agustus dan gempa-gempa yang lebih
kecil lainnya.

Gempa Baru
Sejak terjadinya gempa utama pada 5 Agustus, BMKG mencatat hingga 21 Agustus
sudah ada 1.005 gempa susulan. Namun selain terjadinya gempa utama pada 5 Agustus, dua
pekan setelahnya juga terjadi gempa baru berkekuatan 6,9 magnitudo pada 19 Agustus malam.
Gempa kuat terbaru ini tidak diidentifikasi sebagai gempa susulan dari gempa pada 5 Agustus
lalu karena memiliki bidang deformasi yang berbeda.
Desy Nur Fitriyani
XI MIPA 1/09
Kedua gempa ini memiliki episentrum yang berdekatan dan masih berada di jalur Patahan
Naik Flores atau Sesar Naik Flores. Oleh karena itu, Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan
Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, menuturkan kedua gempa kuat ini bisa juga disebut
sebagai gempa kembar.
“Dalam ilmu gempa bumi, kedua gempa kuat semacam ini disebut sebagai ‘gempa
kembar’ (doublet earthquakes) karena kekuatan keduanya tidak beda jauh, lokasi dan
kedalamannya juga berdekatan, serta terjadi dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama,” tutur
Daryono dalam penjelasan tertulisnya.
Selain itu, seperti halnya gempa 7,0 magnitudo pada 5 Agustus, gempa 6,9 magnitudo
pada 19 Agustus ini juga memicu gempa-gempa susulan lainnya. Di samping itu, gempa baru
pada 19 Agustus ini juga memiliki keterkaitan erat dengan gempa 5 Agustus. Sebab, munculnya
aktivitas gempa baru di ujung timur Pulau Lombok ini diduga akibat pemicuan gempa yang
bersifat statis (static stress transfer) dari rangkaian gempa-gempa kuat di Lombok sebelumnya.
Daryono menambahkan, jika melihat banyaknya rangkaian gempa kuat yang terjadi sejak
29 Juli, maka boleh juga menyebut semua gempa ini sebagai aktivitas “multi gempa” (multiplet
earthquakes).

Gempa, Sesuatu yang Wajar Terjadi di Lombok


Meski ada banyak gempa kuat yang terjadi di Lombok dalam sebulan terakhir ini,
Daryono mengatakan peristiwa ini adalah sesuatu yang wajar terjadi. Bukan sesuatu yang aneh.
Dari unsur tektonik sudah adanya struktur Patahan Naik Flores yang strukturnya dari utara Bali
sampai utara Flores.Selain itu, dari segi sejarah, Daryono juga mencatat pernah terjadi sejumlah
gempa dahsyat di dekat patahan ini.
Sebelum munculnya rangkaian gempa dahsyat di Lombok yang menewaskan setidaknya
515 orang, pada 1992 juga sempat muncul gempa berkekuatan berkekuatan 7,8 magnitudo yang
mengguncang Flores hingga menimbulkan tsunami. Gempa dan tsunami ini tercatat telah
menelan korban jiwa hingga lebih dari 2.500 orang.

Tidak Mengenal Korban


Daryono menuturkan, gempa adalah fenomena alam yang tidak mengenal korban.
Bahkan sekalipun tidak ada orang di Pulau Lombok atau pulau lainnya, tapi jika di sekitar pulau
itu ada sumber gempanya, maka gempa tetap akan mengguncang pulau tersebut meski tanpa
merenggut korban.
Sebagaimana dijelaskan Daryono, gempa adalah fenomena yang akan terus mengintai
masyarakat Indonesia, tidak hanya Lombok, karena wilayah Indonesia dikelilingi oleh berbagai
sumber gempa seperti zona-zona subduksi hingga patahan-patahan aktif.
Khusus untuk wilayah Lombok, pulau ini sejak dulu memang telah dikepung oleh sumber gempa
berupa Patahan Naik Flores di bagian utara dan Zona Subduksi antara Lempeng Indo-Australia
dengan Lempeng Eurasia di bagian selatan.
Daryono menekankan, proses alam tidak melihat manusia. “Jadi nggak ada manusia pun,
gempa-gempa besar itu bisa terjadi. Karena ini adalah sebuah proses geologi yang tidak akan
berakhir hingga hari kiamat nanti.”
Sumber: https://kumparan.com/kumparansains/memahami-rangkaian-gempa-yang-guncang-lombok-
1535083180815075816
Desy Nur Fitriyani
XI MIPA 1/09
1. Analisis 5W+1H
 What – Apa yang terjadi?
Serangkaian gempa bumi terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Gempa bumi adalah
getaran atau getar-getar yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi dari
dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik. Gempa Lombok ini
mempunyai pola seismisitas yang unik dan tidak lazim karena terjadi secara fluktuatif
(tidak teratur, berubah-ubah) dan kekuatan gempa setelah gempa pertama cenderung
lebih kuat.
 Where – Di mana peristiwa itu terjadi?
Gempa bumi terjadi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Dari serangkaian gempa ini,
BMKG mengidentifikasi 5 gempa kuat yang pusatnya sebagai berikut.

 When – Kapan peristiwa itu terjadi?


Serangkaian gempa ini terjadi bulan Juli-Agustus 2018. Rinciannya sebagai berikut.
1) Gempa pendahuluan tanggal 29 Juli 2018 (magnitudo 6,4 dan kedalaman 13
kilometer)
2) Gempa utama tanggal 5 Agustus 2018 (magnitudo 7,0 dan kedalaman 32
kilometer)
3) Gempa susulan tanggal 9 Agustus 2018 (magnitudo 5,9 dan kedalaman 16
kilometer)
4) Gempa susulan tanggal 19 Agustus 2018 (magnitudo 6,3 dan kedalaman 14
kilometer)
5) Gempa baru tanggal 19 Agustus 2018 (magnitudo 6,9 dan kedalaman 10
kilometer)
Desy Nur Fitriyani
XI MIPA 1/09

 Who – Siapa yang terpengaruh peristiwa tersebut?


Gempa ini menimbulkan kerugian bagi berbagai pihak. Menurut BNPB, setidaknya
korban jiwa mencapai 564 orang meninggal dunia, 1.584 orang luka-luka, dan 445.343
orang mengungsi. Mereka juga kehilangan tempat tinggal. Tercatat ada 149.715 unit
rumah yang rusak.
 Why – Mengapa peristiwa itu terjadi?
Gempa di Lombok terjadi karena faktor sebagai berikut.
a. Secara umum, posisi Indonesia berada di zona Cincin Api Pasifik atau Ring of Fire
di mana 90% dari gempa bumi yang terjadi dan 81% dari gempa bumi terbesar di
dunia terjadi di cincin api ini. Wilayah Indonesia sendiri secara tektonik
dipengaruhi oleh empat lempeng utama, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-
Australia, Lempeng Laut Filipina, dan Lempeng Pasifik yang mana jika lempeng-
lempeng ini bergeser atau bertumbukan akan menyebabkan gempa bumi.
b. Secara khusus, Pulau Lombok dikepung oleh sumber gempa berupa Sesar Naik
Flores (Flores Back-Arc Thrust) di bagian utara dan Zona Subduksi (megathrust)
antara Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia di bagian selatan.
Lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia bertumbuk di bawah Pulau Bali dan
Nusa Tenggara termasuk Lombok dan Sumbawa. Selain itu, terdapat sistem sesar
geser di sisi barat dan timurnya.
Desy Nur Fitriyani
XI MIPA 1/09

 How – Bagaimana peristiwa itu terjadi?


Keberadaan Flores Back-Arc Thrust (Sesar Naik Flores) di utara Lombok
merupakan pemicu terjadinya rangkaian gempa di Lombok. Sesar tersebut menunjam
bagian daratan Lombok sehingga pergerakan tersebut menimbulkan tumbukan yang
menghasilkan gempa.
Rangkaian gempa yang terjadi di Lombok pada 2018 terjadi secara beruntun.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh United States Geological Survey (USGS),
setidaknya ada lima kejadian gempa dengan kekuatan yang signifikan. Gempa Lombok
ditandai dengan gempa pendahuluan berkekuatan 6,4 magnitudo pada 29 Juli dan gempa-
gempa yang lebih kecil lainnya. Kemudian diikuti oleh gempa utama berkekuatan 7,0
magnitudo pada 5 Agustus, dan selanjutnya disusul oleh gempa susulan berkekuatan 5,9
magnitudo pada 5 Agustus dan 6,3 magnitudo pada 19 Agustus dan gempa-gempa yang
lebih kecil lainnya.
Sejak terjadinya gempa utama pada 5 Agustus, BMKG mencatat hingga 21
Agustus sudah ada 1.005 gempa susulan. Namun, selain terjadinya gempa utama pada 5
Agustus, dua pekan setelahnya juga terjadi gempa baru berkekuatan 6,9 magnitudo pada
19 Agustus malam. Gempa kuat terbaru ini tidak diidentifikasi sebagai gempa susulan
dari gempa pada 5 Agustus lalu karena memiliki bidang deformasi yang berbeda. Kedua
Desy Nur Fitriyani
XI MIPA 1/09
gempa ini memiliki episentrum yang berdekatan dan masih berada di jalur Sesar Naik
Flores, sehingga kedua gempa kuat ini bisa juga disebut sebagai gempa kembar.

2. Tindakan yang harus dilakukan pemerintah


a. Memastikan betul data jumlah korban dan jumlah rumah serta fasilitas umum yang rusak.
b. Menjamin pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena dampak bencana
secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum.
c. Melindungi masyarakat dari dampak bencana dan mengurangi resiko bencana dengan
program pembangunan.
d. Mengalokasikan dana penanggulangan bencana dalam APBN dan APBD yang memadai.
e. Melakukan upaya pemulihan korban dengan rehabilitasi dan rekonstruksi rumah-rumah
warga yang mengalami kerusakan.
f. Untuk mengantisipasi di masa mendatang, pemerintah harus melakukan pengembangan
bangunan tahan gempa di daerah-daerah rawan gempa seperti Lombok. Terutama
bagunan-bangunan besar, karena jika bangunan besar rusak memiliki kemungkinan lebih
besar untuk merusak bangunan lain.

3. Upaya yang harus dilakukan di masa depan untuk mencegah terjadinya bencana
serupa
Karena gempa bumi merupakan bencana alam yang terjadi karena proses geologi, maka
tidak dapat dicegah, apalagi melihat kondisi geologi Indonesia yang rawan gempa. Upaya
yang dapat dilakukan adalah mengurangi resiko yang ditimbulkan oleh gempa tersebut, di
antaranya:

Sebelum terjadinya gempa


a. Memastikan bahwa struktur dan letak rumah dapat terhindar dari bahaya yang disebabkan
oleh gempa bumi.
b. Melakukan antisipasi seperti mengatur posisi perabotan besar misalnya lemari, agar
menempel pada dinding (dipaku atau diikat) untuk menghindari barang-barang besar
jatuh, roboh, dan bergeser pada saat terjadi gempa bumi.
c. Mengenali lingkungan, misalnya tempat bekerja, seperti memperhatikan letak pintu, lift
serta tangga darurat agar kita mudah mengetahui tempat paling aman untuk berlindung.
d. Selalu pantau perkembangan status bencana dan mengikuti arahan yang diberikan.
e. Bagi pemerintah, mengembangkan alat pendeteksi gempa yang lebih canggih dan efektif
agar dapat memberikan peringatan yang lebih dini.
Pada saat terjadinya gempa
a. Usahakan untuk tetap tenang.
b. Jika posisi berada di dalam bangunan, utamakan melindungi badan dan kepala dari
reruntuhan bangunan dengan bersembunyi di bawah meja atau berlari ke luar apabila
memungkinkan.
Desy Nur Fitriyani
XI MIPA 1/09
c. Jika posisi berada di luar bangunan, jauhkan diri dari bangunan yang ada di sekitar seperti
gedung, tiang listrik, pohon, dan lainnya..
d. Jika sedang mengendarai mobil, maka segera mungkin untuk keluar, turun, dan menjauh
dari mobil ketika terjadi gempa bumi.
e. Jika berada di pantai, maka secepatnya berlari menjauh dari pantai untuk mengantisipasi
terjadi gempa bumi yang berpotensi tsunami.
f. Jika di daerah pegunungan, segera menghindari daerah atau bukit tinggi yang
memungkinkan terjadinya longsor.
g. Prinsip 20:20:20, yaitu saat terjadi gempa dengan lama 20 detik, harus mengungsi selama
20 menit pada ketinggian 20 meter.
Setelah terjadinya gempa
a. Apabila masih berada di dalam gedung pasca gempa bumi terjadi, maka segera keluar
dari gedung lalu melakukan pemeriksaan apakah ada yang terluka.
b. Tidak memasuki bangunan yang sudah terkena gempa untuk mengantisipasi
kemungkinan masih terdapat reruntuhan bangunan yang bisa saja jatuh atau roboh.
c. Segera cari informasi apakah gempa berpotensi tsunami dan mengikuti perkembangan
informasi dari media (apabila terjadi gempa susulan). Jangan mudah terpancing oleh isu
atau berita yang tidak jelas sumbernya.
d. Mengikuti arahan yang diberikan petugas.
e. Kunci terakhir dan yang paling utama adalah jangan panik, tetap hati-hati, waspada, dan
jangan lupa selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa demi keamanan dan
keselamatan.

Sumber:
https://kumparan.com/kumparansains/memahami-rangkaian-gempa-yang-guncang-lombok-
1535083180815075816
https://theconversation.com/mengapa-pola-goncangan-gempa-lombok-2018-bisa-fluktuatif-dan-
tidak-lazim-108603
https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi
https://tirto.id/penyebab-gempa-lombok-akibat-pergerakan-sesar-naik-flores-cQzH
https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/04/160000069/tanggung-jawab-pemerintah-dalam-
penanggulangan-bencana?page=all
https://www.bmkg.go.id/gempabumi/antisipasi-gempabumi.bmkg
Tim Pusat Studi Gempa Nasional (PuSGeN). 2018. Kajian Rangkaian Gempa Lombok Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan
Pemukiman.

Anda mungkin juga menyukai