Anda di halaman 1dari 32

PRESENTASI KASUS PSIKOTIK III

SEORANG LAKI-LAKI USIA 23 TAHUN


DENGAN GANGGUAN SKIZOAFEKTIF TIPE DEPRESIF (F25.1)

Oleh:

Nabila Nur Bilqis Islamy

S571908009

Pembimbing:

dr. Adriesti Herdaetha SpKJ. M.H.

PPDS I PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET/ RSUD Dr.MOEWARDI
SURAKARTA
2020
HALAMAN PERSETUJUAN

Naskah untuk presentasi kasus psikotik III: Seorang Laki-laki Usia 23 Tahun
dengan “Gangguan Skizoafektif tipe Depresif (F25.1)” ini telah disetujui untuk
dipresentasikan pada tanggal . . . . . . . . . . . . 2020 jam . . . . . . . WIB

Penguji

Pembimbing Tanda tangan

dr. Adriesti Herdaetha Sp.KJ. M.H. ...............................................

Penguji

1. ........................................... .................................................

2. ........................................... .................................................

Sie. Ilmiah

…………………………….. ……………………………
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi : Kasus Psikotik III

Nama : Nabila Nur Bilqis Islamy

Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Psikiatri


Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret - RSUD Dr. Moewardi
Surakarta

Telah disetujui dan disahkan pada

Tanggal___________ Bulan______________2020
Oleh Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran UNS/RSUD Dr. MOEWARDI
Surakarta

Pembimbing

dr. Adriesti Herdaetha Sp.KJ. M.H.


I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. IS
Umur : 23 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMK (kelas 2)
Alamat : Pacitan

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Riwayat psikiatri diperoleh dari autoanamnesis dan alloanamnesis yang
dilakukan terhadap:
 Ny. K, 45 tahun, pendidikan tamat SMP, ibu kandung pasien, ibu
rumah tangga, tinggal serumah.

A. Keluhan Utama
Pasien dikeluhkan tampak gaduh gelisah.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Autoanamnesa
Pasien dilakukan pemeriksaan tanggal 3 Februari 2020 di bangsal Sena.
Saat dilakukan pemeriksaan, pasien tertutup tidak mau berbicara banyak dan
kurang berkonsentrasi. Pasien bercerita bahwa dirinya merasa bersalah kepada
ibunya karena tidak dapat menyelesaikan sekolahnya hingga tamat. Pasien
merasa tertekan terhadap kedaan yang dialaminya sehingga timbul perasaan
ingin bunuh diri namun tidak dilakukan pasien.
Pasien merasa sekitar 1 bulan ini mendengar suara orang yang
menghina dirinya namun wujud tidak terlihat, mecium bau yang tidak sedap,
dan terkadang melihat wujud almarhum bapak kandung yang sudah lama
meninggal dan merasa bahwa almarhum bapak masih ada bersamanya. Pasien
merasa sedih dan frustrasi karena sebagai anak pertama, pasien tidak tamat
sekolah dan hanya menjadi pengangguran saja. Pasien sulit tidur, pediam,
malas berkomunikasi dengan pasien lainnya, dan malas melakukan kegiatan.
Pasien merasa ada seseorang yaitu Dedy Corbuzeir dapat mengetahui
pikirannya, mengendalikan pikirannya dari jarak jauh dan dapat memasukan
sesuatu kedalam pikiran pasien, namun keluhan tersebut tidak terlalu sering
dirasakan pasien. Pasien kenal dengan Dedy Cobuzeir dan pesulap lainnya
karena mereka semua pernah mendatangi pasien pada tahun 2017 silam.
Semenjak tahun 2017 hingga 2020, pasien merasa pikirannya dapat diketahui
dan dikendalikan oleh Dedy Corbuzer, namun intensitasnya mulai berkurang.
Pasien merasa jika dirinya sedang dibicarakan jika melewati kerumunan orang.
Keluhan merasa bersemangat melakukan banyak aktivitas, gembira
yang berlebihan, dan banyak bicara tidak dirasakan pasien sebelumnya.
Alloanamnesis
Pasien datang diantar keluarga ke RSJD Arif Zainudin dengan keluhan
utama gaduh gelisah sejak 1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit (31 Desember
2019). Keluhan dirasakan memberat sekitar 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit
(28 Januari 2020). Saat itu pasien membakar peralatan dapur, mondar-mandir,
dan tampak bingung. Menurut keterangan ibu kandung, pasien mulai
menunjukkan perubahan perilaku dalam 1 bulan terakhir, yaitu tampak sedih,
murung, mondar-mandir, berbicara sendiri dengan orang lain yang tidak
terlihat wujudnya. Pada 2 minggu sebelum masuk Rumah Sakit (17 Januari
2020), pasien melarikan diri dari rumah dengan berjalan kaki menuju Ponorogo
(makam almarhum ayah kandung). Saat itu pasien ditemukan oleh Polisi dan
diamankan karena diduga akan melakukan bunuh diri. Ibu pasien menjemput
di Polsek dan langsung membawa pasien kerumah. Setelah kejadian tersebut,
pasien mengurung diri dikamar, tampak sedih, sulit tidur, makan dan minum,
tampak berbicara dengan orang lain selama kurang lebih 2 minggu lamanya.
Menurut cerita ibu, pasien berkata sekitar 1 minggu sebelum masuk Rumah
Sakit (24 Januari 2020), pasien melihat dan merasakan wujud almarhum bapak
ada disekitarnya. Pasien bercerita bahwa, dirinya ingin bunuh diri.
Ayah pasien meninggal dunia 4 tahun yang lalu (2016) karena sakit.
Saat itu pasien merasa sangat terpukul. Pasien selalu berkata kepada ibunya
bahwa almarhum ayah masih dirasakan berada disekitar pasien. Ibu pasien
bercerita bahwa pasien menjadi korban bulian saat kelas 2 SMP. Saat itu,
pasien pernah dicegat oleh sekelompok siswa yang masih teman 1 sekolah dan
diejek dengan kata-kata yang tidak pantas. Pasien pernah mengikuti
ekstrakulikuler silat. Kegiatan tersebut banyak memberikan tekanan pada
pasien.
Menurut ibu, sebelum sakit pasien memang anak yang pendiam,
tertutup, jarang bercerita kepada ibunya, dan memiliki sedikit teman dekat.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat gangguan psikiatri
Didapatkan riwayat gangguan jiwa sebelumnya dengan keluhan sedih,
mengurung diri dikamar, murung, sulit tidur, bicara sendiri, merasa
bersalah, pikiran untuk bunuh diri selama 2 minggu. Pasien dirawat di RSJ
merupakan kali pertama.
Keluhan serupa pertama kali muncul sudah dirasakan pasien sejak tahun
2017. Keluhan pertama kali muncul berupa bingung, rasa ketakutan
berlebih, tiba-tiba lupa menjelang ujian Nasional. Kemudian, 4 bulan
setelah itu pasien merasa bersalah karena tidak dapat menamatkan
sekolahnya sehingga pasien mengurung diri dikamar, terlihat sedih, sulit
tidur selama 2 minggu lamanya. Saat itu, pasien merasa bertemu dengan
Dedy Corbuzer yang dapat mengendalikan dan mengetahui pikiran pasien.
Akibat keluhan tersebut, pasien dibawa berobat ke puskesmas. Ibu tidak
mengetahui jenis obat yang diberikan oleh puskesmas kepada pasien.
Setelah dibawa ke puskesmas keluhan mulai berkurang. Pasien dapat
melakukan kegiatan sehari-hari yaitu membantu neneknya. Pada tahun
2018 dan 2019 keluhan pikiran seperti dikendalikan dari jarak jauh masih
ada namun intensitas berkurang. Keluhan lain seperti rasa bersalah, merasa
masa depan suram, mudah tersinggung, merasa dunia tidak adil masih
dirasakan pasien.
Selama ini, ibu pasien hanya membawa pasien berobat ke puskesmas
ketika keluhan muncul. Namun ibu tidak mengetahui jenia obat yang
diberikan. Pasien baru pertama kali dibawa ke RSJ karena keluarga merasa
keluhan saat ini dirasakan semakin memberat.
2. Riwayat penyakit medis umum
Tidak terdapat riwayat sakit berat, kejang, dan penurunan kesadaran.
Hanya saja pasien sempat jatuh dari motor dan kepala terbentur ke aspal.
Kejadian tersebut tidak membuat pasien pingsan atau lupa ingatan.
3. Riwayat penggunaan zat dan alkohol
Tidak didapatkan riwayat penggunaan zat pada pasien. Pasien diketahui
pernah meminum alkohol, namun dengan intensitas yang tidak sering.
Pasien lupa berapa kali dirinya minum alkohol.
4. Riwayat Gangguan Jiwa pada Keluarga
Terdapat riwayat gangguan jiwa yang serupa dikeluarga, yaitu almarhum
bapak kandung pasien.

III. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


A. Riwayat kehamilan
Ibu pasien ketika hamil tidak pernah mengalami sakit berat, hamil cukup
bulan, dan selalu memeriksakan kandungannya.
B. Riwayat persalinan
Pasien anak pertama dari empat bersaudara, merupakan anak yang
diharapkan, lahir di Rumah Sakit, tidak ada penyulit selama kehamilan
maupun persalinan serta berat badan lahir cukup.
C. Riwayat tahapan/ fase perkembangan
1. Periode Infancy (0-18 bulan)
Pasien diberikan ASI selama 1.5 tahun, lalu setelah itu diselingi oleh
susu formula. Sejak lahir pengasuhan dilakukan oleh orang tua pasien,
tumbuh kembang seperti anak-anak normal lainnya.
2. Periode Toddler (18-36 bulan)
Perkembangan berjalan dan bicara pasien tidak ada gangguan. Tinggal
bersama kedua orang tua dan saudara yang lain.
3. Periode Pre-School (4-5 tahun)
Pasien tumbuh berkembang seperti anak seusianya. Pasien mulai
tinggal terpisah dengan orang tua. Pasien tinggal bersama nenek untuk
menemani beliau di Pacitan, sedangkan kedua orang tua di Solo. Pasien
tidak memiliki teman dekat dan cenderung melakukan aktivitas seorang
diri.
4. Periode Latency (6-11 tahun)
Pasien masuk Sekolah Dasar di Pacitan usia 7 tahun. Pasien tidak
berprestasi namun selalu naik kelas.
5. Periode Puberty and Adolescence (12-16 tahun)
Pasien lulus dari Sekolah Dasar pada usia 13 tahun, lalu melanjutkan ke
Sekolah Menengah Pertama di Pacitan. Pasien tidak pernah tinggal
kelas. Pasien tumbuh-kembang seperti anak pada umumnya. Pasien
termasuk anak yang pendiam, sering menyendiri, jarang bergaul dengan
teman seusianya, cenderung tertutup, tidak pernah tebuka pada orang
tua, tidak pernah menceritakan masalah pribadi pada siapapun. Pasien
memiliki pengalaman bullying saat SMP. Saat pulang sekolah, pasien
dicegat oleh sekelompok siswa yang masih 1 sekolah dengan pasien.
Pasien diejek secara verbal menggunakan kata-kata yang tidak
mengenakan. Pasien mengaku pernah bergonta-ganti pacar. Ketika
kelas 1 SMK, pasien mengalami tekanan psikis saat mengikuti
Ekstrakulikuler Silat. Peraturan yang ada membuat pasien tidak
nyaman.
D. Riwayat Pendidikan
1. Sekolah saat ini
Pasien sudah tidak bersekolah saat ini.
2. Sekolah terdahulu
Pasien masuk SD saat berusia 7 tahun, lalu tamat pada usia 13 tahun,
selalu naik kelas. Setelah lulus kemudian melanjutkan ke SMP lalu
SMK. Setelah lulus, pasien langsung bekerja. Pasien belum tamat dari
SMK.
E. Riwayat Pekerjaan
Pasien sempat bekerja selama 1 bulan sebagai buruh pabrik. Keseharian
pasien hanya membantu orang tua dan nenek di rumah.
F. Riwayat Agama
Pasien beragama Islam dan tidak terlalu taat dalam beribadah. Solat
wajib dan puasa wajib hanya sesekali.
G. Riwayat Aktifitas sosial
Dilingkungan sekitar, pasien jarang bergaul, selalu dirumah. Tidak
mengikuti organisasi.
H. Riwayat Hukum
Pasien tidak pernah bermasalah secara hukum.
I. Riwayat Perkawinan
Pasien belum pernah menikah.
J. Situasi hidup sekarang
Pasien tinggal bersama nenek, ibu kandung, dan ayah tiri di Pacitan. Ibu
pasien baru pindah 4 bulan ke Pacitan. Semenjak kecil, pasien tinggal
bersama nenek. Sehari-hari pasien bekerja membantu pekerjaan nenek
dan orang tua dirumah. Kebutuhan sehari-hari pasien masih tanggung
jawab orangtua.
IV. RIWAYAT KELUARGA

III.EVALUASI KELUARGA
A. Susunan Keluarga
Pasien tinggal bersama nenek, ibu kandung, dan ayah tiri. Pasien adalah
anak pertama dari tiga bersaudara. Ayah pasien meninggal tahun 2016.
Dua tahun kemudian ibu pasien menikah untuk kedua kalinya. Pasien
memiliki 1 adik tiri.
B. Keadaan Sosial-Ekonomi Sekarang
Pasien belum bekerja, kebutuhan sehari-hari masih bergantung pada
orang tua.
C. Fungsi Subsistem
1. Subsistem Suami Istri
Pasien belum menikah
2. Subsistem Orang Tua dan Anak
Hubungan pasien dengan orang tua baik. Tidak memiliki masalah.
3. Subsistem Sibling
Hubungan pasien dengan adik kandung dan adik tiri baik, namun
tidak terlalu dekat.
4. Interaksi Antar Subsistem
Hubungan dengan keluarganya yang lain baik. Tidak memiliki
masalah.

IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan: Seorang laki – laki, sesuai usia, bersikap sopan,
memakai seragam RSJD, sering menyendiri.
2. Perilaku dan psikomotor: Hipoaktif
3. Pembicaraan: Spontan, volume pelan, intonasi dan artikulasi jelas.
4. Sikap terhadap pemeriksa: Kooperatif
B. Kesadaran
1. Kuantitatif : Compos mentis (GCS E4V5M6)
2. Kualitatif : Berubah
C. Alam Perasaan
1. Mood : Depresif
2. Afek : Depresif
3. Keserasian Mood-Afek : Serasi
4. Empati : Dapat dirabarasakan

D. Proses Pikir
1. Bentuk : Non realistis
2. Isi : delusion of control, ide curiga, ide bersalah, ide mati
3. Arus : remming
E. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : Halusinasi visual (+), auditorik (+), pembau (+)
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
F. Kognisi dan Sensorium
1. Orientasi
a. Situasi : Baik
b. Waktu : Baik
c. Orang : Baik
d. Tempat : Baik
2. Taraf Inteligensi : Baik
3. Daya Ingat Jangka Pendek : Baik
4. Daya Ingat Jangka Menengah : Baik
5. Daya Ingat Jangka Panjang : Baik
6. Konsentrasi dan perhatian : Terganggu
7. Kemampuan menolong diri sendiri: Baik
8. Pikiran Abstrak : Baik
G. Tilikan Diri
1. Daya nilai sosial : Terganggu
2. Penilaian Realita : Terganggu
3. Tilikan diri : derajat 2
H. Pengendalian impuls : pada saat pemeriksaan pengendalian impuls baik
I. Taraf dapat dipercaya: informasi yang didapatkan dapat dipercaya
V. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
A. Status Internus
Keadaan Umum : Baik
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/menit, regular
Frekuensi napas : 20 x/menit
Sistem kardiovaskuler : Tidak ada kelainan
Sistem pernafasan : Tidak ada kelainan
Sistem muskuloskeletal : Tidak ada kelainan
Keadaan khusus : Tidak ada
B. Status Neurologis
Pupil isokor, reflek cahaya +/+, fungsi sensorik dan motorik baik pada
empat ekstremitas, refleks fisiologis; tidak diperiksa, reflek patologis;
tidak diperiksa.
C. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium: Pemeriksaan darah lengkap dalam batas normal

VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Keluhan dan gejala: pasien merasa sedih, bersalah, berdosa, tidak berharga
dan kurang percaya diri. Tidak merasakan adanya minat dan tidak merasa
gembira. Selalu merasa tidak berdaya dan menganggap tidak ada guna.
Pernah ada ide mati dan tidak bisa tidur. Merasa pikiran diketahui dan dapat
dikendalikan jarak jauh oleh Dedy Corbuzer, namun tidak terlalu sering.
Terdapat suara menghina, melihat almarhum bapak, dan mencium bau yang
tidak enak dirasakan hilang timbul. Keluhan saat ini dialami pasien hampir
1 bulan lamanya. Keluhan serupa terjadi tahun 2017 selama 2 minggu.
Terdapat kesadaran kualitatif berubah, sikap terhadap pemeriksa kooperatif,
mood dan afek depresif, adanya perilaku dan psikomotor yang hipoaktif,
berbicara sangat pelan dan adanya remming, adanya bentuk pikir yang non
realistis, sehingga timbul ide bersalah dan ide mati serta delusion of control,
terdapat halusinasi visual, auditorik dan pembau. Tilikan derajat 2 sehingga
realitanya dinyatakan terganggu.
Dari kecil hingga usia kurang lebih 18 tahun, pasien termasuk anak yang
pendiam, banyak menyendiri, berbicara seperlunya saja, sehingga dapat
disimpulkan pasien memiliki ciri kepribadian skizoid.
Tidak ada keluhan fisik, neurologis dan hasil laboratorium dalam batas
normal.
Pasien kali pertama di rawat di RSJD. Sebelumnya ketika keluhan muncul,
pasien dibawa ke puskesmas dan diberikan obat yang tidak tahu jenisnya.

VII. FORMULASI DIAGNOSTIK


Pada pasien ini didapatkan adanya gangguan pada pikiran,
perasaan dan perilaku yang secara klinis bermakna dan menimbulkan
suatu penderitaan (distress) serta gangguan pada fungsi pekerjaan dan
kehidupan sosialnya sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien menderita
gangguan jiwa.
Pada pemeriksaan status internus dan neurologis tidak didapatkan
kelainan, sehingga Gangguan Mental Organik (F00 – F09) dapat
disingkirkan.
Terdapat penggunaan alkohol namun jarang. Riwayat
Penyalahgunaan Zat Psikoaktif disangkal sehingga diagnosis Gangguan
Mental dan Perilaku akibat penyalahgunaan zat psikoaktif (F10-F19)
sementara dapat disingkirkan.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan mental didapatkan
sindrom psikosis yaitu hendaya berat dalam Reality Testing Ability (RTA),
hendaya berat pada fungsi mental berupa mood dan afek depresif,
berbicara sangat pelan dan adanya remming, adanya bentuk pikir yang non
realistis, sehingga timbul ide bersalah dan ide mati serta delusion of
control, terdapat halusinasi visual, auditorik dan pembau yang hilang
timbul, hendaya berat dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan
aktivitas rutin, tilikan derajat 2 sehingga blok Skizofrenia, Gangguan
Skizotipal dan Gangguan Waham belum dapat disingkirkan (F20 –
F29).
Pada pasien ini didapatkan riwayat kualitas dan kuantitas tidur
yang kurang, konsentrasi berkurang, ide bersalah, merasa masa depan
suram yang pernah dirasakan sebelumnya sehingga blok Gangguan
Afektif belum dapat disingkirkan (F30 – F39)
Pada pasien ini didapatkan gejala psikotik berupa kesadaran
kualitatif yang berubah, bentuk pikir non – realistik, delusion of control
dan ide mati, halusinasi, dan tilikan yang terganggu yang dialami
bersamaan dengan gejala afektif berupa penurunan kebutuhan tidur,
suasana perasaan yang menurun berubah dari hari kehari sehingga
berdasarkan PPDGJ III dapat ditegakkan diagnosa sebagai Skizoafektif
Tipe Depresif (F25.1) dengan diagnosa banding Depresi Paska-
Skizofrenia (F20.4) dan Gangguan Depresif Berulang Episode Kini
Berat dengan Gejala Psikotik (F33.3)
Berdasarkan riwayat premorbid, pasien termasuk anak yang
pendiam, banyak menyendiri, berbicara seperlunya saja, sehingga
berdasarkan PPDGJ III pada pasien ini untuk axis II memiliki ciri
kepribadian skizoid.
Status internus dan neurologi tidak ditemukan kelainan sehingga
diagnosis pada axis III tidak ada kelainan.
Berdasarkan allo dan autoanamnesis didapatkan masalah pada
Aksis IV yaitu berkaitan dengan lingkungan sosial. Aksis V skala
GAF saat ini 40-31 dan adapun GAF HLPY adalah 80-71.

VIII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Aksis I : Skizoafektif Tipe Depresif (F25.1)
Diagnosa banding:
 Depresi Paska-Skizofrenia (F20.4)
 Gangguan Depresif Berulang Episode Kini Berat dengan
Gejala Psikotik (F33.3)
Aksis II : Ciri kepribadian skizoid
Aksis III : Tidak ada diagnosa
Aksis IV : Lingkungan sosial
Aksis V : GAF current 40 – 31
GAF HLPY 80-71

IX. DAFTAR MASALAH


A. Biologik: Tidak ditemukan
B. Psikologik:
1. Gangguan alam perasaan
2. Gangguan pikiran
3. Gangguan persepsi
4. Gangguan daya nilai realita
C. Hilangnya fungsi peran dan fungsi sosial.

X. RENCANA PENATALAKSANAAN
A. Farmakologis
 Risperidon 2x2 mg
 Trihexyphenidil 2x2 mg
 Fluoxetin 1x10 mg
B. Non-farmakologis
1. Psikoedukasi
2. Rehabilitasi: pelatihan keterampilan sosial

XI. PROGNOSIS

Hal yang meringankan :


Keterangan Check List
1. Onset lambat (usia dewasa) -
2. Faktor pencetus jelas V
3. Onset akut V
4. Riwayat sosial, seksual dan pekerjaan, premorbid -
yang baik
5. Gangguan mood V
6. Mempunyai pasangan -
7. Riwayat keluarga gangguan mood V
8. Sistem pendukung yang baik V

9. Gejala positif V

Hal yang memberatkan:


No Keterangan Check
List
1. Onset muda V
2. Faktor pencetus tidak jelas -
3. Onset tidak jelas -
4. Riwayat sosial, seksual dan pekerjaan premorbid V
yang jelek
5. Perilaku menarik diri V
6. Tidak menikah, cerai, janda, duda V
7. Riwayat keluarga Skizofrenia -
8. Sistem pendukung yang buruk -
9. Gejala negatif V
10. Tanda dan gejala neurologis -
11. Tidak ada remisi dalam tiga tahun -
12. Banyak relaps V
13. Ketidakteraturan minum obat -

Quo ad vitam : ad bonam


Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

XII. DISKUSI
DAMPAK STRESOR PSIKOSOSIAL SEBAGAI FAKTOR
PENYEBAB DEPRESI

Stres merupakan respon keseimbangan tubuh dan pikiran terhadap


perubahan. Perubahan dalam hidup tersebut dapat baik maupun buruk
terhadap situasi yang baru atau berbeda dari sebelumnya, bertambah atau
berkurangnya orang-orang dalam kehidupan, dan perubahan perasaan
dalam diri tiap individu. Masa remaja merupakan masa perkembangan
yang dialami setiap individu. Remaja mengalami perubahan yang cepat
secara fisik, kognitif, dan emosional. Perubahan tersebut awal stresor bagi
setiap individu dalam kehidupan. Menurut suatu penelitian, stres dapat
berkontribusi menimbulkan permasalahan pada remaja secara fisik
maupun tingkah laku. Stres pada remaja dapat mengganggu fungsi
kognitif, berkurangnya konsentrasi, memori, perhatian dan kemampuan
dalam membuat keputusan.
Penyebab stres pada remaja beragam, salah satunya stres psikologi
yang disebabkan oleh lingkungan sosial individu. Stres yang disebabkan
oleh stresor lingkungan sosial disebut sebagai stres psikososial. Contoh
stres psikososial yang dapat terjadi pada seorang remaja adalah
permasalahan dalam keluarga, permasalahan dengan teman sebaya,
kematian seseorang, memiliki suatu penyakit dan yang lainnya. Paparan
stres yang berkelanjutan pada remaja dapat menyebabkan gangguan
kesehatan. Stres psikososial yang buruk dan tidak dapat ditanggulangi
pada remaja dapat meningkatkan risiko seseorang menjadi depresi pada
saat dewasa.
Remaja dapat mengalami depresi dengan adanya faktor risiko
seperti genetik, psikososial, dan lingkungan bermain. Suatu penelitian
menyatakan faktor risiko yang paling sering menyebabkan depresi pada
remaja merupakan genetik. Stres psikososial sebagian kecil penyebab
depresi pada remaja, namun stres ini dapat terjadi pada remaja manapun.
Depresi merupakan salah satu gangguan kesehatan serius yang dapat
dialami oleh seseorang tanpa memandang usia. Anak-anak, remaja, orang
dewasa bahkan orang lanjut usia dapat mengalami depresi.
Depresi pada remaja ditunjukkan secara berulang dan menetap
dengan mengutarakan bahwa diri mereka merupakan orang yang tidak
menarik secara visual, bodoh, tidak mampu berteman dengan teman
sebaya, tidak mampu mencintai lain jenis, dan tidak dicintai orang
sekeliling mereka. Secara umum penderita depresi pada remaja diestimasi
hanya mengalami depresi ringan sebanyak 25%. Sejumlah 7% remaja
dengan depresi yang berkembang telah melakukan percobaan bunuh diri.
Suatu penelitian di Amerika menyatakan 3% penduduknya, kira- kira 19
juta orang mengalami depresi kronis, dan dari jumlah tersebut 2 juta orang
merupakan anak diatas 5 tahun. Percobaan bunuh diri dan perilaku
melukai diri-sendiri yang berisiko merupakan gejala depresi berat yang
menempati urutan ketiga penyebab kematian seseorang pada usia 15-24
tahun di Amerika yang awalnya hanya mengalami stres, sehingga stres
pada remaja sangat berbahaya. Stresor pada lingkungan sosial dapat
menimbulkan stres psikologis yang merupakan reaksi maladaptif jangka
pendek. Respon maladaptif ini bisa disebabkan karena adanya stresor
lingkungan sosial, misalnya adanya gangguan kejiwaan dalam keluarga,
pekerjaan atau karena gejala dan perilaku di luar respon normal, atau yang
diperkirakan terhadap stresor tersebut.
Stres psikososial berhubungan erat dengan episode pertama depresi
yang terjadi pada individu daripada episode rekuren depresi. Remaja yang
pertama kali menerima stresor psikososial yang berat berisiko depresi,
terutama perempuan. Individu yang mengalami kejadian hidup yang
negatif berkali- kali lebih berisiko depresi daripada individu yang
mengalami kejadian tersebut satu kali. Stresor psikososial yang paling
berpengaruh terhadap remaja adalah buruknya hubungan di dalam
keluarga (negative family relationship). Tubuh manusia dalam merespon
stresor ditunjukkan melalui aktivasi sistem endokrin yaitu melibatkan
sirkuit yang terhubung dengan amigdala ke hippocampus dan ventral
meluas ke korteks prefrontal dan berhubungan dengan aktivitas aksis
hypothalamic - pituitary - adrenal (HPA). HPA memberikan sinyal kepada
kelenjar adrenal untuk memproduksi hormon kortisol dan adrenaline lebih
banyak. Hormon tersebut lepas di aliran darah menyebabkan
meningkatnya frekuensi detak jantung, respiratory rate, tekanan darah dan
metabolisme. Respon tubuh terhadap stres pada remaja lebih cepat terjadi
dibandingkan pada orang dewasa karena bagian otak yang mengatur
respon terhadap stres belum berkembang sepenuhnya pada otak remaja.
Aktivitas sirkuit tersebut berhubungan dengan faktor genetik, stres
psikososial dan hormon seks. Proses maturitas bagian otak remaja
menyebabkan respon stres oleh remaja cenderung berlebihan dibandingkan
pada orang dewasa. Konsentrasi reseptor steroid seks yang tinggi
diidentifikasi oleh sirkuit HPA dan membuktikan wanita lebih berisiko
stres daripada laki-laki. Faktor risiko yang diturunkan maupun stres
psikososial dapat menjadi faktor risiko utama yang menentukan risiko
depresi yang didasari oleh peristiwa sirkuit neural dan sistem endokrin.
Adanya stres psikososial berupa ketidakharmonisan pada orang tua yang
kronis (selama 46 bulan atau lebih), terjadinya dua atau lebih kejadian
yang tidak dinginkan atau tidak terduga dalam hidup, keluarga yang
mengalami kesulitan, dapat meningkatkan risiko depresi pada anak 2-3
kali. Perilaku atau kebiasaan menunjukkan emosional dengan
temperamental negatif merupakan bentuk depresi pada anak.
Pasien dengan umur 10-21 tahun yang memiliki resiko depresi.
Faktor risiko terkuat untuk depresi pada remaja adalah adanya riwayat
depresi pada keluarga dan memiliki paparan stres psikososial. Risiko yang
diturunkan, faktor perkembangan, hormon seks, dan stres psikososial
berinteraksi meningkatkan risiko melalui faktor hormonal dan jalur neural.
Riwayat psikiatri pada remaja sangat berhubungan dengan hubungan
keluarga, khususnya hubungan antara orang tua dengan anak. Suatu terapi
gangguan kejiwaan yang berhubungan dengan stres psikososial adalah
Cognitive Behavioral Therapy (CBT). CBT merupakan Intervensi
psikososial mengenai cara yang positif dalam menghadapi stres
psikososial. Faktor internal yang dapat mempengaruhi stres psikososial,
yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, kebribadian dan genetik.
Penelitian menunjukkan bahwa remaja perempuan lebih berisiko memiliki
permasalahan psikososial daripada laki-laki. Perempuan lebih cenderung
memiliki stres akademik daripada laki-laki, dan ini menyebabkan
perempuan lebih rentan depresi daripada laki-laki. Tingkat pendidikan
seseorang berhubungan dengan stres psikososial. Jenjang pendidikan
seseorang yang semakin tinggi menyebabkan stres yang diterima dari
beban belajar turut meningkat. Kepribadian seseorang dalam menanggapi
stres akan menentukan individu tersebut akan mengalami stres atau tidak.
Faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi stres adalah faktorfaktor
lingkungan sosial, misalnya, keadaan lingkungan tempat tinggal, keadaan
lingkungan sekolah dan beban belajar, status sosial dan ekonomi keluarga,
hubungan dengan orang lain, dan kejadian yang tidak terencana.
Pengalaman buruk seperti kekerasan fisik, seksual atau
penelantaran pada awal perkembangan merupakan faktor risiko yang
bermakna untuk terjadinya gangguan depresi setelah dewasa. Penderita
depresi dengan riwayat kekerasan pada masa kanak-kanak mempunyai
risiko yang besar untuk melukai diri sendiri, mempunyai ide-ide, atau
perilaku bunuh diri.
Sistem saraf pusat seperti corticotropin releasing factor (CRF)
merupakan sistem yang paling terpengaruh oleh stresor pada masa awal
perkembangan. Stressor pada awal perkembangan ini dapat menyebabkan
perubahan yang menetap pada sistem neurobiologik atau dapat membuat
jejak pada sistem saraf yang berfungsi merespon stressor. Akibatnya orang
menjadi rentan terhadap stressor dan risiko terhadap penyakit-penyakit
yang berkaitan dengan peningkatan stressor tersebut.
Selain faktor stressor, adanya faktor genetik semakin
meningkatkan kerentanan seseorang terhadap gangguan depresi. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa adanya faktor genetik yang disertai dengan
riwayat stressor pada awal kehidupan, yaitu pada masa plastis dan kritis
perkembangan neuron bisa mengakibatkan hiperaktifitas dan sensitifitas
yang menetap pada sistem saraf. Sehingga bisa dikatakan, depresi
disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan.

Pada pasien ini, dapat disesuaikan dengan teori di atas:


- Terdapat faktor genetik, yaitu ayah pasien.
- Adanya pengalaman buruk berupa bullying saat SMP dan kehilangan
ayah kandung.
DAFTAR PUSTAKA

1. Stahl, Stephen M. 2013. Stahl’s Essential Psychopharmacology


Neuroscientific Basis and Practical Application fourth edition. New York.
Cambrige Medicine Press.

2. Sadock, Benjamin J., et.al. 2017. Kaplan & Sadock’s Comprehensive


Textbook of Psychiatry Volume I/II tenth edition. Philadelphia, USA.

3. Mosanya, T.J., Adelufosi, A.O., Adebowale, O.T., Ogunwalie, A.,


Adebayo, O.K. (2014). Self-stigma, quality of life and schizophrenia: An
outpatient clinic survey in Nigeria. International Journal of Social
Psychiatry.

4. Maramis A.A., dan Maramis W.F., 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa
edisi 2. Airlangga University Press. Surabaya.
5. Roder V., Mueller D.R. and Schmidt S.J. 2011. Effectiveness of integrated
psychological therapy (IPT) for schizophrenia patients: a research update.
Schizophr Bull. 2011 Sep;37 Suppl 2:S71. University Hospital of
Psychiatry, University of Bern, Bolligenstrasse.
Lampiran I. KRONOLOGIS

Manik

Hipomanik

Eutimik

Distimia

Depresi
2013 2016 2017 2018 2019 2020

2013 2016 2017 2018 2019 2020

Menjadi Saat SMA Larut dalam Merasa Merasa Keluhan


korban mengikuti kesedihan pikiran di pikiran di bingung, gaduh
bullying saat ekstrakulikuler sepeninggalan kontrol dan kontrol dan gelisah,
SMP (dicegat silat dan ayah kandung diketahui diketahui dari membakar
dan diejek mendapat dari jarak jarak jauh, peralatan
dengan kata tekanan psikis Tiba-tiba jauh, terdapat dapur, jalan
kasar) bingun saat terdapat halusinasi kaki kearah
Ayah kandung menjelang halusinasi yang hilang Ponorogo, ada
meninggal ujian Nasional yang hilang timbul ide bunuh diri,
dunia timbul sedih, murung
Tidak
kembali
menamatkan
muncul
SMK dan
merasa Rawat di RSJD
bersalah, untuk pertama
timbul ide kali
bunuh diri,
sdih, murung,
halusinasi

Merasa
Kelu
pikiran
dikontrol han
yang
keli
Lampiran II. FOLLOW UP

Tgl S O A P
3 Pasien duduk T: 120/80; Axis I: F25.1  Risperidon
Feb diam, mendekat N: 80x/mnt, Axis II: Ciri 2 X 2 mg
2020 saat dipanggil, RR: 20x/mnt kepribadian  THP
menjawab hanya Psikomotor: skizoid 2 X 2 mg.
sekedarnya, suara Hipoaktif Axis III: Tidak ada  CPZ
masih hilang Kesadaran: diagnosis 1 X 100 mg
timbul. Tidak CM, berubah Axis IV:
mau bercerita Mood: Depresi Lingkungan sosial
banyak Afek: Depresi Axis V:
Bentuk pikir: GAF
Non realistik 40-31
Isi pikir:
Ide bersalah
Tilikan: derajat 2
4 Tidak bercerita T: 110/80; Axis I: F25.1  Risperidon
Feb banyak, tertutup, N: 82x/mnt, Axis II: Ciri 2 X 2 mg
2020 tidur terbangun- RR: 20x/mnt kepribadian  THP
bangun, ingin Psikomotor: skizoid 2 X 2 mg.
pulang Hipoaktif Axis III: Tidak ada  CPZ
Kesadaran: diagnosis 1 X 100 mg
CM, berubah Axis IV:
Mood: Depresi Lingkungan sosial
Afek: Depresi Axis V:
Bentuk pikir: GAF
Non realistik 40-31
Isi pikir:
Ide bersalah
Tilikan: derajat 2
5 Ingin pulang, T: 120/80; Axis I: F25.1  Risperidon
Feb menjawab N: 84x/mnt, Axis II: Ciri 2 X 2 mg
2020 seperlunya, masih RR: 18x/mnt kepribadian  THP
merasa ada Psikomotor: skizoid 2 X 2 mg.
pikiran yang Hipoaktif Axis III: Tidak ada  CPZ
dikontrol dari Kesadaran: diagnosis 1 X 100 mg
jarak jauh CM, berubah Axis IV:
Mood: Depresi Lingkungan sosial
Afek: Depresi Axis V:
Bentuk pikir: GAF
Non realistik 40-31
Isi pikir:
Ide bersalah
Tilikan: derajat 2
6 Menjawab T: 110/80; Axis I: F25.1  Risperidon
Feb seperlunya, tidak N: 84x/mnt, Axis II: Ciri 2 X 2 mg
2020 banyak bercerita RR: 18x/mnt kepribadian  THP
Psikomotor: skizoid 2 X 2 mg.
Hipoaktif Axis III: Tidak ada  CPZ
Kesadaran: diagnosis 1 X 100 mg
CM, berubah Axis IV:
Mood: Depresi Lingkungan sosial
Afek: Depresi Axis V:
Bentuk pikir: GAF
Non realistik 40-31
Isi pikir:
Ide bersalah
Tilikan: derajat 2
7 Ingin pulang T: 120/80; Axis I: F25.1  Risperidon
Feb bertemu keluarga, N: 82x/mnt, Axis II: Ciri 2 X 2 mg
2020 menjawab RR: 20x/mnt kepribadian  THP
seperlunya Psikomotor: skizoid 2 X 2 mg.
Hipoaktif Axis III: Tidak ada  CPZ
Kesadaran: diagnosis 1 X 100 mg
CM, berubah Axis IV:
Mood: Depresi Lingkungan sosial
Afek: Depresi Axis V:
Bentuk pikir: GAF
Non realistik 40-31
Isi pikir:
Ide bersalah,
delusion of
control
Tilikan: derajat 2
8 Tidur (+), makan T: 110/80; Axis I: F25.1  Risperidon
Feb san minum (+), N: 82x/mnt, Axis II: Ciri 2 X 2 mg
2020 tidak banyak RR: 19x/mnt kepribadian  THP
bercerita Psikomotor: skizoid 2 X 2 mg.
Hipoaktif Axis III: Tidak ada  CPZ
Kesadaran: diagnosis 1 X 100 mg
CM, berubah Axis IV:
Mood: Depresi Lingkungan sosial
Afek: Depresi Axis V:
Bentuk pikir: GAF
Non realistik 40-31
Isi pikir:
Ide bersalah
Tilikan: derajat 2
9 Ingin pulang, T: 120/80; Axis I: F25.1  Risperidon
Feb berkata N: 82x/mnt, Axis II: Ciri 2 X 2 mg
2020 seperlunya, RR: 20x/mnt kepribadian  THP
tertutup Psikomotor: skizoid 2 X 2 mg.
Hipoaktif Axis III: Tidak ada  CPZ
Kesadaran: diagnosis 1 X 100 mg
CM, berubah Axis IV:
Mood: Depresi Lingkungan sosial
Afek: Depresi Axis V:
Bentuk pikir: GAF
Non realistik 40-31
Isi pikir:
Ide bersalah
Tilikan: derajat 2
10 Tidak banyak T: 120/80; Axis I: F25.1  Risperidon
Feb bicara, menjawab N: 84x/mnt, Axis II: Ciri 2 X 2 mg
2020 seperlunya RR: 18x/mnt kepribadian  THP
Psikomotor: skizoid 2 X 2 mg.
Hipoaktif Axis III: Tidak ada  CPZ
Kesadaran: diagnosis 1 X 100 mg
CM, berubah Axis IV:  Rehabilitasi
Mood: Depresi Lingkungan sosial
Afek: Depresi Axis V:
Bentuk pikir: GAF
Non realistik 40-31
Isi pikir:
Ide bersalah
Tilikan: derajat 2
11 Menanyakan T: 120/80; Axis I: F25.1  Risperidon
Feb kapan pulang N: 84x/mnt, Axis II: Ciri 2 X 2 mg
2020 karena rindu RR: 20x/mnt kepribadian  THP
keluarga, berkata Psikomotor: skizoid 2 X 2 mg.
seperlunya Hipoaktif Axis III: Tidak ada  CPZ
Kesadaran: diagnosis 1 X 100 mg
CM, berubah Axis IV:
Mood: Depresi Lingkungan sosial
Afek: Depresi Axis V:
Bentuk pikir: GAF
Non realistik 40-31
Isi pikir:
Ide bersalah
Tilikan: derajat 2
12 Ingin bekerja T: 110/80; Axis I: F25.1  Risperidon
Feb setelah pulang N: 80x/mnt, Axis II: Ciri 2 X 2 mg
2020 dari RSJ, tidur RR: 18x/mnt kepribadian  THP
(+), makan Psikomotor: skizoid 2 X 2 mg.
minum (+) Hipoaktif Axis III: Tidak ada  CPZ
Kesadaran: diagnosis 1 X 100 mg
CM, berubah Axis IV:
Mood: Depresi Lingkungan sosial
Afek: Depresi Axis V:
Bentuk pikir: GAF
Non realistik 40-31
Isi pikir:
Ide bersalah
Tilikan: derajat 2
13 Ingin pulang, T: 110/70; Axis I: F25.1  Risperidon
Feb menjawab N: 80x/mnt, Axis II: Ciri 2 X 2 mg
2020 pertanyaan hanya RR: 18x/mnt kepribadian  THP
sedikit Psikomotor: skizoid 2 X 2 mg.
Hipoaktif Axis III: Tidak ada  CPZ
Kesadaran: diagnosis 1 X 100 mg
CM, berubah Axis IV:
Mood: Depresi Lingkungan sosial
Afek: Depresi Axis V:
Bentuk pikir: GAF
Non realistik 40-31
Isi pikir:
Ide bersalah
Tilikan: derajat 2
14 Tidak ingin T: 120/80; Axis I: F25.1  Risperidon
Feb bercerita apa-apa, N: 84x/mnt, Axis II: Ciri 2 X 2 mg
2020 hanya ingin RR: 18x/mnt kepribadian  THP
pulang Psikomotor: skizoid 2 X 2 mg.
Hipoaktif Axis III: Tidak ada  CPZ
Kesadaran: diagnosis 1 X 100 mg
CM, berubah Axis IV:
Mood: Depresi Lingkungan sosial
Afek: Depresi Axis V:
Bentuk pikir: GAF
Non realistik 40-31
Isi pikir:
Ide bersalah
Tilikan: derajat 2
15 Makan minum T: 110/80; Axis I: F25.1  Risperidon
Feb (+), tidur (+), N: 80x/mnt, Axis II: Ciri 2 X 2 mg
2020 tidak mau ngobrol RR: 20x/mnt kepribadian  THP
banyak Psikomotor: skizoid 2 X 2 mg.
Hipoaktif Axis III: Tidak ada  CPZ
Kesadaran: diagnosis 1 X 100 mg
CM, berubah Axis IV:
Mood: Depresi Lingkungan sosial
Afek: Depresi Axis V:
Bentuk pikir: GAF
Non realistik 40-31
Isi pikir:
Ide bersalah
Tilikan: derajat 2
16 Ingin pulang, T: 120/80; Axis I: F25.1  Risperidon
Feb menjawab N: 84x/mnt, Axis II: Ciri 2 X 2 mg
2020 seperlunya RR: 18x/mnt kepribadian  THP
Psikomotor: skizoid 2 X 2 mg.
Hipoaktif Axis III: Tidak ada  CPZ
Kesadaran: diagnosis 1 X 100 mg
CM, berubah Axis IV:
Mood: Depresi Lingkungan sosial
Afek: Depresi Axis V:
Bentuk pikir: GAF
Non realistik 40-31
Isi pikir:
Ide bersalah
Tilikan: derajat 2
17 Makan minum T: 120/80; Axis I: F25.1  Risperidon
Feb (+), tidur (+), N: 84x/mnt, Axis II: Ciri 2 X 2 mg
2020 menjawab RR: 18x/mnt kepribadian  THP
seperlunya Psikomotor: skizoid 2 X 2 mg.
Hipoaktif Axis III: Tidak ada  CPZ
Kesadaran: diagnosis 1 X 100 mg
CM, berubah Axis IV:
Mood: Depresi Lingkungan sosial
Afek: Depresi Axis V:
Bentuk pikir: GAF
realistik 40-31
Isi pikir:
Waham (-)
Tilikan: derajat 2
18 Ingin pulang, baru T: 120/80; Axis I: F25.1  Risperidon
Feb pulang rehab N: 84x/mnt, Axis II: Ciri 2 X 2 mg
2020 RR: 18x/mnt kepribadian  THP
Psikomotor: skizoid 2 X 2 mg.
Hipoaktif Axis III: Tidak ada  CPZ
Kesadaran: diagnosis 1 X 100 mg
CM, berubah Axis IV:
Mood: Depresi Lingkungan sosial
Afek: Depresi Axis V:
Bentuk pikir: GAF
realistik 40-31
Isi pikir:
Waham (-)
Tilikan: derajat 2

Anda mungkin juga menyukai