Anda di halaman 1dari 51

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kemampuan Fungsional

2.1.1 Pengertian.

Menurut World heath organization (WHO) kemampuan fungsional

adalah suatu kemampuan seseorang untuk menggunakan kapasitas fisik

yang dimiliki guna memenuhi kewajiban kehidupannya, yang beritegerasi

atau berinteraksi dengan lingkungan dimana ia berada. Sedangkan

ketidakmampuan fungsional, adalah suatu ketidakmampuan melaksanakan

suatu aktivitas atau kegiatan tertentu sebagaimana layaknya orang normal

yang disebabkan oleh kondisi kehilangan atau ketidakmampuan baik

psikologis, fisiologis, maupun kelainan struktur atau fungsi anatomis.

Bagian tubuh yang mengalami cidera atau kerusakan akibat dari banyak

faktor yang salah satu nya adalah osteoarthritis lutut. Osteoartritis sendi

lutut merupakan penyakit degeneratif sendi yang bersifat kronik, berjalan

progresif lambat, dimana keseluruhan struktur dari sendi mengalami

perubahan patologis. Ditandai dengan ketidak seimbangan regenerasi dan

degenerasi yang menimbulkan nyeri, gangguan mobilitas sendi atau

keterbatasan lingkup gerak sendi, kekakuan, instabilitas dan kelemahan

otot – otot pada sendi lutut (Fytilli et al. 2005).

Proses tersebut dapat terus berkembang mengakibatkan terjadinya

penurunan kemampuan fungsional, dimana hal ini lebih merupakan akibat

13
14

dan bukan penyebab bagi ketidakmampuan seseorang untuk berpartisipasi

penuh dalam kehidupan masyarakat, jadi penurunan kemampuan

fungsional adalah istilah payung yang mengacu pada keberfungsian

individu yaitu kecacatan, keterbatasan aktivitas dan pembatasan

partisipasi. Semua gejala yang timbul pada osteoarthritis akan berdampak

pada terganggunya ativitas sehari – hari dan mempengaruhi mobilitas

sendi yang mempercepat penyempitan celah sendi disebut instabiliti pada

lutut (Connell, 2015).

Osteoarthritis dapat mengubah postur, alignment pola jalan dan

tingkat aktivitas fisik, yang sedikit banyaknya dipengaruhi peran adanya

perubahan biomekanik sendi, sehingga mempengaruhi fungsi dan kualitas

hidup penderita (quality of life) seperti, aktivitas fungsional sehari hari

yang mencakup aktivitas mengurus diri sendiri (self care activity),

aktivitas kerja, dan aktivitas rekreasi (leasure). Pada Osteoartritis dapat

menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sebagai akibat

nyeri, inflamasi dan kekakuan sendi. Dan selain hal tersebut patologi pada

sendi lutut menghambat seseorang untuk melaksanakan tugas – tugas

fungsionalnya dengan baik. Menurunnya kemampuan otot pada

Osteoarthtritis genu berdampak pada menurunnya waktu reaksi otot

tersebut terhadap adanya perubahan gaya. Keterlambatan waktu reaksi

tersebut akan meningkatkan resiko terjadinya insiden bagi penderitanya.

Menurunnya kekuatan disertai dengan hilangnya daya kontraksi fungsional

otot akan menghasilkan kontraksi yang tidak sinergis (non-fisiologis).


15

Gerakan non-fisiologis tersebut meningkatkan stress pembebanan yang

berlebihan pada salah satu permukaan kontak sendi, sehingga

meningkatkan progresifitas proses degeneratif sendi. Pasien penderita

Osteoarthtritis sendi lutut akan cenderung membebani gerakan-gerakan

tungkai untuk menghindari rasa nyeri dan rasa tidak nyaman yang

dirasakan (giving way). Namun hal ini cenderung akan memperburuk

keadaan seperti terjadinya gejala berupa Mucle Wasting atau atrofi otot-

otot disekitar lutut. Penyakit ini merupakan penyakit utama yang

menyebabkan terjadinya penurunan kemampuanfungsional di Amerika

Serikat (Connell, 2015).

2.1.2 Keterbatasan Mobilitas Sendi Lutut Pada Osteoarthritis

Selain menyebabkan penurunan kemampuan fungsional,

osteoarthritis juga dapat mengakibatkan terganggunya mobilitas sendi

yang ditandai dengan penurunan LGS, nyeri kronis, deformitas dan

kehilangan fungsi. Proses terjadinya osteoarthritis dapat mempengaruhi

penurunan mobilitas sendi lutut berawal dari kelainan yang terjadi seperti

perubahan bentuk (deformitas) dan perubahan permukaan sendi serta

tulang. Akibat perubahan tersebut menyebabkan kekakuan pada gerakan

persendian, keterbatasan gerak, kekuatan otot menjadi lemah, sehingga

menyebabkan perubahan aligment sendi dan gerakan tertentu menjadi

terhambat (Fitility, 2005).


16

2.1.3 Faktor–faktor yang mempengaruhi penurunan kemampuan

fungsional.

1) Usia.

Masing-masing tingkat usia memiliki tataran tingkatan

kebugaran jasmani yang beragam dan dapat ditingkatkan hampir

pada semua usia. Kebugaran jasmani pada anak-anak meningkat

hingga 25-30 tahun. Kemudian akan terjadi penurunan kapasitas

fungsional dari seluruh organ tubuh sekitar 0,81-1%. Tetapi jika

dilakukan latihan dengan teratur dengan berolahraga, maka proses

penurunan dapat diperlambat hingga setengahnya (Razak, 2010).

2) Jenis Kelamin.

Umumnya tingkat kebugaran umumnya tingkat kebugaran

jasmani putra lebih baik dari pada putri, karena putra lebih banyak

melakukan aktivitas. Ketika usia pubertas, kebugaran jasmani laki-

laki nyaris sama dengan perempuan, tetapi setelah usia pubertas

maka laki-laki akan mempunyai tingkat kebugaran jasmani lebih

besar (Razak, 2010).

3) Latihan olahraga

Salah satu cara untuk meningkatkan aktivitas fisik

seseorang adalah melalui latihan jasmani atau olahraga secara

teratur dan continue. Misalnya, dengan lari pagi atau jogging,

senam kesegaran jasmani, senam aerobic dan aktivitas olahraga

lainnya. Kegiatan melakukan olahrga tersebut sangat bermanfaat


17

bagi tubuh kita terutama untuk mengatur pernapasan, mengatur

gerakan otot, mengatur berat badan dan mengatur ketenangan

dalam berpikir ( Agus, 2007 ).

4) Makanan yang cukup dan bergizi.

Fungsi makanan bagi tubuh adalah untuk mendapatkan

tenaga, zat–zat pembangun sel tubuh, meningkatkan daya tahan

tubuh dan untuk menjamin kelancaran segala macam proses yang

terjadi dalam tubuh. Fungsi–fungsi tersebut dapat terpenuhi bila

makanan yang di konsumsi cukup dan bergizi. Dengan demikian,

makanan yang bergizi akan berpengaruh terhadap aktivitas fisik

seseorang ( Agus, 2007 ).

5) Istirahat atau tidur yang cukup.

Orang yang kurang cukup tidur mudah mendapat gangguan

jasmani dan rohani, Ia akan sering merasa letih, tidak bertenaga,

cemas dan tidak tenang. Menurut penelitian, waktu tidur yang

cukup untuk anak usia 1-4 tahun adalah 12 jam per hari 4-12 tahun

10 jam per hari, orang dewasa memerlukan waktu tidur 5-7 jam

dalam sehari. Untuk pelajar, rata–rata memerlukan waktu tidur 8

jam dalam sehari ( Agus, 2007 ).

2.2 Osteoarthtritis.

2.2.1 Pengertian.

Osteoarthritis adalah penyakit degeneratif sendi yang bersifat

kronik, berjalan progresif lambat, dimana keseluruhan struktur dari sendi


18

mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan hilangnya tulang rawan

sendi secara bertingkat dan diikuti dengan penebalan tulang subchondral,

pertumbuhan osteofit, penebalan kapsul sendi, melemahnya otot-otot yang

menghubungkan sendi, kerusakan ligament dan peradangan sinovium,

sehingga sendi bersangkutan membentuk efusi (Fytiliti, 2005).

Osteoartritis memiliki gejala utama nyeri akut, menyebabkan

hilangnya kemampuan dan sering merasa kaku pada persendian, pain atau

nyeri umumnya digambarkan sebagai sakit yang tajam dan sensasi

terbakar pada bagian otot dan tendon asosiasi. Osteoartritis dapat

menyebabkan bunyi dalam gerak (krepitasi) ketika sendi yang terkena

digerakkan atau disentuh, dan pasien mengalami kejang otot dan kontraksi

pada tendon. Cuaca lembab dan dingin dapat meningkatkan rasa nyeri.

Osteoartritis biasanya menyerang tangan,kaki,tulang belakang dan sendi

bantalan besar penumpu berat badan seperti panggul dan lutut, meskipun

dalam teori setiap sendi didalam tubuh dapat terserang radang sendi.

Osteoartritis terlihat besar,kaku dan sangat nyeri dan semakin bertambah

nyeri saat digunakan untuk bertumpu dalam jangka waktu yang lama

sehingga dapat dibedakan dengan rheumatoid arthritis (Connell, 2015).

2.2.2 Patologi Fungsional.

Gangguan fungsi lutut berdasarkan patologi fungsional yang

menyebabkan terganggunya mobilitas sendi dan kemampuan fungsional

akibat osteoarthritis lutut, sebagai berikut:

a. Body Functional, Structures and Impairment


19

Pada osteoartritisakan terjadi kerusakan tulang rawan sendi yang

progresif, akibatnya tulang rawan akan menipis,retak dan akhirnya

mengelupas. Apabila terjadi penekanan atau gesekan pada permukaan

sendi akan menyebabkan benturan antar tulang sehingga akan mengiritasi

ujung saraf pada permukaan tulang tersebut.

Kerusakan yang terjadi pada persendian juga menimbulkan

inflamasi pada cairan sinovial, dimana reseptor nyeri akan melepaskan

zat-zat algogen (histamin, bradikinin, prostaglandin) sehingga terjadi

penumpukan zat-zat tersebut. Sementara zat- zat ini merupakan jenis zat

iritan yang dapat meningkatkan sensitifitas nosiceptor sehingga

menimbulkan nyeri (Fytiliti, 2005).

Penumpukan zat-zat algogen dapat mempercepat proses perusakan

rawan sendi, pada tahap lanjut terjadi peningkatan tekanan dari cairan

sendi terhadap permukaan sendi. Cairan ini juga akan didesak ke dalam

celah-celah tulang subchondral yang akan menimbulkan krista. Kemudian

krista terkelupas sehingga tulang subchondral menerima beban langsung

yang menyebabkan terjadinya inflamasi dan penebalan subchondral

(Fytiliti, 2005).

Terjadi perubahan bentuk juga kesesuaian pada permukaan sendi

dan membentuk tulang di pinggiran sendi yang disebut osteophite. Adanya

osteophite atau pembentukan tulang baru pada dasar lesi tulang rawan

sendi atau pada tepi persendian akan mengakibatkan iritasi pada jaringan
20

lunak dan saraf di sekitar persendian tersebut dan menimbulkan nyeri.

Terjadi perubahan bentuk juga ketidak sesuaian pada permukaan sendi dan

membentuk tulang di pinggiran sendi yang disebut osteophite (Fytiliti,

2005).

Adanya osteophite atau pembentukan tulang baru pada dasar lesi

tulang rawan sendi atau pada tepi persendian akan mengakibatkan iritasi

pada jaringan lunak dan saraf di sekitar persendian tersebut dan

menimbulkan nyeri. Hal ini akan menyebabkan ketidakseimbangan tubuh

dan gerakan yang berlebihan pada sendi lutut, akibatnya terjadi laxity pada

ligament sehingga terjadi instabilitas (Fytiliti, 2005).

Pada fase kronik menimbulkan reaksi vegetatif yang dapat

menyebabkan gangguan sirkulasi dimana mikrosirkulasi menurun dan

terjadi keterbatasan gerak akibat nyeri yang menyebabkan sendi lutut

mengalami immobilisasi. Selama tahap immobilisasi terjadi penurunan

kadar cairan glukominoglican sehingga elastisitas atau kelenturan jaringan

menurun dan timbul fibrosis akibat pembentukan dan penimbunan kolagen

yang berlebihan. Serabut kolagen selanjutnya akan membentuk pola acak

atau abnormal cross link yang mana akan menyebabkan kontraktur kapsul

ligament (Fytiliti, 2005).

Akibat dari kontraktur kapsul ligament menyebabkan keterbatasan

gerak dengan pola capsular pattern dan menimbulkan nyeri regang.

Sistem kapsulo-ligamen pada lutut mengalami pemendekan dan kontraktur


21

sebagai akibat dari penyempitan celah sendi. Menurunnya fleksibilitas

ligamen-ligamen tersebut akan menyebabkan hipomobilitas dari sistem

ligamen. Karena fungsi dari ligament berkurang menyebabkan kerja otot

menjadi berlebihan, sehingga kontraksi berlebihan tidak dapat dihindari

(Hunter, 2009).

Kontraksi terus menerus ini akan menyebabkan penekanan pada

pembuluh darah sehingga terjadi vasokontriksi dan ischemik yang akan

spasme otot pes anserinus. Ketegangan otot akan mengakibatkan

gangguan pada vaskularisasi yaitu gangguan pada mikrosirkulasi yang

mengganggu sirkulasi darah, pengiriman nutrisi ke jaringan dan terjadi

penumpukan zat-zat sisa metabolisme. Adanya inaktivitas immobilisasi

dan keterbatasan gerak menyababkan penurunan jumlah motor unit dan

aktivitas neurotransmitter, gangguan sirkulasi pada otot serta

berkurangnya kualitas otot yang menyebabkan kelemahan otot quadriceps.

Hal ini akan berlangsung dalam waktu yang lama dan makin bertambah

karena telah masuk dalam sebuah siklus yang terus berputar antara nyeri –

spasme – ischemic (Latham, 2002).

b. Activity Limitation

Telah terjadi kerusakan pada jaringan spesifik yang dapat

menyebabkan penurunan mobilitas sendi dan disabilitas sehingga terjadi

keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Activity Daily Living).

Berikut ini adalah aktivitas yang mengalami keterbatasan berdasarkan

International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF):


22

1) Naik – turun tangga

2) Duduk ke berdiri

3) Berdiri

4) Membungkuk ke lantai atau jongkok

5) Berjalan dipermukaan datar

6) Masuk atau keluar dari mobil

7) Pergi belanja atau pergi ke mall

8) Memakai kaos kaki

9) Bangun dari tempat tidur

10) Melepas kaos kaki

11) Berbaring di tempat tidur

12) Masuk atau keluar dari bak mandi (bed tab)

13) Saat duduk

14) Masuk atau keluar dari toilet

15) Berkebun (memotong rumput, mengangkat kantung yang berat)

16) Saat melakukan aktivitas rumah (membersihkan ruangan,

membersihkan debu, memasak)

c. Participation Restrictions

Adalah masalah yang mungkin dialami yang melibatkan kualitas

hidup. Aktivitas berolahraga, seperti:

1) Olah raga

2) Beribadah

3) Aktivitas bepergian
23

4) Menggunakan transportasi pribadi

5) Menggunakan transportasi umum

d. Personal factor

Personal factor dari osteoarthritis lutut meliputi :

1) Usia lanjut merupakan faktor resiko timbulnya osteoarthritis yang

paling kuat. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan umur

dengan degenerasi jaringan dimana terjadi penurunan kolagen dan

protoglikan pada kartilago sendi.

2) Deformitas valgus dan varus, merupakan perubahan atau kecacatan

bentuk yang terjadi pada sendi lutut, kecacatan tersebut lama

kelamaan akan mengakibatkan kerusakan pada kartilago persendian.

3) Jenis kelamin, pada laki-laki dan wanita sama-sama dapat terkena

osteoarthritis, meskipun pada usia sebelum 45 tahun lebih sering

terjadi pada laki - laki, tetapi setelah usia 45 tahun lebih banyak

terjadi pada wanita. Tetapi prevalensi osteoarthritis lebih banyak

terjadi pada wanita dibandingkan dengan laki – laki.

4) Trauma, dikarenakan trauma atau cidera langsung maupun tidak

langsung akibat pekerjaan berat maupun pemakaian sendi yang terus

menerus dapat menimbulkan trauma pada sendi lutut yang dapat

meningkatkan resiko osteoarthris terjadi.


24

5) Obesitas, berat badan yang berlebih dapat meningkatkan tekanan

mekanik pada sendi penahan beban tubuh sehingga meningkatkan

resiko terjadi osteoarthritis.

e. Environmental factor

Merupakan faktor lingkungan bagi penderita osteoarthritis lutut

seperti : life style atau gaya hidup, rumah dengan tangga, toilet jongkok,

berpergian dengan kendaraan umum, dll.

2.2.3 Gambaran klinik dan diagnosa

Terjadinya proses kerusakan pada tulang rawan sendi, dapat

memberikan gambaran klinik yang beragam pada osteoarthritis. Namun

keluhan yang paling sering terjadi didapati oleh pasien osteoarthritis

adalah nyeri.Gejala karateristik osteoarthritis adalah rasa nyeri yang

timbul dalam dan sulit untuk dilokalisir. Nyeri awalnya timbul pada saat

beraktivitas, pada tahap lanjut nyeri akan timbul pada saat beraktivitas

maupun pada saat beristirahat. Kemudian akan terdapat rasa kaku setelah

istirahat lama dan hilang atau berkurang setelah kurang lebih 30 menit.

Adanya krepitasi atau bunyi pada lutut saat digerakan dan gejala lain dapat

ditemukan perubahan atau pembesaran tulang pada sendi lutut.

Kriteria osteoarthritis dapat berupa :

a. Nyeri lutut terutama dalam satu bulan terakhir


25

b. Kaku sendi setelah istirahat lama dan biasanya berkurang kurang

lebih dalam 30 menit

c. Adanya krepitasi saat digerakan

d. Dapat ditemukan deformitas pada sendi lutut

e. Biasanya terjadi pada usia diatas 45 tahun

Beratnya osteoarthritis pada sendi lutut secara radiologis dapat

dibedakan menjadi beberapa kriteria menurut Kellgren degenerasian

Lawrance seperti pada table berikut.

Tabel 2.1
Grade osteoarthritis menurut Kellgren and Lawrance

Grade Beratnya Temuan radiologis

osteoarthritis

Grade 0 Tidak ada Tidak ada gambaran osteoarthritis

Grade 1 Diragukan Osteoarthritis diragukan dengan gambaran

sendi normal tetapi terdapat osteophite

minimal

Grade 2 Minimal Osteoarthritis minimal dengan osteophite

pada dua tempat, tidak terdapat sklerosis dan

kista subkondral, serta celah sendi baik.

Grade 3 Moderate Osteoarthritis moderat dengan osteophite

moderat, deformitas ujung tulang, dan celah

sendi sempit.
26

Grade 4 Berat Osteoarthritis berat dengan osteophite

besar, deformitas ujung tulang, celah sendi

hilang, serta adanya sklerosis dan kista

subkondral.

2.2.4 Faktor resiko osteoarthritis sendi lutut

Penyebab osteoarthritis sendi lutut belum diketahui secara pasti,

namun berikut ini merupakan faktor resiko yang dapat mengakibatkan

osteoarthritis sendi lutut (Hunter, 2009).

a. Degenerasi, Usia lanjut merupakan faktor resiko timbulnya

osteoarthritis yang paling kuat. Hal ini disebabkan karena adanya

hubungan umur dengan degenerasi jaringan dimana terjadi

penurunan kolagen dan protoglikan pada kartilago sendi.

b. Deformitas valgus dan varus, merupakan perubahan atau kecacatan

bentuk yang terjadi pada sendi lutut, kecacatan tersebut lama

kelamaan akan mengakibatkan kerusakan pada kartilago

persendian, dikarenakan berat badan yang ditumpu oleh hanya

sebagian permukaan sendi saja.

c. Jenis kelamin, pada laki-laki dan wanita sama-sama dapat terkena

osteoarthritis, meskipun pada usia sebelum 45 tahun lebih sering

terjadi pada laki - laki, tetapi setelah usia 45 tahun lebih banyak
27

terjadi pada wanita. Tetapi prevalensi osteoarthritis lebih banyak

terjadi pada wanita dibandingkan dengan laki – laki.

d. Trauma, dikarenakan trauma atau cidera langsung maupun tidak

langsung akibat pekerjaan berat maupun pemakaian sendi yang

terus menerus dapat menimbulkan trauma pada sendi lutut yang

dapat meningkatkan resiko osteoarthris terjadi.

e. Obesitas, berat badan yang berlebih dapat meningkatkan tekanan

mekanik pada sendi penahan beban tubuh sehingga meningkatkan

resiko terjadi osteoarthritis.

2.3 Anatomi dan Biomekanik Sendi Lutut.

Lutut merupakan persendian yang besar dalam tubuh manusia dan

merupakan salah satu sendi yang kompleks. Sendi lutut termasuk jenis

synovial hinge joint dengan gerakan fleksi dan ekstensi. Synovial hinge

joint mempunyai cirri sebagai berikut : permukaan artikular dilapisi tulang

rawan hialin, mempunyai kapsul sendi, mempunyai membrane synovial

yang memproduksi cairan synovial, intraartikular dibeberapa sendi

terdapat meniscus yang berfungsi sebagai peredam kejut, akhir saraf

(nerves ending) mechanoreceptor terdapat pada kapsul dan ligament,

propioceptor sebagai sensasi posisi dan gerak serta nociceptor sebagai

sensasi sakit, ujung saraf simpatik (saraf ototnom) terdapat dipembuluh

darah.
28

Gambar 2.1
Anatomi lutut (Physioweb,2012)

Fungsi dari sendi lutut ialah mempertahankan tegaknya tubuh,

stabilisasi serta meredam tekanan. Karena struktur dan fungsinya yang

kompleks, maka lutut memiliki susunan anatomi dan biomekanik yang

berbeda, sesuai dengan struktur pembentuknya. Untuk itu pemahaman

struktur jaringan yang terkait dengan patologi dan penyebabnya gangguan

nyeri lutut akibat osteoarthritis lutut berikut dibahas beberapa aspek

penting yang meliputi: (Kuntono, 2011).

2.3.1 Tulang pembentuk sendi lutut

Sendi lutut dibentuk oleh : sendi tibiofemoral, sendi patellofemoral

dan sendi proksimal tibiofibular. Sendi tersebut dibentuk oleh beberapa

tulang yaitu, tulang femur, tulang tibia, tulang fibula dan patella yang

dilapisi oleh Tulang rawan sendi atau kartilago sendi (Kuntono, 2011).
29

Tulang rawan sendi merupakan tulang rawan hialin yang berwarna

putih kebiru – biruan, yang terdiri dari kondrosit (sel rawan sendi) dan

matrix ekstraseluler. Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara

matrix rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan

baik. Matriks ekstraseluler substansi dasarnya terdiri dari 65% - 80% air,

15% - 25% kolagen dan 10% proteoglikan (Scoot, 2010).

Fungsi dari kartilago merupakan sebagai peredam guncangan dan

mencegah gesekan pada permukaan sendi.kartilago tidak memiliki

jaringan saraf dan sedikit pembuluh darah, kartilago memperoleh

makanannya melalui difusi dari kapiler melalui jaringan ikat yang

berdekatan (perikondrium) atau melalui cairan synovial. Dikarnakan

kartilago yang memiliki sedikit pembuluh darah maka bagian disekitar

kartilago akan mudah mengalami proses degenerasi yang dipicu oleh

pembukaan selubung (demasking) seperti yang terlihat pada mikroskop.

Bila kandungan air dan chondroitin sulfat berkurang sesuai dengan

bertambahnya usia, maka kemampuan menahan tekanan menjadi

berkurang (Scoot, 2010).

a. Tulang Femur

Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar

dalam tubuh manusia yang berhubungan dengan acetabulum membentuk

kepala sendi yang disebut caput femoris yang bertugas meneruskan berat

tubuh dari tulang coxae ke tibia sewaktu kita berdiri. Pada tulang femur

terdapat dua kondilus besar, yakni kondilus medialis dan kondilus


30

lateralis. Kedua kondilus ini diposterior dipisahkan oleh lekukan

interkondilaris yang sangat dalam dan dari anterior dipisahkan oleh alur

patella, dimana tempat patella meluncur (Scoot, 2010).

b. Tulang Tibia

Tulang tibia berbentuk segitiga pada ujung proksimal terdapat dua

kondilus serta dua permukaan sendi yakni medialis dan lateralis. Pada

kondilus lateralis terdapat permukaan sendi yang bersendi dengan fibula

(Scoot, 2010).

c. Tulang Fibula

Tulang fibula ini berbentuk kecil panjang dan terletak di sebelah

lateral dari tibia. Tulang fibula juga merupakan tulang pipa yang terbesar

sesudah tulang femur yang membentuk persendian lutut dengan os femur

pada bagian ujungnya. Terdapat tonjolan yang di sebut malleolus lateralis

atau mata kaki luar (Scoot, 2010).

d. Patella

Patella merupkan tulang sesamoid terbesar pada tubuh.Tulang ini

berbentuk segetiga, puncaknya menghadap ke bawah / inferior tertanam

dibagian belakang tendon quadriceps. Patella mempunyai dua permukaan,

yang pertama menghadap ke sendi (facies articularis) dengan femur dan

yang kedua menghadap ke depan (facies anterior). Permukaan posterior

patella terdapat permukaan sendi yang dilapisi tulang rawan sendi untuk

bersendi pada alur patella. Fungsi patella di samping sebagai perekatan


31

otot-otot atau tendon adalah sebagai pengungkit sendi lututdan

mempermudah kerja otot quadriceps saat ekstensi (Scoot, 2010).

2.3.2 Sendi.

Lutut dibentuk oleh tiga persendian yaitu, tibiofemoral joint,

patellofemoral joint, dan proksimal tibiofibular joint yang ditutupi oleh

kapsul sendi.

a. Tibiofemoral joint

Tibiofemoral joint terbentuk dari tulang tibia dengan tulang femur

yang saling berhubungan. Sendi dengan jenis synovial hinge joint (sendi

engsel) yang mempunyai dua derajat kebebasan gerak. Gerak fleksi-ektensi

terjadi pada bidang sagital disekitar axis medio-lateral dan gerak rotasi

terjadi pada bidang tranversal disekitar axis vertical (longitudinal). Pada

tibiofemoral joint akan terjadi ekstension lock mechanism, dimana saat

ekstensi akan terjadi gerak rotasi eksternal dan valgus, begitupun

sebaliknya dimana saat gerak fleksi tibiofemoral joint akan terjadi internal

rotasi dan varus. Sendi tibiofemoral dibentuk oleh condylus femoris. Sendi

ini mempunyai permukaan yang tidak rata yang dilapisi oleh lapisan

tulang rawan yang relative tebal dan meniscus (Scoot, 2010).

b. Patelofemoral joint

Patelofemoral joint terbentuk dari antara tulang femur dan patella.

Sendi dengan jenis modified plane joint dan terletak diantara tulang femur

dan patella. Sendi ini berfungsi membantu mekanisme kerja dan


32

mengurangi friction quadriceps. Gerak geser patella terhadap femur

mengikuti pola ulur gerak lurus-melengkung ke medial-lurus. Gerak geser

patella ke proksimal dan ke distal saat ekstensi dan fleksi. Saat ekstensi

disertai gerak geser patella ke medial hingga kembali lurus (Scoot, 2010).

c. Proksimal tibiofibular joint

Proksimal tibiofibular joint terbentuk dari antara tulang tibia dan

tulang fibula proksimal.Sendi ini dibentuk oleh facies capitulum fibula dan

facies articular tibiofibular yang terdapat pada bagian posterior condylus

lateral tibia. Sendi ini merupakan jenis plane joint antara caput fibula

dengan tulang tibia. Gerakan yang terjadi pada sendi ini karena pengaruh

gerakan dari ankle. Ketika terjadi dorsi fleksi ankle maka terjadi gerak

geser ke cranial, dan ketika terjadi plantarfleksi ankle maka terjadi gerak

geser ke dorsal. Sendi proksimal tibiofibular mempunyai fungsi menahan

beban yang diterima lutut dari beban tubuh, lalu diteruskan ke ankle and

foot (Scoot, 2010).

2.3.3 Jaringan lunak di sekitar sendi lutut

a. Kapsul Sendi

Kapsul sendi lutut yang biasa disebut dengan kapsular ligamentum

berbentuk lebar dan longgar, tipis pada bagian depan dan samping, berisi

patella, ligament, maniskus dan bursa. Kapsul sendi lutut terdiri dari dua

lapisan yaitu stratum fibrosa dan stratum sinovium.


33

Stratum synovium bersatu dengan bursa suprapatelaris, stratum

sinovium sangat bervariasi tetapi seringkali memiliki dua lapisan. Lapisan

luar atau subintima yang berserat dan berlemak. Lapisan dalam atau

intimal, terdiri dari lembaran sel tipis.Sel intimal ada dua jenis yaitu jenis

fibroblast dan makrofag. Jenis fibroblast memproduksi polimer rantai gula

panjang yang disebut hyaluronan yang membuat cairan synovial kental

seperti putih telur, bersama dengan molekul yang disebut lubricin, yang

berfungsi melumasi permukaan sendi dan sebagai nutrisi kartilago sendi

(Sudoyo, 2006).

Sedangkan makrofag bertanggung jawab untuk menghilangkan zat

yang tidak diinginkan dari cairan synovial. Kapsul sendi lutut merupakan

jaringan fibros yang avaskuler sehingga apabila terjadi cedera maka akan

sulit untuk disembuhkan (Latham, 2002).

b. Ligament

Ligament mempunyai fungsi sebagai stabilisator pasif dan

pengarah gerak. Ligament adalah pita fibrosa yang merupakan penebalan

dari tunika fibrosa pada kapsul sendi atau lembaran jaringan ikat yang

menghubungkan dua atau lebih tulang, cartilage atau struktur sendi.

Ligament mempunyai sifat yang cukup lentur dan jaringannya cukup kuat

karena ligament merupakan jaringan vikoelastik yang secara bertahap akan

memanjang ketika mendapat tarikan dan kembali ke bentuk aslinya ketika

tarikan hilang (Brian, 2013).


34

Ligament berfungsi sebagai fiksator dan stabilisator lutut pada saat

bergerak maupun dalam posisi diam, ligament mengarahkan gerakan untuk

sendi lutut, selain itu ligament juga berperan mengontrol posisi dari sendi,

ketika posisi lutut tidak benar maka mobilitas sendi akan terganggu,

sehingga menyebabkan kendor atau tegangnya ligament, yang akan

memberikan gerak yang salah sehingga menyebabkan LGS (Lingkup

Gerak Sendi) terbatas dan menimbulkan nyeri pada lutut. Terbatasnya

LGS sendi lutut akan menyebabkan penurunan aktifitas fungsional dari

sendi lutut. Ada beberapa ligament yang terdapat pada sendi lutut antara

lain, (Putz and Pabst, 2000).

1) Ligament cruciatum anterior (ACL),membentang dari bagian anterior

tibia, melekat pada bagian lateral kondilus lateralis femur yang

berfungsi mencegah gerakan gerakan anterior tibia diatas femur.

Menahan eksorotasi tibia pada saat fleksi lutut, mencegah

hiperekstensi lutut dan membantu saat mengglinding (rolling) dan

meluncur (gliding)sendi lutut (Putz and Pabst, 2000).

2) Ligamentum cruciatum posterior (PCL), merupakan ligament terkuat

pada sendi lutut yang berbentuk kipas, membentang dari bagian

posterior tibia ke bagian depan atas dan melekat pada bagian kondilus

medialis femur, ligament ini berfungsi untuk mencegah hiperekstensi

lutut dan memelihara stabilitas lutut (Putz and Pabst, 2000).

3) Ligamentum collateral lateral (LCL), membentang dari permukaan

luar kondilus lateralis femoris kearah kaput fibula. Ligament ini


35

berfungsi melindungi sisi lateral sendi lutut dalam gerakan fleksi

lututdan untuk menahan gerakan varus atau samping luar (Putz and

Pabst, 2000).

4) Ligamentum collateral medial (MCL) yang berfungsi menahan

gerakan valgus atau samping dalam dan eksorotasi dan secara

bersamaan ligament collateral medial juga berfungsi menahan

bergesernya tibia ke depan pada posisi lutut fleksi 90°.

5) ligament popliteum obliqum adalah ligament yang berasal dari

condylus lateralis femur menuju ke insertio musculus semi

membranosus melekat pada fascia musculus popliteum (Putz and

Pabst, 2000).

6) ligament ransversum genu adalah ligament membentang pada

permukaan anterior meniscus medialis dan lateralis.

c. Meniscus

Meniscus merupakan jaringan lunak, yaitu struktur tulang rawan

yang mengelilingi fibrocartilage yang terdapat pada permukaan articularis

caput tibia. Meniscus merupakan jaringan fibrocartilaginosa. Pada bagian

perifer meniscus relative lebih tebal dan pada bagian dalam relative tipis.

Adapun fungsi meniscus adalah :

1) Menyebarkan tekanan pada cartilage artikularis sehingga menurunkan

tekanan antara dua condylus.

2) Melicinkan gerakan sendi lutut

3) Peredam kejut (shock absorber) antara femur terhadap tibia.


36

4) Menambah elastisitas sendi.

5) Mempermudah gerakan rotasi.

6) Mengurangi gerusan selama gerakan

7) Membantu ligament dan capsul sendi dalam mencegah hyperekstensi

sendi.

8) Sebagai bantalan sendi dan menambah luas permukaan lutut pada

permukaan tibia sehingga memungkinkan gerakan lutut lebih luas dan

bebas.

Apabila fungsi atau peran dari meniscus terganggu maka akan

menyebabkan disfungsi gerak dan akan menimbulkan nyeri sehingga

berujung kepada terganggunya mobilitas sendi lutut dan mengakibatkan

penurunan kemampuan fungsional dari sendi lutut (Razak, 2010).

Meniscus dibagi menjadi dua bagian yaitu meniscus lateral dan

meniscus medial. Meniscus lateral berbentuk seperti huruf O, sedangkan

meniscus medial berbentuk seperti setengah lingkaran atau seperti huruf C.

Keduanya melekat pada area intercondiloidea tibialis dan terikat oleh

ligament coronaries (Putz and Pabst, 2000).

Dua pertiga dalam meniscus itu avascular sehingga mendapat

nutrisi dari sinovium dan tidak memiliki saraf afferent. Area ini disebut

juga white zone. Sisa ⅓ dalam meniscus mendapat nutrisi dari darah

(vascular) dan di bagian ujungnya terdapat saraf polymodal. Area ini

disebut juga red zone (Putz and Pabst, 2000).


37

d. Bursa

Lututjuga mempunyai bursa yang merupakan kantong berisi cairan

berdinding tipis dan dibatasi oleh membrane synovial, yang memudahkan

terjadinya gesekan dan gerakan. Ada tiga buah bursa yang terdapat pada

lutut, yaitu bursa supra patellaris, bursa pre-patellaris, dan bursa infra

patellaris superficialis dan profundus yang berfungsi sebagai jaringan

pembungkus sendi.

Bursa sendiri memiliki peranan penting dalam lutut yaitu sebagai

peredam kejut untuk meminimalkan gesekan antar jaringan yang

membentuk lutut, seperti otot dan tedon yang berada di sekitar sendi, dan

melicinkan gerak patella sehingga tidak menimbulkan cidera.

2.3.4. Otot – otot penggerak sendi lutut

Selain ligament yang merupakan stabilisasi pasif, lutut juga

mempunyai stabilisasi aktif yaitu otot-otot di sekitar daerah lutut.Otot-otot

pada lutut dibagi dalam empat grup otot yaitu, grup otot ekstensor (bagian

anterior) dan grup bagian fleksor (bagian posterior), grup otot medial dan

grup otot lateral (Scoot, 2010).

a. Otot-otot bagian anterior (otot ekstensor)


38

Gambar 2.2
Otot bagian anterior (StudyDroid 2010)
Otot bagian anterior yang terdiri dari otot-otot ekstensor lutut

adalah M. Quardiceps femoris.Kelompok otot quadriceps femoris adalah

satu-satunya otot yang melintas pada bagian anterior terhadap sumbu lutut

dan merupakan penggerak utama untuk ekstensi lutut. Otot lain yang dapat

bertindak untuk mengekstensikan lutut membutuhkan kaki untuk fixated.

Dalam situasi ini, otot hamstrings dan soleus dapat mengendalikan

ekstensi lutut dengan menarik tibia posterior (Fransen, 2008).

Keempat otot ini mempunyai fungsi utama yaitu ektensi lutut tetapi

juga mempunyai fungsi lainnya masing-masing.M. Rectus femoris

berperan dalam fleksi hip. M. Vastus medialis membantu otot-otot pes

anserinus dalam menjaga stabilitas medial lutut. Selain itu, vastus

medialis juga berfungsi membuat gerakan rotasi internal pada patella.M.

Vastus lateralis membantu otot illiotibial dalam mempertahankan stablitas


39

sendi sisi lateral dan membuat gerak rotasi eksternal pada patella

(Fransen, 2008).

1) M. Quadriceps femoris adalah Otot yang berorigo di tepi lateral

tuber ischiadicum. Insertio di crista intertrochanterica. Otot ini selain

sebagai penggerak juga berfungsi sebagai stabilitas lutut ketika posisi

tubuh berdiri.otot ini terdiri dari empat otot yaitu, rectus femoris, vastus

medialis, vastus lateralis, dan vastus intermedius (Fransen, 2008).

2) M. Rectus femorisberorigo dari spina iliaca anterior inferior dan

tepi cranial acetabulum. M. Vastus medialis berorigo dari ⅔ bawahlabium

mediale lineae asperae. M. Vastus lateralis berorigo dari lingkar distal

trochanter major dan labium laterale lineae asperae. M. Vastus

intermedius berorigo dari ⅔ atas facies anterior dan aspek lateral femur

(Fransen, 2008).

Keempat otot ini berinsertio pada tempat yang sama yaitu, kearah

patella dan berlanjut hingga menuju tuberculum tibia. Mekanisme kerja

quadrisep ini dibutuhkan seperti saat berjalan otot quadriceps memberi

control fleksi lutut saat initial contact (loading respons) kemudian ektensi

lutut untuk midstance kemudian preswing heel-off to toe off pada aktifitas

berjalan dan dalam mempertahankan fungsi sendi lutut saat melakukan

gerakan closed-kinetic chainuntuk mengangkat atau menurunkan tubuh,

dan jika fungsi otot quadriceps terganggu tentu control gerak tersebut

tidak dapat dilakukan dengan benar (Kisner, 2007).


40

b. Otot-otot bagian posterior (otot fleksor)

Otot hamstring adalah fleksor lutut primer dan juga mempengaruhi

rotasi tibia pada femur. Karena mereka adalah two-joint muscles, mereka

berkontraksi lebih efisien ketika mereka secara bersamaan diperpanjang

atas hip (selama hip fleksi) seperti mereka memfleksikan lutut. Selama

closed chain activities otot hamstring dapat membantu mengektensikan

lutut dengan menarik tibia (Kisner, 2007)

Gambar 2.3
Otot bagian posterior (Physioweb, 2012)

1) M. Hamstring juga berfungsi sebagai stabilisator ketika ada gaya

berlebih ke arah depan, guna membantu fungsi dari ligament crusiatum

anterior. Otot hamstring terdiri dari tiga otot yaitu, M. Semitendinosus, M.


41

Semimembranosus, dan M. Biceps femoris. Dalam perannya pada lutut,

otot hamstring dibantu oleh M. Gastrocnemius untuk mempertahankan

stabilitas lutut pada bagian posterior (Fransen, 2008).

2) M. Semitendinosus berorigo dari tuber ischiadicum bersama dengan

caput longum pada M. Biceps femoris.Insertio di permukaan

medialtuberositas tibiae.Otot ini berfungsi untuk ektensi hip dan fleksi

lutut. Otot ini dipersarafi oleh N. Ischiadicus (L5-S2). M. Semitendinosus

bersama-sama dengan M. Gracilis dan M. Sartorius membentuk gabungan

yang disebut pes anserinus. Pes anserinus ini berperan penting dalam

menjaga stabilitas lutut sisi medial karena menahan gaya ke arah medial

posterior lutut (Fransen, 2008).

3) M. Semimembranosus Otot ini berorigo dari tuber ischiadicum.Insertio

di ujung proksimal tibia di bawah condylus medialis, kapsul posterior

lutut, lig. Popliteum obliquum, dan fascia musculi poplitei. Otot ini

berfungsi untuk ekstensi hip dan fleksi lutut. Dipersarafi oleh N.

Ischiadicus (Fransen, 2008).

4) M. Biceps femoris Otot ini berorigo dari tuber ischiadicum bersama

dengan M. Semitendinosus (Caput longum) dan ⅓ tengah labium laterale

lineae asperae (Caput brevis).Insertio di caput fibulae (membungkus

lig.Collaterale fibulare) dan menyebar ke dalam fascia cruris. Otot ini

berfungsi untuk ekstensi hip dan fleksi lutut. Dipersarafi oleh N.

Ischiadicus (L5-S2). Otot hamstring mengontrol ayunan kaki kedepan


42

selama terminal swing, hamstring juga memberi support pada posterior

sendi lutut ketika lutut extensi selama phase stance. Kelemahan otot

hamstring dapat menimbulkan genu recurvatum (Kisner, 2007).

c. Otot pes anserinus

Kelompok otot Pes anserinus merupakan otot penting untuk

stabilisasi aktif lutut bagian medial.otot ini membentang sejauh facies

medialis tibiae yang berinsersio bersama sama dengan M.semi tendinosus

dan M.sartorius sebagai pes anserinus (Fransen, 2008).

Gambar 2.4
Otot pes anserinus (Physioweb, 2012)

Otot ini terletak paling medial, langsung dibawah permukaan

medial sendi lutut dan bila paha di abduksikan tampak jelas gambaran

lengkungnya. Otot ini berfungsi sebagai adductor panggul dan bila lutut

difleksikan otot anserinus ini bersama sama otot lainberfungsi sebagai


43

rotator medial tungkai bawah dan juga penting mempertahankan secara

aktif agar tidak terjadi genu valgus (Fransen, 2008).

d. Otot iliotibial band

Sementara terusan dari M.gluteus maximus dan M.tensor facia lata

yang berasal dari spina iliaca anterior superior membentang ke distalis

sampai trochanter major terus ke tractus iliotibialis berinsertio pada

condylus lateralis tibiae (Fransen, 2008).

Gambar 2.5
Otot iliotibial band (Physioweb, 2012)

Otot ini berfungsi sebagai abductor dan juga sangat penting

mempertahankan secara aktif gerak berlebihan varus.

e. Mikrosirkulasi

Pembuluh arteri terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan luar (tuniica

manusia externaatau adventia), lapisan tengah (tunica median), dan


44

lapisan dalam (tunica internaatau endothelium). Pembuluh arteri tidak

memiliki katup, letaknya dalam, mengangkut darah yang kaya akan

oksigen, pembuluh arteri memiliki cabang yang lebih kecil yaitu arteriole

dimana berfungsi mengangkut darah menuju kapiler (Scoot, 2010).

Arteri membawa darah dari jantung menuju saluran tubuh dan

arteri ini selalu membawa darah segar berisi oksigen, kecuali arteri

pulmonale yang membawa darah kotor yang memerlukan oksigenisasi.

Pembuluh darah arteri pada tungkai antara lain yaitu arteri femoralis,

arteri profunda femoralis, arteri obturatoria, dan arteri popliteal (Scoot,

2010).

Pembuluh vena terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan luar (tunica

externa/adventia), lapisan tengah (tunica median), dan lapisan dalam

(tunica interna/endothelium). Pembuluh vena mempunyai katup yang

mengankut darah dari jaringan menuju jantung, mempunyai cabang lebih

kecil yang disebut venule yang mengangkut darah dari kapiler (Scoot,

2010).

Pembuluh darah vena pada tungkai antara lain yaitu vena

femoralis, vena profunda femoralis, vena obturatoria dan vena saphena

magna.

2.3.4 Persarafan

Sistem persarafan tungkai berasal dari plexus lumbalis dan

sacralis. Pada otot-otot sekitar tungkai di sarafi oleh beberapa saraf, yaitu
45

nervus (N) femoralis yang mensyarafi semua otot anterior paha, N.

Obturatorius yang mesyarafi cabang-cabang muscular pada M. gracilis,

M. adductor brevis, M. adductorlongus, M.obturatorius esternus dan M.

adductor magnus ,dan N. gluteus superior dan inferior yang mensyarafi

M. gluteus medius, minimus serta maximus (Agus, 2007).

2.4 Osteokinematik dan arthrokinematik sendi lutut

2.4.1 Osteokinematika lutut

Osteokinematika merupakan gerak sendi yang dipandang dari

gerakan tulangnya dan merupakan gerakan fisiologis sendi. Lutut

merupakan hinge joint dengan gerak rotasi ayun dalam bidang sagital dan

menghasilkan gerakan fleksi dengan nilai LGS normal 130º-140º dan soft

end feel juga posisi hiperekstensi berkisar antara 5º-10º dalam batas

normalnya dengan hard end feel, selain rotasi ayun lutut juga mempunyai

gerak rotasi spin dalam bidang tranversal pada posisi lutut fleksi dan

menghasilkan gerakan internal rotasi 15º-30º denganelastic end feeldan

eksternal rotasi 40º-45º pada posisi awal, mid posisi dengan elastic end

feel. Pada gerak akhir ektensi terjadi eksternal rotasi yang dikenal sebagai

closed rotation (Hunter, 2009).

2.4.2 Arthrokinematika lutut

Pada kedua permukaan sendi lutut pergerakan yang terjadi meliputi

gerak sliding dan rolling, maka disinilah berlaku hukum concave-convex.

Hukum ini menyatakan bahwa “jika permukaan sendi cembung (convex)

bergerak pada permukaan sendi cekung (concave) maka pergerakan


46

sliding dan rolling berlawanan” dan “jika permukaan sendi cekung

(concave), maka gerak silding dan rolling searah” (Hunter, 2009).

Arthrokinematik merupakan gerakan pada permukaan sendi. Gerak

arthrokinematik dari lutut yaitu: traksi dan kompresi dengan arah kaudal-

kranial searah axis longitudinal. Gerak translasi ke dorsal dan ke medial

terjadi saat fleksi sedangkan translasi ke ventral dan ke lateral terjadi

saatgerak ekstensi. Kondilus tibiofemoral yang tidak simetris dan

permukaan sendi femur yang lebih besar daripada permukaan sendi tibia

menunjukan bahwa ketika kondilus femur bergerak pada kondilus tibia

(dengan kondisi menumpu berat badan), kondilus femur harus roll dan

slideterhadap condilus tibia.

Pada saat gerak fleksi akan terjadi flexion lock mechanism sehingga

akan terjadi rotasi medial (varus), yaitu kondilus femur roll ke posterior

dan slide ke anterior. Meniskus pada sendi lutut mengikuti roll dari

kondilus dengan bergerak ke posterior saat fleksi. Sedangkan saat

ekstensiakan terjadi extension lock mechanism sehingga akan terjadi rotasi

lateral (valgus), yaitu kondilus femur roll ke anterior dan slide ke

posterior. Pada akhir ekstensi, gerakan terhenti pada kondilus lateral

femur tapi slide berlanjut pada kondilus medial femur untuk mengunci

sendi lutut. Pada gerak aktif tanpa menumpu berat badan, terjadi slide oleh

permukaan sendi tibia yang konkaf terhadap kondilus femur yang konfek.

Kondilus tibia slide ke posterior terhadap kondilus femur saat gerak fleksi.
47

Dari fleksi penuh ke ekstensi,kondilus tibia slide ke anterior pada terhadap

kondilus femur (Hunter, 2009).

2.4.3 Valgus dan Varus

Osteoartritis dapat mengubah postur, alignment pola jalan dan

tingkat aktivitas fisik, yang sedikit banyaknya dipengaruhi peran adanya

perubahan biomekanik sendi (Tamin, 2010). Instabilitas yang terjadi pada

lutut akan menyebabkan kecacatan bentuk pada sendi lutut atau deformitas

genu valgus dan genu varus. Kelainan yang terjadi dapat mempengaruhi

LGS dan mempercepat penyempitan celah sendi. Pembebanan yang tidak

seimbang pada permukaan sendi akan menyebabkan peregangan

kapsuloligamenter pada satu sisi sehingga terjadi ligamen laxity dan pada

sisi yang lain akibat penekanan yang berlebihan maka akan menimbulkan

erosi permukaan sendi, akibatnya akan terjadi instabilitas dan deformitas

sendi dalam posisi valgus dan varus (Hunter, 2009).

Gambar 2.6
Valgus dan varus (Physioweb, 2012)
48

Sebagian besar individu dengan obesitas terutama perempuan

menunjukkan deformitas varus pada lututnya, sebagai akibat dari

peningkatan joint reaction force pada kompartemen medial lutut yang

selanjutnya dapat mempercepat terjadinya proses degenerasi pada lutut.

Pada individu dengan osteoartritis juga dapat terjadi deformitas valgus.

Seiring dengan nyeri dan peningkatan beban mekanik, seseorang

cenderung untuk mengayunkan tubuhnya ke lateral ketika berjalan.

Manuver tersebut mengurangi gaya yang harus dilakukan oleh otot

abductor panggul untuk menyeimbangi peningkatan berat badan. Lebih

lanjut lagi, manuver ini akan menggeser gaya dari berat badan yang

awalnya di medial lutut menjadi ke sisi lateral lutut, sehingga gaya sendi

tibiofemoral pun akan bergeser ke lateral. Hal ini menyebabkan distribusi

beban yang lebih besar di kompartemenlateral lutut dan selanjutnya dapat

menyebabkan deformitas valgus (Hunter, 2009).

2.5 Latihan Quadriceps Setting.

2.5.1 Pengertian

Latihan berasal dari kata latihan itu sendiri adalah suatu aktifitas

fisik yang memiliki tujuan tertentu dan dilakukan dengan aturan-aturan

tertentu secara sistematis seperti adanya aturan waktu, target denyut nadi,

jumlah pengulangan gerakan dan lain-lain. Sedangkan terapi latihan adalah

suatu cara mempercepat penyembuhan dari suatu injury atau penyakit

tertentu yang pernah mengubah cara hidup yang normal (Connell, 2015).
49

Latihan quadriceps setting yang bersifat isometric adalah suatu

jenis latihan kontraksi pada otot tanpa adanya perubahan panjang otot serta

tidak diikuti oleh adanya perubahan gerakan sendi.Latihan jenis isometric

ini sering disebut statik kontraksi yaitu kontraksi otot dimana sendi dalam

keadaan statik (Dekker, 2014).

Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap manfaat

isometric. Dua fisiologis Jerman yaitu muller dan Heltingger dari hasil

penelitiannya menyimpulkan bahwa pemberian statik kontraksi akan

meningkatkan kekuatan otot sekitar 5% setiap minggu.

2.5.2 Jenis Latihan Quadriceps Setting.

a. Latihan gerak isometrik dengan ritme lambat.

Jenis latihan ini dilakukan dengan interval antara kontraksi otot

dan rileksasi memerlukan waktu yang panjang. Latihan jenis ini akan

banyak berpengaruh pada jenis otot merah (tipe I) yang bersifat aerob

yaitu otot tidak cepat lelah.

b. Latihan gerak isometric dengan ritme cepat.

Latihan ini dilakukan dengan interval antara kontraksi otot dan

rileksasi memerlukan waktu yang lebih cepat atau pendek.Latihan ini akan

banyak berpengaruh pada jenis otot putih (tipe II) yang bersifat anaerob

yaitu otot yang bersifat cepat lelah.

2.5.3 Fungsi latihan Quadriceps setting.

Fungsi latihan isometric adalah mempertahankan kekuatan,

meningkatkan strength, endurance dan power, memelihara system


50

sirkulasi, meningkatkan kerja otot static, mengulur jaringan yang

mengalami perlengketan sendi, memelihara nutrisi pada synovial sendi

menjadi lebih baik dan mereksasi otot.

Selain itu latihan quadriceps setting ditujukan untuk

mempertahankan posisi pada ligament dalam posisi yang benar. Latihan

quadriceps setting diberikan pada posisi semifleksi dengan tujuan untuk

memperoleh stabilisasi pada sendi lutut. Dengan adanya stabilisasi lutut

maka dapat mengontrol pembebanan yang baik dalam mobilitas sendi lutut

sehingga tidak menimbulkan nyeri yang menyebabkan peningkatan

kemampuan fungsional dari penderita osteoarthtritis sendi lutut (Hunter,

2009).

2.5.4 Tujuan Latihan Quadriceps Setting.

Secara keseluruhan tujuan latihan isometric, menurut webside

Exercise and Physical Fitness dapat meningkatkan fungsi fisik.Sedangkan

tujuan secara spesifik adalah untuk meningkatkan muscular endurance

(daya tahan), meningkatkan strength (kekuatan) dan untuk meningkatkan

power (tenaga).

a. Meningkatkan muscular endurance (daya tahan otot)

Latihan endurance dikenal dengan progresif endurance exercise

(PEE) yaitu kemampuan untuk melakukan repetitive exercise dengan low-

intensity, kecepatan lambat dan kekuatan tetap dalam periode waktu lama

sehingga bersifat aerobic dan merangsang serabut otot tipe I, slow twich

fiber yang menghasilkan tegangan yang lebih kecil tetapi dapat


51

berkontraksi dalam waktu yang relative lama. Serabut ini mengarah

kepada aktivitas metabolic aerobik dan lambat lelah. Muscular endurance

ditingkatkan melalui exercise dengan resistance ringan selama beberapa

kali pengulangan, program exercise ini didesain untuk

meningkatkanstrength yang pada akhirnya akan meningkatkan muscular

endurance pada otot quadriceps yang termasuk jenis tipe otot tonik adalah

m.rectus femoris (Dekker, 2014).

b. Meningkatkan strength (kekuatan)

Strength (kekuatan) mengarahkan kepada output tenaga dari suatu

kontraksi otot dan secara langsung berhubungan dengan jumlah tension

yang dihasilkan oleh kontraksi otot. Untuk meningkatkan strength otot,

kontraksi otot harus diberi beban atau resistance sehingga meningkatkan

level tension yang pada akhirnya menyebabkan hipertropi dan rekruitmen

serabut-serabut otot. Dengan latihan strengthening akan menyebabkan tipe

II (fast twich fiber). Latihan strengthening dikenal dengan progressive

resistance exercise (PRE) yaitu dengan meningkatkan intensitasnya pada

interval waktu yang pendek, kecepatan cepat, dan kekuatan berubah-ubah

sehingga bersifat anaerobic dan merangsang serabut tipe II (phasik fast

twich fiber) yang menghasilkan tegangan besar dalam waktu singkat,

mengarah pada aktivitas metabolic anaerobic dan cepat lelah. Pada otot

quadriceps yang termasuk tipe otot phasik antara lain m.vastus medialis,

m.vastus intermedius, dan m.vastus lateralis (Connell, 2008)

c. Meningkatkan power (tenaga)


52

Power terdiridari dua (2) komponen yaitu kekuatan dan kecepatan.

Meskipun kekuatan merupakan komponen penting untuk performance,

sedangkan power sangat penting untuk aktivitas. Latihan dengan intensitas

tinggi pada interval waktu pendek adalah anaerobic power dan latihan

dengan intensitas rendah pada interval waktu lama adalah aerobic power.

Pada otot quadriceps yang termasuk tipe otot tonik dan phasik adalah

m.rectus femoris, m.vastus medialis, m.vastus intermedius, dan m.vastus

lateralis.

Gambar : 2.7
Otot dalam berkontraksi (Gail D, 2000)

2.5.5 Mekanisme peningkatan kemampuan fungsional pada osteoarthtritis

sendi lutut dengan latihan Quadriceps setting.

Latihan quadriceps setting bertujuan untuk penguatan pada otot

quadriceps, latihan ini berguna untuk mengurangi iritasi yang terjadi pada

permukaan kartilago artikularis patella, memelihara dan meningkatkan


53

stabilitas aktif pada sendi lutut juga dapat memelihara nutrisi pada

synovial menjadi lebih baik m.vastus medialis, m.vastus intermedius dan

m.vastus lateralis. Pada osteoarthtritis sendi lutut terjadi penurunan fungsi

akibat nyeri akibat penekanan pada sendi lutut. Adanya mal-aligment dari

lutut m.vastus medialis. Kemampuan untuk menjaga kekuatan otot penting

guna menstabilisasi sendi, terutama sendi lutut dimana penurunannya

dipengaruhi oleh adanya nyeri, patologi sendi dan injury (Dekker, 2014).

Latihan quadriceps femoris diharapkan dapat mengembalikan

kemampuan kekuatan otot. Dalam hal ini latihan isometric yang diberikan

kepada m.rectus femoris, m.vastus medialis, m.vastus lateralis, dan

m.vastus intermedius. Bila peningkatan kekuatan m.vastus proporsional

terhadap m.quadriceps maka akan menyeimbangkan gaya tarik yang

bekerja pada patella akan lebih stabil kembali sehingga diharapkan alur

patella akan kembali normal. Dengan demikian maka gerakan yang terjadi

pada kartilago aktivitas patella dengan os femur yang menimbulkan

rangsangan pada nociceptor atau serabut afferent nyeri akan berkurang.

Pada latihan isometric diberikan istirahat selama 5 menit dalam setiap

selesai melakukan latihan ditiap setnya, dengan tujuan mengembalikan

energy pada setiap set setelah menjalani latihan,hal ini dilakukan karena

bertujuan untuk menghindari terjadinya fatigue dan terjadinya cidera

akibat dari over load (Dekker, 2014).


54

2.5.6 Prosedur penerapan latihan Quadriceps setting.

Quadriceps setting merupakan salah satu bentuk latihan yang

dilakukan secara aktif dengan kedua ujung otot terfiksasi pada

tempatnya,tanpa adanya gerakan pada sendi. Kontraksi ini bersifat

maksimal untuk mendapatkan peningkatan penguatan otot quadriceps

femoris.

Dalam pelaksanaannya latihan quadriceps setting dilakukan

dengan kontraksi 6 detik, istirahat 3 detik. Dilakukan dalam 30 kali

pengulangan atau 3 set. Tiap set dilakukan istirahat 1 menit (Dekker,

2014).

2.6 Kinesiotaping.

2.6.1 Pengertian

Dalam sejarahnya kinesiotaping adalah modalitas treatment yang

berdasar pada penyembuhan alamiah tubuh. Metode kinesiotaping

merupakan penyembuhan yang berperan juga dalam aktivasi sistem saraf

dan peredaran darah. Metode ini pada dasarnya berasal dari ilmu

kinesiology, memahami pentingnya gerakan tubuh dan otot dalam

kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu nama kinesio digunakan.

Kinesiotaping tidak hanya digunakan untuk otot yang menggerakkan

tubuh, tetapi juga mengontrol sirkulasi vena, getah bening, dan suhu

tubuh. Karena itu ketidak mampuan otot untuk berfungsi dengan baik akan

menginduksi berbagai macam penyakit kesehatan (Kase, 2005).


55

Kinesiotaping adalah semacam plester yang ditempel kebagian

kulit yang dimaksudkan untuk memfasilitasi proses penyembuhan alami

tubuh dan memungkinkan untuk menstabilisasi otot dan sendi tanpa

membatasi ruang gerak sendi dan penguluran otot tersebut. Dalam hal ini

kinesiotaping mengganti kerja otot agar sirkulasi darah serta lymfe lebih

lancar. Kinesiotaping itu sendiri, tidak membatasi peregangan dari otot

yang akan dipasangkan kinesiotaping sehingga tidak akan membatasi

gerak atau aktivitas dari seseorang yang menggunakan kinesiotaping

(Kase,2005).

Gambar 2.8
Kinesiotaping pada kulit (Kaze, 2005)

2.6.2 Fungsi dan penggunaan kinesiotaping.

Kinesiotaping digunakan untuk re-educate system neuromuscular,

mengurangi rasa sakit, meningkatkan kinerja otot, dapat mencegah cidera,

meningkatkan sirkulasi dan mengaktifasi saraf, sangat fleksibel serta dapat


56

dikenakan pada tubuh yang memungkinkan kita untuk melakukan gerakan

penuh (Barton, 2014).

Kinesiotaping memiliki 4 (empat) fungsi utama yaitu support

muscle, menghilangkan penyumbatan aliran dari cairan tubuh,

mengaktifkan system analgetik endogen dan koreksi sendi.

a. Support Muscle.

Aktifitas yang berulang pada otot saat digunakan secara berlebihan

dan akan menyebabkan otot menjadi lelah disinilah peran dari

kinesiotaping untuk membantu mengkoreksi otot serta mengurangi

kelelahan pada otot tersebut karena kinesiotaping dalam bekerja tidak

menggantikan kinerja dari otot. Kinesiotaping juga dapat mengurangi

overekstensi dan overkontraksi pada otot, mengurangi kram yang

mengarah pada terjadinya cidera otot, dan dapat meningkatkan lingkup

gerak sendi (Range of motion).

1) Meningkatkan kontraksi tonus otot.

2) Mengurangi spasme.

3) Mengurangi kemungkinan timbulnya kram, membuat kinerja otot

menjadi lebih nyaman sehingga dapat mencegah kemungkinan

timbulnya cidera.

4) Meningkatkan lingkup gerak sendi dan menghilangkan nyeri.

b. Menghilangkan penyumbatan aliran cairan tubuh.

1) Meningkatkan sirkulasi darah dan limfatik.

2) Mengurangi kelebihan panas dan zat-zat kimia dalam jaringan.


57

3) Mengurangi proses inflamasi.

c. Mengaktifkan system analgesic endogen.

1) Mengaktifkan spinal inhibitory system.

2) Mengaktifkan desdencing inhibitory system.

d. Koreksi sendi.

Kinesiotaping dapat mengurangi spasme dan pemendekan otot

yang menyebabkan nyeri, nomalitas, tonus otot, kelainan fascia dalam

sendi. Kinesiotaping meningkatkan lingkup gerak sendi dan mengurangi

nyeri pada sendi (Kaze, 2005).

1) Memperbaiki aligment.

Pada pasien dengan kondisi osteoarthritis sendi lutut memiliki

tumpuan saat berdiri dan berjalan dengan menggunakan aligment yang

cenderung asimetris. Hal ini disebabkan adanya rasa nyeri yang

mengganggu pada saat tungkai yang mengalami osteoarthritis pada bagian

lututnya mendapatkan beban tubuh. Dengan penggunaan kinesiotaping

dapat kembali memperbaiki aligment tubuh karena rasa nyeri saat

menumpu pada bagian lutut yang terkena osteoarthritis dapat lebih baik

(Fransen, 2008).

2) Meningkatkan lingkup gerak sendi dan menghilangkan nyeri.

Penggunaan kinesiotaping dianjurkan pada kasus whiplash injury,

hernia, tennis elbow, low back pain, patella pain, sprain angkle, bursitis,

instability, tendinitis, microrupture of muscle serta osteoarthtritis.


58

Sedangkan penggunaan yang tidak dianjurkan pada kasus alergi,

decubitus, luka terbuka, adanya iritasi pada kulit dan fraktur (Kaze, 2005)

Mekanisme Kerja Kinesiotapping


Penerapan Kinesiotapping Pada Kulit
Untuk fungsi Utama

Menghilangkan
Mengaktifkan sistem
Support Muscle penyumbatan aliran
Karaksi Sendi analgetik andogen
cairan tubuh

Menghindari
Menghindari Cidera Meningkatkan
cidera dan kram Meningkatkan ROM
dan kram otot ROM
otot

Meningkatkan Mengurangi
ROM Meningkatkan ROM Nyeri Mengurangi Nyeri

Meningkatkan Mengurangi
Support Muscle Sirkulasi darah dan Inflamasi Mengurangi Inflamasi
limfe

Mengurangi
kelebihan panas dan
zat-zat kimia dalam
jaringan

Mengurangi Inflamasi

Keberahasilan Treatment
(Kase, 2005)
59

Gambar 2.9
Mekanisme kerja kinesiotaping
Sumber : Illustrated kinesiotaping Fourth edition (Kaze,2005).

2.6.3 Mekanisme peningkatan kemampuan fungsional pada

Osteoarthtritis sendi lututdengan kinesiotaping.

Dari berbagai kasus yang dianjurkan dalam aplikasi treatmen

fisioterapi dalam menangani kasus osteoarthtritis sendi lutut.Pada

penelitian ini kinesiotaping dipilih untuk diterapkan pada penanganan

kasus osteoarthtritis sendi lutut. Pemakaian kinesiotaping pada kasus

osteoarthtritis sendi lutut ini telah diketahui fungsi dan manfaatnya untuk

mengurangi nyeri, mengurangi spasme, mengurangi inflamasi,

meningkatkan limphatik return serta mencegah terjadinya penguluran atau

pemanjangan yang berlebihan dari fascia sehingga tidak akan terjadinya

iritasi berulang yang dapat mengakibatkan inflamasi baru (Chandra, 2012).

Osteoarthtritis adalah proses degenerasi pada sendi yang biasanya

diikuti oleh adanya proses peradangan pada jaringan ekstra artikulernya.

Rasa nyeri yang timbul adalah akibat adanya reaksi inflamasi jaringan

ekstra artikulernya sebagai jawaban adanya kerusakan jaringan. Respon

inflamasi secara garis besar terjadi pada sistem pembuluh darah baik arteri

maupun vena dan pada system saraf yang disebut sebagai reseptor rasa

nyeri. Pada pembuluh darah terjadi perubahan haemodinamic change yang

ditandai dengan terjadinya increase vascular permeability

(tumor,dolor,color). Proses ini diikuti dengan adanya chemotaxis


60

(leucocyte excudation) yaitu dilepasnya chemical mediator kesasaran

cidera yang berupa, histamine, prostaglandin, vasoactiveamin dan

serotonin. Dua peristiwa ini menyebabkan munculnya rasa nyeri (Fytiliti,

2005).

Pada system saraf saat terjadi inflamasi kronis akan mengalami

nervous system imbalance dimana aktivitas system saraf simpatik lebih

dominan. Keadaan ini menyebabkan terjadinya potentially leading to

increase tension,rising blood preasure,disturbed blood sugar,anxiety or

depression,or other neurological problem. Pada kondisi inilah rasa nyeri

pada osteoarthtritis sering kali tidak mudah untuk ditangani. Dilepasnya

substan “P” pada peristiwa chemotaxis akan mengiritasi system saraf

reseptor nyeri. Keadaan inilah yang menyebabkan para ahli menyatakan

bahwa sesungguhnya osteoarthtritis adalah peristiwa Neurodegenerative

(Hunter, 2009).

Mengacu pada proses diatas,maka pemakaian kinesiotaping untuk

menurunkan rasa nyeri pada osteoarthtritis adalah dengan melihat kinerja

kinesiotaping baik pada level vascular maupun pada level neural.

Kinesiotaping baik pada spesifikasi bahan maupun teknik pemasangannya

akan mempengaruhi kinerja pembuluh darah (arteri,vena dan limfe).

Dilihat dari segi bahan kinesiotaping yang menempel ringan (tidak

menekan) pada jaringan yang mengalami cidera baik dengan adanya

tarikan ataupun tanpa tarikan (tergantung dari severity) kondisinya, akan

merangsang kinerja pembuluh limfe dibawah permukaan kulit. Aktifnya


61

pembuluh limfe ini akan membawa keuntungan yang besar bagi

pengangkutan berbagai mediator inflamasi (yang biasanya berbentuk

protein) keluar dari area inflamasi. Secara fisiologis pembuluh limfe

memiliki fungsi sebagai garbage collector karena kemampuan

absorbsinya. Hal ini menguntungkan karena mediator inflamasi yang

menumpuk pada area cidera jenisnya adalah makromolekul yang sulit

melalui vena.Dengan makin berkurangnya jumlah excudate pada lokasi

cidera maka tekanan pada pembuluh darah berkurang dan dapat

menurunkan nyeri yang mengganggu (Kaze, 2005).

Aktifnya pembuluh limfe pada pemasangan kinesiotaping

menyebabkan naiknya kinerja system saraf parasimpatik sehingga

terjadilah keseimbangan kinerja antara system saraf simpatis dan

parasimpatis. Keseimbangan ini akan menimbulkan rasa nyaman,

menghilangkan ketegangan. Rasa nyaman akan menurunkan rasa nyeri.

Pada saat yang sama aktifnya limfe akan membuang substan “P”

bersamaan dengan mediator inflamasi lainnya (Kaze, 2005).

Saat otot mengalami radang, spasme, lelah maka adanya jarak

antara kulit dan otot mengalami kompresi yang menekan facia dan

menghambat aliran limfe dan microsirkulasi maka akan terjadilah ischemic

pada jaringan dan lalu menekan reseptor nyeri di bagian kulit. Dengan

pemasangan kinesiotaping ini akan memfiksasi mengangkat kulit yang

menekan facia sehingga sirkulasi dari jaringan akan kembali normal dan

reseptor nyeri di bagian kulit tidak tertekan. Pemasangan kinesiotaping


62

dapat memblokir nyeri pada level sensorik, meningkatkan system aliran

darah kapiler, meningkatkan proses metabolisme dan membantu proses

absorbsi otot-otot yang mengalami spasme dan kekakuan sendi dapat

diatasi. Selain hal itu juga kinesiotaping berpengaruh pada peningkatan

sirkulasi darah atau limfe dengan meningkatkan sirkulasi dan menurunkan

respon fisiologis zat-zat iritan (algogen) histamine, bradikinin dan

prostaglandin yang mengalami cidera sehingga menyebabkan

penumpukan sisa metabolism berkurang dan meningkatkan suplai gizi lalu

menurunkan nilai ambang rangsang nyeri (Kaze, 2005).

Gambar 2.10
Jarak aliran pada cairan limfe (Kaze, 2005)

2.6.4 Prosedur penerapan kinesiotaping pada osteoarthtritis sendi lutut.

Kinesiotaping adalah semacam plester yang ditempel kekulit yang

dimaksudkan untuk memfasilitasi proses penyembuhan alami tubuh dan

memungkinkan untuk menstabilisasi otot dan sendi tanpa membatasi ruang

gerak sendi dan penguluran dari otot tersebut (Kaze,2005).


63

Dalam hal ini kinesiotaping mengganti kerja otot agar sirkulasi

darah dalam otot tersebut dapat lebih baik.

Kinesiotaping itu sendiri, tidak membatasi peregangan dari otot

yang akan dipasangkan kinesiotaping, sehingga tidak akan membatasi

gerak atau aktivitas dari seseorang yang menggunakan kinesiotaping.

Dalam penerapannya kinesiotaping dipasang dengan durasi pemasangan

selama 3 hari dengan frekuensi 1 kali pemasangan.

Anda mungkin juga menyukai