Anda di halaman 1dari 8

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus

Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

& Moore (1996) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Fungi
Divisio : Zygomycota
Kelas : Zygomycetes
Ordo : Mucorales
Famili : Mucoraceae
Genus : Rhizopus
Spesies : Rhizopus oligosporus

Gambar 2.1 Struktur Rhizopus oligosporus

R. oligosporus merupakan kapang yang banyak digunakan dalam

pembuatan tempe, banyak terdapat di alam karena hidupnya bersifat saprofit

(Shurtleff & Aoyogi, 1979). Kapang ini dikenal sebagai kapang yang mampu

memproduksi enzim lipase untuk merombak lemak media (Aunstrop, 1979).

Kapang ini juga mampu memproduksi asam lemak omega-3 rantai panjang,

FERMENTASI AMPAS TAHU…., EKA YULYANTI, FKIP UMP, 2014


7

khususnya linoleat, selain itu R. oligosporus juga mampu menghasilkan asam

linoleat pada proses fermentasi cair ampas kelapa sawit (Affandi, 2012).

Menurut Pelczar & Chan (1986) dan Fardiaz (1992) struktur morfologi

kapang tersusun atas dua bagian yaitu miselium dan spora. Miselium merupakan

kumpulan dari hifa. Hifa kapang biasanya berupa serabut-serabut halus seperti

kapas yang dapat tumbuh di bawah atau di atas permukaan medium. Pertumbuhan

hifa berasal dari spora yang telah melakukan germinasi membentuk tuba germ

yang akan tumbuh terus membentuk miselium. Menurut Susilowati (2001) R.

oligosporus dapat tumbuh optimum pada suhu 30-350C, dan memiliki ciri-ciri hifa

seperti benang berwarna putih sampai kelabu hitam serta tidak bersekat, memiliki

rhizoid dan sporangiospora.

Spora kapang sebagai unit reproduksi sangat membantu kapang dalam

siklus hidupnya dan mampu bertahan hidup dalam keadaan yang tidak

menguntungkan. Tahapan yang melibatkan spora yaitu spora dibentuk pada

miselium atau sporokarp dan pelepasannya dari induk spora. Spora melakukan

penyebaran yang merupakan masa dormansi. Spora kapang menemukan kondisi

yang sesuai, kemudian melakukan germinasi untuk menjadi thalus baru

(Landecker-Moore, 1996).

2.2 Fermentasi Ampas Tahu

2.2.1 Fermentasi

Menurut Buffaloe & Ferguson (1981), fermentasi merupakan proses

penguraian kimia secara aerob dan anaerob dengan menggunakan

mikroorganisme untuk menghasilkan produk. Mikroorganisme yang biasa

FERMENTASI AMPAS TAHU…., EKA YULYANTI, FKIP UMP, 2014


8

digunakan dalam proses fermentasi yaitu bakteri, kapang, dan khamir. Menurut

Buckle et al. (1985) mikroorganisme tersebut menghasilkan enzim hidrolitik

yang mampu menghidrolisis komponen kompleks menjadi komponen yang lebih

sederhana, dan berdasarkan mikroorganisme yang digunakan dalam proses

fermentasi maka produk yang dihasilkan juga berbeda.

Menurut Rahman (1992), berdasarkan mikroorganisme yang digunakan

maka produk-produk fermentasi dikelompokkan menjadi (1) produk fermentasi

kapang, (2) produk fermentasi khamir, (3) produk fermentasi bakteri, dan (4)

produk fermentasi campuran. Substrat dapat dihidrolisis menjadi senyawa yang

lebih sederhana karena adanya proses fermentasi, dan reaksi fermentasi dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor.

1) Konsentrasi substrat untuk media fermentasi

Menurut Poedjiadi (1994), konsentrasi bahan baku untuk media fermentasi

mempengaruhi kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim. Pada konsentrasi

bahan baku yang rendah maka kecepatan reaksi juga rendah. Menurut Lehninger

(1998) kecepatan reaksi akan meningkat dengan semakin lamanya waktu untuk

membuat kompleks enzim substrat.

2) Mikroorganisme

Mikroorganisme dapat menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis

substrat. Mikroorganisme yang sering digunakan dalam fermentasi antara lain

yaitu kapang. Kapang yang sering digunakan dalam fermentasi makanan salah

satunya adalah Rhizopus oligosporus. Umumnya kapang dapat menggunakan

berbagai komponen makanan, dari yang sederhana sampai kompleks. Kapang R.

FERMENTASI AMPAS TAHU…., EKA YULYANTI, FKIP UMP, 2014


9

oligosporus mampu memproduksi enzim hidrolitik yaitu amilase, pektinase,

protease, dan lipase. Oleh karena itu, dapat tumbuh pada makanan-makanan yang

mengandung pati, pektin, protein, dan lipid (Fardiaz, 1992).

3) Derajat keasaman (pH).

Derajat keasaman (pH) yang dapat menyebabkan aktivitas enzim optimum

disebut pH optimum. Tiap enzim memiliki pH tertentu yang dapat menyebabkan

enzim tersebut bekerja secara optimum (Volk & Wheeler, 1988). Kisaran pH

optimum untuk aktivitas enzim yang dihasilkan oleh kapang adalah berkisar

antara 5-7, tetapi masih dapat hidup pada pH 3-8,5 (Fardiaz, 1992).

4) Suhu

Menurut Poedjiadi (1994), reaksi fermentasi dengan menggunakan enzim

dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu rendah laju reaksi yang berlangsung lambat,

sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung cepat. Kecepatan reaksi

meningkat dua kali lipat dengan kenaikan suhu 100C sampai batas tertentu dan

menjadi setengahnya bila suhu diturunkan 100C hingga suhu tertentu. Samson

(1995) menyatakan bahwa suhu optimum adalah suhu yang menyebabkan

terjadinya reaksi kimia paling tinggi, suhu optimum kebanyakan dari kapang

berkisar antara 24-300C.

5) Inhibitor

Menurut Sadikin (2002), banyak molekul yang kerjanya dapat menghambat

atau mengurangi laju reaksi enzim. Molekul atau zat yang dapat menghambat

reaksi enzimatik dinamakan inhibitor. Hambatan yang dilakukan inhibitor dapat

berupa hambatan irreversible atau reversible. Hambatan irreversible disebabkan

FERMENTASI AMPAS TAHU…., EKA YULYANTI, FKIP UMP, 2014


10

karena adanya modifikasi gugus fungsi enzim, sedangkan hambatan reversible

disebabkan karena adanya molekul yang struktur kimianya mirip substrat.

Inhibitor yang kimianya mirip substrat berikatan dengan enzim sehingga tidak

menghasilkan produk.

Menurut Lestari (2001) bahwa pada fermentasi terjadi proses yang

menguntungkan, diantaranya dapat menghilangkan bau yang tidak diinginkan,

meningkatkan daya cerna, menghilangkan daya racun yang terdapat pada bahan

mentahnya dan menghasilkan warna yang diinginkan. Selain itu menurut Saono

(1976) manfaat lain fermentasi adalah bahan makanan lebih tahan disimpan dan

dapat mengurangi senyawa racun (toksin) yang dikandungnya, sehingga nilai

ekonomis bahan dasarnya menjadi jauh lebih baik.

2.2.2 Ampas Tahu

Proses pembuatan tahu menghasilkan limbah, baik limbah padat maupun

cair. Limbah padat tersebut dihasilkan dari proses penyaringan dan

penggumpalan, sedangkan limbah cair dihasilkan dari proses pencucian,

perebusan, pengepresan dan pencetakan tahu. Limbah padat yang dihasilkan dari

pabrik pengolahan tahu berupa kotoran hasil pembersihan kedelai (batu, tanah,

kulit kedelai, dan benda lain yang menempel pada kulit kedelai), dan sisa saringan

bubur kedelai yang disebut dengan ampas tahu. Limbah padat yang berupa

kotoran tersebut diperoleh pada saat penyortiran kedelai, dan biasanya limbah

yang diperoleh tidak terlalu banyak yaitu sekitar 3% dari bahan baku kedelai.

Limbah padat yang diperoleh dari saringan bubur kedelai berkisar antara 25-30%

FERMENTASI AMPAS TAHU…., EKA YULYANTI, FKIP UMP, 2014


11

dari produk tahu yang dihasilkan, dan limbah inilah yang disebut dengan ampas

tahu (Kaswinarni, 2007).

Ampas tahu ditinjau dari komposisi kimianya mengandung protein cukup

tinggi, dan ampas tahu memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dengan kacang

kedelai. Prabowo et al. (1983) menyatakan bahwa protein ampas tahu mempunyai

nilai biologis lebih tinggi dari pada protein biji kedelai dalam keadaan mentah,

karena bahan ini berasal dari kedelai yang telah dimasak. Menurut Nuraini et al.

(2009) ampas tahu dapat dijadikan sebagai sumber nitrogen pada media

fermentasi dan dapat dijadikan sebagai bahan pakan sumber protein karena

mengandung protein kasar cukup tinggi yaitu 27,55% dan kandungan zat nutrien

lain adalah lemak 4,93%, serat kasar 7,11%, BETN 44,50%. Menurut Suprapti

(2005), nutrisi/kimia ampas tahu disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Nutrisi/kimia ampas tahu


Nutrisi Ampas tahu
Basah % Kering %
Bahan kering 14,69 88,35
Protein kasar 2,91 23,39
Serat kasar 3,76 19,44
Lemak kasar 1,39 9,96
Abu 0,58 4,58
BETN 6,05 30,48
Sumber : Suprapti (2005)

2.2.3 Fermentasi Ampas Tahu

Ampas tahu yang diberikan secara langsung pada ikan, dan tanpa melalui

proses fermentasi hasilnya kurang baik bagi pertumbuhan ikan. Bahkan dapat

menyebabkan kerugian bagi para petani ikan. Oleh karena itu perlu dilakukan

fermentasi pada ampas tahu yang akan dijadikan sebagai pakan ikan. Hal ini

bertujuan untuk mendapatkan pakan ikan yang bermutu baik yang mengandung

FERMENTASI AMPAS TAHU…., EKA YULYANTI, FKIP UMP, 2014


12

protein tinggi, sehingga pertumbuhan ikan lebih cepat dan dapat meningkatkan

penghasilan para petani ikan.

Menurut Mahfudz et al. (2004) ampas tahu yang telah mengalami

fermentasi mengandung asam glutamat dan vitamin B, kedua bahan tersebut dapat

meningkatkan konsumsi pakan. Anggorodi (1995) menyatakan bahwa

meningkatnya konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh meningkatnya kecernaan

akibat proses fermentasi. Menurut Suwarni (2000) bahan yang telah mengalami

fermentasi akan mudah dicerna dan asam amino serta vitaminnya meningkat.

Asam amino merupakan komponen pembentuk protein.

2.3 Pakan Ikan

Ketersediaan pakan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan

kelangsungan hidup ikan. Pertumbuhan ikan sangat memerlukan pakan yang

mengandung protein, karbohidrat serta zat lain seperti lemak, vitamin, dan

mineral.

Menurut Halver (1989) kebutuhan beberapa ikan dipengaruhi oleh

beberapa faktor jenis, ukuran, serta faktor lingkungan seperti suhu dan kadar

oksigen terlarut. Mudjiman (2004) menyatakan bahwa protein sangat dibutuhkan

oleh tubuh ikan, baik untuk menghasilkan tenaga maupun untuk pertumbuhan.

Menurut Takeuchi (1988) protein berfungsi membentuk dan memperbaiki

jaringan dan organ tubuh yang rusak, serta pada kondisi tertentu digunakan

sebagai sumber energi pada proses metabolisme, dan menurut Goddard (1996)

kebutuhan protein bervariasi tergantung pada umur ikan, ikan muda umumnya

membutuhkan protein yang lebih tinggi dibandingkan ikan yang lebih tua. Hasting

FERMENTASI AMPAS TAHU…., EKA YULYANTI, FKIP UMP, 2014


13

& Heggs (1980) dalam Lestari (2006) jumlah dan kualitas protein merupakan

sumber energi terbesar bagi perkembangan ikan.

Protein merupakan molekul organik kompleks yang mengandung karbon,

hidrogen serta oksigen. Ukuran protein sangat beragam, yang terkecil misalnya

insulin memiliki 50 asam amino dan berat molekulnya 6000, yang menengah

misalnya hemoglobin yang berat molekulnya sekitar 66000, dan yang terbesar

misalnya fibrinogen yang berat molekulnya mencapai hampir sejuta. Protein

dibutuhkan oleh ikan berfungsi untuk pembentukan struktur, misalnya

membentuk kolagen dalam tulang dan kartilago. Selain berperan dalam

pembentukaan struktur, protein juga berperan dalam pembentukan fungsional,

seperti membentuk enzim atau protein khusus seperti hemoglobin. Protein

berperan dalam pembentukan struktural dan fungsional untuk pertumbuhan dan

reparasi jaringan serta proses reproduksi, pertumbuhan ikan akan terganggu

apabila kebutuhan protein dalam pakannya tidak terpenuhi (Cahyo, 2007).

Tepung ikan dalam pembuatan pakan buatan mengandung protein yang

tinggi sehingga dalam pembuatan pelet tepung ikan merupakan bahan yang

mutlak digunakan, akan tetapi harga tepung ikan di pasaran relatif tinggi sehingga

untuk alternatif lain digunakan pengganti. Adapun pengganti yang harganya

relatif murah yaitu menggunakan ampas tahu. Winarno & Fardiaz (1980)

menyatakan bahwa nilai gizi bahan pakan yang difermentasi lebih tinggi daripada

bahan aslinya.

FERMENTASI AMPAS TAHU…., EKA YULYANTI, FKIP UMP, 2014

Anda mungkin juga menyukai