Anda di halaman 1dari 17

HUKUM MENUTUP AURAT DAN BUSANA ISLAMI

SISTEM PEMBELAJARAN FIQH

Dosen pembimbing :

Dr. H. Oking Setia Priyatna, Drs., M. Ag.

Disusun oleh :

Isti Novianti : 181105010315


Luthfia Nurul Ilma : 181105010276
Revitha Almaisya : 181105010317

UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR


JALAN BARU KEDUNG BADAK TANAH SAREAL KOTA BOGOR
JAWA BARAT
2019 M/1440 H
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkataan “akhlak” berasal dari bahasa Arab jamak dari yang diartikan dengan budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
1. Akhlak tersendiri terbagi atas 2, yaitu : Akhlak Mahmuda (akhlak terpuji)
Contoh: memberi sumbangan, sabar menghadapi masalah, rajin belajar dan bekerja, berbuat
baik kepada orang tua
2. Akhlak Mazmumah ( akhlak tercela )
Contoh : berdusta ketika berbicara, malas, dan apatis
Sebagai seorang yang beriman, kita harus membiasakan untuk berakhlak yang terpuji,
karena akhlah adlah buah dan merupakan hasil dari iman dan aqidah kita sendiri.
Akhlak menurut Imam Gazali adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan
pemikiran terlebih dahulu. Akhlak menurut Ibrahim Anis adalah sifat yang tertanam di
dalam jiwa dan terdapat macam-macam perbuatan tanpa membutuhkan pertimbangan
terlebih dahulu.

B. Rumusan Masalah
a.  Apakah pengertian akhlak?
b. Bagaimana cara berahklak dalam islam?
c.  Apa hikmah dalam berpakaian Islami ?
d. Apa hukum cadar menurut 4 madzhab ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak Berpakaian


     Menurut bahasa, dalam bahasa Arab pakaian disebut dengan kata “Libaasun-
tsiyaabun” dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pakaian diartikan sebagai “barang
apa yang biasa dipakai oleh seorang baik berupa jaket, celana, sarung, selendang, kerudung,
jubah, serban”
     Menurut isltilah, pakaian adalah “segala sesuatu yang dikenakan seseorang dalam
berbagai ukuran dan modenya berupa baju, celana, sarung, jubah, ataupun yang lain,
sesuaikan dengan kebutuhan pemakainya untuk suatu tujuan yang bersifat khusus ataupun
umum.
Tujuan berpakaian :
1.Tujuan khusus, yaitu : “pakaian yang lebih berorientasi kepada nilai keindahan, sesuai
dengan situasi dan kondisi pemakaian”
2.Tujuan umum, yaitu : “pakaian yang lebih berorientasi kepada keperluan menutup atau
melindungi bagian tubuh yang perlu ditutup atau dilindungi, baik menurut kepatutan agama
ataupun adat”
      Menurut kepatutan agama lebih mengarah kepada keperluan menutup aurat, sesuai
dengan ketentuan syara’ dengan tujuan beribadah. Sedangkan menurut kepatutan adat
adalah pakaian yang sesuai dengan mode atau batasan ukuran berpakaian yang berlaku
dalam suatu wilayah hukum ada.

B. Bentuk Akhlak Berpakaian


Dalam pandangan Islam, pakaian terbagi menjadi dua bentuk :
1. Pakaian untuk menutupi aurat tubuh yang dalam perkembangannya telah melahirkan
kebudayaan bersahaja. Hal ini sebagai realisasi dari perintah Allah, aurat wanita seluruh
tubuhnya kecuali wajah dan dua telapan tangan, sedangkan aurat pria menutup aurat
di bawah lutut dan di atas pusar. Batasan yang telah ditetapkan Allah ini melahirkan
kebudayaan yang sopan dan enak dipandang serta menciptakan rasa aman dan tenang,
sebab telah memenuhi kewajaran. .
2. Pakaian merupakan perhiasan yang menunjukkan identitas diri, sebagai konsekuensi
perkembangan peradaban manusia. Hal ini bertujuan untuk menjaga dan
mengaktualisasikan diri sesuai dengan tuntutan perkembangan mode dan zaman. 

Walaupun demikian Allah memberikan batasan kebebasan itu dalam Firman-Nya :


َ‫ت هّللا ِ لَ َعلَّ ُه ْم يَ َّذ َّكرُون‬
ِ ‫ى َذلِ َك َخ ْي ٌر َذلِ َك ِمنْ آيَا‬
َ ‫اس التَّ ْق َو‬ َ ‫يَا بَنِي آ َد َم قَ ْد أَن َز ْلنَا َعلَ ْي ُك ْم لِبَاسا ً يُ َوا ِري‬.
ُ َ‫س ْو َءاتِ ُك ْم َو ِريشا ً َولِب‬
Artinya : “Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk
menutupi auratmu dan untuk perhiasanmu. Tetapi pakaian takwa, itu yang lebih baik.
Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat.” (al-
A'raf : 26)

Aurat secara bahasa berarti “hal yang jelek untuk dilihat” atau “sesuatu yang
memalukan bila dilihat”. Menurut syara’ aurat adalah “bagian tubuh yang diharamkan
Allah untuk diperlihatkan kepada orang lain”. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa
garis panduan adab berpakaian (untuk lelaki dan wanita) muslim dan muslimah haruslah
mempunyai kriteria sebagai berikut :
1. Menutup aurat. Aurat lelaki menurut ahli hukum ialah dari pusat hingga ke lutut. Aurat
wanita ialah seluruh anggota badan, kecuali wajah, telapak tangan dan telapak kaki.
Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : "Paha itu adalah aurat." (HR.Bukhari)
2. Tidak tembus pandang dan tidak ketat. Pakaian yang tembus pandang dan ketat tidak
memenuhi syarat menutup aurat. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : "Dua golongan
ahli neraka yang belum pernah aku lihat ialah, satu golongan memegang cemeti seperti
ekor lembu yang digunakan untuk memukul manusia dan satu golongan lagi wanita yang
memakai pakaian tetapi telanjang dan meliuk-liukkan badan juga kepalanya seperti
bonggol unta yang tunduk. Mereka tidak masuk syurga dan tidak dapat mencium baunya
walaupun bau syurga itu dapat dicium dari jarak yang jauh." (HR.Muslim).
3. Tidak menimbulkan sifat riya. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : "Barang siapa
yang mengenakan pakaiannya kerana perasaan sombong, Allah Swt. tidak akan
memandangnya pada hari kiamat." Dalam hadis lain, Rasulullah Saw. bersabda yang
artinya : "Barang siapa yang memakai pakaian yang berlebih-lebihan, maka Allah akan
memberikan pakaian kehinaan pada hari akhirat nanti." (HR.Ahmad, Abu Daud, an-
Nasa'iy dan Ibnu Majah)
4. Wanita tidak menyerupai laki-laki dan laki-laki tidak menyerupai
wanita. Maksudnya pakaian yang khusus untuk lelaki tidak boleh dipakai oleh wanita,
begitu juga sebaliknya. Rasulullah Saw. mengingatkan hal ini dengan tegas dalam
sabdanya: "Allah mengutuk wanita yang meniru pakaian dan sikap lelaki, dan lelaki yang
meniru pakaian dan sikap perempuan." (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam hadits
lain Baginda Nabi Saw. juga bersabda: "Allah melaknat lelaki berpakaian wanita dan
wanita berpakaian lelaki." (HR. Abu Daud dan Al-Hakim).
5. Menutup tubuh bagian atas dengan tudung kepala. Contohnya seperti tudung yang
seharusnya dipakai sesuai kehendak syarak yaitu untuk menutupi kepala dan rambut,
tengkuk atau leher dan juga dada. Allah berfirman :
 ُ ‫انَ هَّللا‬jj‫ساء ا ْل ُمؤْ ِمنِينَ يُ ْدنِينَ َعلَ ْي ِهنَّ ِمن َجاَل بِيبِ ِهنَّ َذلِ َك أَ ْدنَى أَن يُ ْع َر ْفنَ فَاَل يُؤْ َذيْنَ َو َك‬
َ ِ‫يَا أَ ُّي َها النَّبِ ُّي قُل أِّل َ ْز َوا ِج َك َوبَنَاتِ َك َون‬
ً ‫ َغفُوراً َّر ِحيما‬ 
Artinya : “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang Mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka
tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”. (al-Ahzab:59). Jilbab
ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, wajah dan dada.
6. Memilih warna sesuai. Contohnya warna-warna lembut termasuk putih karena warna-
warna seperti itu kelihatan bersih dan sangat disenangi serta sering menjadi pilihan
Rasulullah Saw. Beliau bersabda: "Pakailah pakaian putih kerana ia lebih baik, dan
kafankan mayat kamu dengannya (kain putih)." (an-Nasa'ie dan al-Hakim).
7. Laki-laki dilarang memakai emas dan sutera. Ini termasuk salah satu etika berpakaian
di dalam Islam. Bentuk perhiasan seperti ini umumnya dikaitkan dengan wanita, namun
hari ini banyak di antara laki-laki cenderung untuk berhias seperti wanita sehingga ada
yang memakai anting, cincin dan gelang emas. Semua ini sangat bertentangan dengan
hukum Islam. Rasulullah s.a.w. bersabda : "Haram kaum lelaki memakai sutera dan emas,
dan dihalalkan (memakainya) kepada wanita”. Dalam hadits lain Rasulullah SAW
bersabda : "Janganlah kamu memakai sutera, sesungguhnya orang yang memakainya di
dunia tidak dapat memakainya di akhirat." (HR.Muttafaq
8. Dahulukan sebelah kanan. Imam Muslim meriwayatkan dari Saidatina Aisyah:
"Rasulullah suka sebelah kanan dalam segala keadaan, seperti memakai baju, berjalan
kaki dan bersuci". Apabila memakai baju atau seumpamanya, dahulukan sebelah kanan dan
apabila menanggalkannya, dahulukan sebelah kiri. Rasulullah SAW bersabda: "Apabila
seseorang memakai baju, dahulukanlah sebelah kanan dan apabila menanggalkannya,
dahulukanlah sebelah kiri supaya yang kanan menjadi yang pertama memakai baju dan
yang terakhir menanggalkannya." (HR. Muslim).
9. Memakai pakaian baru. Apabila memakai pakaian yang baru dibeli, ucapkanlah seperti
yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tarmizi yang artinya: "Ya Allah, segala puji
bagi-Mu, Engkau yang memakainya kepadaku, aku memohon kebaikannya dan kebaikan
apa-apa yang dibuat baginya, aku mohon perlindungan kepada-Mu daripada kejahatannya
dan kejahatan apa-apa yang diperbuat untuknya. Demikian itu telah datang daripada
Rasulullah".
10. Berdo’a. Ketika menanggalkan pakaian, lafaz-kanlah: "Pujian kepada Allah yang
mengurniakan pakaian ini untuk menutupi auratku dan dapat mengindahkan diri dalam
kehidupanku, dengan nama Allah yang tiada Tuhan melainkan Dia."
Sebagai seorang muslim, sewajarnya memakai pakaian yang sesuai dengan tuntunan dan
tuntutan agama Islam itu sebdiri, karena sesungguhnya pakaian yang sopan dan menutup
aurat adalah cerminan kepribadian seorang Muslim yang sebenarnya.

C. Hakikat Menutup Aurat Dalam Perpakaian


     Hakikat pakaian menurut Islam ialah untuk menutup aurat, yaitu menutup bagian
anggota tubuh yang tidak boleh dilihat oleh orang lain. Syariat Islam mengatur hendaknya
pakaian tersebut tidak terlalu sempit atau ketat, tidak terlalu tipis atau menerawang, warna
bahannya pun tidak boleh terlalu mencolok, dan model pakaian wanita dilarang menyerupai
pakaian laki-laki. Selanjutnya, baik kaum laki-laki maupun perempuan dilarang
mengenakan pakaian yang mendatangkan rasa berbangga-bangga, bermegah-megahan,
takabur dan menonjolkan kemewahan yang melampaui batas.
Yang menjadi dasar aurat wanita adalah:
1. Al-Qur’an
Allah SWT berfirman :
“Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : Hendaklah mereka menahan
pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka
menutupkan khumur (jilbab)nya ke dadanya”. (QS. An-Nur : 30-31)
Ayat ini menegaskan empat hal:
a. Perintah untuk menahan pandangan dari yang diharamkan oleh Allah.
b. Perintah untuk menjaga kemaluan dari perbuatan yang haram.
c. Larangan untuk menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak.
d. Perintah untuk menutupkan khumur ke dada. Khumur adalah bentuk jamak dari khimar
yang berarti kain penutup kepala. Atau dalam bahasa kita disebut jilbab.
Allah SWT berfirman :
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-
orang mukmin : Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak
diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Qs. Al-Ahzab: 59).
Jilbab dalam bahasa Arab berarti pakaian yang menutupi seluruh tubuh (pakaian
kurung), bukan berarti jilbab dalam bahasa kita (lihat arti kata khimar di atas). Ayat ini
menjelaskan pada kita bahwa menutup seluruh tubuh adalah kewajiban setiap mukminah
dan merupakan tanda keimanan mereka.
2. Hadits Nabi SAW
Dalam riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai
Rasulullah dengan pakaian yang tipis, lantas Rasulullah berpaling darinya dan berkata:
“Hai Asma, sesungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haidh (akil baligh)
maka tak ada yang layak terlihat kecuali ini, sambil beliau menunjuk wajah dan telapak
tangan.” (HR. Abu Daud dan Baihaqi).
Hadits ini menunjukkan dua hal:
1. Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan.
2. Pakaian yang tipis tidak memenuhi syarat untuk menutup aurat.
Dari kedua dalil di atas jelaslah batasan aurat bagi wanita, yaitu seluruh tubuh kecuali
wajah dan dua telapak tangan. Dari dalil tersebut pula kita memahami bahwa menutup aurat
adalah wajib. Berarti jika dilaksanakan akan menghasilkan pahala dan jika tidak dilakukan
maka akan menuai dosa. Kewajiban menutup aurat ini tidak hanya berlaku pada saat shalat
saja namun juga pada semua tempat yang memungkinkan ada laki-laki lain bisa
melihatnya.
a). Aurat wanita bersama wanita
Wanita bersama dengan kaum wanita, bagaikan laki-laki bersama dengan laki-laki,
diperbolehkan melihat seluruh badannya kecuali antara lutut dan pusarnya, kecuali
diindikasikan akan membawa fitnah, maka tidak boleh menampakkan bagian tubuh itu.
Hanya saja kepada wanita yang tidak seagama, wanita muslimah tidak boleh menampakkan
auratnya sebagaimana kepada sesama wanita muslimah. Karena wanita yang tidak seagama
berstatus orang lain bagi wanita muslimah. Allah berfirman :
Artinya: …atau wanita-wanita Islam…. (QS. An Nur/24:30)
b). Aurat wanita di hadapan laki-laki
Keberadaan wanita di hadapan lawan jenisnya memiliki rincian hukum yang berbeda-beda,
yaitu:
a. Di hadapan laki-laki lain, yang tidak ada hubungan mahram.
Maka seluruh badan wanita adalah aurat, kecuali wajah dan telapak tangan. Karena
keduanya diperlukan dalam bermuamalah, memberi dan menerima.
Pandangan laki-laki kepada wajah dan telapak tangan wanita bisa diklasifikasikan dalam
tiga kelompok, yaitu:
1. Tidak diperbolehkan dengan sengaja melihat wajah dan telapak tangan wanita lain tanpa
tujuan syar’i. Dan jika tanpa sengaja melihatnya maka segera harus memalingkan
pandangan seperti yang telah dijelaskan pada pandangan faj’ah (tanpa sengaja).
2. Melihat karena ada tujuan syar’i dan tidak ada fitnah, seperti melihat untuk melamar.
Rasulullah menyuruh Mughirah bin  Syu’bah untuk melihat wanita yang hendak
dinikahinya:
“Jika salah seorang di antaramu, meminang seorang wanita maka jika ia mampu melihat
bagian yang mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah. (H.R. Ahmad, dan Abu
Daud)
Dan untuk semua tujuan itu,  seseorang diperbolehkan melihat wajahnya, yang dengan
melihat wajah itu sudah cukup untuk mengenalinya.
3. Memandang dengan syahwat, inilah pandangan terlarang, seperti yang disebutkan dalam
hadits Nabi:
Nabi saw bersabda :
“Telah ditetapkan atas setiap anak Adam bagian dari zina, zina mata adalah
pandangannya, zina mulut adalah ucapannya, zina telinga adalah mendengarkannya, zina
tangan adalah memegangnya, zina kaki adalah melangkah menemuinya, nafsunya
berharap dan berselera, kemaluannya membenarkan atau mendustakannya. (H.R. Ibnu
Majah)

b. Di hadapan laki-laki yang memiliki hubungan mahram


Ada ulama yang mengatakan bahwa dalam kondisi itu wanita hanya boleh menampakkan
bagian tubuh yang biasa terlihat sewaktu bekerja, yaitu: rambut, leher, lengan, dan  betis.
Allah berfirman :
“Dan hendaklah mereka menutup kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasan-nya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka,
atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki
mereka, atau putra-putra  saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan
mereka” ( QS. An Nur/24:31)

c. Di hadapan suami
Seorang wanita di hadapan suaminya boleh menampakkan seluruh anggota badannya.
Karena segala sesuatu yang boleh dinikmati, tentu boleh juga dilihat.
Allah berfirman :
“kecuali kepada suami mereka, …,
Ada sebagian ulama yang mengatakan makruh melihat kemaluan. Karena Aisyah RA
mengatakan tentang hubungannya dengan Nabi Muhammad SAW:
Artinya: “Saya tidak pernah melihat darinya dan ia tidak pernah melihat dariku. (H.R. At
Tirmidzi)

d. Budak wanita di hadapan orang yang tidak boleh menikmatinya


Aurat budak wanita di hadapan laki-laki yang tidak boleh menikmatinya adalah seperti
aurat laki-laki, yaitu antara lutut dan pusar. Dan jika di hadapan tuan yang boleh
menikmatinya maka kedudukannya bagaikan istri dengan suaminya.
Allah berfirman :
“atau budak-budak yang mereka miliki,….
Aurat Laki-laki dan Hukum Menutupnya:
Aurat laki-laki yang harus ditutup saat menunaikan shalat adalah qubul (kemaluan bagian
depan) dan dubur (kemaluan bagian belakang), adapun di luar itu, mulai dari paha, pusar
dan lutut, para ulama berbeda pendapat; sebagian ulama menganggapnya sebagai aurat dan
sebagian lagi tidak menganggapnya sebagai aurat.

D. Hikmah berpakaian Islami :


1)   Seseorang yang berpakaian islami akan terjaga kehormatannya. Akhwat2 yang
memakai jilbab insyaAllah tidak akan diganggu oleh para ikhwan usil (Al Ahzab:59).
2)   Terjaga dari perilaku yang menyimpang. Kalau di sekeliling kita masih banyak yang
membuka aurat, maka kita harus pandai2 mengalihkan pandangan. '' Katakanlah kepada
laki-laki yang beriman,hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara
kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka perbuat.'' (Q.S. An Nur: 30)
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan
pandangannya." (Q.S. An Nur: 31)
3)   Terhindar dari penyakit tertentu. Pakaian takwa adalah pakaian yang menutupi tubuh.
Artinya, secara otomatis kulit kita akan terlindungi dari bahaya sinar ultraviolet yang bisa
menyebabkan kanker kulit.
4)   Terhindar dari azab Allah. Pernah ada kejadian, seorang wanita yang sedang hamil
muda pergi ke suatu tempat untuk melaksanakan tugar dari perusahaan tempat ia bekerja.
Jaraknya cukup jauh dari tempat tinggalnya. Tiba-tiba dalam perjalanan mobilnya
bertabrakan dengan mobil lain. Setelah diselidiki, tidak ada satu korban pun yang selamat
dari kecelakaan itu. Dan setelah diselidiki lebih jauh, tidak ada satu pun identitas korban
yang diketahui. Makanya mayat para korban dimakamkan oleh penduduk setempat
termasuk wanita yang hamil muda itu. Setelah beberapa hari ternyata sang suami dan
keluarga korban menerima berita tersebut dan langsung menuju pemakaman sang istri.
Kemudian mayatnya dipindahkan ke dekat tempat tinggalnya. Tapi ketika makamnya
digali,mereka melihat mayat wanita itu langsung pingsan karena tidak kuat melihat mayat.
Ketika dimakamkan, mayat tersebut diletakan dalam kondisi membujur sementara setelah
digali kembali posisi mayat sudah berubah menjadi jongkok dengan kedua tangan diletakan
diatas kepala seperti menahan siksaan sementara kepalanya ditumbuhi paku2 besi yang
sangat banyak hampir memenuhi semua bagian kepalanya. Setelah diselidiki, ternyata
wanita tersebut belum berjilbab semasa hidupnya. Itu siksaan di alam kubur belum lagi
siksaan nanti di akhirat. 
E. Hukum Memakai Cadar Menurut 4 Madzhab
1. Mazhab Hanafi
Dalam Mazhab Hanafi, perempuan muda atau anak gadis di larang membuka mukanya
terhadap yang bukan mahram bukan karena wajah itu aurat namun karena tujuan untuk
menghindari fitnah.
Dalam kitab Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Wizaratul Awqaf was
Syu’unul Islamiyyah, juz XLI, halaman 134 dijelaskan bahwa mayoritas ulama 4 mazhab
mengatakan bahwa wajah itu bukan aurat. Dengan demikian, maka wajah boleh di tutup
(memakai cadar) atau dibuka (tidak memakai cadar). Namun di kalangan ulama Hanafiyah
disebutkan bahwa di larang bagi anak gadis untuk membuka wajahnya bukan karena aurat
namun karena untuk menghindari fitnah.
ْ ‫ َوإِ َذا لَ ْم يَ ُكنْ ع‬، ‫و َر ٍة‬j
ُ‫و َرةً فَإِنَّه‬jَ َ ‫ج هَ لَ ْي‬jْ ‫ةُ ) إِلَى أَنَّ ا ْل َو‬jَ‫َّ افِ ِعيَّةُ َوا ْل َحنَابِل‬j‫ا ِء ( ا ْل َحنَفِيَّةُ َوا ْل َمالِ ِكيَّةُ َوالش‬j‫و ُر ا ْلفُقَ َه‬j‫َب ُج ْم ُه‬
ْ ‫س بِ َع‬ َ ‫فَ َذه‬
‫الر َجال‬ ِّ َ‫ْف َو ْج ِه َها بَيْن‬ ِ ‫ تُ ْمنَ ُع ا ْل َم ْرأَةُ الشَّابَّةُ ِمنْ َكش‬: ُ‫قَال ا ْل َحنَفِيَّة‬. ‫شفَهُ فَالَ تَ ْنتَقِ َب‬ ِ ‫ َولَ َها أَنْ تَ ْك‬، ‫ست َُرهُ فَتَ ْنتَقِ َب‬ ْ َ‫يَ ُجو ُز لَ َها أَنْ ت‬
ِ ‫ بَل لِ َخ ْو‬، ٌ‫ الَ أِل َنَّهُ ع َْو َرة‬، ‫فِي َز َمانِنَا‬
‫ف ا ْلفِ ْتنَ ِة‬
Artinya: Berpendapat mayoritas ulama fiqh (Ulama mazhab Hanafi, mazhab Maliki,
mazhab Syafi’e, dan mazhab Hanafi) bahwa wajah bukanlah aurat. Jadi, karena ia bukan
aurat maka boleh di tutup dan boleh baginya (gadis) untuk membukanya. Berkata ulama
mazhab hanafi: Wanita muda di larang membuka wajahnya diantara laki-laki pada masa
sekarang, bukan karena wajah itu aurat namun karena takut terjadi fitnah. [sumber:Nu]
2. Mazhab Maliki
Pendapat mazhab Hanafi berbeda dengan pendapat mazhab Maliki, dalam mazhab
Maliki dikatakan bahwa memakai cadar atau menutup wajah bagi wanita hukumnya
makruh. Ini baik dalam shalat atau di luar shalat. Alasannya karena termasuk
perbuatan ghuluw atau berlebhih-lebihan.
Namun demikian, dari sisi lain, Ulama Malikiyah mewajibkan anak gadis untuk
menutup dua telapak tangannya dan wajahnya apabila gadis tersebut cantik, dan sering
terjadi kejahatan moral di tengah masyarakat. Ini juga di sebutkan dalam kitab Al-
Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah,
juz, XLI, halaman 134.
‫الَ ٍة أَ ْو فِي‬j‫ص‬
َ ‫انَتْ فِي‬jj‫ َوا ٌء َك‬j‫س‬ َ – ‫ون‬j ِ َ‫ا ي‬jj‫ َو َم‬j‫ َو ُه‬، ‫ا‬jj‫ةُ َو ْج ِه َه‬jَ‫ تَ ْغ ِطي‬: ‫ي‬
ِ jُ‫ل لِ ْل ُعي‬j‫ص‬ ْ َ‫رأَ ِة – أ‬j ُ jَ‫ َرهُ ا ْنتِق‬j‫ يُ ْك‬: ُ‫ال ا ْل َمالِ ِكيَّة‬jjَ‫َوق‬
ْ j‫اب ا ْل َم‬j
‫ا َد ِة‬jj‫كَ ِمنْ َع‬jjِ‫انَ َذل‬jj‫ب أَ ْولَى إِالَّ إِ َذا َك‬ ُ jَ‫ َويُ ْك َرهُ النِّق‬.‫ أِل َنَّهُ ِمنَ ا ْل ُغلُ ِّو‬، َ‫اب فِي َها أِل ْجلِ َها أَ ْو ال‬
ِ ‫ا‬jjَ‫ ال ِمنْ ب‬j‫اب لِل ِّر َج‬j ُ َ‫ َكانَ ا ِال ْنتِق‬، ‫َغ ْي ِرهَا‬
‫ ْت ٌر َحتَّى‬j‫س‬ َ ‫ ِة‬jَ‫يَّ ِة ا ْلفِ ْتن‬j‫ش‬
ِ ‫ابَّ ِة َم ْخ‬j‫الش‬
َّ ‫ب َعلَى‬ ُ ‫ يَ ِج‬: ‫الُوا‬jjَ‫وق‬.
َ ُ‫ره‬j َّ ‫ َوأَ َّما فِي ال‬، ‫صالَ ٍة‬
َ j‫صالَ ِة فَيُ ْك‬ َ ‫ فَالَ يُ ْك َرهُ إِ َذا َكانَ فِي َغ ْي ِر‬، ‫قَ ْو ِم ِه‬
َ َ‫ أَ ْو يَ ْكثُ ُر ا ْلف‬، ً‫ا ْل َو ْج ِه َوا ْل َكفَّ ْي ِن إِ َذا َكانَتْ َج ِميلَة‬.
‫سا ُد‬
Artinya: Berkata ulama Malikiyyah, dimakruhkan menutup wajah atau memakai cadar
terhadap wanita. Maksudnya, menutupi wajah hingga ke mata, baik dalam sholat atau di
luar shalat, apakah menutup wajah karena shalat atau karena hal linnya karena ini termasuk
ghuluw. Jika bagi gadis makruh maka bagi laki-laki menutupi wajah lebih makruh lagi
kecuali jika terjadi kebiasaan (adat) suatu tempat seperti itu maka tidak di makruhkan
apabila itu bukan dalam shalat. Sementara dalam shalat maka makruh. Lebih lanjut, ulama
Malikiyyah berkata: Wajib terhadap anak gadis yang di takutkan terjadi fitnah untuk
menutup wajahnya dan dua telapak tangan apabila ia cantik atau banyak terjadi kejahatan
moral.
3. Mazhab Syafi’e
Dalam mazhab Syafi’e hukum memakai cadar terjadi khilaf pendapat. Pendapat pertama
mengatakan bahwa memakai cadar adalah wajiib, pendapat kedua (qiila): memakai cadar
adalah sunnat, dan pendapat ketiga (Qiila) adalah hukum memakai cadar iotu khilaf aula
(thalab tarak ghiru lazim bi nahi ghairi makhsus), Silahkan ruju’ usul figh.
Masih dalam kitab Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah halaman 134 disebutkan
sebagai berikut:
‫ ُه َو ِخالَفُ األَ ْولَى‬: ‫ َوقِيل‬، ٌ‫سنَّة‬
ُ ‫ ه َُو‬: ‫ َوقِيل‬، ‫اب َعلَ ْي َها‬
َ َ‫ب النِّق‬ ٌ ‫ فَ َر ْأ‬، ‫ب ا ْل َم ْرأَ ِة‬
ُ ‫ي يُو ِج‬ ِ ُّ‫اختَلَفَ الشَّافِ ِعيَّةُ فِي تَنَق‬
ْ ‫َو‬
Artinya: Ulama mazhab syafi’e berbeda pendapat tentang niqab atau cadar perempuan
(penutup wajah). Satu pendapat mengatakan hukumnya wajib atas wanita, dan ada juga
ulama yang mengatakan khilaf aula.
Memakai cadar adalah masalah khilafiyah diantara ulama mazhab (pakar ilmu agama),
bahkan dalam mazhab syafi’e sendiri ada khilaf pendapat tentang hal ini. Maka, wajar saja
jika di masyarakat, kita melihat ada yang menggunakan cadar dan ada yang tidak
menggunakannya (Persoalan cadar bukan jilbab karena jilbab itu hukumnya wajib).
4. Mazhab Hambali
Imam Ahmad bin Hambal berkata:
“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil
dalam Zaadul Masiir, 6/31)

* Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’, berkata:

« ‫ وأما‬. ‫ اهـ إال وجهها فليس عورة في الصالة‬. ‫ صرح به في الرعاية‬، ‫وكل الحرة البالغة عورة حتى ذوائبهاـ‬
‫خارجها فكلها عورة حتى وجهها بالنسبة إلى الرجل والخنثى وبالنسبة إلى مثلهاـ عورتها ما بينـ السرة إلى الركبةـ‬

“Setiap bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya.
Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah… kecuali wajah, karena wajah
bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, semua bagian tubuh adalah
aurat, termasuk pula wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di
hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha” (Raudhul Murbi’, 140)

* Ibnu Muflih berkata:

« ‫ وال‬، ‫ فإذا خرجت فال تبينـ شيئًا‬، ‫ظفرها عورة‬: ‫ وال تبديـ زينتها إال لمنـ في اآليةـ ونقل أبو طالب‬: ‫قال أحمدـ‬
َّ ‫ وأحبُّ إل‬، ‫ فإنهـ يصف القدم‬، ‫ُخف َّها‬
‫ي أن تجعل لكـ ّمها ز ًرا عندـ يدها‬

“Imam Ahmad berkata: ‘Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita)


menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam
ayat‘. Abu Thalib menukil penjelasan dari beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita
termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan apapun
bahkan khuf (semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki.
Dan aku lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan’”
(Al Furu’, 601-602)

* Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan matan  Al Iqna’ ,
ia berkata:
« ‫ « والوجه » من الحرة البالغة « عورة خارجها » أي الصالة « باعتبار النظر كبقيةـ‬. ‫ـ الكفان‬: ‫وهما » أي‬
‫» بدنهاـ‬

“’Keduanya, yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar shalat karena
adanya pandangan, sama seperti anggota badan lainnya” (Kasyful Qanaa’, 309)

* Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:

“Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajib hukumnya bagi wanita untuk
menutup wajah dari pada lelaki ajnabi” (Fatawa Nurun ‘Alad Darb)

Jadi, intinya adalah memakai cadar itu adalah hal yang bagus dalam pandangan agama
karena tidak ada satupun pendapat yang mengharamkannya. Bahkan pendapat kuat
(Mu’tammad) dalam mazhab Syafi’e adalah wajib bagi wanita untuk menutupi seluruh
tubuhnya jika sedang di tengah ajanabi (bukan mahram).
Jadi, untuk masa sekarang yang telah berjamurnya kejahatan asusila, terjadinya
pemerkosaan, zina dan lain-lain, maka menggunakan pendapat yang mengatakan wajib atau
sunnat lebih bagus. Namun memaksakan pendapat yang mengatakan wajib kepada seluruh
orang itu bukanlah pilihan yang arif lebih-lebih para pakar hukum Islam terutama imam
mazhab berbeda pendapat dalam hal ini.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN :
Adapun menutup seluruh tubuh maka ini mencakup wajah dan kedua telapak
tangan. Ini ditunjukkan dalam surah An-Nur di atas dari beberapa sisi:
1.      Allah memerintahkan untuk kaum mukminin untuk menundukkan pandangan mereka
dari yang bukan mahram mereka. Dan menundukkan pandangan tidak akan sempurna
kecuali jika wanita tersebut berhijab dengan hijab yang sempurna menutupi seluruh
tubuhnya. Sementara tidak diragukan lagi bahwa menyingkap wajah merupakan sebab
terbesar untuk memandang ke arahnya.
2.       Allah Ta’ala melarang untuk memperlihatkan sedikitpun dari perhiasan luarnya
kepada non mahram, kecuali terlihat dalam keadaan terpaksa karena tidak bisa
disembunyikan, semisal pakaian terluarnya. Jika Allah Ta’ala melarang untuk
memperlihatkan perhiasan luar (selain tubuh), maka tentunya wajah dan telapak tangan
yang merupakan perhiasan yang melekat pada diri seorang wanita lebih wajib lagi untuk
disembunyikan.
3.      Allah Ta’ala memerintahkan untuk mengulurkan khimar mereka sampai ke dada-dada
mereka, sementara khimar adalah sesuatu yang digunakan wanita untuk menutup
kepalanya. Jika khimar diperintahkan untuk diulurkan sampai ke dada, maka tentunya
secara otomatis wajah tertutup oleh khimar tersebut.
Aisyah radhiallahu anha berkata, “Semoga Allah merahmati wanita-wanita
Muhajirin yang pertama. Tatkala Allah menurunkan, “Dan hendaklah mereka menutupkan
khimar ke dada-dada mereka,” mereka merobek kain-kain mereka lalu menjadikannya se
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Abdurrahman, Asymuni, dkk. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah.
2000. Jakarta: Suara Muhammadiyah.

Anda mungkin juga menyukai