3516 ID Evaluasi Sistem Pengelolaan Daerah Irigasi Di Provinsi Sulawesi Utara
3516 ID Evaluasi Sistem Pengelolaan Daerah Irigasi Di Provinsi Sulawesi Utara
ABSTRACT
The objectives of this research were: (1) to get the new information and knowledge about the irrigation
area system management existing in North Sulawesi Province, (2) to study about the complexity aspects of the
irrigation area system management, and (3) to know the model of irrigation area management system in North
Sulawesi Province, and to propose the alternative one. This research was designed as descriptive one. Data and
information were collected through in-depth interviews and by questionnaires. Twenty one representatives of
irrigation stakeholders in North Sulawesi were selected as respondents by using purposive sampling method. The
result showed that (1) the distribution and management of irrigation area in North Sulawesi Province was
determined by the criteria and status authority stated in the Ministry of Public Work and Public Housing of
Indonesia Regulation which consisted of: Irrigation area authorized to the central government, provincial
government, and regency or municipal government. It was found that 25.162 Ha from 80.792 Ha of potential
irrigated land had not been converted as irrigated land. (2) From those two main components of irrigation areas,
which are irrigation infrastructure, and irrigation land, it was found that the government more focused their
activities and budget in supporting the irrigation infrastructure operation and maintenance, while other factors
regarding to the management of irrigation land, such as water catchment area condition, the local commission of
irrigation, regulation system, inter-sector coordination system, the direction of sector policies development, and the
environment and sustainable development concerns had not got enough attention, and (3) The model of irrigation
area management system existing LQ 1RUWK 6XODZHVL 3URYLQFH ZDV VWLOO D µFORVH V\VWHP´ ,W LV UHFRPPHQGHG WR
FKDQJH WKLV WR EH DQ ³RSHQ V\VWHP´ VR WKDW RWKHU UHODWHG sectors can get involved.*ghmk*
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk mendapatkan gambaran dan pemahaman terkini tentang kondisi
daerah irigasi di Provinsi Sulawesi Utara, 2) mengkaji aspek-aspek atau faktor-faktor yang berhubungan dengan
program, atau sistem pengelolaan daerah irigasi, serta 3) memahami model sistem pengelolaan daerah irigasi di
Provinsi Sulut, dan mengusulkan alternatif model sistem. Pengambilan data dilakukan melalui survey dan
wawancara, menggunakan alat bantu kuesioner dan catatan-catatan penelitian. Sampel responden dipilih secara
sengaja (purposive sampling) dari instansi-instansi. Jumlah sampel yang dipilih yaitu sebanyak 21 responden. Daftar
pertanyaan sebagai alat bantu, dirancang berbeda-beda sesuai lingkup tugas responden dan keterkaitannya dengan
permasalahan daerah irigasi. Kesimpulan temuan dalam penelitian ini adalah (1) penyebaran dan pengelolaan
Daerah irigasi di Provinsi Sulawesi Utara ditentukan berdasarkan kriteria penetapan status daerah irigasi sesuai
kewenangan yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yang terdiri dari:
Daerah Irigasi Kewenangan Pemerintah (Pusat), Kewenangan Pemerintah Provinsi, dan Kewenangan Pemerintah
Kabupaten/Kota. Dari luas keseluruhan daerah irigasi potensial yang ada sebesar 80.792 Ha, masih terdapat 25.162
diantaranya yang tidak atau belum dikelola menjadi daerah irigasi fungsional. (2) Dari dua komponen utama pada
daerah irigasi, yaitu jaringan irigasi, dan kesatuan lahan irigasi, ternyata kebijakan-kebijakan yang ada pada
umumnya hanya menyangkut pembinaan dan pengelolaan jaringan irigasi, sedangkan menyangkut pembinaan dan
pengelolaan kesatuan lahannya yang mencakup antara lain: aspek keterkaitan dengan sektor lain, aspek peraturan
perundang-undangan, keterkaitan dengan kebijakan sektoral, kepentingan lingkungan hidup dan pembangunan
berkelanjutan, dan lain-lain, hampir tidak mendapat perhatian, dan permasalahan-permasalahan yang ada masih
belum mendapat penanganan. (3) Model sistem pengelolaan daerah irigasi di Provinsi Sulawesi Utara saat ini
merupakan model sistem yang tertutup dengan komponen (pelaku) utama Sektor Kementerian PUPR yaitu Bidang
Sumberdaya Air Dinas Pekerjaan Umum dan UPT Balai Wilayah Sungai. Berdasarkan hasil penelitian ini maka
direkomendasikan untuk mengubah ini menjadi "sistem terbuka" sehingga sektor terkait lainnya dapat terlibat.
1
Evaluasi Sistem Pengelolaan Daerah Irigasi ....................................(Leo Kalesaran, Jailani Husain, Bobby Polii)
2
ASE ± Volume 12 Nomor 1, Januari 2016: 1 - 12
Dibalik upaya-upaya yang telah dilaksanakan model sistem pengelolaan daerah irigasi di Provinsi
oleh instansi-instansi sebagaimana disebut di atas Sulut, dan mengusulkan alternatif model sistem.
untuk memantapkan dan meningkatkan luas
fungsional daerah irigasi, terdapat indikasi-
indikasi ancaman, hambatan dan kendala dalam METODE PENELITIAN
pengelolaan daerah irigasi, seperti antara lain:
rusaknya lahan pada daerah hulu irigasi sebagai Tempat dan Waktu Penelitian
area tangkapan dan resapan air (water-catchment Penelitian ini dilaksanakan di beberapa
area), adanya potensi pencemaran kualitas air daerah/lokasi kedudukan dari penjabat
akibat kegiatan pertambangan liar yang pemerintahan yang terkait dengan aspek-aspek
menggunakan senyawa air raksa (Hg), konversi pengelolaan daerah irigasi, yaitu: di kota Manado
lahan yang dilakukan pada daerah hulu maupun (tempat kedudukan instansi pemerintah Provinsi
di dalam daerah irigasi dengan berbagai faktor Sulut), Kabupaten Minahasa, Kabupaten
penyebabnya, anomali iklim yang menyebabkan Minahasa Selatan, dan Kabupaten Minahasa
kekeringan atau banjir, terbatasnya peraturan Utara. Pelaksanaan penelitian dilakukan sejak
perundang-undangan dan kebijakan sektor bulan Oktober 2015 hingga bulan Desember
pembangunan, lemahnya koordinasi program dan 2015.
integrasi secara lintas sektor, serta belum
tegasnya kepentingan lingkungan hidup dan Teknik Pengumpulan Data
pembangunan berkelanjutan, dan lain-lain, yang Pengambilan data dilakukan melalui survey
bila hal-hal ini tidak ditata atau ditangani dengan dan wawancara, menggunakan alat bantu
baik, dapat menghambat pencapaian target-target kuesioner dan catatan-catatan penelitian, terhadap
pembangunan daerah dan nasional di Provinsi penjabat pemerintahan dan instansi/pihak yang
Sulawesi Utara. Adanya upaya pemerintah untuk berkaitan/memiliki kewenangan di bidang peng-
membangun berbagai waduk dan bendungan di elolaan sumberdaya air, pertanian, lingkungan
seluruh Indonesia untuk menunjang program hidup, pengelolaan DAS, serta perizinan.
swasembada pangan dan kedaulatan pangan, yang Sampel responden dipilih secara sengaja
berimplikasi pada pembiayaan investasi publik (purposive sampling) dari instansi-instansi, yaitu:
yang relatif besar, seyogyanya didukung dengan UPT Balai Wilayah Sungai Kementerian PUPR
pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari Provinsi Sulut (yang dinilai dapat mewakili
program-program pengembangan irigasi yang GDHUDK LULJDVL ³EHVDU´ GDQ ³ZLOD\DK VHQWUD
selama ini telah dilakukan, tetapi kajian-kajian atau SURGXNVL %RODDQJ 0RQJRQGRZ´ %LGDQJ 6'$
evaluasi program tentang daerah irigasipun relatif Dinas PU Provinsi Sulut, Dinas Pertanian dan
tidak tersedia. Oleh sebab itu, salah satu tindakan Peternakan Provinsi Sulut, UPT Balai Pengelola
manajemen yang sangat dibutuhkan dan relevan DAS Tondano (yang wilayah kerjanya menyebar
untuk ditempuh pada saat penting bagi di seluruh Provinsi Sulut); Penjabat Bidang SDA
keberlangsungan suatu program adalah evaluasi Dinas PU, Bidang Pengelolaan Lahan Air/
(Savva dan Frenken (2002), sebagaimana yang Prasarana Dinas Pertanian, Badan Lingkungan
akan dilakukan dalam penelitian ini. Hidup, dan Badan Perizinan pada beberapa
Tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk kabupaten/kota yaitu: Kabupaten Minahasa,
mendapatkan gambaran dan pemahaman terkini Kabupaten Minahasa Selatan, dan Kabupaten
tentang kondisi daerah irigasi di Provinsi Sulawesi Minahasa Utara (yang dianggap mewakili daerah
Utara, 2) mengkaji aspek-aspek atau faktor-faktor LULJDVL ³NHFLO´ GDQ ³ZLOD\DK VHQWUD SURGXNVL
yang berhubungan dengan program, atau sistem
0LQDKDVD´ VHUWD PHZDNLOL 3HQJXUXV
pengelolaan daerah irigasi, serta 3) memahami
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Daftar
3
Evaluasi Sistem Pengelolaan Daerah Irigasi ....................................(Leo Kalesaran, Jailani Husain, Bobby Polii)
4
ASE ± Volume 12 Nomor 1, Januari 2016: 1 - 12
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konversi di tingkat kabupaten/kota di seluruh Provinsi Sulawesi
lahan pada daerah irigasi yang semakin meluas dan Utara. Adanya manual-manual operasi dan
mengakibatkan pengalihan status/peruntukan lahan pemeliharaan jaringan irigasi berbentuk formulir-
melalui pembangunan sarana pemukiman/ formulir isian yang telah tersedia pada setiap gugus
perumahan, sarana usaha, dan peruntukan- tugas, telah sangat membantu kelancaran pelaksanaan
peruntukan lainnya, yang berdampak langsung teknis pengelolaan jaringan irigasi. Melalui gugus
maupun tidak langsung terhadap berkurangnya tugas dan prosedur operasi yang ada, beberapa
daerah irigasi, hendaknya dapat dilakukan indikator usaha tani pada tingkat jaringan tersierpun
pencegahan sesuai dengan peraturan perundang- dapat diketahui/dicatat, antara lain menyangkut luas
tanam, perguliran tanaman, musim tanam atau indeks
undangan yang ada. Sehubungan dengan hal ini,
pertanaman, dan produksi padi.
pemerintah yang berkewenangan terutama di
Masalah yang ditemukan dalam pengelolaan
kabupaten/kota, perlu melakukan penyuluhan-
jaringan irigasi adalah (1) menyangkut
penyuluhan dan sosialisasi tentang ketentuan atau
pengangkatan tenaga-tenaga/staf gugus tugas yang
kebijakan-kebijakan yang berlaku.
ternyata tidak semuanya merupakan pegawai tetap
atau pegawai negeri, (2) adanya pengangkatan staf
Pengelolaan Jaringan irigasi
Pengelolaan jaringan irigasi yaitu kegiatan berupa
yang ternyata belum memiliki pengalaman atau
operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi sesuai kompetensi yang sesuai dengan penempatannya, (3)
kewenangan pemerintah atau pemerintah daerah, domisili dari petugas/staf yang bukan pada lokasi
dilakukan pada jaringan primer dan sekunder oleh jaringan irigasi. Untuk menanggulangi permasalah-
VXDWX XQLW ³JXJXV WXJDV´ \DQJ EHUDGD GL EDZDK an kompetensi staf atau petugas, disarankan kepada
otorisasi dinas pekerjaan umum kabupaten/kota, yang pemerintah atau pemerintah daerah yang ber-
disebut Cabang Dinas atau UPT(D), yang struktur kewenangan pada daerah irigasi untuk membangun
atau susunan pengelolanya sesuai Pedoman pusat-pusat bimbingan dan pelatihan petugas
Penyelenggaraan Operasi Jaringan Irigasi yang diatur jaringan irigasi, serta mengupayakan penempatan
dalam Permen PUPR Nomor 12 Tahun 2015 Tentang petugas/staf, walaupun bukan dalam jabatan negeri,
Eksploitasi dan Pemeliharaan (EP) Jaringan Irigasi tetapi penangkatannya sesuai dengan prinsip-
dapat dilihat pada Tabel 3. prinsip hubungan ketenagakerjaan berdasarkan
Keberadaan gugus tugas pengelola jaringan irigasi peraturan perundang-undangan yang berlaku, demi
ternyata sangat strategis, tidak hanya pada tahap penghargaan terhadap hak-hak konstitusi atau hak-
alokasi atau distribusi air pada saluran primer dan hak azasi manusia. Selain itu, peme-
sekunder, tetapi pada keseluruhan musim tanam di rintah/pemerintah daerah sepantasnya melakukan
daerah irigasi, karena peranan gugus tugas ini sebagai peninjauan atau penelitian kembali, untuk melihat
sumber dan pengelola data/informasi awal keberadaan sejauh mana sarana-prasarana penunjang yang ada,
(debit) air pada jaringan irigasi sebagai titik awal termasuk bangunan-bangunan pelengkap dan
dalam siklus perencanaan pola tanam dan pembagian fasilitas petugas pada tiap daerah irigasi telah
air pada petak-petak tersier. Kedudukan dan peranan
tersedia atau dapat disediakan.
gugus tugas ini sangat berarti terutama pada saat
komisi irigasi ternyata tidak ada atau tidak berfungsi
5
Evaluasi Sistem Pengelolaan Daerah Irigasi ....................................(Leo Kalesaran, Jailani Husain, Bobby Polii)
6
ASE ± Volume 12 Nomor 1, Januari 2016: 1 - 12
7
Evaluasi Sistem Pengelolaan Daerah Irigasi ....................................(Leo Kalesaran, Jailani Husain, Bobby Polii)
manusia yang strategis menuntut negara untuk P3A, seyogyanya dapat dipisahkan secara tegas
mengelola secara adil demi kesejahteraan seluruh dengan kewenangan-kewenangan instansi teknis
bangsa. Diterbitkannya UU No 7 Tahun 2004 pertanian yang juga membina kelompok P3A,
Tentang Sumberdaya Air sebagai pengganti Undang- mengingat pasal 3 ayat (1) Permen PUPR Nomor
undang No 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan, pada 30/PRT/M/2015 itu sendiri juncto pasal 4 ayat (1)
akhirnya terbukti mengandung kepentingan yang Permen PUPR Nomor 14/PRT/M/2015 Tentang
bertentangan dengan konstitusi. Undang-undang Kriteria dan Penetapan Status Daerah Irigasi yang
Nomor 7 Tahun 2004 ini, yang di dalam konsiderans MXVWUX PHQ\DWDNDQ EDKZD ³SHQJHPEDQJDQ GDQ
dan pertimbangan hukum di dalamnya menyatakan pengelolaan sistem irigasi bertujuan mewujudkan
bahwa peraturan-peraturan yang ada sebelumnya
NHPDQIDDWDQ DLU GDODP ELGDQJ SHUWDQLDQ´ -DGL
(yaitu UU No 11 Tahun 1974) telah tidak sesuai
pengorganisasian P3A untuk mewujudkan
dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan zaman
pelaksanaan PP No 22 Tahun 1982 Tentang Tata
dan karena itu juga telah dinyatakan tidak berlaku
setelah berlakunya undang-undang yang baru, tetapi Pengaturan Air yang mencakup pelayanan air
dengan dibatalkannya keseluruhan Undang-undang dalam arti bidang-bidang yang luas, dapat
Nomor 7 Tahun 2004 pada tahun 2014 oleh menimbulkan kerancuan.
Mahkamah Konstitusi, otomatis menyangkut
pengelolaan sumberdaya air atau pengairan, kembali Koordinasi Lintas Sektor
ke Undang-undang lama agar tidak terjadi Satu masalah yang diangkat sebagai topik studi
kekosongan hukum. Pembatalan Undang-Undang kasus dalam penelitian ini, yakni masalah izin
ini, setidak-tidaknya telah memperlihatkan adanya mendirikan bangunan (IMB) pada daerah irigasi.
perbedaan-perbedaan kepentingan dan upaya Sebagaimana disinggung pada bagian terdahulu,
perebutan hak penguasaan atas air oleh kalangan bahwa ketentuan izin tentang konversi lahan pada
tertentu. Implikasi atas dibatalkannya UU Nomor 7 daerah irigasi, dikeluarkan pemerintah setelah
Tahun 2004, adalah goyahnya kekuatan hukum dari mendapat pertimbangan atau rekomendasi dari
berbagai peraturan-peraturan perundang-undangan komisi irigasi (lihat PP No 20 Tahun 2006 Tentang
yang telah ada selama sekitar delapan tahun yang Irigasi dan Permen PUPR No 17 Tahun 2015
dipayungi oleh undang-undang ini. PP No 20 Tentang Komisi Irigasi). Ketentuan ini ternyata
Tahun 2006 Tentang Irigasi, yang merupakan tidak diketahui oleh instansi pengelola perizinan
implementasi UU No 7 Tahun 2004, yang juga terpadu, dan selama ini, tidak ada sosialisasi atau
dipakai sebagai acuan dalam perundang-undangan koordinasi dengan pihak-pihak instansi terkait,
lain (misalnya Peraturan Menteri Lingkungan sehingga ketentuan yang seharusnya menjadi
Hidup tentang kegiatan wajib AMDAL, dengan bagian dari prosedur pemberian IMB, ternyata tidak
demikian menimbulkan kerapuhan hukum, bila berlaku. Akibatnya, prosedur pemberian IMB di
terjadi perdebatan atau konflik perundang- daerah irigasi tidak dibedakan dengan permohonan
undangan atas pasal-pasal terkait yang digunakan izin pada lokasi pemukiman biasa. Demikian juga
dalam peraturan perundang-undangan itu. PHQ\DQJNXW ³SHWD GDHUDK LULJDVL´ \DQJ VHPHVWLQ\D
Mencermati perkembangan produk hukum tentang menjadi dokumen daerah dan disosialisasi ke
pembinaan P3A, ada indikasi terjadinya tumpang berbagai instansi terkait, ternyata tidak dilakukan,
tindih atau bahkan potensi konflik perundang- sehingga Badan Lingkungan Hidup, misalnya,
undangan jika pengaturannya di tingkat sebagai instansi koordinasi pengawasan lingkungan
pelaksanaan pada level operasional tidak diatur hidup, ternyata tidak memiliki agenda atau program
dengan baik. Kewenangan-kewenangan instansi pada daerah irigasi, atau program untuk
teknis Bidang pengelolaan sumberdaya air dalam kepentingan daerah irigasi, bahkan Badan
pembinaan P3A sebagaimana diatur dalam Permen Pengelola Daerah Aliran Sungai, BPDAS Tondano,
PUPR Nomor 30/PRT/M/2015 Tentang ternyata juga tidak memiliki (tidak mengetahui)
Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi, WHQWDQJ ³SHWD GDHUDK LULJDVL´ GL 3URYLQVL 6XODZHVL
yang di dalamnya berisi tertang tentang pembinaan Utara. Penelusuran lebih lanjut juga membuktikan
bahwa pada kantor BPDAS Tondano, tidak ada
8
ASE ± Volume 12 Nomor 1, Januari 2016: 1 - 12
program-program konservasi dan rehabilitasi lahan dibangun bertumpu pada sektor pelaksana (utama),
\DQJ EHUWHPD ³SHQ\HODPDWDQ GDHUDK LULJDVL´ dan keberadaan sektor lain terkait (sektor
padahal, secara teoritis, semua daerah irigasi penunjang) seakan-akan hanya sebagai pelengkap.
terletak di dalam DAS, dan gangguan atau Proses atau sistem koordinasi seperti ini harus
kerusakan pada daerah DAS, terutama pada daerah diubah, dengan menjadikan program sebagai inti
hulu DAS, atau daerah hulu irigasi, akan dan penggerak utama keterlibatan sektor-sektor dan
berdampak pada daerah irigasi, karena antara DAS bukan sebaliknya.
dan daerah irigasi merupakan komponen atau
bagian dari suatu daur hidrologi. Arah Kebijakan Pemerintah
6DODK VDWX ³SURGXN´ PDQDMHPHQ \DQJ Setelah mencermati berbagai ketentuan atau
berkaitan dengan kepentingan koordinasi secara pengaturan tentang daerah irigasi, ternyata hingga
lintas sektor, adalah terbentuknya forum-forum saat ini belum ditemukan bentuk kebijakan
koordinasi lintas sektor, misalnya Forum pemerintah yang secara tegas memberi perhatian
Koordinasi Pengelolaan DAS yang dikemas oleh atau perlindungan terhadap daerah irigasi, dalam
Kantor BPDAS Tondano, dan Dewan Sumberdaya pengertian seluruh aspek yang melekat di
Air atau Dewan Air yang dikemas oleh Bidang dalamnya, selain yang menyangkut jaringan atau
Sumberdaya Air Dinas PU Provinsi Sulut (yang infrastruktur irigasi. Dokumen-dokumen penge-
saat ini tidak aktif karena belum mendapatkan lolaan DAS di Provinsi Sulut berupa program-
landasan hukum yang kuat sehubungan dengan program dan skenario pengelolaan DAS, ternyata
pembatalan UU No 7 Tahun 2004). Selain wadah dapat dikatakan tidak, atau belum berkesesuaian
seperti itu, sudah menjadi kelaziman bahwa instansi dengan kepentingan daerah irigasi karena belum
pemerintah seringkali melakukan rapat-rapat memperlihatkan terciptanya area-area program
koordinasi, rapat evaluasi, dan sebagainya, yang terkoneksi antara instansi pengelola DAS dan
mengundang instansi atau pihak lain untuk hadir. pengelola sumberdaya air, padahal, dengan
Hasil wawancara dengan para responden diterbitkannya PP Nomor 37 Tahun 2012 Tentang
memperlihatkan bahwa keberadaan dan mekanisme Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang
forum atau rapat-rapat yang ada, ternyata tidak diarahkan pada (1) pengelolaan DAS yang
efektif, karena selain unsur pihak utama, yang dipertahankan dan (2) DAS yang dipulihkan,
biasanya telah melakukan persiapan-persiapan merupakan peluang yang baik, untuk meng-
dengan baik, pihak-SLKDN ³LQVWDQVL OXDU´ \DQJ sinergiskannya dan mengintergasikan program
diundang biasanya hanya mengirimkan perlindungan dan pemeliharaan daerah irigasi ke
perwakilannya dan tidak memiliki kapasitas dalam sistem pengelolaan DAS. dengan upaya-
pengambilan keputusan atau kebijakan, sehingga upaya perlindungan dan pemeliharaan daerah
forum-forum dan rapat-rapat yang dilakukan irigasi. Pada saat yang sama, kebijakan-kebijakan
terkesan hanya menjadi langkah formalitas, dan pengelolaan sumberdaya air yang berjalan saat ini
akhirnya keputusan-keputusan yang diambil juga yang ditetapkan dengan berbagai peraturan menteri
PHQMDGL ³NHSXWXVDQ VHSLKDN´ \DQJ SDGD JLOLUDQQya memiliki keterbatasan dan kelemahan serta potensi
tidak dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak lain konflik hukum, terutama ketika muncul peraturan-
yang terkait. Pertanyaannya di sini adalah, apakah peraturan menteri lain yang juga mengatur tentang
program atau keputusan yang ditetapkan oleh suatu hal yang sama. Pembinaan terhadap P3A
Forum Koordinasi Pengelolaan DAS, misalnya, yang ditetapkan dengan 2 permen, yaitu oleh
dapat ditindaklanjuti oleh instansi/dinas di luar Kementerian PUPR dan oleh Kementerian
BPDAS?, atau keputusan yang ditetapkan pada Pertanian, seharusnya dapat dikoordinasikan lagi
suatu rapat koordinasi di satu Dinas PU misalnya, dan diperbaiki untuk menghindari dampak negatif
akan ditindaklanjuti oleh Dinas Kehutanan?, dan yang dapat terjadi di kemudian hari.
sebagainya. Kelemahan dari proses atau sistem
koordinasi yang ada yaitu karena koordinasi yang
9
Evaluasi Sistem Pengelolaan Daerah Irigasi ....................................(Leo Kalesaran, Jailani Husain, Bobby Polii)
Tabel 4. Kondisi Ketersediaan Air pada Daerah Irigasi (Permukaan) Kewenangan Pemerintah dan
Pemerintah Provinsi Sulut pada Tahun 2015
No. Nama Daerah Irigasi Kewenangan Ketersediaan Air
Tersedia Cukup Kurang
1. DI. Sangkup Pemerintah ¥
2. DI. Torout Pemerintah ¥
3. Kosinggolan Pemerintah ¥
4. Dataran Tinggi Kotamobagu Pemerintah ¥
. Salah satu kebijakan penting di sektor pertanian perkapita untuk produksi pertanian semakin
yang dapat disinergiskan dengan pengelolaan daerah berkurang, Amang dan Sawit (1999) juga
irigasi adalah, dengan diterbitkannya Undang-Undang mengemukakan pendapatnya bahwa, berbicara
Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan tentang pangan berarti menyangkut beras, karena
Pertanian Pangan Berkelanjutan. Di dalam undang- sumber pangan utama di Indonesia adalah beras. Dari
undang ini beserta peraturan-peraturan kedua pendapat tersebut, sangat jelas menunjukkan
pelaksanaannya, mengatur bahwa lahan-lahan bahwa fungsi dan peranan daerah irigasi sangat
pertanian terutama lahan beririgasi dapat diberikan strategis dalam pembangunan bangsa Indonesia.
perlindungannya termasuk terhadap upaya-upaya kepentingan lingkungan hidup dan pembanguan
untuk membatasi terjadinya konversi lahan beririgasi. berkelanjutan pada daerah irigasi adalah
Berkaitan dengan upaya-upaya perlindungan lahan pembangunan yang diharapkan dapat memenuhi
pertanian pangan berkelanjutan ini yang juga harus kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi
disinkronisasi dengan kegiatan/program penataan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi
ruang daerah, maka kegiatan-kegiatan yang kebutuhan mereka (Fauzi, 2004).
dibutuhkan atau harus dipersiapkan terutama dalam Ditinjau dari segi geografis, daerah irigasi di
rangka penyusunan peraturan daerah, harus segera Provinsi Sulut, terutama daerah irigasi kewenangan
dilakukan. pemerintah (pusat) yang luasannya lebih dari 3.000
Ha serta daerah irigasi kewenangan pemerintah
Kepentingan Lingkungan Hidup dan Provinsi Sulut yang luasnya antara 1.000 Ha hingga
Pembangunan Berkelanjutan 3.000 Ha, merupakan hamparan lahan, dan bentang
Sebagaimana telah dinyatakan oleh Pasandaran alam yang layak dipandang sebagai kawasan atau
(2005) pada bagian awal, bahwa dengan semakin bagian dari kawasan lingkungan hidup. Di Provinsi
meningkatnya populasi penduduk dan semakin Sulawesi Utara terdapat kawasan-kawasan hutan yang
terbatasnya penyediaan lahan, ketersediaan lahan luasnya lebih kecil dari daerah irigasi. Dengan
memandang daerah irigasi ini sebagai kawasan atau
10
ASE ± Volume 12 Nomor 1, Januari 2016: 1 - 12
bagian dari kawasan lingkungan hidup, maka berbasis sektor, sektor-sektor secara otomatis
perhatian pemerintah dan pemerintah daerah untuk mendapat alokasi dana pembangunan, sehingga
mengelola daerah irigasi seharusnya menggunakan program-SURJUDP \DQJ GLVXVXQ WHUNHVDQ ³PHQFDUL
pendekatan lingkungan hidup dan dikelola secara kegiatan untuk memenuhi kuota anggaran yang
lintas sektor, serta menjamin bahwa semua aktivitas di akDQ GLGDSDW DWDX PHQMDGL WDUJHW´ GDQ DVSek
dalam daerah irigasi termasuk di dalamnya kegiatan- sinkronisasi serta integrasi program dengan sektor
kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan dapat lain menjadi terabaikan.
dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan. Dengan menerapkan paradigma pembangun-an
Selama ini terkesan bahwa yang menjadi fokus berbasis program, model sistem pengelolaan daerah
perhatian pemerintah/pemerintah daerah adalah
irigasi menjadi sistem yang dinamis, terbuka, dan
pembangun-an dan pemeliharaan jaringan
mampu berkembang secara terkait dengan sistem-
(infrastruktur fisik) irigasi, sedangkan aspek-aspek
sistem yang lain yang selama ini ditempatkan di
yang berkaitan dengan lahan (merupakan kewenangan
luar sistem. Terdapat dua skenario pengelolaan
instansi lain) relatif terabaikan. Dari fakta-fakta dan
daerah irigasi yang dapat diusulkan, yaitu, pertama,
informasi yang ditemukan, pada akhirnya
mengembangkan daerah irigasi sebagai bagian
menunjukan bahwa daerah irigasi merupakan
tidak terpisahkan dari (sistem) pengelolaan DAS,
daerah pertanian yang eksklusif tetapi terabaikan
dan kedua, menata daerah irigasi sebagai prioritas
dalam upaya perlindungan lahan pertanian pangan
Model Sistem Pengelolaan Daerah Irigasi berkelanjutan.
Sistem pengelolaan daerah irigasi yang ada saat
LQL PHUXSDNDQ VLVWHP ³WHUWXWXS´ GDODP SHQJHUWLDQ KESIMPULAN DAN SARAN
bahwa semua aktivitas dan proses yang ada, hanya
WHUEDWDV SDGD UXDQJ ³WXSRNVL´ GDUL LQVWDQVL VHNWRU Kesimpulan
pelaksana utama, yakni sektor PU, padahal masih 1. Penyebaran dan pengelolaan Daerah irigasi di
Provinsi Sulawesi Utara ditentukan berdasarkan
terdapat banyak hal lain yang berhubungan dengan
kriteria penetapan status daerah irigasi sesuai
pengelolaan daerah irigasi tetapi merupakan
kewenangan yang diatur berdasarkan Peraturan
kewenangan atau tupoksi instansi lain. Sebagai
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
akibat dari masih adanya berbagai hal atau
permasalahan di dalam daerah irigasi yang tidak Rakyat, yang terdiri dari: Daerah Irigasi
Kewenangan Pemerintah (Pusat), Kewenangan
dapat ditangani atau bukan merupakan kewenangan
Pemerintah Provinsi, dan Kewenangan
instansi sektor utama, pengawasan terhadap daerah
Pemerintah Kabupaten/Kota. Dari luas
irigasi menjadi lemah, kegiatan konversi lahan
keseluruhan daerah irigasi potensial yang ada
beririgasi menjadi peruntukan lain relatif tidak
sebesar 80.792 Ha, masih terdapat 25.162
dapat dikendalikan, dan secara umum terkesan
diantaranya yang tidak atau belum dikelola
bahwa selama ini, daerah irigasi tidak menjadi
menjadi daerah irigasi fungsional.
perhatian dalam perencanaan pembangunan di
2. Dari dua komponen utama pada daerah irigasi,
daerah. Oleh karena itu, pengelolaan daerah irigasi
yaitu jaringan irigasi, dan kesatuan lahan
harus dipandang sebagai program lintas sektor yang
karenanya harus membuka peluang bagi sektor lain irigasi, ternyata kebijakan-kebijakan yang ada
untuk bekerjasama tanpa melanggar batas-batas pada umumnya hanya menyangkut pembinaan
tupoksi masing-masing sektor. Paradigma dan pengelolaan jaringan irigasi, sedangkan
pembangunan yang ada saat ini harus diubah dari menyangkut pembinaan dan pengelolaan
kesatuan lahannya yang mencakup antara lain:
pembangunan berbasis sektor menjadi pembangun-
an berbasis program. Masalah pembangunan aspek keterkaitan dengan sektor lain, aspek
(lahan) pada daerah irigasi yang terjadi saat ini, peraturan perundang-undangan, keterkaitan
dengan kebijakan sektoral, kepentingan
antara lain merupakan sumbangan dari penerapan
lingkungan hidup dan pembangunan ber-
paradigma yang ada. Dengan paradigma program
kelanjutan, dan lain-lain, hampir tidak
11
Evaluasi Sistem Pengelolaan Daerah Irigasi ....................................(Leo Kalesaran, Jailani Husain, Bobby Polii)
12