TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1
Gambaran trombosit pada asupan darah tepi
Trombopoesis
Trombopoesi (pembentukan thrombocyte berasal dari sel induk
pluripotensial yang berubah menjadi megakarioblas kemudian
promegakarioblas menjadi megakariosit di dalam sumsum tulang.
Megakariosit mengalami pematangan dengan replikasi inti
endometotik yang sinkrin, memperbesar volume sitoplasma
sejalan dengan penambahan lobus inti menjadi kelipatan duanya.
Kemudian sitoplasma menjadi granuler dan trombosit dilepaskan.
Setiap megakariosit menghasilkan sekitar 4000 trombosit. Interval
waktu dari diferensiasi sel induk (stem cell ) sampai dihasilkan
trombosit sekitar membutuhkan sekitar 10 hari pada manusia.
Trombopoesis dipengaruhi oleh hormone trombopoetin yang
dihasilkan di hati dan ginjal dan sejumlah sitokin seperti :IL-
11,IL-3,dan IL-6
Trombopoetin meningkatkan kecepatan dan jumlah maturasi
megakariosit.
Protrombin Trombin
Ion Ca++
Fibrinogen Fibrin
Vitamin K
Menyumbat luka
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Virus dengue
4. Gejala – Gejala
Gejala klinis penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang
tampak menurut patokan dari WHO tahun 1986 adalah demam tinggi yang
mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari. Manifestasi perdarahan,
termasuk uji torniket positif dan salah satu bentuk perdarahan lain, yaitu
petekie (bintik-bintik merah akibat perdarahan intradermal / submukosa),
purpura (perdarahan dikulit), ekomosis, epistaksis (mimisan), perdarahan
gusi, hematemesis, dan melena (tinja berwarna hitam karena adanya
perdarahan).
Adanya pembesaran hati, renjatan hipovolemik yang ditandai
dengan nadi lemah dan cepat, tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg
atau kurang) disertai kulitt yang terasa dingin dan lembab, terutama di
ujung hidung, jari kaki, dan tangan. Penderita menjadi gelisah, timbul
sianosis (warna kebiruan dikulit dan mukosa karena hemoglobin
teredukasi secara berlebihan dalam darah kapiler) disekitar mulut.
Kemudian pada pemeriksaan laboratorium perlu dilihar trombositopenia
menunjukan 100.000/I atau kurang hemokonsentrasi dapat diukur dari
nilai hematocrit sebesar 20 % vol atau lebih dibandingkan dengan
hemotokrit pada masa konvalesen (masa penyembuhan). Ditemukanya 2
atau 3 gejala klinis disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah
cukup untuk membuat diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD).
Perlu disadari bahwa diagnosis Demam Berdarah Dengue terutama
berdasarkan pada gejala klinis, dan dibantu dengan pemeriksaan
hermatologi sederhana. Sampai saat ini belum ada pemeriksaan penunjang,
lainya yang terbaik yang dapat membantu diagnosis secara dini. Diagnosis
Demam Berdarah Dengue klinis yang dipergunakan sampai saat ini adalah
kriteria WHO. Kriteria itu masih dapat dipakai dengan memperhatikan
beberapa masalah berikut : demam perdarahan spontan, hepatomegali
hemokonsentrasi, trombositopeni, hasil pemeriksaan hematologi, dan
pemeriksaan radiologik.
a. Demam
Rentang waktu demam dirumah pada akhir-akhir ini cenderung lebih
panjang dari pada tahun 1970, yaitu berkisar dari 2 sampai 10 hari.
Tetapi bila ditinjau dari proporsi terbanyak, dema terjadi antara 3-5
hari. Maka pada demam lebih dari 7 hari, kemungkinan terjadi
demam tifoid. Sifat dema Demam Berdarah Dengue (DBD) juga khas,
yaitu timbul mendadak. Artinya semua anak Nampak sehat, kemudian
tiba-tiba menderita demam tinggi.
b. Perdarahan Spontan
Petekie merupakan perdarahan kulit spontan yang paling
sering dijumpai. Maka gejala ini harus dicari. Petekie yang dibuat
dengan melakukan tes torniket perlu mendapat perhatian. Karena
lebih dari 2/3 kasus Demam Berdarah Dengue disertai tes torniket dan
tidak semua pasien demam dengan tes torniket positif adalah Demam
Berdarah Dengue. Namun pada pasien demam yang disertai dengan
tes torniket, perlu diobservasi dengan baik.
Jenis perdarahan kedua yang banyak dijumpai adalah
mimisan. Perlu ditanyakan kepada orangtua adakah riwayat mimisan
sebelumnya. Mimisan merupakan gejala yang pertama, maka lebih
menyokong diagnosis Demam Berdarah Dengue. Perdarahan lain
yang lebih serius adalah perdarahan saluran cerna yaitu hematemesis
dan melena. Perlu dilakukan penyelidikan secara akurat apakah darah
tersebut dari mimisan atau perdarahan gusi yang tertelan. Karena
tidak jarang terjadinya perdarahan lambung akibat iritasi obat
antipiretik, khususnya acetaminophen.
c. Hepatomegali
Separuh dari kasus Demam Berdarah Dengue disertai hepatomegali /
hati yang semuala tak teraba tiba-tiba teraba. Gejala lain yang
mengikuti hepatomegali adalah nyeri perut didaerah epigastrium (ulu
hati) dan hipokhondrium kanan. Walaupun gejala nyeri perut ini tidak
tercantum dalam kriteria WHO, tetapi kasus ini sering terjadi pada
anak-anak. Oleh karena itu, nyeri perut merupakan gejala tambahan
yang perlu dicari. Dilain pihak perlu dilakukan diagnosis banding
antara nyeri perut gastritis dan apendisitis akut.
d. Hemokonsentrasi
Hemokonsentrasi yang terjadi sebagai akibat penyerapan plasma
merupakan hal penting dalam menegakkan diagnosis Demam
Berdarah Dengue. Hemokonsetrasi diketahui dari peningkatan sekitar
20 % atau lebih dari kadar hematoksisit awal (sebelum sakit atau
sama dengan saat penyembuhan). Masalah yang dihadapi adalah tidak
diketahuinya kadar hematocrit sebelum sakit, sehingga mempersulit
kita untuk menduga adanya hemokonsentrasi merupakan gambaran
adanya kebocoran plasma. Maka nilai hematocrit sangat penting
untuk dijadikan pedoman dalam pemberian cairan baik pada awal
pengobatan maupun tindak lanjut sesudah pengobatan dilakukan.
e. Trombositopeni
Trombositopeni merupakan pertanda penting uuntuk melakukan
diagnosis maupun untuk meramalkan perjalanan penyakit. Hal ini
yang perlu diperhatikan adalah kejadian kejang, muntah, dan diare.
Dehidrasi sebagai akibat muntah dan diare dapat mempercepat
terjadinya henjatan. Pada penyakit Demam Berdarah Dengue akan
dijumpai berbagai kelainan pada hasil pemeriksaan laboratorium.
Tetapi hanya ada beberapa penelitian saja yang melaporkan tentang
hasil pemeriksaan hematologi, karena pada umumnya para peneliti
melaporkan tentang kelainan hemostasis. Penguraian hasil
pemeriksaan darah tepi sederhana dapat dipakai untuk menunjang
diagnosis dini Demam Berdarah Dengue (DBD).
f. Hasil Pemeriksaan Hematologi
Pada pemeriksaan jumlah trombosit pada umumnya pada
penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) stadium akut akan
dijumpai trombositopeni, terutama pada hari ke-3 sampai hari ke-8
terjadinya demam yang disebabkan oleh konsumsi trombosit
meningkat akibat teraktifasinya system pembekuan darah dan
pembentukan trombosit berkurang akibat terhambatnya trombopiesis.
Pada stadium konvalesen, terjadi peningkatan jumlah trombosit,
karena trombopoiesis telah kembali normal dan terkadang dijumpai
“giant thrombocyte”.
Pemeriksaan jumlah trombosit secara manual mudah
dikerjakan dilabolatorium dengan fasilitas sederhana. Untuk
menghitung trombosit menggunakan kamar hitung Improve Neubauer
dan larutan pengencer Ress Ecker atau Amonium Oksalat 1%.
Sumsum tulang penderita Demam Berdarah Dengue mengalami
kerusakan yang reversible berupa pengurangan kepadatan sel, adanya
vakuolisasi bermacam-macam sel dan pada daerah tepi dijumpai
pengurangan jumlah retikulosis pada stadium akut. Selain itu terdapat
kelainan terutama pada seri granulosit yang berupa vakuolisasi,
granulasi toksik, dan piktonik.
Kerusakan sumsum tulang pada penderita Demam Berdarah
Dengue yang reversible disebabkan oleh endoteksin virus itu sendiri
serta proses imunologi yang dapat dibuktikan dengan adanya
peningkatan jumlah Limfosit Plasma Biru (LPB) yang beredar pada
darah tepi. Limfosit Plasma Biru (LPB) adalah limfosit dengan
sitoplasma yang berwarna biru tua. Pada umunya lebih besar atau
sama dengan limfosit besar. Sitoplasma lebar dengan vakuolisasi
halus sampai dengan nyata, da nada daerah perinuklear yang jernih.
Inti terletak pada salah satu tepi sel, berbentuk bulat oval atau
berbentuk ginjal. Kromatin ini kasar dan kadang-kadang didalam inti
tedapat nukleol. Pada sitoplasma tidak ada granula azurofilik.
Sitoplasma sel tersebut sangat biru sehingga mudah dibedakan dengan
limfosit yang normal. Jumlah limfosit plasma biru dihitung
berdasarkan persentase limfosit yang didapat pada perhitungan jenis
leukosit. Jadi, contoh cara pelapor Limfosit Plasma Biru (LPB) adalah
sebagai berikut : dari 50% limfosit yang didapat pada perhitungan
jenis leukosit, terdiri atas 40 % bukan Limfosit Plasma Biru (LPB),
dan 10 % Limfosit Plasma Biru (LPB). Peningkatan jumlah PPB
secara jelas adalah kurang dari 4 %. Angka rata-rata persentase
Limfosit Plasma Biru (LPB) pada Demam Berdarah Dengue tampak
mulai berdebda makna dibandingkan dengan penyakit non-Demam
Berdarah Dengue lainya pada hari ke-3 sampai hari ke-9 sakit.
Angka rata-rata persentase Limfosit Plasma Biru (LPB) pada
infeksi primer dan sekunder berbeda maknanya pada hari ke-5 sampai
hari ke-6 sakit. Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru (LPB) pada
penyediaan apus darah tepi ini sangat membantu dalam membuat
diagnosis dengue infeksi sekunder pada masa dini pemeriksaanya
dapat dilakukan dengan cara yang sangat sederhana, yaitu
denganmenyediakan apus darah tepi yang diwarnai dengan pewarnaan
wright atau Giemsa atau May Grunwald.
Pada penderita Demam Berdarah Dengue terjadi kerusakan
dinding pembuluh darah kapiler sehingga cairan akan berpindah
keruangan ekstravaskuler yang mengakibatkan hemokonsetrasi,
sehingga nilai hematocrit (Ht), kadar haemoglobin (Hb0) dan jumlah
eritrosit akan meningkat dalam stadium akut. Menurut WHO, seorang
anak di curigai menderita Demam Berdarah Dengue jika dapat
dibuktikan adanya hemokonsetrasi atau kenaikan nilai Ht pada
stadium akut sebesar 20 % atau lebih dibandingkan dengan nilai Ht
pada stadium konvalesen.
Pada penderita Demam Berdarah Dengue stadium akut dan
Demam Berdarah Dengue yang disertai dengan renjatan, terjadi
aktivasi factor-faktor pembekuan darah yang mengakibatkan
terjadinya penurunan kadar fibrinogen, dan peningkatan jumlah
eritrosit akibat adanya hemokonsentrasi sehingga pada pemeriksaan
laju endapan darah (LED) didapatkan nilai LED lebih lambat pada
stadium akut dibandingkan stadium konvalesen. Demikian juga
dengan nilai LED penderita Demam Berdarah Dengue yang disertai
renjatan akan lebih lambat dibandingkan dengan penderita Demam
Berdarah Dnegue yang tidak disertai renjatan.
g. Pemeriksaan Radiologik
Selain pemeriksaan hematologis, radiologic merupakan
penunjang diagnosis Demam Berdarah Dengue. Salah satu fenomena
yang sering dijumpai pada penderita Demam Berdarah Dengue adalah
pengumpulan cairan di berbagai rongga tubuh, seperti rongga pleura,
pericardium, dan peritoneum.
Pada otopsi 100 kasus Demam Berdarah Dengue di Thailand,
ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga pleura, pericardium,
dan peritoneum, juga dijumpai pembesaran hati, endea selaput
rongga, mesenterium, dan jaringan retro peritoneal. Pada berbagai
penelitian lainya, di Indonesia juga dilaporkan adanya penebalan
dinding kandung empedu, bahkan juga kelainan pada parenkum hepar
yang dapat dilihat dengan pemeriksaan USG (ultrasonografi).
Oleh sebab itu, alat bantu lainya yang dianggap efektif
mendiagnosis Demam Berdarah Dengue adalah penggunaan USG.
USG telah dikenal sebagai sarana pencitraan diagno iagnostictidak
invasive, tidak menggunakan sinar pengion, dapat dikerjakan dengan
cepat dan berulang-ulang. Jika ditangani oleh operator yang
berpengalaman, sarana itu terbukti mempunyai nilai akurasi
diagnostic dan deteksi yang cukup tinggi. Menurut berbagai
penelitian, USG dapat mendeteksi adanya fusi pleura dengan jumlah
cairan cairan yang lebih sedikit dibandingkan dengan foto toraks.
Efusi pleura akan terlihat sebagai suatu bayangan anekoik (hitam)
dengan posteror yang terletak diatas hemidiafragma.
Jika pada bayangan anekoik tersebut dijumpai partikel dengan
ekogenitas tinggi, maka kemungkinan besar dijumpai suatu
perdarahan di rongga pleura tersebut. Pada suatu penelitian dijumpai
suatu hubungan positif bermakna antara jumlah cairan pada efusi
pleura dan derajat penyakit Demam Berdarah Dengue. Dngan USG,
pada umunya hepatomegali dapat ditentukan jika lobus kanan hepar
menutupi minimal lebih dari setengah besar ginjal kanan pada skening
yang terdapat di sagittal kanan. Selain itu dengan USG dapat dilihat
ekogenitas serta dapat mengetahui ada-tidaknya kelainan-kelainan
fokal misalnya kemungkinan perdarahan pada parenkim hepar.
2. Etiologi
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Ke
empatnya ditemukan di Indonesiadengan DEN-3 serotype terbanyak.
Infeksi salah satu serotype akan menimbulkan antibody terhadap serotype
yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype
lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotype lain tersebut. Seseorang yang tinggal di
daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya. Seempat serotype virus dengue dapat ditemukan diberbagai
daerah di Indonesia (Sudoyu Aru, dkk, 2009)
Dengue Haemorrhagic Fever disebabkan oleh virus dengue yang
termasuk kedalam family flaviviridae genus flavivirus. Virus dengue
ditularkan oleh seorang penderita ke orang lain melalui gigitan nyamuk
genus Aedes, yaitu nyamuk Aedes aegypti tersebar di daerah tropis dan
subtropis yang merupakan vektor utama. (Soedarto, 2012)
3. Patofisiologi
Virus dengue akan masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan
terbentuklah kompleks virus antibody, dalam sirkulasi akan mengaktivasi
system complement. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3 dan C5,
dua peptide yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan
mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
Terjadinya trombositopenia, menurunya fungsi trombosit dan
menurunya faktor koagulasi (protrombin, faktor V,VII, IX, X, dan
fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat,
terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada Dengue Haemorrhagic
Fever.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunya volume plasma,
terjadinya hipotensi, trombositopenia, dan diathesis hemoragik. Renjatan
terjadi secara akut. Nilai hematocrit meningkat bersamaan dengan
hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah dan dengan
hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah dan dengan
hilangnya plasma klien mengalami hypovolemic. Apabila tidak diatasi
bias terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. (Suriadi
dan Yuliani, 2009).
4. Pathway
Viru
s
Vire
mia
Depresi
Hipe Hepa J. Permebilitas
tome Sum – sum tulang
rthe kapiler meningkat
Manifestasi
- Anoreksia perdarahan
Permebilitas
- Muntah
Kehilanga kapiler
n plasma meningkat
Hipov
ketidaksei Risiko olemi
5.
mbangan Kekurangan
6.
Nutrisi Volume caira
7.
kurang Efusi
Reisiko terjadi pleura
Risiko syok perdarahan Ascites
R. Hemokonsn
hipovolemia trasi
Perubahan
S perfusi
y jaringan
kematian perifer
8. Kasifikasi Demam Berdarah Dengue
Berdasarkan patokan dari WHO Demam Berdarah Dengue dibagi
menjadi 4 derajat sebagai berikut :
a. Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat
manifestasi perdarahan (uji turniket positif)
b. Derajat II : seperti derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan
perdarahan lain.
c. Derajat III : ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengana adanya
nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (kurang dari 20 mmHg)
atau hipotensi disertai kulit yang dingin dan lembab, gelisah.
d. Derajat IV : renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah
yang tidak dapat diukur.
sekitar mata
f. Pembesaran hati,
Renjatan hipovolemik
limpa, dan kelenjar
getah bening.
Renjatan hipovolemik
dan hipotensi
Kebocoran plasma
Ke extravaskuler
Abdomen
- Anoreksia
- Muntah
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
5. Ds :- Arbovirus Risiko terjadi
(melalui
Do : perdarahan
nyamuk
a. Perdarahan terutama Aedes
Aegypti)
perdarahan bawah kulit :
ptechie, ekhimosis,
hematoma. Beredar
dalam aliran
b. Eliminasi alvi (buang air
darah
besar kadang-kadang).
Kadang-kadang anak
Infeksi virus
mengalami
dengue
diare/konstipasi. Viremia
Sementara Dengue
Haemorrhagic Fever
pada grade III-IV bias Permebilitas
terjadi melena. kapiler meningkat
c. Kadang-kadang disertai
dengan keluhan batuk,
pilek, nyeri telan, mual, Risiko terjadi
muntah anoreksia, perdarahan
diare/konstipasi, sakit
kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri ulu hati
dan pergerakan bola mata
terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan
pada kulit, gusi (grade
III, IV), melena atau
hematemesis.
d. Perdarahan mukosa
epitaksis, perdarahan
gusi.
e. Hematemesis dan
melena
(sianosis, kulit
lembab dan dingin, Perubahan perfusi
tekanan darah jaringan
menurun, gelisah,
capillarr refill lebih
dari dua detik, nadi
cepat dan lemah).
Intervensi :
1) Kaji saat timbulnya demam
Rasional : dapat mengidentifikasi pola/tingkat demam
2) Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, tensi, pernafasan setiap 3
jam.
Rasional : tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum klien.
3) Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan
suhu tubuh.
Rasional : penjelasan tentang kondisi yang dialami klien dapat
membantu mengurangi kecemasan klien.
4) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang hal-hal yang
dilakukan.
Rasional : untuk mengatasi demam dan menganjurkan klien dan
keluarga untuk lebih kooperatif.
5) Jelaskan pentingnya tirah baring bagi klien dan akibatnya jika hal
tersebut tidak dilakukan.
Rasional : keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses
penyembuhan klien di rumah sakit.
6) Anjurkan klien untuk banyak minum kurang lebih 2.5-3 liter/hari
dan jelaskan manfaatnya.
Rasional : peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan
cairan tubuh meningkat sehingga perlu di imbangi dengan asupan
cairan yang banyak.
7) Beri kompres air hangat (pada axila dan lipat paha) dan anjurkan
memakai pakaian yang tipis.
Rasional : Mengurangi panas dengan pemindahan panas secara
konduksi
8) Beri pakaian yang tipis dan menyerap keringat.
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat
evaporasi.
20. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah terakhir dalam proses pembuatan
keputusan. Perawat mengumpulkan, menyortir, dan menganalisis data
untuk menetapkan apakah (1) tujuan telah tercapai (2) rencana
memerlukan modifikasi atau (3) alternative baru harus dipertimbangkan.
Pedoman observasi dimasukan dalam rencana asuhan standar untuk
membantu pembaca mengidentifikasi metode untuk mengevaluasi apakah
tujuan atau hasil tercapai. Tahap evaluasi memenuhi proses keperawatan
atau berperan sebagai dasar untuk pemilihan alternative lain untuk
intervensi dalam pemecahan masalah spesifik (Wong,2009:24). Sedangkan
menurut Dermawan. D. (2012) evaluasi adalah proses keberhasilan
tindakan keperawatan yang membandingkan antara proses dengan tujuan
yang telah ditetapkan, dan menilai efektif tidaknya dari proses
keperawatan yang dilaksanakan serta hasil dari penilaian
keperawatan tersebut digunakan untuk bahan perencanaan selanjutnya
apabila masalah belum teratasi dengan proses keperawatan yang sudah
dilaksanakan serta hasil dari penilaian keperawatan untuk perencanaan
selanjutnya masalah sudah teratasi
Jadi,evaluasi keperawatan merupakan fase penilaian terhadap
tindakan yang telah dilakukan dengan mengambil kesimpulan apakah
tindakan tersebut telah tercapai dan memenuhi kebutuhan klien secara
optimal atau tidak sebagai dasar untuk pemilihan alternative lain untuk
intervensi dalam pemecahan masalah secara spesifik.
Tujuan dari evaluasi adalah sebagai berikut :
a. Menentukkan perkembangan klien.
b. Menilai efektivitas, efisiensi, dan produktifitas asuhan keperawatan
yang telah diberikan.
c. Menilai asuhan keperawatan.
d. Mendapatkan umpan balik .
e. Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan.
Untuk menentukan masalah teratasi, teratasi sebagian, tidak
teratasi atau muncul masalah baru adalah dengan cara membandingkan
antara SOAP dengan tujuan, kriteria hasil yang telah di tetapkan. Format
evaluasi mengguanakn :
a. S: Subjective
Adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diperbaiki.
b. O: Objective
Adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah dilakukan tindakan.
c. A: Analisa
Adalah membandingkan antara informasi subjektif dan objektif
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa
masalah teratasi, masalah belum teratasi, masalah teratasi sebagian,
atau muncul masalah baru.
d. P: Planning
Adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa, baik itu rencana diteruskan, dimodifikasi,
dibatalkan ada masalah baru, selesai (tujuan tercapai).