Anda di halaman 1dari 45

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Dengue Haemorrhagic Fever


1. Fisiologi Trombosit
Trombosit di hasilkan dalam tulang dengan fragmentasi sitoplasma
megakariosit prekusor megakariosit-megakarioblast-timbul dengan proses
deferensiasi dari sel asal hemopoitik. Megakariosit dengan proses
replikasi endomitotik inti secara sinkron, yang memperbesar volume
sitoplasma saat jumlah inti bertambah 2 kali lipat. Setiap megakariosit
menghasilkan sekitar 4000 trombosi. Interval waktu dari deferensiasi sel
asal stem sel sampai dihasilkan trombosit sekitar 10 hari pada manusia.
Produksi trombosit berada dibawah control zat humoral yang dikenal
sebagai trombopoitin. (Andra Saferi Wijaya dan Yessie Mariza Putri,
2013)
Dalam reaksi adhesi dan agregasi trombosit yang membentuk
kejadian awal yang mengarah pembentukan sumbatan trombosit (platelet
plug) selama hemostasis.membran plasma 3 lapis (trilaminar) dan system
membrane terbukanya (kanallikulus) berinvaginasi kedalam bagian dalam
trombosit untuk membentuk permukaan reaktif besar dimana protein
pembukaan plasma dapat diserap secara selektif. Membrane ini
merupakan dasar struktur factor tiga trombosit. Sistem trombastin
(aktomeiosin) kontraktil ini mencakup filament dan microfilament pada
daerah submembran. Rangka mikrotubulus yang melingkar berfungsi
untuk pemeliharaan bentuk discoid normal yang beredar. Paa bagian
dalam trombosit kalsium, nukleotida (khusus ADP), dan serotonin
dikandung granula padat electron. Granula spesifik (alfa) mengandung
antagonis heparin (factor 4 trombosit), factor pertumbuhan trombosit,
tromboglobulin, fibrinogen dan factor pembekuan lain. Granula spesifik
lain adalah lisosom yang berisi enzim hidrolitik. Energy untuk reaksi
trombosit berasal dari fosforilasi oksidatif dalam mitokondria dan juga
dari glikolisis anaerobic dengan memakai glikogen trombosit. System
membrane tertutup (dense tubular) trombosit menunjukan reticulum
endoplasma sisa.
Fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbata mekanis
selama respn haemostatik normal terhadap luka vaskuler. Inti fungsi ini
adalah reaksi trombosit : adhesi, pembebasan, agregasi, fusi sebaik
aktivitas prokoagulanya.
a. Adehesi trombosit
Setelah luka pembuluh darah trombosit melekatkan diri pada jaringan
ikat sub endothelial yang terbuka. Adhesi tergantung pada
glikoprotein membrane permukaan trombosit.
b. Reaksi perlepasan
Pemaparan terhadap kolagen atau aksi thrombin mengakibatkan
pelepasan isi granula trombosit yang mencakup ADP, serotonin,
fibrinogen, enzim lisosom dan factor penetralisasi heparin. Kolagen
dan thrombin mengaktifkan sintesis prostaglandin trombosit yang
mengarah ke pembentukan zat labil.
c. Agregasi trombosit
ADP menyebabkan trombosit membengkak dan mempermudah
membrane trombosit-trombosit berdekatan untuk melekat satu sama
lain. Dari agregasi trombosit ini mengakibatkan pembentukan massa
trombosit yang cukup besar untuk menyumbat daerah luka endotel.
d. Aktivitas prokoagulan trombosit
Setelah agregasi dan pelepasan trombosit fosfolipid membrane yang
terbuka tersedia untuk pembentukan kompleks protein pembekuan.
Permukaan fospolipid ini membentuk cetakan ideal untuk konsentrasi
kritis dan orientasi protein-protein ini untuk reaksi (cascade)
pembekuan normal.
e. Fusi trombosit
Konsentrasi tinggi ADP enzim-enzim yang dibebaskan selama reaksi
pelepasan dan trombastenin bersama-sama menyebabkan fusi
irreversible trombosit yang beragregasi pada tempat luka vaskuler.
Thrombin juga mendorong fusi trombosit dan pembentukan fibrin
memperkuat stabilitas sumbatan platelet yang sedang berkembang.

Gambar 2.1
Gambaran trombosit pada asupan darah tepi

Trombopoesis
 Trombopoesi (pembentukan thrombocyte berasal dari sel induk
pluripotensial yang berubah menjadi megakarioblas kemudian
promegakarioblas menjadi megakariosit di dalam sumsum tulang.
 Megakariosit mengalami pematangan dengan replikasi inti
endometotik yang sinkrin, memperbesar volume sitoplasma
sejalan dengan penambahan lobus inti menjadi kelipatan duanya.
Kemudian sitoplasma menjadi granuler dan trombosit dilepaskan.
 Setiap megakariosit menghasilkan sekitar 4000 trombosit. Interval
waktu dari diferensiasi sel induk (stem cell ) sampai dihasilkan
trombosit sekitar membutuhkan sekitar 10 hari pada manusia.
 Trombopoesis dipengaruhi oleh hormone trombopoetin yang
dihasilkan di hati dan ginjal dan sejumlah sitokin seperti :IL-
11,IL-3,dan IL-6
 Trombopoetin meningkatkan kecepatan dan jumlah maturasi
megakariosit.

Mekanisme Pembekuan Darah

Trombosit pecah tromboplastin

Protrombin Trombin

Ion Ca++

Fibrinogen Fibrin
Vitamin K

Menyumbat luka

Gambar 2.2

Mekanisme pembekuan darah


2. Konsep Dasar Penyakit
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah
Dengue adalah penyakit menular yang di sebab kan oleh virus dengue
yang di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini
dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian
terutama pada anak, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa atau
wabah. Penyebab penyakit demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) adalah virus dengue yang hingga saat ini telah
di isolasi empat serotype virus dengue di Indonesia yang termasuk dalam
group B Arthropedi borne viruses (Arboviruses), yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4. Ternyata DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak sebagai penyebab. Di Thailand, dilaporkan serotype DEN-2
yang dominan, sedang di Indonesia terutama DEN-3, tetapi akhir-akhir
ini ada kecenderungan dominasi untuk DEN-2. (Susilaningrum, dkk
2013).
Infeksi oleh salah satu serotype menimbulkan antibody seumur
hidup terhadap serotype bersangkutan, tetapi tidak ada perlindungan
terhadap serotype lain. Virus dengue ini ditularkan melalui vector
nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk aegypti , nyamuk Aedes albopictus ,
Aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain kurang berperan. Jenis
nyamuk ini terdapat hamper di seluruh Indonesia, kecuali di ketinggian
lebih dari 1000 m di atas permukaan air laut.
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika, dan
biokimia DHF hingga kini belum di ketahui secara pasti. Sebagian besar
sarjana masih menganut The Secondary Heterologous Infection
Hypothesis atau The Sequential Infection Hypothesis dari Halsteel yang
menyatakan bahwa Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat terjadi bila
seseorang setelah terinfeksi dengue pertama kali mendapat infeksi
berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan.
Fenomena patofisiologis utama yang menentukan berat penyakit
yang membedakan Demam Berdarah Dengue dari dengue klasik ialah
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, hemorrhagic. Pada
kasus berat, renjatan terjadi secara akut, nilai hematocrit meningkat
bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding
pembuluh darah. Ada dugaan bahwa renjatan terjadi akibat kebocoran
plasma ke darah ekstravaskuler melalui kapiler yang rusak yang
mengakibatkan menurunya volume plasma dan meningginya nilai
hematocrit. Bukti dugaan ini adalah ditemukanya cairan yang terimbun
dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericardium
yang ternyata melebihi pemberian cairan infus serta terjadinya bendungan
pembuluh darah paru. Plasma merembes selama perjalanan penyakit
mulai dari awal demam sampai puncaknya pada masa renjatan.
Trombositopeni hebat, gangguan fungsi trombosit, dan kelainan
koagulasi merupakan penyebab utama perdarahan. Perdarahan kulit
umumnya di sebab kan oleh factor kapiler dan trombositopeni, sedangkan
perdarahan Massive akibat kelainan yang lebih kompleks, yaitu
trombositopeni, gangguan factor pembekuan, dan kemungkinan oleh
factor DIC. Patogenesis Dengue Haemorrhagic fever (DHF) berkaitan
dengan system komplemen, yaitu system dalam sirkulasi darah yang
terdiri dari sebelas komponen protein dengan bentuk tidak aktif dan labil
terhadap panas.sebagai reaksi terhadap infeksi, terjadi aktifitas
komplemen. Akibat aktivitas komplemen, maka dilepaskan anafilaktoksin
Ca3 dan C5a yang berdaya membebaskan histamine sebagai mediator
kuat dalam peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
berperan dalam terjadinya renjatan. Seperti pada infeksi virus yang lain,
infeksi virus dengue juga merupakan self limiting infectious disease yang
akan berakhir sekitar 2-7 hari.
Infeksi virus dengue mengakibatkan manifestasi klinis yang
bervariasi mulai dari asimptomatik, penyakit yang paling ringan (mild
undifferentiated febrile illness ), Demam Dengue (dengue fever), Demam
Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
sampai Syndrom Syok Dengue (SSD). Walaupun secara epidemiologis
infeksi rungan lebih banyak, pada awal penyakit hamper tidak mungkin
membeakan infeksi ringan atau berat. Bentuk ringan demam dengue
menyerang segala golongan umur dan bermanifestasi lebih berat pada
orang dewasa. Demam dengue pada bayi dan anak berupa demam ringan
disertai timbulnya ruam makulopapular. Pada anak besar dan dewasa
dikenal sindrom trias dengue berupa demam tinggi mendadak, nyeri pada
anggota badan (kepala, bola mata, punggung, dan sendi), dan timbul ruam
makulopapular. Pasien penyakit demam dengue biasanya sembuh tanpa
gejala sisa.
Kasus Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) ditandai oleh
manifestasi klinis, yaitu demam tinggi dan mendadak, dapat mencapai
40ºC atau lebih yang terkadang disertai kejang demam, sakit kepala,
anoreksia, muntah, ketidaknyamanan epigastrium, nyeri perut kanan atas
atau seluruh bagian perut, dan perdarahan terutama perdarahan kulit.
Walaupun hanya berupa uji tourniquet positif, memar atau dapat juga
berupa perdarahan spontan mulai dari petechiae (muncul pada hari-hari
pertama demam dan berlangsung selama 3-6 hari) pada ekstermitas,
tubuh, muka sampai epistaksis, dan perdarahan gusi, sedangkan
perdarahan gastrointestinal massive lebih jarang terjadi dan biasanya
dapat terjadi pada kasus dengan syok yang berkepanjangan
subkonjungtiva terkadang ditemukan . pada massa konvaleson, sering kali
ditemukan eritema pada telapak tangan dan kaki. Hepatomegaly pada
umunyadapat diraba pada permulaan penyakit. Pembesaran hati ini tidak
sejajar dengan beratnya penyakit. Nyeri tekan sering kali ditemukan tanpa
icterus atau kegagalan peredaran darah (circulatory failure ).

3. Penyebab Demam Berdarah Dengue


Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue
(DBD) adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus
dengue, yang masuk ke dalam tubuh penderita akan mengeluh demam,
sakit kepala, mual, nyeri, pegal seluruh tubuh, dan hipertermia di
tenggorokan. Reaksi yang tampak pada tubuh penderita, merupakan
reaksi yang biasa terlihat pada penderita infeksi oleh virus. Reaksi yang
sangat berbeda akan Nampak bila seseorang mendapat infeksi secara
berulang dengan tipe virus dengue yang berbeda. (Sitorus H, Ronald
2008)
Dalam hipotesis dinyatakan bahwa Demam Berdarah Dengue
(DBD) dapat terjadi bila seseorang telah terinfeksi dengue untuk pertama
kali kemudian mendapat infeksi berulang dengan virus dengue lainya.
Reinfeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestic antibody
sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks
virus antibody) yang tinggi, yang dapat mengaktifkan system
komplemen, mengakibatkan lepasnya anafilatoksis (3a dan C5a). C5a
menyebabkan permeabilitas dinding pembuluh darah meninggi dan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding. Keadaan inilah berperan,
untuk merangsang terjadinya renjatan.

Gambar 2.3
Virus dengue

4. Gejala – Gejala
Gejala klinis penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang
tampak menurut patokan dari WHO tahun 1986 adalah demam tinggi yang
mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari. Manifestasi perdarahan,
termasuk uji torniket positif dan salah satu bentuk perdarahan lain, yaitu
petekie (bintik-bintik merah akibat perdarahan intradermal / submukosa),
purpura (perdarahan dikulit), ekomosis, epistaksis (mimisan), perdarahan
gusi, hematemesis, dan melena (tinja berwarna hitam karena adanya
perdarahan).
Adanya pembesaran hati, renjatan hipovolemik yang ditandai
dengan nadi lemah dan cepat, tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg
atau kurang) disertai kulitt yang terasa dingin dan lembab, terutama di
ujung hidung, jari kaki, dan tangan. Penderita menjadi gelisah, timbul
sianosis (warna kebiruan dikulit dan mukosa karena hemoglobin
teredukasi secara berlebihan dalam darah kapiler) disekitar mulut.
Kemudian pada pemeriksaan laboratorium perlu dilihar trombositopenia
menunjukan 100.000/I atau kurang hemokonsentrasi dapat diukur dari
nilai hematocrit sebesar 20 % vol atau lebih dibandingkan dengan
hemotokrit pada masa konvalesen (masa penyembuhan). Ditemukanya 2
atau 3 gejala klinis disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah
cukup untuk membuat diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD).
Perlu disadari bahwa diagnosis Demam Berdarah Dengue terutama
berdasarkan pada gejala klinis, dan dibantu dengan pemeriksaan
hermatologi sederhana. Sampai saat ini belum ada pemeriksaan penunjang,
lainya yang terbaik yang dapat membantu diagnosis secara dini. Diagnosis
Demam Berdarah Dengue klinis yang dipergunakan sampai saat ini adalah
kriteria WHO. Kriteria itu masih dapat dipakai dengan memperhatikan
beberapa masalah berikut : demam perdarahan spontan, hepatomegali
hemokonsentrasi, trombositopeni, hasil pemeriksaan hematologi, dan
pemeriksaan radiologik.
a. Demam
Rentang waktu demam dirumah pada akhir-akhir ini cenderung lebih
panjang dari pada tahun 1970, yaitu berkisar dari 2 sampai 10 hari.
Tetapi bila ditinjau dari proporsi terbanyak, dema terjadi antara 3-5
hari. Maka pada demam lebih dari 7 hari, kemungkinan terjadi
demam tifoid. Sifat dema Demam Berdarah Dengue (DBD) juga khas,
yaitu timbul mendadak. Artinya semua anak Nampak sehat, kemudian
tiba-tiba menderita demam tinggi.
b. Perdarahan Spontan
Petekie merupakan perdarahan kulit spontan yang paling
sering dijumpai. Maka gejala ini harus dicari. Petekie yang dibuat
dengan melakukan tes torniket perlu mendapat perhatian. Karena
lebih dari 2/3 kasus Demam Berdarah Dengue disertai tes torniket dan
tidak semua pasien demam dengan tes torniket positif adalah Demam
Berdarah Dengue. Namun pada pasien demam yang disertai dengan
tes torniket, perlu diobservasi dengan baik.
Jenis perdarahan kedua yang banyak dijumpai adalah
mimisan. Perlu ditanyakan kepada orangtua adakah riwayat mimisan
sebelumnya. Mimisan merupakan gejala yang pertama, maka lebih
menyokong diagnosis Demam Berdarah Dengue. Perdarahan lain
yang lebih serius adalah perdarahan saluran cerna yaitu hematemesis
dan melena. Perlu dilakukan penyelidikan secara akurat apakah darah
tersebut dari mimisan atau perdarahan gusi yang tertelan. Karena
tidak jarang terjadinya perdarahan lambung akibat iritasi obat
antipiretik, khususnya acetaminophen.
c. Hepatomegali
Separuh dari kasus Demam Berdarah Dengue disertai hepatomegali /
hati yang semuala tak teraba tiba-tiba teraba. Gejala lain yang
mengikuti hepatomegali adalah nyeri perut didaerah epigastrium (ulu
hati) dan hipokhondrium kanan. Walaupun gejala nyeri perut ini tidak
tercantum dalam kriteria WHO, tetapi kasus ini sering terjadi pada
anak-anak. Oleh karena itu, nyeri perut merupakan gejala tambahan
yang perlu dicari. Dilain pihak perlu dilakukan diagnosis banding
antara nyeri perut gastritis dan apendisitis akut.
d. Hemokonsentrasi
Hemokonsentrasi yang terjadi sebagai akibat penyerapan plasma
merupakan hal penting dalam menegakkan diagnosis Demam
Berdarah Dengue. Hemokonsetrasi diketahui dari peningkatan sekitar
20 % atau lebih dari kadar hematoksisit awal (sebelum sakit atau
sama dengan saat penyembuhan). Masalah yang dihadapi adalah tidak
diketahuinya kadar hematocrit sebelum sakit, sehingga mempersulit
kita untuk menduga adanya hemokonsentrasi merupakan gambaran
adanya kebocoran plasma. Maka nilai hematocrit sangat penting
untuk dijadikan pedoman dalam pemberian cairan baik pada awal
pengobatan maupun tindak lanjut sesudah pengobatan dilakukan.
e. Trombositopeni
Trombositopeni merupakan pertanda penting uuntuk melakukan
diagnosis maupun untuk meramalkan perjalanan penyakit. Hal ini
yang perlu diperhatikan adalah kejadian kejang, muntah, dan diare.
Dehidrasi sebagai akibat muntah dan diare dapat mempercepat
terjadinya henjatan. Pada penyakit Demam Berdarah Dengue akan
dijumpai berbagai kelainan pada hasil pemeriksaan laboratorium.
Tetapi hanya ada beberapa penelitian saja yang melaporkan tentang
hasil pemeriksaan hematologi, karena pada umumnya para peneliti
melaporkan tentang kelainan hemostasis. Penguraian hasil
pemeriksaan darah tepi sederhana dapat dipakai untuk menunjang
diagnosis dini Demam Berdarah Dengue (DBD).
f. Hasil Pemeriksaan Hematologi
Pada pemeriksaan jumlah trombosit pada umumnya pada
penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) stadium akut akan
dijumpai trombositopeni, terutama pada hari ke-3 sampai hari ke-8
terjadinya demam yang disebabkan oleh konsumsi trombosit
meningkat akibat teraktifasinya system pembekuan darah dan
pembentukan trombosit berkurang akibat terhambatnya trombopiesis.
Pada stadium konvalesen, terjadi peningkatan jumlah trombosit,
karena trombopoiesis telah kembali normal dan terkadang dijumpai
“giant thrombocyte”.
Pemeriksaan jumlah trombosit secara manual mudah
dikerjakan dilabolatorium dengan fasilitas sederhana. Untuk
menghitung trombosit menggunakan kamar hitung Improve Neubauer
dan larutan pengencer Ress Ecker atau Amonium Oksalat 1%.
Sumsum tulang penderita Demam Berdarah Dengue mengalami
kerusakan yang reversible berupa pengurangan kepadatan sel, adanya
vakuolisasi bermacam-macam sel dan pada daerah tepi dijumpai
pengurangan jumlah retikulosis pada stadium akut. Selain itu terdapat
kelainan terutama pada seri granulosit yang berupa vakuolisasi,
granulasi toksik, dan piktonik.
Kerusakan sumsum tulang pada penderita Demam Berdarah
Dengue yang reversible disebabkan oleh endoteksin virus itu sendiri
serta proses imunologi yang dapat dibuktikan dengan adanya
peningkatan jumlah Limfosit Plasma Biru (LPB) yang beredar pada
darah tepi. Limfosit Plasma Biru (LPB) adalah limfosit dengan
sitoplasma yang berwarna biru tua. Pada umunya lebih besar atau
sama dengan limfosit besar. Sitoplasma lebar dengan vakuolisasi
halus sampai dengan nyata, da nada daerah perinuklear yang jernih.
Inti terletak pada salah satu tepi sel, berbentuk bulat oval atau
berbentuk ginjal. Kromatin ini kasar dan kadang-kadang didalam inti
tedapat nukleol. Pada sitoplasma tidak ada granula azurofilik.
Sitoplasma sel tersebut sangat biru sehingga mudah dibedakan dengan
limfosit yang normal. Jumlah limfosit plasma biru dihitung
berdasarkan persentase limfosit yang didapat pada perhitungan jenis
leukosit. Jadi, contoh cara pelapor Limfosit Plasma Biru (LPB) adalah
sebagai berikut : dari 50% limfosit yang didapat pada perhitungan
jenis leukosit, terdiri atas 40 % bukan Limfosit Plasma Biru (LPB),
dan 10 % Limfosit Plasma Biru (LPB). Peningkatan jumlah PPB
secara jelas adalah kurang dari 4 %. Angka rata-rata persentase
Limfosit Plasma Biru (LPB) pada Demam Berdarah Dengue tampak
mulai berdebda makna dibandingkan dengan penyakit non-Demam
Berdarah Dengue lainya pada hari ke-3 sampai hari ke-9 sakit.
Angka rata-rata persentase Limfosit Plasma Biru (LPB) pada
infeksi primer dan sekunder berbeda maknanya pada hari ke-5 sampai
hari ke-6 sakit. Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru (LPB) pada
penyediaan apus darah tepi ini sangat membantu dalam membuat
diagnosis dengue infeksi sekunder pada masa dini pemeriksaanya
dapat dilakukan dengan cara yang sangat sederhana, yaitu
denganmenyediakan apus darah tepi yang diwarnai dengan pewarnaan
wright atau Giemsa atau May Grunwald.
Pada penderita Demam Berdarah Dengue terjadi kerusakan
dinding pembuluh darah kapiler sehingga cairan akan berpindah
keruangan ekstravaskuler yang mengakibatkan hemokonsetrasi,
sehingga nilai hematocrit (Ht), kadar haemoglobin (Hb0) dan jumlah
eritrosit akan meningkat dalam stadium akut. Menurut WHO, seorang
anak di curigai menderita Demam Berdarah Dengue jika dapat
dibuktikan adanya hemokonsetrasi atau kenaikan nilai Ht pada
stadium akut sebesar 20 % atau lebih dibandingkan dengan nilai Ht
pada stadium konvalesen.
Pada penderita Demam Berdarah Dengue stadium akut dan
Demam Berdarah Dengue yang disertai dengan renjatan, terjadi
aktivasi factor-faktor pembekuan darah yang mengakibatkan
terjadinya penurunan kadar fibrinogen, dan peningkatan jumlah
eritrosit akibat adanya hemokonsentrasi sehingga pada pemeriksaan
laju endapan darah (LED) didapatkan nilai LED lebih lambat pada
stadium akut dibandingkan stadium konvalesen. Demikian juga
dengan nilai LED penderita Demam Berdarah Dengue yang disertai
renjatan akan lebih lambat dibandingkan dengan penderita Demam
Berdarah Dnegue yang tidak disertai renjatan.
g. Pemeriksaan Radiologik
Selain pemeriksaan hematologis, radiologic merupakan
penunjang diagnosis Demam Berdarah Dengue. Salah satu fenomena
yang sering dijumpai pada penderita Demam Berdarah Dengue adalah
pengumpulan cairan di berbagai rongga tubuh, seperti rongga pleura,
pericardium, dan peritoneum.
Pada otopsi 100 kasus Demam Berdarah Dengue di Thailand,
ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga pleura, pericardium,
dan peritoneum, juga dijumpai pembesaran hati, endea selaput
rongga, mesenterium, dan jaringan retro peritoneal. Pada berbagai
penelitian lainya, di Indonesia juga dilaporkan adanya penebalan
dinding kandung empedu, bahkan juga kelainan pada parenkum hepar
yang dapat dilihat dengan pemeriksaan USG (ultrasonografi).
Oleh sebab itu, alat bantu lainya yang dianggap efektif
mendiagnosis Demam Berdarah Dengue adalah penggunaan USG.
USG telah dikenal sebagai sarana pencitraan diagno iagnostictidak
invasive, tidak menggunakan sinar pengion, dapat dikerjakan dengan
cepat dan berulang-ulang. Jika ditangani oleh operator yang
berpengalaman, sarana itu terbukti mempunyai nilai akurasi
diagnostic dan deteksi yang cukup tinggi. Menurut berbagai
penelitian, USG dapat mendeteksi adanya fusi pleura dengan jumlah
cairan cairan yang lebih sedikit dibandingkan dengan foto toraks.
Efusi pleura akan terlihat sebagai suatu bayangan anekoik (hitam)
dengan posteror yang terletak diatas hemidiafragma.
Jika pada bayangan anekoik tersebut dijumpai partikel dengan
ekogenitas tinggi, maka kemungkinan besar dijumpai suatu
perdarahan di rongga pleura tersebut. Pada suatu penelitian dijumpai
suatu hubungan positif bermakna antara jumlah cairan pada efusi
pleura dan derajat penyakit Demam Berdarah Dengue. Dngan USG,
pada umunya hepatomegali dapat ditentukan jika lobus kanan hepar
menutupi minimal lebih dari setengah besar ginjal kanan pada skening
yang terdapat di sagittal kanan. Selain itu dengan USG dapat dilihat
ekogenitas serta dapat mengetahui ada-tidaknya kelainan-kelainan
fokal misalnya kemungkinan perdarahan pada parenkim hepar.

B. Asuhan Keperawatan pada Demam Berdarah Dengue


1. Pengertian Demam Berdarah Dengue
Daengue Haemorrhagic Fever adalah penyakit yang menyerang
anak dan orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi
berupa demam akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi. Daengue adalah
suatu infeksi Arbovirus (Artropod Born Virus ) yang akut ditularkan oleh
nyamuk Aedes Aegypti atau Aedes Aebopictus. (Titik Lestari, 2016).
Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit yang di sebabkan
oleh virus dengue (Arbovirus) yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti .( Suriadi & Rita Yuliani, 2009)
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang di sebab
kan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, yang
di tandai dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang
jelas, lemah/lesu, perdarahan, lebam/ruam. Kadang-kadang mimisan
(Epistaksis), bercak darah, muntah darah, dan kesadaran menurun atau
Shock (Andra Saferi Wijaya, dkk, 2013)
Berdasarkan definisi diatas dapat di simpulkan penyakit Demam
Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus Dengue disebabkan oleh
virus Dengue, virus dengue ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti atau
nyamuk aedes albopictus, yang masuk kedalam tubuh melalui gigitanya.

2. Etiologi
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Ke
empatnya ditemukan di Indonesiadengan DEN-3 serotype terbanyak.
Infeksi salah satu serotype akan menimbulkan antibody terhadap serotype
yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype
lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotype lain tersebut. Seseorang yang tinggal di
daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya. Seempat serotype virus dengue dapat ditemukan diberbagai
daerah di Indonesia (Sudoyu Aru, dkk, 2009)
Dengue Haemorrhagic Fever disebabkan oleh virus dengue yang
termasuk kedalam family flaviviridae genus flavivirus. Virus dengue
ditularkan oleh seorang penderita ke orang lain melalui gigitan nyamuk
genus Aedes, yaitu nyamuk Aedes aegypti tersebar di daerah tropis dan
subtropis yang merupakan vektor utama. (Soedarto, 2012)
3. Patofisiologi
Virus dengue akan masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan
terbentuklah kompleks virus antibody, dalam sirkulasi akan mengaktivasi
system complement. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3 dan C5,
dua peptide yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan
mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
Terjadinya trombositopenia, menurunya fungsi trombosit dan
menurunya faktor koagulasi (protrombin, faktor V,VII, IX, X, dan
fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat,
terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada Dengue Haemorrhagic
Fever.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunya volume plasma,
terjadinya hipotensi, trombositopenia, dan diathesis hemoragik. Renjatan
terjadi secara akut. Nilai hematocrit meningkat bersamaan dengan
hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah dan dengan
hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah dan dengan
hilangnya plasma klien mengalami hypovolemic. Apabila tidak diatasi
bias terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. (Suriadi
dan Yuliani, 2009).
4. Pathway

Arbovirus (melalui nyamuk


Aedes Aegypty)
A.

Beredar dalam aliran darah

Viru
s

Vire
mia

Depresi
Hipe Hepa J. Permebilitas
tome Sum – sum tulang
rthe kapiler meningkat

Manifestasi

- Anoreksia perdarahan
Permebilitas
- Muntah
Kehilanga kapiler
n plasma meningkat
Hipov
ketidaksei Risiko olemi
5.
mbangan Kekurangan
6.
Nutrisi Volume caira
7.
kurang Efusi
Reisiko terjadi pleura
Risiko syok perdarahan Ascites
R. Hemokonsn
hipovolemia trasi

Perubahan

S perfusi
y jaringan
kematian perifer
8. Kasifikasi Demam Berdarah Dengue
Berdasarkan patokan dari WHO Demam Berdarah Dengue dibagi
menjadi 4 derajat sebagai berikut :
a. Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat
manifestasi perdarahan (uji turniket positif)
b. Derajat II : seperti derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan
perdarahan lain.
c. Derajat III : ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengana adanya
nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (kurang dari 20 mmHg)
atau hipotensi disertai kulit yang dingin dan lembab, gelisah.
d. Derajat IV : renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah
yang tidak dapat diukur.

9. Manifestasi Klinis Demam Berdarah Dengue


Tanda dan gejala Dengue Haemorrhagic Fever meliputi :
a. Demam tinggi selama 5-7 hari
b. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit : ptechie, ekhimosis,
hematoma.
c. Epitaksis, hematemesis, melena, hematuria.
d. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
e. Nyeri otot, tulang sendi, abdomen, dan ulu hati.
f. Sakit kepala
g. Pembengkakan sekitar mata
h. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan
darah menurun, gelisah, capillarr refill lebih dari dua detik, nadi cepat
dan lemah). (Suriadi dan Yuliani, 2010)
Menurut Misnadiarly (2009), tanda gejala Dengue Haemorrhagic Fever
meliputi :
a. Manifestasi klinis infeksi virus Dengue pada manusia sangat
bervariasi. Spectrum variasinya begitu luas, mulai dari asimtomatik,
demam ringan yang tidak spesifik, Demam Dengue, Demam Berdarah
Dengue, hingga yang paling berat yaitu Dengue Shock Syndrome
(DSS).
b. Kriteria Klinis
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus-
menerus selama satu sampai tujuh hari. Terdapat manifestasi
perdarahan yang di tandai dengan :
1) Uji tourniquet positif.
2) Ptechie, ekimosis, purpura.
3) Perdarahan mukosa epitaksis, perdarahan gusi.
4) Hematemesis dan melena
5) Pembesaran hati (hepatomegali)
6) Manifestasi syok/renjatan
Sedangkan patokan laboratorium Dengue Haemorrhagic Fever
menurut WHO adalah trombositopenia (trombosit kurang dari
100.000/mL) dan hemokonsentrasi (kadar hematocrit meningkat
20 % atau lebih).

10. Ciri-ciri Nyamuk Demam Berdarah


Menurut Nadezul (2007), nyamuk aedes aegypti telah lama diketahui
sebagai vector utama dalam penyebaran penyakit Demam Berdarah
Dengue, adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut :
a. Badan kecil berwarna hitam dengan bintik-bintik putih
b. Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter
c. Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan
d. Menghisap darah pada pagi hari sekitar pukul 09.00-10.00 dan sore
hari pukul 16.00-17.00.
e. Nyamuk betina menghisp darah untuk pematangan sel telur,
sedangkan nyamuk jantan memakan sari-sari tumbuhan.
f. Hidup digenangan air bersih bukan di got atau comberan
g. Didalam rumah dapat hidup di bak mandi, tempayonan, vas bunga,
dan tempat air minum burung.
h. Di luar rumah dapat hidup di tampungan air yang ada didalam drum,
dan ban bekas.

11. Pemeriksaan Diagnostik


a. Darah lengkap
1) Leukopenia pada hari ke 2-3
2) Trombositopenia dan hemokonsentrasi
3) Masa pembekuan normal
4) Masa perdarahan memanjang
5) Penurunan faktor II, V, VII, IX, dan XII.
b. Kimia darah
1) Hipoproteinemia hiponatriam, hipodorumia.
2) SGOT/SGPT meningkat
3) Umum meningkat
4) pH darah meningkat
c. Urinalisis
Mungkin ditemukan albuminuria ringan
d. Uji sum-sum tulang
Pada awal sakit biasanya hipaseluler kemudian menjadi hiperselular.

12. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue


a. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Perawatan pasien Demam Berdarah Dengue derajar I
Pada pasien derajat I ini keadaan umumnya seperti pada pasien
influenza biasa dengan gejala demam, lesu, sakit kepala, dan
sebagainya, tetapi terdapat juga gejala perdarahanatas hasil uji
tourniket positif. Pasien perlu istirahat mutlak, observasi tanda
vital setiap 3 jam (terutama tekanan darah dan nadi), periksa Ht,
Hb dan trombosit secara periodic (4 jam sekali). Berikan minum
1,5-2 liter dalam 24 jam.
2) Perawatan pasien Demam Berdarah Dengue derajat II
Umumnya pasien dengan Demam Berdarah Dengue derajat II,
ketika dating dirawat sudah lama keadaan lemah, malas minum
(gejala klinis derajat I ditambah adanya perdarahan spontan) dan
tidak jarang setelah dalam perawatan baru beberapa saat pasien
jatuh kedalam keadaan renjatan. Oleh karena itu, lebih baik jika
pasien segera dipasang infus sebab jjika sudah terjadi renjatan
vena-venas sudah menjadi kolaps sehingga susah untuk
memasang infus. Pengawasan tanda vital, pemeriksaan hematocrit
dan hemoglobin, serta trombosit seperti derajat I, dan harus
diperhatikan gejala-gejala renjatan seperti nadi menjadi kecil dan
cepat, tekanan darah menurun, anuria atau anak mengeluh sakit
perut sekali dan lain sebagainya. Apabila pasien derajat II ini
setelah dirawat selama 2 hari keadaan membaik yang di tandai
dengan tekanan darah yang normal, nadi, suhu dan juga
pernapasan juga baik, infus yang satu dibuka, yang lainya
dipertahankan sampai 24 jam lagi sambil di observasi. Jika
keadaan umumnya tetap baik, tanda vital serta Ht dan Hb sudah
normal dan stabil infus di buka. Biasanya pasien sudah mau
makan dan diperbolehkan pulang dengan pesan untuk dating
kontrol setelah satu minggu kemudian.
3) Perawatan Demam Berdarah Dengue derajat III (Dengue Syok
Syndrome)
Pasien Dengue Syok Syndrom (DSS) adalah pasien gawat maka
jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat dantepat akan
menjadi fatal sehingga memerlukan perawatan yang intesif.
Masalah utama adalah akibat kebocoran plasma yang pada pasien
Dengue Syok Syndrome (DSS) ini mencapai puncaknya dengan
ditemuinya tubuh pasien sembab, aliran darah sangat lambat
karena menjadi kental sehingga mempengaruhi curah jantung dan
menyebabkan gangguan saraf pusat. Juga terjadi gangguan system
pernapasan berupa asidosis metabolic dan agak dyspnea karena
adanya cairan didalam rongga pleura. Pertolongan yang utama
adalah mengganti plasma yang keluar dengan memberikan cairan
dan elektrolit (biasanya diberikan Ringer Laktat) dan cara
memberikan diguyur ialah dengan kecepatan tetesan 20 ml/kg
BB/jam. Karena darah kehilangan plasma maka aliranya menjadi
sangat lambat (darah menjadi sangat kental), untuk melancarkan
aliran darah tersebut klem infus dibuka tetapi biasanya tetap tidak
berjalan lancer dan tetsan masih juga lambat. Untuk membantu
kelancaran tetesan infus tersebut dimasukkan cairan secara paksa
dengan menggunakan spuit 20-30 cc sebanyak 100-200 ml
melalui selang infus. Dengan cara ini dapat membantu kelancaran
darah dan tetesan akan menjadi lebih cepat, selanjutnya diatur
sesuai kebutuhan pada saat itu.
b. Penatalaksanaan Medis
1) Demam Berdarah Dengue tanpa renjatan
Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien
dehidrasi dan haus. Pada pasien ini perlu diberi banyak minum,
yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Dapat diberika teh manis, sirup,
susu dan bila mau lebih baik oralit. Cara memberikan minum
sedikit demi sedikit dan orang tua yang menunggu dilibatkan
dalam kegiatan ini. Jika anak tidak mau minum sesuai yang
dianjurkan tidak dibenarkan pemasangan sonde karena risiko
merangsang terjadinya perdarahan. Keadaan hiperpireksia diatasi
dengan obat antipiretik dan kompres dingin. Jika terjadi kejang-
kejang diberi luminal atau antikonvulsan lainya. Luminal
diberikan dengan dosis : anak umur kuran 1 tahun 50 mg IM, anak
lebih dari 1 tahun 75 mg. Jika 15 menit kejang belum berhenti
luminal diberikan lagi dengan dosis 3 mg/kg BB. Anak diatas 1
tahun diberi 50 mg, dan dibawah 1 tahun 30 mg, dengan
memperhatikan adanya depresi fungsi vital. Infus diberikan pada
pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) tanpa renjatan apabila
pasien terus-menerus muntah, tidak dapat diberikan minum
sehingga mengancam terjadinya dehidrasi atau hematocrit yang
cenderung meningkat.
2) Demam Berdarah Dengue (DBD) disertai renjatan Dengue Syok
Syndrome (DSS).
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera dipasang
infus sebagai pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran
plasma. Cairan yang diberikan biasanya Ringer Laktat. Jika
pemberian cairan tersebut tidak ada respons diberikan plasma atau
plasma ekspander, banyaknya 20-30 ml/kg BB. Pada pasien
dengan renjatan berat pemeberian infus harus diguyur dengan cara
membuka klem infus, tetapi karena biasanya vena-vena telah
kolaps sehingga kecepatan tetesan tidak mencapai yang
diharapkan maka untuk mengatasinya dimasukkan cairan secara
paksa ialah dengan spuit dimasukkan cairan sebanyak 100-200 ml,
baru kemudian diguyur.
Apabila renjatan telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitude
nadi cukup besar, tekanan sistolik 80 mmHg/lebih, kecepatan
tetesan dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam. Mengingat
kebocoran plasma biasanya berlangsung sampai 24-48 jam, maka
pemberian infus dipertahankan sampai 1-2 hari lagi walaupun
tanda-tanda vital telah nyata-nyata baik. Karena hematocrit
merupakan indeks yang terpercaya dalam menentukan kebocoran
plasma, maka pemeriksaan diberikan sesuai dengan keadaan
gejala klinis dan nilai hematocrit.
Pada pasien dengan renjatan berat atau renjatan berulang perlu
dipasang CVP (Central Vena Pressure, pengaturan tekanan vena
sentral) untuk mengukur tekanan vena sentral melalui safena
magna atau vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU.
(Ngastiyah, 2009).

13. Pemeriksaan Penunjang


a. Darah
1) Leukositopenia /lekositosis (N:5.000-10.000 ul)
2) Trombositopenia (N:150.000-400.000 ul)
3) Hematocrit mmeningkat (N: laki-laki 40-54 %, perempuan 36-
46%)
4) Hb menurunn (N: laki-laki 14-16 gr/dl, perempuan 12-16 gr/dl)
5) Hiponatremia 135-147 meq/l
6) Hipokloremia (N :100-106 meq/l)
7) SGPT/SGOT, ureum dan pH darah meningkat
a) N :SGPT/SGOT <12 U/l
b) N :ureum 20-40 mg/dl
c) N :pH 7, 38-7,44
8) Urin
Albuminuria ringan (N: 4-5,2 g/dl)
9) Uji serologis
a) Uji hemaglutinasi inhibisi (Hl Test)
b) Uji komplemen fiksasi (CF Test)
c) Uji neutralisasi (Nt Test)
d) IgG ELISA

14. Fokus Pengkajian Demam Berdarah Dengue (DBD)


a. Identitas Pasien
Nama, umur (pada Dengue Haemorrhagic Fever paling sering
menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis
kelamin, alamat, pendidikan, nama orangtua, pendidikan orangtua,
dan pekerjaan orangtua.
b. Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien Dengue Haemorrhagic
Fever untuk datang ke rumah sakit adalah panas tinggi dan anak
lemah.
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai mengigil
dan saat demam kesadaran kompos mentis. Turunya panas terjadi
antara hari ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang
disertai dengan keluhan batuk, pilek, nyeri telan, mual, muntah
anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian,
nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau
hematemesis.
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada Dengue Haemorrhagic
Fever, anak biasanya mengalami serangan ulang Demam
Haemorrhagic Fever dengan tipe virus yang lain.
e. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan
akan timbulnya komplikasi dapat dihindari.
f. Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita Demam Haemorrhagic Fever dapat
bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat
berisiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Anak yang
menderita Demam Berdarah Dengue sering mengalami keluhan mual,
muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan
tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak
dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya
menjadi kurang.
g. Kondisi lingkungan
Sering terjadi didaerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju
dikamar).
h. Pola kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolism :frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan
berkurang, dan nafsu makan menurun.
2) Eliminasi alvi (buang air besar kadang-kadang). Kadang-kadang
anak mengalami diare/konstipasi. Sementara Dengue
Haemorrhagic Fever pada grade III-IV bias terjadi melena.
3) Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering
kencing, sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada Dengue Haemorrhagic
Fever grade IV sering terjadi hematuria.
4) Tidur dan istrahat. Anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit/nyeri otot pada persendian sehingga kuantitas
dan kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
5) Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan
tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
6) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya
untuk menjaga kesehatan.
i. Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi
dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade)
Dengue Haemorrhagic Fever, keadaan fisik anak adalah sebagai
berikut :
1) Grade I : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda-
tanda vital dan nadi lemah.
2) Grade II : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan ptekie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi
lemah, kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III : kesadaran apatis, samnolen, keadaan umum lemah,
nadi lemah, kecil, dan tidak teratur, serta tensi menurun.
4) Grade IV : kesadaran koma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba,
tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstermitass dingin,
berkeringat, dan kulit tampak biru.
j. System integument
1) Adanya ptekie pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul
keringat dingin dan lembab.
2) Kaki sianosis/tidak
3) Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam,
mata anemis, hidung kadang-kadang mengalami perdarahan
(epistaksis) pada grade II,III,IV. Pada mulut didapatkan bahwa
mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan.
Sementara tenggorokan mengalami hyperemia faring dan terjadi
perdarahan telinga (pada grade II, III, IV).
4) Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax
terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan
(efusi pleura), rales, ronchi yang biasanya terdapat pada grade III
dan IV.
5) Abdomen : mengalami nyeri tekan, pembesaran hati
(hepatomegali), dan asites.
6) Ekstermitas :akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta
tulang.
k. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien Dengue Haemorrhagic Fever akan
dijumpai :
1) Hb dan PCV meningkat (≥20%)
2) Trombositopenia (≥100.000/ml)
3) Leukopenia (mungkin normal atau leukositosis)
4) Ig. D. dengue positif
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukan : hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.
6) Urium dan pH darah mungkin meningkat.
7) Asidosis metabolic : pCO2<35-40 mmHg dan HCO3 rendah.
8) SGOT?SGPT mungkin meningkat. (Nursalam dan Susilanigrum,
2008).

15. Analisa Data


No Data Etiologi Maasalah
1. Ds : Arbovirus Hipertermi
(melalui
Alasan/keluhan yang nyamuk
menonjol pada pasien Aedes
Aegypti)
Dengue Haemorrhagic Fever
untuk datang ke rumah sakit
Beredar
adalah panas tinggi dan anak dalam aliran
lemah. darah
Do :
a. Demam tinggi selama 5- Infeksi virus
7 hari dengue
Viremia
b. Sakit kepala
c. Didapatkan adanya
keluhan panas Mengaktifkan system
mendadak yang disertai komplemen
mengigil
d. Turunya panas terjadi
antara hari ke-3 dan ke- Membentuk dan
7 dan anak semakin melepaskan zat C3a,
lemah. C5a
e. Kadang-kadang disertai
dengan keluhan batuk,
PGE2
pilek, nyeri telan, mual,
hipothalamus
muntah anoreksia,
diare/konstipasi, sakit
kepala, nyeri otot dan Hipertermi
persendian, nyeri ulu
hati dan pergerakan bola
mata terasa pegal, serta
adanya manifestasi
perdarahan pada kulit,
gusi (grade III, IV),
melena atau
hematemesis.

2. Ds :- Arbovirus Risiko syok


(melalui
Do : hipovolemik
nyamuk
a. Tanda-tanda renjatan Aedes
Aegypti)
(sianosis, kulit lembab
dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, Beredar
capillarr refill lebih dari dalam aliran
darah
dua detik, nadi cepat dan
lemah).
b. Perdarahan terutama Infeksi virus
perdarahan bawah kulit : dengue
Viremia
ptechie, ekhimosis,
hematoma.
c. Epitaksis, hematemesis, Depresi
Sum – sum tulang
melena, hematuria.
d. Tidur dan istrahat. Anak
sering mengalami kurang Manifestasi
tidur karena mengalami perdarahan
sakit/nyeri otot pada
persendian sehingga
kuantitas dan kualitas Kehilangan
plasma
tidur maupun istirahatnya
kurang.
e. Ekstermitas :akral dingin, Hipovolemia
serta terjadi nyeri otot,
sendi, serta tulang.
Risiko syok

f. Hb dan PCV meningkat hipovolemik


(≥20%)

3. Ds : Arbovirus Risiko kekurangan


(melalui
Kepala terasa nyeri, muka volume cairan
nyamuk
tampak kemerahan karena Aedes
Aegypti)
demam, mata anemis, hidung
kadang-kadang mengalami
perdarahan (epistaksis) pada Beredar
dalam aliran
grade II,III,IV
darah
Do :
a. Tanda-tanda renjatan
Infeksi virus
(sianosis, kulit lembab dan
dengue
dingin, tekanan darah Viremia
menurun, gelisah, capillarr
refill lebih dari dua detik,
Hiperther
nadi cepat dan lemah).
mi
(Suriadi dan Yuliani,
2010)
b. Adanya ptekie pada kulit, - Anoreksia

turgor kulit menurun, dan - Muntah

muncul keringat dingin


dan lembab.
Risiko kekurangan
c. Eliminasi urine (buang air
volume cairan
kecil) perlu dikaji apakah
sering kencing,
sedikit/banyak, sakit/tidak.
Pada Dengue
Haemorrhagic Fever grade
IV sering terjadi
hematuria.
d. Mual, muntah, tidak ada
nafsu makan, diare,
konstipasi.
e. Nyeri otot, tulang sendi,
abdomen, dan ulu hati.
4. Ds : Arbovirus Ketidakseimbangan
(melalui
a. mengalami nyeri tekan, nutrisi kurang dari
nyamuk
pembesaran hati Aedes kebutuhan tubuh
Aegypti)
(hepatomegali), dan
asites.
b. Anak yang menderita Beredar
dalam aliran
Demam Berdarah
darah
Dengue sering
mengalami keluhan
Infeksi virus
mual, muntah, dan nafsu
dengue
makan menurun Viremia
Do :
a. Nutrisi dan
Hipertermi
metabolism :frekuensi,
jenis, pantangan, nafsu
makan berkurang, dan
Peningkatan
nafsu makan menurun.
reabsorbsi
b. Mual, muntah, tidak
Na⁺ dan H₂O
ada nafsu makan,
diare, konstipasi.
c. Nyeri otot, tulang Permeabilitas
membrane meningkat
sendi, abdomen, dan
ulu hati.
d. Sakit kepala Risiko syok
e. Pembengkakan hipovolemik

sekitar mata
f. Pembesaran hati,
Renjatan hipovolemik
limpa, dan kelenjar
getah bening.
Renjatan hipovolemik
dan hipotensi

Kebocoran plasma

Ke extravaskuler
Abdomen

- Anoreksia
- Muntah

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
5. Ds :- Arbovirus Risiko terjadi
(melalui
Do : perdarahan
nyamuk
a. Perdarahan terutama Aedes
Aegypti)
perdarahan bawah kulit :
ptechie, ekhimosis,
hematoma. Beredar
dalam aliran
b. Eliminasi alvi (buang air
darah
besar kadang-kadang).
Kadang-kadang anak
Infeksi virus
mengalami
dengue
diare/konstipasi. Viremia
Sementara Dengue
Haemorrhagic Fever
pada grade III-IV bias Permebilitas
terjadi melena. kapiler meningkat
c. Kadang-kadang disertai
dengan keluhan batuk,
pilek, nyeri telan, mual, Risiko terjadi
muntah anoreksia, perdarahan
diare/konstipasi, sakit
kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri ulu hati
dan pergerakan bola mata
terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan
pada kulit, gusi (grade
III, IV), melena atau

hematemesis.
d. Perdarahan mukosa
epitaksis, perdarahan
gusi.
e. Hematemesis dan
melena

6. Ds :- Arbovirus Perubahan perfusi


(melalui
Do : jaringan
nyamuk
a. Perdarahan terutama Aedes
Aegypti)
perdarahan bawah kulit :
ptechie, ekhimosis,
hematoma. Beredar
dalam aliran
b. Epitaksis, hematemesis,
darah
melena, hematuria.

c. Pembengkakan Infeksi virus


sekitar mata dengue
Viremia
d. Pembesaran hati,
limpa, dan kelenjar
getah bening. Permebilitas

e. Tanda-tanda renjatan kapiler meningkat

(sianosis, kulit
lembab dan dingin, Perubahan perfusi
tekanan darah jaringan
menurun, gelisah,
capillarr refill lebih
dari dua detik, nadi
cepat dan lemah).

16. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


a) Hipertermi/Peningkatan suhu tubuh
b) Risiko syok hipovolemik
c) Risiko kekurangan volume cairan
d) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
e) Risiko terjadi perdarahan
f) Perubahan perfusi jaringan perifer

17. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


a) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue (viremia)
b) Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan,
kehilangan plasma.
c) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler , perdarahan, muntah, dan demam
d) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual, muntah dan
tidak nafsu makan.
e) Risiko terjadi perdarahan berhubungan dengan permebilitas kapiler
meningkat
f) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan

18. Intervensi dan Rasional


a) Diagnosa 1 : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus
dengue (viremia)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu
tubuh normal.
Kriteria hasil :
1) Suhu tubuh normal (36,5 – 37, 5ºc)
2) Klien bebas demam
3) Klien tampak rileks

Intervensi :
1) Kaji saat timbulnya demam
Rasional : dapat mengidentifikasi pola/tingkat demam
2) Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, tensi, pernafasan setiap 3
jam.
Rasional : tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum klien.
3) Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan
suhu tubuh.
Rasional : penjelasan tentang kondisi yang dialami klien dapat
membantu mengurangi kecemasan klien.
4) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang hal-hal yang
dilakukan.
Rasional : untuk mengatasi demam dan menganjurkan klien dan
keluarga untuk lebih kooperatif.
5) Jelaskan pentingnya tirah baring bagi klien dan akibatnya jika hal
tersebut tidak dilakukan.
Rasional : keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses
penyembuhan klien di rumah sakit.
6) Anjurkan klien untuk banyak minum kurang lebih 2.5-3 liter/hari
dan jelaskan manfaatnya.
Rasional : peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan
cairan tubuh meningkat sehingga perlu di imbangi dengan asupan
cairan yang banyak.
7) Beri kompres air hangat (pada axila dan lipat paha) dan anjurkan
memakai pakaian yang tipis.
Rasional : Mengurangi panas dengan pemindahan panas secara
konduksi
8) Beri pakaian yang tipis dan menyerap keringat.
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat
evaporasi.

9) Berikan cairan parenteral


Rasional : menjaga keseimbangan cairan tubuh.
10) Berikan terapi (antipiretik) sesuai dengan program dokter
Rasional : antipiretik yang mempunyai reseptor di hypothalamus
dapat meregulasi suhu tubuh sehingga suhu tubuh diupayakan
mendekati suhu normal.

b) Diagnosa 2:Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan


perdarahan, kehilangan plasma.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Syok
hipovolemik dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1) Keadaan umum membaik
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal
3) Mukosa bibir lembab
4) Turgor elastis
Intervensi :
1)  Monitor keadaan umum klien
Rasional : Memantau kondisi klien selama masa perawatan
terutama saat terjadi perdarahan sehingga tanda pra syok, syok
dapat ditangani.
2) Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Tanda vital dalam batas normal menandakan keadaan
umum klien baik
3) Monitor tanda-tanda perdarahan
Rasional : Tanda vital dalam batas normal menandakan keadaan
umum pasien baik, perawat perlu terus mengob-servasi tanda-
tanda vital selama pasien mengalami perdarahan un-tuk
memastikan tidak terjadi pre syok/syok.
4) Jelaskan pada pasien/keluarga tentang tanda-tanda perdarahan
yang mungkin dialami pasien.
Rasional : Perdarahan yang cepat diketahui dapat segera diatasi,
sehingga pasien tidak sampai ke tahap syok hipovolemik akibat
perdarahan hebat.
5) Anjurkan pasien/keluarga untuk se-gera melapor jika ada tanda-
tanda perdarahan.
Rasional : Dengan memberi penjelasan dan melibatkan keluarga
diharapkan tanda-tanda perdarahan dapat diketahui lebih cepat
dan pasien/ keluarga menjadi kooperatif selama pasien di rawat.
6) Perhatikan keluhan pasien seperti mata berkunang-kunang,
pusing, lemah, ekstremitas dingin, sesak nafas.
Rasional : Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh perdarahan
tersebut pada pasien sehingga tim kesehatan lebih waspada.
7) Monitor masukan & keluaran, catat & ukur perdarahan yang
terjadi, produksi urin.
Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen
darah yang hilang. Pengukuran dan pencatatan sangat penting
untuk mengetahui jumlah perdarahan yang dialami pasien.  Untuk
mengetahui keseimbangan cairan tubuh.  Produksi urin yang lebih
pekat dan lebih sedikit dari normal (sangat sedikit) menunjukkan
pasien kekurangan cairan dan mengalami syok.  Hati-hati terhadap
perdarahan di dalam.
8) Bila terjadi tanda-tanda syok hipovolemik, baringkan pasien
terlentang atau posisi datar.
Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk.
9) Pasang infus, beri terapi cairan in-travena jika terjadi perdarahan
(kolaborasi dengan dokter).
Rasional : Pemberian cairan intravena sangat diperlukan untuk
mengatasi kehilangan cairan tubuh yang hebat yaitu untuk
mengatasi syok hipovolemik.  Pemberian infus dilakukan dengan
kolaborasi dokter.
10) Segera puasakan jika terjadi perda-rahan saluran pencernaan.
Rasional : Puasa membantu mengistirahatkan saluran pencernaan
untuk sementara selama perdarahan berasal dari saluran cerna.

c) Diagnosa 3 : Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan


peningkatan permeabilitas kapiler , perdarahan, muntah, dan demam
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
kebutuhan cairan tubuh klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
1) Wajah klien tampak segar
2) Turgor kulit baik, jika kulit dicubit secara vertikal pada daerah
tertentu, jika normal setelah kulit dicubit akan segera kembali,dan
jika abnormal kulit kembali dengan lambat.
3) Output urin dalam rentang normal (600-1500 ml/24 jam)
Intervensi :
1) Kaji keadaan umum klien serta tanda-tanda vital
Rasional : untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan
normalnya
2) Observasi adanya tanda-tanda syok
Rasional : untuk mengetahui adanya tanda-tanda pasien
mengalami syok
3) Anjurkan dan berikan klien minum 1000-1500 ml/hari (sesuai
toleransi)
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh klien
4) Observasi intake output, catat warna urine, konsentrasi, bj urine
Rasional : Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan BJ
merupakan indikasi dehidrasi
5) Kolaborasi pemberian cairan intravena
Rasional: meningkatkan jumlah cairan dalam tubuh dan
mencegah terjadinya syok hipovelemik.
d) Diagnosa 4 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual,
muntah dan tidak nafsu makan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
1) Klien mampu menghabiskan makanan yang telah disediakan
2) BB stabil
3) Mukosa bibir lembab
4) Tidak ada mual dan muntah
5) Tidak ada kelemahan
Intervensi :
1) Kaji faktor-faktor penyebab
Rasional ; penentuan faktor penyebab, akan menentukan
intervensi/tindakan selanjutnya.
2) Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukup
Rasional : meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga sehingga
klien termotivasi untuk mengkonsumsi makanan.
3) Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil dan sering, jika
tidak muntah teruskan (15-30 cc setiap ½-1 jam)
Rasional : menghindari mual muntah dan distensi perut yang
berlebihan.
4) Lakukan perawatan mulut yang baik setelah muntah
Rasional : bau yang tidak enak pada mulut meningkatkan
kemungkinan muntah.
5) Ukur berat badan setiap hari
Rasional : berat badan merupakan indicator terpenuhi tidaknya
kebutuhan nutrisi
6) Catatat jumlah porsi yang dihabiskan klien
Rasional : mengetahui jumlah asupan/pemenuhan nutrisi klien.
7) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai klien
Rasional: memungkinkan masukan makanan yang adekuat
8) Sajikan makanan yang lagi hangat sesuai diet.
Rasional : untuk mencegah terjadinya perasaan mual dan muntah
dan dapat merubah selera makan.
9) Hindari makanan berbau dan berbumbu yang berlebihan
Rasional : makanan yang berbau dan berbumbu dapat memacu
timbulnya mual dan muntah.
10) Hindari makanan yang merangsang pencernaan
Rasional: mencegah klien mual dan muntah

e) Diagnosa 5 : Risiko terjadi perdarahan berhubungan dengan


permebilitas kapiler meningkat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Tidak
terjadi perdarahan intra abdominal.
Kriteria hasil :
1) Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan
2) Jumlah trombosit meningkat
Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda-
tanda klinis.
Rasional : Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda-tanda
adanya kebocoran pembuluh darah yang dapat menimbulkan
tanda klinis berupa perdarahan nyata, seperti epistaksis, petechiae.
2) Beri penjelasan tentang pengaruh trombositopenia (pada keluarga)
Rasional : Agar pasien/ keluarga mengetahui hal-hal yang
mungkin terjadi pada pasien dan dapat membantu mengantisipasi
terjadinya perdarahan karena trombositopenia.

3) Monitor jumlah trombosit setiap hari


Rasional : Dengan jumlah trombosit yang dipantau setiap hari
dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan
kemungkinan perdarahan yang dialami oleh klien
4) Anjurkan klien untuk banyak istirahat
Rasional : Aktivitas klien yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan.
5) Beri penjelasan pada pasien/ keluarga untuk segera melapor jika
ada tanda-tanda perdarahan lebih lanjut seperti: hematemesis,
melena, epistaksis.
Rasional: Keterlibatan keluarga dengan segera melaporkan
terjadinya perdarahan (nyata) akan membantu pasien
mendapatkan penanganan sedini mungkin.
6) Antisipasi terjadinya perdarahan ( sikat gigi lunak, tindakan
incvasif dengan hati-hati).
Rasional : Klien dengan trombositopenia rentan terhadap
cedera/perdarahan.
7) Kolaborasi pemberian obat-obatan, berikan penjelasan tentang
manfaat obat.
Rasional : dengan mengetahui obat yang diminum dan
manfaatnya, diharapkan klien dan keluarga termotivasi untuk
memakan obat yang telah diberikan.

f) Diagnosa 6 : Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan


perdarahan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan anak
menunjukan tanda-tanda perfusi jaringan perifer yang adekuat.
Kriteria hasil :
1) Suhu ekstermitas hangat, tidak lembab, warna merah muda.
2) Ekstermitas tidak nyeri, tidak ada pembengkakan
3) CRT kembali dalam 1 detik
Intervensi :
1) Kaji dan catat tanda-tanda vital (kualitas dan frekuensi nadi, tensi,
capillary reffil )
Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
penurunan perfusi ke jaringan.
2) Kaji dan catat sirkulasi pada ekstermitas (suhu kelembaban, dan
warna).
Rasional : suhu dingin, warna pucat pada ekstermitas menunjukan
sirkulasi darah kurang adekuat.
3) Nilai kemungkinan kematian jaringan pada ekstermitas seperti
dingin, nyeri, pembengkakan kaki.
Rasional : mengetahui tanda kematian jaringan ekstermitas lebih
awal dapat berguna untuk mencegah kematian jaringan.

19. Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan tahap keempat yang dimulai setelah
perawat merencanakan tindakan keperawatan. Rencana tindakan
keperawatan dibuat sesuai dengan diagnosis yang tepat, diharapkan
intervensi dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk
mendukung status kesehatan pasien (Potter & Perry, 2009). Sedangkan
menurut Tarwoto & Wartonah (2015) Implementasi merupakan tindakan
yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan
keperawatan mencakup tindakan mandiri (independen) dan tindakan
kolaborasi .
Kemudian menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010),
komponen tahap implementasi terdiri dari:
a. Tindakan keperawatan mandiri yang dilakukan tanpa instruksi dari
dokter.
b. Tindakan keperawatan mandiri ini ditetapkan dengan standar praktik
American nurses association, undang-undang praktik keperawatan
negara bagian dan kebijakan institusi perawatan kesehatan.
c. Tindakan keperawatan kolaboratif.
Tindakan keperawatan kolaboratif di lakukan apabila perawat bekerja
dengan anggota tim perawat kesehatan yang lain dalam membantu
keputusan bersama yang bersetujuan untuk mengatasi masalah-
masalah klien.
d. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap
asuhan keperawatan
e. Frekuensi dokumentasi tergantung pada kondisi klien dan terapi yang
diberikan.
Jadi dapat penulis simpulkan implementasi adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan berdasarkan perencanaan untuk mendapatkan
hasil yang optimal, serta mengumpulkan data yang diperoleh setelah
melakukan tindakan baik secara objektif maupun verbal untuk
mengevaluasi tindakan yang telah diberikan pada klien.

20. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah terakhir dalam proses pembuatan
keputusan. Perawat mengumpulkan, menyortir, dan menganalisis data
untuk menetapkan apakah (1) tujuan telah tercapai (2) rencana
memerlukan modifikasi atau (3) alternative baru harus dipertimbangkan.
Pedoman observasi dimasukan dalam rencana asuhan standar untuk
membantu pembaca mengidentifikasi metode untuk mengevaluasi apakah
tujuan atau hasil tercapai. Tahap evaluasi memenuhi proses keperawatan
atau berperan sebagai dasar untuk pemilihan alternative lain untuk
intervensi dalam pemecahan masalah spesifik (Wong,2009:24). Sedangkan
menurut Dermawan. D. (2012) evaluasi adalah proses keberhasilan
tindakan keperawatan yang membandingkan antara proses dengan tujuan
yang telah ditetapkan, dan menilai efektif tidaknya dari proses
keperawatan yang dilaksanakan serta hasil dari penilaian
keperawatan tersebut digunakan untuk bahan perencanaan selanjutnya
apabila masalah belum teratasi dengan proses keperawatan yang sudah
dilaksanakan serta hasil dari penilaian keperawatan untuk perencanaan
selanjutnya masalah sudah teratasi
Jadi,evaluasi keperawatan merupakan fase penilaian terhadap
tindakan yang telah dilakukan dengan mengambil kesimpulan apakah
tindakan tersebut telah tercapai dan memenuhi kebutuhan klien secara
optimal atau tidak sebagai dasar untuk pemilihan alternative lain untuk
intervensi dalam pemecahan masalah secara spesifik.
Tujuan dari evaluasi adalah sebagai berikut :
a. Menentukkan perkembangan klien.
b. Menilai efektivitas, efisiensi, dan produktifitas asuhan keperawatan
yang telah diberikan.
c. Menilai asuhan keperawatan.
d. Mendapatkan umpan balik .
e. Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan.
Untuk menentukan masalah teratasi, teratasi sebagian, tidak
teratasi atau muncul masalah baru adalah dengan cara membandingkan
antara SOAP dengan tujuan, kriteria hasil yang telah di tetapkan. Format
evaluasi mengguanakn :
a. S: Subjective
Adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diperbaiki.
b. O: Objective
Adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah dilakukan tindakan.
c. A: Analisa
Adalah membandingkan antara informasi subjektif dan objektif
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa
masalah teratasi, masalah belum teratasi, masalah teratasi sebagian,
atau muncul masalah baru.
d. P: Planning
Adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa, baik itu rencana diteruskan, dimodifikasi,
dibatalkan ada masalah baru, selesai (tujuan tercapai).

Anda mungkin juga menyukai