Anda di halaman 1dari 8

Terms of Reference (ToR)

Diskusi Kelompok Terfokus (FGD):


“Mengukur Efektifitas Penegakan Hukum Pidana Perburuhan”

A. Latar Belakang
Perlindungan hak normatif pekerja di Indonesia sejatinya telah dijamin dalam ketentuan Undang-
undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-undang No. 21 Tahun 2000 tentang
Serikat Buruh/Serikat Pekerja, maupun Undang-undang lainnya maupun Konvensi ILO yang
diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia. Ada banyak hak normatif yang dijamin, seperti
perlindungan upah yang layak untuk penghidupan, perlindungan kebebasan berserikat,
perlindungan dari eksploitasi waktu kerja berlebihan, perlindungan dari eksploitasi pekerja anak,
perlindungan keselamatan pekerja, dan banyak hal lainnya.
Jaminan atas hak-hak normatif pekerja ini juga diperkuat dengan adanya ketentuan sanksi pidana
maupun administratif bagi pengusaha/perusahaan yang melanggar atau tidak memenuhi hak
normatif pekerja tersebut. Dengan adanya ketentuan sanksi pidana tersebut, harapannya
perusahaan/pengusaha dapat patuh dalam memenuhi hak pekerja dan dapat memberikan efek
jera agar pelanggaran hak pekerja tidak terjadi terus menerus.
Namun kenyataannya hingga kini banyak perusahaan yang masih kerap melakukan praktik
pelanggaran hak normatif pekerja, seperti membayar upah pekerja di bawah ketentuan Upah
Minimum, memberangus serikat pekerja, tidak membayar upah lembur pekerja, dan lainnya. Riset
yang dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) pada tahun 2018 dengan judul
“Kebalnya Sang Pemodal: Catatan Atas Penegakan Hukum Pidana Perburuhan” menunjukkan ada
beberapa faktor yang menyebabkan pelanggaran hak pekerja terus terjadi, seperti: minimnya
kesadaran pekerja atas hak-haknya, perusahaan yang cenderung bersikap culas, pengawas
ketenagakerjaan yang jumlahnya sedikit, beban pembuktian yang berat dan dilimpahkan kepada
pekerja selaku korban/pelapor, hingga minimnya kapasitas pengetahuan hukum pidana
ketenagakerjaan di instansi aparat penegak hukum.
Instansi aparat penegak hukum pidana perburuhan yang saat ini berjalan di Indonesia saat ini
adalah Kemnaker RI (Kementerian Ketanagakerjaan) khususnya bagian Pengawas Ketenagakerjaan
dan PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil)-nya, dan juga Kepolisian RI. Namun jumlah Pengawas
Ketenagakerjaan dan PPNS di Kemnaker RI hingga kini masih sedikit dan tak berimbang dengan
jumlah perusahaan yang ada di Indonesia.
Kepolisian RI sebagai instansi aparat penegak hukum yang pada dasarnya memiliki kewenangan
untuk menyidik semua perkara pidana sejauh ada dasar hukum pidananya, namun hingga kini
belum ada unit khusus yang menangani kasus pidana perburuhan. Ketiadaan unit khusus yang
menangani kasus pidana perburuhan menjadikan kasus ini seolah ‘bukan prioritas isu penegakan
hukum pidana’, yang mana berbeda prioritasnya dengan kasus pidana dengan perempuan dan
anak sebagai korban, kasus kejahatan siber, kasus narkotika, dll. yang memiliki unit-unit khusus di
Kepolisian.
Selain ketiadaan unit khusus yang menangani kasus pidana perburuhan yang benar-benar berdiri
sendiri di Kepolisian, menjadikan tidak adanya model, sistem, dan standar khusus bagaimana
penegakan hukum pidana perburuhan di Kepolisian yang notabenenya merupakan kejahatan
khusus yang memiliki kompleksitasnya tersendiri.
Meski kemudian pada 1 Mei 2019 lalu Kepolisian RI melalui Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya
(Polda Metro Jaya) meresmikan pendirian Desk Tenaga Kerja di Polda Metro Jaya, namun
pendirian tersebut masih berupa prototype/uji coba karena berlaku terbatas secara khusus di
Polda Metro Jaya saja, tidak berlaku di instansi-instansi Kepolisian daerah lainnya.
Ada harapan jika hadirnya Desk Tenaga Kerja di Polda Metro Jaya dapat mendorong penguatan
penegakan hukum pidana perburuhan oleh Kepolisian. Meski begitu efektifitasnya harus tetap
diuji. Pengujian ini dilakukan dengan menelaah persoalan-persoalan mendasar di instansi-instansi
Kepolisian dalam menangani perkara pidana perburuhan, yang mencakup: (1)
legalitas/keberadaan dasar hukum penanganan khusus perkara pidana perburuhan; (2) lingkup
kewenangan dan struktur organisasi yang bertanggungjawab/diberi mandat menangani kasus
pidana perburuhan; (3) kualifikasi, kuantitas, dan kualitas personil penyidik-penyelidik perkara
pidana perburuhan; (4) perspektif personil kepolisian dalam melindungi hak-hak pekerja; (5)
beban penerimaan perkara pidana ketenagakerjaan; (6) beban penanganan-penyidikan perkara
pidana ketenagakerjaan; (7) keberlanjutan dan keberhasilan proses penyidikan perkara pidana
ketenagakerjaan; (8) dan lain-lain.
Merujuk pada persoalan dan kondisi di atas, perlu kiranya semua pihak berkepentingan
(stakeholders) untuk duduk bersama turut berpartisipasi dan memikirkan bagaimana arah
perlindungan hak-hak pekerja lewat kebijakan penegakan hukum pidana perburuhan di instansi
aparat penegak hukum, khususnya di Kepolisian. LBH Jakarta sebagai salah lembaga yang turut
mendorong pembaharuan kebijakan penegakan hukum yang bersifat progresif dan melindungi
hak asasi manusia berinisiatif untuk mengadakan kegiatan Diskusi Kelompok Terfokus (FGD)
dengan mengusung Tema: “Mengukur Efektifitas Penegakan Hukum Pidana Perburuhan” secara
daring/online.
Harapannya dengan diadakannya kegiatan ini, para stakeholders yang berkepentingan baik itu dari
serikat buruh/serikat pekerja, buruh/pekerja, pejabat Kepolisian RI terkait, anggota Kompolnas,
maupun dari LBH Jakarta dapat saling memberikan informasi, masukan-masukan dan pendapat
yang sifatnya konstruktif sehingga dapat mengevaluasi proses penerimaan dan penanganan
perkara pidana perburuhan paska pembentukan Desk Tenaga Kerja di Polda Metro Jaya atau
penanganan kasus pidana perburuhan di wilayah lain. Lewat proses evaluasi ini, harapannya
proses penegakan hukum pidana perburuhan di instansi aparat penegak hukum khususnya di
Kepolisian RI dapat terus diperkuat dan dapat berdampak positif bagi upaya perlindungan hak-hak
normatif pekerja/buruh di Indonesia.
Kegiatan diskusi kelompok terfokus ini sedianya akan dilaksanakan secara daring/online via
Webinar, mengingat wabah pandemi virus COVID-19 sedang melanda di Indonesia dan
pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di wilayah Jabodetabek.

B. Nama Kegiatan
Diskusi Kelompok Terfokus (FGD):
“Mengukur Efektifitas Penegakan Hukum Pidana Perburuhan”

C. Waktu dan Tempat Kegiatan


Kegiatan ini akan dilaksanakan secara daring pada:
Hari, tanggal : Jumat, 8 Mei 2020
Waktu : 13.00 s/d selesai
Tautan : ZOOM (Mohon untuk mendaftar terlebih dahulu)
https://us02web.zoom.us/meeting/register/tZIuf--oqDgtG9BWGDw29hqQQwQu6g_l2HIA

D. Tujuan Kegiatan
Kegiatan ini memiliki tujuan antara lain untuk:
1. Untuk menyediakan ruang komunikasi dan diskusi bagi para pihak secara konstruktif dan
partisipatif untuk membahas evaluasi dan efektifitas penanganan kasus pidana perburuhan
di Kepolisian, khususnya paska dibentuknya Desk Tenaga Kerja di Polda Metro Jaya, maupun
penanganan kasus pidana perburuhan di instansi kepolisian wilayah lainnya.
2. Menghimpun pendapat dan rekomendasi konstruktif dari para pihak terkait sebagai bahan
evaluasi dalam penanganan kasus pidana perburuhan paska pembentukan Desk Tenaga
Kerja di Polda Metro Jaya atau penanganan kasus pidana perburuhan di wilayah lain.
3. Data dan informasi dalam kegiatan ini akan dipergunakan sebagai pintu masuk penyusunan
kertas kebijakan advokasi pidana perburuhan LBH Jakarta agar mendapat gambaran utuh
efektifitas penegakan hukum pidana perburuhan dan memperkuat penegakan hukum
pidana perburuhan di Indonesia.

E. Output Kegiatan
Output dari kegiatan ini adalah data dan informasi dalam bentuk kualitatif dari FGD sebagai pintu
masuk pembuatan kertas kebijakan Advokasi Pidana Perburuhan LBH Jakarta.

F. Susunan Acara

Waktu Kegiatan Keterangan


13.15 WIB s.d. Pembukaan Fasilitator menjelaskan
13.30 WIB tujuan dan susunan acara
serta memandu perkenalan.
13.30 WIB s.d. Presentasi dari Kepolisian RI (khusus dari (1) Menjelaskan konsep Desk
14.00 WIB Polda Metro Jaya) Tenaga Kerja: latar
belakang, dasar hukum
1. Kepala Sub Direktorat III Sumber
dan prosedur pelaporan
Daya Lingkungan Direktorat Reserse
melalui mekanisme Desk.
Kriminal Khusus Polda Metro Jaya
(2) Menjelasan penanganan
kasus baik data bersifat
kuantitatif maupun
kualitatif termasuk
hambatan atau kendala
yang ditemui.
14.00 WIB s.d. Tambahan Keterangan
14.45 WIB 1. Asisten Kapolri Bidang Perencanaan 1) Asrena Kapolri dapat
Umum dan Anggaran (Asrena) menambahkan
keterangan terkait
2. Asisten Kapolri Bidang Sumber Daya
penyelenggaraan fungsi
Manusia (AS SDM)
perencanaan umum dan
3. Kepala Bareskrim Mabes Polri pengembangan,
4. Direktur Direktorat Tipidter (Tindak termasuk
Pidana Tertentu) Mabes Polri pengembangan sistem
organisasi dan
5. Kepala Sub Direktorat III Sumber manajemen serta
Daya Lingkungan Direktorat Reserse penelitian dan
Kriminal Khusus Polda Metro Jaya pengembangan dalam
6. Pusat Penelitian dan Pengembangan lingkungan Polri
(Puslitbang Polri) (khususnya
pengembangan
7. Anggota Kompolnas
pendirian Unit
8. Kejaksaan Agung RI Ketenagakerjaan di
9. Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Kepolisian-kepolisian
seluruh Indonesia;
2) AS-SDM Kapolri dapat
menambahkan
keterangan terkait
penyelenggaraan fungsi
manajemen bidang
sumber daya manusia,
khususnya peningkatan
kapasitas dan
pengawasan kompetensi
penyidik Kepolisian
dalam menangani
perkara khusus pidana
perburuhan;
3) Kepala Bareskrim Mabes
Polri dapat
menambahkan
keterangan terkait
prospek penanganan
perkara pidana
perburuhan yang
ditangani tersendiri
khusus di unit pidana
perburuhan;
4) Direktur Direktorat
Tipidter Polri dapat
menambahkan
keterangan terkait
dinamika penanganan
“perkara-perkara lain”
(termasuk perkara
pidana perburuhan)
yang dicampurkan
dalam satu wadah
“Dirtipidter Porli”;
5) Kepala Sub Direktorat III
Sumber Daya
Lingkungan Direktorat
Reserse Kriminal Khusus
Polda Metro Jaya dapat
menambahkan
keterangan terkait
dinamika penanganan
“perkara perkara pidana
perburuhan” yang
dicampurkan dengan
berbagai tindak pidana
lainnya dalam satu
wadah “Unit
Sumdaling”;
6) Pusat Penelitian dan
Pengembangan
(Puslitbang Polri) dapat
menembahkan
keterangan terkait
upaya-upaya
pengembangan instansi
kepolisian, baik
pengembangan
kapasitas personil, unit
organisasi, maupun
perspektif perlindungan
hak pekerja
7) Anggota Kompolnas
dapat menambahkan
keterangan terkait
prospek reformasi
kepolisian dan
pembaharuan di tubuh
Kepolisian, termasuk
dalam konteks
pembentukan unit
pidana perburuhan di
kepolisian-kepolisian
seluruh Indonesia
8) Kejaksaan Agung RI
dapat menambahkan
keterangan terkait
pidana perburuhan
menurut perspektif
pembela kepentingan
umum termasuk data
penanganan perkara
dalam jangka waktu 3
tahun terakhir seluruh
Indonesia
9) Kejaksaan Tinggi DKI
Jakarta dapat
menambahkan
keterangan terkait
pidana perburuhan
menurut perspektif
pembela kepentingan
umum termasuk data
penanganan perkara
dalam jangka waktu 3
tahun terakhir di DKI
Jakarta
14.45 WIB s.d. Tanya Jawab Tanya-jawab seputar
15.30 WIB presentasi atau penanganan
dari Kepolisian RI terhadap
kasus pidana perburuhan.
15.30 WIB s.d. Temuan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Diskusi dibatasi hanya
16.00 WIB lapangan terkait penanganan kasus seputar penanganan kasus di
Kepolisian, tidak perlu
menjelaskan detil kasus.
16.00 WIB s.d. Inventarisir seluruh temuan (evaluasi) Dibacakan seluruh poin
16.30 WIB temuan.

Memberi kesempatan untuk


menambahkan dari seluruh
pihak.
16.30 WIB s.d. Rekomendasi Membahas rekomendasi
17.00 WIB secara rinci baik substansi
maupun struktur hukum-nya.
17.00 WIB s.d. Penutup Ditutup Fasilitator
17.15

G. Pelaksana Kegiatan
Penanggung jawab kegiatan ini adalah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dengan difasilitasi
oleh Tim Riset LBH Jakarta.
Untuk informasi lebih lanjut seputar pelaksanaan kegiatan dapat ditanyakan melalui narahubung
pelaksana kegiatan:
1. Citra Referandum : 0857-7479-8749
2. Rasyid Ridha S. : 0812-1303-4492

H. Daftar Undangan
1. Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN)
2. Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI)
3. Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI)
4. Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP)
5. Konfederasi Serikat Nasional (KSN)
6. Federasi Serikat Buruh Kerakyatan Indonesia (F-SERBUK Indonesia)
7. Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI)
8. Kasubdit III Sumdaling Ditreskrimsus Polda Metro Jaya
9. Kepala Bareskrim Mabes Polri
10. Direktur Direktorat Tindak Pidana Tertentu Mabes Polri
11. Asisten Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Anggaran (Asrena)
12. Asisten Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia (AS SDM)
13. Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang Polri)
14. Komisi Kepolisian Nasional (KOMPOLNAS)
15. Kejaksaan Agung RI
16. Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta
17. Perwakilan Buruh PT. Epson
18. Perwakilan Buruh PT. Unggul Beton Remikon
19. Perwakilan Buruh IKAGI
20. Perwakilan Buruh PT. Metro Adi Cita
21. Perwakilan Buruh RSI Pondok Kopi
22. Perwakilan Buruh Perum PPD

I. Penutup
Demikian Terms Of Reference ini disusun dengan tujuan dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan
kegiatan Diskusi Kelompok Terfokus (FGD). Semoga kegiatan ini dapat berjalan lancar dan sesuai
dengan rencana, dan para pihak dapat memberikan sumbangsih informasi, masukan, dan
pendapat yang konstruktif. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai