Anda di halaman 1dari 28

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. R

Umur : 52 tahun

No Rekam Medik : 838467

Alamat : Jl. Pannara LR Makassar

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal Periksa : 11 Juli 2018

ANAMNESIS TERPIMPIN:

Keluhan Utama: Lemah badan sebelah kiri

Riwayat penyakit sekarang:

Lemah badan dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (Pada
tanggal 01-04-18) dan mulai ada perbaikan setelah mengikuti program rehabilitasi
selama kurang lebih 2 bulan (11-07-18). Pasien telah menjalani pengobatan rutin
dengan ahli Neurologi dan saat ini masih rutin kontrol. Namun selama
pengobatan, pasien masih membutuhkan penanganan dari rehabilitasi medik
sehingga pasien dikonsul ke bagian instalasi rehabilitasi medik untuk menangani
gejala kelemahan yang masih ada (14-05-18). Awalnya keluhan lemah badan
sebelah kiri dirasakan tiba-tiba setelah pasien pulang dari pengajian 3 bulan yang
lalu. Saat itu pasien tiba-tiba merasa nyeri kepala saat akan membersihkan rumah,
akhirnya pasien terjatuh dan anggota gerak kiri terasa berat untuk digerakkan.
Pada saat itu pasien tidak mengalami demam, kejang, muntah, mual, sesak, dan
penurunan kesadaran. Tekanan darah saat kejadian tidak diukur, namun beberapa
jam setelah kejadian tekanan darah sistol pasien 160 mmHg. Setelah 2 bulan
terapi pada instalasi rehabilitasi medik pasien masih mengeluh keram-keram, kaku
dan nyeri pada sisi kiri tubuh pasien namun sudah ada perbaikan. Pasien mengaku
dominan menggunakan anggota gerak kanan sejak sebelum sakit. Bicara pelo ada
dan gangguan menelan ada. Tidak disertai dengan kejang, gangguan pendengaran,
dan pandangan ganda tidak ada. Buang air besar biasa. Buang air kecil lancar.

Riwayat penyakit sebelumnya:

Riwayat Diabetes Mellitus ada (tidak berobat), Riwayat Hipertensi,


penyakit jantung dan penyakit ginjal disangkal. Sebelumnya pasien tidak pernah
mengalami stroke.

Riwayat Pengobatan:

 Aspilet 80mg 1-0-0


 Citicholin 500 mg 1-0-1
 Neurodex 1-0-0
 Diazepam 2mg 0-0-1
 ARICEPT 5mg 1-0-0

Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan
pasien.

Riwayat kebiasaan:

Riwayat merokok dan riwayat minum-minuman beralkohol disangkal.

Riwayat sosial ekonomi :

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, mempunyai 6 orang anak, dang
masing-masing sudah berkeluarga. Suami pasien adalah seorang mantan
pedagang di pasar tradisional. Saat ini pasien tinggal bersama suami, dan anak
terakhir yang rumahnya bersebelahan dengan rumah pasien. Rumahnya
merupakan bangunan permanen, atap seng, dinding beton, berlantai keramik, tidak
bertingkat, dan memiliki 4 buah kamar. Pasien tidak memiliki pembantu rumah
tangga. Kamar mandi dan Water Closed (WC) berada di dalam rumah, dengan
menggunakan kloset jongkok. Sumber penerangan menggunakan listrik, dan
sumber air minum menggunakan air PDAM. Untuk biaya pengobatan penderita
saat ini ditanggung oleh BPJS.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

• Keadaan Umum : Sakit sedang

• (GCS) : E4M5V3

Tanda Vital

• Tekanan darah : 130/70 mmHg

• Nadi : 78 x/menit, reguler, kuat angkat

• Pernapasan : 20x/menit, tipe thorakoabdominal

• Suhu : 36,5 oC (axilla)

Kepala

• Normosefal

Mata

• Konjungtiva : Anemis (-)

• Sklera : Ikterus (-)

• Kornea : Jernih

• Pupil : Bulat, isokor 2.5mm/2.5mm

• Refleks cahaya : +/+ normal

Telinga

 Sekret tidak ada



Hidung

 Septum tidak ada deviasi, sekret tidak ada

Mulut

• Bibir : sianosis (-)

• Lidah : dalam batas normal

Leher

• Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran

Thorax

• Bentuk simetris, retraksi tidak ada

Jantung

• Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

• Palpasi : Ictus cordis teraba

• Perkusi : batas jantung normal

• Auskultasi : Bunyi jantung I/II normal, bising tidak ada

Pulmo

• Inspeksi : pergerakan simetris

• Palpasi : vokal fremitus kanan sama dengan kiri

• Perkusi : sonor kanan sama dengan kiri

• Auskultasi : suara pernapasan vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing(-/-)

Abdomen

• Inspeksi : datar

• Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal


• Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba

• Perkusi : Timpani

Extremitas

 Edema tidak ada


 akral hangat

Pemeriksaan Nervus Craniales (N) :


Deviasi ke kiri
Tidak ada fasikulasi
Tidak ada atropi papail lidah

Saraf otonom

 Buang air kecil biasa, lancar


 Buang air besar biasa.
PEMERIKSAAN SARAF MOTORIKDAN SENSORIK

5/5/5/5 2/2/2/2 5/5/5/5 4/4/4/4

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
INDEKS BARTHEL

Nilai Interpretasi:

 0-20 Disabilitas Total


 25-45 Disabilitas Berat
 50-75 Disabilitas Sedang
 80-90 Disabilitas Ringan
 100 Mandiri

Interpretasi : 80 (Disabilitas Ringan)


RESUME

Seorang perempuan 52 tahun datang ke rumah sakit dengan lemah


badan dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (Pada tanggal 01-04-18)
dan mulai ada perbaikan setelah mengikuti program rehabilitasi selama kurang
lebih 2 bulan (11-07-18). Awalnya keluhan lemah badan sebelah kiri dirasakan
tiba-tiba setelah pasien pulang dari pengajian 3 bulan yang lalu. Saat itu pasien
tiba-tiba merasa nyeri kepala saat akan membersihkan rumah, akhirnya pasien
terjatuh dan anggota gerak kiri terasa berat untuk digerakkan. Tekanan darah saat
kejadian tidak diukur, namun beberapa jam setelah kejadian tekanan darah sistol
pasien 160 mmHg. Setelah 2 bulan terapi pada instalasi rehabilitasi medik pasien
masih mengeluh keram-keram, kaku dan nyeri pada sisi kiri tubuh pasien namun
sudah ada perbaikan. Pasien mengaku dominan menggunakan anggota gerak
kanan sejak sebelum sakit. Disfagia ada dan disathria ada. Ada riwayat diabetes
mellitus dan sementara mengkonsumsi obat diabetes mellitus. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 78 x/menit, Pernapasan
20x/menit, Suhu 36,5 oC. Pada pemeriksaan kekuatan otot ektremitas superior dan
inferior didapatkan 5/2/5/4. Indeks barthel 80 (disabilitas ringan).

DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : Hemiperesis Sinistra

Diagnosis Topis : Hemisfer Cerebri Dextra

Diagnosis Etiologis : Stroke Non Hemoragik

Diagnosis Fungsional :

Impairment : Kelemahan anggota gerak kiri

Disability : Gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari


(karena pasien sulit berjalan, fungsi tangan menurun,
dan fungsi toileting menurun)
Handicap : Kesulitan dalam bekerja sebagai ibu rumah tangga
(karena harus memasak, mencuci, membersihkan
rumah)

PROBLEM REHABILITASI MEDIK

• Kelemahan pada ekstremitas superior sinistra dan inferior sinistra, dengan


kekuatan otot 2/2/2/2 dan 4/4/4/4.

• Gangguan Gait Hemiplegic

• Gangguan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (AKS).

• Kecemasan keluarga akan kondisi pasien

PROGRAM REHABILITASI MEDIK

Fisioterapi

Evaluasi

• Kelemahan pada ekstremitas superior sinistra dan inferior sinistra , dengan


kekuatan otot 2/2/2/2 dan 4/4/4/4.

• Gangguan Gait Hemiplegic

Program

• Latihan Lingkup Gerak Sendi (Active ROM Exercise)

• Latihan penguatan (Strengthening Exercise) : Melatih kekuatan otot

• Latihan ketahanan (Endurance Exercise) : Meningkatkan daya tahan tubuh

• Gait Training disertai Balance : Untuk melatih cara berjalan

Terapi okupasi

Evaluasi :

• Gangguan aktifitas sehari-hari


Rencana Program :

• Latihan aktivitas sehari-hari dengan aktivitas dan ketrampilan : untuk


melatih pasien melaksanakan kegiatan sehari-hari secara mandiri (makan,
minum, berpakaian, mandi, menyisir rambut), transfer dan naik turun
tangga. Serta latihan menggunakan kedua tangan (hand function to
bimanual hand) di dalam berakfitas.

Ortotik prostetik

Evaluasi:

 Kelemahan pada ekstremitas superior sinistra dan inferior sinistra,


dengan kekuatan otot 2/2/2/2 dan 4/4/4/4.

Rencana Program:

 Pada saat ini belum ada program

Terapi wicara

Evaluasi :

• Bicara pelo (disatria) +

• Gangguan menelan (disfagia)+

Rencana Program :

• Menangani disfagia dan disatria

Psikologi

Evaluasi:

• Penderita tampak lebih pendiam dan kurang berinteraksi dengan keluarga

• Keluarga pasien cemas dengan kondisi pasien

Rencana Program :
• Memberikan dukungan mental pada pasien dan keluarga tentang penyakit
penderita dan prognosisnya

Social medic

Evaluasi:

• Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, mempunyai 6 orang anak dan
masing-masing sudah berkeluarga. Suami pasien adalah seorang mantan
pedagang di pasar tradisional.

• Tinggal dirumah permanen, atap seng, dinding beton, berlantai beton,


tidak bertingkat, dan memiliki 4 buah kamar. Pasien tidak memiliki
pembantu rumah tangga. Kamar mandi dan Water Closed (WC) berada di
dalam rumah, dengan menggunakan kloset jongkok.

• Biaya pengobatan penderita saat ini ditanggung oleh BPJS

 Rencana Program :

• Memberikan edukasi dan bimbingan kepada pasien untuk berobat dan


berlatih secara teratur.

• Mengadakan edukasi dan evaluasi terhadap lingkungan rumah.

• Modifikasi kloset jongkok menjadi kloset duduk.

Prognosis

 Quad ad vitam : Dubia ad Bonam


 Quad ad sanationam : Dubia ad Bonam
 Quad ad functionam : Dubia ad Bonam
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan
gangguan peredaran darah otak non traumatik. 1
Stroke adalah penurunan fungsi otak yang terjadi dengan cepat akibat
gangguan peredaran darah otak (GPDO) yang dapat berupa penyumbatan atau
kebocoran pembuluh darah. GPDO dapat terjadi akibat iskemia oleh trombosis
atau emboli atau akibat pendarahan.1
B. Epidemiologi
Di dunia barat, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan
setelah penyakit jantung dan kanker, serta merupakan 10% kematian di dunia.
Sama halnya dengan di Indonesia, stroke terdapat di urutan ke tiga setelah
penyakit jantung dan kanker. Pada tahun 2004, stroke merupakan penyebab
kematian terbanyak di rumah sakit pemerintah di seluruh penjuru Indonesia.1
Di Indonesia diperkirakan 500.000 penduduk terkena stroke. Dari jumlah
tersebut sepertiga dapat pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan
fungsional ringan sampai sedang, dan sepertiga sisanya mengalami gangguan
berat hingga mengharuskan penderita terus menerus di tempat tidur.1
Insidensi stroke cenderung meningkat ketika melewati umur 30 tahun.
95% penderita stroke di atas umur 45 tahun, dan dua per tiga penderita stroke
berumur di atas 65 tahun. Stroke terjadi lebih banyak pada pria daripada wanita,
namun 60% kematian terjadi pada wanita. Hal ini terjadi karena wanita hidup
lebih lama daripada pria, sehingga kejadian stroke terjadi pada usia yang sudah
tua dan banyak menyebabkan kematian pada wanita. 2
C. Anatomi Vaskularisasi Otak
Otak memperoleh darah melalui dua sistem, yakni sistem karotis dan
sistem vertebral.3
1. Sistem karotis
Arteri karotis interna merupakan hasil percabangan dari a. Karotis
komunis dextradan A. Karotis komunis sinistra. A. Karotis komunis dextra
berasal dari percabangan A. Subklavia dextra, sedangkan A. Karotis
komunis sinistra berasal dari arkus aorta.

Arteri komunis interna setelah memisahkan diri dari a.carotis


komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus,
berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan A.opthalmika untuk
nervus opticus dan retina, akhirnya bercabang dua : A.serebri anterior dan
A.serebri media. Untuk otak sistem ini memberi aliran darah ke lobus
frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis.

2. Sistem vertebralis
Sistem vertebral dibentuk oleh A. Vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di A. Subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium
melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing
sepasang A. serebelli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons,
keduanya bersatu menjadi A. basilaris, dan setelah mengeluarkan 3
kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, A. basilaris berakhir
sebagai sepasang cabang A. serebri posterior, yang melayani daerah lobus
oksipital dan bagian medial lobus temporalis.

Ke 3 pasang arteri cerebri ini (A. serebri anterior, A. serebri media,


dan A. serebri posterior) bercabang-cabang menelusuri permukaan otak,
dan beranastomosis satu dengan yang lainnya. Cabang-cabangnya yang
lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling
berhubungan dengan cabang-cabang a.serebri lainnya. Untuk menjamin
pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral
antara sistem karotis dan vetebral, yaitu:

1. Sirkulus Willlisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh


a.serebri media kanan dan kiri, a.komunikans anterior (yang
menghubungkan kedua a.serebri anterior), sepasang a.serebri posterior,
dan a. komunikans posterior (yang menghubungkan a.serebri media
dan posterior) kanan dan kiri.
2. Anastomosis antara a.serebri interna dan a.karotis eksterna di daerah
orbita, masing-masing melaui a.optalmika dan a.fasialis ke a.maksilaris
eksterna.
3. Hubungan antara sistem vetebral dengan a.karotis eksterna.

Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna,
yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah
ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya melalui
vena-vena jugularis, dicurahkan menuju jantung.3

D. Klasifikasi
Stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :3

1. Stroke Hemoragik
2. Stroke Non Hemoragik
Stroke Hemoragik

Merupakan stroke karena perdarahan. Dapat dibagi :3

a. Perdarahan intraserebral ( PIS )


Perdarahan intraserebral disebut juga perdarahan intraparenkim
atau hematoma intrakranial yang bukan disebabkan oleh trauma. Stroke
jenis ini terjadi karena pecahnya arteri otak. Hal ini menyebabkan darah
bocor ke otak dan menekan bangunan-bangunan di otak. Peningkatan
tekanan secara tiba-tiba menyebabkan kerusakan sel-sel otak di sekitar
genangan darah. Jika jumlah darah yang bocor meningkat dengan cepat,
maka tekanan otak meningkat drastis. Hal ini menyebabkan hilangnya
kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematian. Penyebab perdarahan
intraserebral yang paling sering adalah hipertensi dan aterosklerosis
serebral karena perubahan degeneratif yang disebabkan oleh penyakit ini
biasanya dapat menyebabkan ruptur pembuluh darah.

b. Perdarahan subarakhnoid (PSA)


Perdarahan subarakhnoid terjadi ketika pembuluh darah di luar
otak mengalami ruptur dan masuk ke dalam ruangan subarachoid. Hal ini
menyebabkan daerah di antara tulang tengkorak dan otak dengan cepat
terisi darah. Seorang dengan perdarahan dapat mengalami nyeri kepala
yang muncul secara tiba-tiba dan berat, sakit pada leher, serta mual dan
muntah. Peningkatan tekanan yang mendadak di luar otak dapat
menyebabkan hilangnya kesadaran dengan cepat bahkan kematian.

Stroke Non Hemoragik

Stroke karena penyumbatan, dapat disebabkan karena :3

a. Trombosis serebri
Biasanya ada kerusakan lokal pembuluh darah akibat
aterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada
tunika intima arteri besar. Plak cenderung terbentuk pada percabangan
dantempat yang melengkung. Pembuluh darah yang mempunyai resiko
adalah arteri karotis interna dan arteri vertebralis bagian atas.
Hilangnya tunika intima membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit akan
menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding
menjadi kasar. Trombosit akan melepaskan enzim adenosin difosfat yang
mengawali proses koagulasi.

Adesi trombosit (platelet) dapat dipicu oleh produk toksik yang


dilepaskan makrofag dan kerusakan moderat pada permukaan intima.
Trombosit juga melepaskan growth factors yang menstimulasi migrasi dan
proliferasi sel otot polos dan juga berperan pada pembentukan lesi
fibrointimal pada subendotelial.

b. Emboli serebri
Embolisme serebri biasanya terjadi pada orang yang lebih muda,
kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus di jantung sehingga
masalah yang dihadapi sesungguhnya adalah perwujudan penyakit
jantung. Selain itu, emboli juga dapat berasal dari plak ateroma karotikus
atau arteri karotis interna. Setiap bagian otak dapat mengalami emboli,
tempat yang paling sering adalah arteri serebri media bagian atas.

Berdasarkan gejala klinis yang tampak stroke non hemoragik


terbagi menjadi :3,4
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
Defisit neurologi yang bersifat akut yang terjadi kurang dari 24
jam, dapat hanya beberapa menit saja. Terjadi perbaikan yang
reversibel dan penderita pulih seperti semula dalam waktu kurang
dari 24 jam. Etiologi TIA adalah emboli atau trombosis dan plak
pada arteria karotis interna dan arteria vertebrabasalis.
2. Stroke In Evolution (SIE)
Stroke dimana defisit neurologinya terus bertambah berat.
3. Reversibel Ischemic Neurology Deficit (RIND)
Gejala yang muncul bertahap, akan hilang dalam waktu lebih dari
24 jam tetapi tidak lebih dari 3 minggu, tetapi pasien dapat
mengalami pemulihan sempurna.
4. CompleteStroke Ischemic
Stroke yang defisit neurologinya sudah menetap.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak :4

- Keadaan pembuluh darah, bila menyempit akibat stenosis atau ateroma


atau tersumbat oleh trombus/ embolus.
- Keadaan darah : viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang
meningkat (polisitemia) menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat;
anemia yang berat menyebabkan oksigenasi otak menurun.
- Tekanan darah yang sistemik memegang tekanan perfusi otak. Otoregulasi
otak yaitu kemampuan intrinsik dari pembuluh darah otak agar aliran
darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan dari tekanan perfusi.
- Kelainan jantung; menyebabkan menurunnya curah jantung antara lain
fibrilasi dan lepasnya embolus menimbulkan iskemia di otak.
E. Faktor Resiko
1. Faktor resiko mayor 1
 Hipertensi
Hipertensi merupakan factor risiko baik untuk orang tua atau
dewasa muda.
 Diabetes Mellitus
Orang yang diobati dengan insulin mempunyai resikomengidap
stroke.
 PenyakitJantung.
2. Faktor resiko minor1
 TIA
 Usia
 Jenis kelamin
 Peningkatan hematokrit
 Hiperlipidemia
 Hiperuricemia
 Kenaikan fibrinogen
 Obesitas
 Merokok
 Kontrasepsi
 Stress
 Faktor genetik
F. Gambaran Klinis
Gejala neurologi yang timbul tergantung berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya. Hal ini dapat terjadi pada :3,4

1. Sistem karotis
 Gangguan penglihatan (Amaurosis fugaks / buta mendadak)
 Gangguan bicara (afasia atau disfasia)
 Gangguan motorik (hemiparese / hemiplegi kontralateral)
 Gangguan sensorik pada tungkai yang lumpuh
2. Sistem vertebrobasiler

 Gangguan penglihatan (hemianopsia / pandangan kabur)


 Gangguan nervi kraniales
 Gangguan motorik
 Gangguan sensorik
 Koordinasi
 Gangguan kesadaran
G. Diagnosis

1. Anamnesa, dapat memberikan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah
fokal
2. Melakukan pemeriksaan fisik neurologik
3. Skoring untuk membedakan jenis stroke :
- Skor Siriraj :

( 2,5 x derajat kesadaran ) + ( 2 x vomitus ) + ( 2 x nyeri kepala ) + ( 0,1


x tekanan diastolik ) – ( 3 x petanda ateroma ) – 12 =

Hasil :

 SS > 1 = Stroke Hemoragik


 -1 > SS > 1 = perlu pemeriksaan penunjang ( Ct- Scan )
 SS < -1 = Stroke Non Hemoragik

Keterangan :

- Derajat kesadaran : sadar penuh (0), somnolen (1), koma (2)

- Nyeri kepala : tidak ada (0), ada (1)

- Vomitus : tidak ada (0), ada(1)

- Ateroma : tidak ada penyakit jantung, DM (0), ada (1)

- Skor Hasanuddin
Diagnosis banding PIS, PSA, dan SNH

SH
Gejala Klinis SNH
PIS PSA

1. Gejala defisit fokal Berat Ringan Berat/ringan

2. Permulaan (onset) Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)

3. Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat Ringan/tidak ada

4. Muntah pada awalnya Sering Sering Tidak,kecuali


lesi di batang
otak
5. Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak
Selalu
6. Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang
Bisa hilang/
sebentar
7. Hemiparesis Sering sejak tidak
awal Permulaan tidak
Sering dari awal
ada

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Scan tomografik, sangat membantu diagnosis dan membedakannya
dengan perdarahan terutama pada fase akut.
2. Angiografi serebral ( karotis atau vertebral ) untuk membantu
membedakan gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang
terganggu, atau bila scan tidak jelas.
3. Laboratorium : Bila curiga perdarahan tes koagulasi ( HT, HB, PTT,
Protrombin Time), Trombosit, Fibrinogen, GDS, Cholesterol, Ureum
dan Kreatinin.
4. EKG (Elektrokardiogram ) : Untuk menegakkan adanya miokard infark,
disritmia (terutama atrium fibrilasi) yang berpotensi menimbulkan
stroke iskemik atau TIA.
5. Foto Rongten Thorax
I. Prognosis
Sebanyak 75% penderita stroke tidak dapat bekerja kembali akibat
ketidakmampuan tubuhnya.30-50% penderita stoke mengalami depresi post-
stroke yang ditandai oleh letargi, sulit tidur, rendah diri, dan menarik diri dari
masyarakat.3 Emosi yang labil dapat terjadi sebanyak 20% pada penderita stroke.4
J. Rehabilitasi Medik Pada Pasien Sroke

Rehabilitasi penderita stroke paling baik dikerjakan di rumah sakit pada fase
akut dan pusat rehabilitasi pada fase lanjut. Di Surabaya pada saat ini belum ada
pusat rehabilitasi stroke diluar rumah sakit. Pada fase akut penderita stroke
dirawat di bangsal atau unit stroke RSUD dr Soetomo, sedangkan pada fase lanjut
dilatih di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUD dr.Soetomo. Tujuan program
rehabilitasi adalah :
a. Mencegah komplikasi imobilisasi lama seperti kontraktur, ulkus
dekubitus, pneumonia, komplikasi kandung kencing selama fase akut.
b. Mengajari kembali kemampuan melakukan aktifitas hidup sehari-hari
seperti makan, berpakaian, merawat diri, cebok, mandi.
c. Melatih kembali ambulasi atau berjalan
d. Membantu penderita kembali berintegrasi dengan lingkungannya.
Rehabilitasi harus segera dimulai setelah penderita mengalami serangan
stroke. Menurut „National Stroke Foundation 2005‟ yang dikeluarkan Pemerintah
Australia tentang „ Clinical Guidelines for Stroke Rehabilitation and Recovery’,
rehabilitasi adalah proaktif dan dimulai pada hari pertama setelah serangan stroke.
Rehabilitasi dibagi menjadi dua fase yaitu fase awal dan fase lanjut.5

Fase awal
Selama fase awal, mungkin dalam keadaan koma atau „shock‟,
pengobatan ditujukan untuk mempertahankan kehidupan dan mencegah
komplikasi. Harus dipastikan tidak ada gangguan jalan nafas dan masalah
jantung.Penempatan posisi yang benar penting untuk mencegah kontraktur dan
ulkus dekubitus. 5
Luka karena tekanan dan hipostatik pneumonia dapat dicegah dengan
menggunakan matras air atau udara dan perubahan posisi setiap 2 jam pada waktu
siang dan 4 jam pada waktu malam. Prinsip-prinsip penempatan posisi penderita
stroke sebagai berikut : 1

A Menunjukkan penderitatidur terlentang, B. Miring pada salah satu sisi tubuh


yang sakit, C. Miring pada sisi sehat, D dan E. Waktu duduk di tempat tidur.

1. Pada waktu tidur terlentang, bantal kecil diletakkan di dekat trokanter


mayor sisi parese, lengan abduksi 60-90 derajat dan tangan dielevasikan
lebih tinggi dari lutut. Kaki dicegah plantar fleksi dengan „foot board‟

2. Suatu penyangga mungkin perlu digunakan untuk mencegah peregangan


yang berlebihan dari plexus neurovaskuler dan sendi glenohumeral selama
penderita duduk atau waktu transfer.
Penempatan posisi seperti diatas bertujuan menghindari pola spastik pada
stroke.Pola spastik pada stroke adalah khas yaitu sendi bahu depresi dan
endorotasi, sendi siku fleksi, pergelangan tangan dan tangan fleksi.Sendi paha,
lutut dan pergelangan kaki lurus, kaki dan jari-jari kaki inversi. 6
Penempatan posisi pada penderita stroke mengikuti pola anti spastik yaitu bahu
diabduksikan dan eksternal rotasi, siku ekstensi, tangan dan jari-jari ekstensi dan
ibu jari dioposisikan.Sendi paha, lutut dan pergelangan kaki ditekuk sedikit.7
A.Pola spastik, B. Pola antispastik
Latihan pasif terhadap sisi yang paralisis dapat dimulai 2-3 hari pasca
serangan bila penyebabnya adalah stroke infark.Bilap penyebabnya stroke
perdarahan maka latihan dimulai setelah 1 minggu.Latihan pasif ini dapat
diajarkan ke keluarga atau penderitanya sendiri bila sudah sadar.Latihan luas
gerak sendi dikerjalan pada seluruh sendi anggota gerak sisi yang sakit dan
dikerjakan sehari 3 kali.Latihan untuk mencegah terjadi kontraktur dan kekakuan
sendi. Pada saat yang sama otot yang normal dapat dilakukan latihan penguatan. 7

Latihan pasif luas gerak sendi bahu


Latihan Nafas Dalam
Posisi yang tetap pada imobilisasi dan akumulasi sekret pada alveoli dapat
menyebabkan atelektasis dan pneumonia.Latihan nafas dalam dikerjakan bila
penderita sudah kooperatif. 5
Prosedur : 5
1. Persiapkan penderita serileks mungkin dan demonstrasikan cara bernafas yang
benar
2. Letakkan tangan anda pada otot rectus abdominis sedikit dibawah tepi costa
anterior

3. Suruh penderita bernafas pelan tapi dalam melalui hidung g=hingga perut
mengembang

4. Kemudian penderita disuruh mengeluarkan nafas pelan-pelan melalui mulut.

5. Penderita disuruh mengulangi perintah diatas 3-4 kali.

6. Setelah itu penderita disuruh menempelkan tangannya di rectus abdominis dan


suruh merasakan gerakannya

7. Lakukan latihan nafas dalam berbagai posisi (duduk, berdiri, jalan)


FASE LANJUT
Dengan membaiknya kondisi, penderita diajari turun dari tempat tidur.
Mula-mula penderita diajari latihan duduk, rolling, bridging, transfer atau pindah
tempat dari tempat tidur ke kursi dan sebaliknya, dari kursi ke toilet dan
sebaliknya, berjalan, naik turun tangga. Biasanya stroke tanpa komplikasi dapat
diajari turun dari tempat tidur 24 jam setelah serangan, sedangkan bila ada
komplikasi memerlukan waktu 2 minggu atau lebih.Posisi tegak harus segera
dilakukan untuk meningkatkan toleransi berdiri dan meningkatkan masukan
sensori proproseptif ke susunan saraf pusat. Pada latihan ambulasi, mula-mula
penderita perlu pertolongan pada sisi yang sakit. Penolong memegangi penderita
dengan tangan yang satu di ketiak sedangkan tangan yang lain di belakang lutut
untuk membantu kaki melangkah ke depan, kemudian tangan dipindah ke depan
lutut untuk mempertahankan lutut lurus saat menerima beban. Urutan gerakan
pada waktu berjalan adalah sebagai berikut: letakkan tongkat ke depan dengan
tangan sehat, kemudian angkat kaki yang lemah kedepan dan akhirnya pindah
berat badan ke tongkat dan kaki sehat melangkah kedepan. 8
Bila penderita sudah bisa berjalan, penggunaan brace perlu pertimbangan.
Bila penderita belum stabil waktu berjalan oleh karena kelemahan quadriceps
perlu dipertimbangkan pemberian long leg brace. Long leg brace ini tidak
nyaman sehingga penderita tidak suka memakainya. Short leg brace perlu
dipertimbangkan bila terdapat flail pergelangan kaki.6,7
Latihan untuk anggota gerak atas sebaiknya segera dimulai.Biasanya
anggota gerak atas terkena lebih berat dari pada anggota gerak bawah.Dan sekitar
90% kasus tangan tidak kembali normal.Tangan yang sehat diajari melakukan
aktifitas hidup sehari-hari seperti berpakaian, menyisir rambut, mandi, toilet,
mengenakan sepatu, menulis atau bekerja di dapur. Latihan penguatan pada otot-
otot yang mengalami penyembuhan, dan latihan luas gerak sendi dan latihan
koordinasi akan meningkatkan fungsi tangan. Untuk meningkatkan koordinasi dan
kekuatan tangan yang sakit dibuat bergerak sirkuler di atas meja dengan sliding
board. Over head pulley juga digunakan untuk meningkatkan reciprocal. Setelah
ada perkembangan penderita diajari mengambil obyek dari tekstur tangan dan
bentuk yang berbeda-beda. Latihan ini untuk meningkatkan fungsi tangan dan
meningkatkan luas gerak sendi bahu melawan gravitasi. Splint tangan
dipertimbangkan bila terdapat spastisitas yang menetap pada fleksor pergelangan
tangan dan tangan.Jika anggota gerak atas tidak menunjukkan perbaikan kekuatan
otot dan tetap flaccid atau spastik dalam waktu 5-6 bulan, maka prognosis
biasanya jelek. 7,9

Latihan stimulasi dan fasilitasi gerakan motorik


A Berputar pada sisi sakit. B. Miring ke sisi sakit. C. Miring ke sisi sehat. D.
Berputar bersangga pada siku. E. Terlentang, hip berputar. F. Berputar pada sisi
sehat. G. Berputar ke sisi sakit
Gangguan bahasa dan bicara
Gangguan bahasa dan bicara normalnya terjadi pada hemiplegia kanan
dengan hemisfer dominan kiri. Tipe yang paling sering terganggu adalah afasia,
baik reseptif maupun ekspresif dan disartria. Jarang terjadi agnosia, apraxia,
agrafia, dan alexia. Harus sabar menghadapi penderita dengan afasia dan selalu
waspada mengantisipasi perilaku yang tidak kooperatif, salah pengertian
komunikasi dan perubahan mood. Mula-mula penderita diminta menjawab
pertanyaan ya atau tidak dengan isyarat kepala.Ajari satu kata duulu berulang-
ulang, kemudian dua kata.Normalnya penderita membaik berturut-turut pada
elemen : kata benda, kata kerja, sifat, keterangan, kemudian artikel, preposisi dan
penghubung. 10,11
K. Komplikasi
Dibwah ini komplikasi imobilisasi lama pada penderita stroke:12
1. Bengkak anggota gerak

2. Kontraktur

3. Spastisitas

4. Shoulder hand syndrome

5. Heterotopic ossificans

6. Kompresi saraf
L. Kesimpulan
Keberhasilan program rehabilitasi tergantung motivasi yang kuat, adanya
sensorik, kesadaran „body image‟, komprehensi dan komunikasi.
Daftar Pustaka

1. Johnstone M. 1985. Home care for the Stroke patient. New York
:Churchill Livingstone, 1980 Kisner C, Cobby LA. Chest Physiotherapy.
2nd ed. Philadelphia: FA Davis
2. Davenport , R., Dennis, M., 2000, Acute Stroke In Neurological
Emergencies, 3rd Ed, BMJ Publishing Group, London
3. Lynch, J.K., 2004, Cerebrovskuler disorders in children, Current
Neurology and Neurosciece Reports,4:129-138
4. Adam, R.D., Victor, M., Ropper, A.H., 1997, Principles of Neurology,
6  th  ,International ed., Mc Graw Hill Inc, Singapore
5. Sinaki M, Doersher P. 1993. Rehabilitation Stroke.In Sinaki ed.Basic
Clinical Rehabilitation. 2nd ed. St Louis: Mosby
6. Harvey RL,Roth ES, L 2011.Rehabilitation of Stroke Syndrome. In
Braddom RI ed. Physical Medicine& Rehablitation 4th ed. Philadelphia:
WB Saunder Co
7. Brandster ME. 1998. Stroke Rehabilitation. In Delisa JA ed. Rehabilitation
Medicine Principles and Practice. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott-Raven
8. Garrison SJ, Roth ES.2003. Stroke.In Garrison ed. Handbook of Physical
Medicine and Rehabilitation. 2nd ed. Philadelphia:Lippincott
William&Wilkins
9. National Stroke Foundation.Clinical Guidelines for Stroke Rehabilitation
and Recovery. 2005. Australian Government
10. Teasell R et al . 2012. Evidence-Based Review Of Stroke
RehabilitationExecutive Summary (15th Edition) Canadian Stroke
Network.
11. Tan Eng Seng. 1975. Rehabilitation of The Stroke Patient. Singapore
Medical Journal. Vol.16 No 3
12. Post stroke Rehablitation Fact
Sheet.http://www.ninds.nih.gov/disorder/stroke/poststrokerehab.htm

Anda mungkin juga menyukai