Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 2.1
Sumber : ( Chandrasoma dkk 2016,Anatomi Sistem Pencernaaan Edisi 2)

1. Anatomi
Menurut Sodikin (2016), sistem pencernaan terdiri atas sebuah
saluran panjang yang dimulai dari mulut sampai anus (rectum)

1) Mulut
Mulut merupakan bagian pertama saluran cerna. Bagian atas
mulut dibatasi oleh palatum, sedangkan pada bagian bawah
dibatasi oleh mandibula, lidah, dan struktur lain dari dasar
mulut. Bagian lateral mulut dibatasi oleh pipi. Sementara itu,
bagian depan mulut dibatasi oleh bibir dan bagian belakang
oleh lubang yang menuju faring (Sodikin, 2016).

Rongga mulut atau nama lainnya rongga bukal atau rongga


oral mempunyai beberapa fungsi yaitu menganalisis material
makanan sebelum menelan, proses mekanis dari gigi, lidah,
dan permukaan palatum, lubrikasi oleh sekresi saliva, dan
digesti pada beberapa material karbohidrat dan lemak (Simon,
2003 dalam Muttaqin & Kumala, 2011).

2) Lidah
Menurut Sodikin (2016), lidah tersusun atas otot yang
dilapisi, pada bagian atas dan samping oleh membrane
mukosa. Lidah menempati rongga mulut dan melekat secara
langsung pada epiglotis dalam faring. Lidah diinervasi oleh
berbagai saraf. Bagian sensorik diinervasi oleh nevrus
lingualis, yang merupakan cabang saraf kranial V
(trigeminal). Nevrus ini menginervasi dua pertiga anterior
lidah untuk pengecapan. Saraf kranial VII (fasialis)
meninervasi dua pertiga anterior untuk rasa kecap. Saraf
kranial IX (glosofaringeal) meginervasi sepertiga posterior
untuk raba dan rasa kecap. Sementara itu, inervasi motorik
dilakukan oleh saraf kranial XII (hipoglosus).

Fungsi utama lidah meliputi 1) proses mekanik dengan cara


menekan, melunakkan, dan membagi material; 2) melakukan
manipulasi material makanan di dalam rongga mulut dan
melakukan fungsi dalam proses menelan; 3) analisis sensori
terhadap karakteristik material, suhu, dan reseptor rasa; serta
4) menyekresikan mukus dan enzim (Muttaqin dkk, 2016).

3) Gigi
Pertumbuhan gigi merupakan proses fisiologis dan dapat
menyebabkan salvias yang berlebihan serta rasa tidak nyaman
(nyeri). Manusia mempunyai dua set gigi yang tumbuh
sepanjang masa kehidupan mereka. Set pertama adalah gigi
primer (gigi susu atau desisua) yang bersifat sementara dan
tumbuh melalui gusi selama tahun pertama serta kedua
kehidupan. Gigi susu berjumlah 5 buah pada setiap setengah
rahang (jumlah seluruhnya 20), muncul (erupsi) pada sekitar 6
bulan sampai 2 tahun. Gigi susu berangsur tanggal pada usia 6
sampai 12-13 tahun, kemudian diganti secara bertahap oleh gigi
tetap (gigi permanen) pada orang dewasa. Set kedua atau set
gigi permanen berjumlah 8 buah pada setiap setengah rahang
(jumlahnya seluruhnya 32) dan mulai tumbuh pada usia sekitar
6 tahun. Pada usia 25 tahun ditemukan semua gigi permanen,
dengan kemungkinan pengecualian dari gigi molar ketiga atau
gigi sulung (Sodikin, 2016).
Sebuah gigi mempunyai mahkota, leher, dan akar. Mahkota gigi
menjulang di atas gigi, lehernya dikelilingi gusi, dan akarnya
berada dibawahnya. Gigi dibuat dari bahan yang sangat keras,
yaitu dentin. Di dalam pusat strukturnya terdapat rongga pulpa.
Pulpa gigi berisi sel jaringan ikat, pembuluh darah, dan serabut
saraf. Bagian gigi yang menjulang di atas gusi ditutupi email,
yang jauh lebih keras daripada dentin (Pearce, 2016)

4) Esophagus
Esophagus adalah saluran berotot dengan panjang sekitar 25 cm
dan diameter sekitar 2 cm yang berjalan menembus diafragma
untuk menyatu dengan lambung di taut gastroesofagus. Fungsi
utama dari esofagus adalah membawa bolus makanan dan cairan
menuju lambung (Muttaqin, dkk, 2016)

5) Lambung
Lambung adalah bagian dari saluran pencernan yang dapat
mekar paling banyak. Terletak terutama di daerah epigastrik, dan
sebagian di sebelah kiri daerah hipokondriak dan umbilikal.
Lambung terdiri dari bagian atas yaitu fundus, batang utama, dan
bagian bawah yang horizontal, yaitu antrum pilorik. Lambung
berhubungan dengan esofagus melalui orifisium atau kardia, dan
dengan duodenum melalui orisium pilorik. Lambung terletak di
bawah diafragma, di depan pankreas. Dan limpa menempel pada
sebelah kiri fundus (Pearce, 2017).

Fungsi utama lambung adalah menyimpan makanan untuk


pencernaan didalam lambung, deudenum, dan saluran cerna
bawah, mencampur makanan dengan sekresi lambung hingga
membentuk campuran setengah cair (kimus) dan meneruskan
kimus ke deudenum (Sodikin, 2016).

6) Usus Halus
Usus halus terbagi menjadi duodenum, jejunum, dan ileum.
Panjang usus halus saat lahir 300-350 cm, meningkat sekitar 50%
selama tahun pertama kehidupan. Saat dewasa panjang usus halus
mencapai ± 6 meter (Sodikin, 2016).

Merupakan saluran otot yang membentang dari kartilago krikoid


sampai kardia lambung. Esophagus dimulai di leher sebagai
sambungan faring, berjalan ke bawah leher dan toraks, kemudian
melalui crus sinistra diagfragma memasuki lambung. Secara
anatomis bagian depan esophagus berbatasan dengan trachea dan
kelenjar tiroid, jantung, dan diafragma. Dibagian belakang
esophagus berbatasan dengan kolumne vertebra, sementara ditiap
sisi berbatasan dengan paru-paru dan pleura. Bagian tersempit
esophagus bersatu dengan faring. Area ini mudah mengalami
cidera akibat instrument, seperti bougi, yang dimasukkan ke dalam
esophagus, duodenum merupakan bagian terpendek usus, sekitar
7,5-10 cm, dengan diameter 1-1,5 cm. Jejenum terletak diantara
duodenum dan ileum. Panjang jejunum 2,4 m. panjang ileum
sekitar sekitar 3,6 m. Ileum masuk sisi pada lubang ileosekal,
celah oval yang dikontrol oleh sfinker otot (Sodikin, 2016)
7) Usus Besar
Usus besar berfungsi mengeluarkan fraksi zat yang tidak diserap,
seperti zat besi, kalium, fosfat yang ditelan, serta mensekresi
mukus, yang mempermudah perjalanan feses. Usus besar berjalan
dari katup ileosekal ke anus. Panjang usus besar bervariasi, sekitar
± 180 cm. Usus besar dibagi menjadi bagian sekum, kolon
asenden, kolon transversum, kolon desensen, dan kolon sigmoid.
Sekum adalah kantong besar yang terletak pada fosa iliaka kanan.
Sekum berlanjut ke atas sebagai kolon asenden. Dibawah lubang
ileosekal, apendiks membuka ke dalam sekum (Sodikin, 2016).

8) Hati

merupakan kelenjar paling besar dalam tubuh dengan berat ±1300-


1550 g. hati merah cokelat, sangat vascular, dan lunak. Hati
terletak pada kuadran atas kanan abdomen dan dilindungi oleh
tulang rawan kosta. Bagian tepi bawah mencapai garis tulang
rawan kosta. Tepi hati yang sehat tidak teraba. Hati dipertahankan
posisinya oleh tekanan organ lain di dalam abdomen dan
ligamentum peritoneum (Sodikin, 2016)

9) Pankreas
Merupakan organ panjang pada bagian belakang abdomen atas,
memiliki struktur yang terdiri atas kaput (didalam lengkungan
duodenum), leher pankreas, dan kauda (yang mencapai limpa).
Pancreas merupakan organ ganda yang terdiri atas dua tipe
jaringan, yaitu jarinagan sekresi interna dan eksterna (Sodikin,
2016).

10) Peritoneum
Peritoneum ialah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam
tubuh. Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum
parietal, yang melapisi dinding rongga abdominal, dan peritoneum
viseral, yang meliputi semua organ yang berada di dalam rongga itu
(Pearce, 2017).
Fisiologi saluran cerna terdiri atas rangkaian proses memakan atau
ingesti makanan dan skresi getah pencernaan kedalam sistem
pencernaan. Getah pencernaan membantu pencernaan atau digesti
makanan. Hasil pencernaan akan diabsorbsi kedalam tubuh, berupa
zat gizi.

11) Kolon dan Rektum


Kolon mempunyai panjang sekitar 90-150 cm, berjalan dari ileum
ke rektum. Secara fisiologis kolon menyerap air, vitamin, natrium,
dan klorida, serta mengeluarkan kalium, bikarbonat, mukus, dan
menyimpan feses serta mengeluarkannya. Selain itu, kolon
merupakan tempat pencernaan karbohidrat dan protein tertentu,
maka dapat menghasilkan lingkungan yang baik bagi bakteri untuk
menghasilkan vitamin K (Muttaqin dkk, 2016).

Gambar 2.2
Sumber : (Mustaqin A, dkk 2017 medikal bedah edisi 1)
B. DEFINISI
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan
dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih
buang air dengan bentuk tinja yang encer dan cair (Suriadi,2017).
Gastroenteritis adalah Suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal
atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta
frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan
atau tanpa lendir darah (Aziz, 2016).
Gastroenteritis adalah Penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi defikasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi
tinja (menjadi cair) dengan/tanpa darah atau lendir (Suratmaja, 2016).
Berdasarkan defenisi penyakit gastroenteritis menurut para ahli maka penulis
dapat menarik suatu kesimpulan bahwa penyakit gastroenteritis adalah
meningkatnya frekwensi buang air besar dimana pada bayi > 4x/ hari dan pada
anak >3x/ hari dengan konsistensi tinja encer, cair, dapat disertai lendir dan
darah yang dapat menyebabkan terjadinya kekurangan cairan dan elektrolit
yang berlebihan.

C. ETIOLOGI
Gastroenteritis bukanlah penyakit yang datang dengan sendirinya.
Biasanya ada yang menjadi pemicu terjadinya gastroenteritis. Secara umum,
berikut ini beberapa penyebab gastroenteritis menurut Rofiq (2016), yaitu :
a. Infeksi oleh bakteri, virus atau parasit
b. Alergi terhadap makanan atau obat tertentu
c. Infeksi oleh bakteri atau virus yang menyertai penyakit lain seperti : campak,
infeksi telinga, infeksi tenggorokan, dan malaria.
d. Pemanis buatan, makanan yang tidak dicerna dan tidak diserap usus akan
menarik air dari dinding usus. Dilain pihak, pada keadaan ini proses transit di
usus menjadi sangat singkat sehingg air tidak sempat diserap oleh usus besar.
Hal inilah yang menyebabkan tinja berair pada gastroenteritis. Selain
rotavirus, gastroenteritis juga disebabkan akibat kurang gizi, alergi, tidak tahan
terhadap laktosa, dan sebagainya. Bayi dan balita banyak yang memiliki
intoleransi terhadap laktosa dikarenakan tubuh tidak punya atau hanya sedikit
memiliki enzim laktosa yng berfungsi mencerna laktosa yang terkandung susu
sapi.
e. Faktor Psikologis : Rasa takut dan cemas (jarang tetapi dapat terjadi pada anak
yang lebih cemas).
Menurut Suratmadja (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
gastroenteritis dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Keadaan Hygiene & Sanitasi Sosial Budaya Penderita Gastroenteritis Meninggal


Gizi

Kuman/
Penyebab Masyarakat Carier
Penyakit
gastroenteriti
s
Keadaan Penduduk Sosial EKonomi Lain-lain faktor

GAMBAR 2.3
(Sumber : Suratmaja, 2016)

a. Derajat Dehidrasi
Ada beberapa teori tentang menentukan derajat dehidrasi. Menurut Suratmaja
(2017), menilai derajat dehidrasi dengan kehilangan berat badan yaitu :
i. Dehidrasi ringan : Bila terjadi penurunan berat badan 2½ - 5% dengan volume
cairan yang kurang dari 50 ml/Kg
ii. Dehidrasi sedang : Bila terjadi penurunan berat badan 5 – 10% dengan
volume cairan yang kurang dari 50 ml/Kg
iii. Dehidrasi berat : Bila terjadi penurunan berat badan > 10 %, dengan volume
cairan yang hilang sama dengan atau lebih dari 100 ml/Kg

D. EPIDEMIOLOGI
Badan penelitian kesehatan dunia WHO mengadakan tinjauan
kejadian Gastroenteritis di dunia, diantaranya Insiden terjadi di Asia
Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya.
Prevalensi Gastroenteritis yang dikonfirmasi melalui endoskopi pada
populasi di Shanghai sekitar 17,2% yang secara substantial lebih tinggi
daripada populasi di barat yang berkisar 4,1% dan bersifat asimptomatik.
Gastroenteritis biasanya dianggap sebagai suatu hal yang remeh namun
Gastroenteritis merupakan awal dari sebuah penyakit yang dapat berakibat
terjadi komplikasi. Persentase dari angka kejadian Gastroenteritis di
Indonesia menurut WHO adalah 40,8%. Angka kejadian Gastroenteritis
pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi
274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa penduduk, Angka kejadian
Gastroenteritis akut di Provinsi kalimantan Selatan sebesar 42% (Khusna,
2016),
Dari data yang di dapatkan di Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
Selatan pada tahun 2017 jumlah penderita Gastroenteritis di seluruh
Rumah Sakit di Kalimantan Selatan sebanyak 700 orang. Dan menurut
data Badan Statistik tahun 2013 di Kota Banjarmasin jumlah penderita
Gastroenteritis akut sebanyak 31.290 orang (BPS Kota Banjarmasin, 2016).
Pada tahun 2015 dari data yang di dapatkan di Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan Gastroenteritis termasuk dalam 5 penyakit dari 20
penyakit terbanyak yang terjadi di Kota Banjarmasin dengan jumlah
kejadian 25.950 orang. Dan data yang di dapatkan dari data Dinas
Kesehatan Kota Banjarmasin pada tahun 2017 tercatat jumlah kasus baru
penderita Gastroenteritis di Kota Banjarmasin tercatat sebanyak 10.702
orang atau sekitar 2,40% orang (Dinkes Kota Banjarmasin, 2017).
Berdasarkan data-data Hasil medical Record Rumah sakit suaka insan
Banjarmasin selama 6 bulan terakhir (2020) menunjukan pasien yang
mengalami kasus Gastroenteritis akut di rumah sakit suaka insan
Banjarmasin didapatkan sebanyak 497 kasus

E. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya gastroenteritis menurut (Iwansain,
2016) yaitu:
a. Gangguan osmotik
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul gastroenteritis.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya
timbul gastroenteritis kerena peningkatan isi lumen usus.
c. Gangguan mortilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul gastroenteritis. Sebaliknya bila peristaltik
usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya
dapat timbul gastroenteritis pula.
GAMBAR 2.4
(Sumber : Suratmaja, 2016)
F. COLABORATIVE CARE MANAGEMENT
1) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakan diagnosa kausal
yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula. Menurut
Abdurrahman (2016), pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan yaitu :
a. Pemeriksaan tinja
1) Makroskopis dan mikroskopis
2) pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest,
bila diduga terdapat intoleransi gula.
3) Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan
menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan
c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor
dalam serum (terutama pada penderita gastroenteritis yang disertai kejang).
e. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau
parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita
gastroenteritis kronik.
2) Medikasi
Prinsip pengobatan gastroenteritis ialah menggantikan cairan yang hilang
melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung
elektrolit dan glukosa karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras dan
sebagainya).
a. Pemberian cairan
a) Cairan dehidrasi oral (oral dehydration salts)
Formula lengkap mengandung NaC, NaHCO3, KCl dan glukosa. Kadar
natrium 90 mEq/l untuk kolera dan gastroenteritis akut pada anak di
atas enam bulan dengan dehidrasi ringan dan sedang atau tanpa
dehidrasi (untuk pencegahan dehidrasi).
Formula sederhana (tidak lengkap) hanya mengandung NaCl dan
sukrosa atau karbohidrat lain, misalnya larutan gula garam, larutan air
tajin garam, larutan tepung beras garam dan sebagainya untuk
pengobatan pertama di rumah pada semua anak dengan gastroenteritis
akut baik sebelum ada dehidrasi maupun setelah ada dehidrasi ringan.
b) Cairan parenteral
DG aa (1 bagian larutan Darrow + 1 bagian glukosa 5%). RG g (1
bagian Ringer laktat + 1 bagian glukosa 5%). RL (Ringer Laktat). 3 @
(1 bagian NaCl 0,9% = 1 bagian glukosa 55 + 1 bagian Nalaktat 1/6
mol/1). DG 1 : 2 (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian glukosa 5%).
RLg 1 : 3 (1 bagian Ringer Laktat = 3 bagian glukosa 5-10%). Cairan 4
: 1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO 3 1 ½ % atau 4 bagian
glukosa 5-10% 1 bagian NaCl 0,9%).
c) Pengobatan diatetik
Untuk anak di bawah satu tahun dan anak di atas satu tahun dengan
berat badan kurang dari 7 kg. Susu (ASI dan atau susu formula yang
mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya
LLM, Almiron). Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan
sehat (nasi tim) bila anak tidak mau minum susu karena di rumah
sudah biasa diberi makanan padat. Susu khusus yaitu susu yang tidak
mengandung laktosa atau susu dengan asam lemak bernatia
sedang/tidak jenuh, sesuai dengan kelainan yang ditemukan, untuk anak
di atas satu tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg. Makanan padat atau
makanan cair/susu sesuai dengan kebiasaan makan di rumah.
d) Obat anti sekresi
- Asetasol
Dosis: 25 mg/tahun dengan dosis minimum 30 mg.
- Klorpromazin
Dosis: 0,5 – 1 mg/KgBB/hari.
e) Obat anti spasmolitik
Pada umumnya obat anti spasmolitik seperti papaverine, ekstrak
beladona, opium, loperamid dan sebagainya tidak diperlukan untuk
mengatasi gastroenteritis akut.
f) Obat pengeras tinja
Obat pengeras tinja seperti kaolin, pectin, charcoal, tabonal dan
sebagainya tidak ada manfaatnya untuk mengatasi gastroenteritis.
g) Antibiotika
Pada umumnya antibiotika tidak diperlukan untuk mengatasi
gastroenteritis akut, kecuali bila penyebabnya jelas seperti: (a) Kolera,
diberikan tetrasiklin 25 – 50 mgBB/hari; dan (b) Campylobacter,
diberikan eritromisin 40 – 50 mgBB/hari.

G. MANAGEMENT ASUHAN KEPERAWATAN


1. Assessmeent
1) Pengkajian
Pengkajian adalah tahapa awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses pengupulan data yang sistematisdari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. tahap
pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu (klien), (Nursalam,2016).
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada kecermatan dan
ketelitian dalam tahapan pengkajian, yang terdiri dari beberapa tahapan
yaitu pengumpulan data, analisa data, dan interpretasi data.
Data-data yang dikaji pada pasien gastroenteritis dengan dehidrasi sedang
adalah :
a) Pengumpulan data
(1) Biodata
Pada biodata diperole data tentang nama, umur, tempat tinggal,
pekerjaan dan pendidikan. Menunjukan tingkat pengetahuan,
kehidupan sosial ekonomi pasien dan jenis pekerjaan.
(2) Riwayat kesehatan
(a) keluhan utama
Keluhan utama adalah suatu hal yang dirasakan pasien,
dimana pasien membutuhkan bantuan karena mersakan sakit
dan memerluka bantuan fasilitas kesehatan. Pasien buang air
berkali-kali dengan konsistensi encer.
(b) Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit yang menyebabkan pasien masuk rumah
sakit saat ini. Gejala yang diraskan bermacam-macam,
Buang air besar (BAB) yang lebih dari empat kali sehari
dengan konsistensi encer yang menyebabkan kekurangan
cairan tubuh yang berakibat terjadinya syok dan kematian.
(c) Riwayat kesehatan masa lalu
Merupakan keadaan kesehatan pasien di masa lalu yang
mendasari terjadinya gastroenteritis atau penyakit infeksi
lainnya yang menyebabkan terjadinya gastroenteritis.
(d) Riwayat kesehatan keluarga
Yang perlu diketahui apakah anggota keluarga ada yang
menderita penyakit menular apakah ada riwayat penyakit
keturunan serta mempunyai resiko terhadap penyakit
tertentu.
(3) Pola aktivitas sehari-hari
Aktivitas sehari-harinya apakah ada suatu gangguan selama sakit
di rumah sakit.
(4) Pemeriksaan fisik
Rahayu (2017), mengemukakan tanda-tanda vital yaitu :
(a) Suhu
Suhu normal anak sebagai berikut : 3 bulan (37,5°C), 6 bulan
(37,5ºC), 1 tahun (37,2°C), 3 tahun (37,2ºC), 7 tahun
(36,8°C), 9 tahun (36,7ºC), 11 tahun (36,7°C), dan 13 tahun
(36,6ºC), berbeda 0,5°C-1ºC masih dikategorikan normal.
Kenaikan 1°C memerlukan hidrasi cairan sebanyak 5-10
cc/kgBB/hari (Rahayu,2017).
(5) Riwayat psikososial
Keadaan emosi pasien mengenai persepsi terhadap penyakitnya
yaitu timbul kecemasan dan ketakutan yang menyebabkan
perubahan pada diri pasien.
(6) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang digunakan untuk menegakkan diagnose
dan tindakan selanjutnya. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan
feses, atau cultur (Rektal sweb) dan pemeriksaan elektrolit.
b) Analisa data
Analisa data adalah kemampuan mengaitkan data dan menghubungkan
data tersebut dengan konsep teori dari prinsip yang relevan untuk
membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan
keperawatan pasien (Lismidar,2016).
Haryanto, (2017), berpendapat bahwa setiap melakukan pengkajian,
kita akan mendapatkan banyak data. selama melakukan pengalaman
klinik kepada pasien dan keluarganya, perawat harus bisa mengambil
keputusan dan memilih mana data yang penting dan tidak. Data
dikumpulkan melalui penglihatan, sentuhan, pengecapan, pendengaran
dan penciuman. Kemampuan menginterpretasi data bergantung pada
pengetahuan, nilai, dan pengalaman perawat. Setelah data terkumpul,
data harus ditentukan validasinya. Untuk mempraktikkan perawatan
dengan baik, perawat harus belajar membuat validasi secara tepat.
Sejalan dengan pengalaman, kita akan dapat mengumpulkan,
interpretasi, dan menentukan validasi data. Setiap data yang didapat,
kemudian di analisis sesuai dengan masalah. Menentukan validasi data
membantu menghindari kesalahan dalam interpretasi data.

2) Diagnosa Keperawatan
memaparkan tentang pengertian dari diagnosa keperawatan, yaitu merupakan
pernyataan yang menggambarkan respons manusia (keadaan sehat atau
perubahan pola interaksi aktual / potensial) dari individu atau kelompok ketika
perawat secara legal mengidentifikasi dan dapat memberikan intervensi secara
pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan,
atau mencegah perubahan, Perumusan masalah keperawatan ditulis dalam
suatu diagnosa keperawatan yang merupakan pernyataan dan disertai dengan
penjelasan mengenai status kesehatan atau masalah aktual atau resiko.
(Rohmah dkk,2017),
Menurut NANDA dalam Nursalam (2016), Diagnosa keperawatan adalah
keputusan klinik mengenai respons individu keluarga dan masyarakat berkaitan
dengan masalah kesehatan aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi
intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai
dengan kewenangan perawat. Diagnosa keperawatan diangkat dari kumpulan
data yang diperoleh dari pengkajian melalui observasi, wawancara dan studi
kepustakaan.
Menurut, M. E. Doenges (2016) diagnosa keperawatan yang sering muncul
pada klien gastroenteritis adalah :
1) Perubahan eliminasi alvi (BAB) gastroenteritis berhubungan dengan
peningkatan peristaltik usus.
2) Perubahan keseimbangan cairan elektrolit kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan out put yang berlebihan.
3) Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
inadekuat absorbsi nutrisi.
4) Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan frekuensi BAB berlebihan
5) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan seringnya BAB.
6) Resiko terjadinya syok berhubungan dengan kehilangan cairan dan
elektrolit.
7) Ansietas dan takut pada anak/orang tua berhubungan dengan hospitalisasi
kondisi anak.

3) Perencanaan
Perencanaan dalam proses keperawatan dimulai setelah data yang dikumpulkan
sudah dianalisa dan masalah-masalah atau diagnosa keperawatan telah
ditentukan. Secara sederhana perlu cara merumuskan keputusan awal apa yang
akan dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan
melakukan kegiatan tersebut.
Perencanaan mencakup diagnosa keperawatan yang telah diprioritaskan,
tujuan, kriteria standart dan rasionalisasi tindakan.

a) Perubahan eliminasi alvi (BAB) gastroenteritis berhubungan dengan


peningkatan peristaltik usus.
Tujuan : Pola elminasi alvi (BAB) kembali normal sasaran 24 jam
Kriteria : Frekuensi BAB 1 – 3 x/hari
(1) Konsistensi lembek
(2) Turgor kulit baik
Intervensi :
(1) Kaji pola elminasi BAB : frekuensi dan pengikatan konsistesi feces
Rasional : Mengetahui pola eliminasi klien
(2) Pertahankan lingkungan bebas bau untuk pasien
(b) Ganti pakaian basah
(c) Beri pengharum ruangan
Rasional : Mencegah terjadinya iritasi
(3) Turunkan aktivitas fisik selama episode gastroenteritis
Rasional : Menghindari efek yang lebih parah
(4) Berikan makanan yang
tidak merangsang dan rendah serat
Rasional : Mencegah terjadinya episode gastroenteritis
(5) Obsevasi tanda-tanda vital
Rasional : Memonitor adanya kelainan pada TTV
(6) Anjurkan pada pasien dan
keluarga untuk memberikan minum yang banyak 2 x dari jumlah BAB
Rasional : Mencegah terjadinya dehidrasi
(7) Ukur dan catat input dan
output
Rasional : Intake dan output seimbang
(8) Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian terapi
Rasional : Mencegah terjadinya komplikasi yang lebih lanjut
(9) Memberikan HE
Rasional : Ibu dapat mengetahui dan memahami tentang penyakit

b) Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan out put


yang berlebihan.
Tujuan : keseimbangan cairan elektrokit adekuat
Kriteria :
(1) Haluaran urine adekuat dengan berat jenis adekuat
(2) Tanda vital normal
(a) Nadi : 80-150x/menit
(b) Suhu : 36,5 0 C – 37,20 C
(c) TD : 65-115/40-80 mmHg
(d) RR : 30-40x/menit
(3) Membran mukosa lembab
(4) Turgor kulit baik (< 2 detik kembali)
Intervensi :
(1) Kaji tanda-tanda vital
Rasional : dengan mengkaji tanda-tanda vital, maka kondisi pasien
dapat di monitoring sedini mungkin
(2) Observasi kulit kering berlebihan, membran mukosa, penurunan
turgor kulit.
Rasional : adanya perubahan kulit, membran mukosa, turgor kulit
merupakan merupakan indikator untuk meningkatkan tingkat
rehidrasi
(3) Observasi Intake dan output klien
Rasional : Dengan mengobservasi Intake dan output klien dapat
diketahui secara objektif sejauh mana ketidak seimbangan cairan
yang dialami pasien sehingga dapat segera dilakukan intervensi yang
tepat secepatnya
(4) Berikan minum air hangat sesuai kebutuhan tubuh
Rasional : Dengan memberikan minum air hangat sebanyak
mungkin, akan dapat mengurangi rangsangan muntah dan dapat
mengimbangi cairan yang hilang
(5) Awasi hasil laboratrium
Rasional : Menentukan kebutuhan penggantian dan keefektifan
terapi.
(6) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberia
(a) Cairan parenteral
Rasional : Pemberian cairan akan dapat segera mengembalikan
keseimbangan cairan dan elektrolit klien yang hilang.
(b) Obat-obatan sesuai
indikasi
Rasional : Dengan pemberian obat-obatan sesuai indikasi dapat
mempercepat proses penyembuhan sehingga tujuan dapat
tercapai secara maksimal.
(7) Berikan penjelasan kepada keluarga dan pasien tentang manfaat
minum dan tindakan yang telah dilakukan
Rasionalisasi : Dengan memberikan penjelasan pada klien tentang
manfaat minum dan tindakan yang telah dilakukan akan memberikan
pemahaman kepada keluarga dan pasien sehingga tercipta hubungan
yang teraupetik.

c) Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


inadekuat absorbsi nutrisi.
Tujuan : Pemenuhan nutrisi adekuat
Kriteria :
(1) Pasien mampu meningkatkan masukan oral dengan menghabiskan
porsi makan yang disediakan.
(2) Berat badan ideal
Intervensi :
(1) Kaji kebisaan dan makan kesukaan klien sebelum sakit
Rasional : Dengan mengetahui kebiasan dan makanan kesukaan klien
dapat membantu dalam menentukan pemberian diet
(2) Awasi pemasukan diet, berikan makanan sedikit dalam frekuensi
sering
Rasional : Makanan banyak sulit untuk mengatur klien bila anoreksia,
pemasukan sepanjang hari dapat membantu memenuhi kebutuhan total
(3) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan
Rasional : Mencegah akumulasi partikel, menghilangkan bau tidak
enak dan meningkatkan nafsu makan
(4) Anjurkan pada pasien makan dalam posisi duduk
Rasional : Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat
meningkatkan pemasukan
(5) Kolaborasi
(a) Konsul pada ahli gizi
dukung tim nutrisi untuk memberikan diit sesuai kebutuhan
Rasional: Memudahkan pembutan program diet, metabolisme
lemak bervariasi tergantung pengeluaran empedu. Protein
membantu regenerasis
(b) Kalaborasi tim medis
dalam pemberian multivitamin
Rasional: Memperbaiki kekurangan dan membantu proses
penyembuhan.

d) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan seringnya BAB.


Tujuan : Mempertahankan integritas kuit
Kriteria :
(1) Anus bersih dan kering
(2) Tidak tanda-tanda dan gejala-gejala yang membuat diagnosa aktual.
Intervensi :
(1) Kaji adanya tanda-tanda kerusakan integritas kulit ; perubahan pada
turgor, gangguan warna, eritema.
Rasional : Dengan mengkaji adanya tanda-tanda kerusakan integritas
kulit maka kondisi pasien dapat di monitoring sedini mungkin dan
memungkinkan intervensi segera.
(2) Ganti balut / popok bersihkan bagian perianal dengan air bersih
Rasional : Dengan mengganti balut / popok, bersihkan bagian perianal
dengan air bersih akan dapat menghindari kondisi perianal yang basah
dan kotor, dimana kondisi ini akan dapat meningkatkan populasi
bakteri yang dapat menyebabkan infeksi
(3) Lakukan perawatan pada klien dengan tehnik aseptik pada daerah
anus
Rasional : Dengan melakukan perawatan klien dengan teknik Aseptik
akan dapat mempertahankan dan meningkatkan keadaan Aseptik klien
dengan demikian resiko terjadinya perubahan integritas kulit dapat
ditekan sedemikian mungkin
(4) Angkat pantat klien untuk diangin-anginkan, ketika produk feses
berlebihan
Rasional : Dengan mengangkat pantat klien untuk diangin-anginkan,
ketika produk feses berlebihan akan dapat mempercepat proses
penguapan sehingga kondisi perianal anak akan lebih cepat kering,
dengan demikian resiko terjadinya perubahan integritas kulit dapat di
tekan sedemikian mungkin
(5) Atur posisi klien senyaman mungkin untuk menghindari iritasi pada
kulit
Rasional : Dengan mengatur posisi klien senyaman mungkin akan
mengurangi kemungkinan terjadinya iritasi kulit pada bagian tertentu
dengan posisi ini juga dapat mengurangi keadaan stress anak sehingga
akan dapat membantu menekan faktor predisposisi terjadinya
gastroenteritis.
(6) Berikan penjelasan pada keluarga dan klien tentang pentingnya untuk
menjaga kebersihan khususnya pada daerah perianal setiap saat.
Rasional: Dengan pemberian penjelasan pada keluarga dan pasien akan
menciptakan kerja sama yang baik dan pengalaman secara subjek dan
objektif pada keluarga dan pasien tentang manfaat untuk menjaga
personal hygiene yang berdampak pada pencapaian tujuan secara
optimal.

e) Resiko terjadinya syok berhubungan dengan kehilangan cairan dan


elektrolit.
Tujuan : Tidak terjadi syok
Kriteria :
(1) Tanda vital dalam batas normal
(a) Nadi : 80-150x/menit
(b) Suhu : 36,5 0 C – 37,20 C
(c) TD : 65-115/40-80 mmHg
(d) RR : 30-40x/menit
(2) Turgor kulit normal
(3) Asupan dan pengeluaran seimbang
Intervensi :
(1) Pantau terhadap tanda
syok.
(a.) Peningkatan frekuensi nadi, tekanan darah,.
(b.) Gelisah, agetasi, perubahan fungsi mental
(c.) Peningkatan frekuensi nafas
(d.) Kulit dingin, pucat
(e.) Penurunan pH
(f.) Penurunan nadi perifer
(g.) Keluaran urine
Rasional : Mencegah terjadinya syok.
(2) Beri cairan peroral bila
pasien mampu untuk mentolerans.
Rasional : Mencegah terjadinya syok juga
(3) Kolaborasi ubtuk
pemberian cairan.
Rasional : Mengembalikan intake cairan

f) Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan frekuensi BAB berlebihan


Tujuan : Tercapainya rasa nyaman
Kriteria :
(1) Ekspresi wajah pasien menunjukkan rasa nyaman
(2) BAB normal 1 – 3 x / hari
(3) Pada saat BAB tidak kesakitan
(4) Tidak ada nyeri tekan
(5) Perut tidak kembung
(6) Tidak pucat
Intervensi :
(1) Kaji adanya
ketidaknyamanan : mual, muntah, gastroenteritis
Rasional : Mengetahui tanda-tanda ketidaknyamanan klien
(2) Istirahatkan pasien pada
posisi yang nyaman
Rasional : Meningkatkan koping klien
(3) Dorong masukan cairan
jernih dalam jumlah kecil tapi sering.
Rasional : Mencegah terjadinya dehidrasi
(4) Singkirkan pandangan
yang tidak menyenangkan dan bau tidak sedap dari lingkungan klien
Rasional : Mencegah terjadinya rasa ketidaknyamanan klien
(5) Instruksikan pada keluarga
dan pasien untuk menghindari makanan dingin dan panas serta makanan
yang berlemak
Rasional : Mencegah rasa ketidaknyamanan klien

g) Ansietas dan takut pada anak/orang tua berhubungan dengan hospitalisasi


kondisi anak
Tuajuan: kecemasan orang tua teratasi dengan kriteria:
(1). Orang tua mengerti keadaan penyakit anaknya
(2). Ekspresi wajah ibu tampak tenang
Intervensi :
(1) Kaji rasa cemas yang dialami oleh orang tua klien.
Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami oleh orang tua
klien.
(2) Jalin hubungan saling pecaya antara orang tua klien,
anak, dan perawat.
Rasional : Agar klien/keluarga bersikap terbuka dengan perawat.
(3) Tunjukkan sikap empati, gunakan sentuhan pada saat yang tepat.
Rasional : Sikap empati akan membuat keluarga merasa diperhatikan
dengan sungguh – sungguh.
(4) Beri kesempatan keluarga untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
Rasional : Meringankan beban pikiran keluarga.
(5) berikan keyakinan kepada keluarga untuk mengungkapkan rasa
cemasnya.
Rasional : Sikap positif yang ditunjukkan tim kesehatan dan membantu
menurunkan kecemasan
(6) Berikan keyakinan pada keluarga bahwa tim kesehatan memberikan
yang terbaik dan pertolongan optimal.
Rasional : Penjelasan tentang proses penyakit (kolaborasi dokter),
menjelaskan tentang proses perawatan, menjelaskan tentang
kemungkinan pemberian perawatan intensif jika memang diperlukan
oleh klien untuk mendapatkan perawatan yang lebih optimal.

4) Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang disengaja dan sistematik dimana penilaian dibuat
mengenai kualitas, nilai atau kelayakan dari sesuai dengan membandingkan
pada kriteria yang diidentifikasi atau standar sebelumnya. Dalam proses
keperawatan, evaluasi adalah suatu aktifitas yang direncanakan, terus
menerus, aktifitas yang disengaja dimana setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan pasien, keluarga dan perawat serta tenaga profesional
lainnya menentukan; kemajuan pasien terhadap outcome yang dicapai dan
keefektifan dari rencana asuhan keperawatan (Nurjanah, 2017).
Menurut Rohmah dkk, (2016), evaluasi adalah penilaian dengan cara
membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan
dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Menurut Rohmah dan Walid (2009), macam-macam evaluasi antara lain :
(1) Evaluasi proses (formatif) ; evaluasi yang dilakukan setiap selesai
tindakan, berorientasi pada etiologi, dilakukan secara terus-menerus
sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.
(2) Evaluasi hasil (sumatif) :evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan
keperawatan secara paripurna, berorientasi pada masalah keperawatan,
menjelaskan keberhasilan / ketidak berhasilan, rekapitulasi dan
kesimpulan status kesehatan pasien sesuai dengan kerangka waktu yang
ditetapkan.
Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan
tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses
keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan
kecukupan data yang telah dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang
diobservasi. Diagnosis juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan
kelengkapannya. Evaluasi juga diperlukan pada tahap intervensi untuk
menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat dicapai secara
efektif (Nursalam 2017).
Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau
perkembangan klien, digunakan komponen SOAP/SOAPIE/SOAPIER.
Penggunaannya tergantung dari kondisi klien.
(1) S : Data Subjektif
Perawat menuliskan keluhan klien yang masih dirasakan setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
(2) O : Data Objektif
Yaitu data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat
secara langsung kepada klien, dan dirasakan klien setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
(3) A : Analisis
Interpretasi dari data subyektif dan data obyektif. Merupakan suatu
masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi, atau juga
dapat dituliskan masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat
perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya
dalam data subyektif dan obyektif.
(4) P : Planning
Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan
yang telah ditentukan sebelumnya. Tindakan yang telah
menunjukkan hasil yang memuaskan dan tidak memerlukan
tindakan ulang pada umumnya dihentikan. Tindakan yang perlu
dilanjutkan adalah tindakan yang masih kompeten untuk
menyelesaikan masalah klien dan membutuhkan waktu untuk
mencapai keberhasilannya. Tindakan yang perlu dimodifikasi
adalah tindakan yang dirasa dapat membantu menyelesaikan
masalah klien tetapi perlu ditingkatkan kualitasnya atau
mempunyai alternatif pilihan yang diduga dapat membantu
mempercepat proses penyembuhan. Sedangkan rencana tindakan
yang baru/sebelumnya tidak ada dapat ditentukan bila timbul
masalah baru atau rencana tindakan yang ada sudah tidak kompeten
lagi untuk menyelesaikan masalah yang ada.
(5) I : Implementasi
Adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan
instruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen P
(perencanaan). Jangan lupa menuliskan tanggal dan jam
pelaksanaan.
(6) E : Evaluasi
Adalah respons klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
(7) R : Reassesment
Adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan
setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana tindakan perlu
dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan.

H. KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK

1) Definisi Tumbuh Kembang


Pertumbuhan (Growth) dan perkembangan (Development) memiliki
definisi yang sama yaitu sama-sama mengalami perubahan, namun secara
khusus keduanya berbeda. Pertumbuhan menunjukan perubahan yang
bersifat kuantitas sebagai akibat pematangan fisik yang di tandai dengan
makin kompleksnya sistem jaringan otot, sistem syaraf serta fungsi sistem
organ tubuh lainnya dan dapat di ukur (Yuniarti, 2015).
Depkes (2006, dalam Yuniarti, 2015) pertumbuhan ialah
bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan intraseluler,
bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau
keseluruhan. Pertumbuhan dapat di ukur secara kuantitatif, yaitu dengan
mengukur berat badan, tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar lengan atas
terhadap umur, untuk mengetahui pertumbuhan fisik,Perkembangan berarti
perubahan secara kualitatif. Perkembangan adalah bertambahnya struktur
dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar,
gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian (Depkes,
2016).
2) Prinsip Tumbuh kembang
Tumbuh kembang merupakan proses yang dinamis dan terus menerus.
Prinsip tumbuh kembang : Perkembangan merupakan hal yang teratur dan
mengikuti rangkaian tertentu, perkembangan merupakan hal yang
kompleks, dapat diprediksi, dengan pola konsisten dan kronologis dan
perkembangan adalah sesuatu yang terarah dan berlangsung terus menerus,
dalam pola sebagai berikut (Dwienda, dkk 2016) :
a. Cephalocaudal : merupakan rangkaian pertumbuhan berlangsung terus
dari kepala ke arah bawah bagian tubuh. Contohnya bayi biasanya
menggunakan tubuh bagian atas sebelum mereka menggunakan tubuh
bagian bawahnya (Santrock, 2016).
b. Proximodistal : perkembangan berlangsung terus dari daerah pusat
(proximal) tubuh ke arah luar tubuh (distal). Contohnya, anak-anak
belajar mengembangkan kemampuan tangan dan kaki bagian atas baru
kemudian bagian yang lebih jauh, dilanjutkan dengan kemampuan
menggunakan telak tangan dan kaki dan akhirnya jari-jari tangan dan
kaki (Papilia, dkk, 2016).
c. Differentiation yaitu ketika perkembangan berlangsung terus dari yang
mudah ke arah yang lebih kompleks. Sedangkan sequential yaitu
perkembang yang kompleks, dapat diprediksi, terjadi dengan pola
yang konsisten dan kronologis seperti tengkurap-merangkak-berdiri-
berjalan. Setiap individu cenderung mencapai potensi maksimum
perkembangannya (Yuniarti, 2015).
3) Ciri-ciri Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dalam hal
bertambahnya ukuran fisik, seperti berat badan, tinggi badan, lingkar
kepala, lingkar lengan, lingkar dada, dan lain-lain. Pada pertumbuhan dan
perkembangan terjadi hilangnya ciri-ciri lama yang ada selama masa
pertumbuhan, seperti hilangnya kelenjer timur, lepasnya gigi susu, atau
hilangnya refleks-refleks tertentu. Dalam pertumbuhan juga terdapat ciri
baru seperti adanya rambut pada daerah aksila, pubis atau dada sedangkan
perkembangan selalu melibatkkan proses pertumbuhan yang diikuti dengan
perubahan fungsi, seperti perkembangan sistem reproduksi akan diikuti
perubahan fungsi kelamin. Perkembangan dapat terjadi dari daerah kepala
menuju ke arah kaudal atau bagian proksimal ke bagian distal.
Perkembangan memiliki tahapan yang berurutan dari kemampuan
melakukan hal yang sederhana menuju hal kemampuan hal yang sempurna.
Setiap individu memiliki kecepatan perkembangan yang berbeda (Hidayat,
2017).

4) Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan


Tahapan perkembangan memiliki beberapa masa pertumbuhan,
sebagai berikut (Yuniarti, 2015) : 1). Masa pranatal, sejak konsepsi sampai
kelahiran. Proses pertumbuhan berlangsung cepat 9 bulan 10 hari. 2). Masa
bayi dan anak 3 tahun pertama. Pada anak usia tersebut anak batita
memiliki kelekatan emosi dengan orang tua, suka berkhayal, egosentris. 3).
Masa anak-anak awal (early childhood), dimulai usia 4-5 tahun 11 bulan.
Anak masih terikat kepada orang tua, namun sudah mulai belajar mandiri,
keinginanan besosialisasi dengan temans sebaya, dan masa ini masih
meliputi kegiatan bermain sendiri. 4). Masa anak tengah (Middle
childhood), dimulai usia 6-9 tahun. Pada usia ini anak berada pada taraf
operasional konkrit, anak mampu melakukan tugas-tugas seperti berhitung
sederhana tetapi belum bersifat kompleks. Dimana anak mulai
mengembangkan kepribadiaan, konsep diri, sosial, dan akademis. 5). Masa
anak akhir (Late childhood), dimulai usia 10-12 tahun. Pada masa ini anak
melakukan aktifitas menyita energi, karena pertumbuhannya masuk ke
awal remaja dimana fungsi-fungsi hormon mulai aktif dan anak pada usia
tersebut lebih banyak terlibat dalam kegiatan games with rules dimana
kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh peraturan permainan. 6).
Masa remaja (adolecence), dimulai usia 13-21 tahun. Pada masa ini
merupakan masa transisi, yaitu dari masa anak-anak ke masa dewasa,
biasanya pada usia tersebut cendrung egosentris, tidak mau dikekang,
revolusioner guna mencari jati diri. 7). Masa dewasa muda (young
adulthood), dimulai usia 22-40 tahun. Secara kognitif pada usia tersebut
mereka sudah menyelesaikan pendidikan dan mulai mengembangkan karir.
8). Masa dewasa tengah (Middle adulthood), dimulai usia 41-60 tahun.
Masa ini dimana kondisi
fisik menurun, masa penuh tantangan, tetapi mereka berhasil membentuk
kepribadian terintegritas justru akan bersikap bijaksana dan mampu
membmbing anak-anaknya. 9). Masa dewasa akhir (Late adulthood), usia
60 tahun keatas. Pada usia tersebut, kondisi fisik sudah menurun, cepat
lelah dan stimulus lambat sehingga sering terjadi stress.
Menurut Piaget dalam Syamsussabri (2015), perkembangan
kognitif anak dari usianya sangat berbeda. Perkembangan kognitif ini
meliputi kemampuan intelegensi, kemampuan berpersepsi dan kemampuan
mengakses informasi, berfikir logis, memecahkan masalah kompleks
menjadi simpel dan memahami ide yang abstrak menjadi konkrit.
1. Pada tahap sensori-motor (0-2 tahun) perilaku anak banyak melibatkan
motorik, belum terjadi kegiatan mental yang bersifat berpikir.
2. Pada tahap pra operasional (2-7 tahun) pada tahap ini operasi mental
yang jarang dan secara logika tidak memadai. Anak belajar
menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan
kata-kata. Mereka hanya menggunakan penalaran intuitif bukan logis
dan mereka cenderung egosentris.
3. Pada tahap operasional konkrit (7-12) anak sudah mampu
menggunakan logika serta mampu mengklasifikasikan objek menurut
berbagai macam cirinya seperti, tinggi, besar, kecil, warna, bentuk,
dan seterusnya.
4. Pada tahap operasional-formal (mulai 12 tahun) anak dapat melakukan
representasi simbolis tanpa menghadapi objek-objek yang ia pikirkan.
Pola pikir menjadi lebih fleksibel melihat persoalan dari berbagai
sudut yang berbeda.

5. Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang


Setiap individu akan mengalami siklus yang berbeda pada kehidupan
manusia dapat secara cepat maupun lambat tergantung individu dan
lingkungannya. Proses cepat dan lambat tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor
herediter, faktor lingkungan dan faktor hormonal.
1. Faktor Herediter
Faktor herediter meliputi bawaan, jenis kelamin, ras dan suku bangsa.
Faktor ini ditentukan dengan intensitas, kecepatan dalam pembuahan sel
telur, tingkat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, usia pubertas dan
berhentinya pertumbuhan tulang. Pertumbuhan dan perkembangan anak
dengan jenis kelamin laki-laki setelah lahir akan cenderung lebih cepat
dibandingkan dengan anak perempuan serta akan bertahan sampai usia
tertentu. Baik anak laki-laki maupun perempuan akan mengalamai
pertumbuhan yang lebih cepat ketika mereka mencapai masa pubertas
(Hidayat, 2016).

2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan memiliki faktor yang memegang peran penting dalam
menentukan tercapai dan tidaknya potensi yang sudah di miliki. Faktor
lingkungan ini meliputi lingkungan prenatal dan lingkungan postnatal.
Lingkungan prenatal atau lingkungan dalam kandungan juga meliputi gizi
pada saat ibu hamil, lingkungan mekanis, zat kimia atau toksin dan
hormonal. Sedangkan lingkungan postnatal atau lingkungan setelah lahir
dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak seperti budaya lingkungan,
sosia; ekonomi keluarga, nutrisi, iklim atau cuaca, olahraga, posisi anak
dalam keluarga dan status kesehatan (Hidayat, 2016).

3. Faktor Hormonal
Hormon somatotropin (growth hormone) berperan dalam mempengaruhi
pertumbuhan tinggi badan dengan menstimulasi terjadinya proliferasi sel
kartilago dan sistem skeletal. Hormon tiroid berperan menstimulasi
metabolisme tubuh. Hormon glukokortikoid mempunyai fungsi
menstimulasi pertumbuhan sel interstisial dari testis (untuk memproduksi
testoteron) dan ovarium (untuk memproduksi estrogen), selanjutnya
hormon tersebut akan menstimulasi perkembangan seks, baik pada laki-
laki maupun perempuan yang sesuai dengan peran hormonnya
(Kompasiana, 2016).

Anda mungkin juga menyukai