Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Beberapa masalah dalam ilmu kebidanan modern telah sama

kontroversialnya dengan penatalaksanaan wanita yang pernah memiliki riwayat

pelahiran Caesar. Selama banyak decade, uterus dengan parut diyakini sebagian

besar ahli dikontraindikasikan untuk melahirkan karena khawatir akan ruptur

uterus.

Pada tahun 1916, Cragin membuat pernyataan yang sering disebut-sebut,

terkenal, dan saat ini tampak berlebihan, yaitu “sekali Caesar, selalu Caesar”.

Mengingat hal tersebut bahwa ketika pernyataan ini dibuat, hampir semuanya

menggunakan insisi uterus vertical klasik. Bahkan, beberapa rekan pada masa itu

tidak sepenuhnya setuju dengan pernyataan beliau. Sebagai contoh, J. Whitridge

Williams (1917) menyebut pernyataan tersebut sebagai “sebuah pernyataan yang

dilebih-lebihkan” dalam William Obstetrics edisi empat”.

Pada tahun 1920-an, teknik insisi uterus transversal rendah dikenalkan

oleh Kerr (1921). Institusi obstetric selanjutnya melaporkan bahwa meskipun

rupture uterus terjadi sedikitnya 4 persen dari riwayat insisi klasik, hanya sekitar

0,5 persen dari insisi transversal yang mengalami rupture. Sementara dilakukan

pengawasan secara seksama, pada awal tahun 1950-an dengan insisi transversal

rendah menimbulkan sejumlah laporan yang menjelaskan keputusan de facto

mengenai percobaan persalinan pada beberapa wanita tanpa indikasi rekuren

1
pelahiran Caesar. Bahkan dengan pelahiran Caesar berulang menjadi norma yang

ditetapkan, Hellman dan Pritchard (1971) menulis dalam William obstetric edisi

14 bahwa “banyak institusi terpercaya melaporkan angka pelahiran pervaginam

setelah riwayat seksio Caesar tanpa kesulitan sebesar 30-40 persen.” Pada tahun

1978, Merrill dan Gibbs melaporkan bahwa pelahiran pervaginam yang

berikutnya diselesaikan dengan selamat di universitas Texas di San Antonio pada

83 persen wanita dengan riwayat pelahiran Caesar.1

Pada kasus yang memiliki panggul normal dalam indikasi seksio Caesar

tidak bersifat permanen, trial of labor mempunyai tempat khusus dan hasilnya

makin banyak dilaporkan persalinan per vaginam setelah persalinan seksio Caesar

profilaksis plasenta previa, sungsang, lintang, atau hamil ganda. Dengan

demikian, evaluasi terhadap persalinan bekas seksio Caesar harus dilakukan

dengan cermat sehingga berbagai faktor dapat dipertimbangkan.2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1) Pengertian VBAC

Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) adalah proses melahirkan normal

pada ibu dengan riwayat persalinan Caesar. Syarat dilakukan VBAC adalah

satu kali riwayat persalinan caesar transversal rendah, pelvis adekuat, tidak

terdapat rupture uterus, dokter mudah dihubungi, tersedianya anestesi dan

sarana untuk SC emergensi.3

American Collage of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)

merekomendasikan bahwa ibu yang memiliki riwayat SC dengan insisi

uterus transversal pada segmen bawah rahim dapat melakukan konseling

untuk mencoba melakukan persalinan normal pada kehamilan berikutnya

atau yang dikenal dengan sebutan Vaginal Birth After Cesarean-section

(VBAC) yang menurunkan angka persalinan Caesar. Keuntungan dari

melahirkan secara pervaginam adalah mortalitas maternal lebih rendah, lama

perawatan post partum lebih sedikit dan burkurangnya malposisi serta

malformasi plasenta pada kehamilan berikutnya. Banyak faktor yang dapat

mempengaruhi keberhasilan VBAC, salah satunya riwayat persalinan.

Riwayat persalinan pervaginam, sebelum atau sesudah persalinan Caesar

dapat meningkatkan prognosis persalinan pervaginam berikutnya.3

2) Indikasi VBAC

3
American Collage of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada

tahun 2004 mengemukakan beberapa faktor pertimbangan seleksi kandidat

untuk kelahiran pervagina setelah pelahiran Caesar (Vaginal Birth After

Caesarn Delivery (VBAC)), yaitu :

 Satu kali riwayat pelahiran Caesar transversal rendah sebelumnya

 Pelvis adekuat secara klinis

 Tidak terdapat parut uterus atau ruptur uterus sebelumnya

 Dokter mudah dihubungi selama persalinan aktif, dapat memantau

persalinan dan melakukan pelahiran Caesar darurat

 Ketersediaan anesthesia dan personel untuk pelahiran Caesar darurat.1,4

Indikasi seksio sesarea terbagi menjadi indikasi absolut dan relatif.

Indikasi absolut adalah semua keadaan yang tidak memungkinkan untuk

dilakukan persalinan melalui jalan lahir. Pada indikasi relatif, kelahiran

lewat vagina bisa terlaksana tetapi kelahiran lewat seksio sesarea lebih aman

dari keduanya. Faktor medis yang menjadi indikasi absolut antara lain

karena faktor ibu dan faktor bayi. Diantaranya adalah kesempitan panggul

yang sangat berat, pecahnya rahim, perdarahan, letak bayi dengan presentasi

bokong, serta persalinan lama. Faktor janin yang menjadi indikasi absolut

adalah kasus gawat janin kala I, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim,

dan lilitan tali pusat. Sedangkan, indikasi relatif dilakukan pada ibu dengan

kelainan jantung atau darah tinggi atau ibu dengan komplikasi

preeklampsia/eklampsia.5

3) Kontraindikasi VBAC

4
 Kontraindikasi dilakukan persalinan pervaginam secara umum

 Luka parut uterus jenis klasik

 Jenis luka T terbalik atau jenis parut yang tidak diketahui

 Luka parut pada otot rahim di luar Segmen bawah rahim

 Bekas uterus ruptur

 Kontraindikasi relatif, misalnya panggul relative sempit

 Dua atau lebih luka parut transversal di segmen bawah rahim

 Kehamilan ganda.4,6

4) Faktor yang Berpengaruh terhadap VBAC

1. Tipe insisi uterus sebelumnya

Wanita dengan parut transversal pada segmen bawah uterus memiliki

resiko pemisahan parut simtomatik yang paling rendah selama kehamilan

berikutnya. Resiko tertinggi yaitu insisi vertikal sebelumnya yang meluas

ke fundus seperti pada insisi klasik. Hal ini penting pada beberapa wanita,

parut klasik akan ruptur sebelum awitan persalinan, dan rupture dapat

terjadi beberapa minggu sebelum aterm. Dalam tinjauan pada 157 wanita

dengan riwayat pelahiran Caesar klasik sebelum awitan, melaporkan bahwa

seorang wanita mengalami ruptur uterus komplet sebelum awitan

persalinan, sedangkan 9 persen mengalami dehisensi uterus.1

American Collage of Obstetricans and Gynecologist (2004)

menyimpulkan bahwa, meskipun bukti yang ada terbatas, wanita dengan

riwayat insisi vertical di segmen bawah uterus tanpa perluasan ke fundus

dapat menjadi kandidat VBAC. Hal ini berlawanan dengan riwayat insisi

5
uterus klasik atau berbentuk T, yang merupakan kontraindikasi untuk

menjalani persalinan.1

Saat ini, indikasi untuk melakukan insisi vertical primer sangat sedikit,

dan dalam keadaan itu contohnya, janin sungsang kurang bulan dengan

segmen bawah yang belum matang insisi “vertikal rendah” hampir selalu

meluas ke segmen. Namun, tidak diketahui berapa jauh insisi meluas ke

atas sebelum resiko menjadi insisi klasik sejati. Perluasannya yang pasti

sebaiknya dicatat dalam laporan operasi, meskipun tipe insisi sebelumnya

tidak diketahui. Wanita dengan riwayat pelahiran Caesar kurang bulan

kira-kira dua kali lebih mungkin untuk mengalami ruptur uterus

dibandingkan dengan wanita yang sebelumnya melahirkan secara seksio

saat aterm. Sebagai hal ini mungkin dikarenakan oleh meningkatnya

kemungkinan perluasan insisi uterus ke dalam bagian yang kontraktil.

Namun peningkatan angka kejadian ruptur yang bermakna selama VBAC

berikutnya pada wanita dengan riwayat pelahiran Caesar saat <34 minggu.1

Luasnya rentang resiko rupture uterus yang berkaitan dengan berbagai

tipe insisi uterus sebelumnya maka tidak mengherankan bahwa sebagian

besar anggota American Collage of Obstetricians and Gynecologists

menganggap tipe insisi sebelumnya sebagai faktor yang paling penting

dalam mempertimbangkan percobaan persalinan.1

2. Riwayat ruptur uterus

6
Wanita yang sebelumnya mengalami ruptur uterus memiliki resiko

rekurensi yang meningkat pada percobaan VBAC berikutnya. Wanita yang

sebelumnya mengalami rupture segmen bawah memiliki resiko rekurensi 6

persen, sedangkan riwayat rupture uterus atas memiliki resiko 32 persen.

Wanita dengan riwayat rupture uterus atau insisi klasik atau bentuk T

idealnya kembali menjalani pelahiran Caesar setelah kematangan paru janin

dipastikan, dan lebih baik sebelum awitan persalinan. Mereka juga harus

dikonseling mengenai bahaya persalinan tanpa bantuan dan tanda ruptur

uterus yang mungkin.1

3. Penutupan insisi sebelumnya

Insisi uterus transversal rendah dapat dijahit satu atau dua lapis. Apakah

resiko terjadinya rupture uterus lanjut dipengaruhi oleh hal tersebut masih

belum jelas. Chapman (1997) dan Tucker (1993) menemukan tidak ada

keterkaitan antara penutupan satu atau dua lapis dan resiko terjadinya

ruptur uterus lanjut. Sebaliknya, Bujold (2002) menemukan bahwa

penutupan lapis tuggal mengakibatkan peningkatan resiko ruptur hampir

empat kali lipat dibandingkan dengan penutupan lapis ganda. Sebagai

respon, Vidaeff dan Lucas (2003) menyatakan bahwa model penyembuhan

luka eksperimental belum memperlihatkan keuntungan penutupan lapis

ganda. Mereka menyimpulkan bahwa tidak ada cukup bukti untuk

merekomendasikan penutupan lapis ganda secara rutin karena variable-

variabel yang membingungkan pada penelitian retrospektif tersebut.1

4. Interval Antarpelahiran

7
Penelitan pencitraan Magnetic resonance pada penyembuhan

miometrium menunjukkan bahwa involusi dan restorasi antatomi uterus

komplet membutuhkan waktu sedikitnya 6 bulan. Untuk menyelidiki isu ini

lebih jauh, Ship (2001) menguji hubungan antara interval antarpelahiran

dan ruptur uterus pada 2.409 wanita yang mimiliki riwayat pelahiran

Caesar satu kali. Ruptur uterus terjadi pada 29 wanita-1,4 persen. Interval

antarpelahiran 18 bulan atau kurang mengakibatkan peningkatkan resiko

ruptur simtomatik tiga kali lipat selama percobaan persalinan berikutnya

dibandingkan dengan interval lebih dari 18 bulan. Namun, interval antar

kehamilan 6-18 bulan tidak meningkatkan resiko ruptur uterus atau

morbiditas maternal secara bermakna.1

5. Jumlah insisi Caesar sebelumnya

Tampaknya masuk akal bahwa resiko ruptur uterus akan meningkat

sesuai dengan jumlah pelahiran Caesar sebelumnya. Mereka melaporkan

angka kejadian ruptur 0,6 persen setelah satu kali pelahiran Caesar dan 1,8

persen pada wanita dengan dua kali riwayat pelahiran Caesar. Macones

(2005) juga melaporkan peningkatan angka kejadian ruptur uterus sebesar

dua kali lipat pada wanita yang menjalani percobaan persalinan setelah dua

kali riwayat pelahiran Caesar 1,8 persen dibandingkan dengan wanita yang

memiliki riwayat satu kali 0,9 persen, dan sebalikanya analisis data MFMU

Network oleh Landon (2006) tidak memastikan hal tersebut. Sebaliknya

mereka melaporkan perbedaan perbedaan yang tidak bermakna dalam angka

kejadian rupture uterus pada 975 wanita dengan riwayat pelahiran Caesar

8
multiple sebanyak 0,9 persen dibandingkan dengan 16.915 wanita dengan

satu kali riwayat pembedahan sebesar 0,7 persen.1

6. Riwayat pelahiran per vagina

Riwayat persalinan per vagina apapun, sebelum atau setelah pelahiran

Caesar, secara bermakna meningkatkan prognosis pelahiran per vagina

berikutnya baik persalinan secara spontan maupun yang induksi. Riwayat

pelahiran per vagina juga menurunkan resiko terjadinya rupture uterus dan

morbiditas lain pada kehamilan selanjutnya. Faktor prognostic yang paling

baik adalah riwayat pelahiran per vagina. American Collage of

Obstetaricians and gynecologists (2004) menyatakan bahwa hanya wanita

dengan dua kali riwayat pelahiran Caesar transversal rendah tetapi memiliki

riwayat pelahiran per vagina harus dipertimbangkan menjadi kandidat untuk

percobaan persalinan spontan.1

7. Indikasi pelahiran Caesar sebelumnya

Angka keberhasilan percobaan persalinan bergantung pada luasnya

indikasi pelahiran Caesar sebelumnya. Pada umumnya, 60-80 persen

percobaan persalinan setelah riwayat pelahiran Caesar menghasilkan

pelahiran per vagina (American college of obstetricians and gynecologists,

2004). Dalam serangkaian laporan oleh Wing dan Paul (1999), 91 persen

wanita yang pelahiran Caesar pertamanya karena presentasi bokong

melahirkan per vagina pada kehamilan selanjutnya. Jika gawat janin

merupakan indikasi, angka keberhasilannya adalah 84 persen. Hal ini

penting, hanya 38 persen yang dilahirkan per vagina jika janin lahir pada

9
percobaan persalinan memiliki berat badan lahir melebihi 500 g dari berat

lahir kehamilan awal. Riwayat distosia adalah predictor penting untuk

pelahiran per vagina setelah riwayat Caesar. Pada lebih dari 1.900 wanita,

Peaceman (2006) menemukan bahwa wanita yang diindikasikan karena

distosia memiliki angka keberhasilan yang lebih rendah secara bermakna

dibandingkan dengan indikasi lain 54 versus 67 persen, secara berurutan.1

8. Ukuran janin

Belum dibuktikan bahwa peningkatan ukuran janin meningkatkan

resiko rupture uterus pada VBAC. Peningkatan berat janin- 1,0 persen

untuk berat <4000 g, 1,6 persen untuk berat >4000 g, dan 2,4 persen untuk

berat >4.250 g. Elkousy (2003) juga melaporkan bahwa pada wanita yang

menjalani VBAC tanpa riwayat pelahiran pervagina, resiko relatif

rupturnya uterus menjadi dua kali lipat jika berat lahir >4000 g. yang

terakhir, wanita yang mencoba persalinan dengan janin kurang bulan

memiliki angka kejadian ruptur uterus yang lebih rendah dengan angka

keberhasilan pelahiran per vagina yang sama atau lebih tinggi dari kondisi

lain.1

9. Kehamilan multifetal

Kehamilan kembar tampaknya tidak menigkatkan resiko terjadinya

ruptur uterus pada VBAC. Ford (2006) menganalisis hasil akhir 1.850

wanita demikian dengan riwayat pelahiran Caesar yang mencoba

persalinan. Angka kejadian ruptur uterus 0,9 persen, dan angka

keberhasilan pelahiran per vagina 45 persen.1

10
10. Obesitas maternal

Obesitas menurunkan keberhasilan VBAC. Hibbard (2006)

melaporkan angka pelahiran per vagina berikut: 85 persen dari indeks

massa tubuh (IMT) normal, 78 persen pada IMT antara 25 dan 30, 70

persen pada IMT antara 30 dan 49, dan 61 persen pada IMT 40 atau lebih.

Temuan serupa dilaporkan oleh Juhasz (2005).1

5) Resiko terhadap maternal

Argumen potensial oyang mendukung VBAC adalah bahwa percobaan

persalinan mengakibatkan penurunan resiko pada ibu dibandingkan dengan

pelahiran Caesar berulang. Sebagian besar penelitian menujukkan bahwa

angka mortalitas maternal tidak berbeda secara bermakna antara wanita yang

menjalani percobaan persalinan dibandingkan dengan wanita yang menjalani

Caesar berulang elektif.1

Dalam penelitian kohort retrospektif pada lebih dari 300.000 wanita

Kanada dengan riwayat pelahiran Caesar, Wen (2005) menemukan

peningkatan angka mortalitas maternal pada pelahiran Caesar berulang

elektifitas meskipun tidak bermakna secara statistic. Secara spesifik, angka

kematian maternal untuk wanita yang menjalani pelahiran Caesar berulang

elektif adalah 5,6 per 100.000 dibandingkan dengan 1,6 per 100.000 untuk

menjalani percobaan persalinan.1

Perkiraan morbiditas maternal telah menimbulkan konflik, dalam uji meta-

analisis oleh Mozurkewich dan Hutton (2000), sekitar separuh dari wanita

menjalani percobaan persalinan memerlukan transfuse darah atau histerektomi

11
dibandingkan dengan menjalani pelahiran Caesar berulang. Sebaliknya. Dalam

penelitian MFMU Network yang telah dinyatakan sebelumnya, Landon (2004)

memantau bahwa resiko transfusi dan infeksi lebih besar secara bermakna

pada wanita yang menjalani percobaan persalinan.1

Lebih lanjut lagi, dibandingkan dengan percobaan persalinan yang

berhasil, resiko komplikasi-komplikasi utama ini lima kali lipat lebih besar

pada wanita yang gagal dalam usaha pelahiran per vagina. El-Sayed (2007)

menemukan angka korioamnionitis lima kali lipat lebih besar dan angka

perdarahan dua kali lipat lebih besar pada wanita dengan percobaan persalinan

yang gagal dibandingkan yang berhasil. Akhirnya, setelah penelitian meta-

analisis mereka, Rossi dan D’Addario (2008) juga melaporkan peningkatan

insiden komplikasi maternal keseluruhan yaitu wanita dengan VBAC yang

gagal sebesar 17 persen dibandingkan dengan VBAC yang berhasil sebesar 3

persen.1

6) Resiko terhadap janin

Ruptur uterus dan komplikasi yang berkaitan dengannya jelas meningkat

pada percobaan persalinan. Tetapi beberapa ahli telah memperdebatkan

bahwa faktor-faktor ini hanya berperan minimal dalam keputusan untuk

mencoba VBAC karena resiko absolutnya rendah. Salah satu penelitian

terbesar dan paling komprehensif yang dirancang untuk menguji resiko akibat

VBAC dilakukan oleh Maternal-fetal medicine unit (MFMU) Network dan

dilaporkan oleh Landon (2004). Dalam penilitian prospektif yang dilakukan

pada 19 pusat medic akademik ini, prognosis dari hampir 18.000 wanita yang

12
menjalani percobaan persalinan dibandingkan dengan lebih 15.000 wanita

yang menjalani pelahiran Caesar berulang elektif.1

Namun sebaliknya, tidak terjadi ruptur uterus pada kelompok pelahiran

Caesar elektif. Hal ini yang perlu diperhatikan adalah angka lahir mati dan

hypoxic ischemic enchepalopathy lebih besar secara bermakna pada kelompok

percobaan persalinan.1

Dalam sebuah penelitian lain, Smith (2002) menganalisis prognosis pada

percobaan persalinan dibandingkan dengan prognosis pelahiran Caesar

berulang terencana pada hampir 25.000 wanita dengan riwayat pelahiran

Caesar. Resiko kematian perinatal akibat pelahiran adalah 1,3 per 1.000 di

antara 15.515 wanita yang menjalani VBAC. Meskipun resiko absolutnya juga

kecil, anga ini 11 kali lebih besar dibandingkan resiko kematian perinatal pada

9.014 wanita yang menjalani pelahiran Caesar berulang terencana. Secara

kolektif, data-data ini menunjukkan bahwa resiko absolute rupture uterus

akibat percobaan persalinan menyebabkan kematian atau cedera pada janin

yaitu sekitar 1 per 1.000.1

7) Pertimbangan intrapartum pada VBAC

 Infus intravena harus dipasang ketika persalinan telah dimulai

 Oksitosin bisa dipakai untuk mempercepat atau induksi partus, dan

dianjurkan monitoring ketat kontraksi rahim (khususnya dengan memakai

kateter intrauterine)

 Dianjurkan mempergunakan monitoring elektronik denyut jantung janin

 Ahli anestesiologi harus diberitahu

13
 Tidak ada keterangan untuk mendukung menggunaan cunam profilaksis

 Harapan yang sama dari kemajuan normal persalinan harus diterapkan

kepada pasien-pasien dengan bedah Caesar terdahulu.

 Eksplorasi rahim setelah plasenta lahit tidak penting, dan keuntungan

prognostic menilai keutuhan parut tidak menyakinkan.6

8) Induksi VBAC

Sebagian besar bukti menunjukkan bahwa setiap usaha untuk merangsang

pematangan serviks, menginduksi atau augmentasi persalinan meningkatkan

resiko terjadinya ruptur uterus pada wanita yang menjalani percobaan

persalinan. 1

 Oksitosin

Induksi atau augmentasi persalinan dengan oksitosin telah dihubungkan

dengan peningkatan angka kejadian ruptur uterus pada wanita yang menjalani

VBAC. Dalam penelitian MFMU Network yang dilaporkan oleh Landon

(2004) rupture uterus lebih sering terjadi pada wanita yang diinduksi

oksitosin 1,1 persen dibandingkan dengan wanita yang bersalin secara

spontan 0,4 persen. Di antara wanita dalam percobaan ini yang tidak pernah

melahirkan per vagina, resiko ruptur uterus yang disebabkan oleh induksi

oksitosin adalah 1,8 persen peningkatan resiko empat kali lipat dibandingkan

dengan persalinan spontan.1

Pada dosis infus maksimum 21 hingga 30 mU/menit, resiko terjadinya

ruptur uterus empat kali lipat lebih tinggi daripada wanita yang tidak diberi

oksitosin. Mereka menyimpulkan bahwa perbedaan dalam pemberian dosis

14
atau pola penggunaan oksitosin yang mengakibatkan ruptur uterus

sebenarnya tidak cukup untuk membuat protocol induksi yang lebih aman.1

 Prostaglandin

Sejumlah sediaan prostaglandin yang lazim digunakan untuk pematangan

serviks atau induksi persalinan masih belum jelas. Namun, penelitian yang

telah dipublikasikan menekankan kewaspadaan terhadap penggunaan

prostaglandin pada wanita. Pada umumnya, mereka juga memperlihatkan

peningkatan resiko terjadinya ruptur uterus, meskipun angkanya bervasiasi.

Ravasia (2000) membandingkan rupture uterus pada 172 wanita yang diberi

gel prostaglandin E, dengan 1.544 wanita dalam persalinan spontan. Angka

kejadian ruptur uterus lebih tinggi secara bermakna pada wanita yang diberi

gel prostaglandin E 2,9 persen dibandingkan dengan 0,9 persen pada wanita

dengan persalinan spontan.1

Berdasarkan hasil penelitian American collage of obstetricians and

gynecologists (2002,2004) melarang penggunaan analog prostaglandin untuk

pematangan serviks atau induksi persalinan pada wanita yang mencoba

VBAC. Namun harus diperhatikan bahwa penelitian lanjut yang di ulang pada

tahun-tahun tersebut tidak begitu buruk. Sebagai contoh, disebutkan dalam

penelitian MFMU Network sebelumnya. Landon (2004) melaporkan angka

ruptur uterus sebesar 1,4 persen saat prostaglandin digunakan dalam

kombinasi dengan oksitosin. Tetapi tidak terjadi ruptur dalam subgroup 227

wanita yang persalinannya diinduksi prostaglandin saja. Macones (2005)

melaporkan temuan yang sama. Mereka menemukan bahwa prostaglandin

15
intravaginal saja, kecuali misoprostol, tidak menyebabkam peningkatan resiko

ruptur uterus.1

Pemilihan wanita yang paling mungkin menjalani VBAC dengan berhasil,

juga menghindari penggunaan misoprostol, prostaglandin terus-menerus dan

oksitosin, tampaknya memberikan resiko terjadinya ruptur uterus yang paling

rendah.1

9) Skoring VBAC

Ada beberapa sistem penilaian yang untuk menilai parameter dari skor ini

telah diterima secara universal. Sistem penilaian FLAMM adalah salah satu

yang populer. Penilaian FLAMM memiliki kriteria berikut - usia pasien,

persalinan setelah dan sebelum operasi sesar, indikasi berulang caesar

sebelumnya, serviks dilatasi, dan penipisan serviks.

No Karakteristik Skor
1 Usia < 40 tahun 2
2 Riwayat persalinan pervaginal
-sebelum dan sesudah seksio sesarea 4
-persalinan pervaginal sesudah seksio sesarea 2
-persalinan pervaginal sebelum seksio sesara 1
-tidak ada 0
3 Alasan lain seksio sesarea terdahulu 1

4 Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di RS


2
Keadaan inpartu :
1
-75 %
0
-25-75 %
1
-<25 %
5 Dilatasi serviks >4 cm
(scoring menurut FLAMM)8

16
Dari hasil penelitian Flamm terhadap skor maka diperoleh hasil seperti tabel

dibawah ini :

Skor Angka keberhasilan (%)


0-2 42-49
3 59-60
4 64-67
5 77-79
6 88-89
7 93
8-10 95-99
total 74-75

Scoring berat panggul/lahir9

Diameter luar diagonal


Sacral (cm) konjugata (cm)
>19.5 >13.5 >18 12 6
18.5-19.5 12-13.5 15.5-18 11-12 5
18 11.5 15 10.5 4
17.5 11 14 10 3
17 10.5 13 9.5 2
16.5 10 12 9 1
Estimasi berat janin prenatal (g) Skor
2.500±250 4
3.000±250 3
3.500±250 2
4.000±250 1

Adapun skor VBAC modifikasi9,10 :

Faktor Skor
Usia Ibu <40 1
>40 0
Riwayat persalinan pervaginam Sebelum dan sesudah SC 4
Sesudah SC 2
Sebelum SC 1
Tidak 0
Berat panggul/skor kelahiran 10 4
9 2

17
8 1
Tidak lebih dari 7 0

Induksi persalinan Tidak 10


Iya 0
Skor Bishop 10-13 4
5-9 2
0-4 1
Tidak lebih dari 3 0
Berat badan bertambah <15 kg 2
15-20 kg 1
Lebih dari 20 kg 0
Indikasi sebelum pengiriman -letak sungsang,kembar, kehamilan 3
Secara primer hipertensi
-Plasenta previa, solusio plasenta, 2
Lahir premature,ketuban pecah dini
-gawat janin, cephalopelvic
Disproportion, kelainan tali pusat 1
TOTAL 31

10) Komplikasi VBAC

Ruptur uterus biasanya diklasifikasikan dengan komplet, bila semua

lapisan dinding uterus terpisah, atau inkomplet bila otot uterus terpisah tetapi

peritoneum visceral intak. Rupture inkomplet juga lazim disebut sebagai

dehisensi uterus. Seperti telah diketahui, angka morbiditas dan mortalitas lebih

tinggi jika rupturnya komplet. Faktor resiko terbesar untuk terjadinya rupture

uterus apapun adalah riwayat pelahiran Caesar.1

Sebelum terjadi syok hipovolemik, gejala dan temuan klinis pada wanita

yang mengalami ruptur uterus dapat terlihat aneh, kecuali bila kemungkinan

rupture selalu diingat. Sebagai contoh, hemoperitoneum dari uterus yang

rupture dapat menyebabkan iritasi diagfragmatik dengan nyeri yang menjalar

18
ke dada mengarahkan pada diagnosis emboli paru atau emboli cairan amnion,

bukan ruptur uterus. Tanda ruptur uterus yang paling sering adalah pola

denyut jantung janin yang tidak teratur dengan deselarasi denyut jantung

bervariasi yang dapat menjadi deselerasi lambat, bradikardi, dan kematian.1

Berlawanan dengan ajaran lama, sedikit wanita yang merasakan hilangnya

kontraksi setelah rupture uterus, dan penggunaan kateter tekanan intrauterine

tidak terbukti membantu dalam penegakan diagnosis. Pada beberapa wanita,

penampakan rupture uterus identik dengan solusio plasenta. Namun, pada

sebagian besar wanita,terdapat sedikit rasa nyeri atau nyeri tekan. Selain itu,

karena sebagian besar wanita diterapi dengan analgesia epidural atau narkotika

untuk mengatasi rasa tidak nyaman, rasa nyeri mungkin tidak terlalu nyata.1

Apabila bagian terendah janin telah memasuki panggul, hilangnya station

dapat dideteksi dengan pemeriksaan panggul. Jika sebagian atau seluruh tubuh

janin keluar dari uterus yang rupture, maka palpasi abdomen atau pemeriksaan

dalam dapat bermanfaat untuk mengidentifikasi bagian terendah janin, yang

telah berpindah, uterus yang berkontraksi kuat kadang dapat dirasakan

disebelah janin.1

Saat rupture, satu-satunya peluang kelangsungan hidup janin adalah

pelahiran segera paling sering dilakukan dengan laparatomi. Kalau tidak,

hipoksia akibat pemisahan plasenta dan hipovolemia pada ibu todak dapat

dihindari lagi. jika rupture diikuti dengan pemisahan plasenta total segera,

maka sangat sedikit janin intak yang dapat di selamatkan. Histerektomi dapat

dilakukan bila terjadi rupture komplet selama percobaan persalinan.1

19
MFMU Network meninjau isu mengenai peningkatan morbiditas dalam

suatu kohort 30.132 wanita yang pernah menjalani satu hingga enam pelahiran

Caesar berulang. Beberapa komplikasi yang lebih serius atau sering terjadi.

Selain itu, cedera pada usus dan kandung kemih, masuk ke unit perawatan

intensif atau terapi ventilator, waktu operasi dan rawat inap, serta mortalitas

ibu memperlihatkan tren peningkatan yang signifikan.1

Salah satu komplikasi yang mengkhawatirkan adalah meningkatnya resiko

plasenta previa secara bermakna dengan pertumbuhan kedalam parut pelahiran

Caesar sebelumnya. Pada beberapa kasus, perkreta dapat menginvasi kandung

kemih atau struktur lain yang berdekatan. Reseksi yang sulit akan

menyebabkan tingginnya resiko histerektomi, perdarahan massif dengan

transfuse, dan mortalitas ibu.1

Banyak ayat-ayat Al Qur'an dan hadits yang berkaitan tentang kesehatan.  Ini

dapat dijadikan referensi dalam menyampaikan tentang pentingnya kesadaran

akan kesehatan terutama ketika pertemuan antara dokter dan pasien muslim.

Dengan mengutip ayat-ayat Al Qur'an dan hadits cenderung membawa pengaruh

kuat pada perilaku mereka.

Dalam agama Islam, kehamilan merupakan salah satu bentuk kebesaran Allah

dan bukti bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Hal ini tercermin dalam

firman Allah di surat al-mukminun ayat 12-16 yang berbunyi,

20
“dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati

(berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang

disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan

segumpal darah, lalu segumpaldarah itu kami jadikan segumpal daging, dan

segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami

bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk)

lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.Kemudian, sesudah

itu, Sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian,

Sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.”

Selain dalam surat al mukminun di atas, dalam ayat lain di al Quran juga

disebutkan tentang proses penciptaan manusia, yaitu dalam surat al Mu’min ayat

67,

ْ ُ‫ب ثُ َّم ِم ْن ن‬
‫طفَ ٍة ثُ َّم ِم ْن َعلَقَ ٍة ثُ َّم ي ُْخ ِر ُج ُك ْم ِط ْفاًل ثُ َّم لِتَ ْبلُ ُغوا أَ ُش َّد ُك ْم ثُ َّم‬ ٍ ‫ه َُو الَّ ِذي َخلَقَ ُك ْم ِم ْن تُ َرا‬

َ‫لِتَ ُكونُوا{ ُشيُو ًخا َو ِم ْن ُك ْم َم ْن يُتَ َوفَّ ٰ{ى ِم ْن قَ ْب ُل َولِتَ ْبلُ ُغوا{ أَ َجاًل ُم َس ّمًى َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْعقِلُون‬

21
“Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah

itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkan-Nya kamu sebagai seorang anak,

kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa),

kemudian (dibiarkan hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan

sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang

ditentukan dan supaya kamu memahami(nya)”.

Dari dua ayat di atas saja, kita telah bisa memahami bahwa kehamilan

yang terjadi sebagai salah satu proses penciptaan manusia merupakan bentuk

kebesaran Allah yang telah sempurna mengaturnya. Allah telah menciptakan

wanita dengan mekanisme tubuh yang dipersiapkan untuk mampu mengandung

dan melahirkan bayi. Tidak berhenti di situ, Allah juga telah mengatur sedemikian

rupa proses kehamilan hingga terbentuk bayi yang sempurna dan siap dilahirkan

ke dunia11

22
BAB III

KESIMPULAN

Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) adalah proses melahirkan normal

pada ibu dengan riwayat persalinan Caesar. Syarat dilakukan VBAC adalah

satu kali riwayat persalinan caesar transversal rendah, pelvis adekuat, tidak

terdapat rupture uterus, dokter mudah dihubungi, tersedianya anestesi dan

sarana untuk SC emergensi.

Untuk dapat melakukan ”trial of labor” pada bekas seksio sesarea, harus

dapat dipenuhi beberapa kreteria sebagai berikut:

1. Perhatikan indikasi sesksio sesarea yang ada

2. Seksio sesarea dilakukan segera, bila indikasinya panggul sempit atau

kehamilan dengan kelainan letak, ketuban pecah dini, kepala tinggi, dan

RUI

3. Irisan seksio membujur (korpore) merupakan kontraindikasi “trial of

labor”

4. Observasi ketat dengan kemungkinan seksio sesarea dalam waktu 30

menit

5. Fetal distress dan nyeri bagian bawah merupakan indikasi penting untuk

segera melakukan seksio sesarea.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL,dkk. Obstetri Williams Ed. 23,
Vol. 1. Pendit BU, Setia R, editor. EGC: Jakarta, 2009. Hal 590- 600.
2. Manuaba Gde IB. Penuntun Kepanitraan Klinik Obstetri & Ginekologi
Ed. 2. EGC: Jakarta, 2000. Hal 123-4.
3. Yuniartika D, Hadisubroto Y, Rachmania S. Keberhasilan Vaginal Birth
After Caesarean-section (VBAC) Berdasarkan Riwayat Persalinan Di
RSD dr. Soebandi Kabupaten Jember. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian
Mahasiswa. 2016.
4. Manuaba Ida BG. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
Ginekologi dan KB cetakan I. Sari LA, editor. EGC: 2001. Hal 206
5. Surya Gede NH, Budiana NG. Karakteristik Persalinan Spontan
Pervaginam Pada Kehamilan Dengan Bekas Seksio Sesarea di RSUP
Sanglah Denpasar Periode Januari 2014-Desember 2014. E-Jurnal Medika,
Vol.8 No.2. Februari 2019. Hal 2.
6. Prawirohardjo Sarwono. Ilmu Kebidanan Ed. 4, Cetakan ketiga. Saifuddin
AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editor. PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo: Jakarta, 2010. Hal 618.
7. Rayburn WF, Carey C. Obstetri & ginekologi cetakan I. Chalik TMA,
Saputra Virgi, editor. Penerbit Widya Medika: Jakarta, 2001. Hal 177.
8. Patel RM, Kansara V, Anand N. Impact of FLAMM scoring on cesarean
section rate in previous one lower segment cesarean section patient.
International journal of reproduction, contraception, obstetrics and
gynecology Vol. 5. India: November. 2016. P 3821.
9. Xing YP, Qi XY, Yang FZ. Devolepment of modified score system as
prediction model for successful vaginal birth after cesarean delivery. Clin
Transi Sci. China: 2019. P 55-6.

24
10. Ting H, Wu Chia. Vaginal Birth After Cesarean Section- The world Trend
and Local Experience in Taiwan. Taiwanese Journal of Obstetrics&
gynecology. Taiwan: 2017. P 42
11. Juabdin S, Manusia dalam perspektif agama islam, al-Tadzkiyyah jurnal
pendidikan islam Vol. 7, Mei 2016.

25

Anda mungkin juga menyukai