Anda di halaman 1dari 12

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Budidaya ikan di perairan tawar merupakan salah satu upaya untuk

meningkatkan produksi perikanan melalui perluasan lahan dengan memanfaatkan

sumber daya alam yang melimpah. Perairan tawar di Indonesia yang sangat luas

dan potensial tentunya menambah kelimpahan serta pengembangan budidaya

perikanan. Peningkatan produksi perikanan memerlukan pengembanga sumber

daya secara optiman denga tidak adanya pemborosan lahan untuk pembuatan

tambak atau kolam. Kegiatan budidaya yang efektif tentu tidak lepas dari

manajemen atau pengelolaan yang baik dan terstruktur dengan rapi. Hal ini

didasarkan karena manajemen menentukan keberhasilan atau tidaknya kegiatan

budidaya.

Tambak adalah badan air yang berukuran 1 m2 hingga 2 ha yang bersifat

permanen atau musiman yang terbentuk secara alami atau buatan manusia.

Tambak atau kolam cenderung berada pada lahan dengan lapisan tanah yang

kurang porus. Istilah kolam biasanya digunakan untuk tambak yang terdapat di

daratan dengan air tawar, fungsi tambak bagi ekosistem perairan adalah

terjadinya pengkayaan jenis biota air. Bertambahnya jenis biota tersebut berasal

dari pengenalan biota-biota yang dibudidayakan. 

Jenis-jenis tambak yang ada di Indonesia meliputi: tambak intensif,

tambak semi intensif, tambak tradisional dan tambak organik. Perbedaan dari

ketiga jenis tambak tersebut terdapat pada teknik pengelolaan mulai dari padat

penebaran, pola pemberiaan pakan, serta sistem pengelolaan air dan lingkungan.
2

Hewan yang dibudidayakan dalam tambak adalah hewan air, terutama ikan,

udang, serta kerang (Syamsunarno dan Sunarno, 2016).

Produktivitas lahan tambak merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi

dalam kegiatan akuakultur yang mempengaruhi kesuksesan dan keberlanjutannya,

sehingga itu diperlukan kajian kualitas lahan tambak yang meliputi aspek lahan,

air, manajemen budidaya, tingkat penguasaan teknologi dan sosial ekonomi

pembudidaya (Bahri dkk., 2013).

Berdasarkan urairan di atas maka perlu dilakukan praktikum manajemen

akuakultur tawar mengenai tehnik dan metode pembuatan tambak yang baik untuk

budidaya ikan air tawar.

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan praktikum ini untuk mengetahui tehnik dan metode dalam

pembuatan tambak serta dapat mendesain tambak yang baik untuk budidaya ikan

air tawar.

Manfaat praktikum ini yaitu sebagai bahan masukan untuk menambah

ilmu pengetahuan serta wawasan tentang teknik dan metode dalam pembuatan

tambak serta dapat mendesain tambak yang baik untuk budidaya ikan air tawar.
3

II. METODE PRAKTIKUM LAPANG

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada Hari Minggu, 9 Desember 2018, pada

pukul 08.00 WITA-selesai bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Unit

Labolatorium Pengujian, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu

Oleo. Kendari.

B. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum lapang ini dapat

dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan


No AlatdanBahan Satuan Kegunaan
1 Alat
- Meter - Menyimpan alat
- Tali rapia - Menimbang sampel
- Skop - Mengamati sampel
- Patiba - Wadah sampel
- Parang - Mengambil organ sampel
- - Membedah sampel
- Mistar Cm Mengukur panjang sampel
- Hand cuter - Menghitung telur ikan
- Kater - Memotong sampel
- Pipet tetes - Mengambil larutan
- Kertas label - Menandai sampel
- Plastik sampel - Wadah pengamatan
- Alat tulis - Menulis data
- Alat dokumentasi - Dokumentasi
- Wadah sampel - Menyimpan sampel
2 Bahan
- Ikan Layang (D. ruselli) - Sampel
- Sunlight - Membersihkan alat

C. Prosedur Kerja
4

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi

Gambar 1. Gambaran U mum Lokasi

B. Pebahasan

Berdasarkan praktikum yang dilaksanakan, sampel ikan yang digunakan

sebanyak 497 ekor dimana ikan jantan sebanyak 668 ekor dan ikan betina

sebanayak 229 ekor. Pengamatan hubungan panjang dan berat tubuh ikan ikan

Layang (Decapterus ruselli), memiliki ukuran yang berbeda-beda antara ikan


5

yang satu dengan ikan yang lainnya baik itu ikan jantan maupun ikan betina.

Adapun ikan jantan yang terpanjang yaitu 280 mm, dengan beratnya yaitu 74

gram, sedangkan ukuran yang terpendek yaitu 160 mm, dengan beratnya yaitu 79

gram. Pada ikan betina yang terpanjang yaitu 240 mm, dengan beratnya yaitu 100

gram, sedangkan ukuran yang terpendek yaitu 105 mm, dengan beratnya yaitu 2,1

gram. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suruwaky & Gunaisah (2013) bahwa,

pertumbuhan adalah pertambahan panjang dan berat dalam suatu waktu pada

organisme, karena dengan melakukan pengukuran panjang dan berat kita dapat

mengetahui keadaan dari pada pertumbuhannya.

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum pengukuran hubungan

panjang berat ikan jantan dan betina, berdasarkan hasil analisis pada ikan layang

(D. ruselli) jantan nilai b diperoleh sebesar 1,448 (b<3) dimana menunjukan

pertumbuhan pada ikan jantan bersifat alometrik negatif atau pertumbuhan pada

ikan jantan didominasi dengan pertambahan panjang dan Nilai a yaitu 1,551 dan

nilai uji t hitung yaitu 2,759, sedangkan pada hasil analisis ikan betina diperoleh

nilai b sebesar 4,239 (b>3) dimana pada ikan betina menunjukkan pertumbuhan

dominan pertambahan berat atau biasa disebut alometrik positif, nilai a yaitu

7,620 dan nilai uji t yaitu 2,527. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syahrir (2012),

yang menyatakan bahwa Pertumbuhan alometrik negatif ditemui pada hewan uji,

dengan nilai (b < 3) artinya, pertumbuhan ikan cenderung pertumbuhan bobotnya

lebih lambat dibandingkan pertumbuhan panjang.

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan mengenai fekunditas

bahwa fekunditas yang dihitung adalah jumlah telur yang berada pada ovari ikan

yang ada didalam gonadnya dimana berbentuk butiran-butiran telur yang padat
6

dan banyak, berwarna kuning dan memiliki dua kantong. Hal Ini sesuai dengan

pernyataan Heriyanto (2011) bahwa, fekunditas adalah jumlah telur yang terdapat

pada ovari ikan betina yang telah matang gonad dan siap untuk dikeluarkan pada

waktu memijah.

Pada saat praktikum dapat dilihat bahwa ukuran bentuk telur berbeda dari

ujung, tengah dan bawah jadi untuk menghitung jumlah telur dalam 1 cc

digunakan cara perhitungan tiga kali yaitu dihitung dahulu ujung (anterior),

setelah itu tengahnya (medium) lalu bagian belakang (posterior) dari semua telur

tersebut dan dirata-ratakan untuk memperoleh hasil perhitungan yang pas. Hal ini

sesuai dengan Wahyuningsih dan Barus (2006) bahwa, jumlah telur yang terdapat

dalam ovarium ikan dinamakan fekunditas individu. Dalam hal ini ia

memperhitungkan telur yang ukurannya berlain-lainan. Oleh karena itu dalam

memperhitungkannya harus diikut sertakan semua ukuran telur dan masing-

masing harus mendapatkan kesempatan yang sama. Bila ada telur yang jelas

kelihatan ukurannya berlainan dalam daerah yang berlainan dengan perlakuan

yang sama harus dihitung terpisah.

Dimana fekunditas tertinggi sebesar 29832,308 dengan berat gonad 4,49

gram, sedangkan fekunditas terendah sebesar 206,500 dengan berat gonad 1,22

gram, hasil perhitungan fekunditas mutlak diperoleh jumlah telur yang bervariasi

menurut panjang total ikan, berat tubuh, dan berat gonad. Ikan dengan ukuranyang

sama belum tentu memiliki fekunditas yang sama pula. Hal ini diduga disebabkan

faktor ikan dalam pegambilan makanannya yang berbeda, juga karena faktor lain,

yang mana setiap individu meskipun satu spesies dan memiliki ukuran yang sama

pun akan memiliki fekunditas yang berbeda serta bervariasi jumlahnya. Hal ini
7

sesuai dengan pernyataan Zahid dan Charles (2009) bahwa, fekunditas juga di

tentukan oleh faktor ukuran tubuh ikan yang mana semakin besar ikan tersebut

semakin banyak pula jumlah telur yang matang serta tinggi fekunditasnya.

Berdasarkan praktikum yang telah lakukan mengenai indeks kematangan

gonad yang dilakukan terhadap 497 sampel ikan ikan Layang (Decapterus ruselli)

diketahui IKG (Indeks Kematangan Gonad) pada ikan jantan yang tertinggi

sebesar 83,48% dapat dikatakan ikan tersebut matang gonad dan sudah siap

memijah, pada ikan betina yang tertinggi sebesar 101,67% maka dapat dikatakan

ikan tersebut siap memijah. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh

Solong dan Lomonda, (2009) yang menyatakan ikan dikatakan matang gonad dan

siap memijah bilamana IKG > 19%. Dan indeks tersebut semakin bertambah

besar dan nilai tersebut akan mencapai batas kisar maksimum pada saat akan

terjadi pemijahan. Sedangkan ikan lainnya pada umumnya < 8% dan dapat

dikatakan belum siap memijah.

Berdasarkan prakrikum yang telah dilakukan mengenai tingkat

kematangan gonad yakni tahap-tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan

sesudah ikan memijah. Komposisi tingkat kematangan gonad pada setiap saat

dapat digunakan untuk menduga waktu pemijahan pada ikan. Berdasarkan hasil

analisis pada praktikum pengukuran tingkat kematangan gonad pada ikan jantan

pada ikan Layang (D. ruselli), penentuan TKG ditentukan secara morfologi

berdasarkan bentuk, warna, ukuran, bobot gonad, dan perkembangan isi gonad.

diperoleh hasil yang beragam dimana pada TKG I diperoleh sebanyak 82 ekor

dengan frekuensi 30,579 %, TKG II sebanyak 125 ekor dengan frekuensi 46,641

%, TKG III sebanyak 45 ekor dengan frekuensi 16,791 %, TKG IV sebanyak 15


8

ekor denfan frekuensi 5,597 %, dan TKG V sebanyak 1 dengan frekuensi 0,373

%. Berdasarlkan hasil yang di peroleh dapat di lihat pada ikan jantan di dominasi

TKG I dan II. Sedangkan pada hasil pegamatan dan analisis TKG pada ikan betina

pada TKG I sebanyak 45 ekor dengan frekuensi 19,650 %, TKG II sebanyak 71

ekor dengan frekuensi 31,004%, TKG III sebanyak 63 ekor dengan frekuensi

27,510%, TKG IV sebanyak 49 ekor dengan frekuensi 21,397% dan TKG V

sebenyak 1 ekor dengan frekuensi 0,436%. Berdasarkan hasil analisis

menunjukkan TKG II dan TKG III sangat dominan pada ikan betina. Dimana

Tingkat Kematangan gonad dapat dipengaruhi oleh faktor dalan seperti umur,

spesies, ukuran serta sifat fisiologis ikan dan faktor luar yaitu suhu,arus dan

makanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ongkers et al., (2016) bahwa,

Pengamatan untuk menentukan jenis kelamin dilakukan dengan cara memencet

perut ikan secara perlahan lahan dan kemudian mengamati cairan yang keluar.

Ikan berkelamin jantan ditandai dengan keluarnya cairan berwarna putih,

sedangkan kelamin ketina cairannya berwarna orange. Tingkat kematangan

gonad (TKG) dilakukan secara morfologi dengan mengamati warna, bentuk dan

ukuran gonad

Berdasarkan hasil pengamatan pada lambung ikan layang (D. ruselli)

setelah diidentifikasi ikan layang temasuk hewan pemakan karnivora dimana

makanan yang terdapat dalam lambung ikan berupa sisik. Ikan layang merupakan

pemakan ikan-ikan yang memiliki ukuran yang lebih kecil dari ukuran tubuhnya.

Hal ini sesuai dengam pernyataan Abdullah (2016) bahwa, Terjadinya perubahan

kebisaan makan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan makanan. terlihat bahwa

ikan layang jantan dan betina memiliki makanan utama yang berbeda. Namun,
9

secara keseluruhan organisme yang dimakan ikan layang baik jantan maupun

betina sama. sebagian besar makanan utama ikan layang adalah ikan-ikan kecil.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat ditarik kesimpulkan

sebagai berikut :
10

1. Pengukuran Panjang Berat ikan Layang (D. ruselli) pada ikan jantan

termasuk ikan yang pertumbuhan panjangnya lebih besar di bandingkan

pertambahan bobot tubuhnya (alometrik negatif) sedangkan pada ikan

betina sebaliknya.

2. Nilai fekunditas pada sampel pertama merupakan nilai fekunditas

tertinggi di bandingkan yang lainnya.

3. Indeks kematangan gonad ikan layang (D. ruselli) jantan lebih kecil

dibangdingkan dengan ikan layang (D. ruselli) betina karena dipengaruhi

ukuran gonad betina yang memiliki ukuran dan bobot yang lebih besar

dibandingkan gonad ikan jantan.

4. Tingkat kematangan gonad pada ikan Layng (D. ruselli) rata-rata terdapat

pada TKG I dan TKG II untuk ikan betina sedangkan pada jantan TKG III

dan TKG IV.

5. Ikan layang (D. ruselli) temasuk hewan karnivora pemakan ikan-ikan

yang memiliki ukuran yang lebih kecil dari ukuran tubuhnya.

B. Saran

Saran saya untuk praktikum kali ini adalah diharapkan dalam praktikum,

praktikan mengikuti arahan asisten dan mengerjakan praktikum sesuai dengan

penuntun yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. M. 2016. Biologi Reproduksi Ikan Layang (Decapterus Russelli


Ruppell, 1830) Di Perairan Selat Sunda. Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Ambar, P. 2006. Analisis Tampilan Biologis Ikan Layang (Decapterus Spp) Hasil
Tangkapan Purse Seine yang didaratkan di Ppn Pekalongan. Tesis
11

Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya Pantai. Universitas


Diponegoro Semarang. 91 hal.
Biantoro, R. 2014. Hubungan Berat–Panjang Beberapa Jenis Ikan Pantai Timur
Pananjung Pangandaran. Majalah Biam. 10 (2): 68-75.
Dahlan, M.A., Omar, S.B.A., Tresnati1, J., Nur, M. 2015. Several Aspects of Scad
(Decapterus macrosoma BLEEKER, 1841) Reproduction Cought by Lift
Net in Barru Coastal Waters, South Sulawesi. Jurnal IPTEKS PSP.2 (3):
218-227
Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama Yogyakarta.
163 hal.

Fadilla, M, Ariyana, & Tajuddah, M. 2016. Beberapa Aspek Biologi Reproduksi


Ikan Layang (Decapterus Macarellus) Hasil Tangkapan Purse Seine Yang
Didaratkan Di Pelabuhan Samudera Kendari. Jurnal Manajemen Sumber
Daya Perairan. 1 (4) : 343-353
Heriyanto, T. 2010. Fekunditas dan Diameter Telur. Diakses
pada http://scribd.com [22 Desember 2018]

Kimura, S. 2013. The Red-Fin Decapterue Group (Perciformes Carangidae) With


The Description Of A New Species, Decapterus Smith Vanizi. 60 (4): 363-
379
Mamuaja, C.F. & Aida, Y. 2014. Karakteristik Gizi Abon Jantung Pisang (Musa
p.)Dengan Penambahan Ikan Layang (Decapterus sp). Jurnal Ilmu Dan
Teknologi Pangan. 2 (2) : 98-100
Omar, S.B.A., Dahlan, A.M., Umar, M.T., Damayanti., Fitrawati dan Kune., S.
2013. Pertumbuhan Ikan Layang (Decapterus Macrosoma Bleeker, 1851)
di Perairan Selat Makassar dan Teluk Bone, Sulawesi Selatan. Seminar
Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan. Universitas
Muhammadiyah, Makassar. 11 hal.
Ongkers, O.T.S., Boer, M., Muchsin, I., Sukimin, S., & Praptodikaryo, K. 2009.
Sebaran Spasio-Temporal Ikan yang Tertangkap dengan Jaring Pantai di
Perairan Teluk Ambon Bagian Dalam. Jurnal Iktiologi Indonesia. 9 (2):
139-151.

Safruddin. 2013. Distribusi Ikan Layang (Decapterus sp.) Hubungannya Dengan


Kondisi Oseanografi Di Perairan Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan.
Jurnal Ilmu Kelautan Dan Perikanan. 23 (3) : 150-156
Solang, M. & Lamondo, D. 2009. Peningkatan Pertumbuhan dan Indeks
Kematangan Gonad Ikan Nila (Orechromis niloticus L.) Melalui
Pemotongan Sirip Ekor. Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan).
Vol. 19 (3): 143-149.
12

Solong Margaretha dan Lamonda Djuana. 2009. Peningkatan Pertumbuhan dan


Indeks Kematangan Gonad Ikan Nila (Oreochromis niloticus I.) Melalui
Pemotongan Sirip Ekor. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. 19 (3): 143-
149.
Suruwaky A,M dan Gunaisah E. 2013. Identifikasi Tingkat Eksploitasi Sumber
Daya Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Tinjau dari
Hubungan Panjang Berat. Jurnal Akuatika. IV(2):131-140.

Syamsu Alam Ali, M. Natsir Nessa, Iqbal Djawad,Sharifuddin Bin Andy


Omardan Azikin Djamali. 2005. Hubungan Antara kematangan Gonad
Ikan Terbang (Hirundichythys Oxycephalus) Dengan Beberapa Parameter
Lingkungan di Laut Flores, Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan dan
Perikanan Torani. 6 (15):403-410.
Wahyuningsih, H. & T, A. Barus, 2006. Ikhtiologi. USU. Medan
Zahid, A. dan Charles P. H. Simanjuntak. 2009. Biologi reproduksi dan factor
kondisi ikan Ilat-ilat (cynoglossus bilineatus lac 1802) (pisces:
cynoglossidae) di pantai mayangan Jawa Barat. Jurnal-iktiologi Indonesia.
9(1): 85-89.

Anda mungkin juga menyukai