DISUSUN OLEH:
b. Faktor Risiko
Faktor resiko ada yang dapat dimodifikasi ada yang tidak dapat
dimodifikasi
1) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
a) Merokok
Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek
langsung pada dinding arteri, karbon monoksida menyebabkan
hipoksia arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin
yang menimbulkan reaksitrombosit, glikoprotein tembakau dapat
menimbulkan reaksi hipersensitifitas dinding arteri.
b) Hiperlipoproteinemia
DM, obesitas dan hiperlipoproteinemia behubungan dengan
pengendapan lemak.
c) Hiperkolesterolemia
Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan
penebalan dinding pembuluh darah arteri, sehingga lumen dari
pembuluh darah tersebut menyempit dan proses ini disebut
aterosklerosis.
d) Hipertensi
Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk
jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau
pembesaran ventrikel kiri (faktormiokard). Serta tekanan darah
yang tinggi menimbulkan trauma langsung terhadap dinding
pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan
terjadinya aterosklerosis koroner (factor koroner).
e) Diabetes mellitus
Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai
predisposisi penyakit pembuluh darah.
f) Obesitas dan sindrom metabolic
Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada laki
laki dan > 21 % pada perempuan. Obesitas juga dapat
meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol. Resiko PJK
akan jelas meningkat bila BB mulai melebihi 20% dari BB ideal.
a) Inaktifitas fisik
b) Perubahan keadaan sosial dan stress
Penelitian Supargo dkk (1981-1985) di FKUI menunjukkan
orang yang stress satu setengah kali lebih besar mendapatkan
resiko PJK. Stress disamping dapat menaikkan tekanan darah
juga dapat meningkatkan kadar kolesterol darah.
g) Kelenjar tiroid yang kurang aktif.
Hipotiroid / hiposekresi terjadi bila kelenjar tiroid kurang
mengeluarkan sekret pada waktu bayi, sehingga menyebabkan
kretinisme atau terhambatnya pertumbuhan tubuh.Pada orang
dewasa mengakibatkan mixodema, proses metabolik mundur dan
terdapat kecenderungan untuk bertambah berat dan gerakan
lamban.
4. Patofisiologi PJK
Patofisiologi dari PJK dimulai dari adanya aterosklerosis atau
pengerasan arteri dari penimbunan endapan lipid, trombosit, neutrofil,
monosit dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel
endotel) sampai akhirnya ke tunika medika (lapisan otot polos).Arteri yang
paling sering terkena adalah arteri koronaria (Potter & Perry, 2010). Kondisi
ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel atau dari stimulus lain, cedera
pada sel endotel meningkatkan permeabelitas terhadap berbagai komponen
plasma, termasuk asam lemak dan triglesirida. Kolesterol dan lemak plasma
mendapat akses ke tunika intima karena permeabilitas lapisan endotel
meningkat, pada tahap indikasi dini kerusakan teradapat lapisan lemak
diarteri. Patofisiologi nyeri dada yang bersifat akut berawal dari
ketidakseimbangan suplai oksigen dan nutrisi ke bagian miokard jantung
berkurang yang menyebabkan terjadinya metabolisme secara anaerob yang
menghasilkan asam laktat sehingga terjadi nyeri serta fatique pada penderita
penyakit jantung koroner (Padila, 2013). Proses pembentukan energi ini
sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat sehinga
menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri dada yang berkaitan
dengan angina pektoris. Ketika kekurangan oksigen pada jantung dan sel-sel
otot jantung berkepanjangan dan iskemia miokard yang tidak tertasi maka
terjadilah kematian otot jantung yang dikenal sebagai miokard infark (Potter
& Perry, 2010).
Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat
sementara dan reversible. Manifestasi hemodinamika yang sering terjadi
adalah peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul
nyeri dada yang bersifat akut. Ini merupakan respon kompensasi simpatis
terhadap berkurangnya fungsi miokardium.
Angina pektoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia
miokardium, angina sering dipicu oleh aktifitas yang meningkatkan kebutuhan
miokardium akan oksigen, seperti latihan fisik dan hilang selama beberapa
menit dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin. Iskemia yang berlangsung
lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel
dan kematian otot atau nekrosis inilah yang disebut infark. Secara fungsional
infark miokardium akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti daya
kembang dinding ventrikel, pengurangan curah sekuncup, pengurangan fraksi
ejeksi, peningkatan volume akhir diastolik ventrikel kiri (Price, 2006).
Pelepasan neurotransmitter eksitatori seperti prostaglandin, bradikinin,
kalium, histamin, dan substansi P akibat menurunya pH jantung dan
kerusakan sel. Subtansi yang peka terhadap nyeri terdapat pada serabut nyeri
di cairan ekstraseluler, menyebarkan “pesan” adanya nyeri dan menyebabkan
inflamasi (Potter & Perry, 2010).
Serabut nyeri memasuki medulla spinalis melalui tulang belakang
melewati beberapa rute hingga berakhir di gray matter (lapisan abu-abu)
medulla spinalis.Setelah impuls-impuls nyeri berjalan melintasi medulla
spinalis, thalamus menstransmisikan informasi ke pusat yang lebih tinggi di
otak, sistem limbik; korteks 13 somatosensori; dan gabungan korteks. Ketika
stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak mengintepretasikan
kualitas nyeri dan merespon informasi dari pengalaman yang telah lalu,
pengetahuan, serta faktor budaya yang berhubungan dengan persepsi nyeri.
Sesaat setelah otak menerima adanya stimulus nyeri, terjadi pelepasan
neurotransmitter inhibitor seperti opiud endonegeus (endorphin dan
enkefalin), serotonin (5HT), norepinefrin, dan asam aminobutirik gamma
(GABA) yang bekerja untuk menghambat transmisi nyeri dan membantu
menciptakan efek analgesik (Potter & Perry, 2010).
5. Pathway
6. Tanda dan Gejala Klinis
Gejala PJK:
2) Nyeri dada , Sakit dada kiri (angina) dan nyeri terasa berasal dari
dalam. Nyeri dada yang dirasakan pasien juga bermacam-macam
seperti ditusuk-tusuk, terbakar, tertimpa benda berat, disayat, panas.
Nyeri dada dirasakan di dada kiri disertai penjalaran ke lengan kiri,
nyeri di ulu hati, dada kanan, nyeri dada yang menembus hingga
punggung, bahkan ke rahang dan leher.
4) Keringat dingin
1) Sakit nyeri terutama di dada sebelah kiri tulang bagian atas dan
tengah sampai ke telapak tangan. Terjadinya sewaktu dalam
keadaan tenang
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG : menunjukkan adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dari
iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri
dan gelombang Q yang mencerminkan adanya nikrosis. Enzim dan
isoenzim pada jantung: CPR-MB meningkat dalam 4-12 jam dan
mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan
mencapai puncak pada 36 jam. Elektrolit: ketidak seimbangan yang
memungkinkan terjadinya konduksi jantung dan kontraktilitas jantung.
b. Enzim jantung dan iso enzim : CPK-MB (isoenzim yang ditemukan pada
otot jantung), meningkat dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48
jam . LDH meningkat dalam 12-24 jam, memuncak dalam 24-48 jam, dan
memakan waktu lama untuk kembali normal.
c. Elektrolit : Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan dapat
mempengaruhi kontraktilitas, contoh, hipokalemia/ hiperkalemia.
d. Sel darah putih : Leukosit (10.000-20.000). biasanya tampak pada hari
kedua setelah IM sehubungan dengan proses inflamasi.
e. Kecepatan sedimentasi : meningkat pada hari kedua – ketiga setelah IM
menunjukan inflamasi.
f. Kimia : mungkin normal tergantung abnormalitas fungsi/perfusi organ
akut/kronis.
g. GDA/Oksimetri nadi : dapat menunjukan hipoksia atau proses penyakit
paru akut/kronis.
h. Kolesterol/trregliserida serum : meningkat, menunjukan arteriosklesis
sebagai penyebab IM.
i. Foto dada : mungkin normal atau menunjukan pembesaran jantung
diduga GJK atau aneurisme ventrikuler
j. Ekokardiogram : mungkin dilakukan untuk menetukan dimensi serambi,
gerakan katup/ dinding ventrikuler, dan konfigurasi/fungsi katup.
k. Pencitraan darah jantung : Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus
dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).
l. Angiografi koroner : Menggambarkan penyempitan/penyumbatan arteri
koroner dan biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan
serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak
selalu dilakukan pada fase akut IM kecuali mendekati bedah jantung
angioplasti.
m. Digital Substraction Angiography (DSA) : tekhnik yang digunakan untuk
menggambarkan status penanaman arteri dan untuk mendeteksi penyakit
arteri perifer.
n. Nuclear Magnetic Resonance (NMR) : memungkinkan visualisasi aliran
darah, serambi jantung/katup ventrikel, katup, lesi veskuler, pembentukan
plak, are nekrosis/infark, dan bekuan darah.
o. Tes stress olahraga : menetukan respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
(sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase
penyembuhan).
8. Penatalaksanaan Medis
a. Rawat di ruangan intensif (ICU/ICCU)
b. Tirah baring
c. Terapi oksigen (4 lpm)
d. IV line (NaCl/ RL)
e. Diet
1) Puasa 8 jam pertama pada saat serangan
2) Makan cair 24 jam, dilanjutkan makan lunak
f. Monitoring EKG
g. Obat-obatan (Analgetic, Sedatif, Antiplatelet, Beta Adrenergic Bloking
Agent, Laxatif)
h. Terapi trombolitik
i. PTCA (Percutaneus Transluminal Coronary Angioplasty)
j. CABG (Coronary Artery Bypass Graft Surgery)
k. Program rehabilitasi
l. Pendidikan kesehatan
2. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan
frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup
2. Perfusi jaringan tidak efektif b/d menurunnya curah jantung, hipoksemia
jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli
3. Ketidakefektifan pola napas b/d keletihan otot pernapasan, nyeri
4. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan
dan natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi
pulmonal
5. Cemas b/d penyakit kritis, takut kematian atau kecacatan, perubahan
peran dalam lingkungan social atau ketidakmampuan yang permanen.
6. Intoleransi aktivitas b/d curah jantung yang rendah, ketidakmampuan
memenuhi metabolisme otot rangka, kongesti pulmonal yang
menimbulkan hipoksinia, dyspneu dan status nutrisi yang buruk selama
sakit
7. Kurang pengetahuan b/d keterbatasan pengetahuan penyakitnya, tindakan
yang dilakukan, obat obatan yang diberikan, komplikasi yang mungkin
muncul dan perubahan gaya hidup
8. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan
jantung atau sumbatan pada arteri koronaria.
3. Intervensi Keperawatan
Kriteria :
Rencana Tindakan :
2. Nyeri akut
Tujuan :
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam.
Kriteria :
Rencana tindakan :
Kriteria :
Perencanaan tindakan :
Tujuan :
Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O 2 < 80 mmHg, pa Co2 >
45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg ) setelah dilakukan tindakan keperawtan
selama di RS.
Kriteria hasil :
Tidak sesak nafas, tidak gelisah, GDA dala batas Normal ( pa O 2 < 80
mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg )
Tindakan :
Tujuan :
Rencana tindakan :
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang kondisi penyakitnya menguat setelah diberi
pendidikan kesehatan selam di RS
Kriteria :
5. Evaluasi
Tahap akhir dari proses keperawatan, pada tahap ini kita melakukan
evaluasi atau menilai sejauh mana keberhasilan tindakan yang telah diberikan
kepada klien.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito J.L. (1998.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8 EGC. Jakarta.
Hudack & Galo. (1996). Perawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI, volume I
EGC. Jakarta.