Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT JANTUNG KORONER

DISUSUN OLEH:

RISMA DWI LESTARI


P07120317065

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN MATARAM

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


LAPORAN PENDAHULUAN
PENYAKIT JANTUNG KORONER

A. KONSEP DASAR PENYAKIT JANTUNG KORONER


1. Pengertian Penyakit Jantung Koroner
Penyakit Jantung Koroner adalah salah satu akibat utama
arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah nadi) yang dikenal sebagai
atherosklerosis. Pada keadaan ini pembuluh darah nadi menyempit karena
terjadi endapan-endapan lemak (atheroma dan plaques) pada dindingnya.
Penyakit Jantung Koroner (PJK) ialah penyakit jantung yang terutama
disebabkan karena penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis
atau spasme atau kombinasi keduanya.
Pembuluh darah koroner merupakan penyalur aliran darah (membawa
02 dan makanan yang dibutuhkan miokard agar dapat berfungsi dengan baik).
Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien mendapat
serangan sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada
yang seringkali menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu
aktifitas dan segera hilang bila aktifitas berhenti.
Infark miokard akut terjadi ketika iskemia miokard, yang biasanya
timbul sebagai akibat penyakit aterosklerosis arteri koroner, cukup untuk
menghasilkan nekrosis inversibel otot jantung.

2. Klasifikasi PJK (Penyakit Jantung Koroner)


Penyakit jantung koroner dapat terdiri dari:
a. Angina pektoris stabil (APS)
Sindroma klinik yang ditandai dengan rasa tidak enak di dada, rahang,
bahu, punggung ataupun lengan, yang biasanya oleh kerja fisik atau
stres emosional dan keluhan ini dapat berkurang bila istirahat atau
dengan obat nitrogliserin.
b. Sindroma Koroner Akut (SKA)
Sindroma klinik yang mempunyai dasar patofisiologi, yaitu berupa
adanya erosi, fisur atau robeknya plak arterosklerosis sehingga
menyebabkan trombosis intravaskular yang menimbulkan
ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.
Yang termasuk SKA adalah :
a) Angina pektoris tidak stabil (UAP, unstable angina pectoris), yaitu:
1) Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana
angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3
kali per hari.
2) Pasien dengan angina yang bertambah berat, sebelumnya
angina stabil, lalu serangan angina muncul lebih sering dan
lebih lama (>20 menit), dan lebih sakit dadanya, sedangkan
faktor presipitasi makin ringan
3) Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat
Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC)
dan American Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil
dan infark tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) ialah iskemi yang
timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada
miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat
diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan
iskemi sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan
ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemi, seperti adanya depresi
segmen ST ataupun elevasi sebentar atau adannya gelombang T yang
negatif.
b) Infark miokard akut (IMA), yaitu
Nyeri angina yang umunya lebih berat dan lebih lama (30 menit atau
lebih). IMA bisa berupa Non ST elevasi infark miokard (NSTEMI)
dan ST elevasi miokard infark (STEMI).

3. Etiologi dan Faktor Risiko


a. Etiologi
Penyakit jantung koroner dapat disebabkan oleh beberapa hal :
1) Penyempitan (stenosis) dan penciutan (spasme) arteri koronaria,
tetapi penyempitan bertahap akan memungkinkan berkembangnya
kolateral yang cukup sebagai pengganti.
2) Aterosklerosis, menyebabkan sekitar 98% kasus PJK.
3) Penyempitan arteri koronaria pada sifilis, aortitis takayasu, berbagai
jenis arteritis yang mengenai arteri coronaria, dll.

b. Faktor Risiko

Faktor resiko ada yang dapat dimodifikasi ada yang tidak dapat
dimodifikasi
1) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
a) Merokok
Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek
langsung pada dinding arteri, karbon monoksida menyebabkan
hipoksia arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin
yang menimbulkan reaksitrombosit, glikoprotein tembakau dapat
menimbulkan reaksi hipersensitifitas dinding arteri.
b) Hiperlipoproteinemia
DM, obesitas dan hiperlipoproteinemia behubungan dengan
pengendapan lemak.
c) Hiperkolesterolemia
Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan
penebalan dinding pembuluh darah arteri, sehingga lumen dari
pembuluh darah tersebut menyempit dan proses ini disebut
aterosklerosis.

d) Hipertensi
Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk
jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau
pembesaran ventrikel kiri (faktormiokard). Serta tekanan darah
yang tinggi menimbulkan trauma langsung terhadap dinding
pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan
terjadinya aterosklerosis koroner (factor koroner).
e) Diabetes mellitus
Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai
predisposisi penyakit pembuluh darah.
f) Obesitas dan sindrom metabolic
Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada laki
laki dan > 21 % pada perempuan. Obesitas juga dapat
meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol. Resiko PJK
akan jelas meningkat bila BB mulai melebihi 20% dari BB ideal.
a) Inaktifitas fisik
b) Perubahan keadaan sosial dan stress
Penelitian Supargo dkk (1981-1985) di FKUI menunjukkan
orang yang stress satu setengah kali lebih besar mendapatkan
resiko PJK. Stress disamping dapat menaikkan tekanan darah
juga dapat meningkatkan kadar kolesterol darah.
g) Kelenjar tiroid yang kurang aktif.
Hipotiroid / hiposekresi terjadi bila kelenjar tiroid kurang
mengeluarkan sekret pada waktu bayi, sehingga menyebabkan
kretinisme atau terhambatnya pertumbuhan tubuh.Pada orang
dewasa mengakibatkan mixodema, proses metabolik mundur dan
terdapat kecenderungan untuk bertambah berat dan gerakan
lamban.

2) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :


1) Usia
Resiko PJK meningkat dengan bertambahnya usia; penyakit yang
serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Tetapi hubungan
antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya
mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor-
faktor pemicu.
2) Jenis kelamin laki-laki
Wanita agaknya relative kebal terhadap penyakit ini sampai
menopause, kemudian menjadi sama rentannya seperti pria;
diduga karena adanya efek perlindungan esterogen.
3) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap PJK (saudara atau orang
tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun)
meningkatkan timbulnya aterosklerosis prematur. Pentingnya
pengaruh genetic dan lingkungan masih belum diketahui. Tetapi,
riwayat keluarga dapat juga mencerminkan komponen lingkungan
yang kuat, seperti misalnya gaya hidup yang menimbulkan stress
atau obesitas.

4. Patofisiologi PJK
Patofisiologi dari PJK dimulai dari adanya aterosklerosis atau
pengerasan arteri dari penimbunan endapan lipid, trombosit, neutrofil,
monosit dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel
endotel) sampai akhirnya ke tunika medika (lapisan otot polos).Arteri yang
paling sering terkena adalah arteri koronaria (Potter & Perry, 2010). Kondisi
ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel atau dari stimulus lain, cedera
pada sel endotel meningkatkan permeabelitas terhadap berbagai komponen
plasma, termasuk asam lemak dan triglesirida. Kolesterol dan lemak plasma
mendapat akses ke tunika intima karena permeabilitas lapisan endotel
meningkat, pada tahap indikasi dini kerusakan teradapat lapisan lemak
diarteri. Patofisiologi nyeri dada yang bersifat akut berawal dari
ketidakseimbangan suplai oksigen dan nutrisi ke bagian miokard jantung
berkurang yang menyebabkan terjadinya metabolisme secara anaerob yang
menghasilkan asam laktat sehingga terjadi nyeri serta fatique pada penderita
penyakit jantung koroner (Padila, 2013). Proses pembentukan energi ini
sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat sehinga
menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri dada yang berkaitan
dengan angina pektoris. Ketika kekurangan oksigen pada jantung dan sel-sel
otot jantung berkepanjangan dan iskemia miokard yang tidak tertasi maka
terjadilah kematian otot jantung yang dikenal sebagai miokard infark (Potter
& Perry, 2010).
Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat
sementara dan reversible. Manifestasi hemodinamika yang sering terjadi
adalah peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul
nyeri dada yang bersifat akut. Ini merupakan respon kompensasi simpatis
terhadap berkurangnya fungsi miokardium.
Angina pektoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia
miokardium, angina sering dipicu oleh aktifitas yang meningkatkan kebutuhan
miokardium akan oksigen, seperti latihan fisik dan hilang selama beberapa
menit dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin. Iskemia yang berlangsung
lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel
dan kematian otot atau nekrosis inilah yang disebut infark. Secara fungsional
infark miokardium akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti daya
kembang dinding ventrikel, pengurangan curah sekuncup, pengurangan fraksi
ejeksi, peningkatan volume akhir diastolik ventrikel kiri (Price, 2006).
Pelepasan neurotransmitter eksitatori seperti prostaglandin, bradikinin,
kalium, histamin, dan substansi P akibat menurunya pH jantung dan
kerusakan sel. Subtansi yang peka terhadap nyeri terdapat pada serabut nyeri
di cairan ekstraseluler, menyebarkan “pesan” adanya nyeri dan menyebabkan
inflamasi (Potter & Perry, 2010).
Serabut nyeri memasuki medulla spinalis melalui tulang belakang
melewati beberapa rute hingga berakhir di gray matter (lapisan abu-abu)
medulla spinalis.Setelah impuls-impuls nyeri berjalan melintasi medulla
spinalis, thalamus menstransmisikan informasi ke pusat yang lebih tinggi di
otak, sistem limbik; korteks 13 somatosensori; dan gabungan korteks. Ketika
stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak mengintepretasikan
kualitas nyeri dan merespon informasi dari pengalaman yang telah lalu,
pengetahuan, serta faktor budaya yang berhubungan dengan persepsi nyeri.
Sesaat setelah otak menerima adanya stimulus nyeri, terjadi pelepasan
neurotransmitter inhibitor seperti opiud endonegeus (endorphin dan
enkefalin), serotonin (5HT), norepinefrin, dan asam aminobutirik gamma
(GABA) yang bekerja untuk menghambat transmisi nyeri dan membantu
menciptakan efek analgesik (Potter & Perry, 2010).

5. Pathway
6. Tanda dan Gejala Klinis
Gejala PJK:

1) Beberapa hari atau minggu sebelumnya tubuh terasa tidak bertenaga,


dada tidak enak, waktu olahraga atau bergerak jantung berdenyut
keras, napas tersengal-sengal, kadang-kadang disertai mual, muntah
dan tubuh mengeluarkan banyak keringat.

2) Nyeri dada , Sakit dada kiri (angina) dan nyeri terasa berasal dari
dalam. Nyeri dada yang dirasakan pasien juga bermacam-macam
seperti ditusuk-tusuk, terbakar, tertimpa benda berat, disayat, panas.
Nyeri dada dirasakan di dada kiri disertai penjalaran ke lengan kiri,
nyeri di ulu hati, dada kanan, nyeri dada yang menembus hingga
punggung, bahkan ke rahang dan leher.

3) Jantung berdebar (denyut nadi cepat).

4) Keringat dingin

5) Tenaga dan pikiran menjadi lemah, ketakutan yang tidak ada


alasannya, perasaan mau mati saja.

6) Tekanan darah rendah atau stroke

7) Dalam kondisi sakit :

1) Sakit nyeri terutama di dada sebelah kiri tulang bagian atas dan
tengah sampai ke  telapak tangan. Terjadinya sewaktu dalam
keadaan tenang

2) Kadar trigliserida yang sangat tinggi (sampai 800 mg/dl atau


lebih) bisa menyebabkan pembesaran hati dan limpa dan gejala-
gejala dari pankreatitis (misalnya nyeri perut yang hebat).
Tanda PJK
1) Biasanya kadar lemak yang tinggi tidak menimbulkan gejala. Kadang-
kadang, jika kadarnya sangat tinggi, endapan lemak akan membentuk
suatu penumpukan lemak yang disebut xantoma di dalam tendo (urat
daging) dan di dalam kulit.
2) Demam, suhu tubuh umumnya sekitar 38°C
3) Mual-mual dan muntah, perut bagian atas kembung dan sakit
4) Muka pucat pasi
5) Kulit menjadi basah dan dingin badan bersimbah peluh
6) Gerakan menjadi lamban (kurang semangat)
7) Sesak nafas
8) Cemas dan gelisah

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG : menunjukkan adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dari
iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri
dan gelombang Q yang mencerminkan adanya nikrosis.   Enzim dan
isoenzim pada jantung: CPR-MB meningkat dalam 4-12 jam dan
mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan
mencapai puncak pada 36 jam. Elektrolit: ketidak seimbangan yang
memungkinkan terjadinya konduksi jantung dan kontraktilitas jantung.
b. Enzim jantung dan iso enzim : CPK-MB (isoenzim yang ditemukan pada
otot jantung), meningkat dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48
jam . LDH meningkat dalam 12-24 jam, memuncak dalam 24-48 jam, dan
memakan waktu lama untuk kembali normal.
c. Elektrolit : Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan dapat
mempengaruhi kontraktilitas, contoh, hipokalemia/ hiperkalemia.
d. Sel darah putih : Leukosit (10.000-20.000). biasanya tampak pada hari
kedua setelah IM sehubungan dengan proses inflamasi.
e. Kecepatan sedimentasi : meningkat pada hari kedua – ketiga setelah IM
menunjukan inflamasi.
f. Kimia : mungkin normal tergantung abnormalitas fungsi/perfusi organ
akut/kronis.
g. GDA/Oksimetri nadi : dapat menunjukan hipoksia atau proses penyakit
paru akut/kronis.
h. Kolesterol/trregliserida serum : meningkat, menunjukan arteriosklesis
sebagai penyebab IM.
i. Foto dada : mungkin normal atau menunjukan pembesaran jantung
diduga GJK atau aneurisme ventrikuler
j. Ekokardiogram : mungkin dilakukan untuk menetukan dimensi serambi,
gerakan katup/ dinding ventrikuler, dan konfigurasi/fungsi katup.
k. Pencitraan darah jantung : Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus
dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).
l. Angiografi koroner : Menggambarkan penyempitan/penyumbatan arteri
koroner dan biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan
serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak
selalu dilakukan pada fase akut IM kecuali mendekati bedah jantung
angioplasti.
m. Digital Substraction Angiography (DSA) : tekhnik yang digunakan untuk
menggambarkan status penanaman arteri dan untuk mendeteksi penyakit
arteri perifer.
n. Nuclear Magnetic Resonance (NMR) : memungkinkan visualisasi aliran
darah, serambi jantung/katup ventrikel, katup, lesi veskuler, pembentukan
plak, are nekrosis/infark, dan bekuan darah.
o. Tes stress olahraga : menetukan respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
(sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase
penyembuhan).

8. Penatalaksanaan Medis
a. Rawat di ruangan intensif (ICU/ICCU)
b. Tirah baring
c. Terapi oksigen (4 lpm)
d. IV line (NaCl/ RL)
e. Diet
1) Puasa 8 jam pertama pada saat serangan
2) Makan cair 24 jam, dilanjutkan makan lunak
f. Monitoring EKG
g. Obat-obatan (Analgetic, Sedatif, Antiplatelet, Beta Adrenergic Bloking
Agent, Laxatif)
h. Terapi trombolitik
i. PTCA (Percutaneus Transluminal Coronary Angioplasty)
j. CABG (Coronary Artery Bypass Graft Surgery)
k. Program rehabilitasi
l. Pendidikan kesehatan

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu pengumpulan data,pengelompokan
data dan perumusan diagnosa keperawatan.
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan,
pendidikan, alamat, tanggal MRS dan diagnosa medis.
2) Keluhan utama
Pada klien dengan penyakit jantung koroner biasanya klien mengeluh
nyeri khas angina yaitu dada retrostenal kurang lebih 5-15 menit,
terasa berat, tertekan seperti di cengkram dan panas
3) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan lalu
Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di tanyakan pada klien antara
lain apakah klien pernah menderita hipewrtensi atau diabetes
millitus, infark miokard atau penyakit jantung koroner itu sendiri
sebelumnya. Serta ditanyakan apakah pernah MRS sebelumnya.
b) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji pada keluarga, apakah didalam keluarga ada yang
menderita penyakit yang diderita oleh klien atau tidak, atau
apakah didalam keluarga mempunyai riwayat penyakit menular
atau menurun.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Dalam mengkaji hal ini menggunakan analisa systom PQRST.
Untuk membantu klien dalam mengutamakan masalah keluannya
secara lengkap. Pada klien PJK umumnya mengalami nyeri dada
dan sesak nafas.

d) Pola-pola fungsi kesehatan


1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Dalam hal ini yang perlu dikaji adalah apakah klien mengerti
tentang penyakit dan dibawa kemana bila sedang sakit,serta
tanyakan pada klien bagaiamana klien merawat kebersihan
badannya .
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien dengan Penyakit Jantung Koroner biasanya kehilangan
nafsu makan ,mual dan muntah sehingga mengalami penurunan
berat badan .
3) Pola eliminasi
Perlu dikaji berapa kali BAB nya perhari bagaimana konsistensi
warna dan baunya juga berapa kali BAK berapa jumlahnya baik
sebelum atau pada saat MRS.
4) Pola istirahat dan tidur
Biasanya pada klien PJK mengalami gangguan sulit tidur karena
nyeri dada yang timbul dengan tiba-tiba.
5) Pola aktifitas dan latihan
Pada klien PJK biasanya mengalami gangguan dalam
melaksanakan aktivitas karena nyeri,dispnea dan takikardi.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Pada klien PJK mempunyai perasaan tidak berdaya ,tidak punya
harapan tidak punya kekuatan dan dapat memperlihatkan
penolakan, cemas, takut, marah, sensitif dan perubahan
kepribadian
7) Pola sensori dan kognitif.
Dalam hal ini klien dengan PJK pola sensori normal meliputi
panca indera tetapi terdapat perasaan nyeri yang hebat dengan tiba-
tiba.

8) Pola reproduksi sexual


Pada klien PJK pola reproduksinya tidak mengalami gangguan.
9) Pola hubungan peran
Pada klien PJK biasanya hubungan peran dengan orang lain baik
dan bisa berinteraksi dengan orang lain.
10) Pola penanggulangan setres
Pada klien PJK biasanya akan mengalami stres karena cemas takut
dan marah. Cara penanggulangannya dengan cara
mengungkapkannya pada orang terdekat atau perawat atau juga
dengan cara marah.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien akan selalu berdoa demi keselamatan dirinya sehingga pelu
bantuan moral dari orang-orangyang disekelilingnya
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu dengan klien
dilanjutkan mengukur tanda-tand vital. Kesadaran klien juga diamati
apakah kompos mentis, apatis, samnolen, delirium, semi koma atau
koma. Keadaan sakit juga diamati apakah sedang, berat, ringan atau
tampak tidak sakit.
2) Kulit, rambut, kuku
Pada klien PJK mengeluh nyeri pada kulit, rambut tipis dan kuku tipis
serta rapuh.
3) Kepala dan leher
Pada klien PJK mengeluh nyeri pada kepala , muka kadang- kadang
pucat dan tidak adanya pembesaran pada kelenjar tiroid.
4) Mata
Pada klien PJK mata mengalami pandangan kabur.
5) Telinga , hidung , mulut dan tenggorokan
Pada klien PJK telinga , hidung dan tenggorokan tidak mengalami
gangguan sedangkan pada mulut ditemukan adanya mukosa pada mulut
dan bibir.
6) Thoraks dan abdomen
Pada klien dengan PJK pada pemeriksaanpada pemeriksaan abdomen dan
thoraks ditemuka nyeri pada dada. Pada abdomen diteemukan nyeri juga
mual muntah sehingga menurunkan nafsu makan pada klien.
7) Sistem respirasi
Pada klien PJK ditemukan dispnea dengan atau tanpa aktivitas , batuk
produktif, riwayat perokok dengan penyakit pernafasan kronis. Pada
pemeriksaan mungkin didapatkan peningkatan respirasi, pucat atau
cianosis, suara nafas wheezing cracekes atau juga vesikuler. Sputum
jernih atau juga merah muda/ pink tinged.
8) Sistem kardio vaskuler
Mempunyai riwayat IMA, Penyakit Jantung Koroner, CHF, tekanan
darah tinggi dan diabetes militus. Tekanan darah mungkin normal atau
meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary refill time,
disritmia.Suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan
terjadinya kegagalan jantung/ventrikel kehilangan kontraktilitasnya.
Murmur jika ada merupakan insufisiensi katup atau muskulus papilaris
yang tidak berfungsi. Heart rate mungkin meningkat atau mengalami
penurunan.Irama jantung mungkin ireguler atau juga normal, edema pada
jubular vena distension, odema anarsarka, crackles mungkin juga timbul
dengan gagal jantung.
9) Sistem genito urinaria
Pada klien ini mengalami penurunan jumlah produksi urine dan frekuensi
urine.

10) Sistem gastrointestinal


Pada saluran pencernaan terjadi gangguan. Gejalanya nafsu makan
menurun, mual dan munta, nyeri perut, serta turgor kulit menurun,
penurunan atau tidak adanya bising usus.
11) Sistem muskulusskeletal
Pada klien PJK adanya kelemahan dan kelelahan otot sehinggah timbul
ketidak mampuan melakukan aktifitas yang diharapkan atau aktifitas
yang biasanya dilakukan.
12) Sistem endokrin
Biasanya terdapat peningkatan kadar gula darah.
13) Sistem persyarafan
Biasanya timbul gejala rasa berdenyut, vertigo disertai tanda-tanda
dengan perubahan orientasi atau respon terhadap rangsang, gelisa, respon
emosi meningkat dan apatis.
c. Pemeriksaan diagnostic
1) ECG menunjukkan adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dari
iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari
injuri dan gelombang Q yang mencerminkan adanya nikrosis.   Enzim
dan isoenzim pada jantung: CPR-MB meningkat dalam 4-12 jam dan
mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan
mencapai puncak pada 36 jam. Elektrolit: ketidak seimbangan yang
memungkinkan terjadinya konduksi jantung dan kontraktilitas jantung.
2) Kolesterol atau trigliserid
3) Analisa gas darah: menunjukkan adanya hipoksia atau proses penyakit
paru yang kronis atau akut
4) Chest x ray: mungkin normal atau adanya kardeomegali, CHF, aneorisma
ventrikuler
5) Echokardeogram
6) Exercise stress test: menunjukkan adanya kemanpuan jantung beradaptasi
terhadap suatu stress atau aktivitas

2. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan
frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup
2. Perfusi jaringan tidak efektif b/d menurunnya curah jantung, hipoksemia
jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli
3. Ketidakefektifan pola napas b/d keletihan otot pernapasan, nyeri
4. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan
dan natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi
pulmonal
5. Cemas b/d penyakit kritis, takut kematian atau kecacatan, perubahan
peran dalam lingkungan social atau ketidakmampuan yang permanen.
6. Intoleransi aktivitas b/d curah jantung yang rendah, ketidakmampuan
memenuhi metabolisme otot rangka, kongesti pulmonal yang
menimbulkan hipoksinia, dyspneu dan status nutrisi yang buruk selama
sakit
7. Kurang pengetahuan b/d keterbatasan pengetahuan penyakitnya, tindakan
yang dilakukan, obat obatan yang diberikan, komplikasi yang mungkin
muncul dan perubahan gaya hidup
8. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan
jantung atau sumbatan pada arteri koronaria.

3. Intervensi Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan

Dapat dihubungkan dengan : Iskemik, kerusakan otot jantung,


penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria

Kemungkinan dibuktikan oleh :

- Daerah perifer dingin


- EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu
- RR lebih dari 24 x/ menit
- Kapiler refill Lebih dari 3 detik
- Nyeri dada
- Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung &
kongestif paru ( tidak selalu )
- HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80AGD dengan : pa
O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg
- Nadi lebih dari 100 x/ menit
- Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST,
LDL/HDL
Tujuan :

Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan


tindakan perawatan di RS.

Kriteria :

Daerah perifer hangat, tak sianosis, gambaran EKG tak menunjukan


perluasan infark RR 16-24 x/ menit tak terdapat clubbing finger, kapiler
refill 3-5 detik, nadi 60-100x / menit, TD 120/80 mmHg

Rencana Tindakan :

- Monitor Frekuensi dan irama jantung


- Observasi perubahan status mental
- Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa
- Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
- Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi
- Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis
EKG, elektrolit , GDA( Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan Pemberian
oksigen

2. Nyeri akut

Dapat dihubungkan dengan: Iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan


arteri coroner.

Kemungkinan dibuktikan oleh : nyeri dada dengan atau tanpa penyebaran,


wajah meringis, gelisah, delirium perubahan nadi TD

Tujuan :
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam.

Kriteria :

Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1, ekpresi


wajah rileks / tenang, tak tegang , tidak gelisah nadi 60-100 x / menit, Td
120/ 80 mmHg

Rencana tindakan :

- Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan


rasa nyeri dada tersebut.
- Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada
serangan dan istirahat.
- Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, mis nafas
dalam, perilaku distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
- Pertahankan Olsigenasi dengan bikanul contohnya ( 2-4
L/ menit )
- Monitor tanda-tanda vital ( Nadi & tekanan darah ) tiap
dua jam.
- Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian
analgetik.

3. Kemungkinan terhadap kelebihan volume cairan ekstravaskuler

Faktor resiko meliputi :

Penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium/ retensi air, peningkatan


tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma ( menyerap cairan dalam
area interstisial/ jaringan )

Kemunkinan dibuktikan oleh : tidak adanya tanda-tanda dan gejala gejala


membuat diagnosa actual.
Tujuan :

Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan


keperawatan selama di RS

Kriteria :

Mempertahankan keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh tekanan darah


dalam batas normal, tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen,
paru bersih dan berat badan ideal ( BB idealTB –100 ± 10 %)

Perencanaan tindakan :

- Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran,


sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan
- Observasi adanya oedema dependen
- Timbang BB tiap hari
- Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam
dalam toleransi kardiovaskuler
- Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan
diuretik.

4. Kerusakan pertukarann gas

Dapat dihubungkan oleh :

Gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan


membran alveolar- kapiler ( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar edema
paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif

Kemungkinan dibuktikan oleh :

Dispnea berat, gelisah, sianosis, perubahan GDA, hipoksemia

Tujuan :
Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O 2 < 80 mmHg, pa Co2 >
45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg ) setelah dilakukan tindakan keperawtan
selama di RS.

Kriteria hasil :

Tidak sesak nafas, tidak gelisah, GDA dala batas Normal ( pa O 2 < 80
mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg )

Tindakan :

- Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan


otot Bantu pernafasan
- Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak
adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan missal krakles, ronki dll.
- Lakukan tindakan untuk memperbaiki /
mempertahankan jalan nafas misalnya , batuk, penghisapan lendir dll.
- Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan /
toleransi pasien
- Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/
kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kurangnya curah jantung

Dapat dihubungakan dengan : ketidakseimbangan antar suplai oksigen


miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard.

Kemungkinan dibuktikan oeh :

Gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya


disritmia, kelemahan umum

Tujuan :

Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan


keperawatan selama di RS
Kriteria : frekuensi jantung 60-100 x/ menit dan TD 120/80 mmHg

Rencana tindakan :

- Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD


selama dan sesudah aktifitas
- Tingkatkan istirahat ( di tempat tidur )
- Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat
aktifitas, contoh bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan
istirahat selam 1 jam setelah mkan.
- Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak
toleran terhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan pada dokter.
- Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman.
- Berikan periode istirahat adekuat, bantu dalam
pemenuhan aktifitas perawatan diri sesuai indikasi.
- Catat warna kulit dan kualittas nadi.
- Tingkatkan katifitas klien secara teratur.
- Pantau EKG dengan sering.

6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, kebutuhan pengobatan


Dapat dihubungkan dengan :

Kurang informasi tentang fungsi jantung / implikasi penyakit jantung dan


status kesehatan yang akan datang , kebutuhan perubahan pol hidup.

Kemungkinan dibuktikan oleh :

Pernyataan masalah, kesalahan konsep, pertanyaan, terjadinya kompliksi


yang dapat dicegah

Tujuan :
Pengetahuan klien tentang kondisi penyakitnya menguat setelah diberi
pendidikan kesehatan selam di RS

Kriteria :

- Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung ,


rencana pengobatan, tujuan pengobatan & efek samping / reaksi
merugikan
- Menyebutkan gngguan yang memerlukan prhatian cepat.
Tindakan :

- Berikan informasi dalam bentuk belajar yang berfariasi,


contoh buku, program audio/ visual, Tanya jawab dll.
- Beri penjelasan factor resiko, diet ( Rendah lemak dan
rendah garam ) dan aktifitas yang berlebihan,
- Peringatan untuk menghindari paktifitas manuver
valsava
- Latih pasien sehubungan dengan aktifitas yang bertahap
contoh : jalan, kerja, rekreasi aktifitas seksual.
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah realisasi dari intervensi atau rencana tindakan


yang telah dibuat

5. Evaluasi

Tahap akhir dari proses keperawatan, pada tahap ini kita melakukan
evaluasi atau menilai sejauh mana keberhasilan tindakan yang telah diberikan
kepada klien.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara C long. 1996. Perawatan Medical Bedah. Pajajaran Bandung.

Carpenito J.L. (1997). Nursing Diagnosis. J.B Lippincott. Philadelpia.

Carpenito J.L. (1998.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8 EGC. Jakarta.

Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan.


Edisi 3 EGC. Jakarta.

Hudack & Galo. (1996). Perawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI, volume I
EGC. Jakarta.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media aesculapius Universitas


Indonesia. Jakarta.

Kaplan, Norman M. (1991). Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. EGC Jakarta.

Lewis T. (1993). Disease of The Heart. Macmillan. New York.

Marini L. Paul. (1991). ICU Book. Lea & Febriger. Philadelpia.

Morris D. C. et.al, The Recognation and treatment of Myocardial Infarction and


It’sComplication.

Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. (1993). Proses Keperawatan Pada Pasien


Dengan Gangguan Sistem Krdiovaskuler. Departemen Kesehatan.
Jakarta.

Tabrani. (1998). Agenda Gawat Darurat. Pembina Ilmu. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai