Referat TB PARU
Referat TB PARU
406161019
LEMBAR PENGESAHAN
Nama/NIM : Stefanie
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Tarumanagara
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bidang pendidikan : Ilmu Kesehatan Anak
Periode : 5 Juni 2017 – 19 Agustus 2017
Judul : Tuberkulosis ekstra paru
Diajukan : Agustus 2017
Pembimbing : dr. Neni Sumarni, Sp.A
Pembimbing
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………..…… 1
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………………… 2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….….. 3
1. PENDAHULUAN……………………………………………………………………. 4
2. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………………… 5
2.1 Tuberkulosis..................................................……………..…………………................ 5
2.1.1 Definisi……………………………..………………………………………………. 5
2.1.2 Epidemiologi……………………………………………………………………….. 5
2.1.3 Patofisiologi…………………………..…………………..............,........................... 6
2.1.4 Klasifikasi…………………………………………….…………………………….. 7
2.2 Tuberkulosis Ekstra Paru……………………………………………………….……. 8
2.2.1 Tuberkulosis Kelenjar……………………….……………………………………… 8
2.2.2 Tuberkulosis Kulit.…………………………………………………………………. 10
2.2.3 Tuberkulosis Meningitis….………………………………………………………… 11
2.2.4 Tuberkulosis Milier………………………………………………………………… 15
2.2.5 Tuberkulosis Mata………………………………………………………………….. 17
2.2.6 Tuberkulosis Jantung……………………………….………………………………. 18
2.2.7 Tuberkulosis Pleura………………………………………………………………… 19
2.2.8 Tuberkulosis Abdomen……………….……………………………………………. 19
2.2.9 Tuberkulosis Ginjal………………………………………………………………… 21
2.3 Pengobatan Tuberkulosis Ekstra Paru.……………………………………………….. 23
2.4 Pemantauan Pengobatan dan Pencegahan………………………………………..….. 25
2.4.1 Pemantauan Pengobatan Pasien TB Anak………………………………………….. 25
2.4.2 Pencegahan TB Pada Anak…………………………………………………………. 26
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...27
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis
2.1.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium
tuberculosis yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ
tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi
primer.3
2.1.2 Epidemiologi
Tuberkulosis anak terjadi pada usia 0-14 tahun. Di negara-negara berkembang
jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40-50% dari jumlah seluruh populasi
umum dan terdapat sekitar 500.000 anak di dunia menderita TB setiap tahun. Proporsi
kasus TB anak di antara semua kasus TB di Indonesia pada tahun 2013 adalah 7,9%;
7,16% pada tahun 2014 dan 9% di tahun 2015.1
Faktor resiko penularan TB pada anak sama halnya dengan TB pada
umumnya, tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan, dan daya tahan tubuh
pasien. Pasien TB dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan
lebih besar daripada dari pada pasien dengan BTA negatif. Tingkat penularan pasien
TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negative dengan hasil kultur positif
adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto toraks positif
adalah 17%.1
2.1.3 Patofisiologi
2.1.4 Klasifikasi
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi atau organ tubuh yang terkena:1
i. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk
pleura dan kelenjar pada hilus.
ii. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus,
ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Anak dengan gejala hanya
pembesaran kelenjar tidak selalu menderita TB ekstra paru.
(2) Epidemiologi
Skrofula merupakan bentuk TB ekstrapulmonal pada anak yang paling sering
terjadi, dan terbanyak pada kelenjar limfe leher.
(4) Diagnosa
- Pemeriksaan laboratorium: tidak ada tes spesifik yang direkomendasikan
untuk skrofula namun dapat dilakukan uji tuberkulin, biasa menujukkan hasil
positif
- Pemeriksaan radiologi : foto thorax terlihat normal, CT scan
- Pemeriksaan histologis bakteriologis yang diperoleh melalui biopsi, merupakan
diagnosis definitif
Gambar 2.3 Limfadenitis tuberkulosa. CT-Scan leher menujukkan adanya masa heterogen pada servikal kanan
posterior dengan nekrosis bagian sentral
(2) Patofisiologi
Skrofuloderma terjadi akibat penjalaran perkontinuitatum dari kelenjar limfe
yang terkena TB, paling sering berasal dari kelenjar getah bening, namun dapat
juga berasal dari sendi, tendon, cairan synovial dan tulang.
(5) Tatalaksana
Pemberian OAT dan tatalaksana topikal dengan kompres atau higiene yang baik
(2) Epidemiologi
Angka kejadian jarang dibawah usia 3 bulan dan mulai meningkat dalam 5
tahun pertama. Angka kejadian tertinggi pada usia 6 bulan sampai 2 tahun. Angka
kematian berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya
18% pasien yang normal secaran neurologis dan intelektual. Anak dengan
meningitis tuberkulosis bila tidak diobati, akan meninggal dalam waktu 3-5
minggu.
(4) Diagnosis
a. Anamnesis
- Riwayat demam yang lama/kronis, dapat pula berlangsung akut
- Kejang, deskripsi kejang (jenis, lama, frekuensi, interval) kesadaran
setelah kejang
- Penurunan kesadaran
- Penurunan berat badan, anoreksia, muntah, sering batuk dan pilek
- Riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis dewasa
- Riwayat imunisasi BCG
b. Pemeriksaan fisik
- Stadium I
Pasien tampak apatis, iritabel, nyeri kepala, demam, malaise, anoreksia,
mual dan muntah. Belum tampak manifestasi kelainan neurologi.
- Stadium II
Pasien tampak mengantuk, disorientasi, ditemukan tanda rangsang
meningeal, kejang, defisit neurologis fokal, paresis nervus cranial, dan
gerakan involunter (tremor, koreoatetosis, hemibalismus)
- Stadium III
Stadium II disertai dengan kesadaran semakin menurun sampai koma,
ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, pupil terfiksasi,
c. Pemeriksaan penunjang
- Darah perifer lengkap, LED, dan gula darah. Lekosit darah tepi sering
meningkat (10.000-20.000 sel/mm3). Sering ditemukan hiponatremia dan
hipokloremia karena sekresi antidiuretik hormon yang tidak adekuat.
- Pungsi lumbal
Liquor serebrospinal (LCS) jernih, cloudy atau santokrom
Jumlah sel meningkat antara 10-250 sel/mm3 dan jarang
melebihi 500 sel/mm3, hitung jenis predominan sel limfosit
walaupun pada stadium awal dapat dominan polimorfonuklear.
Protein meningkat di atas 100 mg/dl sedangkan glukosa
menurun di bawah 35 mg/dl, rasio glukosa LCS dan darah
dibawah normal.
Pemeriksaan BTA dan kultur M. Tbc tetap dilakukan.
Jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi
lumbal ulangan dapat memperkuat diagnosis dengan interval
dua minggu.
- PCR, ELISA dan latex particle agglutination dapat mendeteksi kuman
Mycobacterium di cairan serebrospinal (bila memungkinkan).
- Pemeriksaan CT scan/MRI kepala dengan kontras dapat menunjukkan
lesi parenkim pada daerah basal otak, infark, tuberkuloma, maupun
hidrosefalus. Pemeriksaan ini dilakukan jika ada indikasi, terutama jika
dicurigai terdapat komplikasi hidrosefalus.
- Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran penyakit tuberkulosis.
d. Diagnosis
Diagnosis pasti bila ditemukan M. tuberkulosis pada pemeriksaan apus
LCS/kultur.
(5) Tatalaksana
a. Medikamentosa
- Pemberian 4 macam obat selama 2 bulan, dilanjutkan dengan pemberian
INH dan Rifampisin selama 10 bulan.
- Kortikosteroid
b. Bedah
Hidrosefalus terjadi pada 2/3 kasus dengan lama sakit ≥ 3 minggu dan
dapat diterapi dengan asetazolamid 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.
Beberapa ahli hanya merekomendasikan VP-shunt jika terdapat hidrosefalus
obstuktif dengan gejala ventrikulomegali disertai peningkatan tekanan
intraventrikel atau edema periventrikuler.
c. Suportif
Jika keadaan umum pasien sudah stabil, dapat dilakukan konsulasi ke
departemen rehabilitasi medik untuk mobilisasi bertahap, mengurangi
spastisitas, serta mencegah kontraktur.
(2) Epidemiologi
TB milier dapat terjadi pada 1 organ (sangat jarang, < 5%), beberapa organ,
atau seluruh tubuh (>90%), termasuk otak.
(3) Patofisiologi
TB milier terjadi oleh karena adanya penyebaran secara hematogen dan
diseminata, bisa ke seluruh organ, tetapi gambaran milier hanya dapat dilihat
secara kasat mata pada foto torak.
kepala, demam dan batuk. Tanda yang dapat ditemukan yaitu limfadenopati
menyeluruh, hepatomegali, splenomegali, pankreatitis, disfungsi multiorgan.
Dalam keadaan lanjut bisa juga terjadi hipoksia, pneumotoraks, dan atau
pneumomediastinum sampai syok.
(6) Diagnosis
a. Pemeriksaan laboratorium
o Kimia klinik
Penurunan kadar natrium dapat menentukan keparahan penyakit ini,
dan syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormone
(SIADH) atau hipoadrenalisme dapat memperparah penyakit ini.
o Hitung jenis
Dapat terjadi leukopeni/leukositosis, anemia dan trombositopeni
o LED
Terjadi peningkatan 50% pada sebagian besar pasien.
o Kultur
Kultur dapat dilakukan dari sputum, darah, urin dan cairan
serebrospinal.
o Tes tuberkulin
b. Pemeriksaan pencitraan
o Foto toraks
Lesi milier dapat terlihat pada foto toraks dalam waktu 2-3
minggu setelah penyebaran kuman secara hematogen. Gambarannya
sangat khas, yaitu berupa tuberkel halus (milli) yang tersebar merata di
seluruh lapangan paru, dengan bentuk yang khas dan ukuran yang
hampir seragam (1-3 mm).
o CT Scan toraks
o USG
o CT Scan kepala dengan kontras atau MRI otak
o CT scan abdomen
o Ekokardiografi
(7) Prognosis
Jika tidak diterapi, diduga kematian mencapai hampir 100%. Dengan
pengobatan yang awal dan benar, mortalitas berkurang menjadi 10%.
terbentuknya satu atau lebih nodul inflamasi yang disebut flikten pada daerah limbus,
disertai hiperemis disekitarnya. Umumnya ditemukan pada anak usia 3-15 tahun
dengan faktor resiko berupa kemiskinan, kepadatan penduduk, sanitasi buruk, dan
malnutrisi.1
Manifestasi klinis KF dapat berupa iritasi, nyeri, lakrimasi, fotofobia, dan dapat
mengeluarkan sekret mata, disertai gejala umum TB. Untuk menyingkirkan penyebab
stafilokokus, perlu dilakukan usap konjungtiva.1
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah untuk mencari penyebabnya
seperti uji tuberkulin dan pemeriksaan radiologis. Komplikasi yang mungkin timbul
adalah ulkus fasikuler, parut kornea, dan perforasi kornea. Penggunaan kortikosteroid
topikal mempunyai efek yang baik tetapi dapat menyebabkan glaukoma dan katarak.1
(3) Pemeriksaan
Penunjang diagnostik yang dilakukan di fasilitias rujukan adalah analisis
cairan pleura, jaringan pleura dan biakan TB dari cairan pleura. Drainase cairan
pleura dapat dilakukan jika cairan sangat banyak. Penebalan pleura sebagai sisa
penyakit dapat terjadi pada 50% kasus.1
(2) Epidemiologi
Insidens TB sendi berkisar 1-7% dari seluruh TB. Tulang yang sering terkena
adalah tulang belakang (spondilitis TB), sendi panggul (koksitis) dan sendi lutut
(gonitis).1
(5) Prognosis
Prognosis sangat bergantung pada derajat kerusakan sendi atau tulangnya.
Pada kelainan minimal umumnya dapat kembali normal, tetapi pada kelainan
yang sudah lanjut dan menimbulkan sekuele sehingga mengganggu mobilitas
pasien.1
Panduan OAT untuk anak dan peruntukannya secara lebih lengkap sesuai dengan
tabel berikut ini:1
Fase Fase
Jenis Prednison Lama
Intensif lanjutan
TB ringan
- TB kelenjar - 6 bulan
- TB kulit 2HRZ 4HR
Efusi pleura 2 mgg dosis penuh-
TB kemudian tappering off 9-12
TB milier 4 mgg dosis penuh- bulan
7-10HR
kemudian tapering off
Meningitis TB 4 mgg dosis penuh-
kemudian tapering off
2HRZ+E
Peritonitis TB 2 mgg dosis penuh-
atau S
10 HR kemudian tappering off 12 bulan
Perikarditis TB 2 mgg dosis penuh-
kemudian tappering off
Skeletal TB -
Keterangan:
- Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk
kombinasi dosis tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS rujukan
maka pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi pasien harus dirujuk ke sarana yang
lebih lengkap.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Aditama TY. Petunjuk teknis manajemen tb anak. Jakarta: Kementerian kesehatan RI;
2013.
2. WHO. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta: Deparmeten kesehatan RI;
2008.
3. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, etc, eds. Pedoman
pelayanan medis IDAI. Ed 1. Jakarta: Badan penerbit IDAI; 2010.
4. Lewis MR, McClay JE. Scrofula overview of scrofula. [cited 2017 July 20] Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/858234-overview#showall; 2017.
5. Golden MP, Vikram HR. Extrapulmonary tuberculosis: an overview. [cited 2017 July
20] Available from: http://www.aafp.org/afp/2005/1101/p1761.html; 2005.
6. Hehanussa A, Lawalata T, Kartini A, Kandou RT. Diagnosis skrofuloderma dan
tuberkulosis kutis verukosa pada seorang pasien. [cited 2017 July 21] Available from:
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-bik376117be181full.pdf; 2010.
7. Ramachandran TS. Tuberculous meningitis treatment & management. [cited 2017 July
23] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1166190-overview#a2; 2014.
8. Lessnau KD, Luise CD. Miliary tuberculosis. [cited 2017 July 21] Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/221777-overview#a1; 2015.