Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kolesterol adalah lipid amfipatik dan merupakan komponen struktural

esensial pada membran serta pada lapisan luar lipoprotein plasma. Senyawa ini

merupakan prekursor semua steroid lain di tubuh, termasuk kortikosteroid,

hormon seks, asam empedu, dan vitamin D. Kolesterol merupakan produk tipikal

metabolisme hewan, sehingga banyak terdapat dalam makanan yang berasal dari

hewan, misalnya daging, hati, telur, dan otak (Mayes & Botham, 2014).

Hiperkolesterolemia merupakan suatu kondisi dimana kolesterol total dalam

darah meningkat melebihi ambang normal (Medline Plus, 2012). Konsekuensi

utama hiperkolesterolemia adalah peningkatan risiko terjadinya penyakit jantung

koroner (Bays et al., 2014). Data World Health Organization (WHO)

menyebutkan, pada tahun 2015, kadar kolesterol total meningkat secara global

sebanyak 39%. Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2013

menggambarkan proporsi penduduk >15 tahun dengan kadar kolesterol total di

atas nilai normal merujuk nilai yang ditentukan pada NCEP-ATP III adalah

sebesar 35,9 persen, yang merupakan gabungan penduduk kategori borderline

(nilai kolesterol total 200-239 mg/dl) dan tinggi (nilai kolesterol total >240

mg/dl).

Hiperkolesterolemia dapat terjadi karena genetik serta gaya hidup (life style)

yang tidak sehat, mulai dari pola makan yang tidak seimbang sampai kurangnya

1
2

aktivitas olahraga (Hernawati et al., 2013). Pola makan yang tidak seimbang

berkaitan dengan kebiasaan makan makanan yang berisiko, seperti makanan

dengan kandungan lemak yang tinggi. Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar)

tahun 2013 mencatat, perilaku konsumsi makan berlemak dan tinggi kolesterol

pada Sulawesi Selatan mencapai 25,0%. Hal ini mungkin berkaitan dengan

menu-menu makanan khas dari Sulawesi Selatan yang cenderung berbahan dasar

tinggi kolesterol, seperti daging sapi. (Depkes RI, 2013)

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka ingin diteliti hubungan kadar

kolesterol total dengan pola makan mahasiswa angkatan 2018 Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana kadar kolesterol total mahasiswa angkatan 2018 Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar?

1.2.2 Bagaimana pola makan mahasiswa angkatan 2018 Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin Makassar?

1.2.3 Bagaimana hubungan kadar kolesterol total dengan pola makan

mahasiswa angkatan 2018 Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar?
3

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kadar kolesterol total dengan pola makan

mahasiswa angkatan 2018 Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar.

1.3.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui kadar kolesterol total mahasiswa angkatan 2018

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

2. Mengetahui pola makan mahasiswa angkatan 2018 Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

3. Mengetahui hubungan kadar kolesterol total dengan pola makan

mahasiswa angkatan 2018 Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin Makassar.

1.4 Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan yang signifikan antara pola makan dan kadar kolesterol

total.
4

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.5.2.2 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan

informasi mengenai hubungan kadar kolesterol total dan pola makan

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2018.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

a. Bagi Peneliti

Sebagai bentuk pengembangan pengetahuan serta wawasan akan

bidang penelitian.

b. Bagi Institusi

Sebagai bahan kepustakaan di Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin.
5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kolesterol

2.1.1 Definisi, Struktur, dan Fungsi Kolesterol

Kolesterol adalah senyawa alisiklik dengan struktur dasar terdiri dari

inti perhydrocyclopenthanophenanthrene yang tersusun atas 4 cincin

karbon (Lieberman & Marks, 2013). Kolesterol merupakan senyawa

prekursor semua steroid lain di dalam tubuh, misalnya kortikosteroid,

hormon seks, asam empedu, dan vitamin D, serta peran strukturalnya

pada membran sel dan di lapisan luar lipoprotein. Kolesterol (C 27H46O)

adalah alkohol steroid yang ditemukan dalam lemak hewani / minyak,

empedu, susu, kuning telur (Mayes & Botham, 2014).

Gambar 2.1 Struktur kimia kolesterol

Kolesterol sendiri diangkut dalam bentuk lipoprotein dalam plasma.

Lipoprotein dalam sirkulasi terdiri dari partikel berbagai ukuran yang

juga mengandung kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan protein dalam


6

jumlah berbeda sehingga masing-masing lipoprotein memiliki

karakteristik densitas yang berbeda. Lipoprotein terbesar dan paling

rendah densitasnya adalah kilomikron, diikuti oleh lipoprotein densitas

sangat rendah (Very Low Density Lipoprotein atau VLDL) lipoprotein

densitas rendah (Low Density Lipoprotein atau LDL), lipoprotein

densitas sedang ( Intermediate Density Lipoprotein atau LDL), dan

lipoprotein densitas tinggi (High Density Lipoprotein atau HDL)

(Riswanto, 2010). Fungsi kolesterol dalam tubuh manusia antara lain

membentuk dinding sel, memproduksi hormon, vitamin D, dan

membantu proses pencernaan makanan.

Gambar 2.2 Struktur lipoprotein


7

2.1.2 Biosintesis Kolesterol

Biosintesis kolesterol dapat dibagi menjadi lima tahap: (1) Sintesis

mevalonat dari asetil-KoA, (2) Pembentukan unit isoprenoid dari

mevalonat melalui pengeluaran CO2, (3) Kondensasi enam unit

isoprenoid untuk membentuk skualen, (4) Siklisasi skualen untuk

menghasilkan lanosterol, (5) Pembentukakn kolesterol dari lanosterol

(Mayes & Botham, 2014). Prekursor untuk sintesis kolesterol adalah

asetil KoA sitosol. Asetil KoA dihasilkan dari prekursor utamanya,

glukosa dan asam lemak, terutama di mitokondria. Asetil KoA juga

dibentuk dari katabolisme asam amino. Asetil KoA yang dihasilkan di

mitokondria dibawa ke sitosol oleh sitrat. Dalam sitosol, sitrat diputuskan

sehingga menghasilkan oksaloasetat dan asetil KoA. Jalur untuk

pembentukan kolesterol berlangsung dalam tiga fase. Pada fase pertama,

unit-unit asetil KoA berkondensasi membentuk mevalonate. Pada fase

kedua, mevalonate diubah menjadi unit-unit isopropen 5-karbon, yang

mengalami fosforilasi dan berkondensasi membentuk senyawa 30-

karbon, yaitu skualen. Pada fase ketiga, skualen mengalami siklisasi

membentuk lanosterol, yang memiliki cincin-cincin inti steroid.

Lanosterol mengalami modifikasi melalui serangkaian reaksi untuk

membentuk kolesterol (Lieberman & Marks, 2013).


8

2.1.3 Transpor Kolesterol

Kolesterol yang dihasilkan hepar didistribusikan ke seluruh tubuh

dengan bantuan lipoprotein terutama Very Low Density Lipoprotein

(VLDL), Intermediate Density Lipoprotein (IDL), dan Low Density

Lipoprotein (LDL), yang mengangkut kolesterol ester ke jaringan yang

membutuhkan kolesterol untuk sintesis membran sel, hormon steroid, dan

vitamin D. Kolesterol High Density Lipoprotein (HDL) berfungsi

mengangkut kolesterol kembali ke hepar untuk proses metabolisme

(Lieberman & Marks, 2013).

Transportasi kolesterol terdiri dari 3 jalur utama yaitu, jalur eksogen,

jalur endogen, dan reverse cholesterol transport. Pada siklus eksogen,

triasilgliserol dan kolesterol yang berasal dari makanan yang

mengandung lemak diserap di usus halus dan dibawa dalam bentuk

kilomikron, selanjutnya masuk ke sirkulasi limfe, dari duktus torasikus

ke sirkulasi darah dan dihidrolisis oleh lipoprotein lipase (LPL) menjadi

free fatty acid (FFA) yang kemudian diserap oleh jaringan. Lipoprotein

lipase suatu enzim yang dominan terdapat di jaringan adiposa dan

muskuloskeletal. Kilomikron menjadi chylomicron remnant (kilomikron

sisa) karena kehilangan sebagian triasilgliserolnya. Chylomicron remnant

dapat diresintesis menjadi kilomikron ester yang disimpan di hepar,

menjadi kilomikron bebas yang akan digunakan oleh hepar untuk


9

membentuk membran sel, hormon, mielin, dan sebagainya. Kilomikron

bebas juga menjadi asam empedu yang akan dieksresikan ke feses, dan

menjadi lipoprotein endogen yang dikeluarkan menuju plasma (Mayes &

Botham, 2014).

Pada jalur endogen, di dalam hepar terjadi sintesis VLDL dari

triasilgliserol dan kolesterol. Saat di hepar, VLDL dapat diubah menjadi

IDL dan LDL oleh LPL. Setelah dari hepar, VLDL menuju jaringan

adiposa, yang kemudian dihidrolisis oleh LPL adiposa menjadi IDL. Di

dalam sirkulasi darah VLDL dihidrolisis oleh LPL endotel pembuluh

darah menjadi IDL, kemudian dipecah lagi menjadi LDL. Hepar dan

jaringan steroidogenik yang mempunyai reseptor LDL dioksidasi dan

ditangkap oleh makrofag menjadi sel busa (foam cell) (Lieberman &

Marks, 2013).

Terakhir, jalur reverse cholesterol transport adalah membawa

kolesterol untuk dikembalikan ke hepar dengan bantuan HDL yang

merupakan hasil esterifikasi pre-β-HDL oleh Lechitin Cholesterol Acyl

Transferase (LCAT). Sistem reseptor scavenger kelas B tipe 1 /SR-B1

(Scavenger Receptor B Class Type 1) atau melalui bantuan Cholesterol

Ester Transfer Protein (CETP) menukar kolesterol ester HDL dengan

triasilgliserol pada VLDL dan LDL untuk kembali ke hepar melalui

reseptor LDL (Lieben & Marks, 2013).


10

2.1.4 Eksresi Kolesterol

Kolesterol dieksresikan dari tubuh di dalam empedu sebagai

kolesterol dan garam empedu. Kolesterol dikeluarkan dari tubuh setiap

harinya sekitar 1 gram. Kurang lebih separuhnya dieksresikan di dalam

feses setelah mengalami konversi sebagai kolesterol. Salah satu sterol

utama dalam tinja adalah koprostanol, senyawa tersebut dibentuk dari

kolesterol oleh bakteri di usus bagian distal. Garam empedu disintesis di

hepar dari kolesterol. Sebagian besar garam empedu yang diseksresikan

diserap kembali ke dalam sirkulasi porta dan dikembalikan ke hepar

sebagai bagian dari sirkulasi enterohepatik (Mayes & Botham, 2014).

2.1.5 Hiperkolesterolemia

Hiperkolesterolemia adalah keadaan medis untuk tingginya kadar

kolesterol total dalam darah. Kolesterol total sendiri adalah jumlah dari

seluruh kolesterol dalam darah. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah ini

dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti diet yang tidak seimbang,

obesitas, dan riwayat penyakit lainnya. Mekanisme terjadinya

hiperkolesterolemia sendiri dapat terjadi karena intake lemak dari makanan

yang akan dicerna di dalam usus menjadi asam lemak bebas, trigliserida, dan

kolesterol. Mekanisme lainnya juga berkaitan dengan faktor genetik,


11

peningkatan produksi kolesterol dalam tubuh yang disebabkan karena

peningkatan berat badan, serta adanya faktor kondisi kesehatan.

2.1.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kadar Kolesterol Total

Beberapa faktor yang memengaruhi kadar kolesterol, adalah :

a. Faktor genetik

Faktor genetik cukup memengaruhi tingginya kadar kolesterol dalam

darah, dimana tubuh memproduksi kolesterol mencapai 80%.

Seseorang yang memproduksi kolesterol dalam jumlah banyak akan

mengalami hiperkolesterolemia (Mayes & Botham, 2014).

b. Faktor asupan makan

Mengomsumsi terlalu banyak lemak jenuh dan kolesterol dapat

menyebabkan kadar kolesterol menjadi tinggi, utamanya kolesterol

LDL dan kolesterol total. Lemak jenuh semacam ini, biasanya

ditemukan pada makanan yang berasal dari produk hewani seperti

sapi, babi, kerbau, susu, telur, mentega, dan keju (Mayes & Botham,

2014).

c. Faktor usia dan jenis kelamin

Usia yang semakin meningkat juga salah satu faktor penyebab

kolesterol tinggi yang diakibatkan menurunnya daya kinerja organ

tubuh. Pria sampai usia sekitar 50 tahun memiliki resiko 2-3 kali
12

lebih besar dibandingkan wanita untuk mengalami artherosklerosis

oleh kolesterol (Mayes & Botham, 2014).

d. Aktivitas fisik

Banyak orang yang mengetahui bahwa kurangnya aktivitas dapat

menyebabkan dampak serius terhadap kesehatan. Kurangnya

aktivitas fisik dapat meningkatkan kadar kolesterol LDL dan

menurunkan kadar kolesterol HDL (Mayes & Botham, 2014).

e. Faktor medis

Beberapa penyakit tertentu diketahui dapat menyebabkan kadar

kolesterol total menjadi tinggi, seperti diabetes atau hipotiroidisme.

Selain itu, konsumsi obat-obatan, seperti obat penurun kadar

kolesterol juga memberikan dampak terhadap kadar kolesterol total

darah. Obat-obatan penurun kolesterol memiliki beberapa golongan

seperti: golongan resin/sequestran (kolestiramin dan kolestipol);

golongan asam nikotinat; golongan statin (simvastatin, lovastin,

pravasatin, atorvastin, fluvastin dan rosuvastin); golongan turunan

asam fibrat (klorofibrat, gemfibrozil, fenofibrat dan bezafibrat);

golongan ezetimibe (inhibitor absorpsi kolesterol); inhibitor CETP

(dalcetrapib dan anacetrapib) (PERKI, 2013).

f. Berat Badan yang Berlebihan


13

Kelebihan berat badan atau obesitas dapat menyebabkan

penimbunan lemak pada jaringan adiposa, yang nantinya dapat

menyebabkan peningkatan kadar trigliserida dan menurunkan kadar

kolesterol HDL dalam darah.

g. Merokok

Nikotin yang merupakan komponen utama dari rokok dapat

meningkatkan sekresi dari katakolamin sehingga meningkatkan

lipolisis. Hal ini menyebabkan meningkatnya kadar trigliserid,

kolesterol VLDL, serta menurunkan kadar kolesterol HDL (Veena,

2014).

2.1.7 Pengukuran dan Interpretasi Kadar Kolesterol Total

Kadar kolesterol total darah dapat diukur menggunakan 2 metode

yaitu metode Spektofotometri dan metode Electrode-Based Biosensor.

Metode spektofotometri menggunakan sampel berupa darah vena yang

diambil dari vena cubiti dextra lalu dimasukan ke dalam tabung yang

berisi antikoagulan EDTA. Sampel disentrifugasi dengan kecepatan

2.500 rpm selama 15 menit. Kemudian sampel akan dimasukkan ke

dalam alat Modular P 800 untuk determinasi kadar kolesterol total

menggunakan cahaya dengan panjang gelombang 500-700 nm. Prinsip

pemeriksaan pada metode ini dapat menggunakan prinsip Liebermann

Burchard, Iron Salt Acid, dan enzimatik CHOD-PAP (Widmann, 2008)..


14

Metode Electrode-Based Biosensor sering disebut sebagai General

Check Up Test dengan menggunakan sampel darah perifer. Alat yang

digunakan pada metode ini terdiri dari strip dan GCU meter. Darah dari

jari manis subjek akan di masukan ke strip yang sesuai kode GCU meter.

Kadar kolesterol total pasien akan ditampilkan setelah kurang lebih 150

detik (Widmann, 2008).

Penelitian ini akan menggunakan metode Electrode-Based Biosensor

dengan alat Nesco Multicheck 2. Prinsip yang digunakan pada alat ini

adalah amperometric detection atau metode deteksi menggunakan

pengukuran arus elektron yang dihasilkan pada sebuah reaksi

elektrokimia. Ketika darah diteteskan pada strip, akan terjadi reaksi antara

bahan kimia yang ada di dalam darah dengan reagen yang ada di dalam

strip. Reaksi ini akan menghasilkan arus elektron yang besarnya setara

dengan kadar bahan kimia yang ada dalam darah, intensitas arus elektron

inilah yang terukur oleh alat dan terbaca sebagai konsentrasi kolesterol di

dalam sampel darah. Pada pemeriksaan kolesterol, enzim kolesterol

oksidase disimpan di dalam strip tes, sehingga kolesterol pada sampel

darah yang bereaksi dengan oksingen akan membentuk kolestenon dan

hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida kemudian akan diuraikan untuk

mendapatkan elektron yang dapat dibaca oleh alat (IPB, 2016). Berikut ini

adalah persamaan reaksinya:

Kolesterol + O2 Kolestenon + H2O2


Kolesterol oksidase
15

H2O2 O2 + 2H+ + 2e-

Interpretasi dari pengukuran kolesterol total, seperti pada Tabel 2.1 di

bawah ini:

Tabel 2.1 Klasifikasi Kadar Kolesterol Total menurut NCEP-ATP III

No. Kadar Kolesterol Total Keterangan


1 < 200 mg/dL Optimal
2 200-239 mg/dL Borderline
3 > 240 mg/dL Tinggi

2.3.2 Pola Makan

2.2.1 Definisi Pola Makan

Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan

jenis makanan dengan informasi gambaran dengan meliputi

mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu

kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2013). Pola makan adalah berbagai

informasi yang memberikan gambaran macam dan model bahan makanan

yang dikomsumsi setiap hari. Pola makan dengan menu seimbang perlu

dimulai dan dikenal dengan baik sehingga akan terbentuk kebiasaan

makan makanan seimbang di kemudian hari.


16

2.3.2 Komponen Pola Makan

Secara umum pola makan memiliki 3 (tiga) komponen yang terdiri

dari: jenis, frekuensi, dan jumlah makanan.

1. Jenis Makanan

Jenis makanan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap

hari terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran,

dan buah yang dikonsumsi setiap hari. Makanan pokok adalah

sumber makanan utama di negara indonesia yang dikonsumsi setiap

orang atau sekelompok masyarakat yang terdiri dari beras, jangung,

sagu, umbi-umbian, dan tepung (Sulistyoningsih, 2011).

2. Frekuensi Makan

Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam sehari meliputi

makan pagi, makan siang, makan malam dan makan selingan

(Depkes RI, 2013). Frekuensi makan merupakan berulang kali

makan sehari dengan jumlah minimal tiga kali makan pagi, makan

siang, dan makan malam (Suhardjo, 2009).

3. Jumlah Makan

Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimakan dalam

setiap orang atau setiap individu dalam kelompok (Willy, 2018).

2.3.3 Hubungan Kadar Kolesterol Total dan Pola Makan


17

Makanan yang terlalu banyak mengandung kolesterol, lemak jenuh, lemak

trans diketahui sebagai penyebab utama meningkatnya kadar kolesterol dalam

darah. Lemak jenuh biasanya berbentuk padat dalam suhu ruangan dan lemari

pendingin. Lemak jenuh banyak ditemukan dalam jumlah banyak pada makanan

hewani, seperti daging, kulit unggas, produk susu. Studi mengatakan bahwa

terlalu banyak mengomsumsi lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan dapat

meningkatkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL (National Health Heart

Lung and Blood Institute, 2015). Lemak trans atau yang disebut dengan trans

fatty acid biasanya didapatkan pada makanan yang menggunakan minyak nabati

yang dihidrogenasi, misalnya mentega. Makan makanan yang terlalu tinggi

karbohidrat sederhana juga berasosiasi dengan hiperlipidemia, tetapi karbohidrat

kompleks seperti zat tepung kurang aterogenik dibandingkan bentuk karbohidrat

lainnya (mono dan disakarida). Beberapa penelitian melaporkan bahwa

penggantian tepung dengan gula pada pasien hiperlipidemia dapat meningkatan

trigliserid serum, kolesterol dan fosfolipid. Beberapa penelitian menunjukan

protein nabati dapat mencegah hiperlipidemia, tetapi tidak demikian dengan

protein hewani. Asupan serat juga berpengaruh terhadap profil lipid serum. Serat

larut dapat mempengaruhi absorbsi lemak dan meningkatkan asam lemak

koleserol dan garam empedu di saluran cerna. Lemak yang berikatan dengan

serat tidak dapat diserap sehingga akan terus ke usus besar untuk diekskresi

melalui feses atau didegradasi oleh bakteri usus. Serat dapat mengikat garam

empedu (produk akhir kolesterol) dalam saluran pencernaan kemudian

dikeluarkan bersamaan dengan feses. Kesimpulannya, serat dapat menurunkan


18

tingkat kolesterol dalam darah sampai 5% atau lebih (Santoso, 2011). Konsumsi

kolesterol dalam makanan yang disarankan tidak lebih dari 300 mg/hari.

Konsumsi serat yang dianjurkan adalah 25-30 mg/hari untuk mengatur kadar

kolesterol yang normal (Kemenkes, 2011).

Anda mungkin juga menyukai