Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Psikosomatis berasal dari dua kata yaitu psiko yang artinya psikis, dan soma yang artinya
tubuh. Dalam Diagnostic And Statistic Manual Of Mental Disorders edisi ke empat (DSM IV)
istilah psikosomatis telah digantikan dengan kategori diagnostik faktor psikologis yang
mempengaruhi kondisi medis.1,2

Ilmu kedokteran psikosomatik memiliki dimensi pengertian yang sangat luas, sejalan
dengan konsep jiwa dan badan yang tidak dapat dipisahan antara satu dengan yang lain. Misi yang
diemban oleh ilmu ini antara lain mendorong dan menggali secara luas dan ilmiah hubungan antara
lain faktor-faktor biologis, psikologis, sosial, dan perilaku manusia baik yang sehat maupun dalam
keadaan sakit, dan mengintegrasikan bidang-bidang tersebut dalam memberikan edukasi dan
tatalaksana gangguan psikosomatik. Sesuai dengan definisi WHO tahun 1994 mengenai pengertian
sehat yang meliputi kesehatan fisis, psikologis, sosial, dan spiritual. Dalam pengertian kedokteran
psikosomatik secara luas, aspek bio-psiko-sosial-spiritual tersebut sangat perlu dipahami untuk
melakukan pendekatan dan pengobatan terhadap pasien secara holistik (menyeluruh) dan ekliktik
(rinci) yaitu pendekatan psikosomatik.4

Gangguan psikosomatik adalah gangguan atau penyakit dengan gejala-gejala yang


menyerupai penyakit fisis dan diyakini adanya hubungan yang erat antara suatu peristiwa
psikososial tertentu dengan timbulnya gejala-gejala tersebut. Ada juga yang memberikan batasan
bahwa gangguan psikosomatik merupakan suatu kelainan fungsional suatu alat atau sistem organ
yang dapat dinyatakan secara obyektif, misalnya adanya spasme, hipo atau hipersekresi, perubahan
konduksi saraf dan lain-lain. Keadaan ini dapat disertai adanya kelainan organik/struktural sebagai
akibat gangguan fungsional yang sudah berlangsung lama. Pada kenyataannya gangguan fisis dapat
disebabkan oleh gangguan psikis dan sebaliknya gangguan-gangguan psikis dapat disebabkan oleh
kondisi somatik medis seseorang. Ada yang menyatakan setiap penyakit dapat disebut psikosomatik
sebab tidak ada penyakit somatik yang sepenuhnya bebas dari gejala psikis dan sebaliknya,
gangguan psikis sering bermanifestasi berupa gangguan somatik.4

Menurut JC Heinroth yang dimaksud dnegan gangguan psikosomatik adalah gangguan


psikis dan somatik yang menonjol dan tumpang tindih. Berdasarkan pengertian dan pernyataan di
atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud gangguan atau penyakit yang ditandai oleh keluhan-
keluhan psikis dan somatik yang dapat merupakan kelainan fungsional suatu organ dengan ataupun
tanpa gejala obyektif dan dapat pula bersamaan dengan kelainan organik/struktural yang berkaitan
erat dengan stresor atau peristiwa organik tertentu. Gangguan fungsional yang dapat ditemukan
bersamaan dengan gangguan struktural organis dapat berhubungan sebagai berikut :4

• Gangguan fungsional yang lama dapat menyebabkan atau mempengaruhi timbulnya gangguan
struktural seperti asma bronkial, hipertensi, penyakit jantung koroner, artritis reumatoid, dan
lain-lain.

• Gangguan atau kelainan struktural dapat menyebabkan gangguan psikis dan menimbulkan
gejala-gejala gangguan fungsional seperti pada pasien dengan kanker, penyakit jantung, gagal
ginjal, dan lain-lain.

• Gangguan fungsional dan struktural organik berada bersamaan oleh sebab yang berbeda
(suatu koinsidensi).

Dalam kenyataannya di klinik jarang sekali faktor psiko-emosi seperti frustasi, konflik,
ketegangan, dan sebagainya, dikemukakan sebagai keluhan utama pasien. Justru keluhan-keluhan
somatik yang beraneka ragam yang selalu ditonjolkan pasien. Keluhan-keluhan yang dirasakan
pasien pada umumnya terletak di bidang penyakit dalam seperti keluhan sistem kardiovaskular,
sistem pernafasan, saluran cerna, saluran urogenital, dan sebagainya. Keluhan-keluhan tersebut
adalah manifestasi adanya ketidakseimbangan sistem saraf autonom vegetatif seperti sakit kepala,
pusing, serasa mabuk, cenderung untuk sesak nafas, gangguan pada lambung dan usus, diare,
anoreksia, kaki dan tangan dingin, kesemutan, merasa panas atau dingin seluruh tubuh, dam banyak
lagi gejala lainnya. Seringkali keluhan berpindah-pindah dari sistem organ ke sistem lainnya dan
kemudian menghilang dalam waktu singkat.4

2.2 STRES DAN STRESOR

2.2.1 Pengertian Stres

Stres sebenarnya secara umum memberikan pengertian gangguan psikosomatik, sehingga


tidak jarang dalam praktek kedokteran istilah stres cenderung digunakan sebagai suatu diagnosis.
Menurut Hans Selye seorang ahli fisiologi dan pakar stres yang dimaksud dengan stres ialah suatu
respons tubuh yang tidak spesifik terhadap aksi atau tuntutan atasnya. Jadi merupakan respons
automatik tubuh yang bersifat adaptif pada setiap perlakuan yang menimbulkan perubahan fisis atau
emosi yang bertujuan untuk mempertahankan kondisi fisis yang optimal suatu organisme. Reaksi
fisiologis ini disebut sebagai general adaption syndrome. Respons tubuh terhadap perubahan-
perubahan tersebut dibagi menjadi tiga fase yaitu:4

• Alarm reaction (reaksi peringatan): Pada fase ini tubuh dapat mengatasi stresor (perubahan)
dengan baik.

• The stage of resistance (reaksi pertahanan): Reaksi terhadap stresor sudah


mencapai/melampaui tahap kemampuan tubuh. Pada keadaan ini sudah dapat timbul gejala-
gejala psikis dan somatik.

• Stage of exhaustion (reaksi kelelahan): Pada fase ini gejala-gejala psikosomatik tampak
dengan jelas.

Baik dari sudut pandang kedokteran maupun psikologis, dalam keadaan stres terjadi
perubahan-perubahan psikis, fisiologis, biokemis, dan lain-lain reaksi tubuh di samping adanya
proses adaptasi Pada saat perubahan itu sudah mengganggu fungsi psikis dan somatik, timbul
keadaan yang disebut distres, yang secara klinis merupakan gangguan psikosomatik. Dalam
keadaan demikian seseorang akan dibawa atau datang ke dokter dengan manifestasi gangguan fisis
seperti sakit dada, merasa berdebar-debar, sakit kepala, sakit ulu hati, dan lain-lain.4

2.2.2 Pengertian Stresor

Stresor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan
dalam kehidupan seseorang. Karena adanya stresor terpaksa seseorang harus menyesuaikan diri
untuk menanggulangi stresor yang timbul. Dengan kata lain, jelas bahwa stresor ialah suatu keadaan
yang dapat menimbulkan stres. Jenis-jenis stresor dapat dikelompokkan sebagai berikut: masalah
perkawinan, keluarga, hubungan interpersonal, pekerjaan, lingkungan, hukum, keuangan,
perkembangan, penyakit fisis, dan lain-lain. Adapun yang membagi stresor menjadi :4

 Stresor fisis seperti panas, dingin, bising, dan lain sebagainya.

 Stresor sosial seperti keadaan sosial, ekonomi, politik, pekerjaan, karir, masalah keluarga,
hubungan interpersonal, dan lain-lain.

 Stresor psikis misalnya frustasi, rendah diri, perasaan berdosa, masa depan yang tidak
jelas. dan sebagainya.

Menurut Thomas Holmes dan Richard Rahe, di dalam skala urutan penyesuaian kembali
sosial (social read justment rating scale) menuliskan 43 peristiwa kehidupan yang disertai oleh
jumlah gangguan dan stres pada kehidupan orang rata-rata, sebagai contohnya kematian pasangan
100 unit perubahan kehidupan, perceraian 73 unit, perpisahan perkawinan 65 unit, dan kematian
anggota keluarga dekat 63 unit. Skala dirancang setelah menanyakan pada ratusan orang dengan
berbagai latar belakang untuk menyusun derajat relatif penyesuaian yang diperlukan oleh perubahan
lingkungan kehidupan. Penelitian terakhir telah menemukan bahwa orang yang menghadapi stres
umum secara optimis bukan secara pesimis adalah tidak cenderung mengalami gangguan
psikosomatis, dan jika orang tersebut mengalaminya mereka mudah pulih dari gangguan.3

2.3 PATOFISIOLOGI

Gangguan psikis/konflik emosi yang menimbulkan gangguan psikosomatik ternyata diikuti


oleh perubahan-perubahan fisiologis dan biokemis pada tubuh seseorang. Perubahan fisiologi ini
berkaitan erat dengan adanya gangguan pada sistem saraf autonom vegetatif, sistem endokrin, dan
sistem imun. Oleh karena itu belakangan ini perubahan-perubahan fisiologi tersebut dapat
diterangkan dalam bidang ilmu baru yaitu psiko-neuro-endokrinologi atau psikoneuroimunologi
atau psiko-neuro-imuno-endokrinologi. Perubahan pada ketiga sistem ini terjadi secara bersamaan
dan saling tumpang tindih. Beberapa teori yang menerangkan mengenai patofisiologi gangguan
psikosomatik adalah sebagai berikut :4

 Gangguan keseimbangan saraf autonom vegetatif: Pada keadaan ini konflik emosi yang
timbul diteruskan melalui korteks serebri ke sistem limbik kemudian hipotalamus dan akhirnya ke
sistem saraf autonom vegetatif. Gejala klinis yang timbul dapat berupa hipertoni simpatik,
hipotoni simpatik, hipertoni parasimpatik, ataksi vegetatif (bila koordinasi antara simpatik dan
parasimpatik sudah tidak ada lagi), dan amfotoni (bila gejala hipertoni simpatik dan parasimpatik
terjadi silih berganti).

 Gangguan konduksi impuls melalui neurotransmiter: Gangguan konduksi ini disebabkan


adanya kelebihan atau kekurangan neurotransmiter di presinaps atau adanya gangguan sensitivitas
pada reseptor-reseptor postsinaps. Beberapa neurotransmiter yang telah diketahui berupa amin
biogenik antara lain noradrenalin, dopamin, dan serotonin.

 Hiperalgesia alat viseral: Meyer dan Gebhart (1994) mengemukakan konsep-konsep dasar
terjadinya gangguan fungsional pada organ viseral yaitu adanya visceral hyperalgesia. Keadaan
ini mengakibatkan respons refleks yang berlebihan pada beberapa bagian alat viseral tadi. Konsep
ini telah dibuktikan pada kasus-kasus non-cardiac chest pain, non-ulcer dyspepsia, dan irritable
bowel syndrome.

 Gangguan sistem endokrin/hormonal: Perubahan-perubahan fisiologi tubuh yang


diakibatkan stres dapat terjadi akibat gangguan sistem hormonal. Perubahan tersebut terjadi
melalui hypothalamic-pituitary-adrenal axis. Hormon yang berperan pada jalur ini antara lain:
hormon pertumbuhan, prolaktin, ACTH, dan katekolamin.

 Perubahan pada sistem imun: Perubahan tingkah laku dan stres selain dapat mengaktifkan
sistem endokrin melalui hypothalamus-pituitary axis (HPA) juga dapat mempengaruhi imunitas
seseorang sehingga mempermudah timbulnya infeksi dan penyakit neoplastik. Fungsi imun
menjadi terganggu karena sel-sel imunitas yang merupakan immunotransmitter mengalami
berbagai perubahan. Contohnya pada keadaan depresi, jumlah neutrofil dalam sirkulasi meningkat,
sedangkan jumlah sel NK (natural killer) menurun, limfosit T dan B menurun; sel T-helper dan T-
supressor menurun. Aktivitas sel NK dan proliferasi limfosit menurun, dan produksi interferon
menurun. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi imunitas adalah sebagai berikut:

- Kualitas dan kuantitas stres yang timbul.

- Kemampuan individu dalam mengatasi stres secara efektif.

- Kualitas dan kuantitas rangsang imunitas.

- Lama stres.

- Latar belakang lingkungan sosio-kultural pasien.

- Faktor individu pasien (umur, jenis kelamin, status gizi).

2.4 KRITERIA KLINIS

2.4.1 Kriteria klinis gangguan psikosomatik dibagi menjadi dua, yaitu:4

Kriteria Negatif (yang biasanya tidak ada)

· Tidak didapatkan kelainan-kelainan organik pada pemeriksaan yang teliti sekalipun,


walaupun mempergunakan alat-alat canggih. Bila ada kelainan organic belum tentu
bukan psikosomatik, sebab:

- Bila penyakit psikosomatik tidak diobati, dalam jangka waktu yang cukup lama dapat
menimbulkan kelainan-kelainan organik pada alat-alat yang dikeluhkan.

- Secara kebetulan ada kelainan organik, tapi kelainan ini tidak dapatmenerangkan
keluhan yang ada pada pasien tersebut, yang dinamakankoinsidensi.

- Sebelum timbulnya psikosomatis, telah ada lebih dahulu kelainan organiknya tetapi
tidak disadari oleh pasien. Baru disadari setelah diberitahu oleh orang lain atau
kadang-kadang oleh dokter yang mengobatinya. Hal ini membuatnya menjadi takut,
khawatir dan gelisah, yang dinamakan iatrogen.

· Tidak didapatkan kelainan psikiatri. Tidak ada gejala-gejala psikotik yakni tidak ada
disintegrasi kepribadian, tidak ada distorsi realitas. Masih mengakui bahwa dia sakit,
masih mau aktif berobat.

Kriteria Positif (yang biasanya ada)

• Keluhan-keluhan pasien ada hubungannya dengan emosi tertentu.

• Keluhan-keluhan tersebut berganti-ganti dari satu sistem ke sistem lain, yang dinamakan
shifting phenomen atau alternasi.

• Adanya imbalans vegetatif (ketidakseimbangan susunan saraf otonom).

• Penuh dengan stress sepanjang kehidupan (stressful life situation) yang menjadi sebab
konflik mentalnya.

• Adanya perasaan yang negatif yang menjadi titik tolak keluhan-keluhannya.

• Adanya faktor pencetus (faktor presipitasi) proksimal dari keluhan-keluhannya.

• Adanya faktor predisposisi yang dicari dari anamnesis longitudinal. Yang membuat
pasien rentan terhadap faktor presipitasi itu. Faktor predisposisi dapat berupa faktor
fisik/somatik, biologi, stigmata neurotik, dapat pula faktor psikis dan sosiokultural.

Untuk kriteria-kriteria ini tidak perlu semuanya ada tetapi bila ada satu atau lebih, presumtif,
indikatif untuk penyakit psikosomatis.2

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Beberapa manifestasi klinis dari gangguan psikosomatis antara lain:3

· Terdapat suatu kondisi medis umum

· Faktor psikologis secara merugikan mempengaruhi kondisi medis umum dengan cara
sebagai berikut:

- Faktor psikologis telah mempengaruhi perjalanan kondisi medis umum seperti yang
ditunjukkan oleh hubungan temporal yang erat antara faktor psikologis dan
perkembangan atau eksaserbasi dari atau keterlambatan penyembuhan dari kondisi
medis umum.
- Faktor psikologis mempengaruhi terapi kondisi medis umum.

- Faktor psikologis berperan dalam resiko kesehatan individu.

- Respon psikologis yang berhubungan dengan stres mencetuskan atau


mengeksaserbasi gejala kondisi medis umum.

Yang dimaksud dengan faktor psikologis tersebut adalah:3

· Gangguan mental mempengaruhi kondisi medis (misalnya gangguan depresi berat


memperlambat penyembuhan infark miokard).

· Gangguan psikologis mempengaruhi kondisi medis (misalnya gejala depresi memperlambat


pemulihan setelah pembedahan, kecemasan mengeksasebasi asma).

· Sifat kepribadian atau gaya menghadapi masalah mempengaruhi kondisi medis (misalnya
penyangkalan patologis terhadap kebutuhan pembedahan pada seorang pasien dengan
kanker, perilaku bermusuhan dan tertekan berperan pada penyakit kardiovaskuler).

· Gangguan kesehatan maladatif mempengaruhi kondisi medis (misalnya tidak melakukan


olahraga, seks yang tidak aman, atau sikap makan yang berlebihan).

· Respon fisiologis yang berhubungan dengan stres mempengaruhi kondisi medis (misalnya
eksasebasi ulkus, hipertensi, aritmia, atau nyeri kepala yang berhubungan dengan stres).

· Faktor psikologi lain yang tidak ditentukan mempengaruhi kondisi medis(misalnya faktor
personal, kultural atau religius).

2.5.1 Kelainan Spesifik Pada Gangguan Psikosomatis

1) Sistem Kardiovaskuler

Mekanisme yang terjadi pada psikosomatis dapat melalui rasa takut atau kecemasan yang
akan mempercepat denyutan jantung, meninggikan daya pompa jantung dan tekanan darah,
menimbulkan kelainan pada ritme dan EKG. Kehilangan semangat dan putus asa mengurangi
frekuensi, daya pompa jantung dan tekanan darah. Gejala-gejala yang sering didapati antara lain
takikardia, palpitasi, aritmia, nyeri perikardial, napas pendek, lelah, merasa seperti akan pingsan,
sukar tidur. Gejala- gejala seperti ini sebagian besar merupakan manifestasi gangguan kecemasan.4

(1) Penyakit arteri koroner


---- Penyakit arteri koroner menyebabkan penurunan aliran darah ke jantung yang ditandai oleh
rasa tidak nyaman, tekanan pada dada dan jantung episodik. Keadaan ini biasanya ditimbulkan oleh
penggunaan tenaga dan stres dan dihilangkan oleh istirahat atau nitrogliserin sublingual. Flanders
Dunbar menggambarkan pasien dengan penyakit jantung koroner sebagai kepribadian agresif-
kompulsif dengan kecenderungan bekerja dengan waktu yang panjang dan untuk meningkatkan
kekuasaan. Meyer Fiedman dan Ray Rosenman mendefinisikan kepribadian tipe A tipe B.
Kepribadian tipe A adalah berhubungan erat dengan perkembangan penyakit jantung koroner.
Mereka adalah orang yang berorientasi tindakan berjuang keras untuk mencapai tujuan yang kurang
jelas dengan cara permusuhan kompetitif. Mereka sering agresif, tidak sabar, banyak bergerak dan
berjuang dan marah jika dihalangi. Kepribadian tipe B adalah kebalikannya. Mereka cenderung
santai, kurang agresif, kurang aktif berjuang untuk mencapai tujuannya.1

---- Untuk menghilangkan ketegangan psikis yang berhubungan dengan penyakit, klinisi
menggunakan obat psikotropika, contohnya diazepam. Terapi medis harus suportif dan
menentramkan, dengan suatu penekanan psikologis untuk menghilangkan stres psikis,
kompulsivitas dan ketegangan.1

(2) Hipertensi esensial

Penderita hipertensi tampak dari luar menyenangkan, patuh dan kompulsif walaupun
kemarahan mereka tidak di ekspresikan secara terbuka, mereka memiliki kekerasan yang terhalangi,
yang ditangani secara buruk. Mereka tampak memiliki presdiposisi untuk hipertensi, yaitu bila
terjadi stres kronis pada kepribadian kompulsif yang terpresdiposisi secara genetik yang telah
merepresi dan menekan kekerasan, dapat terjadi hipertensi. Keadaan ini cenderung terjadi pada
kepribadian tipe A.1 Psikoterapi suportif dan dan teknik perilaku (biofeedback, meditasi, terapi
relaksasi) telah dilaporkan berguna dalam pengobatan hipertensi.

(3) Gagal jantung kongestif

Faktor psikologis seperti stres, dan konflik emosional non spesifik, sering kali bermakna
dalam memulai atau eksaserbasi gangguan. Intinya bahwa psikoterapi suportif adalah penting pada
pengobatannya.1

(4) Sinkop vasomotor (vasodepressor)

Sinkop vasomotor ditandai oleh kehilangan kesadaran secara tiba-tiba yang disebabkan oleh
serangan vasovagal. Rasa khawatir atau takut akut menghambat impuls untuk berkelahi atau
melarikan diri, dengan demikian menampung darah di anggota gerak bawah, dari vasodilatasi
pembuluh darah didalam tungkai. Reaksi tersebut menyebabkan penurunan pasokan darah ke otak,
sehingga terjadi hipoksia otak dan kehilangan kesadaran.1

(5) Aritmia jantung

Aritmia yang potensial membahayakan hidup kadang-kadang terjadi dengan luapan


emosional dan trauma emosional. Terapi yang digunakan untuk membantu melindungi terhadap
aritmia akibat emosi adalah psikotropika dan beta-blocker seperti propanolol.1

(6) Fenomena Raynaud

Fenomena Raynaud seringkali disebabkan oleh stres eksternal. Terapi dapat diobati dengan
psikotropika suportif, relaksasi progesif atau biofeedback dan dengan melindungi tubuh dari dingin
dan menggunakan sedatif ringan.1

(7) Jantung psikogenik bukan penyakit

Beberapa pasien adalah bebas dari penyakit jantung tetapi masih mengeluh gejala yang
mengarah ke jantung. Mereka seringkali menunjukkan keprihatinan morbid tentang jantung mereka
dan rasa takut akan penyakit jantung yang meningkat. Rasa takut mereka dapat terentang dari
masalah kecemasan yang dimanifestasikan oleh fobia atau hipokondriasis parah, sampai pada
keyakinan waham bahwa mereka menderita penyakit jantung. Pengobatan psikofarmaka ditujukan
pada gejala yang menonjol. Obat antiansietas dapat digunakan pada kecemasan yang berat.1

2) Sistem Pernapasan

(1) Asma bronkialis

Faktor genetik, alergik, infeksi, stres akut dan kronis semuanya berperan dalam
menimbulkan penyakit. Stimuli emosi bersama dengan alergi penderita menimbulkan konstriksi
bronkioli bila sistem saraf vegetatif juga tidak stabil dan mudah terangsang. Walaupun pasien asma
karateristiknya memiliki kebutuhan akan ketergantungan yang berlebihan, tidak ada tipe
kepribadian yang spesifik yang telah diindentifikasi. Pasien asmatik harus diterapi dengan
melibatkan berbagai disiplin ilmu antara lain menghilangkan stres, penyesuaian diri, menghilangkan
alergen, serta mengatur kerja sistem saraf vegetatif dengan obat-obatan.1,4

(2) Hay fever

Faktor psikologis yang kuat berkombinasi dengan elemen energi untuk menimbulkan Hay
Fever. Faktor psikiatrik, medis, dan alergik harus dipertimbangkan sebagai terapi hay fever.1
(3) Sindroma hiperventilasi

Sindroma hiperventilasi disebut juga dispneu nerveous (freud), pseudo-asma, distonia


pulmonal. Gambaran klinis berupa:1,5

· Parastesia, terutama pada ujung tangan dan kaki.

· Gejala-gejala sentral seperti gangguan penglihatan berupa mata kabur yang dikenal
sebagai blurry eyes. Penderita juga mengeluh bingung, sakit kepala dan pusing.

· Keluhan pernafasan seperti dispneu, takipneu, batuk kering, sesak dan perasaan
tidak dapat bernafas bebas.

· Keluhan jantung. Sering dijumpai kelainan yang menyerupai angina pektoris dan
juga ditemukan pada kelainan fungsional jantung dan sirkulasi.

· Keluhan umum, seperti kaki dan tangan dingin yang sangat menganggu, cepat
lelah, lemas, mengantuk, dan sensitif terhadap cuaca.

3) Sistem Gastrointestinal

(1) Dispepsia fungsional

Kriteria psikologis diperlukan karena diagnosis dengan penemuan negative organis dan
keluhan vegetatif tidak mencukupi. Dari evaluasi psikis ditemukan:6,7

• Gejala bersifat neurosis.

• Depresi dan anxietas.

• Berkeinginan untuk dirawat dan dimanja dan untuk memiliki objek yang diinginkan.

Patofisiologi terjadinya sindrom dispepsia masih diperdebatkan karena penyebabnya bersifat


multi-faktorial. Peran faktor psikososial pada dispepsia fungsional sangat penting karena dapat
menyebabkan hal-hal seperti menimbulkan perubahan fisiologi saluran cerna, perubahan
penyesuaian terhadap gejala-gejala yang timbul, mempengaruhi karakter dan perjalanan
penyakitnya, serta mempengaruhi prognosis.

Beberapa faktor yang diduga menyebabkan sindrom dispepsia antara lain karena peningkatan
asam lambung, dismotilitas lambung, gastritis dan duodenitis kronis, stres psikososial, serta faktor
lingkungan dan lain-lain seperti makanan, genetik, dan sebagainya. Rangsangan psikis/emosi
sendiri secara fisiologi dapat mempengaruhi lambung dengan dua cara yaitu:
• Jalur neurogen: Rangsangan konflik emosi pada korteks serebri mempengaruhi kerja
hipotalamus anterior dan selanjutnya ke nukleus vagus, nervus vagus, lalu ke lambung.

• Jalur neuro-hormonal: Rangsangan pada korteks serebri diteruskan ke hipotalamus anterior


selanjutnya ke hipofisis anterior yang mengeluarkan kortikotropin. Hormon ini merangsang
produksi asam lambung.

Faktor psikis dan emosi dapat mempengaruhi saluran cerna dan mengakibatkan perubahan
sekresi asam lambung, mempengaruhi motilitas dan vaskularisasi mukosa lambung, serta
menurunkan ambang rangsang nyeri.

(2) Ulkus peptikum

Sifat kepribadian ulkus menjadi faktor presdiposisi. Sifat kepribadiannya antara lain:1,8

• Tingkah laku: Orang tersebut biasanya tegang, selalu was-was, sangat aktif dalam
berbagaibidang. Tidak mudah menerima kenyataan bila dia gagal.

• Kepandaian: Mempunyai kepandaian dalam berbagai bidang yang dikerjakan sekaliguspada


waktu yang bersamaan.

• Pertanggungjawaban: Mempunyai tanggung jawab yang sangat besar bahkan sampai


memikirkanpekerjaan orang lain.

• Pengenalan terhadap penyakitnya: Tidak menghiraukan penyakitnya, sering terlambat


makan, merasa sakit uluhati tapi masih mau bekerja terus, sering datang terlambat ke dokter.

• Umur: Terbanyak pada usia 30-an, karena banyak faktor stres, kesulitan dalam bidang
ekonomi dan keluarga.

• Jenis kelamin/ bangsa: Laki-laki lebih sering dibandingkan wanita. Kulit hitam lebih jarang
dibandingkan kulit putih.

• Faktor sosial: Sering ditemukan dikota besar dan daerah industri. Stres dan kecemasan yang
disebabkan oleh berbagai konflik yang tidak spesifik dapat menyebabkan hiperasiditas
lambung dan hipersekresi pepsin, yang menyebabkan suatu ulkus. Psikoterapi merupakan
terapi yang dapat dipakai untuk konflik ketergantungan pasien. Biofeedback dan terapi
relaksasi mungkin berguna. Terapi medis lain yang digunakan antara lain cimetidine,
famotidine.1
(3) Kolitis ulserativa

Tipe kepribadian dari pasien dengan Kolitis ulserativa menunjukkan sifat kompulsif yang
menonjol. Pasien cenderung pembersih, tertib, rapi, tepat waktu, hiperintelektual, malu-malu, dan
terinhibisi dalam mengungkapkan kemarahan. Stres non-spesifik dapat memperberat penyakit ini.
Terapi yang dianjurkan pada kolitis ulserativa yang akut adalah psikoterapi yang non-konfrontatif
dan suportif dengan psikoterapi interpretatif selama periode tenang. Terapi medis terdiri dari
tindakan medis non-spesifik, seperti antikolinergik dan anti diare.1

(4) Konstipasi psikogenik

Konstipasi dikenal sebanyak dua macam, yaitu karena gangguan fungsi (konstipasi simpel)
dan gejala suatu penyakit (konstipasi simtomatik). Pada konstipasi psikogenik termasuk salah satu
dari gangguan fungsi. BAB biasanya terjadi setelah timbul rangsangan di hipotalamus yang
diteruskan ke kolon lalu ke sfingter ani melalui saraf otonom. Pada waktu tertentu seperti pada
seseorang yang sedang murung, kecewa, putus asa, dan lain-lain, rangsangan tersebut kemungkinan
tidak muncul. Penyebabnya karena rangsangan di hipotalamus menurun sampai tidak ada, sehingga
rangsangan di kolonpun sangat berkurang. Bila hal ini terjadi berlarut-larut dapat terjadi atoni kolon
dan konstipasi kronik.

(5) Diare psikogenik

Pasien dengan diare psikogenik biasanya timbul karena adanya konflik dalam batinnya, di
mana tidak dapat mengatasi problem tersebut. Masalah-masalah tersebut dapat memberikan
rangsangan berlebihan pada susunan saraf pusat terutama hipotalamus yang dapat menimbulkan
hiperperistaltik.

Sifat diare psikogenik pada umumnya menunjukkan sering BAB (frekuensi yang meningkat),
bersifat lembek, hampir tidak pernah bersifat cair, jarang disertai darah dan lendir, serta tidak
pernah disertai panas. Timbulnya keluhan ini sebagai akibat dari ketegangan jiwa atau konflik
psikis yang tidak dapat diatasi oleh pasien. Keluhan lainnya seperti kembung, ruktus, flatus, atau
kadang-kadang perut dirasa tegang. Banyak pula yang mengeluhkan gejala vasomotor, mudah
berkeringat, berdebar-debar, rasa takut, lemah, pusing atau sakit kepala.

Pada umumnya pasien dengan diare psikogenik pandai menceritakan keluhan lokasi tempat
yang paling nyeri, kapan mendapat serangan, penyebaran serangan nyeri, dan sebagainya.
Timbulnya diare selalu didahului dengan konflik jiwa dan stres psikis.
4) Sistem Muskuloskeletal

(1) Artritis rematoid

Stres psikologis mungkin mempresdiposisikan pasien pada artritis rematoid dan penyakit
autoimun melalui supresi kekebalan. Orang artritik merasaterkekang, terikat dan terbatas. Karena
banyak orang artritik memiliki riwayat aktivitas fisik. Mereka seringkali memiliki rasa marah yang
terepresi tentang pembatasan fungsi otot-otot mereka, yang memperberat kekakuan dan imobilitas
mereka.1

----Kriteria diagnostik untuk rasa sakit psikosomatis adalah:10

· Saat rasa sakit bersamaan dengan krisis emosional.

· Kepribadian yang khusus.

· Perbedaan frekuensi pada pria dan wanita.

· Hubungan dengan gangguan psikosomatis yang lain.

· Riwayat keluarga.

· Hilang timbul.

· Hilang pada perubahan lingkungan, pergaulan, kebudayaan.

(2) Nyeri punggung bawah

Seringkali seorang pasien dengan nyeri punggung bawah melaporkan bahwa nyerinya
dimulai saat trauma psikologis atau stres. Disamping itu reaksi pasien terhadap nyeri adalah tidak
sebanding secara emosional, dengan kecemasan dan depresi yang berlebihan.1

5) Sistem endokrin

(1) Hipertiroidisme

Hipertiroidisme (tirotoksikosis) adalah suatu sindroma yang ditandai oleh perubahan


biokimiawi dan psikologis yang terjadi sebagai akibat dari kelebihan hormon tiroid endogen atau
eksogen yang kronis. Gejala medis yang sering muncul berupa intoleransi panas, keringat
berlebihan, diare, penurunan berat badan, takikardi, palpitasi dan muntah. Gejala dan keluhan
psikiatrik yang muncul antara lain ketegangan, eksitabilitas, iritabilitas, bicara tertekan, insomnia,
mengekspresikan rasa takut yang berlebihan terhadap ancaman kematian.1
(2) Diabetes melitus

Diabetes melitus adalah suatu gangguan metabolisme dan sistem vaskuler yang
dimanifestasikan oleh gangguan penanganan glukosa, lemak, dan protein tubuh. Riwayat herediter
dan keluarga sangat penting dalam onset diabetes. Onset yang mendadak sering kali berhubungan
dengan stress emosional yang mengganggu keseimbangan homeostatik pasien yang terpredisposisi.
Menurut Meninger ada 3 gangguan mental yang dijumpai pada diabetes:10

· Depresi

· Anxietas

· Fatik (letih)

(3) Gangguan Endokrin Pada Wanita

Premenstrual syndrome (PMS), ditandai oleh perubahan subjektif mood, rasa kesehatan
fisik, dan psikologis umum yang berhubungan dengan siklus menstruasi. Secara khusus, perubahan
kadar estrogen, progesteron, dan prolaktin dihipotesiskan berperan penting sebagai penyebab.
Gejala biasanya dimulai segera setelah ovulasi, meningkat secara bertahap, dan mencapai intensitas
maksimum kira-kira lima hari sebelum periode menstruasi dimulai. Faktor psikososial, dan biologis
telah terlibat di dalam patogenesis gangguan.1 Penderitaan menopause (menopause distress), adalah
suatu keadaan yang terjadi setelah tidak adanya periode menstruasi selama satu tahun yang disebut
menopause. Banyak gejala psikologis yang dihubungkan dengan menopause, termasuk kecemasan,
kelelahan, ketegangan, labilitas emosional, mudah marah (iritabilitas), depresi, pening, dan
insomnia. Tanda dan gejala fisik adalah keringat malam, muka kemerahan dan kilatan panas (hot
flash). Keadaan ini kemungkinan berhubungan dengan sekresi luteinizing hormone (LH). Fungsi
yang tergantung pada estrogen hilang secara berurutan dan wanita mungkin mengalami perubahan
atrofik pada permukaan mukosa, disertai oleh vaginitis, pruritus, dispareunia, dan stenosis.1

Wanita mungkin juga mengalami perubahan dalam metabolisme kalsium dan lemak,
kemungkinan sebagai efek sekunder dari penurunan kadar estrogen, dan perubahan tersebut
mungkin disertai oleh sejumlah masalah medis yang terjadi pada tahun-tahun pasca menopause,
seperti osteoporosis dan atero-sklerosis koroner.1

Keparahan gejala menopause tampaknya berhubungan dengan kecepatan pemutusan


hormon, jumlah deplesi hormon, kemampuan konstitusional wanita untuk menahan proses ketuaan,
kesehatan dan tingkat aktivitas mereka, serta artipsikologis ketuaan bagi mereka. Kesulitan
psikiatrik yang bermakna secara klinis dapat berkembang selama siklus kehidupan fase
involusional. Wanita yang sebelumnya mengalami kesulitan psikologis, seperti harga diri yang
rendah dan kepuasan hidup yang rendah, kemungkinan rentan terhadap kesulitan selama
menopause.1

6) Sistem Kekebalan Tubuh

(1) Penyakit infeksi

Penelitian klinis menyatakan bahwa variabel psikologis mempengaruhi kecepatan


pemulihan dari mononukleosis infeksius dan influenza. Stres dan keadaan psikologis yang buruk
menurunkan daya tahan terhadap tuberkulosis dan mempengaruhi perjalanan penyakit. Dengan
demikian perkembangan penyakit sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis orang.

(2) Gangguan alergi

Bukti klinis menyatakan bahwa faktor psikologis berhubungan dengan pencetus alergi.
Asma bronkial adalah contoh utama proses patologis yang melibatkan hipersensitifitas segera yang
berhubungan dengan proses psikososial.

7) Kulit

(1) Pruritus menyeluruhPruritus psikogenik menyeluruh adalah tidak ada penyebab organik .
Kemarahan yang terekspresi dan kecemasan yang terekspresi merupakan penyebab paling
sering, karena secara disadari atau tidak mereka menggaruk dirinya sendiri secara kasar.

(2) Pruritus setempat

· Pruritus ani

· Pruritus vulva

(3) Hiperhidrosis

Hiperhidrosis dipandang sebagai fenomena kecemasan yang diperantarai oleh sistem saraf
otonom. Ketakutan, kemarahan dan ketegangan dapat menyebabkan meningkatnya sekresi keringat,
karena manusia memiliki dua mekanisme berkeringat yaitu termal dan emosional. Berkeringat
emosional terutama tampak pada telapak tangan, telapak kaki dan aksila. Berkeringat termal paling
jelas pada dahi, leher, punggung tangan dan lengan bawah.
8) Nyeri Kepala

(1) Migren

Migren adalah ganguan paroksismal yang ditandai oleh nyeri kepala rekuren, dengan atau
tanpa gangguan visual dan gastrointestinal. 2/3 pasien memiliki riwayat gangguan yang sama.
Kepribadian obsesional yang jelas terkendali dan perfeksionistik, yang menekan marah, dan yang
secara genetik berpresdisposisi pada migren mungkin menderita nyeri kepala tersebut. Mekanisme
terjadinya migren psikosomatis berupa:11,12

· Vasospasme arteri serebri

· Distensi arteri karotis eksterna

· Edema dinding arteri

---- Pada periode prodromal migren paling baik diobati dengan Ergotamine, Tartrate (Cafergot),
dan analgetik. Psikoterapi bermanfaat untuk menghilangkan efek konflik dan stres.

(2) Tension (kontraksi otot)

Terjadi pada 80% populasi selama perode stres emosional. Kepribadian tipe A yang tegang,
berjuang keras dan kompetitif peka terhadap gangguan ini. Stres emosional sering kali disertai
kontraksi otot kepala dan leher yang lama melebihi beberapa jam dapat menyempitkan pembuluh
darah yang menyebabkan iskemia.

Gejalanya berupa nyeri tumpul dan berdenyut dimulai pada subocipitalis yang menyebar
keseluruh kepala. Kulit kepala nyeri terhadap sentuhan, biasanya bilateral dan tidak disertai gejala
prodromal seperti mual dan muntah. Onset cenderung pada sore dan malam hari. Pada stadium awal
dapat diberikan anti ansietas, pelemas otot dan pemijatan atau aplikasi panas pada kepala dan leher.
Jika terdapat depresi yang mendasari anti depresan perlu diberikan. Jika kronis psikoterapi
merupakan terapi pilihan.

(9) Keganasan

(1) Masalah pasien

Reaksi psikologis mereka adalah rasa takut akan kematian, cacat, ketidakmampuan, rasa
takut ditelantarkan dan kehilangan kemandirian, rasa takut diputuskan dari hubungan, fungsi peran
dan finansial, kecemasan, kemarahan, dan rasa bersalah. Setengah dari pasien kanker menderita
gangguan mental berupa gangguan penyesuaian 68%, gangguan depresi berat 13% dan delirium
8%. Pada pasien kanker sering ditemukan pikiran dan keinginan bunuh diri.

(2) Masalah yang berkaitan dengan pengobatan

· Terapi radiasi; Efek samping terapi radiasi adalah ensefalopati yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial.

· Kemoterapi; Efek samping kemoterapi berupa mual dan muntah.

· Rasa sakit; Pasien kanker dengan rasa sakit memiliki insidensi depresi dan kecemasan yang
lebih tinggi dibanding mereka yang tanpa rasa sakit.

(3) Masalah keluarga

---- Kecemasan dan depresi dalam anggota keluarga memerlukan intervensi yang aktif. Keluarga
harus memberikan pelayanan untuk pasien.

2.6 PEMERIKSAAN

Biasanya penderita datang kepada dokter dengan keluhan-keluhan, tetapi tidak didapatkan
penyakit atau diagnosis tertentu, namun selalu disertai dengan keluhan dan masalah. Pada 239
penderita dengan gangguan psikogenik Streckter telah menganalisis gejala yang paling sering
didapati yaitu 89% terlalu memperhatikan gejala-gejala pada badannya dan 45% merasa kecemasan,
oleh karena itu pada pasien psikosomatis perlu ditanyakan beberapa faktor yaitu:4

• Faktor sosial dan ekonomi, kepuasan dalam pekerjaan, kesukaran ekonomi, pekerjaan yang
tidak tentu, hubungan dengan dengan keluarga dan orang lain, minatnya, pekerjaan yang
terburu-buru, kurang istirahat.

• Faktor perkawinan, perselisihan, perceraian dan kekecewaan dalam hubungan seksual, anak-
anak yang nakal dan menyusahkan.

• Faktor kesehatan, penyakit-penyakit yang menahun, pernah masuk rumah sakit, pernah
dioperasi, adiksi terhadap obat-obatan, atau tembakau.

• Faktor psikologik, stres psikologik, keadaan jiwa waktu dioperasi, waktu penyakit berat,
status didalam keluarga dan stres yang timbul.

----Quirido membagi cara pemeriksaan dalam 3 lapangan:2

· Lapangan psikis
· Lapangan sosial

· Lapangan somatis

---- Yang ditujukan pada lapangan kejiwaan dinamakan psikoterapi indentik. Yang ditujukan
pada lapangan sosial dan somatik disebut psikoterapi non identik, yang terdiri dari
pemeriksaanfisik, mengobati kelainan fisik dengan obat, memperbaiki kondisi sosial ekonomi,
lingkungan, kebiasaan hidup sehat.

2.7 DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis berdasarkan DSM-IV untuk Gangguan Somatisasi :

1) Adanya riwayat keluhan-keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang berlangsung
dalam periode beberapa tahun dan mencari-cari penyembuhannya atau terjadi hambatan
bermakna dalam fungsi-fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting lainnya.

2) Setiap kriteria berikut selama ini harus terpenuhi dimana gejala-gejala individu terjadi pada
suatu waktu dalam perjalanan gangguan:

(1) 4 gejala nyeri: riwayat nyeri pada minimal 4 tempat atau fungsional (misalnya kepala,
perut, punggung, sendi, ekstremitas, dada, rektum, sewaktu koitus atau miksi).

(2) 2 gejala gastrointestinal: riwayat sedikitnya 2 gejala gastrointestinal selain nyeri (misalnya
nausea (mual), meteorismus, vomitus diluar kehamilan, diare, intoleransi beberapa jenis
makanan).

(3) 1 gejala seksual: riwayat sedikitnya ada 1 gejala seksual atau gejala reproduksi selain
nyeri (misalnya indiferen seksual, disfungsi ereksi atau ejakulasi, siklus haid iregular,
hipermenorrhea, vomitus sepanjang masa kehamilan).

(4) 1 gejala pseudoneurologis: riwayat sedikitnya 1 gejala atau defisit yang mengarah pada
suatu kondisi neurologis yang tidak hanya nyeri (gejala-gejala konversi seperti gangguan
koordinasi atau keseimbangan, paralisa atau kelemahan lokal, sukar menelan atau terasa
adanya massa di tenggorok, aphonia, retensi urinae,  halusinasi, kehilangan sensasi nyeri dan
raba, visus ganda, kebutaan, tuli, kejang; gejala-gejala disosiatif seperti amnesia; kehilangan
kesadaran selain pingsan).
3) Adanya 1 atau 2:

(1) Setelah penelitian yang sesuai; gejala-gejala pada kriteria B tidak dapat dijelaskan
berdasarkan kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dari zat (penyalahgunaan
obat atau medikasi).

(2) Ketika ada kaitan dengan suatu kondisi medis umum, keluhan-keluhan fisik atau
hambatan sosial atau pekerjaan adalah berlebihan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik
atau temuan-temuan laboratorium.

Gejala2 tidak (dimaksudkan) dibuat-buat atau disengaja (seperti pada gangguan buatan atau
malingering).

Lewis memberikan beberapa kriteria khusus untuk diagnosis gangguan psikosomatis yaitu:

1) Gejala-gejala yang didapat mempunyai permulaan, akibat, manifestasi dan jalannya yang
sangat mencurigakan akan adanya gangguan psikosomatik.

2) Dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak didapatkan penyakit organik yang dapat
menyebabkan gejala-gejala.

3) Adanya suatu stres atau konflik yang menyulitkan penderita.

4) Reaksi penderita terhadap stres ini banyak hubungannya dengan gejala gejala yang
dikeluhkannya, yaitu bahwa gejala-gejala itu secara psikosomatik merupakan manifestasi
fisik dari konflik atau penyelesaian masalah yang tidak memuaskan.

5) Terjadinya stres harus memiliki korelasi antara waktu dan timbulnya keluhan, bertambah
beratnya penyakit yang ada.

Sementara itu untuk diagnosis perlu dievaluasi faktor-faktor sebagai berikut:

· Komponen organik versus komponen non-organik.

· Komponen fungsional nonpsikogenik versus psikogenik.

· Dasar kestabilan emosi (kepribadian premorbid dan predisposisi).

· Stres yang menimbulkan gejala-gejala.

· Beratnya gangguan fisik atau psikologik.


2.8 TERAPI

Di Amerika Serikat 1/3 penderita yang datang berobat pada dokter umum tidak mempunyai
gangguan organik, 1/3 yang lain mempunyai gangguan organik tetapi keluhannya berlebihan.
Dengan kesabaran dan simpati banyak penderita dengan gangguan psikosomatik dapat ditolong.
Kita dapat menerangkan kepada penderita tidak dapat sesuatu dalam tubuhnya yang rusak atau yang
kurang, tidak terdapat infeksi dan kanker, hanya anggota tubuhnya bekerja tidak teratur. Untuk
menerangkan bagaimana emosi dapat mengganggu tubuh dapat diambil contoh sehari-hari seperti
orang yang malu mukanya akan menjadi merah, orang yang takut menjadi gemetar dan pucat. Dapat
dipakai perumpamaan menurut pendidikan dan pengetahuan penderita.

----Setelah dibuat diagnosis gangguan psikosomatis, terdapat 3 fase terapi yaitu:4

Fase 1: Ialah fase pemeriksaan dan pemberian ketenangan, penderita dan dokter bersama-sama
berusaha dan saling membantu melalui anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik yang teliti dan tes
laboratorium bila perlu. Diusahakan membuktikan bahwa tidak terdapat penyakit organik dan
dijelaskan kepada penderita tentang mekanisme fisiologik serta keterangan tentang gejala-gejala.
Berikan kesempatan kepada penderita untuk bertanya.

Fase 2: Merupakan fase pendidikan, fase ini dokter lebih banyak bicara. Untuk memberi
keterangan tentang keluhan, meyakinkan serta menenangkan pasien, dapat dikatakan antara lain:

·Bahwa gejala-gejalanya benar ada, dapat dimengerti kalau ia mengeluh dan menderita.

·Bahwa gejala-gejalanya sering terdapat juga pada orang lain yang sudah kita obati.

·Bahwa tidak ada kanker atau penyakit berbahaya lain.

·Bahwa gejala-gejala itu timbul karena ketegangan sehari-hari dan gangguan emosional.

·Bahwa gejala itu tidak akan segera hilang, diperlukan beberapa waktu, tetapi akan hilang
atau berkurang bila diobati dengan baik.

·Bahwa kita semua mengalami ketegangan, kekecewaan, godaan dan kecemasan.

·Bahwa kelelahan fisik atau jiwa dapat mengurangi daya tahan tubuh sehingga timbul gejala.

·Bahwa kita apabila terlalu terburu-buru akan timbul ketegangan jiwa.

·Bahwa tubuh kita bereaksi terhadap ketegangan yang terlalu berat. Sering gejala merupakan
pekerjaan alat tubuh yang bekerja berlebihan.
·Bahwa ini akan lebih baik bila pasien mengerti akan penyebab gejala.

Fase 3: Ialah fase keinsafan intelektual dan emosional. Pada fase ini pasien yang lebih banyak
bicara. Terjadi pengakuan, katarsis dan wawancara psikiatrik. Hal ini harus berjalan sangat pribadi,
rahasia, tanpa sering terganggu dan dalam suasana penuh kepercayaaan dan pengertian. Dokter
menjelaskan saja agar pembicaraan berjalan dengan baik, tidak terlalu menyimpang dari pokok
pembicaraan.

Terdapat 3 golongan senyawa psikofarmaka:13

1. Obat tidur (hipnotik): Diberikan dalam jangka waktu pendek 2-4 minggu. Obat yang
dianjurkan adalah senyawa benzodiazepine berkhasiat pendek seperti nitrazepam, flurazepam, dan
triazolam. Pada insomnia dengan kegelisahan dapat diberikan senyawa fenotiazin seperti tioridazin,
prometazin.

2. Obat penenang minor dan mayor:

- Obat penenang minor

Diazepam merupakan obat yang efektif yang dapat digunakan pada anxietas, agitasi, spasme
otot, delirium, epilepsi. Benzodiazepine hanya diberikan pada anxietas hebat maksimal 2 bulan.

- Obat penenang mayor

Yang paling sering digunakan adalah senyawa fenotiazin dan butirofenon seperti
clorpromazin, tioridazin dan haloperidol.

Antidepresan yang dianjurkan adalah senyawa trisiklik dan tetrasiklik seperti amitriptilin,
imipramin, mianserin dan maprotilin yang dimulai dengan dosis kecil yang kemudian
ditingkatkan.13

3. Antidepresan: Gejala-gejala psikosomatik sering bermanifestasi sebagai depresi. Obat anti


depresan klasik antara lain senyawa golongan trisiklik dan tetrasiklik (contoh : Amitriptilin,
Imipramin, Mianserin, dll). Antidepresan golongan trisiklik sudah jarang dipakai karena memiliki
efek samping yang biasa terjadi antara lain toksik terhadap jantung, aritmia, lidah dan mulut
kering, peningkatan TIO, dan sedasi yang kurang menguntungkan pada pasien geriatri. Beberapa
antidepresan baru dengan efek samping minimal antara lain:

• Golongan SSRI (Selective Serotonine Reuptake Inhibitor) seperti sertralin, fluoksetin,


fluvoksamin.
• Golongan SSRE (Selective Serotonine Reuptake Enhancer) seperti Venlafaksin.

• Golongan RIMA (Reversible Inhibitory Monoamine Oxydase type A) seperti Moklobemid.

• Golongan NaSSA (Nor-adrenaline and Serotonine Selective Anti-depressant) seperti


Mirtazapin.

• Golongan Atipik seperti Trazodon dan Nefazodon.

Golongan benzodiazepin umumnya bermanfaat pada gangguan ansietas, namun pada ansietas
menyeluruh/GAD (Generalized Anxiety Disorder) dengan obat pilihan yaitu buspiron, karena efek
buspiron yang lambat maka awal pengobatan sering dikombinasikan dengan golongan
benzodiazepin.

Perlu ditegaskan ulang bahwa penggunaan psikofarmaka hendaknya bersama-sama dengan


pemberian psikoterapi yang efektif untuk hasil yang lebih baik.
2.9 KERANGKA TEORI

Morbiditas STRES & STRESOR


Faktor kerentanan pasca
Chemical exposure Stres: suatu respons tubuh yang tidak
banjir: PATOFISIOLOGI PSIKOSOMATIS
spesifik terhadap aksi atau tuntutan
Peny. Infeksi
Faktor demografi : Usia, jenis Gangguan
atasnya. keseimbangan
Reaksi adaptasi : alarmsaraf
reaction,
kelamin, pendidikan, pekerjaan, autonom
stage of vegetatif
resistance, stage of exhaustion.
Peny. Jantung
Definisi :
status marital Gangguan konduksi
Sakit kepala Stresor: Stresor fisis, stresorimpuls
sosial, stresor
melalui
Psiko:neurotransmiter
psikis; Soma:
KRITERIA tubuh
KLINIS
Faktor sosio-ekonomi psikis
Kelainan kulit Hiperalgesia viseral Kriteria
Gangguan psikosomatik Negatif
adalah
Faktor keparahan banjir:
Psikologis: depresi, gangguan/penyakit (yang
denganbiasanya tidak
ketinggian air, lama surutnya Gangguan sistem
22
gejala yang menyerupai
endokrin/hormonal ada) penyakit fisis
banjir, kesiapan menghadapi kecemasan, insomnia,
PTSD, psikosomatis dan diyakini adanya hubungan
Kriteria yang
Positif
banjir, kejadian banjir berulang Perubahan pada sistem imun
erat antara suatu peristiwa psikososial
(yang biasanya ada)
2
tertentu dengan timbulnya gejala tsb. 2

MANIFESTASI KLINIS
TERAPI
Umum
Psikoedukasi
Kelainan spesifik: Sistem
kardiovaskular, sist.
Psikofarmaka
Pernapasan, sist.
DIAGNOSIS Gastrointestinal, sist.
Muskuloskeletal, sist.
Kriteria diagnosis menurut DSM-IV Endokrin, sist. Imun, kulit,
nyeri kepala, keganasan.
Lewis

Evaluasi faktor-faktor

fffffffffff

Anda mungkin juga menyukai