Anda di halaman 1dari 45

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Coronavirus disease 19 (COVID-19) merupakan keluarga besar virus yang


menyebabkan penyakit mulai dari gejala ringan sampai berat.¹ Ada setidaknya dua
jenis coronavirus yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan
gejala berat seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV) dan Severe
Acute Respiratory Syndrome (SARS-CoV). Novel coronavirus (2019-nCoV) adalah
virus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia.¹ Novel
coronavirus (2019-nCoV) adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia).
Manifestasi klinis biasanya muncul dalam 2 hari hingga 14 hari setelah
paparan.¹,² Tanda dan gejala umum infeksi coronavirus antara lain gejala gangguan
pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Pada kasus yang berat dapat
menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan
kematian.²
Pada tanggal 31 Desember 2019, Tiongkok melaporkan kasus pneumonia
misterius yang tidak diketahui penyebabnya. Dalam 3 hari, pasien dengan kasus
tersebut berjumlah 44 pasien dan terus bertambah hingga saat ini berjumlah ribuan
kasus.³ Pada awalnya data epidemiologi menunjukkan 66% pasien berkaitan atau
terpajan dengan satu pasar seafood atau live market di Wuhan, Provinsi Hubei
Tiongkok. Sampel isolat dari pasien diteliti dengan hasil menunjukkan adanya infeksi
coronavirus, jenis betacoronavirus tipe baru, diberi nama 2019 novel Coronavirus
(2019-nCoV).³ 11 Februari 2020, World Health Organization memberi nama virus
baru tersebut Severe acute respiratory syndrome coronavirus-2 (SARS-CoV-2) dan
nama penyakitnya sebagai Coronavirus disease 2019 (COVID-19).³,4 Mulanya
transmisi virus ini belum dapat dipastikan apakah dapat melalui antara manusia-
manusia. Jumlah kasus terus bertambah seiring dengan waktu. Selain itu, terdapat
kasus 15 petugas medis terinfeksi oleh salah satu pasien. Salah satu pasien tersebut
dicurigai kasus “super spreader”. Akhirnya dikonfirmasi bahwa transmisi
pneumonia ini dapat menular dari manusia ke manusia. Sampai saat ini virus ini
dengan cepat menyebar masih misterius dan penelitian masih terus berlanjut.4
Saat ini sebanyak 29 negara mengonfirmasi terdapatnya kecurigaan serta
terkonfirmasi kasus COVID-19.4 Pada tanggal 13 Februari 2020, berdasarkan data
terakhir website oleh Center for Systems Science and Engineering (CSSE)
Universitas John Hopkins yang diperbaharui berkala, data terakhir menunjukkan total
kasus lebih dari 60.331 pasien, dengan total kematian lebih dari 1.369 pasien dan
perbaikan lebih dari 6.061 pasien.5 Saat ini data terus berubah seiring dengan waktu.
Banyak kota di Tiongkok dilakukan karantina. Kasus-kasus yang ditemukan diluar
Tiongkok sampai tanggal 12 Februari 2020 tercatat ada di 28 negara diantaranya:
Amerika, Thailand, Hong Kong, Prancis, Malaysia, Singapura, Taiwan, Macau,
Jepang, Korea Selatan, Vietnam, Australia, Nepal dan lainnya.6 Kasus-kasus yang
ditemukan di berbagai negara tersebut sebagian besar memiliki riwayat bepergian ke
Wuhan atau berkontak dengan kasus terkonfirmasi yang memiliki riwayat bepergian
ke Wuhan.7 Empat kasus di Singapura merupakan seorang laki-laki 36 tahun, warga
negara Tiongkok Bersama keluarganya datang pada 22 januari dengan tanpa gejala
kemudian hari berikutnya mengeluh batuk dan dikonfirmasi COVID-19 pada tanggal
25 Januari 2020.8 Laporan terbaru per tanggal 9 Februari 2020 sudah terdapat 43
kasus terkonfirmasi infeksi COVID-19 di Singapura. Beberapa diantaranya
dilaporkan tidak memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok.9
Berdasarkan data sampai dengan 12 Februari 2020, angka mortalitas di
seluruh dunia 2,1% sedangkan khusus di kota Wuhan adalah 4,9%, dan di provinsi
Hubei 3,1%. Angka ini diprovinsi lain di Tiongkok adalah 0,16%. Berdasarkan
penelitian terhadap 41 pasien pertama di Wuhan terdapat 6 orang meninggal (5 orang
pasien di ICU dan 1 orang pasien non-ICU).8
COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020
sejumlah dua kasus. Hingga saat ini (3 Juni 2020) menunjukkan kasus yang
terkonfirmasi berjumlah 28.233 dengan kasus yang sembuh 8.406 dan 1.698 kasus
kematian. Tingkat mortalitas COVID-19 di Indonesia sebesar 8,9%, angka ini
merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara.6 Data ini menunjukkan bahwa kasus
COVID-19 masih tinggi dan cenderung akan meningkat terus.
Indonesia memiliki 33 provinsi dan sebagian besar merupakan zona merah
salah satunya provinsi Bengkulu. Awalnya Bengkulu merupakan zona hijau namun
tanggal 31 Maret 2020 dilaporkan adanya kasus pertama terkonfirmasi COVID-19
dan meninggal. Saat ini kasus sejumlah 92 kasus dengan 25 kasus sembuh dan 2
kasus meninggal serta akan meningkat terus. Sebagian besar kasus yang
terkonfirmasi merupakan tenaga kesehatan dan tidak memiliki gejala.
Dalam menjaga kesehatan seseorang, terdapat dua faktor pokok yang
memengaruhi kesehatan, yaitu faktor perilaku dan faktor non-perilaku. Menurut B.
Bloom, terdapat tiga domain/ranah dari perilaku, yaitu pengetahuan (knowledge),
sikap (attitude), dan tindakan (practice).10 Sedangkan perilaku kesehatan tersebut,
menurut L. Green, dipengaruhi dan ditentukan oleh tiga faktor yaitu faktor
predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor), dan faktor
pendorong/penguat (reinforcing factor).11 Jika dilihat dari faktor predisposisi,
masyarakat memiliki faktor sosiodemografi seperti perbedaan umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, latar belakang pendidikan/pekerjaan serta daerah asal.
Gambaran karakteristik sosiodemografi tersebut dapat memengaruhi perilaku
masyarakat serta outcome dari kesehatan masyarakat.12
COVID-19 yang menjadi masalah kesehatan dunia disertai dengan masifnya
informasi yang tersebar di masyarakat. WHO menggunakan kata ‘infodemic’ sebagai
istilah untuk menyebutkan informasi yang melimpah. Namun, tidak semua informasi
dan berita yang beredar adalah akurat.13 Hingga tanggal 17 Maret 2020, Kementerian
Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia telah mencatat sebanyak 242
kontaks hoaks dan disinformasi mengenai COVID-19 yang tersebar di media sosial,
website, dan platform pesan instan.14 Banyaknya informasi tersebut didukung oleh
perkembangan internet dan kemudahan akses informasi pada saat ini. Sikap dan
perilaku masyarakat banyak dipengaruhi oleh gadget dan internet. Informasi salah
yang beredar ini dapat memengaruhi pengetahuan masyarakat, sehingga dapat
berdampak pada perilaku masyarakat. Keputusan dan pilihan yang diambil lebih
banyak didasarkan pada informasi dari internet, terutama media sosial.
Besarnya respon dari masyarakat terhadap kasus COVID-19 serta tersebarnya
beragam hoaks dan disinformasi di masyarakat menjadi dasar ketertarikan peneliti
untuk melakukan penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya maka
dapat dirumuskan sebuah masalah, yaitu “Bagaimana Gambaran Tingkat
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Terhadap COVID-19 Pada Warga Kelurahan
Kebun Keling di Puskesmas Pasar Ikan Bengkulu Periode 12 Mei – 12 Juni 2020”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat
pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap COVID-19 pada warga Kelurahan
Kebun Keling di Puskesmas Pasar Ikan Bengkulu Periode 12 Mei– 12 Juni 2020

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu mengetahui pengetahuan warga tentang
pengertian COVID-19, penyebab COVID-19, klasifikasi COVID-19, tanda dan
gejala COVID-19, tatalaksana dan pencegahan penularan COVID-19, sikap
terhadap COVID-19 dan perilaku hidup sehat pada warga Kelurahan Kebun
Keling di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu Periode 12 Mei – 12 Juni 2020
sehingga dapat memutus mata rantai penularan COVID-19.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengembangan ilmu


kesehatan mengenai COVID-19 pada warga Kelurahan Kebun Keling di
Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu Periode 12 Mei – 12 Juni 2020

1.4.2 Bagi Ilmu Pengetahuan

Diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah hasil penelitian mengenai faktor-faktor


yang mempengaruhi tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku warga mengenai
COVID-19.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Diharapkan masyarakat, khususnya warga Bengkulu dapat mengetahui, memahami


mengenai COVID-19, dan mempraktikkan cara pencegahannya sehingga dapat
memutus penularan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Coronavirus disease 19 adalah kelompok besar virus yang dapat
menyebabkan penyakit di hewan dan manusia yang disebabkan oleh virus
Severe Acute Respiratory syndrome CoranaVirus (SARS-CoV-2). Beberapa
penyakit-penyakit pada manusia yang ditimbulkan virus dari kelurga
koronavirus adalah selesma, Middle East Respiratory Syndrome (MERS),
severe acute respiratory syndrome, dan penyakit yang dinyatakan pandemik
tertanggal 11 maret 2020 oleh WHO.1

2.2 ETIOLOGI
Berdasarkan sampel hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh WHO
pada pasien yang terkena coronavirus, WHO mengumumkan penyebab
coronavirus disease disebabkan oleh oleh virus Severe Acute Respiratory
syndrome CoranaVirus (SARS-COV-2). virus Severe Acute Respiratory
syndrome CoranaVirus (SARS-COV-2) adalah virus RNA dengan ukuran
partikel 120-160 nm.10 Virus ini utamanya menginfeksi hewan, termasuk di
antaranya adalah kelelawar dan unta. Sebelum terjadinya wabah COVID-19,
ada 6 jenis coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu
alphacoronavirus 229E, alphacoronavirus NL63, betacoronavirus OC43,
betacoronavirus HKU1, Severe Acute Respiratory Illness Coronavirus
(SARS-CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-
CoV). Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus
betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini
masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan
wabah Severe Acute Respiratory Illness (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu
Sarbecovirus.11 Atas dasar ini, International Committee on Taxonomy of
Viruses mengajukan nama SARS-CoV-2.11
Gambar 1. Struktur Genom virus, ORP : Open Reading Frame, E: envolpe,
M; Membrane, Nucleocapsid

Struktur genom virus ini memiliki pola seperti coronavirus pada


umumnya (Gambar 1). Sekuens SARS-CoV-2 memiliki kemiripan dengan
coronavirus yang diisolasi pada kelelawar, sehingga muncul hipotesis bahwa
SARS-CoV-2 berasal dari kelelawar yang kemudian bermutasi dan
menginfeksi manusia.17 Mamalia dan burung diduga sebagai reservoir
perantara. Pada kasus COVID-19, trenggiling diduga sebagai reservoir
perantara. Strain coronavirus pada trenggiling adalah yang mirip genomnya
dengan coronavirus kelelawar (90,5%) dan SARS-CoV-2 (91%).18 Genom
SARS-CoV-2 sendiri memiliki homologi 89% terhadap coronavirus
kelelawar ZXC21 dan 82% terhadap SARS-CoV.12
Hasil pemodelan melalui komputer menunjukkan bahwa SARS-CoV-
2 memiliki struktur tiga dimensi pada protein spike domain receptor-binding
yang hampir identik dengan SARS-CoV. Pada SARS-CoV, protein ini
memiliki afinitas yang kuat terhadap angiotensin-converting-enzyme 2
(ACE2). Pada SARS-CoV-2, data in vitro mendukung kemungkinan virus
20

mampu masuk ke dalam sel menggunakan reseptor ACE2. Studi tersebut juga
menemukan bahwa SARS-CoV-2 tidak menggunakan reseptor coronavirus
lainnya seperti Aminopeptidase N (APN) dan Dipeptidyl peptidase-4 (DPP-
4).13

2.3 EPIDEMIOLOGI
Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-19
di China setiap hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal
Februari 2020. Awalnya kebanyakan laporan datang dari Hubei dan provinsi
di sekitar, kemudian bertambah hingga ke provinsi-provinsi lain dan seluruh
China. Tanggal 30 Januari 2020, telah terdapat 7.736 kasus terkonfirmasi
COVID-19 di China, dan 86 kasus lain dilaporkan dari berbagai negara
seperti Taiwan, Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri Lanka, Kamboja,
Jepang, Singapura, Arab Saudi, Korea Selatan, Filipina, India, Australia,
Kanada, Finlandia, Prancis, dan Jerman.6
Saat ini sebanyak 29 negara mengonfirmasi terdapatnya kecurigaan
serta terkonfirmasi kasus COVID-19. Per-tanggal 13 Februari 2020,
berdasarkan data terakhir website oleh Center for Systems Science and
Engineering (CSSE) Universitas John Hopkins yang diperbaharui berkala,
data terakhir menunjukkan total kasus lebih dari 60.331 pasien, dengan total
kematian lebih dari 1.369 pasien dan perbaikan lebih dari 6.061 pasien. 7 Saat
ini data terus berubah seiring dengan waktu. Banyak kota di Tiongkok
dilakukan karantina. Kasus-skasus yang ditemukan diluar Tiongkok sampai
tanggal 12 Februari 2020 tercatat ada di 28 negara diantaranya: Amerika,
Thailand, Hong Kong, Prancis, Malaysia, Singapura, Taiwan, Macau, Jepang,
Korea Selatan, Vietnam, Australia, Nepal dan lainnya. 8,9 Kasus-kasus yang
ditemukan di berbagai negara tersebut sebagian besar memiliki riwayat
bepergian ke Wuhan atau berkontak dengan kasus confirmed yang memiliki
riwayat bepergian ke Wuhan. Empat kasus di Singapura merupakan seorang
laki-laki 36 tahun, warga negara Tiongkok Bersama keluarganya datang pada
22 januari dengan tanpa gejala kemudian hari berikutnya mengeluh batuk dan
dikonfirmasi COVID-19 pada tanggal 25 Januari 2020. Laporan terbaru per
tanggal 9 Februari 2020 sudah terdapat 43 kasus terkonfirmasi infeksi
COVID-19 di Singapura. Beberapa diantaranya dilaporkan tidak memiliki
riwayat perjalanan ke Tiongkok. 8,9
COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret
2020 sejumlah dua kasus. Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus yang
terkonfirmasi berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian.6 Tingkat
mortalitas COVID-19 di Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang
tertinggi di Asia Tenggara. Per 30 Maret 2020, terdapat 693.224 kasus dan
33.106 kematian di seluruh dunia. Eropa dan Amerika Utara telah menjadi
pusat pandemi COVID-19, dengan kasus dan kematian sudah melampaui
China.7 Amerika Serikat menduduki peringkat pertama dengan kasus
COVID-19 terbanyak dengan penambahan kasus baru sebanyak 19.332 kasus
pada tanggal 30 Maret 2020 disusul oleh Spanyol dengan 6.549 kasus baru.
Italia memiliki tingkat mortalitas paling tinggi di dunia, yaitu 11,3%.6,7 Hingga
saat ini (3 Juni 2020) menunjukkan kasus yang terkonfirmasi berjumlah
28.233 dengan kasus yang sembuh 8.406 dan 1.698 kasus kematian. Tingkat
mortalitas COVID-19 di Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang
tertinggi di Asia Tenggara.6 Penambahan jumlah kasus harian masih beragam
bahkan pernah tembus 1000 kasus per hari. Data ini menunjukkan bahwa
kasus COVID-19 masih tinggi dan cenderung akan meningkat terus.

2.4 VIROLOGI DAN TRANSMISI


A. Virologi
Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul
dan tidak bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga
Coronaviridae. Coronaviridae dibagi dua subkeluarga dibedakan
berdasarkan serotipe dan karakteristik genom. Terdapat empat genus
yaitu alpha coronavirus, betacoronavirus, deltacoronavirus dan gamma
coronavirus.14,15
Coronavirus memiliki kapsul, partikel berbentuk bulat atau elips,
sering pleimorfik dengan diameter sekitar 50-200m. Semua virus ordo
Nidovirales memiliki kapsul, tidak bersegmen, dan virus positif RNA
serta memiliki genom RNA sangat panjang. Struktur coronavirus
membentuk struktur seperti kubus dengan protein S berlokasi di
permukaan virus. Protein S atau spike protein merupakan salah satu
protein antigen utama virus dan merupakan struktur utama untuk
penulisan gen. Protein S ini berperan dalam penempelan dan masuknya
virus kedalam sel host (interaksi protein S dengan reseptornya di sel
inang).14,15,16
Gambar 2. Struktur coronavirus 17

Coronavirus bersifat sensitif terhadap panas dan secara efektif dapat


diinaktifkan oleh desinfektan mengandung klorin, pelarut lipid dengan
suhu 56 selama 30 menit, eter, alkohol, asam perioksiasetat, detergen
non-ionik, formalin, oxidizing agent dan kloroform. Klorheksidin tidak
efektif dalam menonaktifkan virus.15,16
Virus ini utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah
kelelawar dan unta. Sebelum terjadinya wabah COVID-19, ada 6 jenis
coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu alphacoronavirus
229E, alphacoronavirus NL63, betacoronavirus OC43, betacoronavirus
HKU1, Severe Acute Respiratory Illness Coronavirus (SARS-CoV), dan
Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV).14,15,16
Sekuens SARSCoV-2 memiliki kemiripan dengan coronavirus yang
diisolasi pada kelelawar, sehingga muncul hipotesis bahwa SARS-CoV-2
berasal dari kelelawar yang kemudian bermutasi dan menginfeksi
manusia. Mamalia dan burung diduga sebagai reservoir perantara. Pada
kasus COVID-19, trenggiling diduga sebagai reservoir perantara. Strain
coronavirus pada trenggiling adalah yang mirip genomnya dengan
coronavirus kelelawar (90,5%) dan SARS-CoV-2 (91%). Genom SARS-
CoV-2 sendiri memiliki homologi 89% terhadap coronavirus kelelawar
ZXC21 dan 82% terhadap SARS-CoV. 14,15,16

B. Transmisi
Saat ini, penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia menjadi
sumber transmisi utama sehingga penyebaran menjadi lebih agresif.
Transmisi SARS-CoV-2 dari pasien simptomatik terjadi melalui kontak
erat dan droplet yang keluar saat batuk atau bersin. Beberapa peneliti
melaporan infeksi SARS-CoV-2 pada neonatus. Namun,transmisi secara
vertikal dari ibu hamil kepada janin belum terbukti pasti dapat terjadi.
Bila memang dapat terjadi,data menunjukkan peluang transmisi vertikal
tergolongkecil. Pemeriksaan virologi cairan amnion, darah tali pusat, dan
air susu ibu pada ibu yang positif COVID-19 ditemukan negatif.14,15
Gambar 3. Ilustrasi Transmisi Coronavirus14

SARS-CoV-2 telah terbukti menginfeksi saluran cerna berdasarkan


hasil biopsi pada sel epitel gaster, duodenum, dan rektum. Virus dapat
terdeteksi di feses, bahkan ada 23% yang dilaporkan virusnya tetap
terdeteksi dalam feses walaupun sudah tak terdeteksi pada sampel saluran
napas. Kedua fakta ini menguatkan dugaan kemungkinan transmisi secara
fekal-oral.16
Peneletian mengatakan bahwa tringgiling, mamalia dan burung di
duga menjadi reservoir perantara, hal ini dikarenakan genom yang hampir
mirip dengan SARS-Co V-2. 14,15

2.5 FAKTOR RISIKO


Berdasarkan data yang sudah ada, penyakit komorbid hipertensi dan
diabetes melitus, jenis kelamin laki-laki, dan perokok aktif merupakan faktor
risiko dari infeksi SARS-CoV-2. Distribusi jenis kelamin yang lebih banyak
pada laki-laki diduga terkait dengan prevalensi perokok aktif yang lebih
tinggi. Pada perokok, hipertensi, dan diabetes melitus, diduga ada peningkatan
ekspresi reseptor ACE2. Pengguna penghambat ACE (ACE-I) atau
angiotensin receptor blocker (ARB) berisiko mengalami COVID-19 yang
lebih berat. Terkait dugaanini, European Society of Cardiology (ESC)
menegaskan bahwa belum ada bukti meyakinkan untuk menyimpulkan
manfaat positif atau negatif obat golongan ACE-i atau ARB, sehingga
pengguna kedua jenis obat ini sebaiknya tetap melanjutkan pengobatannya.
Pasien kanker dan penyakit hati kronik lebih rentan terhadap infeksi SARS-
CoV-2. Pasien dengan sirosis atau penyakit hati kronik juga mengalami
penurunan respons imun, sehingga lebih mudah terjangkit COVID-19, dan
dapat mengalami luaran yang lebih buruk.
Beberapa faktor risiko lain yang ditetapkan oleh Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) adalah kontak erat, termasuk tinggal satu
rumah dengan pasien COVID-19 dan riwayat perjalanan ke area terjangkit.
Berada dalam satu lingkungan namun tidak kontak dekat (dalam radius 2
meter) dianggap sebagai risiko rendah. Tenaga medis merupakan salah satu
populasi yang berisiko tinggi tertular.18

2.6 MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas,
mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia
berat, ARDS, sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan
atau sedang, 13,8% mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke
dalam keadaan kritis. Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum
diketahui. Viremia dan viral load yang tinggi dari swab nasofaring pada
pasien yang asimptomatik telah dilaporkan.16
Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan
gejala-gejala pada sistem pernapasan seperti demam, batuk, bersin, dan sesak
napas. Berdasarkan data 55.924 kasus, gejala tersering adalah demam, batuk
kering, dan fatigue. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah batuk produktif,
sesak napas, sakit tenggorokan,nyeri kepala, mialgia/artralgia, menggigil,
mual/muntah,kongesti nasal, diare, nyeri abdomen, hemoptisis, dan kongesti
konjungtiva. Perjalanan penyakit dimulai dengan masa inkubasi yang lamanya
sekitar 3-14 hari (median 5 hari). Pada masa ini leukosit dan limfosit masih
normal atau sedikit menurun dan pasien tidak bergejala. Pada fase berikutnya
(gejala awal), virus menyebar melalui aliran darah, diduga terutama pada
jaringan yang mengekspresi ACE2 seperti paru-paru, saluran cerna dan
jantung. Gejala pada fase ini umumnya ringan. Serangan kedua terjadi empat
hingga tujuh hari setelah timbul gejala awal. Pada saat ini pasien masih
demam dan mulai sesak, lesi di paru memburuk, limfosit menurun. Penanda
inflamasi mulai meningkat dan mulai terjadi hiperkoagulasi. Jika tidak
teratasi, fase selanjutnya inflamasi makin tak terkontrol, terjadi badai sitokin
yang mengakibatkan ARDS, sepsis, dan komplikasi lainnya.16,18
Klasifikasi Klinis20
a. Kasus Ringan
Gejala klinisnya ringan dan tidak ada manifestasi pneumonia yang
ditemukan dalam pencitraan.

b. Kasus Sedang
Pasien memiliki gejala seperti demam dan gejala terkait saluran
pernapasan, dsb. Dan manifestasi pneumonia dapat dilihat pada
pencitraan.
c. Kasus Berat
Pasien dewasa yang memenuhi salah satu kriteria berikut: laju
pernapasan ≥ 30 tarikan napas/menit; saturasi oksigen ≤ 93% pada posisi
istirahat; tekanan oksigen parsial arteri (PaO2)/konsentrasi oksigen
(FiO2) ≤ 300 mmHg. Pasien dengan progres lesi > 50% dalam waktu 24
hingga 48 jam dalam pencitraan paru harus ditangani sebagai kasus yang
parah.
d. Kasus Kritis
Memenuhi salah satu kriteria berikut: terjadi gagal napas yang
membutuhkan bantuan ventilasi mekanis; adanya syok; kegagalan organ
lain yang memerlukan pemantauan dan Penatalaksanaan di ICU. Kasus
kritis selanjutnya dibagi menjadi tahap awal, menengah, dan lanjut sesuai
dengan indeks oksigenasi dan kapasitas sistem pernapasan.
 Tahap awal: 100 mmHg <indeks oksigenasi ≤150 mmHg; kapasitas
sistem pernapasan ≥30 mL/cmH2O; tanpa kegagalan organ selain
paru-paru. Pasien memiliki peluang besar untuk sembuh melalui
pemberian antivirus aktif, badai anti-sitokin, dan Penatalaksanaan
pendukung.
 Tahap menengah: 60 mmHg < indeks oksigenasi ≤100 mmHg; 30
mL/cmH2O >kapasitas sistem pernapasan ≥15 mL/cmH2O; mungkin
terdapat komplikasi akibat disfungsi ringan atau sedang pada organ
lain.
 Tahap lanjut: indeks oksigenasi ≤ 60 mmHg; kapasitas sistem
pernapasan <15 mL/cmH2O; konsolidasi kedua paru-paru tidak
memadai dan membutuhkan bantuan penggunaan ECMO; atau
terjadi kegagalan organ vital lainnya. Risiko kematian meningkat
secara signifikan.

2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis dini, penatalaksanaan, dan isolasi harus dilakukan sesegera
mungkin. Pemantauan dinamis pencitraan paru, indeks oksigenasi, dan kadar
sitokin sangat membantu untuk identifikasi awal pasien yang mungkin
berkembang menjadi kasus yang parah dan kritis. Hasil positif uji asam
nukleat SARS-CoV-2 adalah standar utama untuk diagnosis COVID-19.
Namun, mengingat kemungkinan hasil negatif salah dalam deteksi asam
nukleat, manifestasi karakteristik dugaan kasus dalam pemindaian CT dapat
dianggap sebagai kasus yang terkonfirmasi, bahkan jika hasil uji asam nukleat
negatif. Isolasi dan pengujian berkelanjutan berbagai macam spesimen harus
dilakukan dalam kasus-kasus seperti ini.16,20

Anamnesis
a. Pasien dalam pengawasan atau kasus suspek / possible
1) Seseorang yang mengalami:
 Demam (≥380C) atau riwayat demam
 Batuk atau pilek atau nyeri tenggorokan
 Pneumonia ringan sampai berat berdasarkan klinis dan/atau gambaran
radiologis. (pada pasien immunocompromised presentasi
kemungkinan atipikal)

DAN disertai minimal satu kondisi sebagai berikut :


 Memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok atau wilayah/ negara
yang terjangkit* dalam 14 hari sebelum timbul gejala
 Petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama setelah merawat
pasien infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) berat yang tidak
diketahui penyebab / etiologi penyakitnya, tanpa memperhatikan
riwayat bepergian atau tempat tinggal.
ATAU
2) Pasien infeksi pernapasan akut dengan tingkat keparahan ringan
sampai berat dan salah satu berikut dalam 14 hari sebelum onset
gejala:
 Kontak erat dengan pasien kasus terkonfirmasi atau probable
COVID-19, ATAU
 Riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan sudah
teridentifikasi), ATAU
 Bekerja atau mengunjungi fasilitas layanan kesehatan dengan
kasus terkonfirmasi atau probable infeksi COVID-19 di Tiongkok
atau wilayah/negara yang terjangkit.*
 Memiliki riwayat perjalanan ke Wuhan dan memiliki demam
(suhu ≥380C) atau riwayat demam.
b. Orang dalam Pemantauan
Seseorang yang mengalami gejala demam atau riwayat demam tanpa
pneumonia yang memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok atau
wilayah/negara yang terjangkit, dan tidak memiliki satu atau lebih
riwayat paparan diantaranya:
 Riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19
 Bekerja atau mengunjungi fasilitas kesehatan yang berhubungan
dengan pasien konfirmasi COVID-19 di Tiongkok atau
wilayah/negara yang terjangkit (sesuai dengan perkembangan
penyakit),
 Memiliki riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan
penular sudah teridentifikasi) di Tiongkok atau wilayah/negara
yang terjangkit (sesuai dengan perkembangan penyakit.

c. Kasus Probable
Pasien dalam pengawasan yang diperiksakan untuk COVID-19 tetapi
inkonklusif atau tidak dapat disimpulkan atau seseorang dengan hasil
konfirmasi positif pan-coronavirus atau beta coronavirus.

d. Kasus terkonfirmasi
Seseorang yang secara laboratorium terkonfirmasi COVID-19.

Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan atau beratnya
manifestasi klinis.
 Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran
 Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat,
tekanan darah normal atau menurun, suhu tubuh meningkat.
Saturasi oksigen dapat normal atau turun.
 Dapat disertai retraksi otot pernapasan
 Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis
dan dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada daerah konsolidasi,
suara napas bronkovesikuler atau bronkial dan ronki kasar.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan diantaranya:
1) Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks
Pada pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi
subsegmental, lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan groundglass.
Pada stage awal, terlihat bayangan multiple plak kecil dengan perubahan
intertisial yang jelas menunjukkan di perifer paru dan kemudian
berkembang menjadi bayangan multiple ground-glass dan infiltrate di
kedua paru. Pada kasus berat, dapat ditemukan konsolidasi paru bahkan
“white-lung” dan efusi pleura (jarang).
Gambaran CT Scan Toraks pasien pneumonia COVID-19 di Wuhan,
Tiongkok

2) Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah


 Saluran napas atas dengan swab tenggorok(nasofaring dan orofaring)
 Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila
menggunakan endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal)

Untuk pemeriksaan RT-PCR SARS-CoV-2, (sequencing bila tersedia).


Ketika melakukan pengambilan spesimen gunakan APD yang tepat.
Ketika mengambil sampel dari saluran napas atas, gunakan swab viral
(Dacron steril atau rayon bukan kapas) dan media transport virus. Jangan
sampel dari tonsil atau hidung. Pada pasien dengan curiga infeksi COVID-
19 terutama pneumonia atau sakit berat, sampel tunggal saluran napas atas
tidak cukup untuk eksklusi diagnosis dan tambahan saluran napas atas dan
bawah direkomendasikan. Klinisi dapat hanya mengambil sampel saluran
napas bawah jika langsung tersedia seperti pasien dengan intubasi. Jangan
menginduksi sputum karena meningkatkan risiko transmisi aerosol. Kedua
sampel (saluran napas atas dan bawah) dapat diperiksakan jenis patogen
lain. Bila tidak terdapat RT-PCR dilakukan pemeriksaan serologi. Pada
kasus terkonfirmasi infeksi COVID-19, ulangi pengambilan sampel dari
saluran napas atas dan bawah untuk petunjuk klirens dari virus. Frekuensi
pemeriksaan 2- 4 hari sampai 2 kali hasil negative dari kedua sampel serta
secara klinis perbaikan, setidaknya 24 jam. Jika sampel diperlukan untuk
keperluan pencegahan infeksi dan transmisi, specimen dapat diambil
sesering mungkin yaitu harian.
3) Bronkoskopi
Bronkoskopi fleksibel bersifat serbaguna, mudah digunakan, dan dapat
ditoleransi dengan baik pada pasien COVID-19 yang menggunakan
ventilasi mekanis.
a) Pengambilan spesimen dari saluran pernapasan bawah (misalnya
dahak, aspirasi endotrakeal, lavage bronkoalveolar (BAL)) untuk
SARS-CoV-2 atau patogen lain menjadi panduan dalam pemilihan
antimikroba yang tepat, yang dapat mengarah pada manfaat klinis.
Pengalaman kami menunjukkan bahwa spesimen dari saluran
pernapasan bawah lebih cenderung sensitif positif dalam uji SAR-
CoV-2 daripada spesimen dari saluran pernapasan
b) Dapat digunakan untuk melokalisasi titik perdarahan, menghentikan
hemoptisis, menghilangkan dahak atau pembekuan darah; jika titik
perdarahan diidentifikasi melalui bronkoskopi, injeksi saline dingin,
epinefrin, vasopresin, atau fibrin lokal serta Penatalaksanaan laser
dapat dilakukan melalui bronkoskop.
c) Membantu dalam pembuatan saluran udara buatan; memandu intubasi
trakea atau trakeotomi perkutan.
d) Obat-obatan seperti infus α-interferon dan N-asetilsistein dapat
diberikan melalui bronkoskop.

Gambar Manifestasi bronkoskopik COVID-19: pembengkakan dan kemampatan


mukosa
bronkus; sekresi mukus dalam jumlah banyak di lumen

4) Pungsi pleura sesuai kondisi


5) Pemeriksaan kimia darah
 Darah perifer lengkap
Leukosit dapat ditemukan normal atau menurun; hitung jenis limfosit
menurun. Pada kebanyakan pasien LED dan CRP meningkat.
 Analisis gas darah
 Fungsi hepar (Pada beberapa pasien, enzim liver dan otot
meningkat)
 Fungsi ginjal
 Gula darah sewaktu
 Elektrolit
 Faal hemostasis ( PT/APTT, d Dimer), pada kasus berat, Ddimer
meningkat
 Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis)
 Laktat (Untuk menunjang kecurigaan sepsis)
6) Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas
(sputum, bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah. Kultur darah untuk
bakteri dilakukan, idealnya sebelum terapi antibiotik. Namun, jangan
menunda terapi antibiotik dengan menunggu hasil kultur darah)
7) Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinan
penularan).

2.8 TATALAKSANA

Saat ini, tidak ada pengobatan yang divalidasi untuk COVID-19. Strategi
utama adalah perawatan simtomatik dan suportif, seperti mempertahankan tanda-
tanda vital, menjaga saturasi oksigen dan tekanan darah, dan mengobati
komplikasi, seperti infeksi sekunder atau kegagalan organ. Untuk saat ini belum
ada vaksin yang tersedia untuk mencegah infeksi 2019-nCoV. Protein lonjakan
dapat berfungsi sebagai kandidat vaksin, tetapi efeknya terhadap manusia
memerlukan evaluasi lebih lanjut.21
Tatalaksana Umum:22
A. Isolasi pada semua kasus
Sesuai dengan gejala klinis yang muncul, baik ringan maupun sedang.

Pasien bed-rest dan hindari perpindahan ruangan atau pasien.

B. Implementasi pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)


C. Serial foto toraks untuk menilai perkembangan penyakit
D. Suplementasi oksigen
Pemberian terapi oksigen segera kepada pasien dengan SARI, distress

napas, hipoksemia atau syok. Terapi oksigen pertama sekitar 5l/menit


dengan target SpO2 ≥90% pada pasien tidak hamil dan ≥ 92-95% pada
pasien hamil. Tidak ada napas atau obstruksi, distress respirasi berat,
sianosis sentral, syok, koma dan kejang merupakan tanda gawat pada
anak. Kondisi tersebut harus diberikan terapi oksigen selama resusitasi
dengan target SpO2 ≥ 94%, jika tidak dalam kondisi gawat target SpO2 ≥
90%. Semua area pasien SARI ditatalaksana harus dilengkapi dengan
oksimetri, sistem oksigen yang berfungsi, disposable, alat pemberian
oksigen seperti nasal kanul, masker simple wajah, dan masker dengan
reservoir. Perhatikan pencegahan infeksi atau penularan droplet atau
peralatan ketika mentataksana atau memberikan alat pemberian oksigen
kepada pasien.
E. Kenali kegagalan napas hipoksemia berat
Pasien dengan distress napas yang gagal dengan terapi standar oksigen
termasuk gagal napas hipoksemia berat. Pasien masih menunjukkan usaha
napas yang berat walaupun sudah diberikan oksigen dengan masker
dengan reservoir (kecepatan aliran 10-15 liter/menit). Gagal napas
hipoksemia pada ARDS biasanya gagalnya ventilasi-perfusi
intrapulmonar dan biasanya harus mendapatkan ventilasi mekanik.
Penggunaan high-flow nasal oxygen (HFNO) atau non- invasive
ventilation (NIV) hanya digunakan untuk pasien tertentu. Pada kasus
MERS banyak kasus gagal dengan NIV dan pasien dengan HFNO atau
NIV harus dimonitoring ketat terkait perburukan klinis. Jika
membandingkan terapi oksigen standar dengan HFNO, HFNO
mengurangi kebutuhan ventilasi mekanik atau intubasi.
HFNO seharusnya tidak diberikan kepada pasien dengan hiperkapnia,
hemodinamik tidak stabil, kegagalan multi- organ, atau status mental
abnormal. HFNO mungkin aman untuk pasien dengan derajat ringan-
sedang dan hiperkapni tidak perburukan. Jika pasien digunakan HFNO,
perlu dimonitor ketat serta peralatan intubasi yang siap jika perburukan
atau tidak ada perbaikan dengan percobaan diberikan (1 jam). Bukti
terkait penggunaan HFNO belum ada dan laporan dari kasus MERS
terbatas. Oleh karena itu pemberian HFNO perlu dipertimbangkan.
Berdasarkan panduan NIV, NIV tidak direkomendasikan digunakan pada
pasien gagal napas hipoksemia atau kesakitan virus pandemi (berdasarkan
studi kasus SARS dan pandemic influenza). Adapun beberapa risiko
terkait penggunaan NIV yaitu delay intubasi, volume tidal luas, dan injury
tekanan transpulmonar. Jika pasien digunakan NIV, perlu dimonitor ketat
serta peralatan intubasi yang siap jika perburukan atau tidak ada perbaikan
dengan percobaan diberikan (1 jam). NIV tidak diberikan kepada pasien
hemodinamik tidak stabil, gagal multiorgan, atau status mental abnormal.
Jenis HFNO dan NIV baru dikatakan menurunkan risiko transmisi melalui
udara.
 Intubasi Endotrakeal
Intubasi dilakukan dengan memperhatikan pencegahan penularan

via udara. Intubasi dipasang sesuai dengan panduan. Rapid

sequence intubation perlu dilakukan segera. Sangat


direkomendasikan ventilasi mekanik menggunakan volume tidal
yang lebih rendah (4-8 ml / kg prediksi berat badan, predicted
body weight) dan tekanan inspirasi yang lebih rendah (tekanan
plateau <30 cmH2O). Penggunaan sedasi yang dalam mungkin
diperlukan untuk mengendalikan dorongan pernapasan dan
mencapai target volume tidal. RCT strategi ventilasi yang
menargetkan driving pressure saat ini belum tersedia. Pada pasien
ARDS sangat berat direkomendasikan prone ventilation selama
>12 jam per hari (perlu sumber daya yang terlatih).
Pada pasien dengan ARDS sedang atau parah
 PEEP yang lebih rendah.
Titrasi PEEP membutuhkan pertimbangan manfaat (mengurangi

atelektrauma dan meningkatkan rekrutmen alveolar) vs. Risiko

(overdistensi end- inspirasi yang menyebabkan cedera paru-paru

dan resistensi vaskular paru yang lebih tinggi). Intervensi

manuver perekrutan (RM) diberikan melalui periode episodik dari

tekanan jalan napas positif yang tinggi terus menerus [30-40 cm

H2O], peningkatan progresif bertahap dalam PEEP dengan

driving pressure konstan, atau driving pressure yang tinggi;


pertimbangan manfaat vs risiko serupa. Pemantauan pasien
diperlukan untuk mengidentifikasi mereka yang merespons
aplikasi awal PEEP yang lebih tinggi atau protokol RM yang
berbeda, dan menghentikan intervensi ini pada non-responder.
 Blockade neuromuscular melalui infus continuous tidak disarankan
untuk rutin dilakukan.
 Hindari melepas ventilator dari pasien. Hal ini dapat
menyebabkan hilangnya PEEP dan atelektasis. Gunakan in-line
catheter untuk melakukan suctioning dan klem endotrakeal pipa
jika ventilasi perlu dilepas (misalnya untuk memindahkan ke
transport ventilator).
F. Terapi cairan
Terapi cairan konservatif diberikan jika tidak ada bukti syok Pasien

dengan SARI harus diperhatikan dalam terapi cairannya, karena jika


pemberian cairan terlalu agresif dapat memperberat kondisi distress
napas atau oksigenasi. Monitoring keseimbangan cairan dan elektrolit.

 Kenali syok sepsis

Pada orang dewasa saat infeksi dicurigai atau dikonfirmasi


DAN vasopressor diperlukan untuk mempertahankan mean
arterial pressure (MAP) ≥65 mmHg dan kadar laktat ≥2
mmol/L tanpa hipovolemi merupakan tanda syok sepsis.
Pada anak, kenali syok sepsis ditandai hipotensi (tekanan darah

sistolik (SBP) <5th persentil atau >SD dibawah normal untuk


usia yang sesuai) atau terdapat 2- 3 dari:
- Perubahan status mental
- Takikardi atau bradikardi (<90 atau >160 kali per
menit pada bayi dan denyut jantung <70 atau >150 kali
per menit pada anak)
- Capillary refill time memanjang (>2 detik) atau
vasodilatasi hangat dengan denyut nadi yang keras
(bounding pulse)
- Takipneu
- Mottled skin atau petekhie atau lesi purpura
- Peningkatan laktat
- Oliguria
- Hipertermi
Pentingnya deteksi dini dan tatalaksana adekuat dalam kurun
waktu satu jam sejak deteksi syok meliputi: terapi antimikroba,
loading cairan, vasopressor untuk hipotensi. Jika tidak tersedia
pengukuran laktat, gunakan MAP dan tanda klinis perfusi untuk
mengidentifikasi syok. Jika dibutuhkan dan sumber daya tersedia
dapat dilakukan pemasangan CVC.
 Resusitasi cairan
Pada pasien dewasa berikan paling sedikit cairan isotonik
kristaloid sebanyak 30ml/kgBB dalam kurun waktu 3 jam
pertama. Tentukan kebutuhan cairan tambahan pada dewasa
yaitu 250-1000 ml berdasarkan respons klinis dan perbaikan
perfusi.
Target perfusi:
 MAP (>65mmHg, disesuaikan dengan usia)
 output urin (>0,5 ml/kgBB/jam)
 capillary refill time
 tingkat kesadaran
 laktat
Pada pasien anak berikan 20ml/kgBB bolus cepat dan lanjutkan
dengan 40-60 ml/kgBB dalam 1 jam pertama. Tentukan
kebutuhan cairan tambahan yaitu 10-20ml/kgBB berdasarkan
respons klinis dan perbaikan perfusi. Target perfusi:
o MAP (>65mmHg, disesuaikan dengan usia)
o output urin (1ml/kgBB/jam)
o capillary refill time, skin mottling
o tingkat kesadaran
o laktat
Cairan yang digunakan yaitu normal salin dan ringer laktat.

Jangan menggunakan cairan kristaloid hipotonik, starches, atau


gelatin untuk resusitasi. Surviving sepsis juga
merekomendasikan albumin jika pasien membutuhkan kristaloid
dalam jumlah besar.
Resusitasi cairan dapat menyebabkan overload volume,
termasuk kegagalan respirasi. Jika tidak ada respons terhadap
loading cairan dan terdapat tanda overload volume (misalnya
distensi vena jugular, ronkhi pada auskultasi paru, edema
pulmonar pada rontgen, atau hepatomegali pada anak), maka
kurangi atau hentikan pemberian cairan.

 Vasopressor jika syok menetap setelah resusitasi cairan Obat-

obatan vasopresor diantaranya norepinefrin, epinefrin,

vasopresin, dan dopamin. Target awal MAP ≥65mmHg,

disesuaikan dengan usia. Vasopressor paling aman diberikan

melalui CVC pada tingkat yang dikontrol ketat. Jika CVC tidak

tersedia, vasopressor dapat diberikan melalui IV perifer,


dengan melalui vena besar dan pantau tanda ekstravasasi (stop
jika terjadi) dan nekrosis jaringan lokal. Jika tanda-tanda
perfusi yang buruk dan disfungsi jantung tetap ada meskipun
mencapai target MAP dengan cairan dan vasopresor,
pertimbangkan inotrop seperti dobutamin. Pantau tekanan
darah sesering mungkin dan titrasi vasopressor ke dosis
minimum yang diperlukan untuk mempertahankan perfusi dan
mencegah efek samping. Norepinefrin dianggap sebagai lini
pertama pada pasien dewasa; epinefrin atau vasopresin dapat
ditambahkan untuk mencapai target MAP. Pada anak-anak
dengan syok dingin (lebih umum), epinefrin dianggap sebagai
lini pertama, sedangkan norepinefrin digunakan pada pasien
dengan syok hangat (kurang umum).

Penelitian yang dilakukan Chen, dkk23 pada 401 penderita SARS yang
diberikan kortiksteroid, 152 di antaranya termasuk kategori kritis,
menunjukkan kortikosteroid dapat menurunkan mortalitas dan waktu
perawatan pada SARS kritis. Dosis yang diberikan adalah dosis rendah-sedang
(≤0.5-1 mg/kgBB metilprednisolon atau ekuivalen) selama kurang dari tujuh
hari. Namun, penggunaan jangka panjang sistemik kortikosteroid dosis tinggi
dapat menyebabkan efek samping yang serius pada pasien dengan ISPA
berat/SARI, termasuk infeksi oportunistik, nekrosis avaskular, infeksi baru bakteri
dan replikasi virus mungkin berkepanjangan. Oleh karena itu, kortikosteroid harus
dihindari kecuali diindikasikan untuk alasan lain.
National Health Commission (NHC) China telah meneliti beberapa obat
yang berpotensi mengatasi infeksi SARS-CoV-2, antara lain interferon alfa
(IFN-α), lopinavir/ritonavir (LPV/r), ribavirin (RBV), klorokuin fosfat
(CLQ/CQ), remdesvir dan umifenovir (arbidol). Selain itu, juga terdapat
beberapa obat antivirus lainnya yang sedang dalam uji coba di tempat lain.24
Walaupun belum ada obat yang terbukti meyakinkan efektif melalui uji
klinis, China telah membuat rekomendasi obat untuk penangan COVID-19 dan
pemberian tidak lebih dari 10 hari. Rincian dosis dan administrasi sebagai

berikut:25
• IFN-alfa, 5 juta unit atau dosis ekuivalen, 2 kali/hari secara inhalasi;
• LPV/r, 200 mg/50 mg/kapsul, 2 kali 2 kapsul/hari per oral;
• RBV 500 mg, 2-3 kali 500 mg/hari intravena dan dikombinasikan dengan
IFN-alfa atau LPV/r;
• Klorokuin fosfat 500 mg (300 mg jika klorokuin), 2 kali/hari per oral;
• Arbidol (umifenovir), 200 mg setiap minum, 3 kali/hari per oral.

Negara Italia juga sudah membuat pedoman penanganan COVID-19

berdasarkan derajat keparahan penyakit:25


1. Asimtomatis, gejala ringan, berusia <70 tahun tanpa faktor risiko: observasi
klinis dan terapi suportif.
2. Gejala ringan, berusia >70 tahun dengan faktor risiko dan bergejala demam,
batuk, sesak napas, serta rontgen menunjukkan pneumonia: LPV/r 200
mg/50 mg, 2 x 2 tablet per hari; atau Darunavir/ritonavir (DRV/r) 800
mg/100 mg, 1 x 1 tablet per hari; atau Darunavir/cobicistat 800 mg/150 mg,
1 x 1 tablet per hari; DAN klorokuin fosfat 2 x 500 mg/hari atau
hidroksiklorokuin (HCQ) 2 x 200 mg/hari. Terapi diberikan selama 5-20 hari
berdasarkan perubahan klinis.
3. Pada kasus membutuhkan terapi oksigen atau perburuk secara cepat, terapi
poin 2 dihentikan dan diganti remdesivir (RDV) 200 mg (hari 1) dilanjutkan
100 mg (hari 2-10) dan klorokuin 2 x 500 mg/hari atau HCQ 200 mg, 2 kali
perhari. Obat selama 5-20 hari, berdasarkan perubahan klinis. Jika nilai
Brescia- COVID respiratory severity scale (BCRSS) ≥2, berikan
deksametason 20 mg/hari selama 5 hari dilanjutkan 10 mg/hari selama 5 hari
dan/atau tocilizumab.
4. Pneumonia berat, ARDS/gagal napas, gagal hemodinamik, atau
membutuhkan ventilasi mekanik: RDV 200 mg (hari 1), 100 mg (hari 2-
10); DAN klorokuin fosfat 2 x 500 mg/hari atau HCQ 2 x 200 mg/ hari.
Kombinasi diberikan selama 5-20 hari. Jika RDV tidak tersedia, berikan
suspensi LPV/r 5 mL, 2 kali per hari atau suspensi DRV/r; DAN HCQ 2 x
200 mg/hari.
5. Terapi ARDS: deksametason 20 mg/hari selama 5 hari dilanjutkan 10
mg/hari selama 5 hari atau tocilizumab. Rekomendasi dosis tocilizumab
adalah 8 mg/kgBB pada ≥ 30 kg dan 12 mg/kgBB pada < 30 kg. Dapat
diberikan sebanyak 3 kali dengan jarak 8 jam bila dengan satu dosis
dianggap tidak ada perbaikan.

2.9 PENCEGAHAN

COVID-19 merupakan penyakit yang baru ditemukan oleh karena itu


pengetahuan terkait pencegahannya masih terbatas. Kunci pencegahan meliputi
pemutusan rantai penularan dengan isolasi, deteksi dini, dan melakukan proteksi
dasar. Rekomendasi WHO dalam menghadapi wabah COVID-19 adalah
melakukan proteksi dasar, yang terdiri dari cuci tangan secara rutin dengan
alkohol atau sabun dan air, menjaga jarak dengan seseorang yang memiliki gejala
batuk atau bersin, melakukan etika batuk atau bersin, dan berobat ketika memiliki
keluhan yang sesuai kategori suspek. Rekomendasi jarak yang harus dijaga
adalah satu meter.24
Untuk populasi umum, bepergian ke daerah epidemi COVID-19 (terutama di
Cina, terutama Wuhan, dan Hong Kong dan Macaw), kontak, atau makan hewan liar
harus dicegah. Bagi mereka yang memiliki riwayat perjalanan dari daerah epidemi
dalam 14 hari terakhir, pemantauan suhu tubuh dan pengawasan diri selama 14 hari
harus dilakukan. Untuk petugas kesehatan, peralatan pelindung diri harus dipasang
dan dilepas dengan benar saat merawat pasien yang kemungkinan atau telah
dikonfirmasi Covid-19. Prosedur perlindungan yang ketat harus dilakukan pada saat
melakukan tindakan berisiko tinggi (seperti endoskopi, Ambu bagging, dan intubasi
tabung endotrakeal). Setelah terpapar darah atau cairan tubuh pasien yang tidak
terlindungi, petugas kesehatan harus menyiram secara menyeluruh lokasi paparan
dengan air atau sabun. Setelah itu, suhu tubuh harus dipantau selama 14 hari.
Penderita yang dikonfirmasi positif Covid-19 harus diisolasi (lebih memilih ruang
isolasi tekanan negatif atau, sebagai alternatif, satu kamar dengan ventilasi yang
baik). Dalam keadaan gejala teratasi selama 24 jam dan dua hasil negatif berturut-
turut, isolasi dapat dilepaskan. Penanganan pasien yang positi namun telah
meninggal. jasadnya harus dibakar atau dikubur dalam-dalam.21
Virus ini rentan terhadap banyak bahan aktif (AI), seperti natrium hipoklorit
(0,1% -0,5%), 70% etil alkohol, povidone-iodine (1% yodium), kloroksilenol
(0,24%), 50% isopropanol, 0,05% benzalkonium chloride, sabun cresol 1%, atau
hidrogen peroksida (0,5% -7,0%), dll. Sama seperti rekomendasi WHO untuk
desinfeksi virus Ebola (RG4), lingkungan dengan tumpahan darah atau cairan tubuh
dapat dibersihkan dengan 1 : 10 pengenceran 5,25% pemutih rumah tangga selama 10
menit.21
Vaksin
Salah satu upaya yang sedang dikembangkan adalah pembuatan vaksin guna
membuat imunitas dan mencegah transmisi.27 Saat ini, sedang berlangsung 2 uji klinis
fase I vaksin COVID-19. Studi pertama dari National Institute of Health (NIH)
menggunakan mRNA-1273 dengan dosis 25, 100, dan 250 μg. 28 Studi kedua berasal
dari China menggunakan adenovirus type 5 vector dengan dosis ringan, sedang dan
tinggi.29
Deteksi dini dan Isolasi
Seluruh individu yang memenuhi kriteria suspek atau pernah berkontak
dengan pasien yang positif COVID-19 harus segera berobat ke fasilitas kesehatan. 30
WHO juga sudah membuat instrumen penilaian risiko bagi petugas kesehatan yang
menangani pasien COVID-19 sebagai panduan rekomendasi tindakan lanjutan. Bagi
kelompok risiko tinggi, direkomendasikan pemberhentian seluruh aktivitas yang
berhubungan dengan pasien selama 14 hari, pemeriksaan infeksi SARS-CoV-2 dan
isolasi. Pada kelompok risiko rendah, dihimbau melaksanakan pemantuan mandiri
setiap harinya terhadap suhu dan gejala pernapasan selama 14 hari dan mencari
bantuan jika keluhan memberat.31 Pada tingkat masyarakat, usaha mitigasi meliputi
pembatasan berpergian dan kumpul massa pada acara besar (social distancing).32
Higiene, Cuci Tangan, dan Disinfeksi
Rekomendasi WHO dalam menghadapi wabah COVID-19 adalah melakukan
proteksi dasar, yang terdiri dari cuci tangan secara rutin dengan alkohol atau sabun
dan air, menjaga jarak dengan seseorang yang memiliki gejala batuk atau bersin,
melakukan etika batuk atau bersin, dan berobat ketika memiliki keluhan yang sesuai
kategori suspek. Rekomendasi jarak yang harus dijaga adalah satu meter.33 Pasien
rawat inap dengan kecurigaan COVID-19 juga harus diberi jarak minimal satu meter
dari pasien lainnya, diberikan masker bedah, diajarkan etika batuk/bersin, dan
diajarkan cuci tangan.34
Perilaku cuci tangan harus diterapkan oleh seluruh petugas kesehatan pada
lima waktu, yaitu sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan prosedur, setelah
terpajan cairan tubuh, setelah menyentuh pasien dan setelah menyentuh lingkungan
pasien. Air sering disebut sebagai pelarut universal, namun mencuci tangan dengan
air saja tidak cukup untuk menghilangkan coronavirus karena virus tersebut
merupakan virus RNA dengan selubung lipid bilayer.35
Sabun mampu mengangkat dan mengurai senyawa hidrofobik seperti lemak
atau minyak.35 Selain menggunakan air dan sabun, etanol 62-71% dapat mengurangi
infektivitas virus.36 Oleh karena itu, membersihkan tangan dapat dilakukan dengan
hand rub berbasis alkohol atau sabun dan air. Berbasis alkohol lebih dipilih ketika
secara kasat mata tangan tidak kotor sedangkan sabun dipilih ketika tangan tampak
kotor.31
Hindari menyentuh wajah terutama bagian wajah, hidung atau mulut dengan
permukaan tangan. Ketika tangan terkontaminasi dengan virus, menyentuh wajah
dapat menjadi portal masuk. Terakhir, pastikan menggunakan tisu satu kali pakai
ketika bersin atau batuk untuk menghindari penyebaran droplet.33

Alat Pelindung Diri


SARS-CoV-2 menular terutama melalui droplet. Alat pelindung diri (APD)
merupakan salah satu metode efektif pencegahan penularan selama penggunannya
rasional. Komponen APD terdiri atas sarung tangan, masker wajah, kacamata
pelindung atau face shield, dan gaun nonsteril lengan panjang. Alat pelindung diri
akan efektif jika didukung dengan kontrol administratif dan kontrol lingkungan dan
teknik.37
Penggunaan APD secara rasional dinilai berdasarkan risiko pajanan dan
dinamika transmisi dari patogen. Pada kondisi berinteraksi dengan pasien tanpa
gejala pernapasan, tidak diperlukan APD. Jika pasien memiliki gejala pernapasan,
jaga jarak minimal satu meter dan pasien dipakaikan masker. Tenaga medis
disarankan menggunakan APD lengkap.31 Alat seperti stetoskop, thermometer, dan
spigmomanometer sebaiknya disediakan khusus untuk satu pasien. Bila akan
digunakan untuk pasien lain, bersihkan dan desinfeksi dengan alcohol 70%.31
World Health Organization tidak merekomendasikan penggunaan APD pada
masyarakat umum yang tidak ada gejala demam, batuk, atau sesak.38 Kemenkes
menghimbau seluruh masyarakat umum untuk menggunakan masker kain non-medis
untuk menghindari kelangkaan masker medis untuk petugas kesehatan.
Penggunaan Masker N95 dibandingkan Surgical Mask
Berdasarkan rekomendasi CDC, petugas kesehatan yang merawat pasien yang
terkonfirmasi atau diduga COVID-19 dapat menggunakan masker N95 standar. 38
Masker N95 juga digunakan ketika melakukan prosedur yang dapat menghasilkan
aerosol, misalnya intubasi, ventilasi, resusitasi jantung-paru, nebulisasi, dan
bronkoskopi.39
Masker N95 dapat menyaring 95% partikel ukuran 300 nm meskipun
penyaringan ini masih lebih besar dibandingkan ukuran SARS-CoV-2 (120-160
nm).40 Studi retrospektif di China menemukan tidak ada dari 278 staf divisi infeksi,
ICU, dan respirologi yang tertular infeksi SARS-CoV-2 (rutin memakai N95 dan cuci
tangan). Sementara itu, terdapat 10 dari 213 staf di departemen bedah yang tertular
SARS-CoV-2 karena di awal wabah dianggap berisiko rendah dan tidak memakai
masker apapun dalam melakukan pelayanan.38
Saat ini, tidak ada penelitian yang spesifik meneliti efikasi masker N95
dibandingkan masker bedah untuk perlindungan dari infeksi SARS-CoV-2. Meta-
analisis oleh Offeddu, dkk.41 pada melaporkan bahwa masker N95 memberikan
proteksi lebih baik terhadap penyakit respirasi klinis dan infeksi bakteri tetapi tidak
ada perbedaan bermakna pada infeksi virus atau influenza-like illness. Radonovich,
dkk.42 tidak menemukan adanya perbedaan bermakna kejadian influenza antara
kelompok yang menggunakan masker N95 dan masker bedah. Meta-analisis Long Y,
dkk.43 juga mendapatkan hal yang serupa.
Profilaksis Pascapajanan
Arbidol dapat menjadi pilihan profilaksis SARS-CoV-2 berdasarkan studi
kasus kontrol Zhang J, dkk.44 Arbidol protektif di lingkungan keluarga dan petugas
kesehatan. Hasil studi menunjukkan dari 45 orang yang terpajan SARS-CoV-2 dan
mengonsumsi arbidol sebagai profilaksis, hanya ada satu kejadian infeksi. Temuan
yang serupa juga didapatkan pada kelompok petugas kesehatan. Dosis arbidol sebagai
profilaksis adalah 200 mg sebanyak tiga kali sehari selama 5-10 hari. Namun, studi
ini belum di peer-review dan masih perlu direplikasi dalam skala yang lebih besar
sebelum dijadikan rekomendasi rutin.44
India merekomendasikan pemberian HCQ sebagai profilaksis pada petugas
kesehatan dan anggota keluarga berusia > 15 tahun yang kontak dengan penderita
COVID-19. Namun, belum terdapat bukti efektivitas HCQ untuk pencegahan.
Rincian rekomendasi sebagai berikut:45
a. Petugas kesehatan asimtomatis yang merawat suspek atau konfirmasi
COVID-19 diberi HCQ 2 x 400 mg pada hari pertama, diikuti 1 x 400 mg
sampai dengan hari ketujuh.
b. Anggota keluarga asimtomatis yang kontak dengan penderita COVID-19
diberi HCQ 2 x 400 mg dilanjutkan 1 x 400 mg sampai dengan hari ke-21.

Penanganan Jenazah
Penanganan jenazah dengan COVID-19 harus mematuhi prosedur
penggunaan APD baik ketika pemeriksaan luar atau autopsi. Seluruh prosedur autopsi
yang memiliki potensi membentuk aerosol harus dihindari. Misalnya, penggunaan
mesin gergaji jika terpaksa harus dikerjakan, tambahkan vakum untuk menyimpan
aerosol. Belum terdapat data terkait waktu bertahan SARS-CoV-2 pada tubuh
jenazah.46
Mempersiapkan Daya Tahan Tubuh
Terdapat beragam upaya dari berbagai literatur yang dapat memperbaiki daya
tahan tubuh terhadap infeksi saluran napas. Beberapa di antaranya adalah berhenti
merokok dan konsumsi alkohol, memperbaiki kualitas tidur, serta konsumsi
suplemen.
Berhenti merokok dapat menurunkan risiko infeksi saluran napas atas dan
bawah. Merokok menurunkan fungsi proteksi epitel saluran napas, makrofag
alveolus, sel dendritik, sel NK, dan sistem imun adaptif. Merokok juga dapat
meningkatkan virulensi mikroba dan resistensi antibiotika.47
Suatu meta-analisis dan telaah sistematik menunjukkan bahwa konsumsi
alkohol berhubungan dengan peningkatan risiko pneumonia komunitas.48 ARDS juga
berhubungan dengan konsumsi alkohol yang berat. Konsumsi alkohol dapat
menurunkan fungsi neutrofil, limfosit, silia saluran napas, dan makrofag alveolus.49
Kurang tidur juga dapat berdampak terhadap imunitas. Gangguan tidur
berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap infeksi yang ditandai dengan
gangguan proliferasi mitogenik limfosit, penurunan ekspresi HLA-DR, upregulasi
CD14+, dan variasi sel limfosit T CD4+ dan CD8+.50
Salah satu suplemen yang didapatkan bermanfaat yaitu vitamin D. Suatu
meta-analisis dan telaah sistematik menunjukkan bahwa suplementasi vitamin D
dapat secara aman memproteksi terhadap infeksi saluran napas akut. Efek proteksi
tersebut lebih besar pada orang dengan kadar 25-OH vitamin D kurang dari 25
nmol/L dan yang mengonsumsi harian atau mingguan tanpa dosis bolus.51
Suplementasi probiotik juga dapat memengaruhi respons imun. Suatu review
Cochrane mendapatkan pemberian probiotik lebih baik dari plasebo dalam
menurunkan episode infeksi saluran napas atas akut, durasi episode infeksi,
pengunaan anitbiotika dan absensi sekolah. Namun kualitas bukti masih rendah.
Terdapat penelitian yang memiliki heterogenitas besar, besar sampel kecil dan
kualitas metode kurang baik.52
Defisiensi seng juga berhubungan dengan penurunan respons imun. Suatu
meta-analisis tentang suplementasi seng pada anak menunjukkan bahwa suplementasi
rutin seng dapat menurunkan kejadian infeksi saluran napas bawah akut.53
2.10 KOMPLIKASI
Komplikasi pada pasien COVID-19 adalah gangguan ginjal akut
(29%), jejas kardiak (23%), disfungsi hati (29%), dan pneumotoraks (2%).
Komplikasi lain yang telah dilaporkan adalah syok sepsis, koagulasi
intravaskular diseminata (KID), rabdomiolisis, hingga
pneumomediastinum. Namun komplikasi utama pada pasien COVID-19
adalah ARDS.54
2.11 PROGNOSIS
Prognosis COVID-19 dipengaruhi banyak faktor. Suatu penelitian
melaporkan tingkat mortalitas pasien COVID-19 berat mencapai 38% dengan
median lama perawatan ICU hingga meninggal sebanyak 7 hari. 55 Peningkatan
kasus yang cepat dapat membuat rumah sakit kewalahan degan beban pasien
yang tinggi. Hal ini meningkatkan laju mortalitas di fasilitas tersebut. 56
Laporan lain menyatakan perbaikan eosinofil pada pasien yang awalnya
eosinofil rendah diduga menjadi prediktor kesembuhan.57
Reinfeksi pasien yang sudah sembuh masih kontroversial. Studi pada
hewan menyatakan kera yang sembuh tidak dapat terkena COVID-19, tetapi
telah ada laporan yang menemukan pasien kembali positif dalam 5-13 hari
setelah negatif dua kali berturut-turut dan dipulangkan dari rumah sakit. Hal
ini kemungkinan karena reinfeksi atau hasil negatif palsu saat pengecekan.58

2.12 Pengetahuan
Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan
panca indranya dan berbeda dengan kepercayaan (beliefes), takhayul (superstition),
dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformation). Pengetahuan (Knowledge)
juga diartikan sebagai hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap
objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung dan sebagainya), dengan
sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan. Hal tersebut
sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.10 Sebagian
besar pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior).10 Karena dari pengalaman dan
penelitian lah pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan
akan lebih baik dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.10
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan apa yang diketahui tentang suatu
objek tertentu dan setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri–ciri spesifik mengenai
apa (ontology), bagaimana (epistemology) dan untuk apa (aksiology) pengetahuan
tersebut.10
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan,
yaitu :
1. Tahu (Know) : tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil)
memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
2. Memahami (Comprehension) : memahami suatu objek bukan
sekedar tahu terhadap objek tersebut, juga tidak sekedar dapat
menyebutkan, tetapi orang tersbut harus dapat menginterpretasikan secara
benar tentang objek yang diketahui tersebut.
3. Aplikasi (Application) : Aplikasi dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi
atau kondisi real (sebenarnya).
4. Analisis (Analysis) : Analisis adalah suatu kemampuan untuk
menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi
masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama
lain.
5. Sintesis (Synthesis) : Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (Evaluation) : Berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Desain penelitian ini adalah penelitian observasional deskriptif dengan
menggunakan pendekatan cross sectional.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu.

3.2.2 Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 12 Mei sampai 12 Juni 2020.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi Penelitian
Semua warga kelurahan Kebun Keling Kota Bengkulu usia 15-64 tahun jumlah
777 .
3.3.2 Sampel dan Besar Sampel
Sampel adalah warga kelurahan Kebun Keling Kota Bengkulu dan memenuhi
kriteria inklusi.
a. Kriteria Sampel
Kriteria Inklusi
 Semua warga kelurahan Kebun Keling yang datang berobat ke
Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu dengan rentang usia 15-64
tahun.
 Semua warga kelurahan Kebun Keling yang hadir saat penelitian
berlangsung.
 Dapat membaca dan menulis.
Kriteria Eksklusi
 Warga yang tidak bersedia menjadi responden penelitian

3.4 Teknik Sampling


Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah teknik non-probability
Sampling yaitu Accidental Sampling.
Semua warga Kebun Keling Kota Bengkulu yang datang berobat ke Puskesmas
Pasar Ikan dan hadir saat penelitian berlangsung serta bersedia menjadi responden
diikutsertakan dalam penelitian ini.

3.5 Variabel Penelitian


3.5.1 Variabel terikat
Variabel terikat (dependent) pada penelitian ini adalah COVID-19.

3.5.2 Variabel bebas


Variabel bebas (independent) dari penelitian ini adalah tingkat pengetahuan,
sikap dan perilaku warga kelurahan Kebun Keling di Puskesmas Pasar Ikan
Kota Bengkulu

3.6 Kerangka Konsep Penelitian

Tingkat COVID-19
pengetahuan,
sikap, perilaku

3.7 Definisi Operasional

1. Pengetahuan
 Definisi : Suatu hal yang diketahui warga kelurahan Kebun Keling di
Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu mengenai COVID-19
 Alat ukur : Kuesioner
 Cara Ukur : Penilaian Hasil Kuisioner adalah
o Sangat Baik : Jika responden menjawab ≥80 pertanyaan dengan
baik
o Baik : Jika responden menjawab 70-79 pertanyaan dengan baik
o Cukup : Jika responden menjawab 60-69 pertanyaan dengan
baik
o Kurang : Jika responden menjawab <59 pertanyaan dengan baik
2. Sikap
 Definisi : Suatu pernyataan evaluasi yang mencerminkan perasaan
warga kelurahan Kebun Keling di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu
mengenai COVID-19.
 Alat ukur : Kuesioner
 Cara Ukur : Penilaian Hasil Kuisioner adalah
o Baik : Jika responden menjawab ≥ 70 pertanyaan dengan baik
o Kurang : Jika responden menjawab <70 pertanyaan dengan baik

3. Perilaku
 Definisi : Suatu tindakan atau aktivitas yang dilakukan warga kelurahan
Kebun Keling di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu terhadap adanya
COVID-19.
 Alat ukur : Kuesioner
 Cara Ukur : Penilaian Hasil Kuisioner adalah
o Sangat Baik : Jika responden menjawab ≥80 pertanyaan dengan
baik
o Baik : Jika responden menjawab 70-79 pertanyaan dengan baik
o Cukup : Jika responden menjawab 60-69 pertanyaan dengan
baik
o Kurang : Jika responden menjawab <59 pertanyaan dengan baik
3.8 Cara Pengumpulan Data
3.8.1 Data Primer
Data primer diperoleh dari pengisian kuesioner oleh responden.
3.8.2 Rencana Cara Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah terkumpul akan disajikan dalam bentuk tabel, kemudian
dilakukan pengolahan dan perhitungan statistik dengan menggunakan SPSS versi
25.
3.9 Cara Kerja
1. Menentukan rumusan masalah
2. Mengidentifikasikan variable penelitian
3. Menentukan Populasi Penelitian
4. Menentukan besar dan cara pengambilan sampel
5. Mengembangkan instrument pengumpulan data
6. Pengumpulan data
a. Menjelaskan kepada responden mengenai tujuan dan cara kerja penelitian
b. Meminta persetujuan responden untuk megikuti penelitian
c. Meminta responden untuk mengisi kuisioner
d. Menjelaskan hal yang dianggap kurang jelas oleh responden
e. Pengolahan dan penyajian data hasil penelitian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik responden pada penelitian ini dikelompokkan berdasarkan usia,
jenis kelamin, pendidikan terakhir dan pekerjaan. Jumlah subjek penelitian yaitu
66 orang dari total sampel 71 orang. Lima orang dikeluarkan dari penelitian
dikarenakan usia dibawah 15 tahun dan diatas 64 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, karakteristik responden
dapat di deskripsikan sebagai berikut:
Tabel 4.1
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Jenis kelamin,
Pendidikan Terakhir dan Pekerjaan
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%)
Usia    
16 2 3
17 5 7,6
18 2 3
19 2 3
20 3 4,5
21 8 12,1
22 1 1,5
24 1 1,5
25 2 3
26 3 4,5
29 1 1,5
30 1 1,5
31 1 1,5
35 2 3
36 2 3
37 1 1,5
40 3 4,5
42 1 1,5
46 1 1,5
47 2 3
48 3 4,5
50 5 7,6
51 2 3
52 2 3
53 2 3
54 1 1,5
55 3 4,5
57 1 1,5
59 1 1,5
60 2 3
Total 66 100
Jenis Kelamin    
pria 35 53
wanita 31 47
Total 66 100
pendidikan terakhir    
SD 4 6,1
SMP 15 22,7
SMA 34 51,5
D3 4 6,1
S1 9 13,6
Pekerjaan
tidak bekerja 31 47
nelayan 11 16,7
buruh 4 6,1
pedagang 14 21,2
swasta 3 4,5
PNS 3 4,5
Total 66 100
Sumber: Data Primer Diolah (2020)
Berdasarkan Tabel 4.1 tersebut, dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden berusia 21 tahun, yaitu sebanyak 8 responden (12,1%) dan usia terkecil
responden yaitu 16 tahun sebanyak 2 orang (3%) serta usia terbesar responden yaitu
60 tahun sebanyak 2 orang (35). Jenis kelamin responden pria lebih banyak dari pada
wanita yaitu 35 orang (53%). Pendidikan terakhir responden terbanyak yaitu SMA
sebanyak 34 orang (51,5%). Responden banyak tidak bekerja sebanyak 31 orang
(47%) dan sisanya bekerja seperti: nelayan (11 orang), buruh (4 orang), pedagang (14
orang), swasta (3 orang), dan PNS (3 orang)
4.1.2 Analisa Hasil Penelitian

a. Gambaran Tingkat Pengetahuan warga Kelurahan Kebun Keling di


Puskesmas Pasar Ikan tentang COVID-19
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Gambaran Tingkat Pengetahuan warga Kelurahan
Kebun Keling di Puskesmas Pasar Ikan tentang COVID-19
Presentase
Pengetahuan Frekuensi
(%)
Sangat baik (≥ 80) 6 9,1
Baik (70-79) 8 12,1
Cukup (60-69) 11 16,7
Kurang (<59) 41 62,1
Total 66 100
Sumber: Data Primer Diolah (2020)
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
bahwa gambaran sikap warga Kelurahan Kebun Keling di Puskesmas Pasar Ikan
terhadap COVID-19 sebagian besar adalah kurang yaitu berjumlah sebanyak 41
responden (62.1%).
b. Gambaran Sikap warga Kelurahan Kebun Keling di Puskesmas Pasar Ikan
terhadap COVID-19
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Gambaran Sikap warga Kelurahan Kebun
Keling di Puskesmas Pasar Ikan terhadap COVID-19
Sikap Frekuensi Presentase (%)
Baik (≥ 70) 58 87,9
Kurang (<70) 8 12,1
Total 66 100
Sumber: Data Primer Diolah (2020)
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
bahwa gambaran sikap warga Kelurahan Kebun Keling di Puskesmas Pasar Ikan
terhadap COVID-19 sebagian besar sudah baik yaitu berjumlah sebanyak 58
responden (87,9%).

c. Gambaran Perilaku warga Kelurahan Kebun Keling di Puskesmas Pasar


Ikan tentang COVID-19
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Gambaran Perilaku warga Kelurahan Kebun Keling
di Puskesmas Pasar Ikan terhadap COVID-19
Perilaku Frekuensi Presentase
Sangat baik (≥ 80) 7 10,6
Baik (70-79) 11 16,7
Cukup (60-69) 19 28,8
Kurang (<59) 29 43,9
Total 66 100
Sumber: Data Primer Diolah (2020)
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
bahwa gambaran perilaku warga Kelurahan Kebun Keling di Puskesmas Pasar Ikan
terhadap COVID-19 masih banyak kurang yaitu berjumlah sebanyak 29 responden
(43,9%).

4.2 Alternatif Cara Pemecahan Masalah


Masalah utama yang ditemukan dari hasil pengamatan dan data yang diperoleh
dari kuisioner adalah kurangnya pengetahuan, sikap dan perilaku warga Kebun
Keling mengenai COVID-19 secara keseluruhan. Oleh karena itu cara
penanggulangan dari masalah utamanya harus dicari terlebih dahulu.
Pencarian alternatif cara pemecahan masalah tersebut dilakukan melalui curah
pendapat (brainstorming) dan didapatkan beberapa alternatif pemecahan masalah
yaitu sebagai berikut:
1. Melakukan penyuluhan atau sosialisasi mengenai COVID-19 kepada
warga Kebun Keling.
2. Melakukan kerjasama dengan puskesmas untuk melakukan kegiatan rutin
penyuluhan mengenai COVID-19.
3. Membuat leaflet mengenai COVID-19 terutama tentang pengertian, tanda-
gejala, pencegahan dan perilaku hidup sehat.

4.2.1 Memilih Alternatif Cara Pemecahan Masalah yang Terbaik


Pemilihan alternatif cara pemecahan masalah yang terbaik dilakukan dengan
menjabarkan dan membandingkan nilai dari setiap masalah dengan kriteria yang ada,
yaitu dinilai kemampuannya untuk dapat memecahkan masalah secara sempurna,
efektifitas biaya, kemungkinan pelaksanaan, serta efektivitas waktu dari masing-
masing cara pemecahan masalah. Setelah itu, dilakukan penilaian dan metode
pemecahan masalah dengan nilai terbaik akan menjadi prioritas pemecahan masalah
yang dipilih.
Tabel 4.5 Alternatif Pemecahan Masalah
No Penyuluhan Kerjasama Membuat leaflet
Metode COVID-19 Puskesmas sebagai sumber
informasi
Kriteria
Dapat N 8 4 8
memecahkan
1
masalah dengan BN 40 20 40
sempurna (B=5)
Efektivitas N 8 5 6
2
Biaya (B=4) BN 32 20 24
Mudah N 9 4 5
3 dilaksanakan
BN 27 12 15
(B=3)
Waktunya N 9 5 7
4
singkat (B=1) BN 9 5 7
Jumlah nilai 108 57 86
Peringkat I III II
Keterangan: B= Bobot, N=nilai, BN= Bobot x nilai
Skor bobot ditentukan 1-5, Nilai ditentukan 1-10
Berdasarkan hasil tabel diatas didapatkan prioritas pemecahan masalahnya
adalah “Melakukan penyuluhan atau sosialisasi dan pembagian leaflet
mengenai COVID-19 pada warga Kebun Keling di Puskesmas Pasar Ikan”.

4.3 Analisa Hasil Penelitian Setelah Dilakukan Penyuluhan dan Pembagian


Leaflet
a. Gambaran Tingkat Pengetahuan warga Kelurahan Kebun Keling di
Puskesmas Pasar Ikan tentang COVID-19
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Gambaran Tingkat Pengetahuan warga Kelurahan
Kebun Keling di Puskesmas Pasar Ikan tentang COVID-19
Pengetahuan Frekuensi Presentase
Sangat baik (≥ 80) 19 28,8
Baik (70-79) 13 19,7
Cukup (60-69) 24 36,4
Kurang (<59) 10 15,2
Total 66 100
Sumber: Data Primer Diolah (2020)
Setelah dilakukannya intervensi berupa penyuluhan dan pembagian leaflet
dapat ditarik kesimpulan bahwa gambaran pengetahuan warga Kelurahan Kebun
Keling di Puskesmas Pasar Ikan terhadap COVID-19 terjadi peningkatan terbukti
dengan jumlah responden yang awalnya memiliki pengetahuan kurang sebanyak 41
orang (62,1%) berkurang menjadi 10 orang (15,2%) dan responden yang memiliki
pengetahuan yang cukup sebanyak 24 orang (36,4%) serta berpengetahuan sangat
baik sebanyak 19 orang (28,8%).
b. Gambaran Sikap warga Kelurahan Kebun Keling di Puskesmas Pasar Ikan
tentang COVID-19
Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Gambaran Sikap warga Kelurahan Kebun Keling di
Puskesmas Pasar Ikan terhadap COVID-19
Presentase
Sikap Frekuensi (%)
Baik (≥ 70) 66 100
Kurang (<70) 0 0
Total 66 100
Sumber: Data Primer Diolah (2020)
Setelah dilakukannya intervensi berupa penyuluhan dan pembagian leaflet
dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap warga Kelurahan Kebun Keling di Puskesmas
Pasar Ikan terhadap COVID-19 terjadi peningkatan terbukti dengan jumlah
responden yang awalnya memiliki sikap kurang sebanyak 8 orang (12,1%) berkurang
menjadi 0. Sehingga seluruh sikap warga Kelurahan Kebun Keling di Puskesmas
Pasar Ikan terhadap COVID-19 menjadi baik (100%).
c. Gambaran Perilaku warga Kelurahan Kebun Keling di Puskesmas Pasar
Ikan tentang COVID-19
Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Gambaran Perilaku warga Kelurahan Kebun Keling
di Puskesmas Pasar Ikan terhadap COVID-19
Perilaku Frekuensi Presentase
Sangat baik (≥ 80) 23 34,8
Baik (70-79) 29 43,9
Cukup (60-69) 11 16,7
Kurang (<59) 3 4,5
Total 66 100
Sumber: Data Primer Diolah (2020)
Setelah dilakukannya intervensi berupa penyuluhan dan pembagian leaflet
dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku warga Kelurahan Kebun Keling di
Puskesmas Pasar Ikan terhadap COVID-19 terjadi peningkatan terbukti dengan
jumlah responden yang awalnya memiliki perilaku kurang sebanyak 29 orang
(43,9%) berkurang menjadi 3 orang (4,5%). dan responden yang memiliki sikap yang
baik sebanyak 29 orang (43,9%) serta berperilaku sangat baik sebanyak 23 orang
(34,8%).

4.4 Pembahasan
Penelitian ini diikuti oleh warga Kelurahan Kebun Keling yang berobat di
Puskesmas Pasar Ikan sebanyak 71 orang namun lima orang dikeluarkan dari
penelitian dikarenakan usia dibawah 15 tahun dan diatas 64 tahun. Sebagian besar
responden berusia 21 tahun, yaitu sebanyak 8 responden (12,1%) dan usia terkecil
responden yaitu 16 tahun sebanyak 2 orang (3%) serta usia terbesar responden yaitu
60 tahun sebanyak 2 orang (3%).
Jenis kelamin responden pria lebih banyak dari pada wanita yaitu 35 orang
(53%). Pendidikan terakhir responden terbanyak yaitu SMA sebanyak 34 orang
(51,5%). Responden banyak tidak bekerja sebanyak 31 orang (47%) dan sisanya
bekerja seperti: nelayan (11 orang), buruh (4 orang), pedagang (14 orang), swasta (3
orang), dan PNS (3 orang).
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai
COVID-19 masih kurang dimana nilai hasil pretest ditemukan banyak responden
yang memiliki nilai kurang(<59) sebanyak 41 orang (62,1%) namun setelah
dilakukan intervensi berupa penyuluhan dan pembagian leaflet didapatkan perubahan
signifikan yaitu adanya peningkatan nilai terbukti dengan jumlah responden yang
awalnya memiliki pengetahuan kurang sebanyak 41 orang (62,1%) berkurang
menjadi 10 orang (15,2%) dan responden yang memiliki pengetahuan yang cukup
sebanyak 24 orang (36,4%) serta berpengetahuan sangat baik sebanyak 19 orang
(28,8%).
Sikap responden terhadap COVID-19 sebagian besar sudah baik yaitu sebanyak
58 responden (87,9%) nilai prestesnya baik ( ≥ 70). Setelah dilakukan intervensi
terdapat peningkatan lagi pada sikap responden dimana jumlah responden yang
awalnya memiliki sikap kurang sebanyak 8 orang (12,1%) berkurang menjadi 0.
Sehingga seluruh sikap warga Kelurahan Kebun Keling di Puskesmas Pasar Ikan
terhadap COVID-19 menjadi lebih baik (100%).
Responden juga memiliki perilaku yang kurang terhadap COVID-19 diperoleh
29 responden (43,9%) dengan nilai pretestnya kurang (<59). Namun setelah
dilakukan intervensi terjadi peningkatan terbukti dengan berkurangnya responden
yang memiliki nilai kurang menjadi 3 orang (4,5%). Responden yang memiliki sikap
yang baik sebanyak 29 orang (43,9%) serta berperilaku sangat baik sebanyak 23
orang (34,8%).
4.5 Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yaitu penelitian yang
hanya menganalisa suatu keadaan dalam suatu saat tertentu saja.
2. Adanya kemungkinan bias karena faktor kesalahan interpretasi responden
dalam memahami maksud dari pertanyaan sebenarnya. Jawaban
responden tergantung pada pemahaman responden terhadap pertanyaan
kuesioner.
3. Sampel yang kurang banyak sehingga tidak dapat mewakili keseluruhan
warga Kelurahan Kebun Keling.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan, sikap dan
perilaku warga Kelurahan Kebun Keling di Puskesmas Pasar Ikan masih kurang
namun setelah dilakukan intervensi yaitu penyuluhan dan pembagian leaflet
mengenai COVID-19 diperoleh peningkatan dari segala aspek pengetahuan, sikap
dan perilaku.
Maka penyuluhan dan pembagian leaflet merupakan salah satu cara agar warga
lebih memahami dan mengerti mengenai COVID-19, intervensi ini dapat dilakukan
disegala lapisan masyarakat sehingga dapat memutus mata rantai COVID-19 dan
mengubah perilaku hidup sehat masyarakat agar dapat menjadi lebih baik lagi.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, maka peneliti
memberikan saran yaitu :
1. Bagi praktisi kesehatan dapat lebih baik lagi dalam melakukan promosi
kesehatan dan preventif sehingga dapat memutus mata rantai COVID-19.

2. Bagi instansi kesehatan penting dalam melakukan promosi kesehatan dan


preventif sehingga dapat memutus mata rantai COVID-19.

2. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian dapat dilakukan dengan jumlah


sampel yang lebih besar, menambah variabel dalam penelitiannya karena
penelitian ini hanya mengkaji tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap
COVID-19 saja tanpa meneliti secara mendalam, serta untuk lebih detail lagi
dalam pengambilan data.

Anda mungkin juga menyukai