Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS TIPE II

Di Susun Oleh :

Sri Wahyuni Annica

17-703

Dosen Pembimbing :

Ns. Nurhaida. S.kep, M.kep

AKADEMI KEPERAWATAN AISYIYAH PADANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu jenis penyakit degenerative
yang merupakan masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia dan
prevalensinya cenderung meningkat dengan cepat setiap tahunnya. Menurut
Internasional of Diabetic Ferderation (IDF, 2015) tingkat prevalensi global
penderita DM pada tahun 2014 sebesar 8,3% dari keseluruhan penduduk di
dunia dan mengalami peningkatan pada tahun 2014 menjadi 387 juta kasus.
Indonesia kini telah menduduki rangking keempat jumlah penderita
diabetes terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India. Data Riskesdas
tahun 2013 menunjukan prevalensi DM sebesar 1,5 juta jiwa untuk total populasi
di seluruh Indonesia (Riskesdas, 2013). Berdasarkan data dari Badan Pusat
Statistik (BPS) menurut pola pertumbuhan penduduk diperkirakan pada tahun
2030 akan ada 20,1 juta penyandang diabetes di Indonesia. Begitu pula menurut
Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) memprediksi
pada tahun 2030 akan ada 21.3 juta penduduk Indonesia yang akan terserang
DM (PERKENI, 2011).
Peningkatan prevalensi data penderita DM juga dialami oleh provinsi –
provinsi yang ada di Indonesia salah satunya provinsi Jawa Tengah yang
mencapai 152.075 kasus dan mengalami peningkatam yang cukup signifikan dari
1,1% menjadi 2,0 % (Riskesdas, 2013). Berdasarkan Profil Kesehatan Jawa
Tengah pada tahun 2015 menunjukan prevalensi DM tipe 2 di Provinsi Jawa
Tengah sebesar 18,33%, angka ini lebih tinggi dibanding tahun 2014 sebesar
14,96% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2015). Jumlah kasus tersebut
merupakan urutan kedua tertinggi setelah kasus hipertensi. Sedangkan jumlah
kasus penyakit DM di 1 2 Kabupaten Kebumen juga cukup tinggi yaitu tercatat
pada tahun 2015 sebanyak 2.216 kasus (Profil kesehatan kabupaten kebumen,
2015).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan asuhan keperawatan pada klien Diabetes Melitus
tipe II
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian keperawatan pada klien
Diabetes Melitus tipe II
b. Mahasiswa dapat menentukan diagnosa keperawatan pada
Diabetes Melitus tipe II
c. Mahasiswa dapat merumuskan perencanaan asuhan keperawatan
pada klien Diabetes Melitus tipe II
d. Mahasiswa dapat melakukan implementasi keperawatan pada klien
Diabetes Melitus tipe II
e.Mahasiswa dapat melakukan evaluasi keperawatan pada klien
Diabetes Melitus tipe II
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi

Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang


ditandai dengan kenaikan gula darah akibat dari penurunan sekresi hormon
insulin oleh sel beta yang berada di dalam pankreas dan juga akibat gangguan
fungsi insulin. Kenaikan kadar gula darah disebut dengan hiperglikemia yang
dapat menimbulkan komplikasi akut dan kronis pada jaringan dan organ tubuh.
DM tipe 2 umummya terjangkit pada penderita berusia 45 tahun ke atas yang
disebabkan karena faktor penuaan dan kemunduran jaringan tubuh. Terjadinya
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin karena berkurangnya respon sel
dan jaringan tubuh terhadap insulin yang menyebabkan kenaikan kadar gula
dalam darah (ADA, 2018).

DM tipe 2 atau bisa disebut juga dengan diabetes melitus yang tidak
tergantung insulin (NIDDM). NIDDM merupakan diabetes yang paling sering
terjadi dan terdapat defisiensi insulin relatif. Pelepasan insulin dapat normal atau
bahkan biasanya meningkat, tetapi organ target memiliki sensitivitas yang
berkurang terhadap insulin (Silbernagl dan Lang, 2014).

B. Anatomi Fisiologi

Anatomi dan Fisiologi Pankreas Pankreas manusia secara anatomi


letaknya menempel pada duodenum dan terdapat kurang lebih 200.000 –
1.800.000 pulau Langerhans. Dalam pulau langerhans jumlah sel beta normal
pada manusia antara 60% - 80% dari populasi sel Pulau Langerhans. Pankreas
berwarna putih keabuan hingga kemerahan. Organ ini merupakan kelenjar
majemuk yang terdiri atas jaringan eksokrin dan jaringan endokrin. Jaringan
eksokrin menghasilkan enzim-enzim pankreas seperti amylase, peptidase dan
lipase, sedangkan jaringan endokrin menghasilkan hormon-hormon seperti
insulin, glukagon dan somatostatin (Dolensek, Rupnik & Stozer, 2015).
1. Anatomi
Anatomi Pankreas & Histologi Pulau Langerhans

Pulau Langerhans mempunyai 4 macam sel yaitu (Dolensek, Rupnik &


Stozer, 2015) :

a. Sel Alfa  sekresi glukagon

b. Sel Beta  sekresi insulin

c. Sel Delta  sekresi somatostatin

d. Sel Pankreatik

Hubungan yang erat antar sel-sel yang ada pada pulau


Langerhans menyebabkan pengaturan secara langsung sekresi hormon
dari jenis hormon yang lain. Terdapat hubungan umpan balik negatif
langsung antara konsentrasi gula darah dan kecepatan sekresi sel alfa,
tetapi hubungan tersebut berlawanan arah dengan efek gula darah pada
sel beta. Kadar gula darah akan dipertahankan pada nilai normal oleh
peran antagonis hormon insulin dan glukagon, akan tetapi hormon
somatostatin menghambat sekresi keduanya (Dolensek, Rupnik & Stozer,
2015).

 Insulin

Insulin (bahasa latin insula, “pulau”, karena diproduksi di pulau-pulau


Langerhans di pankreas) adalah sebuah hormon yang terdiri dari 2 rantai
polipeptida yang mengatur metabolisme karbohidrat (glukosa  glikogen). Dua
rantai dihubungkan oleh ikatan disulfida pada posisi 7 dan 20 di rantai A dan
posisi 7 dan 19 di rantai B (Guyton & Hall, 2012).

2. Fisiologi
Pengaturan Sekresi Insulin Peningkatan kadar glukosa darah dalam
tubuh akan menimbulkan respons tubuh berupa peningkatan sekresi insulin.
Bila sejumlah besar insulin disekresikan oleh pankreas, kecepatan
pengangkutan glukosa ke sebagian besar sel akan meningkat sampai 10 kali
lipat atau lebih dibandingkan dengan kecepatan tanpa adanya sekresi insulin.
Sebaliknya jumlah glukosa yang dapat berdifusi ke sebagian besar sel tubuh
tanpa adanya insulin, terlalu sedikit untuk menyediakan sejumlah glukosa
yang dibutuhkan untuk metabolisme energi pada 8 keadaan normal, dengan
pengecualian di sel hati dan sel otak (Guyton & Hall, 2012).

C. Etiologi
Kombinasi antara faktor genetik, faktor lingkungan, resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin merupakan penyebab DM tipe 2. Faktor lingkungan
yang berpengaruh seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, stres, dan
pertambahan umur (KAKU, 2010).
Faktor risiko juga berpengaruh terhadap terjadinya DM tipe 2. Beberapa
faktor risiko diabetes melitus tipe 2 antara lain berusia ≥ 40 tahun, memiliki
riwayat prediabetes ( A1C 6,0 % - 6,4 % ), memiliki riwayat diabetes melitus
gestasional, memiliki riwayat penyakit 10 vaskuler, timbulnya kerusakan organ
karena adanya komplikasi, penggunaan obat seperti glukokortikoid, dan dipicu
oleh penyakit seperti HIV serta populasi yang berisiko tinggi terkena diabetes
melitus seperti penduduk Aborigin, Afrika, dan Asia (Ekoe et al., 2013)

D. Manifestasi Klinis
Beberapa gejala DM tipe 2 yaitu sering berkemih (poliuria), meningkatnya
rasa haus (polidipsia), banyak makan (polifagia), kehilangan berat badan secara
drastis, pandangan kabur, dan merasa kelelahan (fatigue). Selain itu, ditandai
dengan sering buang air kecil pada malam hari (nokturia) dan lesu (lethargy)
(Dipiro et al., 2015).

E. WOC

Sumber: https://www.scribd.com/doc/120249475/Pathway-DM
F. Penatalaksanaan Medis

Tatalaksana DM tipe-2 memerlukan terapi agresif untuk mencapai kendali


glikemik dan kendali faktor risiko kardiovaskular. Hal ini dilakukan karena
banyaknya komplikasi kronik yang terjadi. Dalam Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011, penatalaksanaan dan pengelolaan DM
dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu edukasi, terapi gizi
medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis.

1) Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat
yang memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya
edukasi dilakukan secara komphrehensif dan berupaya meningkatkan
motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat.Tujuan dari edukasi
diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk
mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali
masalah kesehatan/ komplikasi yang mungkin timbul secara dini/ saat
masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan pengelolaan
penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan
yang diperlukan. Edukasi pada penyandang diabetes meliputi
pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-
obatan, berhenti merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi
asupan kalori dan diet tinggi lemak.
2) Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan
yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu,
dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat
45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g,
dan diet cukup serat sekitar 25g/hari.
3) Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama
kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobik
seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan meningkatkan sensitifitas insulin.
4) Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan
pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis
terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Obat yang saat ini ada antara
lain:
A. OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL (OHO)
1). Pemicu sekresi insulin:
a) Sulfonilurea
1. Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas
2. Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau
kurang
3. Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada orang
tua, gangguan faal hati dan ginjal serta malnutrisi
b) Glinid
1. Terdiri dari repaglinid dan nateglinid
2. Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih
ditekankan pada sekresi insulin fase pertama.
3. Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia postprandial
2). Peningkat sensitivitas insulin:
a) Biguanid
1. Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah
Metformin.
2. Metformin menurunkan glukosa darah melalui
3. pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler,
distal reseptor insulin, dan menurunkan produksi glukosa
hati.
4. Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita
diabetes gemuk, disertai dislipidemia, dan disertai
resistensi insulin.
b) Tiazolidindion
1. lMenurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan
jumlah protein pengangkut glukosa sehingga
meningkatkan ambilan glukosa perifer.
2. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung
karena meningkatkan retensi cairan.
3). Penghambat glukoneogenesis:
a) Biguanid (Metformin).
1. Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga
mengurangi produksi glukosa hati.
2. Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi
ginjal dengan kreatinin serum > 1,5 mg/dL, gangguan
fungsi hati, serta pasien dengan kecenderungan
hipoksemia seperti pada sepsis
3. Metformin tidak mempunyai efek samping hipoglikemia
seperti golongan sulfonylurea.
4. Metformin mempunyai efek samping pada saluran cerna
(mual) namun bisa diatasi dengan pemberian sesudah
makan.
4). Penghambat glukosidase alfa :
a) Acarbose
1. Bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus
halus.
2. Acarbose juga tidak mempunyai efek samping
hipoglikemia seperti golongan sulfonilurea.
3. Acarbose mempunyai efek samping pada saluran cerna
yaitu kembung dan flatulens.
4. Penghambat dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) Glucagon-
like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptide
yang dihasilkan ole sel L di mukosa usus. Peptida ini
disekresi bila ada makanan yang masuk. GLP-1
merupakan perangsang kuat bagi insulin dan penghambat
glukagon. Namun GLP-1 secara cepat diubah menjadi
metabolit yang tidak aktif oleh enzim DPP-4. Penghambat
DPP-4 dapat meningkatkan penglepasan insulin dan
menghambat penglepasan glukagon.
B. OBAT SUNTIKAN
1). Insulin
1. Insulin kerja cepat
2. Insulin kerja pendek
3. Insulin kerja menengah
4. Insulin kerja panjang
5. Insulin campuran tetap
2). Agonis GLP-1/incretin mimetik
1. Bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin tanpa
menimbulkan hipoglikemia, dan menghambat
penglepasan glukagon
2. Tidak meningkatkan berat badan seperti insulin dan
sulfonilurea
3. Efek samping antara lain gangguan saluran cerna seperti
mual muntah.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Primer
a. AIWAYS (JALAN NAFAS)  Biasanya klien dengan DM tipe 2 tidak
mengalami tanda-tanda obstruksi jalan napas (stridor, gurgling, snoring).

b. BREATHING (STATUS PERNAFASAN)  Biasanya klien dengan DM tipe


2 tidak mengalami gangguan Frekuensi napas, Gangguan pola napas,
tidak dalam penggunaan otot bantu napas,saturasi O2 dalam batas normal,
dan terdapat trauma dada.

c. CIRCULATION (STATUS SIRKULASI)  Biasanya klien dengan DM tipe 2


yang telah mengalami komplikasi biasanya mengalami penyakit jantung
koroner, dan hipertensi.

d. DISSABILITY (STATUS KESADARAN)  Biasanya klien dengan DM tipe


2 mengalami badan lemah, dan mata kabur.

e. EXPOSSURE (KETERPAPARAN LINGKUNGAN)  Biasanya klien


dengan DM tipe 2 memiliki ulkus diabetik.

2. Pengkajian sekunder
a. Data Demografi
Biasanya data demografi yang kaji Inisal pasien, Tempat/Tgl. Lahir ,
Tanggal Masuk rumah sakit, Agama, Suku, Pendidikan , Status
Perkawinan, Pekerjaan, Lama Bekerja, Alamat, dan Sumber Informasi.
Kaji pula Keluarga dekat pasien yang bisa dihubungi.

b. Riwayat Kesehatan
Biasanya klien dengan DM tipe 2 mengalami keluhan badan terasa letih,
pandangan kabur, merasa kesemutan dan memiliki ulkus diabetik.
Biasanya klien dengan DM tipe 2 mengalami keluhan hipertensi dan
penyakit jantung koroner karena komplikasi dari DM tipe 2.

c. Riwayat Kesehatan Yang Lalu


Biasanya yang perlu dikaji penyakit yang pernah diderita, dan riwayat
pengobatan.
3. Tanda-tanda Vital
Biasanya yang perlu dikaji pada tanda-tanda vital pasien dengan DM tipe 2
adalah tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi nafas, suhu badan, tinggi
badan dan berat badan.

4. Tingkat Kesadaran Dan Status Neurologis


Biasanya klien dengan DM tipe 2 gangguan kesadaran yaitu badan terasa
letih dan pandangan kabur, biasanya klien dengan DM tipe 2 mengalami
gangguan neurologi yaitu neurophathy (komplikasi diabetes pada sistem
syaraf) sehingga menyebabkan mati rasa atau kesemutan.

5. Pemeriksaan Fisik Head To Toe


a. Kepala
Biasanya yang perlu dikaji adalah inspeksi apakah rambut klien rontok,
dan apakah kulit kepala klien bersih dan tidak terdapat lesi. Dan kaji
apakah klien memiliki keluhan pada kepala klien.

b. Mata
Biasanya klien dengan DM tipe 2 mengalami keluhan penglihatan mata
kabur, biasanya yang perlu dikaji apakah ukuran pupil klien apakah
isokor/anisiokor, kaji apakah konjungtiva anemis atau tidak, kaji apakah
sklera ikterik / tidak, kaji apakah palpebra udema/tidak.

c. Telinga
Biasanya yang perlu dikaji apakah fungsi pendengaran telinga kiri dan baik
baik/tidak, dan kaji apakah telinga kiri dan kanan bersih/tidak.

d. Hidung dan sinus


Kaji apakah fungsi penciuman baik/tidak, dan inspeksi apakah terdapat
sekret/tidak, kaji apakah terdapat pembengkakan/tidak, kaji apakah
terdapat pendarahan/tidak, dan kaji apakah klien memiliki keluhan pada
hidung klien.

e. Mulut Dan Tenggorokan


Inspeksi apakah keadaan bibir klien baik/kering/pecah-pecah, kaji apakah
keadaan gigi baik/tidak, kaji apakah keadaan membrane mukosa
baik/tidak, kaji apakah klien kesulitan menelan/tidak.

f. Leher
Kaji apakah terdapat pembesaran kelenjar getah bening, kaji apakah
terdapat pembesaran kelenjar tyroid, dan kaji apakah terdapat peradangan
pada tonsil.
g. Thoraks
Inspeksi apakah bentuk dada normal, kaji apakah retraksi dada normal,
kaji apakah dada simetris kiri dan kanan, kaji apakah keadaan kulit dada
baik, kaji apakah kecepatan nafas dalam batas normal. Palpasi apakah
ekspansi dada pada saat bernafas simetris kiri-kanan, kaji apakah
terdapat nyeri tekan. Perkusi paru kaji apakah bunyi paru sonor, redup,
atau hipersonor. Auskultasi paru kaji apakah suara paru bronkial, vaskular,
brankovaskuler, atau wheezing ronchi. Perkusi jantung kaji apakah batas
jantung diketahui/tidak, Auskultasi jantung kaji apakah bunyi jantung
normal/tidak. kaji pola ventilasi apakah normal/tidak. Kaji apakah
gambaran EKG normal atau tidak.

6. Sirkulasi
Kaji frekuensi nadi, saturasi O2, tekanan darah,MAP,CVP,PA sistolik,PA
diastolik, PAP,suhu tubuh, suhu ekstremitas, sianosis, CRT, turgor, kaji
apakah berada dalam batas normal/tidak.

7. Abdomen
Inspeksi apakah bentuk perut buncit atau tidak, kaji warna kulit perut, kaji
apakah terdapat jejas. Auskultasi kaji apakah frekuensi peristaltik usus
normal/tidak. Palpasi apakah terdapat massa pada abdomen dan apakah
terdapat nyeri tekan. Perkusi apakah terdapat udara dan cairan didalam
abdomen klien. Kaji apakah terdapat pengeluaran NGT/tidak, kaji apakah
klien memiliki keluhan pada abdomen.

8. Genitaurinaria
Kaji apakah klien menggunakan kateter atau tidak, kaji berapa volume urine
klien, kaji apakah terdapat hematuria/tidak, biasanya klien dengan DM tipe 2
mengalami keluhan sering buang air kecil.

9. Reproduksi
Kaji apakah klien mengalami keluhan pada alat reproduksi klien.

10. Ekstremitas
Biasanya yang perlu dikaji apakah klien terpadang infus atau tidak,
biasanya klien mengalami keluhan pada otot klien karena mengalami
neuropathy dan biasanya anggota gerak bawah klien terganggu karena
terdapat luka diabetik.

11. Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan Penunjang Untuk penegakan diagnosis DM tipe II yaitu
dengan pemeriksaan glukosa darah dan pemeriksaan glukosa peroral (TTGO).
Sedangkan untuk membedakan DM tipe II dan DM tipe I dengan pemeriksaan C-
peptide.
a. Pemeriksaan glukosa darah
a) Glukosa Plasma Vena Sewaktu
Pemeriksaan gula darah vena sewaktu pada pasien DM tipe II
dilakukan pada pasien DM tipe II dengan gejala klasik seprti poliuria,
polidipsia dan polifagia. Gula darah sewaktu diartikan kapanpun tanpa
memandang terakhir kali makan. Dengan pemeriksaan gula darah
sewaktu sudah dapat menegakan diagnosis DM tipe II. Apabila kadar
glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl (plasma 15
http://digilib.unimus.ac.id vena) maka penderita tersebut sudah dapat
disebut DM. Pada penderita ini tidak perlu dilakukan pemeriksaan tes
toleransi glukosa.
b) Glukosa Plasma Vena Puasa
Pada pemeriksaan glukosa plasma vena puasa, penderita dipuasakan
8-12 jam sebelum tes dengan menghentikan semua obat yang
digunakan, bila ada obat yang harus diberikan perlu ditulis dalam
formulir. Intepretasi pemeriksan gula darah puasa sebagai berikut :
kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl dinyatakan normal, ≥126
mg/dl adalah diabetes melitus, sedangkan antara 110- 126 mg/dl
disebut glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Pemeriksaan gula
darah puasa lebih efektif dibandingkan dengan pemeriksaan tes
toleransi glukosa oral.
c) Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP)
Tes dilakukan bila ada kecurigaan DM. Pasien makan makanan yang
mengandung 100gr karbohidrat sebelum puasa dan menghentikan
merokok serta berolahraga. Glukosa 2 jam Post Prandial
menunjukkan DM bila kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl, sedangkan
nilai normalnya ≤ 140. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) apabila
kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl.
d) Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Pemeriksan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan apabila
pada pemeriksaan glukosa sewaktu kadar gula darah berkisar 140-
200 mg/dl untuk memastikan diabetes atau tidak. Sesuai kesepakatan
WHO tahun 2006,tatacara tes TTGO dengan cara melarutkan 75gram
glukosa pada dewasa, dan 1,25 mg pada anak-anak kemudian
dilarutkan dalam air 250-300 ml dan dihabiskan dalam waktu 5
menit.TTGO dilakukan minimal pasien telah berpuasa selama minimal
8 jam. Penilaian adalah sebagai berikut;
1) Toleransi glukosa normal apabila ≤ 140 mg/dl;
2) Toleransi glukosa terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140
mg/dl tetapi < 200 mg/dl; dan
3) Toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl disebut diabetes melitus. 28 16

e) Pemeriksaan HbA1c HbA1c


merupakan reaksi antara glukosa dengan hemoglobin, yang
tersimpan dan bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari
sesuai dengan umur eritrosit. Kadar HbA1c bergantung dengan kadar
glukosa dalam darah, sehingga HbA1c menggambarkan rata-rata
kadar gula darah selama 3 bulan. Sedangkan pemeriksaan gula
darah hanya mencerminkan saat diperiksa, dan tidak
menggambarkan pengendalian jangka panjang. Pemeriksaan gula
darah diperlukan untuk pengelolaaan diabetes terutama untuk
mengatasi komplikasi akibat perubahan kadar glukosa yang berubah
mendadak.

12. Program Pengobatan Yang Sudah Dan Sedang Dijalankan


Kaji apakah klien sedang menjalan program pengobatan

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien yang mengalami penyakit
diabetes militus:
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan
keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani.
2. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d kurang pengetahuan tentang
manajemen diabetes
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi darah ke perifer,
proses penyakit (DM).
4. Resiko kekurangan volume cairan b.d diuresis osmotik.
5. Keletihan b.d metabolism fisik untuk produksi energi berat akibat kadar gula
darah tinggi.
6. Kerusakan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan (nekrosis luka
gengrene).
7. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan akibat hipoksia perifer.
8. Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes mellitus).
9. Defisiensi pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan
pengobatan b.d kurangnya informasi

10.Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya


INTERVENSI

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Domain 2. (00179) Manajemen Nutrisi (1100)
Nutrisi Ketidakseimbangan Definisi : menyediakan dan
Kelas 1. nutrisi, kurang dari meningkatkan intake nutrisi yang
Makan kebutuhan tubuh seimbang
Ketidakseimb Setelah dilakukan Aktivitas :
angan nutrisi, asuhan keperawatan, 1. Instruksikan kepada pasien
kurang dari diharapkan nutrisi mengenai kebutuhan nutrisi
kebutuhan pasien terpenuhi. 2. Tentukan jumlah kalori dan
tubuh (1004) Status Nutrisi jenis nutrisi yang dibutuhkan
(00002) 1. Asupan makanan oleh pasien untuk memenuhi
dan cairan dari skala kebutuhan gizi
2 (banyak 3. Ciptakan lingkungan yang
menyimpang dari optimal pada saat
rentang normal) mengkonsumsi makanan
ditingkatkan 4. Monitor kalori dan asupan
menjadi skala 4 makanan pasien
(sedikit 5. Monitor kecenderungan
menyimpang dari terjadinya kenaikan atau
rentang normal) penurunan berat badan pada
pasien
(1622) Perilaku
patuh : diet yang
disarankan

1. Memilih makanan
yang sesuai dengan
diet yang ditentukan
dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatkan
menjadi skala 4
(sering
menunjukkan)
2. Memilih minuman
yang sesuai dengan
diet yang ditentukan
dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatka menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)

(1854) Pengetahuan :
diet yang sehat

1. Intake nutrisi yang


sesuai dengan
kebutuhan individu
dari skala 2
(pengetahuan
terbatas)
ditingkatkan
menjadi skala 4
(pengetahuan
banyak)
2 Domain 2. (00002) Resiko Manajemen Hiperglikemi (2120)
Nutrisi ketidakstabilan kadar 1. Monitor kadar gula daraah,
Kelas 4. glukosa darah sesuai indikasi
Metabolisme 2. Monitor tanda dan gejala
Resiko Setelah dilakukan hiperglikemi: poliuria, polidipsi,
ketidakstabila asuhan keperawatan, polifagi, kelemahan, latergi,
n kadar diharapkan malaise, pandangan kabur atau
glukosa darah ketidakstabilan kadar sakit kepala.
(00179) glukosa darah normal. 3. Monitor ketourin, sesuai
(2300) Kadar glukosa indikasi.
darah 4. Brikan insulin sesuai resep
5. Dorong asupan cairan oral
1. Glukosa darah dari
6. Batasi aktivitas ketika kadar
skala 2 (deviasi yang
glukosa darah lebih dari
cukup besar dari
250mg/dl, khusus jika ketourin
kisaran normal)
terjadi
ditingkatkan menjadi
7. Dorong pemantauan sendiri
skala 4 (deviasi ringan
kadar glukosa darah
sedang dari kisaran
8. Intruksikan pada pasien dan
normal)
keluarga mengenai manajemen
(2111) Keparahan diabetes
Hiperglikemia 9. Fasilitasi kepatuhan terhadap
diet dan regimen latihan
1. Peningkatan glukosa
Pengajaran: Peresepan Diet
darah dari skala 2
(5614)
(berat) ditingkatkan
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
menjadi skala 4
mengenai diet yang disarankan
(ringan)
2. Kaji pola makan pasien saat ini
(1619) Manajemen dan sebelumnya, termasuk
diri : diabetes makanan yang di sukai
3. Ajarkan pasien membuat diary
1. Memantau glukosa
makanan yang dikonsumsi
darah dari skala 2
4. Sediakan contoh menu makanan
(jarang menunjukkan)
yang sesuai
ditingkatkan menjadi
5. Libatkan pasien dan keluarga
skala 4 (sering
menunjukkan)

3 Domain 4. (00204) Pengecekan Kulit (3590)


Aktivitas dan Ketidakefektifan 1. Gunakan alat pengkajian untuk
istirahat. perfusi jaringan perifer mengidentifikasi pasien yang
Kelas 4. berisiko mengalami kerusakan
Respon Setelah dilakukan kulit.
Kardiovaskul asuhan keperawatan, 2. Monitor warna dan suhu kulit
er/ pulmonal diharapkan 3. Periksa pakaian yang terlalu
Ketidakefektif ketidakefektifan perfusi ketat
an perfusi jaringan perifer pasien 4. Monitor kulit dan selaput lendir
jaringan dapat berkurang. terhadap area perubahan warna,
perifer (0401) Status sirkulasi memar, dan pecah.
(00204) 5. Ajarkan anggota
1. Parestesia dari skala
kelurga/pemberi asuhan
2 (cukup berat)
mengenai tanda-tanda
ditingkatkan
kerusakan kulit, dengan tepat.
menjadi skala 4
Manajemen Sensasi Perifer
(ringan)
(2660)
2. Asites dari skala 2
1. Monitor sensasi tumpul atau
(cukup berat)
tajam dan panas dan dingin
ditingkatkan
(yang dirasakan pasien)
menjadi skala 4
2. Monitor adanya Parasthesia
(ringan)
dengan tepat
(0407) Perfusi 3. Intruksikan pasien dan keluarga
jaringan : perifer untuk memeriksa kulit setiap
harinya
1. Parestsia dari skala 2
4. Letakkan bantalan pada
(cukup berat)
bagian tubuh yang terganggu
ditingkatkan menjadi
untuk melindungi area
skala 4 (ringan)
tersebut
(0409) Koagulasi Perawatan Kaki (1660)
darah 1. Diskusikan dengan pasien dan
keluarga mengenai perawatan
1. Pembentukan bekuan
kaki rutin
dari skala 2 (deviasi
2. Anjurkan pasien dan keluarga
cukup besar dari
mengenai pentingnya perawatan
kisaran normal)
kaki
ditingkatkan menjadi
skala 4 (deviasi ringan 3. Periksa kulit untuk mengetahui
dari kisaran normal) adanya iritasi, retak, lesi, dll
4. Keringkan pada sela-sela jari
(0802) Tanda-tanda
dengan seksama
vital

1. Suhu tubuh dari skala


2 (deviasi cukup besar
dari kisaran normal)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (deviasi ringan
dari kisaran normal)
4 Domain 4. (00093) Keletihan Manajemen Energi (0180)
Aktifitas/ 1. Kaji status fisiologis pasien yang
Istirahat Setelah dilakukan menyebabkan kelelahan
Kelas 3. asuhan keperawatan, 2. Anjurkan pasien mengungkapkan
Keseimbanga diharapkan keletihan perasaan secaraverbal mengenai
n Energi. pada pasien dapat keterbatasan yang dialami
Keletihan dikurangi. 3. Tentukan persepsi pasien/orang
(00093) (0002) Konservasi terdekat dengan pasien mengenai
energi penyebab kelelahan
4. Pilih intervensi untuk mengurangi
1. Mempertahankan
kelelahan baik secara
intake nutrisi yang
farmakologis maupun
cukup dari skala 2
nonfarmakologis
(jarang menunjukkan)
Manajemen Nutrisi (1100)
ditingkatkan menjadi
1. Tentukan status gizi pasien dan
skala 4 (sering
kemampuan pasien untuk
menunjukkan)
memenuhi kebutuhan gizi
(0005) Toleransi 2. Intruksikan pasien mengenai
terhadap aktivitas kebutuhan nutrisi
3. Atur diet yang diperlukan
1. Kekuatan tubuh
4. Anjurkan pasien mengenai
bagian atas dari skala 2
modifikasi diet yang diperlukan
(banyak terganggu) 5. Anjurkan pasien terkait dengan
ditingkatkan menjadi kebutuhan diet untuk kondisi
skala 4 (sedikit sakit.
terganggu)

2. Kekuatan tubuh
bagian bawah dari skala
2 (banyak terganggu)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sedikit
terganggu)

(0007) Tingkat
kelelahan

1. Kelelahan dari skala


2 (cukup besar)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (ringan)

2. Kehilangan selera
makan dari skala 2
(cukup besar)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (ringan)

(0008) Keletihan : efek


yang menganggu

1. Penurunan energi
dari skala 2 (cukup
besar) ditingkatkan
menjadi skala 4
(ringan)
2. Perubahan status
nutrisi dari skala 2
(cukup besar)
ditingkatkan
menjadi skala 4
(ringan)
5 Domain 11. (00044) Kerusakan Pengecekan kulit (3590)
Keamanan/ integritas jaringan 1. Gunakan alat pengkajian untuk
Perlindungan Setelah dilakukan mengidentifikasi pasien yang
Kelas 2. asuhan keperawatan, berisiko mengalami kerusakan
Cidera Fisik diharapkan kerusakan kulit.
(lanjutan) integritas jaringan dapat 2. Monitor warna dan suhu kulit
Kerusakan berkurang. 3. Periksa pakaian yang terlalu
integritas (0401) Status sirkulasi ketat
jaringan 4. Monitor kulit dan selaput lendir
1. Kekuatan nadi dorsal
(000444) terhadap area perubahan warna,
pedis kanan dari skala 2
memar, dan pecah.
(deviasi cukup besar
5. Ajarkan anggota
dari kisaran normal)
kelurga/pemberi asuhan
ditingkatkan menjadi
mengenai tanda-tanda
skala 4 (deviasi ringan
kerusakan kulit, dengan tepat.
dari kisaran normal)

2. Kekuatan nadi dorsal


pedis kiri dari skala 2
(deviasi cukup besar
dari kisaran normal)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (deviasi ringan
dari kisaran normal)

(0407) Perfusi
jaringan : perifer

1. Pengisian kapiler jari


dari skala 2 (deviasi
yang cukup besar dari
kisaran normal)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (deviasi ringan
dari kisaran normal)

2. Pengisian kapiler
jari-jari kaki dari skala
2 (deviasi yang cukup
besar dari kisaran
normal) ditingkatkan
menjadi skala 4 (deviasi
ringan dari kisaran
normal)

(1101) Integritas
jaringan : kulit dan
membran mukosa

1. Perfusi jaringan dari


skala 2 (banyak
terganggu) ditingkatkan
menjadi skala 4 (sedikit
terganggu)

2. Integritas kulit dari


skala 2 (banyak
terganggu) ditingkatkan
menjadi skala 4 (sedikit
terganggu)

(1102) Penyembuhan
luka : primer

1. Memperkirakan
kondisi tepi luka dari
skala 2 (terbatas)
dotingkatkan menajdi
skala 4 (besar)

6. Domain 12. (00132) Nyeri akut Manajemen Nyeri (1400)


Kenyamanan Definisi : Pengurangan atau reduksi
Kelas 1. Setelah dilakukan nyeri sampai pada tingkat
Kenyamanan asuhan keperawatan, kenyamanan yang dapat diterima
Fisik diharapkan nyeri akut oleh pasien.
Nyeri Akut pada pasien berkurang. Aktivitas :
(00132) (1605) Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif terhadap
1. Mengenali kapan
pasien
nyeri terjadi dari skala 2
2. Observasi adanya petunjuk
(jarang menunjukkan)
nonverbal mengenai
ditingkatkan menjadi
ketidakanyamanan
skala 4 (sering
3. Gali pengetahuan dan
menunjukkan)
kepercayaan pasien mengenai
2. Menggambarkan nyeri
faktor penyebab dari 4. Evaluasi pengalaman nyeri
skala 2 (jarang pasien di masa lalu yang
menunjukkan) meliputi riwayat nyeri kronik
ditingkatkan menjadi pasien ataupun keluarga
skala 4 (sering 5. Tentukan kebutuhan frekuensi
menunjukkan) untuk melakukan pengkajian
ketidaknyamanan pasien
(3016) Kepuasan klien
6. Kurangi faktor yang dapat
: Manajemen nyeri
meningkatkan nyeri pada pasien
1. Nyeri terkontrol dari 7. Gunakan tindakan pengontrol
skala 2 (agak puas ) nyeri sebelum nyeri pada pasien
ditingkatkan menjadi bertambah berat
skala 4 (sangat puas ) 8. Dukung pasien untuk istirahat
atau tidur untuk menurunkan
2. Tingkat nyeri
rasa nyeri
dipantau secara reguler
dari skala 2 (agak
puas ) ditingkatkan
menjadi skala 4 (sangat
puas )
7 Domain 11. (00004) Resiko infeksi Kontrol Infeksi (6540)
Keamanan/ Definisi: Meminimalkan Infeksi
Perlindungan Setelah dilakukan 1. Ganti peralatan perawatan per
Kelas 1. asuhan keperawatan, pasien sesuai protokol institusi
Infeksi diharapkan tidak terjadi 2. Anjurkan pasien mengenai
Resiko infeksi infeksi pada pasien. teknik mencuci tangan dengan
(00004) (1908) Deteksi risiko tepat
3. Pastikan penanganan aseptik
1. Mengenali tanda dan
dari semua saluran IV
gejala yang
Perlindungan Infeksi (6550)
mengindikasikan risiki
Definisi: Pencegahan dan deteksi
dari skala 2 (jarang
dini infeksi pada pasien beresiko
mnunjukkan)
1. Monitor kerentanan terhadap
ditingkatkan menjadi
infeksi
skala 4 (sering
2. Berikan perawatan klit yang
menunjukkan)
tepat Periksa kulit dan selaput
2. Memonitor lendir untuk adanya kemerahan,
perubahan status kehangatan ektrim, atau
kesehatan skala 2 drainase
(jarang mnunjukkan) 3. Ajarkan pasien dan keluarga
ditingkatkan menjadi bagaimana cara menghindari
skala 4 (sering infeksi
menunjukkan)

(1902) Kontrol risiko


1. Mengidentifikasi
faktor risiko dari skala
2 (jarang mnunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)

2. Mengenali faktor
risiki skala 2 (jarang
mnunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
8 Domain 5. (00126) Defisiensi Fasilitasi Pembelajaran (5520)
Persepsi/ pengetahuan 1. Tekankan pentingnya mengikuti
Kognisi evaluasi medik, dan kaji ulang
Setelah dilakukan
Kelas 4. gejala yang memerlukan
asuhan keperawatan,
Defisiensi pelaporan segera ke dokter
diharapkan
pengetahuan 2. Diskusikam tanda/gejala DM,
pengetahuan pasien
(00124) contoh polidipsia, poliuria,
mengenai diabetes
kelemahan, penurunan berat
mellitus tipe 2
badan
bertambah.
3. Gunakan bahasa yang umum
(1820) Pengetahuan :
digunakan
manajemen diabetes
4. Berikan informasi yang sesuai
1. Pencegahan dengan lokus kontrol pasien
hiperglikemia dari skala 5. Berikan informasi sesuai tingkat
2 (pengetahuan perkembangan pasien
terbatas) ditingkatkan Modifikasi Perilaku (4360)
menjadi skala 4 1. Tentukan motivasi pasien
(pengetahuan banyak) untuk perubahan perilaku
2. Bantu pasien untuk
2. Prosedur yang harus
mengidentifikasi kekuatan
diikuti dalam
mengobati 3. Dukung untuk mengganti
hoperglikemia dari kebiasaan yang tidak
skala 2 (pengetahuan diinginkan dengan kebiasaan
terbatas) ditingkatkan yang diinginkan
menjadi skala 4 4. Tawarkan penguatan yang
(pengetahuan banyak) positif dalam pembuatan
keputusan mandiri pasien
(1621) Perilaku
patuh : diet yang sehat

1. Mencari informasi
tenyang panduan nutrisi
baku dari skala 2
(jarang dilakukan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
dilakukan)

(1622) Perilaku
patuh : diet yang
disarankan

1. Menggunakan
informasi gizi pada
label untuk menentukan
pilihan dari skala 2
(jarang menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)

2. Mengikuti
rekomendasi untuk
jumlah makanan per
hari dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)

(1632) Perilaku
patuh : aktivitas yang
disarankan

1. Membahas aktivitas
rekomendasi dengan
profesional kesehatan
dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
9 Domain 9. (00146) Ansietas Pengurangan kecemasan (5820)
Koping/ Definisi: Mengurangi tekanan,
Toleransi Setelah dilakukan ketakutan, firasat, maupun
Stress asuhan keperawatan, ketidaknyamanan terkait dengan
Kelas 2. diharapkan ansietas sumber-sumber bahaya yang tidak
Respon pasien berkurang. teridentifikasi
Koping (1211) Tingkat Akivitas:
Ansietas kecemasan 1. Gunakan pendekatan yang
(00146) tenang dan menyakinkan
1. Tidak dapat
2. Nyatakan dengan jelas harapan
beristirahat dari skala 2
terhadap perilaku klien
(cukup berat)
3. Pahami situasi krisis yang
ditingkatkan menjadi
terjadi dari perspektif klien
skala 4 (ringan)
4. Berikan informasi faktual tekait
2. Perasaan gelisah dari diagnosa, perawatan dan
skala 2 (cukup berat) prognosis
ditingkatkan menjadi 5. Berada disisi klien untuk
skala 4 (ringan) meningkatkan rasa aman dan
mengurangi ketakutan
3. Gangguan tidur dari
6. Dorong keluarga untuk
skala 2 (cukup berat)
mendampingi klien dengan cara
ditingkatkan menjadi
yang tepat
skala 4 (ringan)
7. Berikan objek yang
(0907) Memproses menunjukkan perasaan aman
informasi 8. Puji/kuatkan perilaku yang baik
secara tepat
1. Menunjukkan proses
9. Identifikasi saat terjadinya
pikir yang terorganisir
perubahan tingkat kecemasan
dari skala 2 (banyak
10. Bantu klien mengidentifikasi
terganggu) ditingkatkan
situasi yang memicu kecemasan
menjadi skala 4 (sedikit
11. Dukung penggunaan mekanisme
terganggu)
koping yang sesuai
(3009) Kepuasan klien 12. Pertimbangkan kemampuan
: perawatan psikologis klien dalam mengambil
keputusan
1. Informasi di berikan
13. Intruksikan klien untuk
tentang perjalanan
menggunakan teknik relaksasi
penyakit dari skala 2
14. Kaji untuk tanda verbal dan non
(agak puas)
verbal kecemasan
ditingkatkan menjadi
Peningkatan koping (5230)
skala 4 (sangat puas)
Definisi : Fasilitasi usaha kognitif
2. Informasi di berikan untuk meneglola stressor yang
mengenai respon dirasakan, perubahan, atu ancaman
emosional yang biasa yang mengganggu dalam rangka
terhadap penyakit dari memenuhi kebutuhan hidup dan
skala 2 (agak puas) peran
ditingkatkan menjadi Aktivitas:
skala 4 (sangat puas) 1. Bantu pasien dalam memecah
tujuan kompleks menjadi lebih
kecil, dan langkah yang dapat
dikelola
2. Dukung sikap pasien terkait
dengan harapan yang realistis
sebagai upaya untuk mengatasi
perasaan ketidakberdayaan
3. Cari jalan untuk memahami
prespektif pasien terhadap
situasi
4. Kenali latar belakang
budaya/spiritual pasien
5. Dukung pasien untuk
mengklarifikasi kesalahpahaman

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). (2018). American Diabetes Association


Standards Of Medical Care In Diabetes—2018. https://diabetesed.net.

Silbernagl, S. 2014. In: Silbernagl, S., Lang, F. editor. Teks dan Atlas Berwarna
Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Dolensek, J, Rupnik, MS & Stozer, A, 2015, Structural Similarities and


Differences Between The Human and The Mouse Pancreas, Islets, Vol 7.

Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC, 1022.
Kaku K, 2010, Pathophysiology of Type 2 Diabetes and its Treatment Policy, in
Japan Medical Association Journal, vol. 53, no 1, p.41-6

Anda mungkin juga menyukai