Di Susun Oleh :
17-703
Dosen Pembimbing :
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu jenis penyakit degenerative
yang merupakan masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia dan
prevalensinya cenderung meningkat dengan cepat setiap tahunnya. Menurut
Internasional of Diabetic Ferderation (IDF, 2015) tingkat prevalensi global
penderita DM pada tahun 2014 sebesar 8,3% dari keseluruhan penduduk di
dunia dan mengalami peningkatan pada tahun 2014 menjadi 387 juta kasus.
Indonesia kini telah menduduki rangking keempat jumlah penderita
diabetes terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India. Data Riskesdas
tahun 2013 menunjukan prevalensi DM sebesar 1,5 juta jiwa untuk total populasi
di seluruh Indonesia (Riskesdas, 2013). Berdasarkan data dari Badan Pusat
Statistik (BPS) menurut pola pertumbuhan penduduk diperkirakan pada tahun
2030 akan ada 20,1 juta penyandang diabetes di Indonesia. Begitu pula menurut
Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) memprediksi
pada tahun 2030 akan ada 21.3 juta penduduk Indonesia yang akan terserang
DM (PERKENI, 2011).
Peningkatan prevalensi data penderita DM juga dialami oleh provinsi –
provinsi yang ada di Indonesia salah satunya provinsi Jawa Tengah yang
mencapai 152.075 kasus dan mengalami peningkatam yang cukup signifikan dari
1,1% menjadi 2,0 % (Riskesdas, 2013). Berdasarkan Profil Kesehatan Jawa
Tengah pada tahun 2015 menunjukan prevalensi DM tipe 2 di Provinsi Jawa
Tengah sebesar 18,33%, angka ini lebih tinggi dibanding tahun 2014 sebesar
14,96% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2015). Jumlah kasus tersebut
merupakan urutan kedua tertinggi setelah kasus hipertensi. Sedangkan jumlah
kasus penyakit DM di 1 2 Kabupaten Kebumen juga cukup tinggi yaitu tercatat
pada tahun 2015 sebanyak 2.216 kasus (Profil kesehatan kabupaten kebumen,
2015).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan asuhan keperawatan pada klien Diabetes Melitus
tipe II
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian keperawatan pada klien
Diabetes Melitus tipe II
b. Mahasiswa dapat menentukan diagnosa keperawatan pada
Diabetes Melitus tipe II
c. Mahasiswa dapat merumuskan perencanaan asuhan keperawatan
pada klien Diabetes Melitus tipe II
d. Mahasiswa dapat melakukan implementasi keperawatan pada klien
Diabetes Melitus tipe II
e.Mahasiswa dapat melakukan evaluasi keperawatan pada klien
Diabetes Melitus tipe II
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
DM tipe 2 atau bisa disebut juga dengan diabetes melitus yang tidak
tergantung insulin (NIDDM). NIDDM merupakan diabetes yang paling sering
terjadi dan terdapat defisiensi insulin relatif. Pelepasan insulin dapat normal atau
bahkan biasanya meningkat, tetapi organ target memiliki sensitivitas yang
berkurang terhadap insulin (Silbernagl dan Lang, 2014).
B. Anatomi Fisiologi
d. Sel Pankreatik
Insulin
2. Fisiologi
Pengaturan Sekresi Insulin Peningkatan kadar glukosa darah dalam
tubuh akan menimbulkan respons tubuh berupa peningkatan sekresi insulin.
Bila sejumlah besar insulin disekresikan oleh pankreas, kecepatan
pengangkutan glukosa ke sebagian besar sel akan meningkat sampai 10 kali
lipat atau lebih dibandingkan dengan kecepatan tanpa adanya sekresi insulin.
Sebaliknya jumlah glukosa yang dapat berdifusi ke sebagian besar sel tubuh
tanpa adanya insulin, terlalu sedikit untuk menyediakan sejumlah glukosa
yang dibutuhkan untuk metabolisme energi pada 8 keadaan normal, dengan
pengecualian di sel hati dan sel otak (Guyton & Hall, 2012).
C. Etiologi
Kombinasi antara faktor genetik, faktor lingkungan, resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin merupakan penyebab DM tipe 2. Faktor lingkungan
yang berpengaruh seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, stres, dan
pertambahan umur (KAKU, 2010).
Faktor risiko juga berpengaruh terhadap terjadinya DM tipe 2. Beberapa
faktor risiko diabetes melitus tipe 2 antara lain berusia ≥ 40 tahun, memiliki
riwayat prediabetes ( A1C 6,0 % - 6,4 % ), memiliki riwayat diabetes melitus
gestasional, memiliki riwayat penyakit 10 vaskuler, timbulnya kerusakan organ
karena adanya komplikasi, penggunaan obat seperti glukokortikoid, dan dipicu
oleh penyakit seperti HIV serta populasi yang berisiko tinggi terkena diabetes
melitus seperti penduduk Aborigin, Afrika, dan Asia (Ekoe et al., 2013)
D. Manifestasi Klinis
Beberapa gejala DM tipe 2 yaitu sering berkemih (poliuria), meningkatnya
rasa haus (polidipsia), banyak makan (polifagia), kehilangan berat badan secara
drastis, pandangan kabur, dan merasa kelelahan (fatigue). Selain itu, ditandai
dengan sering buang air kecil pada malam hari (nokturia) dan lesu (lethargy)
(Dipiro et al., 2015).
E. WOC
Sumber: https://www.scribd.com/doc/120249475/Pathway-DM
F. Penatalaksanaan Medis
1) Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat
yang memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya
edukasi dilakukan secara komphrehensif dan berupaya meningkatkan
motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat.Tujuan dari edukasi
diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk
mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali
masalah kesehatan/ komplikasi yang mungkin timbul secara dini/ saat
masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan pengelolaan
penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan
yang diperlukan. Edukasi pada penyandang diabetes meliputi
pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-
obatan, berhenti merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi
asupan kalori dan diet tinggi lemak.
2) Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan
yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu,
dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat
45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g,
dan diet cukup serat sekitar 25g/hari.
3) Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama
kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobik
seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan meningkatkan sensitifitas insulin.
4) Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan
pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis
terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Obat yang saat ini ada antara
lain:
A. OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL (OHO)
1). Pemicu sekresi insulin:
a) Sulfonilurea
1. Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas
2. Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau
kurang
3. Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada orang
tua, gangguan faal hati dan ginjal serta malnutrisi
b) Glinid
1. Terdiri dari repaglinid dan nateglinid
2. Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih
ditekankan pada sekresi insulin fase pertama.
3. Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia postprandial
2). Peningkat sensitivitas insulin:
a) Biguanid
1. Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah
Metformin.
2. Metformin menurunkan glukosa darah melalui
3. pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler,
distal reseptor insulin, dan menurunkan produksi glukosa
hati.
4. Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita
diabetes gemuk, disertai dislipidemia, dan disertai
resistensi insulin.
b) Tiazolidindion
1. lMenurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan
jumlah protein pengangkut glukosa sehingga
meningkatkan ambilan glukosa perifer.
2. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung
karena meningkatkan retensi cairan.
3). Penghambat glukoneogenesis:
a) Biguanid (Metformin).
1. Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga
mengurangi produksi glukosa hati.
2. Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi
ginjal dengan kreatinin serum > 1,5 mg/dL, gangguan
fungsi hati, serta pasien dengan kecenderungan
hipoksemia seperti pada sepsis
3. Metformin tidak mempunyai efek samping hipoglikemia
seperti golongan sulfonylurea.
4. Metformin mempunyai efek samping pada saluran cerna
(mual) namun bisa diatasi dengan pemberian sesudah
makan.
4). Penghambat glukosidase alfa :
a) Acarbose
1. Bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus
halus.
2. Acarbose juga tidak mempunyai efek samping
hipoglikemia seperti golongan sulfonilurea.
3. Acarbose mempunyai efek samping pada saluran cerna
yaitu kembung dan flatulens.
4. Penghambat dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) Glucagon-
like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptide
yang dihasilkan ole sel L di mukosa usus. Peptida ini
disekresi bila ada makanan yang masuk. GLP-1
merupakan perangsang kuat bagi insulin dan penghambat
glukagon. Namun GLP-1 secara cepat diubah menjadi
metabolit yang tidak aktif oleh enzim DPP-4. Penghambat
DPP-4 dapat meningkatkan penglepasan insulin dan
menghambat penglepasan glukagon.
B. OBAT SUNTIKAN
1). Insulin
1. Insulin kerja cepat
2. Insulin kerja pendek
3. Insulin kerja menengah
4. Insulin kerja panjang
5. Insulin campuran tetap
2). Agonis GLP-1/incretin mimetik
1. Bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin tanpa
menimbulkan hipoglikemia, dan menghambat
penglepasan glukagon
2. Tidak meningkatkan berat badan seperti insulin dan
sulfonilurea
3. Efek samping antara lain gangguan saluran cerna seperti
mual muntah.
BAB III
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. AIWAYS (JALAN NAFAS) Biasanya klien dengan DM tipe 2 tidak
mengalami tanda-tanda obstruksi jalan napas (stridor, gurgling, snoring).
2. Pengkajian sekunder
a. Data Demografi
Biasanya data demografi yang kaji Inisal pasien, Tempat/Tgl. Lahir ,
Tanggal Masuk rumah sakit, Agama, Suku, Pendidikan , Status
Perkawinan, Pekerjaan, Lama Bekerja, Alamat, dan Sumber Informasi.
Kaji pula Keluarga dekat pasien yang bisa dihubungi.
b. Riwayat Kesehatan
Biasanya klien dengan DM tipe 2 mengalami keluhan badan terasa letih,
pandangan kabur, merasa kesemutan dan memiliki ulkus diabetik.
Biasanya klien dengan DM tipe 2 mengalami keluhan hipertensi dan
penyakit jantung koroner karena komplikasi dari DM tipe 2.
b. Mata
Biasanya klien dengan DM tipe 2 mengalami keluhan penglihatan mata
kabur, biasanya yang perlu dikaji apakah ukuran pupil klien apakah
isokor/anisiokor, kaji apakah konjungtiva anemis atau tidak, kaji apakah
sklera ikterik / tidak, kaji apakah palpebra udema/tidak.
c. Telinga
Biasanya yang perlu dikaji apakah fungsi pendengaran telinga kiri dan baik
baik/tidak, dan kaji apakah telinga kiri dan kanan bersih/tidak.
f. Leher
Kaji apakah terdapat pembesaran kelenjar getah bening, kaji apakah
terdapat pembesaran kelenjar tyroid, dan kaji apakah terdapat peradangan
pada tonsil.
g. Thoraks
Inspeksi apakah bentuk dada normal, kaji apakah retraksi dada normal,
kaji apakah dada simetris kiri dan kanan, kaji apakah keadaan kulit dada
baik, kaji apakah kecepatan nafas dalam batas normal. Palpasi apakah
ekspansi dada pada saat bernafas simetris kiri-kanan, kaji apakah
terdapat nyeri tekan. Perkusi paru kaji apakah bunyi paru sonor, redup,
atau hipersonor. Auskultasi paru kaji apakah suara paru bronkial, vaskular,
brankovaskuler, atau wheezing ronchi. Perkusi jantung kaji apakah batas
jantung diketahui/tidak, Auskultasi jantung kaji apakah bunyi jantung
normal/tidak. kaji pola ventilasi apakah normal/tidak. Kaji apakah
gambaran EKG normal atau tidak.
6. Sirkulasi
Kaji frekuensi nadi, saturasi O2, tekanan darah,MAP,CVP,PA sistolik,PA
diastolik, PAP,suhu tubuh, suhu ekstremitas, sianosis, CRT, turgor, kaji
apakah berada dalam batas normal/tidak.
7. Abdomen
Inspeksi apakah bentuk perut buncit atau tidak, kaji warna kulit perut, kaji
apakah terdapat jejas. Auskultasi kaji apakah frekuensi peristaltik usus
normal/tidak. Palpasi apakah terdapat massa pada abdomen dan apakah
terdapat nyeri tekan. Perkusi apakah terdapat udara dan cairan didalam
abdomen klien. Kaji apakah terdapat pengeluaran NGT/tidak, kaji apakah
klien memiliki keluhan pada abdomen.
8. Genitaurinaria
Kaji apakah klien menggunakan kateter atau tidak, kaji berapa volume urine
klien, kaji apakah terdapat hematuria/tidak, biasanya klien dengan DM tipe 2
mengalami keluhan sering buang air kecil.
9. Reproduksi
Kaji apakah klien mengalami keluhan pada alat reproduksi klien.
10. Ekstremitas
Biasanya yang perlu dikaji apakah klien terpadang infus atau tidak,
biasanya klien mengalami keluhan pada otot klien karena mengalami
neuropathy dan biasanya anggota gerak bawah klien terganggu karena
terdapat luka diabetik.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien yang mengalami penyakit
diabetes militus:
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan
keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani.
2. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d kurang pengetahuan tentang
manajemen diabetes
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi darah ke perifer,
proses penyakit (DM).
4. Resiko kekurangan volume cairan b.d diuresis osmotik.
5. Keletihan b.d metabolism fisik untuk produksi energi berat akibat kadar gula
darah tinggi.
6. Kerusakan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan (nekrosis luka
gengrene).
7. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan akibat hipoksia perifer.
8. Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes mellitus).
9. Defisiensi pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan
pengobatan b.d kurangnya informasi
1. Memilih makanan
yang sesuai dengan
diet yang ditentukan
dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatkan
menjadi skala 4
(sering
menunjukkan)
2. Memilih minuman
yang sesuai dengan
diet yang ditentukan
dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatka menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
(1854) Pengetahuan :
diet yang sehat
2. Kekuatan tubuh
bagian bawah dari skala
2 (banyak terganggu)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sedikit
terganggu)
(0007) Tingkat
kelelahan
2. Kehilangan selera
makan dari skala 2
(cukup besar)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (ringan)
1. Penurunan energi
dari skala 2 (cukup
besar) ditingkatkan
menjadi skala 4
(ringan)
2. Perubahan status
nutrisi dari skala 2
(cukup besar)
ditingkatkan
menjadi skala 4
(ringan)
5 Domain 11. (00044) Kerusakan Pengecekan kulit (3590)
Keamanan/ integritas jaringan 1. Gunakan alat pengkajian untuk
Perlindungan Setelah dilakukan mengidentifikasi pasien yang
Kelas 2. asuhan keperawatan, berisiko mengalami kerusakan
Cidera Fisik diharapkan kerusakan kulit.
(lanjutan) integritas jaringan dapat 2. Monitor warna dan suhu kulit
Kerusakan berkurang. 3. Periksa pakaian yang terlalu
integritas (0401) Status sirkulasi ketat
jaringan 4. Monitor kulit dan selaput lendir
1. Kekuatan nadi dorsal
(000444) terhadap area perubahan warna,
pedis kanan dari skala 2
memar, dan pecah.
(deviasi cukup besar
5. Ajarkan anggota
dari kisaran normal)
kelurga/pemberi asuhan
ditingkatkan menjadi
mengenai tanda-tanda
skala 4 (deviasi ringan
kerusakan kulit, dengan tepat.
dari kisaran normal)
(0407) Perfusi
jaringan : perifer
2. Pengisian kapiler
jari-jari kaki dari skala
2 (deviasi yang cukup
besar dari kisaran
normal) ditingkatkan
menjadi skala 4 (deviasi
ringan dari kisaran
normal)
(1101) Integritas
jaringan : kulit dan
membran mukosa
(1102) Penyembuhan
luka : primer
1. Memperkirakan
kondisi tepi luka dari
skala 2 (terbatas)
dotingkatkan menajdi
skala 4 (besar)
2. Mengenali faktor
risiki skala 2 (jarang
mnunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
8 Domain 5. (00126) Defisiensi Fasilitasi Pembelajaran (5520)
Persepsi/ pengetahuan 1. Tekankan pentingnya mengikuti
Kognisi evaluasi medik, dan kaji ulang
Setelah dilakukan
Kelas 4. gejala yang memerlukan
asuhan keperawatan,
Defisiensi pelaporan segera ke dokter
diharapkan
pengetahuan 2. Diskusikam tanda/gejala DM,
pengetahuan pasien
(00124) contoh polidipsia, poliuria,
mengenai diabetes
kelemahan, penurunan berat
mellitus tipe 2
badan
bertambah.
3. Gunakan bahasa yang umum
(1820) Pengetahuan :
digunakan
manajemen diabetes
4. Berikan informasi yang sesuai
1. Pencegahan dengan lokus kontrol pasien
hiperglikemia dari skala 5. Berikan informasi sesuai tingkat
2 (pengetahuan perkembangan pasien
terbatas) ditingkatkan Modifikasi Perilaku (4360)
menjadi skala 4 1. Tentukan motivasi pasien
(pengetahuan banyak) untuk perubahan perilaku
2. Bantu pasien untuk
2. Prosedur yang harus
mengidentifikasi kekuatan
diikuti dalam
mengobati 3. Dukung untuk mengganti
hoperglikemia dari kebiasaan yang tidak
skala 2 (pengetahuan diinginkan dengan kebiasaan
terbatas) ditingkatkan yang diinginkan
menjadi skala 4 4. Tawarkan penguatan yang
(pengetahuan banyak) positif dalam pembuatan
keputusan mandiri pasien
(1621) Perilaku
patuh : diet yang sehat
1. Mencari informasi
tenyang panduan nutrisi
baku dari skala 2
(jarang dilakukan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
dilakukan)
(1622) Perilaku
patuh : diet yang
disarankan
1. Menggunakan
informasi gizi pada
label untuk menentukan
pilihan dari skala 2
(jarang menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
2. Mengikuti
rekomendasi untuk
jumlah makanan per
hari dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
(1632) Perilaku
patuh : aktivitas yang
disarankan
1. Membahas aktivitas
rekomendasi dengan
profesional kesehatan
dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
9 Domain 9. (00146) Ansietas Pengurangan kecemasan (5820)
Koping/ Definisi: Mengurangi tekanan,
Toleransi Setelah dilakukan ketakutan, firasat, maupun
Stress asuhan keperawatan, ketidaknyamanan terkait dengan
Kelas 2. diharapkan ansietas sumber-sumber bahaya yang tidak
Respon pasien berkurang. teridentifikasi
Koping (1211) Tingkat Akivitas:
Ansietas kecemasan 1. Gunakan pendekatan yang
(00146) tenang dan menyakinkan
1. Tidak dapat
2. Nyatakan dengan jelas harapan
beristirahat dari skala 2
terhadap perilaku klien
(cukup berat)
3. Pahami situasi krisis yang
ditingkatkan menjadi
terjadi dari perspektif klien
skala 4 (ringan)
4. Berikan informasi faktual tekait
2. Perasaan gelisah dari diagnosa, perawatan dan
skala 2 (cukup berat) prognosis
ditingkatkan menjadi 5. Berada disisi klien untuk
skala 4 (ringan) meningkatkan rasa aman dan
mengurangi ketakutan
3. Gangguan tidur dari
6. Dorong keluarga untuk
skala 2 (cukup berat)
mendampingi klien dengan cara
ditingkatkan menjadi
yang tepat
skala 4 (ringan)
7. Berikan objek yang
(0907) Memproses menunjukkan perasaan aman
informasi 8. Puji/kuatkan perilaku yang baik
secara tepat
1. Menunjukkan proses
9. Identifikasi saat terjadinya
pikir yang terorganisir
perubahan tingkat kecemasan
dari skala 2 (banyak
10. Bantu klien mengidentifikasi
terganggu) ditingkatkan
situasi yang memicu kecemasan
menjadi skala 4 (sedikit
11. Dukung penggunaan mekanisme
terganggu)
koping yang sesuai
(3009) Kepuasan klien 12. Pertimbangkan kemampuan
: perawatan psikologis klien dalam mengambil
keputusan
1. Informasi di berikan
13. Intruksikan klien untuk
tentang perjalanan
menggunakan teknik relaksasi
penyakit dari skala 2
14. Kaji untuk tanda verbal dan non
(agak puas)
verbal kecemasan
ditingkatkan menjadi
Peningkatan koping (5230)
skala 4 (sangat puas)
Definisi : Fasilitasi usaha kognitif
2. Informasi di berikan untuk meneglola stressor yang
mengenai respon dirasakan, perubahan, atu ancaman
emosional yang biasa yang mengganggu dalam rangka
terhadap penyakit dari memenuhi kebutuhan hidup dan
skala 2 (agak puas) peran
ditingkatkan menjadi Aktivitas:
skala 4 (sangat puas) 1. Bantu pasien dalam memecah
tujuan kompleks menjadi lebih
kecil, dan langkah yang dapat
dikelola
2. Dukung sikap pasien terkait
dengan harapan yang realistis
sebagai upaya untuk mengatasi
perasaan ketidakberdayaan
3. Cari jalan untuk memahami
prespektif pasien terhadap
situasi
4. Kenali latar belakang
budaya/spiritual pasien
5. Dukung pasien untuk
mengklarifikasi kesalahpahaman
DAFTAR PUSTAKA
Silbernagl, S. 2014. In: Silbernagl, S., Lang, F. editor. Teks dan Atlas Berwarna
Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC, 1022.
Kaku K, 2010, Pathophysiology of Type 2 Diabetes and its Treatment Policy, in
Japan Medical Association Journal, vol. 53, no 1, p.41-6