Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH FARMAKOLOGI

ANTIKONVULSAN

(Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Farmakologi)

Disusun oleh :

1. Meylisa (19/FAM/143)
2. Apri Setiana (19/FAM/144)
3. Laela Tiki Budianto (19/FAM/145)
4. Amalia Difa Lestari (19/FAM/146)
5. Refani Eka Saputri (19/FAM/147)
6. Mirari Dwi Rahmawati (19/FAM/148)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

STIKes Ibnu Sina Ajibarang

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah


berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Ajibarang, 8 Mei 2020

Penulis

DAFTAR ISI

ii
Halaman Judul ............................................................................................... I
Kata Pengantar ............................................................................................... ii
Daftar Isi ........................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
3. Tujuan ................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
1. Definisi Epilepsi ................................................................................. 2
2. Jenis Epilepsi ..................................................................................... 2
3. Antikonvulsan .................................................................................... 3
4. Generasi pertama ............................................................................... 6
5. Generasi kedua ................................................................................... 13
6. Obat – obat baru ................................................................................. 16
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan ........................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pada zaman ini banyak manusia yang sering mengalami kejang baik
karena penyakit turunan maupun karena suatu penyakit yang muncul saat
dewasa. Penyebab terjadinya kejang antara lain trauma terutama pada kepala,
encephalitis (radang otak), obat, birth trauma (bayi lahir dengan cara vacuum-
kena kulit kepala-trauma), penghentian obat depresan secara tiba-tiba, tumor,
demam tinggi, dan lain-lain.
Terapi untuk epilepsi yaitu menggunakan terapi non farmakologis dan
terapi farmakologis. Terapi non farmakologi bisa dengan istrirahat yang
cukup karena kelelahan yang berlebihan dapat mencetuskan serangan
epilepsi, belajar mengendalikan stress dengan menggunakan latihan tarik
nafas panjang dan teknik relaksasi lainnya. Sedangkan terapi farmakologis
yaitu dengan menggunakan obat anti epilepsi atau yang sering dikenal dengan
antikonvulsan.
Pada makalah ini akan menjelaskan tentang obat-obat antikonvulsan mulai
dari pengertian sampai mekanisme kerjanya
2. Rumusan Masalah
2.1. Apa yang dimaksud dengan Epilepsi?
2.2. Ada berapakah jenis Epilepsi?
2.3. Apa yang dimaksud dengan Antikonvulsan dan ada berapakah golongan
obatnya?
2.4. Bagimanakah mekanisme kerja, efek samping dan dosis dari setiap
golongan obatnya?
3. Tujuan
3.1. Untuk mengetahui tentang penyakit Epilepsi
3.2. Untuk mengetahui jenis-jenis dari penyakit Epilepsi
3.3. Untuk mengetahui tentang Antikonvulsan secara luas dan golongannya
3.4. Untuk mengetahui mekanisme kerja, efek samping dan dosis dari setiap
golongan obatnya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi Epilepsi
Epilepsi (Yun = serangan) atau sawan/ penyakit ayan adalah suatu
ganguan saraf yang timbul secara tiba-tiba dan berkala, biasanya dengan
perubahan kesadaran. Penyebabnya adalah aksi serentak dan mendadak dari
sekelompok besar sel-sel saraf di otak. Aksi ini disertai pelepasan muatan
listrik yang berlebihan dari neuron-neuron tersebut. Lazimnya pelepasan
muatan listrik ini terjadi secara teratur dan terbatas dalam kelompok-
kelompok kecil, yang memberikan ritme normal pada elektroencefalogram
(EEG). Serangan ini kadangkala bergejala ringan dan (hampir) tidak ketara,
tetapi ada kalanya bersifat demikian hebat sehingga perlu dirawat di rumah
sakit.
Insidensi epilepsi relatif tinggi pada anak-anak dan lansia. Pada serangan
parsial, hiperaktivitas terbatas pada hanya satu bagian dari kulit otak,
sedangkan pada serangan luas (‘generalized’) hiperaktivitas menjalar ke
seluruh otak. Sekitar 30% dari pasien epilepsi mempunyai keluarga dekat
yang juga menderita gangguan epilepsi. Penderita baru disebut pasien epilepsi
bila mengidap minimal 2 serangan kejang (konvulsi) dalam kurun wktu 2
tahun.
2. Jenis Epilepsi
2.1. Grand mal
Bercirikan kejang kaku bersamaan kejutan-kejutan ritmis dari anggopta
badan dan hilangnya untuk sementara kesadaran dan tonus. Pada awalnya
serangan demikian diawali oleh suatu perasaan alamat khusus (aura).
Hilangnya tonus membuat penderita terjatuh, berkejang hebat dan otot-
ototnya menjadi kaku. Fase tonis ini berlangsung kira-kira 1 menit untuk
kemudian disusul dengan fase klonis dengan kejang-kejang dari kaki-tangan,
rahang dan muka. Penderita kadang-kadang menggigit lidahnya sendiridan
juga dapat terjadi inkontinesia urin atau feces. Selain itu dapat timbul
hentakan-hentakan klonis. Lamanya serangan antara 1 dan 2 menit yang

2
disusul dengan keadaan pingsan selama beberapa menit dan kemudian sadar
kembali dengan perasaan kacau serta depresi.
2.2. Petit mal
Bercirikan serangan yang hanya singkat sekali antar beberapa detik sampai
setengah menit dengan penurunan kesadaran ringan tanpa kejang-kejang.
Seperti Grand mal, Petit mal juga bersifat serangan luas di seluruh otak.
Gejalanya berupa keadaan termangu-mangu (pikiran kosong, kehilangan
respon sesaat), muka pucat, pembicaraan terpotomg-potong atau mendadak
berhenti bergerak, terutama anak-anak. Setelah serangan, penderita kemudian
melanjutkan aktivitasnya seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Bila serangan
singkat tersebut berlangsung berturut-turut dengan cepat. maka dapat pula
timbul suatu status epileptikus. Serangan Petit mal pada anak-anak dapat
berkembang menjado Gran mal pada usia pubertas.
2.3. Parsial (epilepsi psikomotor)
Bentuk serangan parsial umumnya berlangsung dengan kesadaran hanya
menurun untuk sebagian tanpa hilangnya ingatan. Penderita memperlihatkan
kelakuan otomatis tertentu seperti gerakan mengunyam atau menelan makan
atau berjalan dalam lingkaran.
3. Antikonvulsan
3.1. Definisi Antikonvulsan
Antikonvulsan adalah obat yang digunakan untuk mengembalikan
kestabilan rangsangan sel saraf sehingga dapat mencegah atau mengatasi
kejang. Selain mengatasi kejang, antikonvulsan juga digunakan untuk
meredakan nyeri akibat gangguan saraf (neuropati) atau mengobati gangguan
bipolar.
3.2. Penggolongan Antikonvulsan
3.2.1. Obat generasi pertama
- Berbital : fenobarbital dan mefobarbital memiliki sifat antikonvulsif
khusus yang terlepas dari sifat hipnotiknya. yang digunakan terutama
senyawa kerja panjang untuk memberikan jaminan yang lenih kontinu
terhadap serangan Gran mal.

3
- Fenitoin : Struktur obat ini mirip barbital, tetapi dengan cincin lima
hidantoin ini terutama digunakan digunakan pada Gran mal.
- Suksinimida : etosuksinimida dan mesuksimida. Senyawa ini memiliki
kesamaan dalam penyusunan gugus cin-cinnya dengan fenitoin. Terutama
digunakan pada Petit mal.
- Lainnya : asam valproat, diazepam dan klonazepam, karbamazepin dan
okskarbazepin.
3.2.2. Obat generasi ke dua
Viogabatrin, lamotrigin dan gabapentin (Neurontin), juga felbamat,
topiramat dan pregabaline. Obat-obat ini umumnya tidak diberikan tunggal
sebagai mono terapi sebagai tambahan dalam kombinasi dengan obat-obat
klasik (generasi ke satu). Keberatan obat-obat yang agak baru ini adalah
pengalaman penggunaannya yang masih relatif singkat dibandingkan dengan
obat-obat generasi pertama, yang sudah membuktikan keampuhan dan
keamanannya. lagi pula harganya lebih tinggi.
3.3. Mekanisme kerja
Mekanisme kerja antikonvulsan dapat dijelaskan berdasarkan 2 prinsip.
Pertama berdasarkan pemblokiran terhadap transpor elektrokimia oleh
bsaluran-saluran ion natriu atau kalsium. Kedua adalah peningkatan
penghambatan dari neurontransmitter GABA, atau penurunan transmisi
glutamat.
Cara kerja Antikonvulsan belum semuamnya jelas. namun dari sejumlah
obat terdapat indikasi mengenai mekanisme kerjanya, yaitu :
3.3.1. Memperkuat efek GABA : valproat dan vigabatin bersifat
menghambat perombakan GABA oleh transminase, sehingga kadarnya di
sinaps meningkat dan neurotransmisi lebih diperlambat. Juga topiramat
bekerja menurut prinsip memperkuat GABA, sedangkan lamotrigin
meningkatkan kadar GABA. Fenobarbital juga menstimulasi pelepasannya.
3.3.2. Menghambat kerjanya aspartat dan glutamat. Kedua asam amino
ini adalah neurotransmitter yang merangsang neuron dan menimbulkan
serangan epilepsi. Pembebasannya dapat dihambat oleh lamotrigin, juga oleh
valproat, karbamazepin dan fenitoin.

4
3.3.3. Memblokir saluran-saluran (channels) Na, K dan Ca yang berperan
penting pada timbul dan perbanyakan muatan listrik. Contohnya adalah
etosuksimida, valproat, karbamazepin, lamotrigin, pregabalin dan topiramat.
3.3.4. Meningkatkan ambang serangan dengan jalan menstabilkan
membran sel, antara lain felbamat.
3.3.5. Mencegah timbulnya pelepasan muatan listrik abnormal
dipangkalnya (focus) dalam SSP, yaitu fenobarbital dan klonazepam.
3.3.6. Menghindari menjalarnya hiperaktivitas (muatan listrik) tersebut
pada neuron otak lainnya, seperti klonazepam dan fenitoin.
3.4. Penggunaan
Pada penggunaan awal dari antikonvulsan harus diperhitungkan pengaruh
penggunaan bersamaan dari antikonvulsan lain (co-medikasi). Kombinasi
demikian dapat menyebabkan induksi enzim (karbamazepin, fenobarbital,
fenitoin) atau inhibisi enzim oleh obatnya sendiri (felbamat, topiramat,
valproat). Berdasarkan hal ini ada kalanya dosis baru dinaikkan untuk
memberikan perlindungan secukupnya atau penurunan dosis untuk
mengurangi efek samping. Pada terapi kombinasi sebagian pasien hanya
membutuhkan dosis lebih rendah dari masing-masing antikonvulsan.
Kombinasi. Bagi orang yang resisten terhadap monoterapi (kurang lebih
30% dari pasien) diperlukan kombinasi dari 2 atau 3 jenis obat sekaligus.
Terapi kombinasi ini sebetulya tidak dianjurkan karena kemungkinan
timbulnya interalksi dan bertambahnya efek samping. Namun ketidakpatuhan
pasien dalam minum obat akan berkurang, yang merupakan penyebab utama
kegagalan terapi (85%). Pada kasus resisten dapat digunakan kombinasi
dengan antikonvulsan generasi ke dua felbamat, vigabatrin, lamotrigin, dalam
dosis serendah mungkin, yang barangsur-angsur dinaikkan.
Pentakaran. Kebanyakan obat antikonvulsan memiliki plasma-t1/2 yang
agak panjang (10-50 jam lebih) sehingga dosis dapat diberikan 1 kali sehari.
Namun pada umumnya obat diberikan 2 atau 3 kali sehari. untuk meniadakan
kemungkinan terjadinya serangan akibat terluapnya satu dosis.
3.5. Efek samping

5
Efek samping yang paling sering timbul berupa gangguan saluran
pencernaan (nausea, muntah, obstipasi, diare dan hilang cita rasa. Begitu pula
efek SSP (rasa kantuk, pusing, ataxia, mudah tersinggung) sering kali terjadi.
Selain itu juga reaksi hipersensitivitas (dermatitis, ruam, urticaria, sindrom
Steven-johnson, hepatitis), rontok rambut, hirsutisme, kelainan psikis,
gangguan darah dan hati, serta perubahan berat badan. Kebanyakan
antikonvulsan mempengaruhi sistem endokrin, misalnya metabolisme vitamin
D, dengan akibat penurunan kadar kalsium dan fosfat dalam darah.
3.6. Interaksi
Beberapa antikonvulsan menyebabkan (auto) induksi enzim hati (sistem-
oksidasi P450), seperti karbamazepin, fenitoin, fenobarbital dan primidon.
Oleh karena itu obat-obat ini dapat saling menurunkan kadarnya dalam darah
dengan peningkatan ekskresinya. Kadar dari antikoagulansia, zat-zat anti-HIV
dan steroida (antikonseptiva) diturunkan. Akibatnya induksi enzim ini telah
menimbulkan kehamilan pada wanita yang menggunakan pil antihamil.
Sebaliknya beberapa obat menyebabkan penghambatan enzim melalui
kompetisi untuk titik pengikatan yang sama. misalnya valproat mampu
meningkatkan kadar fenobarbital dengan kuat, sedangkan efek valproat
dikurangi oleh fenitoin. Pada lansia imduksi enzim dapat meningkatkan
kecenderungan osteoporosis (fenitoin dan fenobarbital0.
4. Generasi Pertama
4.1. Asam valproat : asam dipropilasetat, DPA, Depakene, Leptilan (Na-).
Khasiat antikonvulsi dari derivat asam valerian ini ditemukan secara
kebetulan (Meunier, 19630 dan dianggap sebagai obat pilihan pada absences.
Dalam kombinasi dengan obat-obat lain juga efektif pada Gran mal dan
serangan psikomotor. Mekanisme kerjanya diperkirakan berdasarkan
hambatan enzim yang menguraikan GABA, sehingga kadar neurotransmitter
ini di otak meningkat.
Resorpsinya di usus cepat, setelah 15 menit sudah tercapai kadar plasma
maksimal. PP lebih kurang 90%, plasma-t ½ kurang lebih 10 jam dan
diekskresi sebagai glukuronida, terutama melalui urin. Resorpsi dari
suppositoria juga baik, tetapi bersifat merangsang bagi selaputlendir, juga

6
pada penggunaan sebagai injeksi. Efek rangsangan lokal ini dapat banyak
dikurangi dengan menggunakan tablet enteric coated dan tablet slow-release.
Yang terakhir juga menguntungkan karena memberikan kadar plasma yang
lebih merata. Antara kadar plasma dan efek terapi (terhindarnya serangan)
tidak terdapat hubungan langsung, berbeda dengan antikonvulsan lainnya.
Ada indikasi bahwa pentakaran 1 kali sehari sama efektifnya dengan 2 atau 3
kali sehari.
Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan saluran cerna yang
bersifat sementara, adakalanya juga sedasi, ataksia, udema pergelangan kaki
dan rambut rontok (reversibel). Efek lainnya adalah kenaikan berat badan,
terutama pada remaja putri.
Kehamilan. Senyawa ini bersifat teratogen pada hewan, maka tidak boleh
diberikan pada wanita hamil.
Interaksi. Karena DPA dapat meningkatkan kadar fenobarbital dan
fenitoin, maka berdasarkan penelitian kadarnya di dalam darah, dosisnya
harus dikurangi (sampai 30-50%) untuk menghindari sedasi berlebihan.
Sebaliknya, khasiat DPA juga diperkuat oleh antikonvulsan lainnya.
Dosis : Oral semula 3-4 dd 100-150 mg d.c. dari gram natriumnya (tablet
e.c.) untuk kemudian berangsur-angsur dalam waktu 2 minggu dinaikkan
sampai 2-3 dd 300-500 mg, maksimal 3 g sehari. Anak-anak 20-30
mg/kg/sehari. Asam bebasnya memberikan kadar plasma yang 15% lebih
tinggi (lebih kurang sama dengan persentase natrium dalam na-valproat),
tetapi lain daripada itu tidak menguntungkan.
4.2. Karbamazepin : Tegretol
Senyawa trisiklis (1964) yang mirip imipramin ini selain bekerja
antikonvulsan, juga berkhasiat antidepresif dan antidiuretik, mungkin
berdasarkan peningkatan sekresi di hipofisis atau hambatan perombakannya.
Penggunannya pada epilepsi Gran mal dan bentuk parsial yang sama
efektifnya dengan febitoin, tetapi efek sampingnya lebih sedikit. Fenobarbital
dan valproat memperkuat efeknya. tidak efektif pada absences.
Resorpsi lambat dan kadar maksimal dalam plasma dsapat tercapai setelah
4-24 jam. Pengikatan proteinnya tinggi, kurang lebih 80%, sedangkan

7
plasma-t1/2 sangat variabel (7-30 jam). Di dalam hati karbamazepin
dioksidasi menjadi metabolit epoksida yang juga berufek antikonvulsan.
Efek samping yang paling sering terjadi berupa sedasi, sakit kepala,
pusing, mual, muntah dan ataxia, yang umumnya bersifat sementara (kurang
lebih 2 minggu). Sekitar 40% dari penggunaan masih mengalami rasa kantuk
setelah 1 tahun. Reaksi kulit juga agak sering terjadi. Efek lainnya adalah
anoreksia, radang kulit dan gangguan psikis. karena dapat terjadi gangguan
darah, hepatitis dan lupus erythematodes, harus dilakukan pemeriksaan darah
setiap minggu/bulan. Kombinasi dengan fenobarbital dan fenitoin dapat
menyulitkan terapi. Selama penggunaan karbamazepam tidak boleh minum
alkohol dan berkendara.
Kehamilan dan laktasi. zat ini dapat menembus plasenta, berakumulasi
dijaringan janin dan dapat mengganggu pertumbuhan janin. Oleh sebab itu
tidak dianjurkan penggunaannnya selama kehamilan. Dalam keadaan utuh
maupun metabolitnya dapat masuk ke dalam air susu ibu, walaupun tidak
banyak.
Dosis : Permulaan sehari 200-400 mg dibagi dalam beberapa dosis yang
berangsur-angsur dapat dinakkan sampai 800-1200 mg dibagi dalam 2-4
dosis. Pada manula setengah dari dosis ini. Dosis awal bagi amak-anak
sampai usia 1 tahun 100 mg sehari, 1-5 tahun 100-200 mg sehari, 5-10 tahun
200-300 mg sehari dengan dosis pemeliharaan 10-20 mg/kg berat badan
sehari dibagi dalam beberapa dosis.
Okskarbazepin (Trileptal) adalah derivat yang sama efektifnya dengan
karbazepin pada dosis yang 50% lebih tinggi. kedua obat ini tidak bersifat
konduktor enzim, maka pada pengguaan lam tidak menimbulkan auto-
induksi. Efek sampingnya lebih ringan, khususnya rash. okskarbazepin
terutama digunakan pada serangan tonis-klonis ‘generalized’ dan pada
epilepsi parsial. Resorpsi cepat dan hampir sempurna (95%) untuk krmudian
diubah menjadi dihidroksikarbamazepin aktif dengan plasma- t1/2 10-25 jam.
Lebih dari 95% diekskresi melalui urin sebagai konyugat dan 0,3% dalam
bentuk utuh. Efek sampingnya berupa perasaan letih, pusing dan ataksia,
hiponatriemina, gangguan tidur, tremor dan radang kulit.

8
Kehamilan dan laktasi. Data untuk ini belum cukup, tetapi zat ini masuk
kedalam air susu ibu dan dapat mencapai kadar mencxapai 50% dan kadar
plasma sang ibu.
Dosis : monoterapi 1 dd 300 mg d.c. ataup.c., lambat laun dinaikkan
sampai dosis pemeliharaan 2-3 dd 200-400 mg.: politerapi pada epilepsi gaeat
dan yang resisten : 1 dd 300 mg dan lambat laun ditingkatkan sampai dosis
pemeliharaan 2-3 dd 300-1000 mg.
4.3. Fenobarbital : fenobarbiton, Luminal.
Senyawa hipnotik ini terutama digunakan pada serangan gran mal dan
status epilepticus derdasarkan sifatnya yang dapat memblokir pelepasan
muatan listrik di otak. Untuk mengatasi efek hipnotiknya, obat ini dapat
dikombinasi dengan kofein. Tidak boleh diberikan pada absences karena
justru dapat memperburuknya.
Resorpsi di usus baik (70-90%) dan kurang lebih 50% terikat pada protein;
plasma-t1/2 panjang, kurang lebih 3-4 hari, maka dosisnya dapat diberikan
sehari sekaligus. Sekitar 50% dipecah menjadi p-hidroksifenobarbital yang
diekskresi lewat urin dan hanya 10-30% dalam keadaan utuh.
Efek samping berkaitan dengan efek sedasinya yaitu pusing, mengantuk,
ataksia dan pada anak-anak mudah terangsang. Efek samping ini dapat
dikurangi dengan penambahan obat-obat lain.
Interaksi. Bersifat menginduksi enzim dan antara lain mempercepat
penguraian kalsiferol dengan kemungkinan timbulnya rachitis pada anak
kecil. Penggunaan bersama valproat harus hati-hati, karena kadar darah
fenobarbital dapat ditingkatkan.
Dosis : 1-2 dd 30-125 mg, maksimal 400 mg (dalam 2 kali); pada anak-
anak 2-12 bulan 4 mg/kg berat badan sehari; pada status epilepticus dewasa
200-300 mg.
Metilfenobarbital (mefobarbital, Prominal) juga digunakan pada Petit mal.
Dibandingkan dengan fenobarbital, resorpsi di usus kurang baik 950%). Di
dalam hati zat ini dengan cepat diubah seluruhnya menjadi fenobarbital. Efek
sedasi dan hipnotiknya lebih ringan, begitu pula khasiat antikonvulsannya,
maka tidak banyak digunakan lagi. Dosis : 2 dd 100-200 mg

9
4.4. Primidon : Mysoline
Struktur kimia obat ini sangat mirip fenobarbital, tetapi bersifat kurang
sedatif. Sangat efektif terhadap serangan Gran mal dan psikomotor. Di dalam
hati terjadi biotransformasi menjadi fenobarbital dan feniletilmalonamida
(PEMA), yang juga bersifat antikonvulsan. Penggunaan lainnya adalah pada
neuralgia trigeminus.
Efek samping pusing, mengantuk, ataksia dan anoreksia (sementara), juga
anemia tertentu yang dapat diatasi dengan asam folat. Pada anak-anak :
mudah terangsang.
Dosis : dimulai dengan 4 dd 500 mg (2 tablet), pada hari ke-4 dikurangi
sampai 4 dd 250 mg dan pada hari ke-11 125 mg dan seterusnya.
4.5. Fenitoin : difenilhidantoin, Diphantoin, Dilantin
Senyawa imidazolin ini tidak bersifat hipnotik sepersi senyawa barbital
dan suksinimida. Fenitoin terutama efektif pada Gran mal dan serangan
psikomotor, tetapi tidak boleh diberikan pada Petit mal karena dapat
memprovokasi absences. Sediaan tablet dari dua pabrik yang berlainan dapat
sangat berbeda kesetaraan biologis (BA) dan kadar darahnya, maka selama
terapi sebaiknya jangan mengganti pabrik.
Fenitoin merupakan anti-epileptikum dengan indeks terapi yang sangat
sempit. Efek terapi yang optimal terletak pada kadar serum total antara 8-20
mg/L. Di dalam tubuh 90% dari zat ini terikat pada protein plasma. Kadar
albumin dalam serum yang rendah mengakibatkan peningkatan kadar fenitoin
bebas melampaui kadar terapi (0,5-2 mg/L) dan dapat menyebabkan
intoksikasi. Keseimbangan antara fraksi fenitoin total dan fraksi fenitoin
bebas juga dapat terganggu oleh penyakit fungsi hati atau ginjal, usia lanjut
dan juga oleh obat-obat seperti digoksin, aspirin, derivat kumarin,
antideabetika oral dan asam valproat.
Resorpsi di usus cukup baik, persentase pengikatan pada protein tinggi,
kurang lebih 90%. Setelah mengalami siklus enterohepatik, akhirnya fenitoin
diekskresi melalui ginjal dalam bentuk glikuronida (60-75%). plasma-t1/2
rata-rata 22 jam.

10
Efek samping yang sering kali timbul adalah hiperplasia gusi dan
obstipasi. Efek lainnya pusing, mual dan bertambahnya rambut/buylu badan.
wanita hamil tidak boleh menggumakan fenitoin karena bersifat teratogen.
Dosis : permulaan sehari 2-5 mg/kg berat badan dibagi dalam 2 dosis dan
dosis pemeliharaan 2 dd 100-300 mg (gram Na) pada waktu makan dengan
banyak minum air. pada anak-anak 2-16 tahun, permulaan sehari 4-7
mg/berat badan dibagi dalam 2 dosis pemeliharaansehari 4-11 mg/berat
badan. Bila dikombinasi dengan fenobarbital, dosisnya dapat diperkecil.
Fosfenitoin (cerebyx) adalah ester fosfat dari pro-drug fenitoin yang cepat
dan lengkap diuraikan menjadi fenitoin, formaldehida dan fosfat. Digunakan
sebagai injeksi i.m./infus.
4.6. Diazepam : valium, stesolid, mentalium
Diazepam digunakan pada epilepsi dan dalam bentuk injeksi i.v. terhadap
status epileptikus. Pada penggunaan oral dan dalam klisma, resorpsinya baik
dan cepat tetapi dalam bentuk suppositoria lambat dan tidak sempurna. sekitar
97-99% diikat pada protein plasma.
Di dalam hati diazepam dibiotransformasi menjadi antara lain N-
desmetildiazepam yang juga aktif dengan plasma-t1/2 panjang, antar 42-120
jam. Plasma-t1/2 diazepam sendiri berkisar antara 20-54 jam. toleransi dapat
terjadi terhadap efek antikonvulsinya, sama seperti terhadap efek hipnotiknya.
Efek sampingnya yaitu mengantuk, termenung-menung, pusing dan
kelemahan otot.
Dosis : 2-4 dd 2-10 mg dan i.v. 5-10 mg dengan perlahan-lahan (1-2
menit), bila perlu diulang setelah 30 menit; pada anak-anak 2-5 mg. Pada
atatus epileptikus dewasa dan anak di atas usia 5 tahun 10 mg; pada anak-
anak dibawah usia 5 tahun sekali 5 mg. pada konvulsi demam: anak-anak
0,25-0,5 mg/kg berat badan, bayi dan anak-anak dibawah 5 tahun 5 mg,
setelah 5 tahun 10 mg, juga prefentif terhadap demam (tinggi).
Klonazepam (Rivotril) Adalah derifat klor dari nitrazepam dengan kerja
antikonvulsan lebih kuat. khasiatnya diperkirakan berdasarkan perintangan
langsung dari pusat epilepsi di otak dan juga merintangi penyebaran aktifitas
listrik berlebihan pada neuron lain. Klonazepam terutama digunakan pada

11
absences anak-anak dan merupakan obat pilihan utama (i.v.) pada status
epileptikus karena khasiatnya lebih kuat dan 2-3 kali lebih cepat daripada
diazepam.
Kinetik. Sekitar 87% zat ini diikat pada protein plasma dan dimetabolisasi
dalam hati menjadi senyawa metabolit tidak aktif. Plasma-t1/2 18-50 jam,
peroral kadar darah maksimalnya dicapai sesudah 1-3 jam, melalui i.v. setelah
1 menit. Toleransi juga dapat terjadi sesudah beberapa minggu sampai
beberapa bulan.
Efek samping yangagak sering terjadi berupa sedasi, mengantuk, pusing
dan cupetnya pikiran, juga kelemahan otot dan sekresi ludah berlebihan, yang
dapat membahayakan pernapasan terutama pada anak-anak. Selama
penggunaan klonazepam dilarang minum alkohol, karena mempengaruhi efek
obat.
Dosis : oral anak-anak 3 dd 0,5-2 mg; dewasa permulaan 0,5 mg sehari,
lambat laun dinaikkan sampai 3 dd 1-3 mg (maksimal 20 mg sehari); dosis
harus dinaikkan dengan dengan berangsur-angsur. Pada status epileptikus i.v.
1 mg (perlahan-lahan), sesudah 30 menit diulang 1 mg; anak-anak 1 dd 0,5
mg.
Klonazepam (Frisium) Adalah derifat v1,5-benzodiazepin yang dipasarkan
sebagai tranqulizer, tetapi memiliki khasiat antikonvulsann yang sama
kuatnya dengan diazepam. Klonazepam digunakan sebagai obat tambahan
pada absences yang resisten terhadap klonazepam. Tidak dapat dikombinasi
dengan valproat. Sedativa dan hipnotika. Setelah penggunaan melalui oral
minimal 87% diresorpsi dan kurang lebih 85% diikat pada protein plasma.
Matabolit utamanya adalah n-desmetikoklobazam yang memiliki sifat
antikonvulsan lemah. Plasma-t1/2 18-30 jam dan diekskresi (81-97%) melalui
urin.
Dosis : oral sehari 5-15 mg, dapat lambat laun ditingkatkan sampai
maksimal 80mg sehari.

12
4.7. Etosuksimida : etilmetilsuksinimids, zarontin
Derifat pirolidin ini sangat efektif terhadap serangan absence. Efeknya
panjang dengan plasma-t1/2 2-4 hari. Praktis tidak terikat pada protein,
ekskresi melalui ginjal, yaitu 50% sebagai metabolit dan 20% dalam keadaan
utuh.
Efek samping berupa sedasi, antara lain mengantuk dan termenung-
menung, sakit kepala, anoreksia dan mual, juga bersendawa. Leukopenia
jarang terjadi tetapi di samping pemeriksaan hematologi, fungsi hati dan urin
perlu dimonitor secara teratur.
Dosis : 1-2 dd 250-500 mg sebagai tablet e.c. karena rasanya tidak enak
dan bersifat merangsang.
Mesuksimida (Celontin) adalah derivat metil dengan sifat dan penggunaan
yang kurang lebih sama. Dosis : 1 dd 300 mg, maksimal 1,2 g sehari.
5. Generasi Kedua
5.1. Felbamat : Taloxa, Felbatol
Analogon meprobamat ini digunakan sebagai obat tambahan, bila
karbamazepin atau fenitoin tunggal kurang berjhasiat.
Resorpsi cepat dengan kadar plasma maksimal tercapai dalam 1-4 jam,
plasma-t1/2 12-16 jam. Sekitar 15-30% dari suatu dosis diekskresikan melalui
urin dalam keadaan utuh. Diperkirakan bahwa mekanisme khasiatnya
berdasarkan peningkatan ambang serangan.
Efek samping serius berupa anemia aplastis dan gangguan fungsi hati.
Juga mual, muntah, gangguan penglihatan, pusing dan reaksi alergi pada
kulit.
Dosis : permulaan 0,6-1,2 g di bagi dalam 3-4 dosis, berangsur-angsur
dinaikkan sampai maksimal 3,6 g sehari.
5.2. Gabapentin : neurontin, Alpentin, gabexal.
Senyawa sikloheksilasetat ini memiliki struktur kimiawi yang berikatan
dengan GABA, tetapi mekanisme kerjanya berlainan. Obat ini digunakan
sebagai obat tambahan pada epilepsi parsial dan untuk penderirita pada siapa
antiepileptika bisa kurang memberikan efek. Disamping itu juga digunakan

13
pada depresi manis bersama litium dan pada nyeri neuropati dengan efek
setelah 1-3 minggu.
Resorpsi : peroral dalam waktu 2-3 jam sudah tercapai kadar plasma
maksimal. BA kurang lebih 60%, PP ringan sekali dan dapat diabaikan, masa
paruhnya 5-7 jam. Diekskresi lengkap melalui urin dalam bentuk utuh.
Efek samping mengantuk, pusing, ataksia, perasaan letih dan
meningkatnya berat badan.
Dosis : permulaan 1-3 dd 100-200 mg dan lambat laun ditingkatkan
sampai 3 dd 300-400 mg. pada nyeri neuropati 3 dd 600 mg.
5.3. Lamotrigine : lamictal
Senyawa triazin ini berkhasiat antikonvulsan berdasarkan stabilisasi
membran sel saraf, sehingga menghambat pembebasan neurotransmitter
glutamat, yang berperan penting pada timbulnya serangan epilepsi. Obat ini
digunakan antara lain pada epilepsi Gran mal dan Parsial. Terdapat indikasi
bahwa juga efektif pada depresi aktif.
Resorpsi cepat dan sempurna dengan kadar plasma maksimal tercapai
dalam waktu 2,5 jam dan plasma-t1/2 sekitar 29 jam. Zat ini diuraikan dalam
hati menjadi dua metabolit N-glukuronida yang tidak aktif dan seluruhnya
diekskresi melalui urin, 8% dalam keadaan utuh.
Efek samping berupa radang kulit (2-3%) yang biasanya timbul dalam
waktu 3 minggu setelah terapi dimulai dan hilang sendirinya setelah
pengobatan dihentikan.
Dosis : 2 dd 100 mg dan dapat berangsur-angsur ditingkatkan sampai 400
mg sehari, pemeliharaan 1-2 dd 100 mg.
5.4. Pregabalin (Lyrica0
Obat ini adalah analogon dari GABA dan diindikasikan pada terapi
tambahan epilepsi parsial dan untuk penanganan nyeri neuropatis perifer.
Bekerja dengan mempengaruhi secara langsung kalsium (Ca channel) dari
sel.
Efek samping terpenting adalah rasa kantuk dan vertigo reversibel (kurang
lebih 25%), yang hilang setelah penggunaan selama 3-4 minggu. Selain itu

14
juga gangguan ingatan dan konsentrasi, mudah tersinggung, tremor dan
gangguan lambung usus. Berat badan meningkat.
Dosis : 2-3 dd 75-200 mg.
5.5. Topiramat ; Topamax
Monosakarida (fructopyranose) ini terutama digunakan sebagai adjuvans
pada epilepsi parsial dan epilepsi luas tonis-klonis. Diserap baik dalam usus
(> 80%) dengan BA kurang lebih 50%.
Dalam hati sebagian (20%) dirombak menjadi beberapa metabolit inaktif,
PP kurang lebih 15% dengan masa paruh diatas 20 jam. Eliminasi melalui
urin untuk 65% dalam bentuk utuh.
Efek samping mirip pregabalin, kecuali menurunkan berat badan.
Dosis : Permulaan 1 dd 25 mg a.n. selama 1 minggu, lalu dinaikkan
dengan 25 mg/ munggu sampai 1 dd 200 mg (dosis efektif minimal).
Kemudian bila perlu berangsur-angsur dinaikkan sampai maksimal 2 dd 500
mg a.n. Pemeliharaan 2 dd 100-200 mg a.n.
5.6. Vigabatrin : Sabril
Senyawa heksen ini juga termasuk generasi kedua dan merupakan derivat
sintetik dari GABA. Berkhasiat menghambat secara spesifik enzim GABA-
transaminase yang berfungsi menguraikan GABA. Dengan demikian kadar
neurotransmitter ini meningkat dengan efek antikonvulsan. Obat ini
digunakan sebagai obat tambahan pada pengobatan epilepsi yang kurang
responsnya terhadap antikonvulsan lain.
Resorpsi cepat (minimal 70%), kadar plasma maksimal tercapai dalam 1-2
jam, t1/2 5-8 jam. Tidak terikat pada protein plasma, praktis tidak
dimetabolisasi dan diekskresi dalam keadaan utuh melalui urin (70% dalam
24 jam).
Efek samping mengantuk, letih pusing dan sakit kepala, juga gangguan
psikis. Sepertiga dari penggunaan mengalami gangguan penglihatan serius
dan irreversibel setelah digunakan lama (1-3 tahun), maka perlu untuk
menjalani pemeriksaan mata selama pengobatan.
Kehamilan dan laktasi : Pada hewan percobaan terjadi kelainan pada
janin. Obat ini masuk dalam air susu ibu.

15
Dosis : permulaan 1 dd 1 g, lambat laun dinaikkan sampai dosis
pemeliharaan dari 2 dd 1 g- 2 dd 2 g. Anak-anak sehari 40-80 mg/kg berat
badan.
5.7. Zonisamida : Zonegran
Adalah suatu derivat dari benzisoksazol sulfonamida yang termasuk dalam
kelompok antikonvulsan baru. Mekanisme kerjanya adalah memblokir
pencetusan reaksi saraf via saluran (channel) Na serta Ca dan dengan
demikian mengurangi menjalarnya serangan epilepsi. Digunakan sebagai obat
tambahan pada epilepsi Parsial.
Efek samping berupa reaksi terhadap SSP, hipersensitivitas dan
pembentukan batu ginjal.
Dosis : sebagai monoterapi pada minggu pertama dan kedua 1 dd 100 mg
dan selanjutnya sampai maksimal 1 dd 500 mg. dosis pemeliharan 1 dd 300
mg.
5.8. Obat-Obat Baru
5.8.1. Levetirasetam : Keppra
Adalah suatu senyawa pirolidin yang digunakan sebagai terapi pembantu
terhadap kejang kejang myoklonik dan kejang-kejangt tonik-klonik pada
orang dewasa dan anak-anak 4 tahun.
Mekanisme kerja antikejangnya tidak diketahui. Setelah penggunaan oral
hampir seluruhnya diabsorpsi dengan cepat dan tidak terikat pada protein
plasma. Ekskresi melalui urin 65% dalam bentuk utuh dan 24% sebagai
metabolit yang tidak aktif.
Efek samping berupa somnolensi, astenia dan pusing.
Dosis : sebagai monoterapi oral dengan i.v. permulaan 2 dd 250 mg
sampai maksimal 2 dd 1500mg.
5.8.2. Tiagabin : Gabitril
Derivat dari asam nipekotin ini digunakan sebagai obat tambahan pada
kejang-kejang parsial orang dewasa. Dapat melintasi barriere otak-darah.
Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan transpor GABA dan
dengan demikian mengurangi uptake nya pada neuron dan glia.

16
Pada pemberian oral diabsorpsi dengan cepat dan terikat pada protein
serum atau plasma dean dimetabolisasi terutama di hati.
Efek samping timbul cepat pada awal terapi dan berupa pusing-pusing,
somnolensi dan gemetar.
6. Lakosamida ; Vimpat
Asam amino ini digunakan sebagai obat pembantu terhadap serangan
parsial orang dewasa. Juga dapat diberikan dalam bentuk injeksi.
Dosis : oral dan i.v. permulaan 2 dd 50 mg sampai maksimal 2 dd 200 mg.
7. Rufinamida : Banzelm Inoveron
senyawa triazol ini juga digunakan terhadap serangan parsial sebagao obat
pembantu.
Dosis : permulaan 2 dd 100 mg pc; maksimal 2 dd 500 mg.

17
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Epilepsi adalah suatu


ganguan saraf yang timbul secara tiba-tiba dan berkala, biasanya dengan
perubahan kesadaran. Penyebabnya adalah aksi serentak dan mendadak dari
sekelompok besar sel-sel saraf di otak. Epilepsi sendiri memiliki 3 jenis yaitu,
epilepsi grand mal, petit mal, dan parsial. Epilepsi grand mal Bercirikan
kejang kaku bersamaan kejutan-kejutan ritmis dari anggopta badan dan
hilangnya untuk sementara kesadaran dan tonus. Epilepsi petit mal Bercirikan
serangan yang hanya singkat sekali antar beberapa detik sampai setengah
menit dengan penurunan kesadaran ringan tanpa kejang-kejang. Epilepsi
parsial bentuk serangan umumnya berlangsung dengan kesadaran hanya
menurun untuk sebagian tanpa hilangnya ingatan.

Antikonvulsan adalah obat yang digunakan untuk mengembalikan


kestabilan rangsangan sel saraf sehingga dapat mencegah atau mengatasi
kejang. Selain mengatasi kejang, antikonvulsan juga digunakan untuk
meredakan nyeri akibat gangguan saraf (neuropati) atau mengobati gangguan
bipolar. Antikonvulsan terbagi menjadi dua golongan, yaitu obat generasi
pertama : berbital, fenitoin, suksinimida, asam valporat, diazepam,
kionazepam, karbamazepin, dam okskarbezepin. Obat generasi kedua :
viogabatrin, lamotrigin dan gabapentin (Neurontin), juga felbamat, topiramat
dan pregabaline. Obat-obat ini umumnya tidak diberikan tunggal sebagai
mono terapi sebagai tambahan dalam kombinasi dengan obat-obat klasik
(generasi ke satu).

Mekanisme kerja antikonvulsan dapat dijelaskan berdasarkan 2 prinsip.


Pertama berdasarkan pemblokiran terhadap transpor elektrokimia oleh
bsaluran-saluran ion natriu atau kalsium. Kedua adalah peningkatan
penghambatan dari neurontransmitter GABA, atau penurunan transmisi
glutamat.

18
Pada penggunaan awal dari antikonvulsan harus diperhitungkan pengaruh
penggunaan bersamaan dari antikonvulsan lain (co-medikasi). Kombinasi
demikian dapat menyebabkan induksi enzim (karbamazepin, fenobarbital,
fenitoin) atau inhibisi enzim oleh obatnya sendiri (felbamat, topiramat,
valproat). Berdasarkan hal ini ada kalanya dosis baru dinaikkan untuk
memberikan perlindungan secukupnya atau penurunan dosis untuk
mengurangi efek samping.
Efek samping yang paling sering timbul berupa gangguan saluran
pencernaan (nausea, muntah, obstipasi, diare dan hilang cita rasa. Begitu pula
efek SSP (rasa kantuk, pusing, ataxia, mudah tersinggung) sering kali terjadi.
Interaksi antikonvulsan beberapa menyebabkan (auto) induksi enzim hati
(sistem-oksidasi P450), seperti karbamazepin, fenitoin, fenobarbital dan
primidon. Oleh karena itu obat-obat ini dapat saling menurunkan kadarnya
dalam darah dengan peningkatan ekskresinya. Kadar dari antikoagulansia,
zat-zat anti-HIV dan steroida (antikonseptiva) diturunkan. Akibatnya induksi
enzim ini telah menimbulkan kehamilan pada wanita yang menggunakan pil
antihamil.

19
DAFTAR PUSTAKA

Deckers CLP et al. Antiepileptica, therepiekauze sinds de komst van nieuwe


middelen.Geneesem.Bull 2003;37;47-56

Boon, PAJM. Electrodematjes beschikbar ompatienten met refractaire epilepsi te


selecteren voor epilepsie-chirurgie. NtvG 2006;150:23534

Cohen AF en Brownswijk H. van. Nieuwe geenesmiddelen; zonisamide. NTvG


2006;150:2313

20

Anda mungkin juga menyukai