Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH MATA KULIAH

ASKEB KEGAWADARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL


PERDARAHAN TRIMESTER III
(PLASENTA PREVIA DAN SOLUSIO PLASENTA)

KELOMPOK 4 :

1. ARTA ULI SIMATUPANG


2. KARTINI INDAH SARI
3. MEITA TRIA SAPUTRI
4. NENENG SITI MUNAWAROH
5. RELINSI PERSELLY
6. TITA ROSNITA

KELAS : A2

DOSEN PENGAMPUH : NURIL ABSARI, S.SiT., M.Kes

PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
T.A 2017/2018

1
A. KEGAWADARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL PADA

PLASENTA PREVIA DAN SOLUSIO PLASENTA

Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat

cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan

(abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan

perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan

(plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per

vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet),

perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri.

Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses

kelahirannya. Ancaman jiwa berupa kamatian tidak dapat diduga secara pasti

walaupun denagn bantuan alat-alat medis modern sekalipun,sering kali

memberikan gambaran berbeda tergadap kondisi bayi saat lahir.

Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada kehamilan

berumur diatas 22 minggu. Ketetapan lama mendefinisikan perdarahan

antepartum adalah perdarahan setelah usia kehamilan 28 minggu, tetapi

diubah oleh WHO menjadi umur 22 minggu atau berat janin diatas 500 g. Hal

ini disebabkan oleh kemampuan untuk melakukan perawatan intensif

terhadap janin sudah lebih baik. (Manuaba, 2012).

Perdarahan pada kehamilan merupakan penyebab utama kematian

maternal dan perinatal, berkisar antara 35-40% khususnya untuk di negara

berkembang. Dapat dikemukakan bahwa kematian yang disebabkan

2
perdarahan postpartum sekitar empat kali lebih besar dari pada perdarahan

antepartum.

Masyarakat sudah mengetahui bahwa perdarahan pada kehamilan

merupakan tanda berbahaya yang dapat menyebabkan kesulitan bagi janin

dan ibunya, sehingga akan segera melakukan konsultasi untuk mendapatkan

pertolongan.

Perdarahan postpartum menyebabkan kematian maternal lebih tinggi

karena kejadiannya sebagian besar mendadak dan sering terlambat untuk

dirujuk, sehingga dapat terjadi kematian dalam perjalanan. Di negara

berkembang, keadaan akan lebih berat karena sebagian besar ibu hamil dalam

kondisi anemia sehingga dapat memperberat perdarahannya dan akibat atonia

auteri karena lemahnya kontraksi otot uterus.

Plasenta adalah bagian dari kehamilan yang penting. Dimana plasenta

memiliki peran berupa transport zat dari ibu ke janin, penghasil hormon yang

berguna selama kehamilan, serta sebagai barrier. Melihat pentingnya peran

dari plasenta maka bila terjadi kelainan pada plasenta akan menyebabkan

kelainan pada janin ataupun mengganggu proses persalina.

Kelainan pada plasenta dapat berupa gangguan fungsi dari plasenta

ataupun gangguan implantasi dari plasenta. Gangguan dari implantasi

plasenta dapat berupa kelainan letak implantasinya ataupun kelainan dari

kedalaman implantasinya.

3
Kelainan letak implantasinya dalam hal ini adalah keadaan yang disebut

sebagai plasenta previa. Sedangkan kelainan kedalaman dari implantasi ialah

yang disebut sebagai plasenta akreta, inkreta dan perkreta. (Fauziah, 2012)

B. PERDARAHAN ANTEPARTUM

1. Plasenta Previa

a. Pengertian

Plasenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu

pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian seluruh ostium

uteri internum. Plasenta Previa adalah plasenta yang letak abnormal,

yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau

pembukaan jalan lahir (Norma, 2013).

Plasenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu

pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian seluruh ostium

uteri internal dan oleh karenanya bagian terendah sering kali terkendala

memasuki PAP atau menimbulkan kelainan janin dalam rahim (Fauziah,

2012).

Plasenta Previa adalah plasenta yang berimplementasi pada

segmen bawah rahim demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau

sebagian dari ostium uteri internum sehingga plasenta berada di depan

jalan lahir (Maryunani, 2013).

Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal yaitu

pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian seluruh ostium

uteri internal (Pudiastuti,2012)

4
Plasenta prvia diartikan sebagai keadaan di mana plasenta ternidasi

secara tidak normal, sehingga mengalangi jalan lahir (Irianti, 2014)

b. Etiologi

Belum diketahui pasti. Frekuensi plasenta previa meningkat pada

grandemultipara, primigravida tua, bekas sectio caesarea, bekas aborsi,

kelainan janin, mioma uteri. Menurut beberapa pendapat para ahli,

penyebab plasenta previa yaitu :

1) Plasenta previa merupakan implantasi di segmen bawah rahim dapat

disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap menerima

implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan

plasenta untuk mampu memberikan nutrisi pada janin dan vili

korealis pada chorion leave yang persisten (Manuaba, 1998 dalam

Norma, 2013).

2) Etiologi plasenta previa belum diketahui pasti tetapi meningkat pada

grademultipara, primigravida tua, bekas sectio caesarea, bekas

operasi, kelainan janin dan mioma uteri (Mansjoer, 2001 dalam

Norma, 2013).

c. Patofisiologi

Plasenta akan menanamkan diri di tempat yang memiliki

vaskularisasi baik, sebagai salah satu cara memenuhi kebutuhan

perkembangan janin. Ketika fundus uteri tidak mampu memenuhi

kebutuhan tersebut, maka plasenta akan mencari tempat yang tepat dan

memenuhi kriterianya untuk ditempati, sehingga plasenta tertanam pada

5
bagian bawah uterus, di mana secara anatomi terletak dekat dengan

pembuluh darah yang mampu memenuhi kebutuhannya nanti (Irianti dkk,

2014).

d. Klasifikasi Plasenta Previa

Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan

plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu, karena

klasifikasi tidak didasarkan pada keadaan anatomi melainkan pada

keadaan fisiologi yang dapat berubah-ubah, maka klasifikasi ini dapat

berubah setiap waktu misalnya pada pembukaan yang masih kecil,

seluruh pembukaan yang lebih besar, keadaan ini akan menjadi plasenta

previa lateralis. Ada juga penulis yang menganjurkan bahwa menegakkan

diagnose sewaktu “moment opname” yaitu saat penderita diperikasa.

Secara umu dibagi menjadi empat bagian yaitu :

 Plasenta previa totalis : Diana ostium uteri internum tertutup

seluruhnya oleh plasenta.

 Plasenta previa parsialis : dimana ostium uteri internum sebagian

ditutupi oleh plasenta.

6
 Plasenta previa marginalis : dimana bagian tepi dari plasenta berada

di pinggir dari ostium uteri internum.

 Plasenta letak rendah : dimana plasenta berimplantasi pada segmen

bawah rahim, tetapi tepi dari plasenta tidak mencapai ostium uteri

internum, namun berada didekatnya.

7
1) Klasifikasi menurut De Snoo

Klasifikasi plasenta previa menurut De Snoo berdasarkan

pembukaan 4-5 cm dibagi menjadi dua, yaitu :

a) Plasenta previa sentralis (totalis) bila pada pembukaan 4-5 cm

teraba plasenta menutupi seluruh ostium.

b) Plasenta previa lateralis, bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian

pembukaan dititupi oleh plasenta, dapat dibagi menjadi :

c) Plasenta previa lateralis posterior, bila sebagian menutupi

ostium bagian belakang.

8
d) Plasenta previa lateralis anterior, bila sebagian menutupi ostium

bagian depan.

e) Plasenta previa lateralis marginalis, bila sebagian kecil atau

hanya pinggir ostium yang ditutupi plasenta.

2) Klasifikasi Menurut Browne

Klasifikasi plasenta previa menurut Browne yaitu :

1) Tingkat 1 = Lateral Plasenta Previa. Pinggir bawah plasenta

berinsersi sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai

ke pinggir pembukaan.

2) Tingkat 2 = marginal plasenta previa. Plasenta mencapai pinggir

pembukaan.

3) Tingkat 3 = Complate plasenta previa. Plasenta menutupi ostium

waktu tertutup dan tidak menutupi bila pembukaan hampir

lengkap.

4) Tingkat 4 = Central plasenta previa. Plasenta menutupi

seluruhnya pada pembukaan hampir lengkap.

3) Ada juga literatur yang membagi plasenta previa dengan

menggunakan pembagian grade I sampai grade IV, namun pada

dasarnya pembagian tersebut tidaklah berbeda jauh.

Tingkat dari plasenta previa ini tergantung dari besarnya

ukuran dilatasi serviks pada saat pemeriksaan . sebagai contoh

plasenta letak rendah pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta

previa parsialis pada pembukaan serviks 8 cm karena dilatasi serviks

9
telah mencapai plasenta. Kebalikannya, plasenta previa yang

tampaknya menutupi seluruh ostium uteri internum pada saat belum

terjadi dilatasi, akan manjadi plasenta previa parsialis pada

pembukaan 4 cm karena dilatasi serviks melebihi tepi dari plasenta.

Pada keadaan ini, baik plasenta previa totalis ataupun

plasenta previa parsialis akan terjadi pelepasan sebagian plasenta

yang tak dapat dihindari, sebagai akibat dari pembentukan segmen

bawah rahim dan dilatasi serviks. Pelepasan ini akan menyebabkan

terjadinya perdarahan yang akan kita temui sebagai perdarahan ante

partum. (Fauziah, 2012)

e. Manifestasi Klinis

Anamneses pendarahan janin lahir berwarna merah segar tanpa

rasa nyeri, tanpa sebab. Terutama pada multigravida pada kehamilan

setelah 20 minggu.

Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasanya

belum masuk pintu atas panggul.

Pemeriksaan inspekulo : pendarahan berasal dari ostium uteri eksternum.

(Norma, 2013)

f. Gambaran Klinik

Gambaran klinik plasenta previa adalah sebagai berikut :

1) Perdarahan pervaginam

Darah berwarna merah terang pada umur kehamilan trimester kedua

atau awal trimester ketiga merupakan tanda utama plasenta previa.

10
Perdarahan pertama biasanya tidak banyak sehingga tidak akan

berakibat fatal, tetapi perdarahan berikutnya hampir selalu lebih

banyak dari perdarahan sebelumnya.

2) Tanpa alas an dan tanpa nyeri

Kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah perdarahan

tanpa nyeri yang biasanya baru terlihat setelah kehamilan mendekati

akhir trimester kedua atau sesudahnya.

3) Pada ibu

Bergantung keadaan umum dan jumlah darah yang hi;ang, perdarahan

yang sedikit atau dalam jumlah banyak dengan waktu yang singkat,

dapat menimbulkan anemia sampai syok.

4) Pada janin

Turunnya bagian terbawah janin ke dalam Pintu Atas Panggul (PAP)

akan terhalang, tidak jarang terjadi kelainan letak janin dalam rahim,

dan daapat menimbulkan aspiksia sampai kematian janin dalam rahim.

( Fauziah, 2012)

g. Diagnosa

Jika plasenta previa terdeteksi pada akhir tahun pertaman atau

trimester kedua, sering kali lokasi plasenta akan bergeser ketika rahim

membesar. Ini dapat dilakukan pemeriksaan USG. Beberapa wanita

mungkin bahkan tetap tidak terdiagnosis sampai persalinan, terutama

dalam kasus-kasus plasenta previa sebagian.

1) Anamnesis

11
Pada anamnesis dapat dinyatakan beberapa hal yang berkaitan dengan

perdarahan antepartum seperti umur kehamilan saat terjadinya

perdarahan, apakah ada rasa nyeri, warna dan bentuk terjadinya

perdarahan, frekuensi serta benyaknya perdarahan.

Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung

tanpa rasa nyeri, tanpa alas an, terutama pada multigravida.

2) Pemeriksaan luar

a) Inspeksi

Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau

sedikit, darah beku dan sebagainya. Jika telah berdarah banyak

maka ibu kelihatan anemis.

b) Palpasi

Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah,

sering dijumpai kesalahan letak janin, bagian terbawah janin

belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih goyang

atau terapung (floating) atau mengolak di atas pintu atas panggul.

c) Ultrasonografi

Menegakkan diagnosa plasenta previa dapat pula dilakukan

dengan pemeriksaan ultrasonografi. Penentuan letak plasenta

dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya

radiasi bagi ibu dan janinnya, dan tidak rasa nyeri.

USG abdomen selama trimester kedua menunjukkan penempatan

plasenta previa. Transvaginal Ultrasonografi dengan keakuratan

12
dapat mencapai 100% identifikasi plasenta previa.

Transabdominal ultrasonografi dengan keakuratan berkisar 95%.

Dengan USG dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi

plasenta terhadap ostium. Bila jarak tepi kurang dari 5 cm disebut

plasenta letak rendah. Bila tidak dijumpai plasenta previa,

dilakukan pemeriksaan inspekulo untuk melihat sumber

perdarahan lain.

d) Pemeriksaan inspekulo

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan

berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan

vagina. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum,

adanya plasenta previa harus dicurigai.(Fauziah, 2012)

h. Penatalaksaan

Harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi. Sebelum

durujuk, anjurkan pasien untuk

1. tirah baring total dengan menhadap kekiri,

2. tidak melakukan senggama,

3. menhindari peningakatan tekanan rongga perut (misal batuk,

mengedan karena sulit buang air besar).

4. pasang infuse NaCl fisiologis, bila tidak memungkinkan beri cairan

peroral.

13
5. Pantau tekanan darah dan frekuensi nadi pasien secara teratur tap 15

menit untuk mendeteksi adanya hipoensi atau syok akibat

pendarahan. Bila terjadi renjatan, segera lakukan retutitasi cairan dan

transfuse darah. Penangan dirumah sakit dilakukan sesuai dengan

kehamilan Pengelolaan plasenta previa tergantung dari banyaknya

pendarahan, umur kehamilan dan derajat plasenta previa.

Setiap ibu yang dicurigai, plasenta previa hams dikirim ke rumah

sakit yang memiliki fasilitas untuk transfuse darah dan operasi.

Sebelum penderita syok, pasang infuse NaCl/RL sebanyak2-3 kali

jumlah darah yang hilang. Jangan melakukan pemeriksaan dalam

atau tampon vagina, karena akan memperbanyak perdarahan dan

menyebabkan infeksi.

Bila usia kehamilan kurang 37 minggu/TBF.

Pendarahan sedikit keadaan ibu da anak baik maka biasanya

penangan konservatif sampai umur kehamila aterm. Penanganan berupa

tirah baring, hematinic, antibiotika dan tokolitik bila ada his. Bila selama

3 hari tak ada pendarahan pasien mobilisasi bertahap. Bila setelah pasien

berjalan tetap tak ada pendarahan pasien boleh pulang. Pasien dianjurkan

agar idak coitus, tidak bekerja kera dan segera ke rumah sakit jika terjadi

pendarahan. Nasihat ini juga dianjukan bagi pasien yang didiagnosis

plasenta previa dengan USG namun tidak mengalmi perdarahan.

14
Jika perdarahan banyak dan diperkirakan membahayakan ibu dan

janin maka dilakukan resusitasi cairan dan penanganan secara aktif.

Bila umur kehamilan 37 minggu / lebih dari TBF 2500 g.

Pada kondisi ini maka dilakukan penangganan secara aktif yaitu

segera mengakhirikehamilan, baik secara pervagina /perabominal.

Persalinan pervaginam diindikasikan pada plasenta marginalis, plasenta

previa letak renda dan plasenta lateralis dengan pembukaan 4 cm/

lebih. Pada kasus tersebut bila tidak banyak pendarahan maka dapat

dilakukan pemecahan kulit ketuban agar bagian bawah anak dapat masuk

pintu atas pangggul menekan plasenta yang berdarah. Bila his tidak

adekuat yang diberikan pitosin drip. Namun bia pendarahan tetap ada

maka dilakukan seksio sesar.

Persalinan dengan seksio sesar diindikasikan untuk plasenta

previalis totalis baik janin mati atau hidup, plasenta previa lateralis

dimana pembukaan penentuan janin plasenta previa dapat dilakukan

dengan USG dan pemeriksaan dalam atau spectrum di kamar operasi.

(Pudiastuti, 2012)

i. Komplikasi

1) Janin

Komplikasi yang mungkin terjadi pada janin yaitu dapat

menyebabkan kelainan letak janin, kelahiran preterm meningkat

sebesar 4.4 kali, distress janin, pertumbuhan janin terhambat

memiliki kemungkinan terjadi sebesar 1.5 kali, kematian pada janin.

15
2) Ibu

Plasenta Previa akan meningkatkan kejadian abruption plasenta

anemia akibat perdarahan hebat sehingga membutuhkan tranfusi

darah, meningkatkan kejadian plasenta akreta hingga, terjadinya

emboli udara pada plasenta mengakibatkan emboli air ketuban,

meningkatkan kelahiran Sectio Caesarea, dan kematian ibu (Irianti

dkk, 2014).

2. Solusio Plasenta

a. Pengertian

Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal

di korpus uteri yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum

janin dilahirkan. Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta yang

letaknya normal pada fundus/ korpus uteri sebelum janin lahir. Solusio

Plasenta lepasnya plasenta dari insersi sebelum waktunya (Norma,

2013).

Solusio Plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh

permukaan maternal plasenta dari tempat implementasinya yang normal

pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya, yakni sebelum

anak lahir (prawiroadjo, dalam buku Maryunani, 2013)

Solusio Plasenta adalah terlepasnya implementasi plasenta

sebagian atau komplit dari normal implementasi dinding uterus sebelum

melahirkan setelah 20 minggu usia kehamilan. (irianti, 2014)

16
Solusio Plasenta adalah pelepasan sebagian seluruh plasenta yang

normal implementasinya antara minggu 22 dan lahirnya anak (Pudiastuti,

2012)

1) Sistem I

Berdasarkan gejala klinik yang ditimbulkan :

a) Kelas 0 : Asimptomatik. Diagnosis ditegakkan secara

retrospektif dengan menemukan hematoma atau daerah yang

mengalami pendesakan pada plasenta.

b) Kelas 1 : Gejala klinis ringan dan terdapat pada hampir 48%

kasus. Gejala meliputi: tidak ada perdarahan pervaginam sampai

perdarahan pervaginam ringan; uterus sedikit tegang; tekanan

darah dan denyut jantung maternal normal; tidak ada koaglopati;

dan tidak ditemukan tanda-tanda fetal distress.

c) Kelas 2 : Gejala klinik sedang dan terdapat +27% kasus.

Perdarahan pervaginam bisa ada atau tidak ada; ketegangan

uterus sedang sampai berat dengan kemungkinan kontraksi

tetanik; takikardi maternal dengan perubahan ortostatik tekanan

darah dan denyut jantung; terdapat fetal distress, dan

hipofibrinogenemi (150-250 mg/dl).

d) Kelas 3 : Gejala berat dan terdapat pada hampir 24% kasus,

perdarahan pervaginam dan tidak ada sampai berat; uterus

tetanik dan sangat nyeri; syok maternal; hipofibrinogenemi

(<150 mg/dl); koagulapati serta kamatian janin.

17
2) Sistem II

Berdasarkan ada atau tidaknya pendarahan pervaginam:

a) Solusio plasenta yang nyata/tampak (revealed)

Terjadinya perdarahan pervaginam, gejala klinis sesuai dengan

jumlah kehilangan darah, tidak terdapat ketegangan uterus, atau

hanya ringan.

b) Solusio plasenta yang tersembunyi (concealed)

Tidak terdapat perdarahan pervaginam, uterus tegang dan

hipertonus, sering terjadi fetal distress berat. Tipe ini sering

disebut Perdarahan Retroplasental.

c) Solusio plasenta tipe campuran (mixed)

Tejadi perdarahan baik retroplasental atau pervaginam; uterus

tetanik.

3) Sistem III

Berdasarkan jumlah pendarahan yang terjadi :

a) Solusio plasenta ringan : perdarahan pervaginam <100 ml.

b) Solusio plasenta sedang : perdarahan pervaginam 100-150 ml.

Hipersensitifitas uterus atau peningkatan tonus, syok ringan,

dapat terjadi fetal distress.

c) Solusio plasenta berat : perdarahan pervaginam luas >500 ml,

uterus tetanik, syok maternal sampai kematian janin dan

koagulopati.

4) Sistem IV

18
Berdasarkan luasnya bagian plasenta yang terlepas dari uterus :

a) Solusio Plasenta ringan : kurang dari ¼ bagian-bagian plasenta

yang terlepas. Perdarahan kurang dari 250 ml.

b) Solusio Plasenta sedang : plasenta yang terlepas ¼ - 2/3 bagian.

Perdarahan <1000 ml, uterus tegang, terdapat fetal distress

akibat insufiensiensi uteroplasenta.

c) Solusio Plasenta berat : plasenta yang terlepas >2/3 bagian,

perdarahan >1000 ml, terdapat fetal distress sampai dengan

kematian janin, syok maternal serta koagulopati (Norma, 2013).

b. Etiologi

Belum diketahui dengan jelas, namun terdapat beberapa keadaan

tertentu yang menyertai; hipertensi, riwayat trauma, kebiasaan merokok,

usia ibu <20 atau > 35 tahun, multiparitas, tali pusat pendek, defisiensi

asam folat, perdarahan retroplasenta, penyalahgunaan alkohol dan obat-

obatan (Norma, 2013).

c. Patofisologi

Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus

yang membentuk hematoma di desidua, sehingga plasenta terdesak dan

akhirnya terlepas. Perdarahan berlangsung terus-menerus karena otot

uterus yang telah meregang oleh kehamilan tidak mampu lebih

berkontraksi untuk menghentikan perdarahan. Akibatnya, hematoma

retroplasenta akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya

seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan

19
menyelundup dibawah selaput ketuban keluar dari vagina, atau

menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban, atau

ekstravasasi diantara serabut-serabut otot uterus.

Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan

uterus akan bercak biru atau ungu dan terasa sangat tegang serta nyeri,

hal ini disebut uterus couvelaire nasib janin tergantung dari luasnya

terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian

kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau

mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat menentukan beratnya

gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal, dan nasib janin. Makin lama

selang waktu solusio plasenta sampai persalinan selesai umumnya makin

hebat komplikasinya (Norma, 2013).

Semua penyakit ibu yang dapat menyebabakan pembentukan

thrombosis dalam pembuluh darah desidua atau dalam vaskuler vili dapat

berujung pada iskemia dan hipoksia setempat yang menyebabakan

kemtian sejumlah sel dan mengakibatkan sejumlah perdarahan sebagai

hasil akhir.

Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalisn terlepas keduali

selapisan tipis yang melekat pada myometrium. Dengan demikian, pada

tingkat permulaan sekali dari proses terdiri atas pembentukan hematom

yang dapat menyebabakan pelepasan yang lebih luas, kompresi dan

kerusakan pada bagian plasenta sekelilingnya yang berdekatan.

20
Dalam beberapa kejadian pembentukan hematom retro-plasenta di

sebabkan oleh putusnya arteri spiralis dalam desidua.

Hematoma retroplasenta mempengaruhi penyampaian nutrisi dan

oksigen dan sirkulasi maternal / plasenta ke sirkulasi janin.

Perdarahan tidak bisa terhenti, karena uterus yang sedang

mengandung tidak mampu berkontraksi untuk menjepis pembuluh daraj

arteri spiralis yang terputus.

Pada pasien dengan korioamnionitis, misalnya pada ketuban pecah

premature, terjadi pelepasan lipopolisakarida dan endotoksin lain yang

berasal dari agensia yang infeksius dan menginduksi pembentukan dan

penumpukan sitokines, eisikanoid, dan bahan lain seperti, superoksida

yang mempunyai daya sitotoksis yang menyebabkan iskemia, dan

hipoksia yang berujung dengan kematian sel.

Kedalam kelompok penyakit ini termasuk, autoimun antibody,

antikardiolipin antibody, lupus antikoagullan. Defisiensi protein C dan

protein juga dapat menyebabkan solusio plasenta, di karenakan kedua zat

ini meninkatkan pembentukan trimbosit.

Atau dapat terjadi pada pasien dengan penyakit trombofilia,

dimana ada kecenderungan pembekuan berakhir dengan pemebentukan

thrombosis di dalan desidua thrombosis pada vena atau menyebabkan

kerusakan pada arteri spiralis yang memasukan darah dari dan ke

plasenta.(Maryunani, 2013)

d. Gambaran Klinis

21
1) Solusio plasenta ringan

Salah satu tanda kecurigaan solusio plasenta adalah perdarahan

pervaginam yang kehitam-hitaman, berbeda dengan perdarahan pada

plasenta previa yang berwarna merah segar.

2) Solusio plasenta sedang

Plasenta telah terlepas >1/4 tapi <2/3 bagian. Walaupun perdarahan

pervaginam tampak sedikit, seluruh perdarahannya mungkin telah

mencapai 1000 ml. Dinding uterus teraba tegang uterus-menerus dan

nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar teraba. Apabila janin

masih hidup, bunyi jantungnya sulit di dengar dengan stetoskop

biasa, harus dengan stetoskop ultrasonik. Tanda-tanda persalinan

biasanya telah ada, dan persalinan akan selesai dalam 2 jam.

Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah

terjadi, walaupun kebanyakan terjadi pada solusio plasenta berat.

3) Solusio plasenta berat

Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannya. Dapat terjadi

syok dan janin meninggal. Uterus tegang seperti papan, dan sangat

nyeri (Norma, 2013).

e. Penatalaksanaan

1) Pengantar

a) Penaganan terhadap solusio plasenta bisa bervariasi sesuai kasus

masing-masing tergantung berat ringannya penyakit, usia

kehamilan, serta keadaan ibu dan janinnya.

22
b) Sebagai petugas kesehatan dengan fasilitas layanan yang kurang

memadai, system rurjukan menjadi amat penting, namun sebelum

merujuk pastikan pihak rujukan sudah menegetahui dan telah ada

perbaikan pasien sebelumnya,

2) Berikut ada 2 macam terapi bagi ibu dengan solusio plasenta yang

harus diketaui yaitu :

a) Terapi Terhadap Komplikasin(sesuai Instruksi Dokter)

(1) Atasi Syok :

(a) Infuse larutan NS / RL untuk restorasi cairan.

(b) Berikan tranfusi darah segar untuk memperbaiki faktor

pembekuan akibat koagulopati.

(2) Tatalaksana Oliguria

Setelah restorasi cairan, biasanya kondisi ginjal akan membaik,

setelah restorasi cairan dilakukan, lakukan tindakan untuk

mengatasi gangguan dengan :

(a) Fusemida 40 mg dalam 1 liter kristaloid dengan 40-60

tetes per menit.

(b) Bila belum berhasil, gunakan manitol 500 mg dengan 40

tetesan per menit.

(3) Atasi Hipofibrinogenemia :

(a) Resorasi cairan/ darah sesegera mungkin dapat

menghindarkan terjadinya koagulopati.

23
(b) Lakukan uji beku darah untuk menilai fungsi pembekuan

darah (penilaian tak langsung kadar abang fibrinogen).

(c) Bila taka ada darah segar, berikan plasenta beku segara

(15 ml / kg BB).

(d) Bila plasenta beku segar tidak tersedia, berikan

kriopresipitat fibrinogen.

(e) Bila perdarahan masih berlanjut dan trombosit di bawah

20.000, beri konsentrat trombosit.

(4) Atasi Anemia :

(a) Darah bsegar merupakn bahan terplih untuk mengatasi

anemia karena di samping mengandung butir-butir darah

merah, juga mengandung unsur pemebkuan darah.

(b) Bila restrorasi cairan telah tercapai dengan bail, tetapi

pasien masih anemi berat berikan packet cell.

b) Tindakan Obstetrik

Persalinan di harapkan dapt terjadi dalam 3 jam, umumnya dapat

pervagianam.

(1) Seksio sesarea :

Dilakukan dengan kondisi :

(a) Janin hidupmdan pembukaan belum lengkap.

(b) Janin hidup, gawat janin, tetapi persalinan pervagiann

tidak dapat dilaksanakan segera.

24
(c) Janin mati tetapi kondisi seviks tidak memungkinkan

persalinan pervagianm dapt berlangsung dengan singkat.

Persiapan untuk seksio sesarea, cukup dilakukan

penanggulangan awal (stabilisasi dan tatalaksana komplisasi)

dan segera lahirkan bayi menghentikan perdarahan satu-

satunya cara efktif untuk menghentikan perdarahan.

(a) Hematoma myometrium tidak mengganggu perdarahan

kontraksi uterus

(b) Observasi ketat kemungkinan perdarahan ulangan.

(2) Partus pervaginam

Dilakukan apabila :

(a) Janin hidup, gawat janin, pembukaan lengkap dan bagian

terendah berada di bawah dasar panggul.

(b) Janin telah meninggal dan pembukaan serviks >2 cm .

(c) Pada kasus pertama, amniotomi (bila ketuban belum

pecah) kemudian percepat ksla II dengan ekstraksi forcep

atau vakum.

(d) Untuk kasus kedua, amniotomi (bila ketuban belum

pecah ) kemudian akselerasi dengan 5 unit oksitosin dalam

D 5 % atau RL, tetesan di atur dengan kondisi uterus.

(e) Setelah persalinan, gangguan pembekuan darah

akan membaik dalm waktu 24 jam, kecuali bila

25
trombosit sangat rendah (perbaikan baru terjadi

dalm 2-3 hari kemudian). (Pudiastuti, 2012).

f. Komplikasi

Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta

yang terus berlangsung sehingga menyebabakan berbagai akibat pada

ibu, seperti anemia, syok hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta,

gangguan pembukuan darah (hipofibronegenemia akibat terlalu banyak

thromboplastin yang di lepaskan sehingga menguras persediaan fibrin

dan faktor pembekuan lainnya), gagal ginjal mendadak dan uterus

Couvelaire, yaitu keadaan myometrium, perimetrium, mengalir ke

ligamentumlatum ke bawah perisapling, ke dalam ovarium hingga

mampu menebus rongga peritonei.

Sedangkan bagi janin, dapat mengakibatkan kematian janin,

kelahiran prematur, dan kematian perinatal. (Pudiastuti, 2012).

C. Kesimpulan

Perdarahan pada kehamilan merupakan penyebab utama kematian

maternal dan perinatal, berkisar antara 35-40% khususnya untuk di negara

berkembang. Dapat dikemukakan bahwa kematian yang disebabkan

perdarahan postpartum sekitar empat kali lebih besar dari pada perdarahan

anterpatum.

Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada kehamilan

berumur diatas 22 minggu. Ketetapan lama mendefinisikan perdarahan

antepartum adalah perdarahan setelah usia kehamilan 28 minggu, tetapi

26
diubah oleh WHO menjadi umur 22 minggu atau berat janin diatas 500 g. Hal

ini disebabkan oleh kemampuan untuk melakukan perawatan intensif

terhadap janin sudah lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Fauziah, Yulia. 2012. Obstetri Patologi. Yogyakarta : Nuha Medika

Irianti, dkk. 2014. Asuhan Kehamilan Berbasis Bukti. Jakarta: Sagung Seto.

Manuaba, dkk. 2013. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC

Maryunani, Anik dan Eka Puspita Sari. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan

Maternal Dan Neonatal. Jakarta : TIM

Norma Nita, Mustika Dewi S. 2013. Asuhan Kebidanan Patologi.

Yogyakarta: Nuha Medika

27
Pudiastuti, Ratna Dewi. 2012. Asuhan Kebidanan Ibu Hamil Normal Dan

Patologi. Yogyakarta : Nuha Medika

28

Anda mungkin juga menyukai