Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KELOMPOK PERPAJAKAN

Undang Undang PPnBM dan Cara Menghitung PPN serta PPnBM

Disusun oleh
1. Gues
2. Kristina A.L
3. Maria Dwi Tibarsoni
4. Sisca
5. Sonia
6. Tyasnuari Lidya Ellyantara
7. Wahyudi Suprapto

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS OTTOW GEISSLER PAPUA
JAYAPURA
2018
PPN dan  PPnBM

Pajak Pertambahan Nilai ( PPN) diatur dalam :

 UU No 8 Tahun 1983, telah diubah dengan


 UU No. 11 Tahun 1994, telah diubah dengan
 UU No. 18 Tahun 2000, telah diubah terakhir dengan
 UU No. 42 Tahun 2009.

Pada dasarnya Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak yang dipungut atas nilai tambah (tax on
added value) yang memiliki beberapa legal karakter. Undang-undang PPN mengatur :

1. Ketentuan Umum
2. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
3. Obyek Pajak dan Kewajiban Pencatatan
4. Tarif Pajak dan Cara Menghitung Pajak
5. Saat dan Tempat Terutang dan Laporan Penghitungan Pajak
6. Ketentuan Lain-lain
7. Ketentuan Peralihan
8. Ketentuan Penutup.

Konsep Dasar PPN dan PPn.BM.

1. Karakteristik PPN
2. Beberapa legal karakter PPN antara lain sebagai berikut :
3. PPN adalah Pajak Tidak Langsung
4. PPN adalah Pajak Objektif
5. PPN menerapkan tarif tunggal
6. Metode pengurangan tidak langsung (indirect subtraction method)
7. Dikenakan pada setiap jenjang penyerahan (multi stage level)
8. PPN tidak menimbulkan pengenaan pajak berganda

PPN adalah pajak atas konsumsi dalam negeri. Karakteristik ini mengandung dua makna,
yaitu sebagai berikut :

1) PPN bukan atas kegiatan bisnis


2) PPN dikenakan di tempat tujuan barang atau jasa akan dikonsumsi ( destination
principle}.

1. Karakteristik PPn. BM

1) PPn BM merupakan pungutan tambahan disamping PPN. Oleh karena itu tidak
mungkin ada PPn BM tanpa PPN.

2) PPn.BM dikenakan hanya satu kali, yaitu:

 Atas impor BKP Yang Tergolong Mewah;


 Atas penyerahan BKP Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh PKP
selaku Pabrikan yang menghasilkan BKP Yang Tergolong Mewah tersebut.

2
2. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai

Mekanisme PPN dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

 Mekanisme PPN secara umum (diatur dalam pasal 9 & pasal 13 UU PPN)
 Mekanisme PPN yang bersifat khusus yang diatur dalam Pasal 16 A

3. Objek Pajak PPN adalah:

Objek PPN diatur dalam pasal 4, Pasal 16C dan 16D 1984. Berdasarkan pasal-
pasal dalam UU PPN 1984 tersebut diatur bahwa PPN dikenakan atas :

1. Penyerahan  Barang Kena Pajak didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
2. impor Barang Kena Pajak (BKP)
3. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
4. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah   Pabean;
5. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean;
6. ekspor Barang Kena Pajak  Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
7. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
8. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Jenis Barang Yang Dikecualikan dari pengenaan PPN  (Pasal  4A) :

 barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya;
 barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
 makanan dan minuman yang disajikan dihotel, restoran, rumah makan,
warung, dan sejenisnya,  meliputi makanan dan  minuman baik yang
dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang
diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
 uang, emas batangan, dan surat berharga.

  SUBYEK  PAJAK (PKP)

1. Subyek Pajak PPN adalah Pengusaha Kena Pajak, yaitu pengusaha yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa
kena Pajak.
2. Pengusaha ( perusahaan) yang bukan Pengusaha kecil yang menyerahkan BKP/JKP.
3. Pengusaha (perusahaan ) kecil yang menyerahkan BKP/JKP , dan memilih menjadi
Pengusaha kena Pajak.

Kewajiban PKP:

1. Melaporkan usahanya menjadi PKP


2. Memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN /PPn.BM yang terutang

Jenis Jasa yang tidak dikenakan PPN (Pasal 4A)


3
1. Jasa pelayanan kesehatan medis;
2. jasa pelayanan sosial;
3. jasa pengiriman surat dengan perangko;
4. jasa keuangan
5. jasa asuransi
6. jasa keagamaan
7. jasa pendidikan
8. jasa kesenian dan hiburan;
9. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
10. jasa pengangkutan umum di darat dan air serta jasa pengangkutan udara dalam negeri
yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri;
11. jasa tenaga kerja
12. jasa perhotelan;
13. jasa yang di sediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum;
14. jasa penyediaan tempat parkir;
15. jasa telepon umum yang menggunakan uang logam;
16. jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
17. jasa boga atau katering.

4. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Berdasarkan Pasal 1 angka 15 UU PPN, Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha


yang melakukan penyerahan BKP dan/ atau penyerahan JKP yang dikenai pajak
berdasarkan UU PPN . Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan BKP
meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi PKP maupun pengusaha
yang seharusnya dikukuhan menjadi PKP, tetapi belum dikukuhkan. Penyerahan 
Barang yang dikenai pajak harus memenuhi syarat syarat Sebagai berikut :

 Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP


 Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP Tidak berwujud
 Penyerahan dilakukan di Daerah Pabean; dan
 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya

Kewajiban PKP (Pasal 3A)

PKP diwajibkan :

 Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP


 Membuat Faktur Pajak Yang Terutang;
 Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar
daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan seta menyetorkan Pajak Penjualan
atas Barang mewah yang terutang; dan
 Melaporkan Penghitungan Pajak

Kewajiban diatas tidak berlaku untuk pengusaha kecil yang batasannya


ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Adapun kewajiban memungut Pajak yang

4
Terutang diwujudkan dalam bentuk kewajiban membuat faktur pajak sebagaimana
diatur dalam Pasal 13 ayat( 1 )UU PPN yang menentukan bahwa PKP wajib membuat
Faktur Pajak untuk setiap melakukan penyerahan BKP dan atau  penyerahan JKP,
PKP diberikan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NP PKP)

5. Penyerahan dan bukan Penyerahan (Pasal 1A)

(1). Yang termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah:

1. penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian ;


2. pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli dan/ atau perjanjian sewa guna
usaha (leasing)
3. penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
4. pemakaian sendiri dan/ atau pemberian cuma-cuma atas BKP;
5. BKP berupa persediaan dan/ atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan;
6. penyerahan BKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan/ atau penyerahan BKP
antar Cabang;
7. penyerahan BKP secara konsinyasi; dan
8. penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan
berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada
pihak yang membutuhkan BKP.
9. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak

Berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU PPN  BKP adalah barang berwujud yang


menurut sifat dan hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak,
dan barang tidak berwujud yang dikenakan PPN. Definisi ini sudah mencakup semua
jenis barang karena setiap barang terdiri atas barang berwujud dan barang tidak berwujud.

Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Jasa Kena Pajak setiap kegiatan pelayanan


berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebakan suatu barang atau
fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan
untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas
petunjuk pemesan yang dikenakan PPN.

6. Daerah Pabean dan Kawasan Berikat

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Daerah Pabean UUP PPN adalah wilayah Republik
Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan,dan ruang udara, serta tempat tertentu
yang di Zona Ekonomi Ekslusif dan Landasan Kontinen yang didalamnya berlaku UU
yang mengatur mengenai Kepabeanan

7. Saat dan Tempat Terutang (Pasal 11 UU PPN)

5
(1). Terutangnya pajak terjadi pada saat :

 Penyerahan BKP;
 Impor BKP
 Penyerahan JKP
 Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;
 Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean;
 Ekspor BKP Berwujud;
 Ekspor BKP Tidak Berwujud; atau
 Ekspor Jasa Kena Pajak.

(2). Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau JKP atau dalam
hal pembayaran  dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP Tidak
Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya Pajak adalah pada
saat pembayaran.

(3). Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagai saat terutangnya pajak
dalam hal saat terutangnya pajak sukar ditetaokan atau terjadi perubahan
ketentuan yang dapat menimbulkan ketidakadilan.

(4) Tempat Terutang PPN

 Untuk penyerahan BKP/JKP tempat terutang pajak adalah :


- Tempat Tinggal;
- Tempat Kedudukan;
- Tempat Kegiatan Usaha;
- Tempat lain.
 Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat BKP dimasukkan dan
dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
 Orang Pribadi atau Badan yang memanfaatkan BKP tidak Berwujud dan/atau
JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean terutang pajak di tempat
tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha.
 Untuk kegiatan membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam
lingkungan pekerjaannya atau oleh bukan PKP, di tempat bangunan tersebut
didirikan

8. Faktur Pajak, Nota Retur

Berdasarkan Pasal 1 angka 23 Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang
dibuat oleh PKP  yang melakukan penyerahan BKP atau JKP.

Faktur pajak harus dibuat pada :

6
a) Saat penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP;
b) Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan dan atau penyerahan JKP;
c) Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan; atau
d) Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Dalam memori penjelasan Pasal 13 Ayat 1 UU PPn ditegaskan ada 3 macam


faktur Pajak yaitu :

1. Faktur Pajak Standard


2. Faktur Pajak Sederhana
3. Dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standard

                Faktur Pajak Standard sekurang-kurangnya mencantumkan :

1. Nama alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena
Pajak dan atau Jasa Kena pajak
2. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak dan atau
penerima Jasa Kena Pajak;
3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan Potongan
harga;
4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
5. Pajak Penjualan Barang Mewah yang dipungut;
6. kode, nomor, seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak ; dan
7. nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak

Nota Retur suatu nota yang harus dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak dalam hal
terjadi pengembalian Barang Kena Pajak oleh pembeli. Nota Retur ini akan
dipergunakan oleh PKP Penjual maupun Pembeli untuk mengkoreksi Pajak Keluaran
maupun Pajak Masukan

9. TARIF PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PAJAK.

Dasar Pengenaan Pajak (DPP PPN)

Berdasarkan Pasal 1 angka 17 Dasar Pengenaan Pajak adalah:

 Nilai berupa uang yang dijadikan dasar menghitung pajak yang terutang dengan
mengalikan DPP tersebut dengan Tarif pajak.
 Jenis DPP :

o Harga Jual untuk penyerahan BKP


o Penggantian, untuk penyerahan JKP
o Nilai Import, untuk impor BKP
o Nilai Eksport,untuk ekspor BKP
o Nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Tarif PPN dan PPn BM

7
 Tarif PPN adalah 10%
 Atas ekspor Barang dikenakan tarif pajak dengan 0%
 Dengan Peraturan Pemerintah , tarif pajak dapat diubah menjadi serendah-
rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15%
 Tarif PPn BM adalah 10% dan 20%
 Atas ekspor Barang Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0%
 Dengan Peraturan Pemerintah tarif pajak diubah menjadi setinggi-tingginya
35%.

10. Hubungan Istimewa dan Kaitannya dengan DPP

Berdasarkan Pasal 18 ayat (3) UU Pajak Penghasilan, Direktur Jendral Pajak


berwenang untuk menentukan berwenang kembali besarnya DPP atau besarnya Dasar
Pengenaan Pajak sesuai dengan keadaan seandainya diantara para wajib pajak
terdapat Hubungan Istimewa.

11. Penghitungan Dan Pelaporan

Berdasarkan Pasal 3 Ayat (1) dan Pasal 4 ayat( 1)  UU KUP, setiap Wajib Pajak
wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). SPT wajib di isi
dengan benar, lengkap dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf
Latin, Angka Arab, dan Satuan Mata Rupiah, PKP wajib menyampaikan Wajib Masa
SPT, Masa PPN.

Penghitungan PPN dilakukan melalui penghitungan Pajak Masukan dan Pajak


Keluaran dalam satu masa Pajak. Selisih antara Pajak Masukan dengan Pajak
Keluaran adalah merupakan Pajak yang harus dibayar oleh  Pajak yang harus dibayar
PKP. Apabila Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran dalam satu masa Pajak
maka akan terdapat kelebihan pembayaran. Pemungut  PPN adalah bendahara 
Pemerintah, Badan, atau Instansi Pemerintah yang ditunjukoleh Menteri Keuangan
untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha
Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan penyerahan Jasa Kena Pajak
kepada bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut.

PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana


maksud Pasal 7 (sebesar 10% dan 0% untuk ekspor), dengan Dasar Pengenaan Pajak 
yang meliputi Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai lain

Penyetoran PPN oleh PKP harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan. SPT Masa
PPN itu disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa
Pajak

12. Kredit Pajak Masukan

8
Berdasarkan Pasal 1 angka 24, Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya
dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan/ atau Perolehan JKP dan/ atau
pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean, dan/ atau pemanfaatan
JKP dari luar Daerah Pabean dan/atau Import BKP.

Pengkreditan Pajak Masukan

Berdasarkan Pasal 9 UU PPN :

 Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam
Masa Pajak yang sama .
 Apabila tidak dapat dikreditkan dalam masa pajak yang sama, pajak masukan
masih bisa dikreditkan pada masa pajak berikutnya, selambat-lambatnya 3 bulan
setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sepanjang :
 Belum dibebankan sebagai biaya
 Belum dilakukan pemeriksaan oleh fiskus , kecuali  dalam pemerilsaan  tersebut
diketahui bahwa  perolehan BKP/JKP yang bersangkutan telah dibukukan.
 Bagi PKP yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang
terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan impor barang modal dapat
dikreditkan.
 Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Ayat (5) dan ayat (9).
 Apabila dalam suatu Masa Pajak , Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak
Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor
oleh Pengusaha Kena Pajak.
 Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dikreditkan lebih besar dari
pada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang
dikompesasikan ke Masa Pajak berikutnya.
 Atas kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat
diajukan permohonanan pengembalian pada akhir tahun buku

Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan

 Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak
 Perolrhan Barang Kena Pajak atau Jasa kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha
 Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, statiom wagen, van dan
kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
 Pemanfaatan Barang Kena pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagap Pengusaha Kena
pajak.
 Perolehan Barang kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa
Faktur Pajak Sederhana;
 Perolehan Barang Kena pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak
memenuhi ketentuan;
 Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa kena Pajak dari luar daerah
pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan;

9
 Perolehan Barang Kena Pajak atau jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih
dengan penerbitan ketetapan pajak;
 Perolehan Barang kena Pajakl dan Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang
diketemukan pada waktu dilaksanakan pemeriksaan.

13. Pencatatan Transaksi PPN dan PPnBM

Pencatatan Transaksi PPN dan PPnBM secara terus menerus dan dimuat dalam
SPT Masa PPN bentuk formulir 1107 yang terdiri dari:

a) Induk SPT Masa PPN;


b) Lampiran SPT PPN.

KETENTUAN KHUSUS PPN dan PPn.BM.

1) Fasilitas khusus di bidang PPN/PPn.BM tidak dipungut, dibebaskan.(Psl 16B


UU PPN).
a. Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari
pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya , untuk:
- kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;
- penyerahan BKP tertentu atau penyerahan JKP tertentu;
- impor BKP tertentu
- pemanfaatan BKP Tidak Berwujud tertentu dari Luar Daerah Pabean: dan
- pemanfaatan JKP tertentu dari Luar Daerah Pabean.
b. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP
yang atas penyerahannya tidak dipungut PPN dapat dikreditkan.
c. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP
yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN tidak dapat
dikreditkan.
2) Pajak terutang atas penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP kepada
Pemungut PPN dipunut, disetor oleh Pemungut PPN. (Psl 16A UU PPN)

3) PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri ( Pasal 16C UU PPN) :

Atas  kegiatan membangun sendiri terutang Pajak Pertambahan Nilai. Yang


dimaksud dengan kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun
bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang
pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan berupa satu atau lebih konstruksi teknik
yang ditaman atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan /atau perairan
dengan kriteria :

a) konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan
sejenis, dan/atau baja:
b) diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha: dan
c) luas keseluruhan paling sedikit 300m2 (tiga ratus meter persegi).

10
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak.

Atas kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN dengan tarif 10% (sepuluh
persen) dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak atas
kegiatan membangun sendiri adalah 40% (empat puluh persen) dari jumlah biaya
yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun sendiri, tidak
termasuk harga perolehan tanah.

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang setiap bulan dihitung dengan cara:

                PPN = (40% x jumlah biaya yang dikeluarkan) x 10%.  

4) PPN dikenakan atas penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva
yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (8) dan huruf c UU PPN . (Pasal 16D UU PPN).

Contoh Perhitungan PPN dan PPnBM


Mengatur cara menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang. Contoh perhitungan
PPN dan PPnBM
1.      Pengusaha Kena Pajak A menjual tunai Barang Kena Pajak dengan harga jual Rp.
25.000.000
PPN = 10% x Rp. 25.000.000
= Rp. 2.500.000
PPN Rp. 2.500.000 adalah pajak keluaran yang dipungut oleh PKP A atas penjualan BKP
2.      Pengusaha Kena Pajak B melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh
penggantian Rp. 20.000.000
PPN = Rp. 10% x Rp. 20.000.000
= Rp. 2.000.000
PPN Rp. 2.000.000 adalah pajak keluaran yang dipungut PKP B atas penyerahan JKP.

3.      Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar pabean dengan nilai impor Rp.
15.000.000
PPN = 10% x Rp. 15.000.000
= Rp. 1.500.000
PPN Rp. 1.500.000 dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

4.      Pengusaha Kena Pajak D melakukan ekspor Barang Kena Pajak dengan nilai ekspor Rp.
10.000.000
PPN = 0% x Rp. 15.000.000
= Rp. 0
PPN Rp. 0 adalah pajak keluaran

5.      Pengusaha Kena Pajak “A” mengimpor Barang Kena Pajak dengan nilai impor Rp.
5.000.000 Barang Kena Pajak tersebut, selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai,
misalnya juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 20% dengan

11
demikian, perhituangan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah yang terutang atas impor Barang Kena Pajak tersebut adalah:
  Dasar Pengenaan Pajak =Rp. 5.000.000
  Pajak Pertambahan Nilai
  10% x Rp. 5.000.000 =Rp. 500.000
  PPnBM =Rp. 5.000.000
  20% x Rp.5.000.000 = Rp.1.000.000

6.      Pengusaha Kena Pajak “D” menyerahkan Barang Kena Pajak secara Cuma-Cuma untuk
membantu korban bencana merapi Yogyakarta senilai Rp. 330.000.000 termasuk laba
10%. Berapa PPN yang terutang atas penyerahan BKP tersebut:

DPP = 100 x harga jual termasuk laba


100 + %laba

= 100 x Rp. 330.000.000


110

= Rp. 300.000.000
PPN = 10% x Rp. 300.000.000
= Rp. 30.000.000

7.      PT. sentosa adalah PKP dengan bidang usaha pemborong bangunan telah selesai
pembangunan sendiri satu unit gedung seluas 400 M2 untuk rumah direksi, dengan
biaya Rp. 183.000.000 termasuk PPN atas pembelian bahan bangunan Rp. 13.000.000
hitung PPN yang terutang atas kegiatan ini?
Jawab.
DPP = Penggantian
PPN = 10% X ( Rp. 183.000.000 – Rp. 13.000.000)
= 10% X Rp. 170.000.000
= Rp. 17.000.000

12

Anda mungkin juga menyukai