Anda di halaman 1dari 14

MUTU PANGAN PADA INDUSTRI

KELOMPOK 3

DEWI YULIANI YUSUF

DITA CHAIRUNNISA

FRANLY MANAIDA

NUR IFANI CH MAKAMINAN

PINGKAN WEHANTOUW

REGITA MOKODOMPIT

RYAN ROBERNAT RONTE

YELDA MAICI

JURUSAN GIZI

POLTEKKES KEMENKES MANADO

TAHUN AKADEMIK 2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Manado, Agustus 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................
A. Latar Belakang.................................................................................................................
B. Rumusan Masalah............................................................................................................
C. Tujuan..............................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................
A. Pengertian Sistem Mutu...................................................................................................
B. Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan.......................................................................
C. Tinjauan Aspek Mutu Dalam Kegiatan Industri Pangan.................................................
D. Standarisasi Mutu.............................................................................................................

BAB III PENUTUP..............................................................................................................


A. Kesimpulan......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dari tahun ke tahun, industri pangan di Indonesia semakin berperan penting dalam
pembangunan industri nasional maupun dalam perekonomiansecara keseluruhan. Industri 
pangan nasional telah menunjukkan perkembangan yang cukup berarti. Hal ini tampak
dari semakin berkembangnya berbagai jenis industri yang mengolah bahan baku yang
berasal dari sektor pertanian. Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan (1995)
dalam Hadiwihardjo (1998), jumlah industri pangan berskala menengah besar dengan
jumlah investasi di atas 600 juta berjumlah 1.343 unit usaha, yang meliputi 27 jenis
industri. Total kapasitas industri mencapai 33.85 juta ton pertahun dengan total investasi
20.17 trilyun. Dengan semakin meningkatnya pengetahuan, perkembangan teknologi dan
kesadaran masyarakat akan pangan, inovasi produk olahan yang berkelanjutan sangatlah
diperlukan. Inovasi ini berkaitan dengan jenis, bentuk, kemasan produk maupun teknik–
teknik pemasaran secara terpadu.
Industri juga dituntut agar mampu menyediakan produk–produk pangan olahan yang
menarik dangan mutu yang baik, bergizi, aman serta memiliki harga jual yang
terjangkauoleh daya beli masyarakat. Perubahan kebiasaan makan, meningkatnya jumlah
konsumen pangan khusus seperti penderita penyakit tertentu dan konsumen lanjut usia,
serta kesadaran konsumen terhadap makanan sehat akan menjadi pendorong
berkembangnya industri pangan. Salah satu progam penunjang dalam bidang pangan
adalah pengawasan makanan dan minuman. Progam pengawasan pangan ini bertujuan
untuk melindungi masyarakat sehingga masyarakat tidak mengkonsumsi pangan yang
tidak memenuhi syarat kesehatan, mutu, gizi, dan bertentangan dengan keyakinan
masyarakat. Dalam progam ini tercakup pembinaan dan pengawasan penggunaan bahan
tambahan pangan, pemberian label, pelaksanaan system pengawasan makanan, serta
penyusunan peraturan dan perundang-undangan (Wirakartakusumah, 1997). Pangan yang
beredar di Indonesia haruslah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sehingga tidak
merugikan dan membahayakan kesehatan konsumen. Pada tahun 1996, telah ditetapkan
Undang-undang mengenai Pangan. Tiga pertimbangan yang digunakan dalam pembuatan
Undang–undang Pangantersebut adalah : (1) pangan merupakan kebutuhan dasar
manusia, (2) panganyang aman, bermutu, bergizi, dan beragam sebagai prasyarat utama
untuk kesehatan, dan (3) pangan sebagai komoditas dagang memerlukan system
perdagangan yang jujur dan bertanggung jawab (Soehardjo, 1997). Dalam Undang-
Undang Pangan Tahun 1996 dijelaskan bahwa standar mutu pangan adalah spesifikasi
atau persyaratan teknis yang dilakukan tentangmutu pangan, misalnya, dari segi bentuk,
warna, atau komposisi yang disusun berdasarkan kriteria tertentu yang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta aspek lain yang terkait. Standar
mutu pangan tersebut mencakup baik pangan olahan, maupun pangan yang tidak
diolah.Dalam pengertian yang lebih luas, standar yang berlaku bagi pangan mencakup
berbagai persyaratan keamanan pangan, gizi, mutu, dan persyaratan lain dalam rangka
menciptakan perdagangan pangan yang jujur, misalnya persyaratan tentang label dan
iklan. Perdagangan bebas yang jujur dan bertanggung jawab sangatlah pentinguntuk
diterapkan, terutama apabila komoditi yang diperjual belikan adalah produk  pangan.
Untuk menjamin hal ini, maka telah dibentuk organisasi perdagangan dunia (WTO).
WTO telah mengembangkan dua kesepakatan yang dibuat khusus untuk menjamin
mutu dan keamanan pangan, yaitu SPS (Sanitary and  Phytosanitary Measures) untuk
keamanan pangan, serta TBT (Technical Barier To Trade) untuk mutu pangan. Berbagai
progam manajemen, pedoman, dan standar untuk mewujudkan kedua kesepakatan
tersebut dikembangkan antara lainmelalui ISO–9000, ISO–14000, Good Manufacturing
Practices (GMP), Hazard  Analysis and Critical Control Point  (HACCP), standar
komoditas pangan dari Codex Alimentarius Commision (CAC), serta Total Quality
Management  (TQM) dalam pembinaan mutu dan keamanan pangan. Dengan semakin
berkembangnya era globalisasi, industri pangan nasionalakan menghadapi tantangan
pasar bebas berupa iklim persaingan yang semakin ketat. Membanjirnya produk pangan
impor adalah bukti bahwa fenomena pasar  bebas telah berlangsung saat ini. Untuk
memenangkan persaingan ini, tantangan yang paling besar bagi industri pangan di
Indonesia adalah kemampuan untuk memberikan jaminan kepada konsumen bahwa
produk pangan yang dikonsumsi bermutu dan aman, serta pada tingkat harga yang
terjangkau. Sebagaikonsekuensi dari hal tersebut, industri pangan nasional harus mampu
menerapkan system jaminan mutu dan jaminan keamanan pangan sebagai focus kegiatan
utama dalam memproduksi pangan yang layak untuk dikonsumsi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Sistem Mutu ?
2. Bagaimana Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan ?
3. Bagaimana Tinjauan Aspek Mutu Dalam Kegiatan Industri Pangan ?
4. Bagaimana Standarisasi Mutu ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Sistem Mutu
2. Untuk mengetahui bagaimana Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan
3. Untuk mengetahui Tinjauan Aspek Mutu dalam Kegiatan Industri Pangan
4. Untuk mengetahui bagaimana Standarisasi Mutu
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Mutu


Menurut Hubeis (1999), konsep mutu pada bidang pangan erat kaitannya dengan era
mutu, dimulai dengan inspeksi atau pengawasan pada tahun 1920-an yang menekankan
pada pengukuran.
Sistem mutu menurut ISO 9000 dalam Kadarisman (1994) mencakup mutu
(karakteristik menyeluruh produk atau jasa), kebijakan mutu (keseluruhan maksud dan
tujuan organisasi), manajemen mutu (seluruh aspek fungsi manajemen yang menetapkan
dan melaksanakan kebijakan mutu), pengendalian mutu (teknik dan kegiatan operasional
untuk memenuhi persyaratan mutu), dan jaminan mutu (perencanaan dan kegiatan
sistematis yang diperlukan untuk memberikan keyakinan. Sistem mutu dimaksudkan
untuk mengidentifikasi seluruh tugas yang berkaitan dengan mutu, mengalokasikan
tanggung jawab dan membangun hubungan kerjasama dalam perusahaan. Sistem mutu
juga dimaksudkan untuk membangun mekanisme dalam rangka memadukan semua
fungsi menjadi suatu sistem yang menyeluruh.
B. Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan
Dewasa ini globalisasi telah menjangkau berbagai aspek kehidupan. Sebagai
akibatnya persainganpun semakin tajam. Dunia bisnis sebagai salah satu bagiannya juga
mengalami hal yang sama. Perusahaan-perusahaan yang dahulu bersaing hanya pada
tingkat local atau regional, kini harus pula bersaing dengan perusahaan dari seluruh dunia.
Hanya perusahaan yang mampu menghasilkan barang atau jasa berkualitas kelas dunia
yang dapat bersaing dalam pasar global.
Demikian halnya perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang produksi pangan,
apabila ingin memiliki keunggulan dalam skala global, maka perusahaan-perusahaan
tersebut harus mampu melakukan setiap pekerjaan secara lebih baik dalam rangka
menghasilkan produk pangan berkualitas tinggi dengan harga yang wajar dan bersaing.
Hal ini berarti agar perusahan atau industri pangan mampu bersaing secara global
diperlukan kemampuan mewujudkan produk pangan yang memiliki sifat aman (tidak
membahayakan), sehat dan bermanfaat bagi konsumen.
Dalam krisis moneter seperti saat ini, pengembangan agroindustri yang mempunyai
peluang dan berpotensi adalah agroindustri yang memanfaatkan bahan baku utama
produk hasil pertanian dalam negeri, mengandung komponen bahan impor sekecil
mungkin, dan produk yang dihasilkannya mempunyai mutu yang mampu bersaing di
pasar internasional. Agroindustri yang dibangun dengan kandungan impor yang cukup
tinggi ternyata merupakan industri yang rapuh karena sangat tergantung dari
kuat/lemahnya nilai rupiah terhadap nilai dolar, sehingga ketika dolar menguat industri
tidak sanggup membeli bahan baku impor tersebut.
Keamanan pangan, masalah dan dampak penyimpangan mutu, serta kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengembangan sistem mutu industri pangan
merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri dan konsumen, yang saat
ini sudah harus memulai mengantisipasinya dengan implementasi sistem mutu pangan.
Karena di era pasar bebas ini industri pangan Indonesia mau tidak mau sudah harus
mampu bersaing dengan derasnya arus masuk produk industri pangan negara lain yang
telah mapan dalam sistem mutunya. Salah satu sasaran pengembangan di bidang pangan
adalah terjaminnya pangan yang dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan
yang berbahaya bagi kesehatan.
Dari jumlah produk pangan yang diperiksa ditemukan sekitar 9,08% – 10,23% pangan
yang tidak memenuhi persyaratan. Produk pangan tersebut umumnya dibuat
menggunakan bahan tambahan pangan yang dilarang atau melebihi batas penggunaan:
merupakan pangan yang tercemar bahan kimia atau mikroba; pangan yang sudah
kadaluwarsa; pangan yang tidak memenuhi standar mutu dan komposisi serta makanan
impor yang tidak sesuai persyaratan. Dari sejumlah produk pangan yang diperiksa tercatat
yang tidak memenuhi persyaratan bahan pangan adalah sekitar 7,82% – 8,75%.
Penggunaan bahan tambahan makanan pada makanan jajanan berada pada tingkat yang
cukup menghawatirkan karena jumlah yang diperiksa sekitar 80%-nya tidak memenuhi
persyaratan. Pengujian pada minuman jajanan anak sekolah di 27 propinsi ditemukan
hanya sekitar 18,2% contoh yang memenuhi persyaratan penggunaan BTP, terutama
untuk zat pewarna, pengawet dan pemanis yang digunakan sebanyak 25,5% contoh
minuman mengandung sakarin dan 70,6% mengandung siklamat.
Penggunaan bahan tambahan yang tidak sesuai diantaranya adalah: (1) Pewarna
berbahaya (rhodamin B. methanyl yellow dan amaranth) yang ditemukan terutama pada
produk sirop, limun, kerupuk, roti, agar/jeli, kue-kue basah, makanan jajanan (pisang
goreng, tahu, ayam goreng dan cendol). Dari sejumlah contoh yang diperiksa ditemukan
19,02% menggunakan pewarna terlarang; (2) Pemanis buatan khusus untuk diet (siklamat
dan sakarin) yang digunakan untuk makanan jajanan. Sebanyak 61,28% dari contoh
makanan jajanan yang diperiksa menggunakan pemanis buatan; (3) Formalin untuk
mengawetkan tahu dan mie basah; dan (4) Boraks untuk pembuatan kerupuk, bakso,
empek-empek dan lontong.
Masih kurangnya tanggung jawab dan kesadaran produsen dan distributor terhadap
keamanan pangan tampak dari penerapan Good Agricultural Practice (GAP) dan
teknologi produksi berwawasan lingkungan yang belum sepenuhnya oleh produsen
primer, penerapan Good Handling Pratice (GHP) dan Good Manufacturing Pratice
(GMP) serta Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang masih jauh dari
standar oleh produsen/pengolah makanan berskala kecil dan rumah tangga.
Pemeriksaan terhadap sarana produksi makanan/minuman skala rumah tangga
menengah dan besar menemukan sekitar 33,15% – 42,18% sarana tidak memenuhi
persyaratan higiene dan sanitasi. Sedangkan pengawasan di tempat pengolahan makanan
(TPM) yang mencakup jasa boga, restoran/rumah makan dan TPM lainnya hanya sekitar
19,98% yang telah mempunyai izin penyehatan makanan dan hanya sekitar 15,31% dari
rumah makan/restoran yang diawasi yang memenuhi syarat untuk diberi grade A, B dan C
Pelatihan penyuluhan yang diberikan umumnya baru menjangkau skala besar.
Distributor pangan umumnya juga belum memahami Good Distribution Practice
(GDP). Pemeriksaan terhadap sarana distribusi produk pangan dalam hal sanitasi,
bangunan dan fasilitas yang digunakan, serta produk yang dijual menemukan sekitar
41,60% – 44,29% sarana yang tidak memenuhi syarat sebagai distributor makanan. Selain
itu, masih kurangnya pengetahuan dan kepedulian konsumen tentang keamanan pangan
tercermin dari sedikitnya konsumen yang menuntut produsen untuk menghasilkan produk
pangan yang aman dan bermutu serta klaim konsumen jika produk pangan yang dibeli
tidak sesuai informasi yang tercantum pada label maupun iklan. Pengetahuan dan
kepedulian konsumen yang tinggi akan sangat mendukung usaha peningkatan pendidikan
keamanan pangan bagi para produsen pangan.
Untuk itu, kesadaran semua pihak untuk meningkatkan manajemen mutu dan
keamanan pangan sangatlah penting. Tidak bisa hanya menyerahkan tanggung jawab
kepada pemerintah atau pihak produsen saja akn tetapi semua pihak termasuk konsumen
punya andil cukup penting dalam meningkatkan sistem manajemen mutu dan keamanan
pangan di Indonesia.
C. Tinjauan Aspek Mutu Dalam Kegiatan Industri Pangan
1. Teknologi dan Industri Pangan
Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industry
pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya
mengimplementasikan tujuan industry untuk memenuhi permintaan konsumen.
Teknologi pangan diharapkan berperan dalam perancangan produk, pengawasan
bahan baku, pengolahan, tindak pengawetan yang diperlukan, pengemasan,
penyimpanan, dan distribusi produk sampai ke konsumen. Industri pangan merupakan
industri yang mengolah hasil–hasil pertanian sampai menjadi produk yang siap
dikonsumsi oleh masyarakat. Oleh karena itu, industri pangan lebih berkiprah pada
bagian hilir dari proses pembuatan produk tersebut. Menurut Wirakartakusumah dan
Syah (1990), fungsi utama suatu industri pangan adalah untuk menyelamatkan,
menyebarluaskan, dan meningkatkan nilai tambah produk–produk hasil pertanian
secara efektif dan efisien.
Titik tolak kegiatan suatu usaha industri pangan harus berdasarkan pada
permintaan konsumen akan suatu produk pangan. Komsumen akan selalu menuntut
suatu produk yang aman, berkualitas/bermutu, praktis/mudah untuk disiapkan dan
disajikan, serta enak rasanya dengan harga yang terjangkau. Pertumbuhan industri
pangan yang pesat akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap produk–
produk pangan dengan mutu terjamin dan harga yang bersaing. Di samping itu,
pengembangan sektor industri pangan akan dapat memperluas kesempatan kerja,
meningkatkan nilai tambah serta menambah devisa negara.
Wirakartakusumah dan Syah (1990) menyatakan bahwa industri pangan di
Indonesia secara umum dibagi menjadi industri kecil dan industri besar. Indstri
pangan kecil biasanya masih menggunakan cara–cara tradisional dan bersifat padat
karya, sedangkan industri pangan besar lebih modern dan padat modal. Pada garis
besarnya, aspek–aspek yang harus diperhatikan dalam industri pangan adalah aspek
teknologi, penyebaran lokasi, penyerapan tenaga kerja, produksi, ekspor dan
peningkatan mutu. Peran serta teknologi harus selalu didampingi kajian ekonomis
yang terkait dengan faktor mutu. Walaupun faktor mutu akan menambah biaya
produksi, peningkatan biaya mutu diimbangi dengan peningkatan penerimaan oleh
konsumen. Di samping dapat menimbulkan citra yang baik dari konsumen,
pengendalian mutu yang efektif akan mengurangi tingkat resiko rusak atau susut.
Beberapa kasus di Indonesia menunjukkan bahwa adanya kelemahan dalam
hal pengawasan mutu industri pangan dapat berakibat fatal terhadap kesehatan
konsumen dan kelangsungan industri pangan yang bersangkutan. Contohnya, seperti
kasus biskuit beracun pada tahun 1989. Akibat ketedoran tersebut, perusahaan yang
bersangkutan harus ditutup. Penolakan beberapa jenis makanan olahan yang diekspor
ke luar negeri juga menunjukkan bahwa pengawasan mutu masih belum dilaksanakan
dengan baik. Oleh karena itu, perkembangan teknologi yang pesat diikuti dengan
pertumbuhan industri yang cepat harus didukung oleh sistem pengawasan mutu yang
baik.
D. Standarisasi Mutu
Sistem standarisasi mutu memuat kebijakan mutu, standarisasi mutu olehinstansi, cara
pengendalian mutu, cara analisa dan jaminan mutu. Secara umumstandarisasi mutu
memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mencapai kepastian mutu
2. Mencapai keseragaman/konsistensi mutu
3. Memperlancar transaksi dalam perdagangan.
4. Memberi pedoman mutu kepada semua pihak yang terlibat dengan komoditi
5. Bahan pembinaan mutu
6. Melindungi konsumen
Dengan demikian standarisasi mutu yang jelas harus mempunyai spesifikasitertentu
sebagai tolak ukur kesesuaian. Definisi standarisasi mutu memiliki 6 kata kunci, yaitu
spesifikasi teknis (ada persyaratan dan dapat dikerjakan) didokumentasikan oleh instansi
(bukan perorangan) kerjasama dan konsesus dengan berbagai pihak konsultasi teknis
IPTEK pengalaman serta manfaat/relevansi di masyarakat. Standarisasi mutu dapat
dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan (berkaitan dengan bisnis). Mutu baku dibagi
menjadi tiga, yaitu mutu baku pemerintah, mutu baku perusahaan, dan mutu baku
laboratorium/prototipe. Mutu baku pemerintah terbagi lagi menjadi dua, yaitu sukarela
(voluntary) dan wajib ( mandatory, obligatory ). Sedangkan mutu baku perusahaan juga
terbagi menjadi mutu yang terkait dengan merek, terkait dengan kelas mutu dan
konstelasi Kelas mutu. Unsur-unsur  pembakuan atau standarisasi adalah standarisasi
persyaratan mutu, standarisasi analisa mutu, standarisasi interpretasi hasil analisa,
standarisasi pengambilan contoh dan standarisasi kelembagaan. Standarisasi mutu
nasional adalah standarisasi yang dibuat oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan secara
sektoral atau oleh departemen-departemen. Untuk  produk pangan yang melakukan
standarisasi mutu nasional adalah DepartemenPertanian, Departemen Perindustrian
dan Perdagangan dan Badan POM yang dikoordinasi oleh Badan Standarisasi Nasional
(BSN).

Tahap pengembangan mutu terbagi menjadi tahap pemilihan komoditas,


pengumpulan data teknis, penyusunan konsep, pertemuan teknis, forum konsensus,
penetapan standar, pengenalan standar, evaluasi standar, penyempurnaan
standar, dan penerapan standar. Format standar mutunya, yaitu terdiri dari nama standar
mutu, ruang lingkup, definisi produk, syarat mutu, cara sampling dan cara uji atau
analisa.Setiap produk mempunyai kekhasan dan identitas masing-masing serta cenderung
beragam. Ketidak seragaman produk tidak disukai oleh konsumen. Oleh karena itu mutu
produk dikendalikan dengan disyaratkan agar produk memberi ciri mutu dan mempunyai
sifat seragam. Ciri suatu industri modern adalah produk yang seragam karena adanya
pengendalian proses. Pengendalian prosesnya dilakukan oleh bagian produksi bersama
dengan bagian Quality Control. Ada dua golongan sumber keseragaman, yaitu sumber
yang dapat dikuasai (assignable variation) dan sumber yang tidak dapat dikuasai (non
assignablevariation ). Sumber yang dapat dikuasai adalah bahan baku, formulasi, cara
proses, dan peralatan, sedangkan yang tidak dapat dikuasai adalah hukum peluang (error).

Keragaman adalah sifat populasi suatu produk, sedangkan populasi adalah


jumlah produk yang menjadi perhatian. Subpopulasi merupakan bagian dari populasi
yang mempunyai batas jelas dan contoh adalah jumlah produk yang diambilsecara khusus
untuk mewakili populasi.Dari segi populasi barang yang diproduksi terdapat tujuh jenis
keragaman, yaitu : keragaman dalam satu batch, keragaman antar beberapa batch,
keragaman dalam produksi sehari, keragaman antar produksi harian, keragaman satu
partai/lot produk, keragaman antar lot/partai, variasi kinerja alat proses. Secara statistika
terdapat dua parameter penting untuk mendeskripsikan populasi dan contoh yaitu nilai
tengah sebagai lambang ciri produk dan simpangan yang melambangkan ciri keragaman.
Simpangan dinyatakan dengan nilai rentang (R) dan deviasi baku (θ). Apabila nilai
simpangannya jauh, maka keragaman yang ada besar juga, begitu juga sebaliknya.
Pengendalian proses bertujuan menekan keragaman ini ke suatu nilai yang dapat diterima
baik secara teknis maupun ekonomis.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem mutu menurut ISO 9000 dalam Kadarisman (1994) mencakup mutu
(karakteristik menyeluruh produk atau jasa), kebijakan mutu (keseluruhan maksud dan
tujuan organisasi), manajemen mutu (seluruh aspek fungsi manajemen yang menetapkan
dan melaksanakan kebijakan mutu), pengendalian mutu (teknik dan kegiatan operasional
untuk memenuhi persyaratan mutu), dan jaminan mutu (perencanaan dan kegiatan
sistematis yang diperlukan untuk memberikan keyakinan. Sistem mutu dimaksudkan
untuk mengidentifikasi seluruh tugas yang berkaitan dengan mutu, mengalokasikan
tanggung jawab dan membangun hubungan kerjasama dalam perusahaan. Sistem mutu
juga dimaksudkan untuk membangun mekanisme dalam rangka memadukan semua
fungsi menjadi suatu sistem yang menyeluruh.
Sistem standarisasi mutu memuat kebijakan mutu, standarisasi mutu olehinstansi, cara
pengendalian mutu, cara analisa dan jaminan mutu. Secara umumstandarisasi mutu
memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mencapai kepastian mutu
2. Mencapai keseragaman/konsistensi mutu
3. Memperlancar transaksi dalam perdagangan.
4. Memberi pedoman mutu kepada semua pihak yang terlibat dengan komoditi
5. Bahan pembinaan mutu
6. Melindungi konsumen
DAFTAR PUSTAKA

http://suprianto083.blogspot.co.id/2015/05/manajemen-mutu-industri-dan-pangan.html
http://www.akreditasipuskesmas.com/2014/04/makalah-manajemen-mutu-dan-
keamanan_3040.html
https://www.scribd.com/doc/27853638/TINJAUAN-ASPEK-MUTU-DALAM-KEGIATAN-
INDUSTRI-PANGAN

Anda mungkin juga menyukai