Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

KANKER PARU-PARU

Oleh:

Hamidatu Ulfiyah

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1434 H/ 2013 M
KANKER PARU-PARU

A. Definisi
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) dan metastasis tumor di paru (Suryo,
2010). Metastasis tumor di paru adalah tumor yang tumbuh sebagai akibat penyebaran
(metastasis) dari tumor primer organ lain. Definisi khusus untuk kanker paru primer yakni
tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus. Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel
kanker yang tidak terkendali dalam jaringan paru-paru dapat disebabkan oleh sejumlah
karsinogen, lingkungan, terutama asap rokok.( Suryo, 2010).

B. Etiologi
1. Merokok: Sebanyak 90% dari kanker-kanker paru-paru timbul sebagai akibat dari
penggunaan tembakau (Jusuf, 2005).
2. Paparan asbes: Serat-serat asbes (asbestos fibers) adalah serat-serat silikat (silicate
fibers) yang dapat menetap untuk seumur hidup dalam jaringan paru seiring dengan
paparan pada asbes-asbes (Dodi, 2011). Kanker paru dan mesothelioma (suatu tipe
kanker dari pleura atau dari lapisan rongga perut yang disebut peritoneum) dikaitkan
dengan paparan pada asbes-asbes.
3. Radon gas: Radon gas adalah suatu gas mulia secara kimia dan alami yang adalah suatu
pemecahan produk uranium alami (Produk radio aktif) (Harryanto, 2005). Ia pecah atau
hancur membentuk produk-produk yang mengemisi suatu tipe radiasi yang
mengionisasi.
4. Genetik: Pada faktor genetik terdapat mutasi/ perubahan beberapa gen yang berperan
dalam kanker paru, yakni:
- Proto onkogen adalah gen yang mengkode dan mengatur pembentukan protein untuk
pertumbuhan.
- Tumor supressor gene adalah gen yang mengurangi kemungkinan bahwa sebuah sel
dalam organisme multisel akan berubah menjadi sel tumor.
- Gene encoding enzyme adalah enzim yang mengkode gen yang mengalami mutasi.
5. Polusi Udara: Sebanyak 1 % kematian karena kanker paru disebabkan oleh pernapasan
udara yang terpolusi, dan ahli-ahli percaya bahwa paparan yang memanjang (lama)
pada udara yang terpolusi sangat tinggi dapat membawa suatu risiko serupa dengan
yang dari merokok pasif untuk mengembangkan kanker paru (Harryanto, 2005).
6. Konsumsi Zat Karsinogen: Zat kimia ini umumnya berasal dari pewarna, pengawet,
maupun bahan tambahan makanan atau minuman yang berbahaya bagi tubuh.

C. Patofisiologi
Terlampir
D. Manifestasi klinis
Menurut Davey (2005) manifestasinya bisa tanpa gejala, gejala non spesifik (40%
kurang tenaga, anoreksia, dan penurunan BB), gejala akibat kanker primer, penyebaran
lokal, metastasis jauh, atau nonmetastasis.
1. Efek kanker primer: batuk (≥50%): sesak napas terjadi akibat obstruksi bronkus, kolaps
lobus atau efusi pleura, hemoptisis (≥35%). Mengi atau stridor menetap menunjukkan
adanya penyempitan pada saluran pernapasan besar.
2. Efek penyebaran lokal: nyeri lokal akibat terkenanya dinding dada. Tumor di apeks
menginvasi pleksus brakialis (nyeri menjalar ke lengan). Invasi ke mediastinum
menyebabkan kelumpuhan nervus laringgeus rekuren (suara serak), obstruksi vena
cava superior, kelumpuhan nervus frenikus (sesak napas), dan penekanan esofagus
(disfagia).
3. Efek metastasis jauh: metastasis terjadi pada tulang (nyeri atau hiperkalsemia), hati
(asimptomatik, nyeri kapsular), atau otak (nyeri kepala, bingung).
4. Manifestasi nonmetastasis: endokrin – SIADH (syndrome of inappropriate release of
antidiuretic hormone) (hiponatremia terutama pada kanker paru sel kecil),
hiperkalsemia (berhubungan dengan peptida hormon paratiroid pada 6% kanker sel
skuamosa), sekresi hormon adrenokortikotropik.
5. Gejala neurologis: biasanya berhubungan dengan metastasis. Manifestasi nonmetastasis
diantaranya sindrom miastenia lambert-eaton. Degenerasi serebelum, neuropati perifer,
enselopati, neuropati campuran dan sensoris semuanya relatif jarang.
6. Clubbing: terutama pada karsinoma sel skuamosa.
7. Gejala lain: dermatomiositis, dan sindrom nefrotik bisa ditemukan walaupun jarang.

E. Stasium Ca Paru
- Stadium I: sel kanker hanya ditemukan di paru sedangkan jaringan di sekitarnya tetap
normal. Stadium I dibagi menjadi stadium IA dan IB, tergantung ukuran tumor.
- Stadium II: sel kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening, dinding dada,
diafragma, lapisan yang mengelilingi jantung. Stadium II dibagi menjadi stadium IIA
dan IIB, tergantung ukuran tumor atau ada tidaknya sel kanker di kelenjar getah bening
sekitarnya.
- Stadium III: kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening dan bagian dada
diantaranya jantung dan paru. Pembuluh darah di bagian ini juga telah terkena. Kanker
mungkin juga telah menyebar ke leher bawah.
- Stadium IIIA: kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di dada bagian tengah,
di sisi yang sama dimana kanker bermula.
- Stadium IIIB: kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di sisi dada yang
lainnya.
- Stadium IV: kanker telah menyebar ke paru lain atau bagian tubuh yang berbeda dan
tak dapat dihilangkan dengan operasi atau pembedahan.

Penderajatan internasional kanker paru berdasarkan sistem TNM

STAGE TNM
Occult carcinoma Tx NO MO
O Tis NO MO
IA T1 NO MO
IB T2 NO MO
IIA T1 N1 MO
IIB T2 N1 MO
IIIA T3 NO MO
T3 N2 MO
IIIB Seberang T N3 MO
T4 Seberang N MO
IV Seberang T Seberang N Seberang T

Kategaori TNM untuk Kanker Paru


T : tumor primer
T0 : tidak ada bukti ada tumor primer. Tumor primer sulit dinilai, atau tumor
primer terbukti dari penemuan sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner
tetapi tidak tampak secara radiologis atau bronkoskopik
Tx : tidak ada bukti ada tumor primer. Tumor primer sulit dinilai, atau tumor
primer terbukti dari penemuan sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner
tetapi tidak tampak secara radiologis atau bronkoskopik
Tis : karsinoma in situ
T1 : tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm, dikelilingi oleh
jaringan paru atau pleura viseral dan secara bronkoskopik invasi tidak lebih
proksimal dari bronkus lobus. Tumor supervisial seberang ukuran dengan
komponen invasif terbatas pada dinding bronkus yang meluas ke proksimal
bronkus utama.
T2 : setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sbb:
- Garis tengah terbesar > 3 cm
- Mengenal bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina
mengenai pleura viseral.
- Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif yang
meluas ke daerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh paru.

T3 : tumor seberang ukuran dengan perluasan langsung pada dinding dada,


diafragma, pleura mediastinum atau tumor dalam bronkus utama yang
jaraknya < 2 cm sebelah distal karina atau tumor yang berhubungan dengan
atelektasis atau pneumonitis obstruktif seluruh paru

T4 : tumor seberang ukuran yang mengenai mediastinum atau jantung,


pembuluh besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, karina, tumor yang
disertai dengan efusi pleura ganas atau satelit tumor nodul ipsilateral pada
lobus yang sama dengan tumor primer.

N : kelenjar getah bening regional

Nx : kelenjar getah bening tidak dapat dinilai

N0 : tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening

N1 : metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus ipsilateral


termasul perluasan tumor secara langsung.

N2 : metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral dan/atau KGB


subkarina

N3 : metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB skalenus/


supraklavila ipsilateral/ kontralateral

M : metastasis jauh

Mx : metastasis tak dapat dinilai

M0 : tak ditemukan metastasis jauh

M1 : ditemukan metastasis jauh

F. Komplikasi
1. Hemotorak
2. Pneumotorak
3. Efusi pleura
4. Empiema
5. Endokarditis
6. Metastasis sel kanker ke bagian tubuh lain

G. Pemeriksaan pada Ca Paru


Pemeriksaan pasien dengan Ca Paru, diagnosis pasti harus ditegakkan, tipe sel dan
stadium kanker menentukan terapi yang akan dilakukan menurut Gleadle (2007):
- Foto toraks biasanya abnormal saat mulai timbul gejala
- Sindrom paraneoplastik:diagnosis ditegakkan dari hitung darah lengkap, pemeriksaan
ureum dan elektrolit serta kalsium
- Tes fungsi paru: pada FEV1 yang rendah tidak dilakukan pembedahan dan biopsi
perkutan
- Bronkoskopi atau biopsi perkutan: bronkoskopi bisa menegakkan diagnosis secara
histologis pada 70% kanker sel sentral. Untuk tumor perifer, digunakan pemeriksaan
dengan petunjuk CT/ultrasonografi. Jika gambaran radiologis sangat menunnjukkan
tanda-tanda karsinoma, dipilih biopsi eksisi. Jika ada metastasis ke kelenjar getah
bening atau hati, dilakukan biopsi pada organ tersebut.
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan stadium
Untuk kanker bukan sel kecil
- CT toraks memeriksa tempat metastasis tersering yaitu hati dan kelenjar adrenal (4%).
KGB mediastinum dengan ukuran <1 cm tidak berbahaya pada 25% pasien dan
tindakan bedah tidak dibutuhkan kecuali hasil mediastinoskopi untuk pengkuran
stadium di meja operasi positif
- Scan tulang isotop untuk metastasis ke tulang (nyeri tulang atau hiperkalsemia)
- CT otak: untuk gangguan neurologis.

H. Penatalaksanaan Ca Paru
Penatalaksanaan Ca Paru menurut Gledle (2007) sebagai berikut:
- Pembedahan memiliki kemungkinan kesembuhan terbaik, namun hanya <25% kasus
yang bisa dioperasi dan hanya 35% diantaranya (5% dari semua kasus) yang tetap
hidup setelah 5 tahun. Tingkat mortalitas perioperatif sebesar 3% pada lobektomi dan
6% pada pneumonektomi.
- Radioterapi radikal digunakan pada kasus kanker paru bukan sel kecil yang tidak bisa
dioperasi. Terapi radikal sesuai untuk penyakit yang bersifat lokal, dan hanya
menyembuhkan sedikit diantaranya.
- Radioterapi paliatif untuk hemoptisis, batuk, sesak napas atau nyeri lokal. Metastasis ke
otak diobati dengan steroid dan radioterapi
- Kemoterapi digunakan pada kanker paru sel kecil, karena pembedahan tidak pernah
sesuai dengan histologi kanker.
- Terapi endobronkial seperti krioterapi, terapi laser, atau penggunaan stent bisa
memulihkan gejala dengan cepat pada pasien dengan penyakit endobronkial yang
signifikan.
- Perawatan paliatif. Opiat terutama membantu mengurangi nyeri dan dispnea. Steorid
membantu mengurangi gejala nonspesifik dan memperbaiki selera makan. Dukungan
dari perawat, keluarga, dan spesialis perawatan sangat penting.

I. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d akumulasi sputum
2. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan ventilasi perfusi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
J. Rencana keperawatan

No. Diagnosa keperawatan Tujuan dan KH (Outcome) Intervensi (NIC)

1. Ketidakefektifan bersihan Tujuan: jalan napas bersih seteah Airway management/airway suctioning/chest fisioteraphy
- Buka jalan napas klien dan Posisikan pasien untuk memaksimalkan
jalan napas b.d sekresi diintervensi 1x24 jam
Dengan kriteria hasil (outcome): ventilasi
dalam bronki, mukus Ronkhi (-) - Pasang oral atau nasoparingeal untuk membuka jalan napasi jika
RR: 16-20 x/menit, sesak (-)
berlebih ditandai dengan: diperlukan
DS: - Keluarkan sekresi dengan penghisapan lendir
Pasien mengeluh batuk, - Kaji dan pantau status pernapasan: suara napas, penurunan ventilasi,

mengeluh sesak atau adanya suara napas tambahan


DO: - Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah penghisapan lendir
Terdengar ronkhi - Gunakan teknik aseptik/standar precaution: sarung tangan, masker,
RR 25 x/menit
Sputum berlebihan goggle
- Lakukan fisioterapi dada di area yang terdengar sputum: perkusi,

vibrasi, postural drainase yang tepat


- Lakukan terapi uap pada pasien dan ajarkan batuk efektif
- Anjurkan batuk selama dan setelah postural drainase
- Monitor jumlah dan tipe sputum yang dikeluarkan
- Ukur saturasi oksigen dengan spirometri
- Monitor status pernapasan dan oksigenasi klien
- Anjurkan untuk memperbanyak intake cairan untuk mengoptimalkan

pengeluaran sputum
- Berikan bronkodilator, mukokinetik, bila diperlukan/sesuai indikasi
2. Gangguan pertukaran gas Setelah diintervensi 2x 24 jam Oksigen therapy/respiratory monitoring

b.d gangguan ventilasi gangguan pertukaran gas teratasi - Bersihkan sekresi orala, nasal dan trakeal dengan penghisapan lendir
KH/Outcome: nilai AGD normal - Pertahankan kepatenan jalan napas
perfusi ditandai dengan Pernapasan normal - Berikan oksigen dan monitor aliran liter oksigen
Nilai AGD tidak normal Sianosis (-) - Monitor posisi oksigen yang diberikan
Pernapasan abnormal Sesak napas (-) - Monitor keefektifan terapi oksigen ( cek nadi oksimetri, nilai AGD)
Sianosis Napas cuping hidung (-) - Monitor kemampuan klien terhadap toleransi pelepasan oksigen
Sesak napas - Observasi tanda-tanda hipoventilasi
Napas cuping hidung - Kaji status pernapasan: rate, ritme, kedalaman dan usaha bernapa

klien
- Buka jalan napas serta monitor pola napas klien
- Monitor kelemahan otot diafragma
- Lakukan penghisapan lendir jika diperlukan
- Monitor nilai PFT, kapasitas vital partikular, kekuatan maksiamal

inspirasi, kekuatan ekspirasi maksimal volue dalam deti (FEV!)


- Monitor hasil foto thorak dada
- Lakukan fisioterapi dada jika diperlukan
3. Ketidakeimbangan nutrisi Tujuan : klien menunjuukan Nutrition therapy

kurang dari kebutuhan tanda-tanda peningkatan masukan - Monitor jumlah masukan dan pengeluaran nutrisi klien serta hitung

tubuh b.d ketidakmampuan nutrisi dalam 3x24 jam kalori yang dibutuhkan klien
KH/Outcome - Kolaborasi pemberian diet sesuaidengan yang dibutuhkan klien
mencerna makanan ditadai Mual (-), mau makan makanan - Anjurkan klien untuk makan makanan tinggi kalsium, tinggi

dengan yang diberikan potasium, tinggi serat, dan tinggi kalori, sera pilih makanan yang
DS
Mengeluh mual, tidak nafsu lembut
- Kaji kebutuhan akan adanya pemasangan selang makan (NGT)
makan - Pantau hasil lab
DO - Monito adanya penambahan atau kehilangan berat badan
BB: 40kg, TB: 165 cm - Kaji turgor kulit
Lila 20cm, tidak mau - Kaji kemampuan klien menelan, adanya mual muntah
- Kaji tingkat energi klien, kelemahan, dan kelelahan klien
makan/menghindari - Monitor kepucatan, kemerahan, dan kekeringan konjungtiva klien
- Anjrukan klien makan porsi sedikti tapi sering
makanan, membran mukosa - Konsultasikan ke ahli gizi

pucat
Daftar pustaka

Bulechek, Gloria M., Howard K. Butcher., Joanne McCloskey Dochterman. Nursing


Intervention Classification (NIC). USA: Mosby Eslivier, 2008.

Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.2005

Gleadle, Jonathan. History And Examination At A Glance. Jakarta: Erlangga, 2007.

Johnson, Marion et al. NOC and NIC Linkages to Nanda-1 and Clinocal Conditions:
Supporting Critical Reasoning and Quality Care Third edition. USA: Mosby
Eslivier, 2012

NANDA Internasional. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014

Anda mungkin juga menyukai