Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS

PENETAPAN ZAT PEMUTIH (BLEACING)


SECARA IODOMETRI

Disusun oleh :

1. Siti Thia Fitriany (17010166)


2. M. Samfiya Kurniawan (17010132)
3. Maurien Alfareza (17010124)
4. Nadya Paramita Rahayu (17010138)
5. Rina Karina (17010158)
6. Chyntia Retno Ningsih (15010014)

DOSEN PENGAMPU : LILIK SULASTRI, M,FARM

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI

BOGOR
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha penyayang, kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ―PENETAPAN ZAT PEMUTIH
(BLEACING) SECARA IODOMETRI.

Laporan ini kami susun dengan semaksimal dan mendapatkan bantuan dari beberapa
pihak sehingga dapat mempelancar pembuatan laporan ini. Untuk itu kami menyampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan laporan ini.

Terlepas dari itu semua kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki laporan ini.

Akhir kata kami berharap semoga laporan ―PENETAPAN ZAT PEMUTIH


(BLEACING) SECARA IODOMETRI ini dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.

Bogor, Juni 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………...... 1

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………… 2

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………… 3

1.1 LATAR BELAKANG ………………………………………………………………….. 3

1.2 TUJUAN PRAKTIKUM ………………………………………………………………. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………………… 4

2.1 DASAR TEORI ………………………………………………………………………. 4

BAB 3 ALAT DAN BAHAN ………………………………………………………............10

BAB IV PEMBAHASAN ………………………………………………………………......12

4.1 HASIL PENGAMATAN …………………………………………………………………12

BAB V PEMUTUP ……………………………………………………………………….....19

5.1 SIMPULAN …………………………………………………………………………...19

5.2 SARAN ……………………………………………………………………………….. 19

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………. 20

BAB I

2
PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Pemutih pakaian digunakan untuk menghilangkan noda membandel yang menempel pada
pakaian. Pemutih yang beredar dipasaran, umumnya mengandung senyawa hipoklorit sebagai
bahan aktifnya. Larutan pemutih mengandung senyawa natrium hipoklorit (NaClO) dengan
kadar 5,25% ; sedangkan serbuk pemutih mengandung senyawa kalsium hipoklorit, Ca(ClO)2.
Pemutih merupakan bahan kimia yang sangat reaktif. Mencampur bahan pemutih dengan bahan
rumah tangga lainnya dapat sangat berbahaya. Misalnya, jika pemutih dicampur dengan
pembersih kloset yang mengandung asam klorida. Gas klorin dapat merusak saluran pernafasan,
dan jika kadarnya cukup besar dapat mematikan. Mencampur pemutih dengan ammonia juga
menghasilkan gas beracu, yaitu kloramin (NH2Cl) dan hidrazin (N2H4). Oleh karena itu jangan
sekali-kali mencampur pemutih dengan bahan lain tanpa petunjuk atau pengetahuan yang jelas.
Penggunaan bahan kimia tidak dapat dihindari karena sebagian bahan kimia sangat menunjang
kehidupan kita. Namun, penggunaan bahan kimia secara tidak tepat bisa berdampak negatif bagi
manusia dan lingkungan.

I.II Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adallah untuk mengetahui penetapkan kadar zat pemutih secara
iodometri.

BAB 2

3
TINJAUAN PUSTAKA

Zat yang akan ditentukan kadarnya sendiri disebut dengan titrasi (titran) dan biasanya
diletakkan didalam tabung erlenmeyer, sedangkan zat yang diketahui konsentrasinya disebut
sebagai titer dan biasanya didalam bentuk larutan. Suatu peneraan stikiometri dilaboratorium
adalah analisa untuk unsur guna menentukan komposisinya penguraian yang dilakukan atau yang
didasarkan volumetrinya dan pengukuran yang dilakukan dinamakan volumetri atau titrasi.
(keenan, 1982).

Pada saat terjadi perubahan warna indikator, titrasi dihentikan. Indikator berubah warna
titik ekuivalen. Untuk mengetahui titik ekuivalen, digunakan indikator. Saat perubahan warna
terjadi, saat itu disebut titik akhir titrasi (sukmariah, 1990).

Larutan standar adalah larutan yang diketahui konsentrasinya, yang akan digunakan pada
analisa volumetri.

Larutan standar adalah larutan yang diketahui konsentrasinya, yang akan digunakan pada analisa
volumetri. Ada dua cara menstandarisasikan larutan yaitu :

1. Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu,
kemudian diencerkab sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini
disebut dengan larutan standar primer, sedangkan zat yang kita gunakan disebut standar
primer.

2. Larutan yang konsentasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimang zat kemudian
melarutkannya untuk memperoleh volume tertentu, tetapi dapat distandarkan dengan
larutan standar primer, disebut dengan larutan standar sekunder.

Zat yang dapat digunakan larutan standar primer harus memenuhhi syarat:

1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni atau dalam keadaan yang diketahui konsentrasinya
kemurniannya

2. Pengotor tidak melebihi 0,01 sampai 90,02 %

4
3. Harus stabil (Sukmariah, 1990)

Diantara sekin banyak contoh teknik atau cara dalam analisis kuantitatif terdapat dua cara
melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung
disebut iodometri (digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat
dioksidasi secara kuantitaif pada titik ekuivalennya). Namun, metode iodonetri ini jarang
dilakukan mengingan iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara yang
tidak langsung iodometri (oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida
berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan
dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat standar atau asam arsenit ( Basset, 1994)

Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena berbagai zat organik dapat
ditentukan ddengan cara ini. Namun demikian , agar titrasi redoks ini berhasil dengan baik, maka
persyaratan harus dipenuhi:

1. Harus tersedia pasangan elektron bebas yag sesuai sehingga terjadi pertukaran secara
stoiiometri

2. Rekasi redoks harus berjalan cukup cepat dan secara teratur

3. Karus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai (Rivai, 2006:76)

Dalam proses- proses analitik, iodin digunakan dalam agen pengoksidaasu (iodometri)
dan ion iodida digunakan sebagai agen pereduksi (iodometri). Dapat dikatakan bahwa hanya ada
sedikit substansi yang cukup kuat sebagai unsur reduksi untuk titrasi langsung dengan iodin
karena itu jumlah dari penentu- penentu iodometri adalah sedikit. Namun demikian, banyak agen
pengoksidasi yang sedikit ditentuakn/ membebaskan iodin yang kemudian ditirasi dengan larutan
natrium tiosulfat. Reaksi antara iodin dengan natrium berlangsung sempurna. Banayk agen
pengoksidasi yang cukup kuat dianalisa dengan menambahkan kalim iodida berlebih yang cukup
kuat dianalisa dengan menambahkan kaium iodida berlebih dan menintrasi iodin yang

5
dibebaskan. Karena banyak agen pengoksidasi membutuhkan suatu larutan asam untuk bereaksi
dengan iodin, natrium tiosulfat biasanya digunakan sebagai titrannnya (underwood, 2000:298).

I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodide secara relatif meruapakn oksidator lemah.
Kelarutannya cukup baik dalam air dengan pembentukan (KI3). Oleh karena itu:

I2 (S) + 2E- — > 2 i e=6,21

adalah reaksi dalam oermulaan reaksi. Iodium dapat dimurnikan dengan sublimasi. Ia larut dalam
KI dan harus disimpan dalam temmpat yang dingin dan gelap (Khopkhar, 1990:54)

Larutan standar yang digunakan dalam kebnayakan proes iodometri adalah natrium tiosulfat.
Ggaram ini biasa dibentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O . Larutan ini tidak boleh
distansarisasikan dengan penimbanan langsung, tetapi harus distandarisasikan dengan larutan
standar primer. Larutan Natrium Tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama sehingga boraks
atau Natrium karbonat sering kali ditambahkan sebagi pengawet. Iodin mengoksdasi tiosulfat
menjadi tetrationat:

I2 + 2 S2O32- — > 2 i- + S4O6^2-

Rekaisnya berjalan secara cepat sampai selesai dan tidak ada reaksi sampingan. Berat ekuivalen
dari Na2S2O3. 5H2O adalah berat molekulnya 248,17 karena satu elektron persatu molekul
hilang. Jika pH larutan diatas 9 tiosulfat secara parsial menjadi sulfat:

4 I2 + S2O3^2- + 5 H2O —— > 8 I- + 2 SO4 ^2- + 10 H+

Dlam larutan yang netral atau sedikit alkalin oksida menjadi sulfat tidak muncul, terutama jika
dipergunakan sebagai titran. Banyak agen pengoksidasi kuat seperti garam permanganat, garam
dikromat, dan garam serum (IV) mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, namun reaksinya tidak
kuantitatif. Dalam standarisasi larutan-larutann tiosulfat sejumlah substansi dapat digunakan
stanar-srtandar primer untuk larutan-larutan tiosulfat. Iodin murni adalah standar yang paling
jelas namun, jarang digunakan karena kesulitan dalam penanganan dan penimbangan yang lebih
sering dpergunakan adalah standar-standar yang terbuat dari suatu agen pengoksidasi kuat yang

6
akan membebaskan iodon dari iodida, sebuah iodometrik. Kalium iodat dan kalium bromat
mengioksidasiiodi dair iodida secara kuantitatif menjadi odin dalam larutan asam.

IO3-+ 5 I+ 6 H+ —- > 3I2+ 3 H2O

Br O3- +6 I- + 6 H+ —- > 3I2+ Br-+ 3 H2O

Reaksi iodatnya berlangsung cukup cepat, reaksi ini hanya membutuhkan sedikit kelebihan ion
hidrogen untuk menyelesaikan reeksi. Reaksi bromat berjalan lebih lamat namun kecepatannya
dapat ditingkatkan dengan menaikkan konsentrasi ion Hidrogen dalam jmlah kecil ammonium
molibda ditambah sebagai katalis. Kerugian utama dari garam ini sebagai standar primer adala
bahwa ekuivalen mereka kecil (Khopkar, 2002)

Kanji atau amilum sebagai indikator dalam titrasi dengan larutan I2 karena dapat memberikan
warna biru dari amilosa I3-.

Amilosa + I3 —– > amilosa I3-

I3- merupakan indikator I2 dalam KI. Kelemahan indikator amilum ialah :

1. Karena amilum itu karbohidrat, maka dapat rusak oleh kerja bakteri dalam erhari=hari

2. Kepekaannya kurang dalam pemanasan

3. Gelatin, alkohol, glidserol menghambat adsobsi ion iodida oleh kanji/\.

4. Kepekaannya berkurang pada lngkuangan asam keras

Larutan baku Iod dibuat dari unsur murninya. Standarisasinya yang dilakukan dengan sasam
arsenait (H3AsO3) sebagi standar murninya ( Ibnu, 2005:114)

Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat bekerja sebagai indikatornya
sendiri. Iodium juga memberi warna merah ungun utau merah lembayung yang kuat kepada
pelarut-pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hali ini digunakan
untuk mengetahui titik akhir itasi. Tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloid)
kanji, karena biru tua kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap

7
iodium, kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam dari pada larutan netral dan lebih
luas.

Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral maupun asam dititrasi dengan Natrium
Tiosufat maka:

I3- + 2 S2O3^2- — > 3I- +S4O6^2-

Selama reaksi, zat antara S2O3^2- yang tidak berwarna adalah terbentuk sebagai :

S2O3^2- + I3- — > S2O3I- + 2I-

Yang mana terus berjalan menjadi:

S2O3I- + S2O3^2- — > S4O6 ^2- + I3-

(Khopkhar, 2002)

Pada analisis iodium selalu melibatkan garam KI, oleh karenanya garam ini harus bebas dari
iodat. Ion Iodat (IO3-) dengan iodida (I0) dalam suasana asam akan membebaskan iodium (I2)
menurut reaksi:

IO3- + 5 I- + 6H+ — > I2 + 3H2O

Oleh karena itu garam KI harus bebas dari ion iodat, adanya ion iodat dapat mempengaruhi hasil
penetapan.

Dalam hal ini, larutan Na3S2O3 yang terlibat dalam analisis iodium, padatannya berair kristal
sebagai Na2S2O3.5H2O. Ketika pembuatan larutan (saat larutan) terjadi reaksi (jika ada CO2
dalam larutan ):

Na2S2O3 (aq)+CO2 (g)+ H2O(l) -à NaHCO3 (aq) + NaHSO3(aq) + S(aq)

Larutan yang diperoleh karenanya menjadi lemah, namun lartan ini akan jernih oleh
mengendapnya belerang kedasar bejana (didekantasi). Efek reaksi penguraian Na2S2O3 dengan
adanya CO2 akan meningkatkan konsentrasi larutan.

8
Disamping itu pula Na2S2O3 juga teroksidasi dengan adanya O2 dari udara

2 Na2S2O3 (aq) + O2 (g) — > 2 Na2SO4 (aq)+ 2S (s)

Oleh karena itu, larutan harus dijaga agar pengaruh udara (O2 dan CO2) dan pelarut sebaiknya
menggunakan akuades yang telah didihkan (Mulyono, 2002).

Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-
senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih besar dari sistem iodium-iodida atau
senyawa-senyawa yang bersifat oksidator CuSO4.5H2O. pada iodometri, sampel bersifat
oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebih dan akan menghasilkan iodium yang
selanjutnya dititrasi dengan larutan baku tiosulfat. Banyaknya volume tiosulfat yang digunakan
sebagai titran setara dengan iod yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel.

9
BAB 3

ALAT BAHAN DAN METODE KERJA

3.1 Alat dan Bahan

a) Buret
b) Statis
c) Erlemeyer
d) Labu ukur
e) Spiritus
f) Kaki tiga
g) Kassa
h) Beker glass

a) Pemutih
b) Na2S2O3 ( larutan tiosulfat)
c) H2SO4 ( asam sulfat )
d) KI ( kalium Iodida )
e) I2 ( iodide)
f) Larutan ammonium molibdat 3%
g) Indicator larutan kanji
h) Aqua destilata

10
3.2METODE KERJA

1. Pembuata larutan 0,1 N Na2S2O3 2H2O larutan dalam air suling secukupnya Dan
pindahkan ke dalam labu ukur 500ml. Tambahkan ke dalamnya 0,2 gram Na2CO3 dan
encerkan sampai

tanda tera. Simpan larutan ini dalam keadaan tertutup.

2.Standarisasi larutan- larutan 0,1 N na2s203

 Timbang 100mg k2cr2O7 yang telah dikeringkan dan masukan ke dalam labu
erlenmeyer 250ml dan ditambahkan 50ml air suling
 Tambahkan ke dalamnnya 1gram KI, 5ml HCL 1:1 dan 50ml air suling
 Titar dengan larutan 0,1 N Na2S2O3 sampai warna kuning iod hampir hilang.
Tambhakan larutan indikator kanji, dan lanjutkan penitaran sampai warna
biru tua larutan tepat hilang. Catat volume titik ahir titrasi dan hitung
normalitas tio. Lakukan ini triplo.

3.penetapan sampel pemutih

 Dipipet 10 ml sampel kedalam erlenmeyer.


 Ditambahkan 3 gram KI , 10 ml akuades dan 8 ml H2SO4 4 N
 Ditambahkan kembali akuades 25 ml, kemudian ditambahkan 3 tetes amonium
molibdat 3%
 Larutan dipanaskan hingga 60° C.
 Dititrasi menggunakan larutan standar natrium tiosulfat sampai larutan kuning
muda seulas.
 Ditambahkan 3 ml larutan indicator kanji
 Dititrasi menggunakan larutan standar natrium tiosulfat sampai terjadi
perubahan warna dari warna biru ke bening (warna biru tepat hilang).

11
BAB 5

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Bobot K2Cr2O7 simplo = 100 mg
duplo = 100 mg
Bst K2Cr2O7 = 49
Standarisasi V1 = 26.2 ml
V2 = 26.8 ml
rata-rata = 26.5 ml

A. Standarisasi Na2S2O3 0.1 N

N K2Cr2 O7
= Bobot K2Cr2O7 X 1000
Bst K2Cr2O7 V larutan

= 0.1 gram x 1000


49 x 100 ml

= 0.0204 N

= 0.077 N

12
Hitung kadar pemutih dalam persen

% Cl = V titrasi x N thio x FP X Bst x 100%

Mg

=12,5 x 0,077 x 35,5 x 1 x 100%

1000 mg

= 3.41%

Dari percobaan ini menghasilkan persamaan

NaOCl + 2I- + H(+) → NaCl + I2 + H2O

I2 + 2Na2S2O3 → 2NaI + Na2

13
B. Pembahasan

Titrasi iodometri digunakan untuk mengetahui zat oksidator. Titrasi


iodometri merupakan metode titrasi pada titrasi redoks.

Titrasi redoks merupakan titrasi terhadap larutan analit berupa


reduktor atau oksidator dengan titran berupa larutan dari zat standar
oksidator atau reduktor. Prinsip yang digunakan dalam titrasi redoks adalah
reaksi reduksi oksidasi atau dikenal denga reaksi redoks..
Iodometri adalah analisa titrimetric untuk zat zat reduktor seperti
misalnya natrium tiosulfat, konjugat dengan mengunakan larutan iodimetri
atau secara langsung. Iodometri juga dapat dilakukan dengan cara
penamnbahan larutan iodin, dan kelebihan iodi titrasi dibagi dengan larutan
tiosulfat.
Percobaan yang berjudul analisi klor dalam bahan pemutih yang
bertujuan mempelajarai metode analissi volumetri tittrasi redoks iodo-
iodimetri dan menentukan kadar klor (Cl-) dalam bahan pemutih. Prinsip
kerja yang digunakan dalam percobaan ini adalah titrasi redoks iodometri
yaitu dengan penambahan indikator amilum dengan titran Na2S2O3 untuk
mengetahui Normalitas dari standarisasi volume hasil titrasi. Percobaan ini
dilakukan dengan dua tahap standarisasi larutan Na2S2O3 dengan larutan
K2Cr2O7 secara iodometri dan penentuan kadar klor dalam bahan pemutih.
Tahap pertama diawali dengan standarisasi larutan Na2S2O3 dengan
larutan K2Cr2O7 yang dilakukan dengan titrasi iodometri. Larutan baku yang
digunakan pada standarisasi Na2S2O3 adalah K2Cr2O7 . Garam Na2S2O3 ini
mudah diperoleh dalam keadaan murni, namun kandungan air kristalnya
tidak selalu tetap, sehingga garam itu tidak termasuk zat standar primer. Ion
tiosulfat sebagai reduktor yang akan teroksidasi menjadi ion tetrationat.
Reaksinya:

2S2O3- (s) — > S4O6- (s) + 1e-

14
Larutan tiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan stndar dalam
proses iodometri, larutan tersebut perlu distandarisasi. Karena konsentrasi
belum diketahui dan belum didapatkan secara murni, maka perlu
distandarisasi dengan K2Cr2O7 sebagai larutan standar primer. Pada awalnya

1 gram KI ditambahkan . Fungsi penambahan KI larutan itu agar


membentuk iodium warna menjdi kuning. Kemudian ditambahkan HCl 1:1 ,
warnanya menjadi coklat kemerahan. Fungsi penambahan HCl pekat
kareana untuk memberikan suasana asam karena pada KI dan K2Cr2O7 itu
suasananya netral , jadi diberikan suasana asam agar mudah dititrasi dengan
Na2S2O3.
-Reaksi ketika Iodium dibentuk dari KI:
I2(aq) + 2e-  2I-
-Reaksi ketika K2Cr2O7 ditambahkan HCl :
CrO72- (aq) + 14 H+ + 6e-  2Cr 3+ (aq) +7H2O(l)
-Reaksi K2Cr2O7 , KI dan HCl

K2Cr2O7 + 6 KI (aq) +14 HCl  8KCl (aq) + 2CrCl3(aq) + 3I2


(aq)+ H2O (l)
Larutan itu kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 hingga terjadi warna
coklat kemerahannyasedikit. Maka diperlukan indikator untuk mengetahui
yitik akhir titrasi. Indikator yang ditambaham ialah amilum. Fungsi
penambahan amilum ialah agar tidk membungkus iod, karena akn
menyebabkan amilum sukae untuk kembali kesenyawa semula. Karena
pereaksi Na2S2O3 lebih kuat dibandingkan amilum yang mengakibatkan
titrasi harus dmungkin, karena akn menimbulkan perubahan warna yang
tidak siggnifikan. Dikarenakan juga I2 mudah menguap. Karena kompleks
iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga
umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi. Warna biru kehitaman
tersebut terbentuk. Titrasi dilanjutkan kembali hingga warna hijau kebiruan
muncul. Warna hijau kebiruan itu menandakan Cr2+ sudah terbentuk. Warna

15
biru itu berasal dari amilum. Reksi yang terjadi adalah reaksi redoks.

Reduksi Cr 2O 2+ +
7 +14H +6
e-
 2Cr2+ +7H O (x1)

Oksidasi 2I-  I2+ 2e- (x3)

Reduksi I2 +2e-  2I-

Oksidasi S2O32-+ H2O  S2O42- + 2H++


2e- Total: I2+S2O32- +H2O  2I- +S2O42- +
2H+

Selama titrasi, CrO72+ itu menghilang, terbentuklah Cr3+ dari reaksi


Cr2+ dengan I2. Maka perubahan warna ketika dititrasi CrO72- teroksidasi
oleh S2O32-. Titrasi dilakukan duplo.
Reaksinya :
I2 +2Na2S2O3  2Na2S4O6 +2NaI

Fungsi standarisasi ini ialah untuk mengetahui normalitas N2S2O3yang


didapatkan volume titrasi 25.5 ml . Berdasarkan perhitungan menghasilkan
Normalitas 0,0770 N.
Tahap kedua adalah penentuan kadar klor dalam bahan pemutih.
Pengenceran dilakukan untuk memperkecil konsentrasi dan larutan bahan
pemutih menjadi keruh dan ada sedikit endapan. Pengenceran dilakukan
agar menurunkan harga konsentrasi larutan. Lalu larutanditambahkan
dengan H2SO4 yang bertujuan untuk menambahkan suasana asam.
Setelah itu dimbahkan larutan KI yang berfungsi supaya membentuk
iodium yang berwarna dari coklat dengan penambahan asam sebelumnya.
Penambahan indicator dilakukan di akhir saat mendekati titik akhir , karena
dikhawatirkan adanya iodium yang terperangkap didalam amilum sehingga
hasil Analisa tidak akurat. Indikator yang digunakan adalah kanji / amilum.
Reaksi yang terjadi:
I2+ 2 Na2S2O3  Na2S2O6 +2 NaI
I2 +S2O3  S4O6- +2H+

Dari titrasi ini didapat volume hasil titrasi rata rata 12,5 ml . Volume
16
tersebut digunakan untuk menentukan kadar klor dalam bahan pemutih.
Berdasarkan pad perhitungan, Kadar Cl dalam bahan pemuih bayclin adalah
3.4 %.

Penambahan larutan kanji sebagai indikator berfungsi supaya membentuk iodium


yang kemudian ditambahkan larutan akuadest berubah warna dari coklat menjadi
biru kehitaman. Warna biru kehitaman merupakan warna khas amilum ialah agar
nanti saat dititrasi akan berperan sebagai petunjuk, sudahkan sampai titik
ekuivalennya yang ditandai dengan perubahan warna. Larutan itu setelah dititrasi
warnanya menjadi hijau kebeningan. Titrasi ini dilakukan segera mungkin, karena
warnanya cepat menghilang menjadi putih. H2SO4 yang bertujuan untuk
menambahkan suasana asam. Dari titrasi ini didapatkan volume 12,5ml dan
mendapat kadar ,44% .

17
BAB V

18
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

1. metode analisis volumetri titrasi iodometri ialah suatu analisa metode penntuan
kuantitatif yang mana menggunakan reaksi redoks. Jika iodometri ialah oksidator yang
dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dan dititrasi dengan
Na2S2O3 standar. Sedangkan iodometri adalah larutan iodium mengoksidasi reduktor-
reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekuivalentnya menggunakan
indikator amilum dan dititrasi denga larutan Na2S2O3.

2. Penentuan klor aktif dalam bahan pemutih ditentukan melalui titrasi iodo0 iodimetri.
Kadar klor aktif yang diperoleh adalah 3,41%

5.2 Saran

Pada saat praktikum mahasiswa dapat lebih berhati- hati dalam penggunaan alat
dan bahan percobaan dan dapat lebih teliti .

19
DAFTAR PUSTAKA

Mulyono. 2006. Membuat reagen kimia di Laboratorium. Jakarta : Bumi Akara

Underwood, A.L.1986. Analisis kimia kuantitaf. Jakarta : Erlangga

Keenam, 1982. Kimia untuk universitas I. Jakarta . : UI press

Ibnu, sodiq. 2005. Kimia Analitik I. Malang: UM press

20
21
\

22

Anda mungkin juga menyukai