PENGENDALIAN MENYELURUH
TIDAK HANYA LULUS DLAM UJI PENGUJIAN TAPI MUTU HARUS DIBANGUN DALAM
PRODUK
KONDISI DIPANTAU DAN DICERMATI DALAM SETIAP PEMBUATAN
Badan POM sebagai lembaga pemerintahan yang bertugas mengawasi obat dan
makanan mempunyai tanggung jawab dalam mendukung perkembangan Industri
Farmasi. Menindaklanjuti instruksi untuk Badan POM seperti yang tercantum dalam
Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri
Farmasi dan Alat Kesehatan, maka Badan POM telah menyusun rencana aksi yang
dapat memfasilitasi percepatan pengembangan industri farmasi bahan baku sediaan
farmasi.
Berkaitan dengan hal tersebut diperlukan personil Badan POM yang kompeten dan
mengikuti perkembangan teknologi pembuatan obat terkini. “Sumber Daya Manusia
(SDM) adalah kunci utama dalam pencapaian tujuan pembangunan Indonesia ke
depan. Melalui SDM yang cerdas, kompeten dan berdaya saing maka warga Indonesia
akan menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” jelas Penny K. Lukito.
Lebih lanjut Kepala Badan pom menjelaskan bahwa dalam rangka meningkatkan
efektivitas fungsi pengawasan obat dan makanan, serta pengawalan sejumlah amanat
pemerintah kepada Badan POM, maka dibutuhkan SDM yang terpelihara dan
meningkat kompetensinya dari waktu ke waktu.
“Kepala Balai Besar/Balai POM dan Kepala Kantor Badan POM harus mampu
memahami prinsip CPOB, dapat menganalisis laporan inspeksi secara tajam, serta
membuat rekomendasi tindak lanjut hasil inspeksi secara tepat, sehingga diharapkan
rekomendasi dan pengambilan keputusan berdasarkan hasil inspeksi dapat seragam
baik level pusat maupun daerah,” ujar Penny K. Lukito.
Di akhir sambutannya, Kepala Badan POM berharap dengan adanya pelatihan ini dapat
meningkatkan kompetensi terutama dalam mendukung sasaran strategis Badan POM
2015-2019 dalam mewujudkan pengawasan post-market lebih baik. “Saya harapkan
juga para peserta dapat berpartisipasi aktif menggali secara mendalam materi pelatihan
dan menerapkannya di lapangan.” tutupnya. (HM-Bayu)
Ketentuan yang terkait proses produksi yang sesuai CPOB meliputi tahapan dari bahan awal,
validasi proses, pencegahan dan pencemaran silang, system penomoran bets/lot,
Penimbangan dan penyerahan, pengembalian, pengolahan, bahan dan produk kering,
pencampuran dan granulasi, pencetak tablet, penyalutan, pengisian kapsul keras, penandaan
tablet salut dan kapsul, cairan, krim dan salep (non-steril), bahan pengemas, kegiatan
pengemasan, pra-kodifikasi bahan pengemas, kesiapan jalur, praktik pengemasan,
penyelesaian kegiatan pengemasan, pengawasan selama proses, bahan dan produk yang
ditolak, dipulihkan dan dikembalikkan, karantina dan penyerahan produk jadi, catatan dan
pengendalian pengiriman obat, penyimpana bahan awal, bahan pengemas, produk antara,
produk ruahan dan produk jadi, penyimpana bahan awal dan bahan pengemas,
penyimpanan produk antara, produk ruahan dan produk jadi, pengiriman dan pengankutan.
Secara umum proses produksi yang ditetapkan oleh CPOB adalah sebagai berikut :
2)Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan
sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan
distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila
perlu dicatat.
4)Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina secara fisik atau
administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus untuk
pemakaian atau distribusi.
5)Produk antara dan produk ruahan yang diterima hendaklah ditangani seperti
penerimaan bahan awal.
6)Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan secara teratur pada kondisi yang
disarankan oleh pabrik pembuatnya dan diatur sedemikian agar ada pemisahan antar
bets dan memudahkan rotasi stok.
10)Bila bekerja dengan bahan atau produk kering, hendaklah dilakukan tindakan
khusus untuk mencegah debu timbul serta penyebarannya. Hal ini terutama dilakukan
pada penanganan bahan yang sangat aktif atau menyebabkan sensitisasi.
11)Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin
produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau penandaan
dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila ada) dan nomor bets. Bila
perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan tahapan proses produksi.
12)Label pada wadah, alat atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti ganda dan
dengan format yang telah ditetapkan. Label yang berwarna seringkali sangat membantu
untuk menunjukkan status (misalnya: karantina, diluluskan, ditolak, bersih dan lain-
lain).
13)Pemeriksaan perlu dilakukan untuk memastikan pipa penyalur dan alat lain untuk
transfer produk dari satu ke tempat lain yang telah terhubung dengan benar.
15)Akses ke bangunan dan fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk personil
yang berwenang.
Bahan Awal
1. Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan
memenuhi spesifikasi yang relevan.
2. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat.
Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal
penerimaan atau penyerahan, tanggal pelulusan dan tanggal daluwarsa bila ada.
3. Sebelum diluluskan untuk digunakan, tiap bahan awal hendaklah memenuhi
spesifikasi dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi.
Singkatan, kode ataupun nama yang tidak resmi hendaklah tidak dipakai.
4. Tiap pengiriman atau bets bahan awal hendaklah diberi nomor rujukan yang
akan menunjukkan identitas pengiriman atau bets selama penyimpanan dan
pengolahan. Nomor tersebut hendaklah jelas tercantum pada label wadah untuk
memungkinkan akses ke catatan lengkap tentang pengiriman atau bets yang akan
diperiksa.
5. Apabila dalam satu pengiriman terdapat lebih dari satu bets maka untuk tujuan
pengambilan sampel, pengujian dan pelulusan, hendaklah dianggap sebagai bets
yang terpisah.
6. Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi
umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran dan kemungkinan adanya kerusakan
bahan, dan tentang kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok.
Sampel diambil oleh personil dan dengan metode yang telah disetujui oleh kepala
bagian Pengawasan Mutu.
7. Wadah dari mana sampel bahan awal diambil hendaklah diberi identifikasi.
8. Sampel bahan awal hendaklah diuji pemenuhannya terhadap spesifikasi. Dalam
keadaan tertentu, pemenuhan sebagian atau keseluruhan terhadap spesifikasi dapat
ditunjukkan dengan sertifikat analisis yang diperkuat dengan pemastian identitas
yang dilakukan sendiri.
9. Hendaklah diambil langkah yang menjamin bahwa semua wadah pada suatu
pengiriman berisi bahan awal yang benar, dan melakukan pengamanan terhadap
kemungkinan salah penandaan wadah oleh pemasok.
10. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan
diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian Pengawasan Mutu.
11. Bahan awal di area penyimpanan hendaklah diberi label yang tepat. Label
hendaklah memuat keterangan paling sedikit sebagai berikut:
12. nama bahan dan bila perlu nomor kode bahan
13. nomor bets/kontrol yang diberikan pada saat penerimaan bahan
14. status bahan (misal: karantina, sedang diuji, diluluskan, ditolak)
15. tanggal daluwarsa atau tanggal uji ulang bila perlu
16. jika digunakan sistem penyimpanan dengan komputerisasi yang divalidasi
lengkap, maka semua keterangan di atas tidak perlu dalam bentuk tulisan yang
terbaca pada label.
A. Label yang menunjukkan status bahan awal hendaklah ditempelkan oleh
personil yang ditunjuk oleh kepala bagian Pengawasan Mutu. Untuk mencegah
kekeliruan, label tersebut hendaklah berbeda dengan label yang digunakan oleh
pemasok misalnya dengan mencantumkan nama atau logo perusahaan. Bila
status bahan mengalami perubahan, maka label penunjuk status hendaklah juga
diubah.
B. Persediaan bahan awal hendaklah diperiksa secara berkala untuk
meyakinkan bahwa wadah tertutup rapat dan diberi label dengan benar, dan
dalam kondisi yang baik. Terhadap bahan tersebut hendaklah dilakukan
pengambilan sampel dan pengujian ulang secara berkala sesuai dengan
spesifikasi yang ditetapkan. Pelaksanaan pengambilan sampel ulang hendaklah
diawali dengan penempelan label uji ulang dan/atau dengan menggunakan
sistem dokumentasi yang sama efektifnya.
C. Bahan awal, terutama yang dapat mengalami kerusakan karena terpapar
pada panas, hendaklah disimpan di dalam ruangan yang suhu udaranya
dikendalikan dengan ketat; bahan yang peka terhadap kelembaban dan/atau
cahaya hendaklah disimpan dengan benar di dalam ruangan yang dikendalikan
kondisinya.
D. Penyerahan bahan awal untuk produksi hendaklah dilakukan hanya oleh
personil yang berwenang sesuai dengan prosedur yang telah disetujui. Catatan
persediaan bahan hendaklah disimpan dengan baik agar rekonsiliasi persediaan
dapat dilakukan.
E. Alat timbang hendaklah diverifikasi tiap hari sebelum dipakai untuk
membuktikan bahwa kapasitas, ketelitian dan ketepatannya memenuhi
persyaratan sesuai dengan jumlah bahan yang akan ditimbang.
F. Semua bahan awal yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang
menyolok, ditempatkan terpisah dan dimusnahkan atau dikembalikan kepada
pemasoknya.
Validasi Proses
Studi validasi hendaklah memperkuat pelaksanaan CPOB dan dilakukan sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan. Hasil validasi dan kesimpulan hendaklah dicatat.
Sebelum suatu Prosedur Pengolahan Induk diterapkan, hendaklah diambil langkah
untuk membuktikan prosedur tersebut cocok untuk pelaksanaan produksi rutin, dan
bahwa proses yang telah ditetapkan dengan menggunakan bahan dan peralatan yang
telah ditentukan, akan senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan
mutu. Perubahan yang berarti dalam proses, peralatan atau bahan hendaklah disertai
dengan tindakan validasi ulang untuk menjamin bahwa perubahan tersebut akan tetap
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu. Hendaklah secara rutin
dilakukan validasi dan/atau peninjauan ulang secara kritis terhadap proses dan
prosedur produksi untuk memastikan bahwa proses dan prosedur tersebut tetap
mampu memberikan hasil yang diinginkan.
Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran
mikroba dan pencemaran lain. Tindakan pencegahan terhadap pencemaran silang dan
efektifitasnya hendaklah diperiksa secara berkala sesuai prosedur yang ditetapkan.
Pencemaran silang hendaklah dihindari dengan tindakan teknis atau pengaturan yang
tepat, misalnya:
Pengolahan
1. Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum
dipakai.
2. Kegiatan pembuatan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan bersamaan atau
berurutan di dalam ruang yang sama kecuali tidak ada risiko terjadinya campur baur
atau pencemaran silang.
3. Kondisi lingkungan di area pengolahan hendaklah dipantau dan dikendalikan
agar selalu berada pada tingkat yang dipersyaratkan untuk kegiatan pengolahan.
Sebelum kegiatan pengolahan dimulai hendaklah diambil langkah untuk
memastikan area pengolahan dan peralatan bersih dan bebas dari bahan awal,
produk atau dokumen yang tidak diperlukan untuk kegiatan pengolahan yang akan
dilakukan.
4. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum
digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis sebelum
digunakan.
5. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang
tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dipertanggungjawabkan dan dilaporkan.
6. Wadah dan tutup yang dipakai untuk bahan yang akan diolah, produk antara dan
produk ruahan hendaklah bersih dan dibuat dari bahan yang tepat sifat dan jenisnya
untuk melindungi produk atau bahan terhadap pencemaran atau kerusakan.
7. Semua wadah dan peralatan yang berisi produk antara hendaklah diberi
labeldengan benar yang menunjukkan tahap pengolahan. Sebelum label
ditempelkan, semua penandaan terdahulu hendaklah dihilangkan.
8. Semua produk antara dan ruahan hendaklah diberi label dengan benar dan
dikarantina sampai diluluskan oleh bagian Pengawasan Mutu.
9. Semua pengawasan-selama-proses yang dipersyaratkan hendaklah dicatat
dengan akurat pada saat pelaksanaannya.
10. Hasil nyata tiap tahap pengolahan bets hendaklah dicatat dan diperiksa serta
dibandingkan dengan hasil teoritis.
11. Dalam semua tahap pengolahan perhatian utama hendaklah diberikan kepada
masalah pencemaran silang.
12. Batas waktu dan kondisi penyimpanan produk dalam-proses hendaklah
ditetapkan.
13. Untuk sistem komputerisasi yang kritis hendaklah disiapkan sistem pengganti
manakala terjadi kegagalan.
Bahan dan Produk Kering
Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan pencemaran silang yang terjadi pada
saat penanganan bahan dan produk kering, perhatian khusus hendaklah diberikan pada
desain, pemeliharaan serta penggunaan sarana dan peralatan. Apabila layak hendaklah
dipakai system pembuatan tertutup atau metode lain yang sesuai. Sistem penghisap
udara yang efektif hendaklah dipasang dengan letak lubang pembuangan sedemikian
rupa untuk menghindarkan pencemaran dari produk atau proses lain. Sistem
penyaringan udara yang efektif atau sistem lain yang sesuai hendaklah dipasang untuk
menyaring debu. Pemakaian alat penghisap debu pada pembuatan tablet dan kapsul
sangat dianjurkan.
Kesiapan Jalur
Segera sebelum menempatkan bahan pengemas dan bahan cetak lain pada jalur
pengemasan, personil penanggung jawab yang ditunjuk dari bagian pengemasan
hendaklah melakukan pemeriksaan kesiapan jalur sesuai dengan prosedur tertulis yang
disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), untuk:
1. memastikan bahwa semua bahan dan produk yang sudah dikemas dari kegiatan
pengemasan sebelumnya telah benar disingkirkan dari jalur pengemasan dan area
sekitarnya
2. memeriksa kebersihan jalur dan area sekitarnya: dan
3. memastikan kebersihan peralatan yang akan dipakai.
Praktik Pengemasan
1. Risiko kesalahan terjadi dalam pengemasan dapat diperkecil dengan cara sebagai
berikut:
2. menggunakan label dalam gulungan
3. pemberian penandaan bets pada jalur pemasangan label
4. dengan menggunaan alat pemindai dan penghitung label elektronis
5. label dan bahan cetak lain didesain sedemikian rupa sehingga masingmasing
mempunyai tanda khusus untuk tiap produk yang berbeda; dan
6. di samping pemeriksaan secara visual selama pengemasan berlangsung,
hendaklah dilakukan pula pemeriksaan secara independen oleh bagian Pengawasan
Mutu selama dan pada akhir proses pengemasan.
7. Produk yang penampilannya mirip hendaklah tidak dikemas pada jalur yang
berdampingan kecuali ada pemisahan secara fisik.
A. Pada tiap jalur pengemasan nama dan nomor bets produk yang sedang
dikemas hendaklah dapat terlihat dengan jelas.
B. Wadah yang dipakai untuk menyimpan produk ruahan, produk yang baru
sebagian dikemas, atau sub-bets hendaklah diberi label atau penandaan yang
menunjukkan identitas, jumlah, nomor bets dan status produk tersebut.
C. Wadah yang akan diisi hendaklah diserahkan ke jalur atau tempat
pengemasan dalam keadaan bersih.
D. Semua personil bagian pengemasan hendaklah memperoleh pelatihan
agar memahami persyaratan pengawasanselama- proses dan melaporkan tiap
penyimpangan yang ditemukan pada saat mereka menjalankan tanggung jawab
spesifik tersebut.
E. Area pengemasan hendaklah dibersihkan secara teratur dan sering selama
jam kerja dan tiap ada tumpahan bahan. Personil kebersihan hendaklah diberi
pelatihan untuk tidak melakukan praktik yang dapat menye babkan campur baur
atau pencemaran silang.
F. Bila ditemukan bahan pengemas cetak pada saat pembersihan hendaklah
diberikan kepada supervisor, yang selanjutnya ditempatkan di dalam wadah yang
disediakan untuk keperluan rekonsiliasi dan kemudian dimusnahkan pada akhir
proses pengemasan.
G. Kemasan akhir dan kemasan setengah jadi yang ditemukan di luar jalur
pengemasan hendaklah diserahkan kepada supervisor dan tidak boleh langsung
dikembalikan ke jalur pengemasan. Bila produk tersebut setelah diperiksa oleh
supervisor ternyata identitasnya sama dengan bets yang sedang dikemas dan
keadaannya baik, maka supervisor dapat mengembalikannya ke jalur
pengemasan yang sedang berjalan. Kalau tidak, maka bahan tersebut hendaklah
dimusnahkan dan jumlahnya dicatat.
H. Produk yang telah diisikan ke dalam wadah akhir tetapi belum diberi label
hendaklah dipisahkan dan diberi penandaan untuk menghindari campur baur.
I. Bagian peralatan pengemas yang biasanya tidak bersentuhan dengan
produk ruahan tapi dapat menjadi tempat penumpukan debu, serpihan, bahan
pengemas ataupun produk yang kemudian dapat jatuh ke dalam produk atau
mencemari atau dapat menjadi penyebab campur baur produk yang sedang
dikemas, hendaklah dibersihkan dengan cermat
J. Hendaklah diambil tindakan untuk mengendalikan penyebaran debu
selama proses pengemasan khususnya produk kering. Area pengemasan yang
terpisah diperlukan untuk produk tertentu misalnya obat yang berdosis rendah
dan berpotensi tinggi atau produk toksik dan bahan yang dapat menimbulkan
sensitisasi. Udara bertekanan tidak boleh digunakan untuk membersihkan
peralatan di area kegiatan pengemasan di mana pencemaran silang dapat terjadi.
K. Pemakaian sikat hendaklah dibatasi karena dapat menimbulkan bahaya
pencemaran dari bulu sikat dan/atau partikel yang menempel pada sikat.
L. Personil hendaklah diingatkan untuk tidak menaruh bahan pengemas atau
produk di dalam saku mereka. Bahan tersebut hendaklah dibawa dengan tangan
atau di dalam wadah yang tertutup dan diberi tanda yang jelas.
M. Bahan yang diperlukan dalam proses pengemasan seperti pelumas,
perekat, tinta, cairan pembersih, dan sebagainya, hendaklah disimpan di dalam
wadah yang jelas tampak berbeda dengan wadah yang dipakai untuk
pengemasan produk dan hendaklah diberi penandaan yang jelas dan mencolok
sesuai dengan isinya.
Penyelesaian Kegiatan Pengemasan
1. Pada penyelesaian kegiatan pengemasan, hendaklah kemasan terakhir diperiksa
dengan cermat untuk memastikan bahwa kemasan produk tersebut sepenuhnya
sesuai dengan Prosedur Pengemasan Induk. Hanya produk yang berasal dari satu
bets dari satu kegiatan pengemasan saja yang boleh ditempatkan pada satu palet.
Bila ada karton yang tidak penuh maka jumlah kemasan hendaklah dituliskan pada
karton tersebut.
2. Setelah proses rekonsiliasi pengemasan, kelebihan bahan pengemas dan produk
ruahan yang akan disingkirkan hendaklah diawasi dengan ketat agar hanya bahan
dan produk yang dinyatakan memenuhi syarat saja yang dapat dikembalikan ke
gudang untuk dimanfaatkan lagi. Bahan dan produk tersebut hendaklah diberi
penandaan yang jelas.
3. Supervisor hendaklah mengawasi penghitungan dan pemusnahan bahan
pengemas dan produk ruahan yang tidak dapat lagi dikembalikan ke gudang. Semua
sisa bahan pengemas yang sudah diberi penandaan tapi tidak terpakai hendaklah
dihitung dan dimusnahkan. Jumlah yang dimusnahkan hendaklah dicatat pada
catatan pengemasan bets.
4. Supervisor hendaklah menghitung dan mencatat jumlah pemakaian neto semua
bahan pengemas dan produk ruahan.
5. Tiap penyimpangan hasil yang tidak dapat dijelaskan atau tiap kegagalan untuk
memenuhi spesifikasi hendaklah diselidiki secara teliti dengan mempertimbangkan
bets atau produk lain yang mungkin juga terpengaruh.
6. Setelah rekonsiliasi disetujui, produk jadi hendaklah ditempatkan di area
karantina produk jadi sambil menunggu pelulusan dari kepala bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu).
Pengawasan Selama Proses
1. Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang
menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus
dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai
dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk
memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin
menjadi penyebab variasi karakteristik produk selama proses berjalan.
2. Prosedur tertulis untuk pengawasan- selama-proses hendaklah dipatuhi.
Prosedur tersebut hendaklah menjelaskan titik pengambilan sampel, frekuensi
pengambilan sampel, jumlah sampel yang diambil, spesifikasi yang harus diperiksa
dan batas penerimaan untuk tiap spesifikasi.
3. Di samping itu, pengawasan-selamaproses hendaklah mencakup, tapi tidak
terbatas pada prosedur umum sebagai berikut:
4. semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk hendaklah diperiksa
pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan; dan
5. kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan dengan selang
waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan
memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam Prosedur
Pengemasan Induk.
A. Selama proses pengolahan dan pengemasan bets hendaklah diambil
sampel pada awal, tengah dan akhir proses oleh personil yang ditunjuk.
B. Hasil pengujian/inspeksi selama proses hendaklah dicatat, dan dokumen
tersebut hendaklah menjadi bagian dari catatan bets.
C. Spesifikasi pengawasan-selama-proses hendaklah konsisten dengan
spesifikasi produk. Spesifikasi tersebut hendaklah berasal dari hasil rata-rata
proses sebelumnya yang diterima dan bila mungkin dari hasil estimasi variasi
proses dan ditentukan dengan menggunakan metode statistis yang cocok bila
ada.
Bahan dan Produk yang Ditolak, Dipulihkan dan Dikembalikkan
1. Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan
disimpan terpisah di “area terlarang” (restricted area). Bahan atau produk tersebut
hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau, bila dianggap perlu, diolah ulang
atau dimusnahkan. Langkah apapun yang diambil hendaklah lebih dulu disetujui
oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan dicatat.
2. Pengolahan ulang produk yang ditolak hendaklah merupakan suatu kekecualian.
Hal ini hanya diperbolehkan jika mutu produk akhirnya tidak terpengaruh, bila
spesifikasinya dipenuhi dan prosesnya dikerjakan sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan dan disetujui setelah dilakukan evaluasi terhadap risiko yang mungkin
timbul. Catatan pengolahan ulang hendaklah disimpan.
3. Pemulihan semua atau sebagian dari bets sebelumnya, yang memenuhi
persyaratan mutu, dengan cara penggabungan ke dalam bets lain dari produk yang
sama pada suatu tahap pembuatan obat, hendaklah diotorisasi sebelumnya.
Pemulihan ini hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan
setelah dilakukan evaluasi terhadap risiko yang mungkin terjadi, termasuk
kemungkinan pengaruh terhadap masa edar produk. Pemulihan ini hendaklah
dicatat.
4. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah
mempertimbangkan perlunya pengujian tambahan untuk produk hasil pengolahan
ulang, atau bets yang mendapat produk yang dipulihkan.
5. Bets yang mengandung produk pulihan hanya boleh diluluskan setelah semua
bets asal produk pulihan yang bersangkutan telah dinilai dan dinyatakan memenuhi
spesifikasi yang ditetapkan.
6. Produk yang dikembalikan dari peredaran dan telah lepas dari pengawasan
industri pembuat hendaklah dimusnahkan. Produk tersebut dapat dijual lagi, diberi
label kembali atau dipulihkan ke bets berikut hanya bila tanpa ragu mutunya masih
memuaskan setelah dilakukan evaluasi secara kritis oleh kepala bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu) sesuai prosedur tertulis. Evaluasi tersebut meliputi
pertimbangan sifat produk, kondisi penyimpanan khusus yang diperlukan, kondisi
dan riwayat produk serta lamanya produk dalam peredaran. Bilamana ada keraguan
terhadap mutu, produk tidak boleh dipertimbangkan untuk didistribusikan atau
dipakai lagi, walaupun pemrosesan ulang secara kimia untuk memperoleh kembali
bahan aktif dimungkinkan. Tiap tindakan yang diambil hendaklah dicatat dengan
baik.
Karantina dan Penyerahan Produk Jadi
1. Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum
penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk
diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk
memastikan produk dan catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang
ditentukan.
2. Prosedur tertulis hendaklah mencantumkan cara penyerahan produk jadi ke area
karantina, cara penyimpanan sambil menunggu pelulusan, persyaratan yang
diperlukan untuk memperoleh pelulusan, dan cara pemindahan selanjutnya ke
gudang produk jadi.
3. Selama menunggu pelulusan dari bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu),
seluruh bets/lot yang sudah dikemas hendaklah ditahan dalam status karantina.
4. Kecuali sampel untuk pengawasan mutu, tidak boleh ada produk yang diambil
dari suatu bets/lot selama produk tersebut masih ditahan di area karantina.
5. Area karantina merupakan area terbatas hanya bagi personil yang benar-benar
diperlukan untuk bekerja atau diberi wewenang untuk masuk ke area tersebut.
6. Produk jadi yang memerlukan kondisi penyimpanan khusus hendaklah diberi
penandaan jelas yang menyatakan kondisi penyimpanan yang diperlukan, dan
produk tersebut hendaklah disimpan di area karantina dengan kondisi yang sesuai.
7. Pelulusan akhir produk hendaklah didahului dengan penyelesaian yang
memuaskan dari paling tidak hal sebagai berikut:
8. produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan dan
pengemasan
9. sampel pertinggal dari kemasan yang dipasarkan dalam jumlah yang mencukupi
untuk pengujian di masa mendatang
10. pengemasan dan penandaan memenuhi semua persyaratan sesuai hasil
pemeriksaan oleh bagian Pengawasan Mutu
11. rekonsiliasi bahan pengemas cetak dan bahan cetak dapat diterima; dan
12. produk jadi yang diterima di area karantina sesuai dengan jumlah yang tertera
pada dokumen penyerahan barang.
A. Setelah pelulusan suatu bets/lot oleh bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu), produk tersebut hendaklah dipindahkan dari area karantina ke gudang
produk jadi.
B. Sewaktu menerima produk jadi, personil gudang hendaklah mencatat
pemasukan bets tersebut ke dalam kartu stok yang bersangkutan.
Catatan dan Pengendalian Pengiriman Obat
Sistem distribusi hendaklah didesain sedemikian rupa untuk memastikan produk yang
pertama masuk didistribusikan lebih dahulu. Sistem distribusi hendaklah menghasilkan
catatan sedemikian rupa sehingga distribusi tiap bets/lot obat dapat segera diketahui
untuk mempermudah penyelidikan atau penarikan kembali jika diperlukan. Prosedur
tertulis mengenai distribusi obat hendaklah dibuat dan dipatuhi. Penyimpangan
terhadap konsep first-in first-out (FIFO) atau first-expire first-out (FEFO) hendaklah
hanya diperbolehkan untuk jangka waktu yang pendek dan hanya atas persetujuan
pimpinan yang bertanggung jawab.
Penyimpana Bahan Awal, Bahan Pengemas, Produk Antara, Produk
Ruahan dan Produk Jadi
1. Semua bahan dan produk hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk
mencegah risiko campur baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan
dan pemeliharaan.
2. Bahan dan produk hendaklah tidak diletakkan langsung di lantai dan dengan
jarak yang cukup terhadap sekelilingnya.
3. Bahan dan produk hendaklah disimpan dengan kondisi lingkungan yang sesuai.
Penyimpanan yang memerlukan kondisi khusus hendaklah disediakan.
4. Kondisi penyimpanan obat dan bahan hendaklah sesuai dengan yang tertera
pada penandaan berdasarkan hasil uji stabilitas.
5. Data pemantauan suhu hendaklah tersedia untuk dievaluasi. Alat yang dipakai
untuk pemantauan hendaklah diperiksa pada selang waktu yang telah ditentukan
dan hasil pemeriksaan hendaklah dicatat dan disimpan. Semua catatan pemantauan
hendaklah disimpan untuk jangka waktu paling tidak sama dengan umur bahan atau
produk yang bersangkutan ditambah 1 tahun, atau sesuai dengan peraturan
pemerintah. Pemetaan suhu hendaklah dapat menunjukkan suhu sesuai batas
spesifikasi di semua area fasilitas penyimpanan. Disarankan agar alat pemantau
suhu diletakkan di area yang paling sering menunjukkan fluktuasi suhu.
6. Penyimpanan di luar gedung diperbolehkan untuk bahan yang dikemas dalam
wadah yang kedap (misalnya drum logam) dan mutunya tidak terpengaruh oleh
suhu atau kondisi lain.
7. Kegiatan pergudangan hendaklah terpisah dari kegiatan lain.
8. Semua penyerahan ke area penyimpanan, termasuk bahan kembalian, hendaklah
didokumentasikan dengan baik.
9. Tiap bets bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi yang disimpan di area gudang hendaklah mempunyai kartu stok. Kartu
stok tersebut hendaklah secara periodik direkonsiliasi dan bila ditemukan
perbedaan hendaklah dicatat dan diberikan alas an bila jumlah yang disetujui untuk
pemakaian berbeda dari jumlah pada saat penerimaan atau pengiriman. Hal ini
hendaklah didokumentasikan dengan penjelasan tertulis.
Penyimpanan Bahan Awal dan Bahan Pengemas
1. Pemisahan secara fisik atau cara lain yang tervalidasi (misalnya cara elektronis)
hendaklah disediakan untuk penyimpanan bahan atau produk yang ditolak,
daluwarsa, ditarik dari peredaran atau obat atau bahan kembalian. Bahan atau
produk, dan area penyimpanan tersebut hendaklah diberi identitas yang tepat.
2. Semua bahan awal dan bahan pengemas yang diserahkan ke area penyimpanan
hendaklah diperiksa kebenaran identitas, kondisi wadah dan tanda pelulusan oleh
bagian Pengawasan Mutu.
3. Bila identitas atau kondisi wadah bahan awal atau bahan pengemas diragukan
atau tidak sesuai dengan persyaratan identitas atau kondisinya, wadah tersebut
hendaklah dikirim ke area karantina. Selanjutnya pihak Pengawasan Mutu
hendaklah menentukan status bahan tersebut.
4. Bahan awal dan bahan pengemas yang ditolak hendaklah tidak disimpan
bersama-sama dengan bahan yang sudah diluluskan, tapi dalam area khusus yang
diperuntukkan bagi bahan yang ditolak.
5. Bahan cetak hendaklah disimpan di “area penyimpanan terlarang” (restricted
storage area) dan penyerahan di bawah pengawasan yang ketat.
6. Stok tertua bahan awal dan bahan pengemas dan yang mempunyai tanggal
daluwarsa paling dekat hendaklah digunakan terlebih dahulu (prinsip FIFO dan
FEFO).
7. Bahan awal dan bahan pengemas hendaklah diuji ulang terhadap identitas,
kekuatan, mutu dan kemurnian, sesuai kebutuhan, misalnya setelah disimpan lama,
atau terpapar ke udara, panas atau kondisi lain yang mungkin berdampak buruk
terhadap mutu.
Penyimpanan Produk Antara, Produk Ruahan dan Produk jadi
Produk antara, produk ruahan dan produk jadi hendaklah dikarantina selama
menunggu hasil uji mutu dan penentuan status. Tiap penerimaan hendaklah diperiksa
untuk memastikan bahwa bahan yang diterima sesuai dengan dokumen pengiriman.
Tiap wadah produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang diserahkan ke area
penyimpanan hendaklah diperiksa kesesuaian identitas dan kondisi wadah. Bila
identitas atau kondisi wadah produk antara, produk ruahan dan produk jadi diragukan
atau tidak sesuai dengan persyaratan identitas atau kondisinya, wadah tersebut
hendaklah dikirim ke area karantina. Selanjutnya pihak Pengawasan Mutu hendaklah
menentukan status produk tersebut.
1.Mencegah terjadinya mixed up, budaya 5R jika dilaksanakan dengan baik akan
menciptakan lingkungan kerja yang memungkinkan terhindar dari mixed up. Prinsip R
Ringkas pertama misalnya, kita harus menyingkirkan barang barang yang memang
tidak diperlukan untuk pekerjaan yang dilakukan, disusul R kedua yang berarti rapih
artinya barang atau peralatan disusun secara systematis sehingga memudahkan
dalampekerjaan, semua ini sangat sejalan dengan prinsip GMP. Bukankan menurut
prinsip CPOB dalam setiap tahap produksi harus dilakukan line clearance yang secara
prinsip sangat sejalan dengan R pertama dan R kedua
2.Mencegah terjadinya cross contamination. Cross contamination dapat terjadi melalui
berbagai cara, salah satunya adalah system penempatan bahan atau peralatan yang
tidak sesuai. Misalnya tidak dipisahkan antara scope bersih dan scope bekas di ruang
timbang. Dalam hal ini prinsip 5R sangat penting sekali dilaksanakan.
3.Mencegah tejadinya kesalahan prosedur . Dengan suasana kerja yang ringkas, dan
barang barang yang tersusun secara systematis, serta peralatan dan lingkungan yang
resik makan kesalahan prosedur dapat dicegah. Line celarance adalah hal pertama yang
harus dilakukan setiap memulai aktifitas produksi.
4.Menjaga kebersihan, dimana hal ini sangat mutlak diperlukan. Dalam CPOB aspek
kebersihan mulai dari personel higiene, kebersihan peralatan sampai dengan
lingkungan kerja merupakan hal yang sangat ditekankan
5.Menjaga kebersihan peralatan, budaya menjaga peralatan agar selalu resik, dapat
mencegah kontaminasi silang dari produk sebelumnya serta dari cemaran mikroba atau
bahan bahan asing lainnya.
6.Menjaga kelaikan mesin, sehingga setiap ada penyimpangan dapat terdeteksi sejak
awal sehingga kaulitas produk dapat selalu terjaga. Personel yang sangat
memperhatikan kondisi mesinnya adalah faktor penentu konsistensi proses dan
kualitas produk.
12.Memudahkan sistem pengwasan mutu, managemen visual adalah hal yang mendasar
dalam system pengawasan, dibalik lingkungan kerja atau tumpukan peralatan yang
berantakan selalu tersembunyi kesalahan.
13.mempersingkat delivery time, lingkungan kerja yang bersih dan tersusun secara
systematis mengurangi aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah (non added value
activity)
14.Mensuskeskan audit, biasanya hal pertama yang paling berkesan bagi seorang
auditor adalah kebersihan dan kerapihan
Daftar Pustaka
Anonim, 2011, GMP and 5S, http://solucinum.wordpress.com/2011/11/21/gmp-and-
5s/, Diakses 15 Juni 2012.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. Petunjuk Operasional Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik, 2001, Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006, Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB). Jakarta.
A. Industri Farmasi
Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industry bahan baku obat. Industri farmasi
sebagai industry penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang memenuhi
persyaratan khasiat, keamanan dan mutu dalam dosis yang digunakan untuk tujuan pengobatan.
Karena menyangkut soal nyawa manusia, industry farmasi dan produknya diatur secara ketat.
Industri farmasi di Indonesia diberlakukan persyaratan yang diatur dalam CPOB (Manajemen
Industri Farmasi, 2007)
Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industry farmasi. Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan No.245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi, untuk memperoleh izin usaha farmasi
diperlukan tahap persetujuan prinsip. Persetujuan prinsip diberikan kepada pemohon untuk dapat
langsung melakukan persiapan-persiapan, usaha pembangunan, pengadaan pemasangan instalasi,
dan produksi percobaan. Izin usaha industry farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap
berproduksi sesuai persyaratan CPOB.
Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB sesuai dengan ketentuan Keputusan
Menteri Kesehatan No.43/Menkes/SK/II/1998. Industri farmasi wajib memperkerjakan sekurag-
kurangnya dua orang apoteker warga Negara Indonesia, satu sebagai penanggung jawab
produksai dan lainnya sebagai penanggung jawab mutu. Industri farmasi yang telah memenuhi
persyaratan CPOB diberikan sertifikat CPOB.
B. CPOB
CPOB kepanjangan dari Cara Pembuatan Obat yang Baik. CPOB secara singkat dapat
didefinisikan suatu ketentuan bagi industri farmasi yang dibuat untuk memastikan agar mutu
obat yang dihasilkan sesuai persyaratan yang ditetapkan dan tujuan penggunaannya. Pedoman
CPOB disusun sebagai petunjuk dan contoh bagi industry farmasi dalam menerapkan cara
pembuatan obat yang baik untuk seluruh aspek dan rangkaian proses pembuatan obat. CPOB
mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
Good Manufacturing Practice (GMP)-Cara Pembuatan Obat Biak (CPOB) adalah sistem
yang memastikan produk dibuat dan dikontrol secara konsisten sesuai kualitas standar. Dibuat
untuk meminimalkan resiko pada produk farmasi yang tidak dapay disingkirkan lagi pada saat
produk diuji saat sudah jadi. Resiko utama adalah kontaminasi, menyababkan gangguan
kesehatan bahkan kematian; label yang tidak benar; bahan aktif yang terlalu sedikit atau terlalu
banyak, berakibat pengobatan tidak efektif atau memnimbulkan efek samping. CPOB meliputi
semua proses produksi; mulai dari bahan awal, tempat dan alat sampai pelatihan dan kebersihan
pekerja. Prosedur tertulis dari tiap proses produksi adalah komponen penting yang dapat
mempegaruhi kualitas akhir dari produk. WHO telah mengeluarkan panduan untuk CPOB.
Industri farmasi harus membuat obat sedemikain rupa agar sesuai dengan tujuna
pengguanaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi)
dan tidak menimbulkan resiko yang memebahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu
rendah atau tidak bertanggung jawab. Untuk pencapaian tujuan ini melalui “Kebijakan Mutu”
yang memerlukan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para
pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat
diandalakan diperlukan manajemen mutu yang di desain secara menyeluruh dan diterapkan
secara benar.
Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat penting untuk menjamin
bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan obat secara sembarangan tidak
dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau
memelihara kesehatan.
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem
pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industry
farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang
memadai untuk melaksanakan tugas. Tiap personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan
memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan termasuk instruksi mengenai hygiene yang
berkaitan dengan pekerjan.
a. Persyaratan Industri Farmasi
Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi, karena itu industri
tersebut wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oeleh Menteri Kesehatan.
Persyaratan industri farmasi tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
245//Menkes/SK/V/1990 adalah sebagai berikut :
Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum berbentuk Perseroan
Terbatas atau Koperasi
Memiliki rencana investasi
Memiloki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi persyaratan CPOB sesuai dengan
ketentuan SK Menteri Kesehatan N0. 43/Menkes/SK/II/1988
Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib mempekerjakan secara tetap sekurang-
kurangnya dua orang apoteker Warga Negara Indonesia, masing-masing sebagai penanggung
jawab produksidan penanggng jawab pegawasan mutu sesuai dengan persyaratan CPOB
Obat jadi yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan setelah memperoleh izin
edar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
PERSONALIA
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan system
pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri
farmasi bertanggungjawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang
memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab
masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan
memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai hygiene yang
berkaitan dengan pekerjaan.
Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman
praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang
berlebihan untuk menghindari resiko terhadap mutu obat.
Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari
personil pada posisi penanggungjawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis.
Tugas mereka boleh didelegasikan kepad wakil yang ditunjuk serta mempunyao tingkat
kualifikasi yang memadai. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan
ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas.
Personil Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan
kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh personil
pumawaktu. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) /
kepala bagian Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain. Beberapa fungsi
yang disebut dalam butir-butir 2.5, 2.6 dan 2.7 bila perlu dapat didelegasikan.
Pelatihan CPOB
Sejalan dengan Visi dan Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan, untuk melindungi
masyarakat dari risiko penggunaan produk terapetik yang tidak memenuhi syarat mutu,
keamanan dan khasiat maka perlu dilakukan pengawasan yang lebih intensif terhadap industri
farmasi. Pengawasan dimaksud ditekankan pada pengawasan terhadap pemenuhan persyaratan
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Tentu dalam pelaksanaannya dibutuhkan tenaga
pengawas mencakup inspektur dan spesialis yang kompeten di bidangnya.
Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena
tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk
personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya
dapat berdampak pada mutu produk. Seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan
pembuatan obat dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk ke daerah pembuatan
obat, hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu mengenai kegiatan tertentu yang sesuai
dengan tugasnya maupun mengenai prinsip CPOB.
Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru hendaklah
mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah
juga diberikan, dan efektifitas penerapannya hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah
tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing. Catatan pelatihan
hendaklah disimpan.
Pelatihan hendaklah diberikan oleh tenaga kompeten. Pelatihan spesifik hendaklah
diberikan kepada personil yang bekerja di area dimana pencemaran merupakan bahaya, misalnya
area bersih atau area penanganan bahan berpotensi tinggi, toksik atau bersifat sensitisasi.
Pengunjung atau personil yang tidak mendapat pelatihan sebaiknya tidak masuk ke area
produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Bila tidak dapat dihindarkan, hendaklah mereka
diberi penjelasan lebih dahulu, terutama mengenai hygiene perorangan dan pakaian pelindung
yang dipersyaratkan serta diawasi dengan ketat.
Setelah mengadakan pelatihan, prestasi karyawan hendaklah dinilai utuk menentukan
apakah mereka elah memiliki kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan tugas yang
diberikan kepadanya.
Konsep Pemastian Mutu dan semua tindakan yang tepat untuk meningkatkan pemahaman
dan penerapannya hendaklah dibahas secara mendalam selama pelatihan. Pelatihan hendaklah
diberikan oleh orang yang terkualifikasi.