Pembelian bahan awal adalah suatu aktifitas penting dan oleh karena itu hendaklah
melibatkan staf yang mempunyai pengetahuan khusus dan menyeluruh perihal pemasok.
Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi
spesifikasi yang relevan, dan bila memungkinkan, langsung dari produsen. Dianjurkan agar
spesifikasi yang dibuat oleh pabrik pembuat untuk bahan awal dibicarakan dengan pemasok.
Sangat menguntungkan bila semua aspek produksi dan pengawasan bahan awal tersebut,
termasuk persyaratan penanganan, pemberian label dan pengemasan, juga prosedur
penanganan keluhan dan penolakan, dibicarakan dengan pabrik pembuat dan pemasok.
Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan
hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan atau
penyerahan, tanggal pelulusan dan tanggal daluwarsa bila ada. Sebelum diluluskan untuk
digunakan, tiap bahan awal hendaklah memenuhi spesifikasi dan diberi label dengan nama
yang dinyatakan dalam spesifikasi. Singkatan, kode ataupunnama yang tidak resmi hendaklah
tidak dipakai. Tiap pengiriman atau bets bahan awal hendaklah diberi nomor rujukan yang
akan menunjukkan identitas pengiriman atau bets selama penyimpanan dan pengolahan.
Nomor tersebut hendaklah jelas tercantum pada label wadah untuk memungkinkan akses ke
catatan lengkap tentang pengiriman atau bets yang akan diperiksa. Apabila dalam satu
pengiriman terdapat lebih dari satu bets maka untuk tujuan pengambilan sampel, pengujian
dan pelulusan, hendaklah dianggap sebagai bets yang terpisah. Pada tiap penerimaan
hendaklah dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan
segelnya, ceceran dan kemungkinan adanya kerusakan bahan, dan tentang kesesuaian catatan
pengiriman dengan label dari pemasok. Sampel diambil oleh personil dan dengan metode
yang telah disetujui oleh kepala bagian Pengawasan Mutu.
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan
pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri
hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk
menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara
independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi
penerapan CPOB secara obyektif.Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di
samping itu, pada situasi khusus,misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau
terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan.
Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak
lanjut yang efektif.
Hendaklah dibuat instruksi tertulis untuk inspeksi diri yang menyajikan standar persyaratan
minimal dan seragam. Daftar ini hendaklah berisi pertanyaan mengenai ketentuan CPOB
yang mencakup antara lain:
Personalia;
Bangunan termasuk fasilitas untuk personil;
Perawatan bangunan dan peralatan;
Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi;
Peralatan;
Pengolahan dan pengawasan selama-proses;
Pengawasan Mutu;
Dokumentasi;
Sanitasi dan higiene;
Program validasi dan revalidasi;
Kalibrasi alat atau sistem pengukuran;
Prosedur penarikan kembali obat jadi;
Penanganan keluhan;
Pengawasan label; dan
Hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan.
Aspek-aspek tersebut hendaklah diperiksa secara berkala menurut program yang telah
disusun untuk memverifikasi kepatuhan terhadap prinsip Pemastian Mutu.
Semua bahan dan produk hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah
risiko kecampurbauran atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.
Bahan dan produk hendaklah diletakkan tidak langsung di lantai dan dengan jarak yang
cukup terhadap sekelilingnya. Bahan dan produk hendaklah disimpan dengan kondisi
lingkungan yang sesuai. Penyimpanan yang memerlukan kondisi khusus hendaklah
disediakan.
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang
Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya.Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang
berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai
dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan Mutu mencakup
pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan
prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan,
dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai
mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada
kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan
mutu produk. Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang
fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan
Produk Kembalian
Produk yang dikembalikan dari peredaran dan telah lepas dari pengawasan industri pembuat
hendaklah dimusnahkan. Produk tersebut dapat dijual lagi, diberi label kembali atau
dipulihkan ke bets berikut hanya bila tanpa keraguan mutunya masih memuaskan setelah
dilakukan evaluasi secara kritis oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)
sesuai prosedur tertulis. Evaluasi tersebut meliputi pertimbangan sifat produk, kondisi
penyimpanan khusus yang diperlukan, kondisi dan riwayat produk serta lama produk dalam
peredaran. Bilamana ada keraguan terhadap mutu, produk tidak boleh dipertimbangkan untuk
didistribusikan atau dipakai lagi, walaupun pemrosesan ulang secara kimia untuk
memperoleh kembali bahan aktif dimungkinkan. Tiap tindakan yang diambil hendaklah
dicatat dengan baik.
Obat dan Bahan Obat yang dibuat dan/atau diedarkan oleh Pemilik Izin wajib
memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu serta informasi produk.
(2) Standar dan/atau persyaratan mutu Obat dan Bahan Obat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas: a. farmakope Indonesia; b. Metode Analisis; dan/atau c. standar dan/atau
persyaratan mutu lain. (3) Standar dan/atau persyaratan mutu lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c dapat berupa Monografi.
Obat dan Bahan Obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib memenuhi
standar dan/atau persyaratan mutu sebagaimana diatur dalam farmakope Indonesia. (2)
Dalam hal metode analisis tidak tercantum dalam farmakope Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pendaftar dan/atau Pemilik Izin wajib menggunakan Metode Analisis
untuk pengujian Obat dan Bahan Obat. (3) Metode Analisis untuk pengujian Obat dan Bahan
Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk pertama kali ditetapkan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan
ini. (4) Dalam hal standar dan/atau persyaratan mutu tidak tercantum dalam farmakope
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Pendaftar dan/atau Pemilik Izin
wajib menggunakan Monografi Obat dan Bahan Obat serta farmakope referensi. (5)
Monografi Obat dan Bahan Obat serta farmakope referensi sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) untuk pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini. (6) Dalam hal metode analisis
terdapat dalam farmakope Indonesia, namun berdasarkan hasil pengujian mutu dengan
pengukuran yang sama menggunakan Metode Analisis yang dikembangkan dan ditetapkan
berdasarkan farmakope diperoleh hasil yang lebih spesifik dan/atau akurat maka Pendaftar
dan/atau Pemilik Izin wajib menggunakan Metode Analisis yang dikembangkan dan
ditetapkan berdasarkan farmakope. (7) Metode Analisis yang dikembangkan dan ditetapkan
berdasarkan farmakope sebagaimana dimaksud pada ayat (6) untuk pertama kali ditetapkan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Badan ini. (8) Ketentuan mengenai perubahan Metode Analisis untuk pengujian
Obat dan Bahan Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Monografi Obat dan Bahan Obat
serta farmakope referensi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dan/atau Metode Analisis
yang dikembangkan dan ditetapkan berdasarkan farmakope sebagaimana dimaksud pada ayat
(7) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan
keluhan dan penarikan Kembali
PRINSIP
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan
obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus
yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali
produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif.
KELUHAN
Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk menangani keluhan dan
memutuskan tindakan yang hendak dilakukan bersama staf yang memadai untuk
membantunya. Apabila personil tersebut bukan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu), maka ia hendaklah memahami cara penanganan seluruh keluhan, penyelidikan atau
penarikan kembali produk.
Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, evaluasi, tindak lanjut yang
sesuai, termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali produk, dalam menanggapi keluhan
terhadap obat yang diduga cacat.
Penanganan keluhan dan laporan suatu produk termasuk hasil evaluasi dari penyelidikan serta
tindak lanjut yang dilakukan hendaklah dicatat dan dilaporkan kepada manajemen atau
bagian yang terkait. Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk hendaklah dicatat
yang mencakup rincian mengenai asal usul keluhan dan diselidiki secara menyeluruh dan
mendalam. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah dilibatkan dalam pengkajian masalah
tersebut.
Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka hendaklah dipertimbangkan
untuk memeriksa bets lain untuk memastikan apakah bets lain juga terpengaruh. Khusus bets
yang mengandung hasil pengolahan ulang dari bets yang cacat hendaklah diselidiki.
Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan keluhan mengenai suatu
produk hendaklah dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut ini mencakup:
tindakan perbaikan bila diperlukan;
penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersangkutan; dan
tindakan lain yang tepat.
Catatan keluhan hendaklah dikaji secara berkala untuk mengidentifikasi hal yang spesifik
atau masalah yang berulang terjadi, yang memerlukan perhatian dan kemungkinan penarikan
kembali produk dari peredaran. Badan POM hendaklah diberitahukan apabila industri farmasi
mempertimbangkan tindakan yang terkait dengan kemungkinan kesalahan pembuatan,
kerusakan produk, pemalsuan atau segala hal lain yang serius mengenai mutu produk.