Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN PADA SISTEM

RESPIRASI (HEMOPNEUMOTHORAX)
Ditunjukan untuk memenuhi salah satu tugas KMB I

Disusun oleh : - Resma Hermawati

- Rifki Andi Nurjaya

Program Studi Diploma Keperawatan

Stikes Budi Luhur Cimahi


1. DEFINISI

Hemothorax adalah kondisi adanya darah pada cavum pleura. Hemothorax sering
dikaitkan dengan trauma tembus thoraks atau trauma tumpul yang disertai cedera skeletal.
Penyebab lain yang lebih jarang misalnya penyakit pada pleura, induksi iatrogenik, atau
hemothorax spontan. [1-3]Diagnosis dari hemothorax harus dicurigai pada seluruh pasien
yang datang ke IGD dengan trauma torakoabdominal tajam dan tumpul. Jika ada
kemungkinan hemothorax yang tinggi atau mengancam nyawa, dokter boleh melakukan
intervensi terlebih dulu sebelum melakukan pemeriksaan penunjang. Untuk evaluasi
awal, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah foto polos thorax. [2]Semua
hemothoraks, tanpa mempertimbangkan ukurannya, harus didrainase. Percobaan drainase
inisial pada hemothoraks sebaiknya dilakukan menggunakan kateter interkostal. Apabila
hemothorax tetap persisten, maka dilakukan video-assisted thoracoscopic surgery
(VATS). [4]Komplikasi yang sering terjadi pada pasien hemothorax adalah retained
hemothorax, empiema, dan fibrothorax yang dapat menyebabkan lung entrapment hingga
gagal napas.

2. ETIOLIGI

Etiologi hemothorax berdasarkan jenisnya dapat dibedakan menjadi hemothorax yang


disebabkan oleh trauma benda tumpul maupun tajam, hemothorax iatrogenik, dan
hemothorax spontan. Hemothorax yang disebabkan oleh trauma benda tumpul maupun
tajam merupakan penyebab tersering dari hemothorax di mana diperkirakan terjadi pada
60% pasien multi trauma dan 20-25% menjadi mortalitas terkait trauma. [1,2,7]
Hemothorax iatrogenik dan hemothorax spontan lebih jarang terjadi dibandingkan
hemothorax akibat trauma. Hemothorax iatrogenik dapat disebabkan oleh komplikasi dari
pembedahan kardiopulmonal, pemasangan kateter jugular atau subklavia, dan biopsi paru.
Sedangkan hemotorax spontan umumnya disebabkan oleh ruptur dari adhesi pleura,
neoplasma, metastasis paru, ataupun komplikasi dari terapi antikoagulan untuk emboli
paru. [1,7] Penyebab lain yang jarang dilaporkan yang mengakibatkan hemothorax
spontan adalah aneurisma arteri thoracic seperti aorta, mammarian arteri, dan arteri
interkostal, ruptur dari malformasi pembuluh darah pulmonal, endometriosis, dan
eksostoses. [7]

Faktor Risiko

Faktor risiko hemothorax dapat dibagi menjadi traumatik dan nontraumatik.


TraumatikPasien dengan trauma bagian dada erat kaitannya dengan hemothorax, di mana
diperkirakan terjadi pada 60% pasien dengan multitrauma. Hemothorax yang disebabkan
oleh trauma dapat dibedakan menjadi 2, yaitu trauma tumpul dan trauma tajam. [6,8]
Non Traumatik

Faktor risiko nontraumatik dari hemothorax dapat digolongkan menjadi empat,


yaitu:Pneumothorax: Pneumothorax merupakan faktor risiko paling sering terjadinya
hemothorax, dengan angka kejadian 5% pasien pneumothorax akan mengalami
hemothorax. Koagulopati: Masalah koagulopati yang dapat menyebabkan hemothorax
adalah konsumsi obat antikoagulan dan penyakit kongenital seperti Glanzmann
thromboastenia, hemofilia, dan thromboastenia Vaskular: Hemothorax yang disebabkan
oleh gangguan vaskular umumnya berasal dari rupturnya descending thoracic aorta.
Hipertensi dan kelainan kongenital pada aorta juga dapat menjadi faktor risiko terjadinya
hemothorax karena dapat menyebabkan diseksi aorta atau aneurisma. Neoplasia:
Keganasan dapat menyebabkan terjadinya hemothorax karena pengaruh lokasi neoplasia
serta metastasisnya. Beberapa contoh keganasan yang dapat menyebabkan hemothorax
antara lain angiosarcoma, schwannoma, thymoma, dan [3]

3. TANDA DAN GEJALA

Gejala-gejala yang sering ditimbulkan meliputi:

nyeri dada mendadak yang memburuk setelah batuk atau menarik napas dalam-dalam

kesulitan bernafas atau sulit bernapas (dispnea)

sesak napas

sesak dada

takikardia (denyut jantung cepat)

kulit pucat atau biru yang disebabkan oleh kekurangan oksigen

Rasa sakit hanya dapat terjadi di kedua sisi atau hanya di sisi di mana trauma atau cedera
telah terjadi.

4. KLASIFIKASI

Hematotoraks dibagi berdasarkan klasifikasi sebagai berikut:

• Hematotoraks kecil: yang tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto
rontgen, perkusi pekak sampai iga IX. Jumlah darah sampai 300 ml.

• Hematotoraks sedang: 15–35 % tertutup bayangan pada foto rontgen, perkusi pekak
sampai iga VI. jumlah darah sampai 800 ml.

• Hematotoraks besar: lebih 35 % pada foto rontgen, perkusi pekak sampai cranial, iga
IV. Jumlah darah sampai lebih dari 800 – 1500 ml.
5. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi hemothorax didasari adanya gangguan pada struktur intrapleura maupun


ekstrapleura. Keparahan hemothorax bergantung pada lokasi cedera dan banyaknya
darah. [1,6]

A. Trauma tajam ataupun tumpul.

Hal ini bisa terjadi apabila trauma tumpul dapat menimbulkan fraktur tulang iga,
sehingga terjadi robekan pembuluh darah interkostalis dan juga menimbulkan robekan
pada jaringan paru.

B. Robekan aneurisma aorta.

C. Komplikasi karena pemberian obat antikoagulansia pada infark paru.

D. Pada penderita dengan kelainan “haemorrhagic diathesis ”.

E. Komplikasi pada operasi thoraks.

Pathway
6. KOMPLIKASI

A. Kehilangan darah.

B. Kegagalan pernapasan

7. PENATALAKSANAAN

Prosedur PENATALAKSANAAN

Kematian penderita hemothorax dapat disebabkan karena banyaknya darah yang hilang
dan terjadinya kegagalan pernapasan.Kegagalan pernapasan disebabkan adanya sejumlah
besar darah dalam rongga pleura menekan jaringan paru serta berkurangnya jaringan paru
yang melakukan ventilasi.

Maka pengobatan hemothorax sebagai berikut : Pengosongan rongga pleura dari darah.

1. Menghentikan perdarahan.

2. keadaan umum.

1. Dipasang “Chest tube” dan dihubungkan dengan system WSD, hal ini dapat
mempercepat paru mengembang.

2. Apabila dengan pemasangan WSD, darah tetap tidak behenti maka dipertimbangkan
untuk thorakotomi.

3. Pemberian oksigen 2 – 4 liter/menit, lamanya disesuaikan dengan perubahan klinis,


lebih baik lagi apabila dimonitor dengan analisa gas darah. Usahakan sampai gas darah
penderita normal kembali. Pemberian tranfusi darah : dilihat dari adanya penurunan Hb.

Sebagai patokan dapat dipakai perhitungan sebagai berikut, setiap 250 cc darah (dari
penderita dengan Hb 15 g %) dapat menaikkan ¾ g % Hb. Diberikan dengan tetesan
normal kira-kira 20 –30 tetes / menit dan dijaga jangan sampai terjadi gangguan pada
fungsi jantung atau menimbulkan gangguan pada jantung.

4. Pemberian antibiotika, dilakukan apabila ada infeksi sekunder

- Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur.

- Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit gawat, maka
penderita dapat diberi “broad spectrum antibiotic ”, misalnya Ampisillin dengan dosis 250
mg 4 x sehari.

5. Juga dipertimbangkan dekortikasi apabila terjadi penebalan pleura


8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang sangat penting dalam diagnosis hemothorax, karena dapat


mengidentifikasi adanya darah di rongga pleura, serta membedakan darah dengan udara
ataupun cairan lain.

A.Rontgen Thorax Pemeriksaan rontgen thorax dalam posisi erect adalah pemeriksaan
penunjang inisial pilihan untuk evaluasi hemothorax. Namun, apabila pasien tidak bisa
diperiksa dengan posisi tegak, maka posisi supinasi boleh digunakan. Pada pasien
dengan hemothorax akan didapatkan gambaran lusensi yang membuat gambaran tumpul
pada sudut kostofrenikus. Darah dalam jumlah yang sedikit, sulit diidentifikasi
menggunakan rontgen thorax karena terhalang oleh diafragma atau viscera abdomen.
Selain itu, rontgen posisi supinasi juga akan menyulitkan diagnosis karena darah akan
menyebar pada lapisan cavum pleura dan mungkin hanya muncul sebagai kabut kecil
yang samar. [2]

B. CT Scan

CT scan digunakan pada perdarahan yang sangat sedikit sehingga gambaran rontgen
thorax meragukan, atau pada keadaan dimana gambaran rontgen thorax menunjukkan
hemothorax persisten. Adanya hasil CT scan yang menunjukkan cairan pada cavum
pleura harus dianggap sebagai darah, sampai terbukti bukan. [2,4,6]

C. USG

Dalam dekade terakhir, ultrasonografi (USG) umum digunakan pada situasi gawat darurat
sebagai alat diagnostik pertama di unit trauma. Kelebihan dari ultrasonografi adalah dapat
mendeteksi hemothorax lebih cepat dibandingkan rontgen thorax maupun CT scan.
Dilaporkan bahwa USG memiliki sensitivitas 92% dan spesifisitas 100% dalam
mendeteksi hemothorax. [2] Kekurangan dari USG adalah alat ini tidak dapat mendeteksi
cedera yang terkait dengan hemothorax yang dapat diidentifikasi melalui rontgen dan CT
scan, seperti adanya fraktur, pembesaran mediastinum, serta pneumothorax

9. PENGKAJIAN

Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breathing)
 Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi serta penggunaan otot bantu pernapasan. Gerakan
pernafasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang
sakit), iga melebar, rongga dada asimehbmjtris (lebih cembung disisi yang sakit).
Pengkajian batuk yang produktif denga sputum yang yang purulent. Trakea dan jantung
tergolong ke sisi yang sehat
 Palpasi
Taktil fremitus menurun di sisi yang sakit, Disamping itu, pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang
antar iga bisa saja normal atau melebar.
 Perkusi
Suara ketuk pada sisi yang sakit hipersonor sampai timpani. Bbatas jantung terdorong
kea rah thoraks yang sehat apabila tekanan intrapleura tinggi.
 Aukultasi
Suara napas menurun sampai ke sisi yang sakit.
b. B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak pneumothoraks pada status kardiovaskular yang
meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi. Tekanan darah dan pengisian kapiler CRT.
c. B3 ( Brain)
Pada inspeksi, tingkat kjesadaran perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga pemeriksaan
GCS, apakah compos mentis, samnolen atau komo
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urin berhubungan dengan intake cairan. Perawat perlu
memonitor adanya oluguri yang merupakan tanda awal dari syok.
e. B5 ( Bowel)
Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu makan
dan penurunan berat badan.
f. B6 (Bone)
Pada trauma dirusuk dada, sering didapatkan adanya kerusakan otot dan jaringan lunak
dada sehingga meningkatkan risiko infeksi. Klien sering di jumpai mengalami gangguan
dalam pe menuhan kebutuhan sehari-hari disebabkan adanya sesak napas, kelemahan dan
keletihan fisik secara umum.

10. ANALISA DATA


No Data Etiologi Masalah
1. DS : Mengenai rongga Pola Nafas tidak
- Penolong mengatakan pasien toraks sampai rongga efektif
muntah darah pleura, udara bisa
DO : masuk
- Suara napas ngorok (pneumothorax)
- Lender dan gumpalan darah di
mulut pasien
- Frekuensi nafas 35x / menit Karena tekanan
negative intrapleural
maka udara luar akan
gterhisap masuk
kerongga pleura
(sucking wound)

Oper pneumothoraks
Close
peneumothoraks
Tension
peneumothorks

Tek. Pleura
meningkat terus
Sukar bernafas atau
bernafas berat

WSD/Bullow
Drainage
2. DS : Terjadi robekan Nyeri
- Penolong mengatakan ada pembuluh darah
bengkak dan jejas pada pasien intercostal. Pembuluh
Do : darah jaringan paru-
- Tampak ada bengkak dan jejas paru
pada dada pasien
- Pengkajian PQRST
Wilayah: Tanpak ada bengkak dan Pendarahan jaringan
jejas di dada pasien intersititium
perarahan
intraalveolar diikuti
kolaps kapiler kecil-
kecil dan atelektasi

Tahanan perifer
pembuluh paru naik
(aliran darah turun)

- Ringan kurang
300cc . . . di punksi
- Sedang 300-800cc .
. . di pasang drain
- Berat lebih 800cc . .
. torak otomi

Mendesak paru-paru
(kompresi dan
dekompresi)
pertukuran gas
berkurang

- Sesak napas yang


progresif
- Nyeri pernafasan
- Bising napas tak
terdengar
- Nadi cepat/lemah
- Anemis/pucat
WSD/Bullow
drainage

11. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosis hemothorax ditegakkan jika ditemukan darah pada cavum pleura. para cavum
pleura seperti efusi fleura dan ampiema. Pada anamnesis dapat ditanyakan mekanisme
trauma, dan apabila bukan disebabkan oleh trauma maka gali faktor risiko pasien.
Rontgen thorax dalam posisi erect adalah pemeriksaan penunjang pilihan dalam kasus
cedera thorax.

A. Anamnesis

Pada pasien dengan suspek hemothorax, riwayat yang perlu dibedakan adalah apakah
penyebab hemothorax traumatik atau nontraumatik. Apabila pasien datang dengan
trauma, maka tanyakan mekanisme trauma, serta riwayat pembedahan pada regio thorax
sebelumnya. Apabila penyebab hemothorax dicurigai nontraumatik maka tanyakan faktor
risiko pasijien. Nyeri dada dan sesak merupakan gejala paling sering dikeluhkan pada
pasien hemothorax. Namun, bila darah yang terakumulasi di rongga pleura sangat
banyak, akan didapatkan gejala syok. [1,6]

B. Pemeriksaan Fisik

Temuan pemeriksaan fisik pada kasus hemothorax bervariasi tergantung dari


penyebabnya. Hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan fisik adalah sering
terlewatnya perdarahan apabila <500 ml pada regio sudut kostofrenikus, terutama jika
pasien diperiksa dalam posisi supinasi. Maka dari itu pemeriksaan fisik pada pasien
hemothorax sebaiknya dilakukan pada posisi duduk atau posisi Trendelenburg. Pada
pemeriksaan fisik akan didapatkan dyspnea dan tachypnea. Kemudian pada auskultasi
dapat terdengar suara napas ipsilateral atau redupnya suara napas pada lobus bawah paru,
dan pada perkusi akan terdengar dull.

Apabila terjadi syok, akan didapatkan hipotensi, takikardi, dan tanda gangguan perfusi
lainnya. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan multitrauma atau cedera thorax, perlu
ditentukan apakah terdapat jejas atau diskontinuitas tulang yang merupakan faktor risiko
hemothorax.

C. Efusi Pleura

Efusi pleura merupakan akumulasi cairan yang berlebih dan terdapat pada rongga pleura
yang diakibatkan oleh produksi yang berlebih serta rendahnya absorpsi cairan pada paru-
paru. Untuk membedakan efusi pleura dan hemothorax dapat dilakukan analisis cairan
pleura, bila terdapat >50% hematokrit, maka dapat digolongkan sebagai hemothorax. [10-
11].
D. Empiema

Empiema adalah kondisi di mana terdapat cairan purulent pada rongga pleura. Hal ini
umumnya dikaitkan dengan pneumonia, namun dapat juga berupa komplikasi lanjutan
dari tindakan bedah thorax atau trauma pada thorax. Untuk membedakan empiema dan
hemothorax dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis empiema dapat
ditegakkan apabila terdapat:

Drainase purulent

Kultur positif dari cairan pleura

Leukosit >50.000/mmc

LDH pada pleura >1000 IU/L

pH < 7.2

Glukosa < 40mg/dL [10,12]

12. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Kriteria / Hasil Intervensi Rasional


Ketidak efektifan jalan  Memperlihatkan Observasi 1 Meningkatkan
nafas b.d penurunan pola nafas -monitor pola napas inspoirasi
ekspansi paru normal/efektif (frekuensi, kedalaman maksimal,
dengan GDA usaha napas) meniingkatkan
dalam rentang -monitor bunyi napas ekspansi paru
normal tambahan (mis. dan pentilasi
 Bebas sianosis Gurgling, mengikuti, pada sisi yang
dan bebas gejala wheesung, ronkhi sakit
hypoxia kering)
2.Hiperoksigenasi
 Nyeri berkurang adalah teknik
 Pasien dapat pemberian oksigen
rileks Terapeutik dengan konsentrasi
 Dapat - Pertahankan tinggi (100%) yang
mengidentifikasi kepatenan jalan napas bertujuan untuk
naktifitas yang dengan head-tilt dan menghindari
dapat Chin lift (jaw-thrust jika hipoksemi akibat
meningkatkan curiga trauma servikal) penghisapan lendir
atau menurunkan - posisikan Fowler dan
nyeri semi Fowler 4. Bunyi nafas
- berikan minum hangat - Wheezing (mengi)
-lakukan fisioterapi Adalah bunyi
dada (bila perlu) seperti bersiul,
-lakukan penghisapan kontinu, yang
lendir kurang dari 15 durasinya lebih
detik lama dari krekels.
- lakukan Terdengar selama :
hiperoksigenasi inspirasi dan
sebelum penghisapan ekspirasi, secara
endotrakeal klinis lebih jelas
- Keluarkan sumbatan pada saat ekspirasi.
benda padat dengan
forsep McGill - Ronchi
- beri oksigen jika perlu Adalah bunyi gaduh
yang dalam.
Edukasi Terdengar selama
-anjurkan asupan cairan ekspirasi.
2000 ml/hari, jika tidak
kontra indikasi
-ajarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi
- kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.

Observasi
-identifikasi masalah
pendarahan 1. rongga pleura
- periksa adanya darah adalah rongga tipis
pada muntah, sputum, yang berisi cairan
Mengelola dan feses, urine, di antara dua pleura
2. Mengidentifikasi dan menghentikan kehilangan pengeluaran NGT, dan (viseral dan
mengelola kehilangan darah baik internal drainase luka parietal) dari paru-
darah pada saat terjadi (terjadi didalam tubuh) -perikda ukiran dan paru kiri maupun
pendarahan dicavum maupun eksternal (diluar karakteristik hematoma kanan. Pleura
pleura tubuh) -monitor terjadinya adalah sebuah
pendarahan (sifat dan membran serosa
jumlah) yang terlipat dan
-monitor nilai membentuk dua
hemoglobin dan lapis membran.
hematokrit sebelum dan Pleura bagian luar
setelah kehilangan (parietal) menempel
darah pada dinding
- monitor tekanan darah rongga dada, tetapi
dan parameter terpisah oleh fasia
hrmodinamik (tekanan endotoraks.
vena sentral dan
tekanan baju kapiler 2. Efusi pleura
atau arteri pulmonal) adalah penumpukan
jika ada cairan di rongga
-monitor intake dan pleura, yaitu rongga
output cairan di antara lapisan
-Monitor koagulasi pleura yang
darah (prothrombin membungkus paru-
time (PT) partially paru dengan lapisan
tromboplastin time pleura yang
(PTT), fibrinogen, menempel pada
degradasi fibrin, dan dinding dalam
jumlah trombosit) jika rongga dada
ada

- monitor delivery
oksigen jaringan (mis
PaO2, SaO2,
hemoglobin, dan curah
jantung)
- monitor tanda dan
gejala pendarahan masif

Terapeutik
-istirahatkan area yang
mengalami pendarahan
- lakukan penekanan
atau balut tekan jika
perlu
-tinggikan ekstremitas
yang mengalami
pendarahan
-pertahankan akses Iv

Edukasi
- jelaskan tanda tanda
pendarahan
- anjurkan melapor jika
menemukan tanda-
tanda pendarahan
-anjurkan membatasi
aktivitas

Kolaborasi
-kolaborasi pemberian
cairan jika perlu
- kolaborasi pemberian
transfusi darah jika
perlu

3. Menyiapkan dan Diharapkan mampu Observasi 1 .Obat harus dapat


memberikan agen mengembalikan tekanan - identifikasi berdifusi sehingga
farmakologis melalui negatif intrapleura kemungkinan alergi, dapat berpindah
kateter agar berdifusi sehingga paru dapat interaksi, dan kontra dari satu
pada rongga pleura kembali mengembang indikasi obat. kompartemen ke
dengan leluasa - verifikasi order obat kompartemen
sesuai dengan indikasi lainnya.

-periksa tanggal Sebenarnya, dalam


kadaluarsa obat mentransportasikan
-monitor tanda vital dan suatu obat dari satu
nilai labolatorium kompartemen ke
sebelum pemberian kompartemen
obat jika perlu lainnya tidak hanya
- monitor efek dengan difusi saja.
terapeutik obat 2. Adanya udara
-monitor efek samping atau cairan yang
dan interaksi obat terkumpul di kavum
interpleura dapat
Terapeutik menghambat
-lakukan prinsip 6 benar pengembangan paru
(pasien, obat, dosis, saat bernapas,
waktu, rute, sehingga
dokumentasi) menyebabkan sesak
- pastikan ketepatan dan hipoksia.
posisi kateter
intrapleura dengan
xtray (jika perlu)
-aspirasi cairan
intrapleura sebelum
pemberian obat
- Periksa tidak adanya
darah balik sebelum
pemberian obat
-tunda pemberian obat
jika terdapat >2 CC
cairan balik saat
pengecekan kateter
-sediakan obat secara
aseptik
- berikan obat melalui
kateter intrapleura
secara interkoneksi atau
kontinu, sesuai
kebutuhan
- sambungkan kateter
intrapleura dengan
mesin pompa jika perlu

Edukasi
- jelaskan jenis obat,
alasan pemberian,
tindakan yang
diharapkan, dan efek
samping sebelum
pemberian
- jelaskan faktor dapat
meningkatkan dan
menurunkan efektifitas
obat

13. DAFTAR PUSTAKA


Www.academia.edu
Www.alomedika.com
Alifasalwa.blogspot.com
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar luaran keperawatan Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia
repository.lppm.unila.ac.id ›
"Penatalaksanaan Hematotoraks Sedang Et Causa Trauma Tumpul Management"

Anda mungkin juga menyukai