Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawat merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga
dan masyarakat. Sebagai salah satu tenaga profesional, keperawatan
menjalankan dan melaksanakan kegiatan praktek keperawatan dengan
mengunakan ilmu pengetahuan dan teori keperawatan yang dapat
dipertanggung jawabkan. Dimana ciri sebagai profesi adalah mempunyai
body of knowledge yang dapat diuji kebenarannya serta ilmunya dapat
diimplementasikan kepada masyarakat langsung.
Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah
bentuk implementasi praktek keperawatan yang ditujukan kepada
pasien/klien baik kepada individu, keluarga dan masyarakat dengan tujuan
upaya peningkatan kesehatan dan kesejahteraan guna mempertahankan
dan memelihara kesehatan serta menyembuhkan dari sakit, dengan kata
lain upaya praktek keperawatan berupa promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitasi.
Dalam melakukan praktek keperawatan, perawat secara langsung
berhubungan dan berinteraksi kepada penerima jasa pelayanan, dan pada
saat interaksi inilah sering timbul beberapa hal yang tidak diinginkan baik
disengaja maupun tidak disengaja, kondisi demikian inilah sering
menimbulkan konflik baik pada diri pelaku dan penerima praktek
keperawatan. Oleh karena itu profesi keperawatan harus mempunyai
standar profesi dan aturan lainnya yang didasari oleh ilmu pengetahuan
yang dimilikinya, guna memberi perlindungan kepada masyarakat.
Dengan adanya standar praktek profesi keperawatan inilah dapat dilihat
apakah seorang perawat melakukan malpraktek, kelalaian ataupun bentuk
pelanggaran praktek keperawatan lainnya.

1
Kelalaian (Negligence) adalah salah satu bentuk pelanggaran
praktek keperawatan, dimana perawat melakukan kegiatan prakteknya
yang seharusnya mereka lakukan pada tingkatannya, lalai atau tidak
mereka lakukan. Kelalaian ini berbeda dengan malpraktek, malpraktek
merupakan pelanggaran dari perawat yang melakukan kegiatan yang tidak
seharusnya mereka lakukan pada tingkatanya tetapi mereka lakukan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kelalaian ?
2. Apa saja jenis-jenis kelalaian ?
3. Bagaimana dampak kelalaian ?
4. Apa itu malpraktek ?
5. Apa itu malpraktek dalam keperawatan ?
6. Apa saja masalah etika dalam praktik keperawatan ?
7. Bagaimana penerapan prinsip etik dalam masalah praktik keperawatan ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang kelalaian.
2. Untuk mengetahui berbagai jenis kelalaian.
3. Untuk mengetahui bagaimana dampak kelalaian.
4. Untuk mengetahui apa itu malpraktek.
5. Untuk mengetahui apa itu malpraktek dalam keperawatan.
6. Untuk mengetahui apa saja masalah etika dalam praktik keperawatan.
7. Untuk mengetahui Bagaimana penerapan prinsip etika dalam masalah
praktik keperawatan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kelalaian (Negligence)
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk
dalam arti malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada
unsur kelalaian. Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan
dapat melanggar standar sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang
lain (Sampurno, 2005).
Negligence, dapat berupa Omission (kelalaian untuk melakukan
sesuatu yang seharusnya dilakukan) atau Commission (melakukan sesuatu
secara tidak hati-hati). (Tonia, 1994).Dapat disimpulkan bahwa kelalaian
adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan pada tingkatan
keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan tindakan dibawah
standar yang telah ditentukan. Kelalaian praktek keperawatan adalah
seorang perawat tidak mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu
pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat pasien
atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.

B. Jenis-Jenis Kelalaian
Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai berikut:
1. Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang menlanggar hukum atau
tidak tepat/layak, misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa
indikasi yang memadai/tepat
2. Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat
tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat, misal: melakukan tindakan
keperawatan dengan menyalahi prosedur.
3. Nonfeasance : Adalah tidak melakukan tindakan keperawatan yang
merupakan kewajibannya, misal: pasien seharusnya dipasang pengaman
tempat tidur tapi tidak dilakukan.

3
Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap
tenaga kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi 4 unsur, yaitu:
1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau
untuk tidak melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada
situasi dan kondisi tertentu.
2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban
3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien
sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh
pemberi pelayanan.
4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam
hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan
kewajiban dengan kerugian yang setidaknya menurunkan “Proximate
cause”
Beberapa situasi yang berpotensial menimbulkan tindakan kelalaian dalam
keperawatan diantaranya yaitu : 
1. Kesalahan pemberian obat
2. Mengabaikan keluhan pasien
3. Kesalahan mengidentifikasi masalah klien
4. Kelalaian di ruang operasi
5. Timbulnya kasus decubitus selama dalam perawatan
6. Kelalaian terhadap keamanan dan keselamatan pasien: contoh yang
sering ditemukan adalah  kejadian pasien jatuh yang sesungguhnya
dapat dicegah jika perawat memperhatikan keamanan tempat tidur
pasien. Beberapa rumah sakit memiliki aturan tertentu mengenai
penggunaan alat-alat untuk mencegah hal ini.

C. Dampak Kelalaian
Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak
yang luas, tidak saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak
Rumah Sakit, individu perawat pelaku kelalaian dan terhadap profesi.

4
Selain gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan perdata dalam bentuk
ganti rugi. (Sampurna, 2005).
Bila dilihat dari segi etika praktek keperawatan, bahwa kelalaian
merupakan bentuk dari pelanggaran dasar moral praktek keperawatan baik
bersifat pelanggaran autonomy, justice, nonmalefence, dan
lainnya (Kozier, 1991) dan penyelesainnya dengan menggunakan dilema
etik. Sedangkan dari segi hukum pelanggaran ini dapat ditujukan bagi
pelaku baik secara individu dan profesi dan juga institusi penyelenggara
pelayanan praktek keperawatan,  dan bila ini terjadi kelalaian dapat
digolongan perbuatan pidana dan perdata (pasal 339, 360 dan 361 KUHP

D. Pengertian Malpraktek
Bila dilihat dari definisi diatas maka malpraktek dapat terjadi
karena tindakan yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct
tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang-
mahiran/ketidakkompetenan yang tidak beralasan (Sampurno,
2005). Malpraktek dapat dilakukan oleh profesi apa saja, tidak hanya
dokter, perawat. Profesional perbankan dan akutansi adalah beberapa
profesi yang dapat melakukan malpraktek.
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan
tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti
salah sedangkan “praktek” mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan,
sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah.
Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut
dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka
pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian
dari seorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat
kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien,
yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut
ukuran dilingkungan yang sama. Malpraktek juga dapat diartikan sebagai

5
tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang
tidak mau mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-
prinsip transparansi atau keterbukaan,dalam arti harus menceritakan
secara jelas tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik
pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya yang diberikan.
Malpraktik sangat spesifik dan terkait dengan status profesional
dan pemberi pelayanan dan standar pelayanan profesional. Malpraktik
adalah kegagalan seorang profesional (misalnya, dokter dan perawat)
untuk melakukan praktik sesuai dengan standar profesi yang berlaku bagi
seseorang yang karena memiliki keterampilan dan pendidikan (Vestal,
K.W, 1995). Malpraktik lebih luas daripada negligence karena selain
mencakup arti kelalaian, istilah malpraktik pun mencakup tindakan-
tindakan yang dilakukan dengan sengaja (criminal malpractice) dan
melanggar undang-undang. Di dalam arti kesengajaan tersirat adanya
motif (guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau
pidana.

E. Malpraktek Dalam Keperawatan


Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan
malpraktik. Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional
seseorang, misalnya perawat, dokter, atau penasihat hukum. Vestal, K.W.
(l995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik,
apabila penggugat dapat menunujukkan hal-hal dibawah ini :
1. Duty Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu,
kewajiban mempergunakan segala ilmu fan kepandaiannya untuk
menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan
pasiennya berdasarkan standar profesi. Hubungan perawat-klien
menunjukkan, bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar
keperawatan.

6
2. Breach of the duty – Pelanggaran terjadi sehubungan dengan
kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan
menurut standar profesinya. Contoh pelanggaran yang terjadi terhadap
pasien antara lain, kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan
yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
3. Injury – Seseorang mengalami cedera (injury) atau kemsakan (damage)
yang dapat dituntut secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera
sebagai akibat pelanggaran. Kelalalian nyeri, adanya penderitaan atau
stres emosi dapat dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika terkait
dengan cedera fisik.
4. Proximate caused – Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan
atau terk dengan cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang
terjadi secara langsung berhubungan. dengan pelanggaran kewajiban
perawat terhadap pasien).
Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukkan bukti
pada setiap elemen dari keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu
dapat dibuktikan, hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik dan
perawat berada pada tuntutan malpraktik.
Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan
Kesalahan: Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi
3 area yang memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu:
1. Assessment errors (pengkajian keperawatan), termasuk kegagalan
mengumpulkan data atau informasi tentang pasien secara adekuat atau
kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan, seperti data
hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien
yang membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan
data akan berdampak pada ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan
lebih lanjut akan mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam
tindakan. Untuk menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat
mengumpulkan data dasar secara komprehensif dan mendasar.

7
2. Planning errors (perencanaan keperawatan), termasuk hal-hal berikut :
a Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya
dalam rencana keperawatan.
b Kegagalan mengkomunikaskan secara efektif rencana keperawatan
yang telah dibuat.
c Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan
yang disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana
keperawatan.
d Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien.
3. Intervention errors (tindakan intervensi keperawatan)
Untuk menghindari kesalahan ini, sebaiknya rumah sakit tetap
melaksanakan program pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing
Education). Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi
dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yaitu :
a Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori
criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi
rumusan delik pidana,yaitu Perbuatan tersebut (positive act maupun
negative act) merupakan perbuatan tercela. Dilakukan dengan sikap
batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intensional)
misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka
rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu
(pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299
KUHP). Kecerobohan (reklessness) misalnya melakukan tindakan
medis tanpa persetujuan pasien informed consent. Atau kealpaan
(negligence) misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat
atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien saat
melakukan operasi. Pertanggungjawaban didepan hukum pada
criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh
sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada badan
yang memberikan sarana pelayanan jasa tempatnya bernaung.

8
b Civil malpractice
Seorang tenaga jasa akan disebut melakukan civil malpractice
apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan
prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji).
Tindakan tenaga jasa yang dapat dikategorikan civil malpractice
antara lain :
1) Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib
dilakukan.
2) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
tetapi terlambat melakukannya.
3) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
tetapi tidak sempurna.
4) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan. Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat
individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain
berdasarkan principle ofvicarius liability. Dengan prinsip ini
maka badan yang menyediakan sarana jasa dapat bertanggung
gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya selama orang
tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
c Administrative malpractice
Tenaga jasa dikatakan telah melakukan administrative
malpractice manakala orang tersebut telah melanggar hukum
administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power,
pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai
ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi
tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja,
Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga
perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan
yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum
administrasi.

9
F. Masalah Etika Dalam Praktik Keperawatan
Adapun permasalahan etik yang yang sering muncul banyak sekali,
seperti berkata tidak jujur (bohong), abortus, menghentikan pengobatan,
penghentian pemberian makanan dan cairan, euthanasia, transplantasi
organ serta beberpa permasalahan etik yang langsung berkaitan dengan
praktek keperawatan, seperti: evaluasi diri dan kelompok, tanggung jawab
terhadap peralatan dan barang, memberikan rekomendasi pasien pad
dokter, menghadapi asuhan keperawatan yang buruk, masalah peran
merawat dan mengobati (Prihardjo, 1995).Disini akan dibahas sekilas
beberapa hal yang berikaitan dengan masalah etik yang berkaitan lansung
pada praktik keperawatan.
1. Konflik etik antara teman sejawat
Keperawatan pada dasarnya ditujukan untuk membantu pencapaian
kesejahteraan pasien. Untuk dapat menilai pemenuhan kesejahteraan
pasien, maka perawat harus mampu mengenal/tanggap bila ada asuhan
keperawatan yang buruk dan tidak bijak, serta berupaya untuk
mengubah keadaan tersebut. Kondisi inilah yang sering sering kali
menimbulkan konflik antara perawat sebagai pelaku asuhan
keperawatan dan juga terhadap teman sejawat. Dilain pihak perawat
harus menjaga nama baik antara teman sejawat, tetapi bila ada teman
sejawat yang melakukan pelanggaran atau dilema etik hal inilah yang
perlu diselesaikan dengan bijaksana.
2. Menghadapi penolakan pasien terhadap Tindakan keperawatan atau
pengobatan.
Masalah ini sering juga terjadi, apalagi pada saat ini banyak
bentuk-bentuk pengobatan sebagai alternative tindakan. Dan
berkembangnya tehnologi yang memungkinkan orang untuk mencari
jalan sesuai dengan kondisinya. Penolakan pasien menerima
pengobatan dapat saja terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa factor,
seperti pengetahuan, tuntutan untuk dapat sembuh cepat, keuangan,
social dan lain-lain. Penolakan atas pengobatan dan tindakan asuhan

10
keperawatan merupakan hak pasien dan merupakan hak outonmy
pasien, pasien berhak memilih, menolak segala bentuk tindakan yang
mereka anggap tidak sesuai dengan dirinnya, yang perlu dilakukan oleh
perawat adalah menfasilitasi kondisi ini sehingga tidak terjadi konflik
sehingga menimbulkan masalah-masalah lain yang lebih tidak etis.
3. Masalah antara peran merawat dan mengobati
Berbagai teori telah dijelaskan bahwa secara formal peran perawat
adalah memberikan asuhan keperawatan, tetapi dengan adanya berbagai
factor sering kali peran ini menjadai kabur dengan peran mengobati.
Masalah antara peran sebagai perawat yang memberikan asuhan
keperawatan dan sebagai tenaga kesehatan yang melakuka pengobatan
banyak terjadi di Indonesia, terutama oleh perawat yang ada didaerah
perifer (puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Dari hasil penelitian, Sciortio (1992) menyatakan bahwa
pertentangan antara peran formal perawat dan pada kenyataan
dilapangan sering timbul dan ini bukan saja masalah Nasional seperti di
Indonesia, tetapi juga terjadi di Negara-negara lain.Walaupun tidak
diketahui oleh pemerintah, pertentangan ini mempunyai implikasi
besar. Antara pengetahuan perawat yang berhubungan dengan asuhan
keperawatan yang kurang dan juga kurang aturan-aturan yang jelas
sebagai bentuk perlindungan hukum para pelaku asuhan keperawatan
hal inisemakin tidak jelas penyelesaiannya.
4. Berkata Jujur atau Tidak jujur
Didalam memberikan asuhan keperawatan langsung sering kali
perawat tidak merasa bahwa, saat itu perawat berkata tidak jujur.
Padahal yang dilakukan perawat adalah benar (jujur) sesuai kaedah
asuhan keperawatan.
Sebagai contoh: sering terjadi pada pasien yang terminal, saat
perawat ditanya oleh pasien berkaitan dengan kondisinya, perawat
sering menjawab “tidak apa-apa ibu/bapak, bapak/ibu akan baik,
suntikan ini tidak sakit”. Dengan bermaksud untuk menyenangkan

11
pasien karena tidak mau pasiennya sedih karena kondisinya dan tidak
mau pasien takut akan suntikan yang diberikan, tetapi didalam kondisi
tersebut perawat telah mengalami dilema etik. Bila perawat berkata
jujur akan membuat sedih dan menurunkan motivasi pasien dan bila
berkata tidak jujur, perawat melanggar hak pasien.
5. Tanggung jawab terhadap peralatan dan barang
Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah menguntil atau pilfering,
yang berarti mencuri barang-barang sepele/kecil. Sebagai contoh: ada
pasien yang sudah meninggal dan setalah pasien meninggal ada barang-
barang berupa obat-obatan sisa yang belum dipakai pasien, perawat
dengan seenaknya membereskan obat-obatan tersebut dan memasukan
dalam inventarisasi ruangan tanpa seijin keluarga pasien. Hal ini sering
terjadi karena perawat merasa obat-obatan tersebut tidak ada artinya
bagi pasien, memang benar tidak artinya bagi pasien tetapi bagi
keluarga kemungkinan hal itu lain. Yang penting pada kondisi ini
adalah komunikasi dan informai yang jelas terhadap keluarga pasien
dan ijin dari keluarga pasien itu merupakan hal yang sangat penting,
Karena walaupun bagaimana keluarga harus tahu secara pasti untuk apa
obat itu diambil.

G. Penerapan Prinsip Etika Dalam Masalah Praktik Keperawatan


1. Otonomi (Autonomy) prinsi otonomi didasarkan pada keyakinan
bahwaindividu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan
sendiri.(rang dewasa mampu memutuskan sesuatu dan orang lain
harusmenghargainya. (tonomi merupakan hak kemandirian dan
kebebasanindi&idu yang menuntut pembedaan diri. Salah satu contoh
yang tidak memperhatikan otonomi adalah )emberitahukan klien
bahwa keadaanya baik,padahal terdapat gangguanatau penyimpangan
2. Beneficience ( Berbuat Baik ) prinsip ini menentut perawat untuk
melakukan hal yan baik dengan begitu dapat mencegah kesalahan
ataukejahatan. ontoh perawat menasehati klien tentang program

12
latihan untuk memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi perawat
menasehati untuk tidak dilakukan karena alasan resiko serangan
jantung
3. Justice ( Keadilan ) nilai ini direfleksikan dalam praktek professional
ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar
praktik dankeyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas
pelayanan kesehatan.ontoh ketika perawat dinas sendirian dan ketika
itu ada klien baru masuk serta ada juga klien rawat yang memerlukan
bantuan perawat maka perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor
dalam faktor tersebut kemudian bertindak sesuai dengan asas keadilan
4. Nonmaleficince(Tidak Merugikan) prinsi ini berarti tidak
menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. ontoh
ketika ada klienyang menyatakan kepada dokter secara tertulis
menolak pemberiantransfuse darah dan ketika itu penyakit perdarahan
melena membuat keadaan klien semakin memburuk dan dokter harus
mengistrusikan pemberian transfuse darah. akhirnya transfuse darah
ridak diberikankarena prinsi beneficence walaupun pada situasi ini
juga terjadi penyalahgunaan prinsi nonmaleficince
5. Veracity (kejujuran) nilai ini bukan cuman dimiliki oleh perawat
namunharus dimiliki oleh seluruh pemberi layanan kesehatan untuk
menyampaikan kebenaran pada setia klien untuk meyakinkan agar
klienmengerti. "nformasi yang diberikan harus akurat, komprehensif,
dan objektif. Kebenaran merupakan dasar membina hubungan saling
percaya.Klien memiliki otonomi sehingga mereka berhak
mendapatkan informasiyang ia ingin tahu. Contoh Ny. S masuk rumah
sakit dengan berbagai macam fraktur karena kecelakaan mobil,
suaminya juga ada dalamkecelakaan tersebut dan meninggal dunia. 0y.
S selalu bertanya-tanya tentang keadaan suaminya. dokter ahli bedah
berpesan kepada perawat untuk belum memberitahukan kematian
suaminya kepada klien perawat tidak mengetahui alasan tersebut dari

13
dokter dan kepala ruanganmenyampaikan intruksi dokter harus diikuti.
perawat dalam hal ini dihadapkan oleh konflik kejujuran
6. Fidelity (menepati janji) tanggung jawab besar seorang perawat
adalahmeningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan
kesehatan, danmeminimalkan penderitaan. untuk mencapai itu perawat
harus memilikikomitmen menepati janji dan menghargai komitmennya
kepada orang lain.
7. Confidentiality (Kerahasiaan) kerahasiaan adalah informasi tentang
klienharus dijaga privasi klien. dokumentasi tentang keadaan
kesehatan klien hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan dan
peningkatan kesehatanklien. diskusi tentang klien diluar area
pelayanan harus dihindari
8. Accountability (Akuntabilitas) akuntabilitas adalah standar yang pasti
bahwa tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang
tidak jelas atau tanda tekecuali.contoh perawat bertanggung jawab
pada dirisendiri, profesi, klien, sesame teman sejawat, karyawan, dan
masyarakat. jika perawat salah memberi dosis obat kepada klien
perawat dapat digugat oleh klien yang menerima obat, dokter yang
memberi tugas delegatif, danmasyarakat yang menuntut kemampuan
professional

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk
dalam arti malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada
unsur kelalaian. Dapat dikatakan bahwa kelalaian adalah melakukan
sesuatu yang harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak
dilakukan atau melakukan tindakan dibawah standar yang telah ditentukan.
Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak
mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan
yang lazim dipergunakan dalam merawat pasien atau orang yang terluka
menurut ukuran dilingkungan yang sama.
Kelalaian merupakan bentuk pelanggaran yang dapat dikategorikan
dalam pelanggaran etik dan juga dapat digolongan dalam pelanggaran
hukum, yang jelas harus dilihat dahulu proses terjadinya kelalaian tersebut
bukan pada hasil akhir kenapa timbulnya kelalaian. Harus dilakukan
penilaian terlebih dahulu atas sikap dan tindakan yang dilakukan atau yang
tidak dilakukan oleh tenaga keperawatan dengan standar yang berlaku.
Sebagai bentuk tanggung jawab dalam praktek keperawatan maka
perawat sebelum melakukan praktek keperawatan harus mempunyai
kompetensi baik keilmuan dan ketrampilan yang telah diatur dalam profesi
keperawatan, dan legalitas perawat Indonesia dalam melakukan praktek
keperawatan telah diatur oleh perundang-undangan tentang registrasi dan
praktek keperawatan disamping mengikuti beberapa peraturan
perundangan yang berlaku.
Penyelesaian kasus kelalaian harus dilihat sebagai suatu kasus
profesional bukan sebagai kasus kriminal, berbeda dengan
perbuatan/kegiatan yang sengaja melakukan kelalaian sehingga
menyebabkan orang lain menjadi cedera dll. Disini perawat dituntut

15
untuk lebih hati-hati, cermat dan tidak cerobah dalam melakukan praktek
keperawatannya. Sehingga pasien terhindar dari kelalaian.

B. Saran

16

Anda mungkin juga menyukai