Oleh:
Pembimbing:
dr. Kemas Dahlan, Sp. B(K)V
i
HALAMAN PENGESAHAN
Referat
CHRONIC VENOUS INSUFFICIENCY (CVI)
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik di Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Rumah Sakit Bhayangkara Palembang Periode 28 Maret 2018 hingga 26 Mei
2018.
Pembimbing,
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat dengan judul “Chronic
Venous Insufficiency (CVI)”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.
Kemas Dahlan, Sp.B(K)V, selaku pembimbing yang telah membantu dalam
penyelesaian referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pengerjaan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhir kata, semoga
referat ini dapat berguna bagi banyak orang dan dapat digunakan sebagaimana
mestinya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
DAFTAR TABEL..................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI VENA EKSTREMITAS INFERIOR......2
2.2 DEFINISI..................................................................................................5
2.3 EPIDEMIOLOGI......................................................................................5
2.4 ETIOLOGI................................................................................................5
2.5 FAKTOR RISIKO.....................................................................................7
2.6 PATOFISIOLOGI.....................................................................................7
2.7 KLASIFIKASI..........................................................................................9
2.8 MANIFESTASI KLINIS........................................................................15
2.9 PEMERIKSAAN FISIK..........................................................................15
2.10 DIAGNOSIS...........................................................................................16
2.11 PEMERIKSAAN PENUNJANG............................................................16
2.12 TATALAKSANA...................................................................................17
2.13 KOMPLIKASI........................................................................................19
2.14 PENCEGAHAN......................................................................................20
2.15 PROGNOSIS...........................................................................................20
BAB III KESIMPULAN......................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22
iv
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Vena saphena parva terletak di antara tendo achilles dan maleolus
lateralis. Pada pertengahan betis menembus fascia, kemudian bermuara ke
vena poplitea beberapa sentimeter di bawah lutut. Vena ini mengalirkan darah
dari bagian lateral kaki. Mulai dari maleolus lateralis sampai proksimal betis
vena saphena parva terletak sangat berdekatan dengan nervus suralis, yaitu
saraf sensorik yang mensarafi kulit sisi lateral kaki.
3
Apabila katup perforator mengalami kerusakan, tekanan yang meningkat akan
diteruskan ke sistem superfisialis sehingga terjadi varises pada sistem ini.
4
Gambar 2. Perforating Vein
2.2 DEFINISI
Chronic venous insufficiency (CVI) atau insufisiensi vena kronik (IVK)
adalah abnormalitas pada sistem vena perifer berupa gangguan aliran balik yang
bersifat menahun. Kelainan pada CVI meliputi telangiektasis, retikularis, varises,
dan edema di pergelangan kaki, serta perubahan kulit dan ulkus varikosum.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, chronic venous insufficiency belum ada angka yang pasti
mengenai insiden terjadinya. CVI lebih banyak terjadi pada negara-negara barat
atau negara industri, yang kemungkinan besar disebabkan oleh gaya hidup dan
aktivitas penduduknya. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria,
prevalensinya juga akan meningkat seiring dengan pertambahan usia, dengan
prevalensi pria muda sebanyak 10% berbanding wanita muda sebanyak 30%, pria
berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 20% berbanding wanita berusia lebih dari
50 tahun sebanyak 50%.
Prevalensi varises diperkirakan antara 5-30% populasi dewasa, lebih sering
terjadi pada perempuan dibandingkan pria (3:1), meskipun studi saat ini
menunjukkan prevalensi lebih besar pada pria. The San Valentino Screening
Project menemukan bahwa di antara 30.000 subjek yang dinilai secara klinis dan
ultrasonografi duplex, prevalensi varises sebesar 7% dan CVI simptomatik 0,86%.
5
Dari Framingham Heart Study diperkirakan bahwa insiden tahunan varises pada
perempuan 2,6% dan pada pria 1,9%.
2.4 ETIOLOGI
Etiologi dari Chronic venous insufficiency (CVI) dapat dibagi 3 yaitu,
kongenital, primer dan sekunder:
2.4.1 CVI kongenital
CVI kongenital disebabkan oleh kelainan katup vena superfisialis dan
komunikans sejak lahir yang seharusnya terbentuk di suatu segmen ternyata
tidak terbentuk sama sekali (aplasia, avalvulia), atau pembentukannya tidak
sempurna (displasia), berbagai malformasi vena, dan kelainan lainnya.
Klippel-Trenaunay Syndrome (KTS), Parkes-Weber Syndrome (PWS), dan
malformasi vaskuler merupakan contoh anomali kongenital.
6
disebut sindroma post-trombotic. Pada sindroma tersebut terjadi
pembentukan jaringan parut akibat inflamasi, trombosis kronis dan
rekanalisasi dan juga akan menimbulkan pemendekan daun katup
(pengerutan daun katup), perforasi kecil-kecil (perforasi mikro), dan adhesi
katup, sehingga akhirnya akan menimbulkan penyempitan lumen. Kejadian
insufisiensi vena kronis yang primer dan sekunder (akibat trombosis vena
dalam, dan komplikasi post-trombotic), dapat terjadi pada satu penderita
yang sama.
2.6 PATOFISIOLOGI
7
Darah dari sistem vena superfisial akan mengalir ke sistem vena profunda
melalui vena perforantes yang menembus selubung otot dan mempunyai katup
yang menjamin darah untuk mengalir dari vena superfisial ke vena profunda.
Sistem vena profunda akan diperas kosong ke arah proximal pada setiap kontraksi
otot tungkai. Jumlah katup yang terdapat di vena tungkai tergantung dari
lokasinya, semakin proximal jumlahnya semakin sedikit dan pada vena dalam
lebih banyak daripada vena tepi.
Insufisiensi vena kronik atau CVI merupakan gangguan aliran balik darah
dari tungkai ke jantung yang besifat menahun yang ditandai dengan nyeri dan
pembengkakan pada tungkai. CVI paling sering disebabkan oleh perubahan
primer pada dinding vena serta katup-katupnya (valve incompetence) dan
perubahan sekunder disebabkan oleh trombus sebelumnya dan kemudian
mengakibatkan reflux, obstruksi atau keduanya. Kelainan kongenital jarang
menyebabkan CVI. Varises tungkai adalah yang paling banyak ditemukan.
Vena mempunyai daun katup untuk mencegah darah mengalir mundur
(retrograde atau refluks aliran). Pompa vena otot tungkai mengembalikan darah
ke jantung (mekanisme pompa otot betis) melawan efek gravitasi. Jika pembuluh
darah menjadi varises, katup vena tidak berfungsi lagi (inkompetensi katup).
Patologi vena terjadi jika tekanan vena meningkat dan kembalinya darah
terganggu melalui beberapa mekanisme. Hal ini dapat terjadi akibat inkompetensi
katup vena dalam aksial atau superfisial, atau kombinasi keduanya. Insufisiensi
vena yang berlanjut dapat menyebabkan perubahan pada kulit hiperpigmentasi,
fibrosis jaringan subkutan, dan akhirnya dapat terjadi ulkus.
Kegagalan katup vena dalam dapat menyebabkan volume darah dipompa ke
luar ekstremitas, dan diisi kembali oleh aliran darah arteri dan aliran vena
retrograde patologis. Tekanan vena segera setelah ambulasi dapat sedikit
meningkat atau normal, tetapi vena terisi kembali dengan cepat disertai terjadi
peningkatan tekanan vena tanpa kontraksi otot. Disfungsi atau inkompetensi katup
system vena superfisial juga menyebabkan aliran retrograde darah dan
peningkatan tekanan hidrostatik.
8
Kegagalan katup dapat primer akibat kelemahan dinding pembuluh darah
atau daun katup yang sudah ada, sekunder terhadap cedera langsung, flebitis
superfisial, atau distensi vena berlebihan akibat efek hormonal atau tekanan yang
tinggi.
Kegagalan katup vena yang berlokasi di saphenofemoral junction dan
saphenopopliteal junction, menyebabkan tekanan tinggi pada vena superfisial,
sehingga terjadi dilatasi vena dan varises yang menyebar dari proximal junction
ke ekstremitas bawah. Inkompetensi katup perforator juga dapat menyebabkan
darah mengalir dari vena dalam balik ke belakang ke sistem superfisial dan
bersama transmisi tekanan tinggi yang ditimbulkan oleh pompa otot betis,
menyebabkan dilatasi vena berlebihan dan kegagalan sekunder katup vena
superfisial.
Obstruksi aliran vena tampaknya mempunyai peranan bermakna dalam
patogenesis CVI. Pompa otot dapat menyebabkan aliran vena dari ekstremitas
distal menjadi tidak efektif, seperti yang sering terjadi pada refluks atau obstruksi
berat. Disfungsi pompa otot tampaknya merupakan mekanisme utama terjadi
inkompetensi vena superfisial dan komplikasinya, seperti ulkus vena.
Perubahan hemodinamik vena besar ekstremitas bawah dapat ditransmisikan
ke dalam mikrosirkulasi dan menyebabkan terjadinya mikroangiopati vena,
meliputi pemanjangan, dilatasi, dan berkelak- keloknya kapiler, penebalan
membran basalis dengan peningkatan serat kolagen dan elastin, kerusakan endotel
dengan pelebaran ruang interendotel, serta peningkatan edema perikapiler dengan
pembentukan “halo”. Kelainan kapiler dengan peningkatan permeabilitas dan
tekanan vena yang tinggi menyebabkan akumulasi cairan, makromolekul,dan
ekstravasasi sel darah merah ke ruang interstisial. Selain itu, fragmentasi dan
destruksi mikrolimfatik juga dapat mengganggu drainase dari ekstremitas, dan
disfungsi saraf lokal dapat menyebabkan perubahan mekanisme regulasi.
Varises dibedakan dari vena retikuler (vena biru) dan telangiektasia (spider
veins) yang juga melibatkan insufisiensi katup, dari ukuran dan lokasi pembuluh
darah yang terkena.
9
Gambar 4. Patofisiologi CVI
2.7 KLASIFIKASI
Untuk mengevaluasi dan mengklasifikasikan kondisi, pengobatan, serta
akibat atau komplikasi dari penyakit ini, dipakai beberapa skala penilaian.
Komponen CEAP berdasarkan tanda-tanda klinis (Clinical), penyebab
(Etiological), Anatomical, dan Pathophysiological.
1) Clinical
Clinical atau tanda-tanda klinis terdiri dari 6 grade, ditambah
keterangan A untuk asimtomatis dan S untuk simtomatis. Simtom CVI
termasuk nyeri, tightness, iritasi kulit, heaviness, kram, dan sebagainya.
C0 = vena tidak dapat dilihat atau tidak teraba;
C1 = telangiektasis atau retikularis;
C2 = varises vena;
C3 = edema;
10
C4a = hiperpigmentasi atau eksim;
C4b = lipodermatosklerosis atau atrophie blanche;
C5 = ulkus vena yang telah sembuh;
C6 = ulkus vena yang masih aktif.
2) Etiological
Klasifikasi etiologi dibagi berdasarkan kongenital, primer, sekunder
atau post-thrombotic, dan apabila etiologi tidak ditemukan yaitu En.
Faktor kongenital terjadi sejak lahir dan umumnya berhubungan dengan
perkembangan sistem vena. Faktor primer umumnya terjadi akibat
inkompetennya vena superfisialis, umumnya terjadi pada daerah
penghubung antara vena superfisialis dan vena profunda,
saphenopopliteal junction, saphenofemoral junction, atau vena
perforantes. Faktor primer umumnya terjadi akibat trombosis vena
profunda.
Ec = kongenital;
Ep = primer (penyebab tidak dapat ditentukan);
Es = sekunder (ditemukan etiologi yang jelas);
En = tidak ada penyebab yang teridentifikasi.
3) Anatomical
Berdasarkan anatomi, klasifikasi CVI dibagi berdasarkan vena
yang terkena.
As = superfisialis;
Ap = perforating;
Ad = profunda (deep);
An = tidak terdapat lokasi vena yang teridentifikasi.
11
Tabel 1. Klasifikasi Anatomi
As Ad Ap
Telangiektasis atau Vena cava inferior Paha
retikularis
Vena saphena magna Vena iliaca communis Betis
– superior lutut
Vena saphena magna Vena iliaca interna
– inferior lutut
Vena saphena parva Vena iliaca eksterna
Non saphena Pelvis, gonadal
Vena femoralis communis
Vena femoralis profunda
Vena femoralis superfisialis
Vena poplitea
Krural-tibia anterior/posterior,
peroneal
Muskuler gastroenemiel, soleal
4) Pathophysiological
Mekanisme patofisiologi terhadap CVI diidentifikasi sebagai:
Pr = reflux;
Po = obstruksi;
Pr/o = reflux dan obstruksi;
Pn = tidak terdapat patofisiologi yang terjadi.
12
Gambar 5. Klasifikasi CEAP
Yang kedua adalah Venous Severity Scoring (VSS). Sistem penilaian ini
diambil dari klasifikasi CEAP, tetapi dimodifikasi agar dapat dipakai untuk
menilai perkembangan penyakitnya. Ada tiga komponen sistem penilaian ini,
sebagai berikut:
1) Venous disability score (VDS)
Sistem ini menilai apakah pasien mampu untuk bekerja selama 8 jam
dengan atau tanpa alat penyokong eksternal, dengan diberi nilai 0-3. Nilai
totalnya mewakili tingkat disability yang disebabkan oleh penyakit vena.
0 = asimtomatik;
1 = simtomatik namun dapat beraktivitas seperti biasa tanpa terapi
kompresi;
2 = dapat beraktivitas seperti biasa namun dengan terapi kompresi dan/atau
elevasi tungkai;
3 = tidak dapat beraktivitas seperti biasa bahkan dengan kompresi dan/atau
elevasi tungkai;
13
Keterangan: aktivitas seperti biasa merupakan aktivitas pasien sebelum
onset disability akibat penyakit vena.
14
Tabel 3. Komponen Penilaian Derajat Venous clinical severity score
(VCSS)
Variabel Score
0 1 (ringan) 2(sedang) 3 (berat)
Nyeri Tidak Kadang- Setiap hari – kadang Penggunaan
tidak perlu menggunakan konstan
analgesik analgesik analgesik
nonnarkotik narkotika
Vena varicosa Tidak Sedikit- Multiple Luas
tersebar
Edema Tidak Sore hari – Sore hari- diatas Pagi hari diatas
hanya pergelangan kaki pergelangan kaki
pergelangan
kaki
Hiperpigmentasi Tidak Terbatas Diffusa di1/3 distal Tersebar luas
kaki
Inflamasi dan Tidak Ringan Sedang Berat
selulitis
Indurasi Tidak Fokal Kurang dari 1/3 Seluruh 1/3 distal
distal kaki kaki atau lebih
Ulser aktif – jml 0 1 2 >2
Durasi ulser aktif Tidak <3 3-12 >12 Tidak
– bln sembuh
Diameter ulser Tidak <2 2-6 >6
aktif – cm
Menggunakan Tidak Kadang Sering (most days) Konstan
stocking
15
4) Telangiektasis, varises vena, lipodermatosklerosis;
5) Bengkak di kaki atau pergelangan kaki;
6) Hiperpigmentasi, eksim;
7) Ulkus kaki;
8) Rasa gatal dan panas.
2.10 DIAGNOSIS
CVI terutama didiagnosis dengan pemeriksaan fisik. Akurasi
pemeriksaan fisik dapat ditingkatkan dengan bantuan alat Doppler, sehingga
pemeriksa dapat mendengarkan aliran darah. Namun, pemeriksaan paling akurat
dan rinci adalah dengan venous duplex ultrasound yang dapat memberikan
gambaran vena, sehingga adanya hambatan akibat bekuan darah atau gangguan
fungsi vena dapat dideteksi.
16
Pada awalnya pemeriksaan teknik pencitraan dilakukan hanya jika ada
kecurigaan klinis insufisiensi vena dalam, jika terjadi berulang, atau jika
melibatkan saphenopopliteal junction. Namun, saat ini semua pasien dengan
varises harus diperiksa menggunakan duplex Doppler ultrasound.
17
dibutuhkan 10-20 kali dorsifleksi atau beridiri dengan jari kaki untuk
mengosongkan vena-vena betis.
5) Uji Trendelenberg
Uji ini dipakai untuk membedakan kongesti vena distal yang
disebabkan oleh refluks vena superficial dengan kegagalan sistem vena
profunda.
2.12 TATALAKSANA
Penatalaksanaan gangguan vena menahun meliputi terapi konservatif untuk
mengurangi gejala dan membantu mencegah komplikasi sekunder serta
progresivitas penyakit, dan intervensi aktif. Pemberian terapi secara spesifik
didasarkan pada beratnya penyakit, di mana stadium klinis CEAP 4-6 sering
memerlukan terapi invasif, sehingga perlu dirujuk ke spesialis vaskuler. Pasien
CVI lanjut yang tidak ditangani berisiko terjadi ulkus, ulkus kambuhan, dan ulkus
vena yang tidak sembuh dengan infeksi progresif dan limfedema.
2.12.1 Terapi Konservatif
Gejala dapat dikontrol dengan tindakan berikut ini:
1) Mengangkat tungkai, tindakan ini mengurangi edema dan tekanan
intraabdominal, serta sering mengurangi gejala sementara.
2) Olahraga teratur, seperti berjalan, dapat memperkuat otot betis,
sehingga memulihkan fungsi pompa otot betis.
3) Pemakaian stocking kompresi yang merupakan andalan terapi
konservatif telah terbukti dapat memperbaiki pembengkakan,
pertukaran nutrisi, dan meningkatkan mikrosirkulasi pada tungkai yang
terkena varises. Stocking pendukung atau stocking kompresi adalah
stocking tungkai atau celana ketat yang terbuat dari bahan elastis yang
kuat. Stocking ini akan menekan varises untuk menghambat
perkembangannya dan membantu aliran darah di tungkai, serta
mengurangi rasa nyeri. Berikut merupakan indikasi pemakaian
stocking.
18
Tabel 4. Indikasi Pemakaian Stocking
CLAS LEVEL OF
PRESSURE INDICATION CEAP
S SUPPORT
OTC <15 mmHg Minimal Asymptomatic, 0,1
comfort only
I 15-20 mmHg Mild Minor varicosities, 1,2,3
tired aching legs,
minor swelling
II 20-130 mmHg Moderate Moderate to severe 3,4
varicosities,
moderate swelling,
phlebitis, following
ablation
III 30-40 mmHg Firm Severe varicosities, 4,5,6
swelling,
management of
ulcerations,
following DVT, post
surgery
IV >40 mmHg Extra Firm Lymphedema, NA
19
efektif mengontrol infeksi dan memulihkan integritas jaringan.
Pengobatan topikal ber sifat non-invasif dan memiliki tingkat
kepatuhan pasien yang baik.
20
Komplikasi skleroterapi jarang terjadi, meliputi
hiperpigmentasi kulit sekitar, pembekuan darah dan ulserasi. Reaksi
anafilaksis sangat jarang tetapi dapat mengancam jiwa, dan dokter
harus memiliki peralatan resusitasi yang siap digunakan. Ada satu
kasus stroke yang dilaporkan setelah skleroterapi yang dipandu USG
dengan injeksi sclerosant busa dosis besar.
Terapi Ablasi
Terapi ablasi adalah penggunaan energi termal dalam bentuk
radiofrequency atau laser untuk mengobliterasi vena.
Radiofrequency Ablation
Teknik ini seringkali digunakan pada refluks vena safena
sebagai alternatif stripping. Panas yang terbentuk menyebabkan
injuri termal lokal pada dinding vena yang menyebabkan trombosis
dan akhirnya fibrosis.
Komplikasi ERA meliputi luka bakar, parestesia, flebitis
klinis, dengan sedikit lebih tinggi kejadian trombosis vena dalam
(0,57%) dan emboli paru (0,17%).
Endovenous Laser Therapy
Endovenous Laser Therapy (EVLT) adalah teknik
pengobatan gangguan vena menahun menggunakan energi laser,
biasanya dilakukan oleh phlebologist, ahli radiologi intervensi,
atau ahli bedah jantung paru dan pembuluh darah.
21
Gambar 6. EVLT
2) Teknik Bedah
Pada CVI berat, ulkus vena sering memerlukan terapi hingga 6
bulan sebelum sembuh total, sering kambuh terutama jika terapi
kompresi tidak dipertahankan. Pada CVI yang refrakter terhadap obat
dan terapi yang kurang invasif, maka teknik bedah harus
dipertimbangkan untuk melengkapi terapi kompresi, termasuk pada
pasien yang tidak nyaman dengan disabilitas menetap, atau pada ulkus
vena yang tidak kunjung sembuh dengan upaya medis maksimal, dan
pada pasien yang tidak mampu patuh terhadap terapi kompresi, atau
dengan varises kambuhan.
Beberapa teknik bedah meliputi stripping yang lebih invasif hingga
prosedur yang kurang invasif seperti cryosurgery.
Stripping
Stripping adalah pengambilan seluruh atau sebagian batang
utama vena safena (besar/ panjang atau lebih kecil/pendek).
Komplikasi meliputi trombosis vena (5,3%), emboli paru (0,06 %),
dan komplikasi luka termasuk infeksi (2,2%). Selain itu, karena
stripping menghilangkan batang utama saphena, tidak tersedia lagi
22
vena untuk cangkokan bypass vena di masa depan (penyakit arteri
koroner atau tungkai).
Ligasi Vena dan Phlebectomy
Vena yang rusak diikat sehingga darah tidak melewati vena
tersebut. Ligasi saphenofemoral junction telah dipertimbangkan
sebagai terapi standar untuk banyak pasien CVI. Kumpulan varises
vena besar yang berhubungan dengan vena safena inkompeten dapat
diavulsi dengan teknik stab phelebotomy. Ligasi dan stripping CVI
tingkatan 2-6 dengan refluks vena superfisial telah menghasilkan
perbaikan bermakna hemodinamika vena, dan menghilangkan gejala
CVI stadium lanjut, serta membantu penyembuhan ulkus.
Cryosurgery
Dalam teknik ini, sebuah cryoprobe diturunkan melalui vena
saphena panjang setelah ligasi saphenofemoral. Kemudian probe
didinginkan dengan NO2 atau CO2 hingga suhu -85oC. Vena
tersebut membeku ke arah probe dan dapat ditarik secara retrograde
setelah 5 detik pembekuan.
2.13 KOMPLIKASI
Lima sampai tujuh persen kasus mengalami cedera pada nervus cutaneus,
keadaan ini sering bersifat sementara namun dapat bersifat permanen. Komplikasi
berupa terjepitnya vena dan arteri femoral juga tidak dapat untuk dihindari.
Hematom dan infeksi pada luka relatif sering terjadi (sampai dengan 10%), dan
terjadi gangguan dalam aktivitas dan bekerja sehari-hari. Thromboembolism
berpotensi terjadi pada pembedahan varises vena, tetapi belum ada bukti yang
menujukkan risiko ini meningkat bila dilakukan pembedahan.
2.14 PENCEGAHAN
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya
CVI, sebagai berikut:
Hindari jangka waktu yang lama berdiri atau duduk
23
Elevasi kaki untuk mengurangi tekanan dalam pembuluh darah di kaki.
Berolahraga secara teratur, seperti berjalan, dapat memperkuat otot betis,
sehingga memulihkan fungsi pompa otot betis.
Menurunkan berat badan.
Stoking kompresi untuk memusatkan tekanan pada kaki dan membantu aliran
darah serta mengurangi rasa nyeri.
Antibiotik jika diperlukan untuk mengobati infeksi kulit.
2.15 PROGNOSIS
Prognosis kesembuhan ulkus dan inflamasi cukup bagus tanpa adanya
penyakit penyerta yang menganggu kesembuhan. Mayoritas pasien tanpa
komplikasi memberikan respon yang baik terhadap pengobatan rawat jalan.
Perubahan permanen meliputi hemosiderosis dan fibrosis yang terjadi sebelum
inisiasi terapi. Kehilangan fungsi katup bersifat irreversible. Tidak adanya
support cutaneus berkelanjutan dalam jangka panjang dalam bentuk penutup
inelastis atau stocking elastis, dapat memperburuk cedera pada kulit dan jaringan
lunak. Prognosis dapat ditentukan dengan menentukan keparahan penyakit
menggunakan Venous disability score (VDS), Venous segmental disease score
(VSDS), atau Venous clinical severity score (VCSS).
24
BAB III
KESIMPULAN
CVI adalah gangguan aliran balik darah dari tungkai ke jantung yang besifat
menahun. Etiologi dari Chronic venous insufficiency (CVI) dapat dibagi 3 yaitu,
kongenital, primer dan sekunder. Faktor risiko terkait CVI meliputi usia (di atas
30 tahun), jenis kelamin, riwayat varises dalam keluarga, obesitas, kehamilan,
menopause, flebitis, dan riwayat cedera tungkai. Gejala CVI yang biasa dirasakan
biasanya tungkai terasa nyeri (saat berjalan yang berhenti saat istirahat) dan berat
serta pegal (setelah berdiri lama), kram bisa terjadi terutama saat pergerakan tiba-
tiba seperti gerakan berdiri, terdapat pelebaran vena dekat permukaan kulit,
munculnya telangiektasis di tungkai yang terkena, bengkak di kaki atau
pergelangan kaki, perubahan warna kulit serta ulkus kaki. Ultrasonografi vaskuler
merupakan pemeriksaan yang tepat untuk mendiagnosa CVI, dengan spektrum
doppler dan color pada pemeriksaan duplex sonografi femoralis dapat diketahui
derajat keparahan pada CVI. Ada beberapa cara penatalaksaan yang bisa
dilakukan pada penderita CVI diantaranya kaus kaki kompresi (stocking), elevasi
kaki, obat-obatan, skleroterapi vena, terapi ablasi, stripping, ligasi vena, dan
cryosurgery.
25
DAFTAR PUSTAKA
26