Anda di halaman 1dari 31

Referat

CHRONIC VENOUS INSUFFICIENCY


(CVI)

Oleh:

Erlina Purnamayani, S. Ked 04054821820005


Vienna Dwinda Putri, S. Ked 04054821820025

Pembimbing:
dr. Kemas Dahlan, Sp. B(K)V

BAGIAN/DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RS BHAYANGKARA PALEMBANG
2018

i
HALAMAN PENGESAHAN

Referat
CHRONIC VENOUS INSUFFICIENCY (CVI)

Oleh:

Erlina Purnamayani, S. Ked 04054821820005


Vienna Dwinda Putri, S. Ked 04054821820025

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik di Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Rumah Sakit Bhayangkara Palembang Periode 28 Maret 2018 hingga 26 Mei
2018.

Palembang, 27 April 2018

Pembimbing,

dr. Kemas Dahlan, Sp.B(K)V

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat dengan judul “Chronic
Venous Insufficiency (CVI)”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.
Kemas Dahlan, Sp.B(K)V, selaku pembimbing yang telah membantu dalam
penyelesaian referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pengerjaan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhir kata, semoga
referat ini dapat berguna bagi banyak orang dan dapat digunakan sebagaimana
mestinya.

Palembang, 27 April 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
DAFTAR TABEL..................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI VENA EKSTREMITAS INFERIOR......2
2.2 DEFINISI..................................................................................................5
2.3 EPIDEMIOLOGI......................................................................................5
2.4 ETIOLOGI................................................................................................5
2.5 FAKTOR RISIKO.....................................................................................7
2.6 PATOFISIOLOGI.....................................................................................7
2.7 KLASIFIKASI..........................................................................................9
2.8 MANIFESTASI KLINIS........................................................................15
2.9 PEMERIKSAAN FISIK..........................................................................15
2.10 DIAGNOSIS...........................................................................................16
2.11 PEMERIKSAAN PENUNJANG............................................................16
2.12 TATALAKSANA...................................................................................17
2.13 KOMPLIKASI........................................................................................19
2.14 PENCEGAHAN......................................................................................20
2.15 PROGNOSIS...........................................................................................20
BAB III KESIMPULAN......................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. AnatomiVena Ekstremitas Bawah………………………………….…


4
Gambar 2. Perforating Vein………………………………………………………
4
Gambar 3. Katup Vena……………………………………………………………
6
Gambar 4. Patofisiologi CVI……………………………………………………..9
Gambar 5. Klasifikasi CEAP……………………………………………………12
Gambar 6. EVLT………………………………………………………………..22

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Anatomi…………………………………………………….11


Tabel 2. Komponen Penilaian Derajat Venous segmental disease score
(VSDS)..13
Tabel 3. Komponen Penilaian Derajat Venous clinical severity score (VCSS)
…..14
Tabel 4. Indikasi Pemakaian Stoking..
…………………………………………...18

v
BAB I
PENDAHULUAN

Chronic venous insufficiency (CVI) atau insufisiensi vena kronis (IVK)


adalah gangguan aliran balik darah dari tungkai ke jantung yang bersifat
menahun. Hal ini disebabkan disfungsi katup vena yang menyebabkan aliran
darah vena terganggu, sehingga terjadi refluks darah dalam vena. CVI terjadi pada
vena ekstremitas bawah (vena-vena superfisialis ataupun profunda) dengan
manifestasi nyeri pada tungkai bawah, bengkak, edema, perubahan kulit, dan
ulserasi.
Di Indonesia, angka insiden CVI masih belum pasti. CVI lebih banyak
terjadi pada negara-negara barat atau negara industri, yang kemungkinan besar
disebabkan oleh gaya hidup dan aktivitas penduduknya. CVI lebih sering terjadi
pada wanita daripada pria, prevalensinya juga akan meningkat seiring dengan
pertambahan usia, dengan prevalensi pria muda sebanyak 10% berbanding wanita
muda sebanyak 30%, pria berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 20% berbanding
wanita berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 50%.
CVI sering dikaitkan dengan varises, yaitu kondisi vena tampak melebar,
berkelok-kelok, dan kebiruan di bawah permukaan kulit. Varises mempunyai
dampak bermakna bagi perawatan kesehatan, setiap tahun jutaan orang berobat ke
dokter masalah kosmetik. Konsekuensi masalah kosmetik pada varises dapat
mempengaruhi kualitas hidup dan dikaitkan dengan manifestasi lain yang lebih
serius, seperti ulkus vena yang prevalensinya diperkirakan sekitar 0,3% meskipun
ulkus aktif atau yang lebih sembuh ditemukan pada sekitar 1% populasi manusia.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI VENA EKSTREMITAS INFERIOR


Walaupun vena menyerupai arteri tetapi dindingnya lebih tipis, lapisan otot
bagian tengah lebih lemah, jaringan elastis lebih sedikit serta terdapat katup
semilunar. Katup vena merupakan struktur penting dari sistem aliran vena, karena
berfungsi mencegah refluks aliran darah vena tungkai. Katup vena bersama
dengan kontraksi otot betis akan mengalirkan darah dari vena superfisialis ke
profunda menuju jantung dengan melawan gaya gravitasi. Pompa otot betis secara
normal membawa 85-90% darah dari aliran vena tungkai, sedangkan komponen
superfisialis membawa 10-15% darah.
2.1.1 Vena superfisialis ekstremitas bawah
Sistem superfisialis terdiri dari vena saphena magna dan vena saphena
parva. Sistem vena pada tungkai terdiri dari komponen vena superfisialis vena
profunda, dan vena perforantes (penghubung). Vena-vena superfisialis dapat
dilihat di bawah permukaan kulit, terletak di dalam lemak subkutan, tepatnya pada
fascia otot dan merupakan tempat berkumpulnya darah dari kulit setelah melalui
cabang kecil. Vena superfisialis yang utama adalah vena saphena magna (VSM)
dan vena saphena parva (VSP).
1) Vena saphena magna
Vena saphena magna merupakan vena terpanjang di tubuh, mulai dari
kaki sampai ke fossa ovalis dan mengalirkan darah dari bagian medial kaki
serta kulit sisi medial tungkai. Vena ini merupakan vena yang paling sering
menderita varises pada tungkai bawah. Di tungkai bawah vena saphena magna
berdampingan dengan nervus savena, suatu saraf kulit cabang nervus
femoralis yang mensarafi permukaan medial tungkai bawah.
2) Vena saphena parva

2
Vena saphena parva terletak di antara tendo achilles dan maleolus
lateralis. Pada pertengahan betis menembus fascia, kemudian bermuara ke
vena poplitea beberapa sentimeter di bawah lutut. Vena ini mengalirkan darah
dari bagian lateral kaki. Mulai dari maleolus lateralis sampai proksimal betis
vena saphena parva terletak sangat berdekatan dengan nervus suralis, yaitu
saraf sensorik yang mensarafi kulit sisi lateral kaki.

2.1.2 Vena profunda ekstremitas bawah


Vena-vena profunda pada betis adalah vena komitans dari arteri tibialis
anterior dan arteri tibialis posterior yang melanjutkan sebagai vena poplitea dan
vena femoralis. Vena profunda ini membentuk jaringan luas dalam kompartemen
posterior betis pleksus soleal dimana darah dibantu mengalir ke atas melawan
gaya gravitasi oleh otot misalnya saat olahraga.
Selama kontraksi otot betis, katup-katup vena perforantes dan vena
superfisialis menutup, sehingga darah akan mengalir kearah proksimal melalui
sistem vena profunda. Pada waktu relaksasi, vena profunda mengalami dilatasi
yang menimbulkan tekanan negatif. Tekanan negatif ini akan menarik darah dari
sistem vena superfisialis ke dalam sistem profunda melalui vena perforantes.
Penderita dengan insufisiensi vena, darah mengalir dari sistem vena profunda ke
dalam vena superfisialis. Sedangkan pada orang sehat katup-katup dalam vena
perforantes mencegah hal ini.

2.1.3 Vena perforantes (penghubung)


Vena perforantes (penghubung) adalah vena yang menghubungkan vena
superfisial ke vena profunda, yaitu dengan cara langsung menembus fascia (direct
communicating vein). Vena ini mempunyai katup yang mengarahkan aliran darah
dari vena superfisial ke vena profunda. Katup-katup pada perforator mengarah ke
dalam sehingga darah mengalir dari sistem superfisialis ke sistem profunda,
kemudian darah dipompa keatas dibantu oleh kontraksi otot betis. Akibatnya
sistem profunda memiliki tekanan yang lebih tinggi daripada superfisialis.

3
Apabila katup perforator mengalami kerusakan, tekanan yang meningkat akan
diteruskan ke sistem superfisialis sehingga terjadi varises pada sistem ini.

Gambar 1. Anatomi Vena Ekstremitas Bawah

4
Gambar 2. Perforating Vein
2.2 DEFINISI
Chronic venous insufficiency (CVI) atau insufisiensi vena kronik (IVK)
adalah abnormalitas pada sistem vena perifer berupa gangguan aliran balik yang
bersifat menahun. Kelainan pada CVI meliputi telangiektasis, retikularis, varises,
dan edema di pergelangan kaki, serta perubahan kulit dan ulkus varikosum.

2.3 EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, chronic venous insufficiency belum ada angka yang pasti
mengenai insiden terjadinya. CVI lebih banyak terjadi pada negara-negara barat
atau negara industri, yang kemungkinan besar disebabkan oleh gaya hidup dan
aktivitas penduduknya. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria,
prevalensinya juga akan meningkat seiring dengan pertambahan usia, dengan
prevalensi pria muda sebanyak 10% berbanding wanita muda sebanyak 30%, pria
berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 20% berbanding wanita berusia lebih dari
50 tahun sebanyak 50%.
Prevalensi varises diperkirakan antara 5-30% populasi dewasa, lebih sering
terjadi pada perempuan dibandingkan pria (3:1), meskipun studi saat ini
menunjukkan prevalensi lebih besar pada pria. The San Valentino Screening
Project menemukan bahwa di antara 30.000 subjek yang dinilai secara klinis dan
ultrasonografi duplex, prevalensi varises sebesar 7% dan CVI simptomatik 0,86%.

5
Dari Framingham Heart Study diperkirakan bahwa insiden tahunan varises pada
perempuan 2,6% dan pada pria 1,9%.

2.4 ETIOLOGI
Etiologi dari Chronic venous insufficiency (CVI) dapat dibagi 3 yaitu,
kongenital, primer dan sekunder:
2.4.1 CVI kongenital
CVI kongenital disebabkan oleh kelainan katup vena superfisialis dan
komunikans sejak lahir yang seharusnya terbentuk di suatu segmen ternyata
tidak terbentuk sama sekali (aplasia, avalvulia), atau pembentukannya tidak
sempurna (displasia), berbagai malformasi vena, dan kelainan lainnya.
Klippel-Trenaunay Syndrome (KTS), Parkes-Weber Syndrome (PWS), dan
malformasi vaskuler merupakan contoh anomali kongenital.

2.4.2 CVI primer


Penyebab CVI primer adalah kelemahan intrinsik dari dinding katup,
yaitu terjadi lembaran atau daun katup yang terlalu panjang (elongasi) atau
daun katup menyebabkan dinding vena menjadi terlalu lentur tanpa sebab-
sebab yang diketahui. Keadaan daun katup yang panjang melambai (floppy,
rebundant) sehingga penutupan tidak sempurna (daun-daun katup tidak
dapat terkatup sempurna) yang mengakibatkan katup tidak dapat menahan
aliran balik, sehingga aliran retrograde atau refluks. Keadaan tersebut dapat
diatasi hanya dengan melakukan perbaikan katup (valve repair) dengan
operasi untuk mengembalikan katup menjadi berfungsi baik kembali.

2.4.3 CVI sekunder


Penyebab insufisiensi vena kronis sekunder disebabkan oleh keadaan
patologik yang didapat (acquired), akibat adanya pembentukan trombus
vena dalam yang menimbulkan gangguan kronis pada katup vena dalam.
Pada keadaan dimana terjadi komplikasi sumbatan trombus beberapa bulan
atau tahun paska kejadian trombosis vena dalam, maka keadaan tersebut

6
disebut sindroma post-trombotic. Pada sindroma tersebut terjadi
pembentukan jaringan parut akibat inflamasi, trombosis kronis dan
rekanalisasi dan juga akan menimbulkan pemendekan daun katup
(pengerutan daun katup), perforasi kecil-kecil (perforasi mikro), dan adhesi
katup, sehingga akhirnya akan menimbulkan penyempitan lumen. Kejadian
insufisiensi vena kronis yang primer dan sekunder (akibat trombosis vena
dalam, dan komplikasi post-trombotic), dapat terjadi pada satu penderita
yang sama.

Gambar 3. Katup Vena

2.5 FAKTOR RISIKO


Faktor risiko terkait CVI meliputi usia (di atas 30 tahun), jenis kelamin
(wanita), riwayat varises dalam keluarga, obesitas (IMT >30), kehamilan,
menopause, flebitis, dan riwayat cedera tungkai. Terdapat juga faktor lingkungan
atau perilaku terkait dengan CVI, seperti berdiri dan duduk terlalu lama.
Gangguan vena menahun tidak mungkin disebabkan karena menyilangkan tungkai
atau pergelangan kaki, meskipun hal ini dapat memperburuk kondisi varises yang
telah ada.

2.6 PATOFISIOLOGI

7
Darah dari sistem vena superfisial akan mengalir ke sistem vena profunda
melalui vena perforantes yang menembus selubung otot dan mempunyai katup
yang menjamin darah untuk mengalir dari vena superfisial ke vena profunda.
Sistem vena profunda akan diperas kosong ke arah proximal pada setiap kontraksi
otot tungkai. Jumlah katup yang terdapat di vena tungkai tergantung dari
lokasinya, semakin proximal jumlahnya semakin sedikit dan pada vena dalam
lebih banyak daripada vena tepi.
Insufisiensi vena kronik atau CVI merupakan gangguan aliran balik darah
dari tungkai ke jantung yang besifat menahun yang ditandai dengan nyeri dan
pembengkakan pada tungkai. CVI paling sering disebabkan oleh perubahan
primer pada dinding vena serta katup-katupnya (valve incompetence) dan
perubahan sekunder disebabkan oleh trombus sebelumnya dan kemudian
mengakibatkan reflux, obstruksi atau keduanya. Kelainan kongenital jarang
menyebabkan CVI. Varises tungkai adalah yang paling banyak ditemukan.
Vena mempunyai daun katup untuk mencegah darah mengalir mundur
(retrograde atau refluks aliran). Pompa vena otot tungkai mengembalikan darah
ke jantung (mekanisme pompa otot betis) melawan efek gravitasi. Jika pembuluh
darah menjadi varises, katup vena tidak berfungsi lagi (inkompetensi katup).
Patologi vena terjadi jika tekanan vena meningkat dan kembalinya darah
terganggu melalui beberapa mekanisme. Hal ini dapat terjadi akibat inkompetensi
katup vena dalam aksial atau superfisial, atau kombinasi keduanya. Insufisiensi
vena yang berlanjut dapat menyebabkan perubahan pada kulit hiperpigmentasi,
fibrosis jaringan subkutan, dan akhirnya dapat terjadi ulkus.
Kegagalan katup vena dalam dapat menyebabkan volume darah dipompa ke
luar ekstremitas, dan diisi kembali oleh aliran darah arteri dan aliran vena
retrograde patologis. Tekanan vena segera setelah ambulasi dapat sedikit
meningkat atau normal, tetapi vena terisi kembali dengan cepat disertai terjadi
peningkatan tekanan vena tanpa kontraksi otot. Disfungsi atau inkompetensi katup
system vena superfisial juga menyebabkan aliran retrograde darah dan
peningkatan tekanan hidrostatik.

8
Kegagalan katup dapat primer akibat kelemahan dinding pembuluh darah
atau daun katup yang sudah ada, sekunder terhadap cedera langsung, flebitis
superfisial, atau distensi vena berlebihan akibat efek hormonal atau tekanan yang
tinggi.
Kegagalan katup vena yang berlokasi di saphenofemoral junction dan
saphenopopliteal junction, menyebabkan tekanan tinggi pada vena superfisial,
sehingga terjadi dilatasi vena dan varises yang menyebar dari proximal junction
ke ekstremitas bawah. Inkompetensi katup perforator juga dapat menyebabkan
darah mengalir dari vena dalam balik ke belakang ke sistem superfisial dan
bersama transmisi tekanan tinggi yang ditimbulkan oleh pompa otot betis,
menyebabkan dilatasi vena berlebihan dan kegagalan sekunder katup vena
superfisial.
Obstruksi aliran vena tampaknya mempunyai peranan bermakna dalam
patogenesis CVI. Pompa otot dapat menyebabkan aliran vena dari ekstremitas
distal menjadi tidak efektif, seperti yang sering terjadi pada refluks atau obstruksi
berat. Disfungsi pompa otot tampaknya merupakan mekanisme utama terjadi
inkompetensi vena superfisial dan komplikasinya, seperti ulkus vena.
Perubahan hemodinamik vena besar ekstremitas bawah dapat ditransmisikan
ke dalam mikrosirkulasi dan menyebabkan terjadinya mikroangiopati vena,
meliputi pemanjangan, dilatasi, dan berkelak- keloknya kapiler, penebalan
membran basalis dengan peningkatan serat kolagen dan elastin, kerusakan endotel
dengan pelebaran ruang interendotel, serta peningkatan edema perikapiler dengan
pembentukan “halo”. Kelainan kapiler dengan peningkatan permeabilitas dan
tekanan vena yang tinggi menyebabkan akumulasi cairan, makromolekul,dan
ekstravasasi sel darah merah ke ruang interstisial. Selain itu, fragmentasi dan
destruksi mikrolimfatik juga dapat mengganggu drainase dari ekstremitas, dan
disfungsi saraf lokal dapat menyebabkan perubahan mekanisme regulasi.
Varises dibedakan dari vena retikuler (vena biru) dan telangiektasia (spider
veins) yang juga melibatkan insufisiensi katup, dari ukuran dan lokasi pembuluh
darah yang terkena.

9
Gambar 4. Patofisiologi CVI

2.7 KLASIFIKASI
Untuk mengevaluasi dan mengklasifikasikan kondisi, pengobatan, serta
akibat atau komplikasi dari penyakit ini, dipakai beberapa skala penilaian.
Komponen CEAP berdasarkan tanda-tanda klinis (Clinical), penyebab
(Etiological), Anatomical, dan Pathophysiological.
1) Clinical
Clinical atau tanda-tanda klinis terdiri dari 6 grade, ditambah
keterangan A untuk asimtomatis dan S untuk simtomatis. Simtom CVI
termasuk nyeri, tightness, iritasi kulit, heaviness, kram, dan sebagainya.
C0 = vena tidak dapat dilihat atau tidak teraba;
C1 = telangiektasis atau retikularis;
C2 = varises vena;
C3 = edema;

10
C4a = hiperpigmentasi atau eksim;
C4b = lipodermatosklerosis atau atrophie blanche;
C5 = ulkus vena yang telah sembuh;
C6 = ulkus vena yang masih aktif.
2) Etiological
Klasifikasi etiologi dibagi berdasarkan kongenital, primer, sekunder
atau post-thrombotic, dan apabila etiologi tidak ditemukan yaitu En.
Faktor kongenital terjadi sejak lahir dan umumnya berhubungan dengan
perkembangan sistem vena. Faktor primer umumnya terjadi akibat
inkompetennya vena superfisialis, umumnya terjadi pada daerah
penghubung antara vena superfisialis dan vena profunda,
saphenopopliteal junction, saphenofemoral junction, atau vena
perforantes. Faktor primer umumnya terjadi akibat trombosis vena
profunda.
Ec = kongenital;
Ep = primer (penyebab tidak dapat ditentukan);
Es = sekunder (ditemukan etiologi yang jelas);
En = tidak ada penyebab yang teridentifikasi.
3) Anatomical
Berdasarkan anatomi, klasifikasi CVI dibagi berdasarkan vena
yang terkena.
As = superfisialis;
Ap = perforating;
Ad = profunda (deep);
An = tidak terdapat lokasi vena yang teridentifikasi.

11
Tabel 1. Klasifikasi Anatomi
As Ad Ap
Telangiektasis atau Vena cava inferior Paha
retikularis
Vena saphena magna Vena iliaca communis Betis
– superior lutut
Vena saphena magna Vena iliaca interna
– inferior lutut
Vena saphena parva Vena iliaca eksterna
Non saphena Pelvis, gonadal
Vena femoralis communis
Vena femoralis profunda
Vena femoralis superfisialis
Vena poplitea
Krural-tibia anterior/posterior,
peroneal
Muskuler gastroenemiel, soleal

4) Pathophysiological
Mekanisme patofisiologi terhadap CVI diidentifikasi sebagai:
Pr = reflux;
Po = obstruksi;
Pr/o = reflux dan obstruksi;
Pn = tidak terdapat patofisiologi yang terjadi.

Klasifikasi etiologi memisahkan penyakit berdasarkan sifat kongenital,


primer, atau sekunder. Anatomi berdasarkan vena yang terkena termasuk
vena superfisial, profunda, atau perforantes. Sedang klasifikasi patofisiologi
mengidentifikasikan refluks pada sistem-sistem superficial, communicantes,
atau profunda, serta obstruksi outflow. Kekurangan utama sistem ini adalah
karena sifatnya yang statis, klasifikasi jenis ini sulit dipakai untuk menilai
perubahan yang terjadi sebagai respons terhadap terapi yang telah diberikan.

12
Gambar 5. Klasifikasi CEAP

Yang kedua adalah Venous Severity Scoring (VSS). Sistem penilaian ini
diambil dari klasifikasi CEAP, tetapi dimodifikasi agar dapat dipakai untuk
menilai perkembangan penyakitnya. Ada tiga komponen sistem penilaian ini,
sebagai berikut:
1) Venous disability score (VDS)
Sistem ini menilai apakah pasien mampu untuk bekerja selama 8 jam
dengan atau tanpa alat penyokong eksternal, dengan diberi nilai 0-3. Nilai
totalnya mewakili tingkat disability yang disebabkan oleh penyakit vena.
0 = asimtomatik;
1 = simtomatik namun dapat beraktivitas seperti biasa tanpa terapi
kompresi;
2 = dapat beraktivitas seperti biasa namun dengan terapi kompresi dan/atau
elevasi tungkai;
3 = tidak dapat beraktivitas seperti biasa bahkan dengan kompresi dan/atau
elevasi tungkai;

13
Keterangan: aktivitas seperti biasa merupakan aktivitas pasien sebelum
onset disability akibat penyakit vena.

2) Venous segmental disease score (VSDS)


Sistem ini menggunakan klasifikasi anatomi dan patofisiologi sistem CEAP
untuk menghasilkan nilai yang berdasarkan refluks atau obstruksi vena.
Nilainya didapat dengan mengambil gambar vena menggunakan
phlebography atau duplex Doppler.

Tabel 2. Komponen Penilaian Derajat Venous segmental disease score


(VSDS)
Reflux Obstruksi
Vena saphena parva ½ Vena saphena magna (jika 1
trombus berasal dari pangkal
paha hingga di bawah lutut)
Vena saphena magna 1 Calf veins, multipel 1
Thigh perforators ½ Vena poplitea 2
Calf perforators 1 Vena femoralis 1
Calf veins, multipel 2 Vena femoralis profunda 1
Vena poplitea 2 Vena femoralis communis 2
Vena femoralis 1 Vena iliaca 1
Vena femoralis profunda 1 Vena cava inferior 1
Vena femoralis communis dan 1
atas
Total Skor Refluks 10 Total Skor Obstruksi 10

3) Venous clinical severity score (VCSS)


Sistem ini memakai 9 tanda-tanda utama penyakit venosa yang diberi nilai
dari 0-3. Sistem ini dapat dipakai untuk menilai repons terhadap terapi.

14
Tabel 3. Komponen Penilaian Derajat Venous clinical severity score
(VCSS)
Variabel Score
0 1 (ringan) 2(sedang) 3 (berat)
Nyeri Tidak Kadang- Setiap hari – kadang Penggunaan
tidak perlu menggunakan konstan
analgesik  analgesik analgesik
nonnarkotik narkotika
Vena varicosa Tidak Sedikit- Multiple Luas
tersebar
Edema Tidak Sore hari – Sore hari- diatas Pagi hari diatas
hanya pergelangan kaki pergelangan kaki
pergelangan
kaki
Hiperpigmentasi Tidak Terbatas Diffusa di1/3 distal Tersebar luas
kaki
Inflamasi dan Tidak Ringan Sedang Berat
selulitis
Indurasi Tidak Fokal Kurang dari 1/3 Seluruh 1/3 distal
distal kaki kaki atau lebih
Ulser aktif – jml 0 1 2 >2
Durasi ulser aktif Tidak <3 3-12 >12 Tidak
– bln sembuh
Diameter ulser Tidak <2 2-6 >6
aktif – cm
Menggunakan Tidak Kadang Sering (most days) Konstan
stocking

2.8 MANIFESTASI KLINIS


Gejala insufisiensi vena kronik dapat meliputi:
1) Tungkai terasa nyeri (saat berjalan yang berhenti saat istirahat) dan berat
serta pegal (setelah berdiri lama);
2) Kram dan kaku bisa terjadi terutama saat pergerakan tiba-tiba, seperti
gerakan berdiri;
3) Pelebaran vena dekat permukaan kulit;

15
4) Telangiektasis, varises vena, lipodermatosklerosis;
5) Bengkak di kaki atau pergelangan kaki;
6) Hiperpigmentasi, eksim;
7) Ulkus kaki;
8) Rasa gatal dan panas.

2.9 PEMERIKSAAN FISIK


1. Tanda-tanda fisik yang paling sering ditemukan pada insufisiensi vena
adalah pitting edema atau pembengkakan pada kaki yang jika ditekan
oleh jari akan membekas seperti bentuk jari yang menekan dan lama
kembalinya, terutama pergelangan kaki, edema sistem limfatik,
perubahan warna kulit, hiperpigmentasi, dermatitis venosa, selulitis
kronis, atrophie blanche, serta ulserasi.
2. Ulserasi yang tidak kunjung sembuh. Ini dapat disebabkan oleh
insufisiensi vena superficial ataupun profunda, insufisiensi arteri,
gangguan rematologis, kanker, atau penyebab lainnya yang lebih jarang.
3. Selain itu juga terlihat adanya distensi vena-vena kaki dan pergelangan
kaki, kadang di fossa poplitea juga. Pembesaran vena diatas pergelangan
kaki biasanya menandakan adanya proses patologis pada vena.
4. Penyakit ini juga akan menurunkan kualitas hidup, karena akan
menyebabkan rasa nyeri, gangguan fungsi fisik, dan gangguan mobilitas.
Juga akan menyebabkan depresi dan isolasi social. Gangguan pada kelas
C5 dan C6 CEAP juga berhubungan dengan gagal jantung.

2.10 DIAGNOSIS
CVI terutama didiagnosis dengan pemeriksaan fisik. Akurasi
pemeriksaan fisik dapat ditingkatkan dengan bantuan alat Doppler, sehingga
pemeriksa dapat mendengarkan aliran darah. Namun, pemeriksaan paling akurat
dan rinci adalah dengan venous duplex ultrasound yang dapat memberikan
gambaran vena, sehingga adanya hambatan akibat bekuan darah atau gangguan
fungsi vena dapat dideteksi.

16
Pada awalnya pemeriksaan teknik pencitraan dilakukan hanya jika ada
kecurigaan klinis insufisiensi vena dalam, jika terjadi berulang, atau jika
melibatkan saphenopopliteal junction. Namun, saat ini semua pasien dengan
varises harus diperiksa menggunakan duplex Doppler ultrasound.

2.11 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1) Duplex doppler ultrasonography
Jenis prosedur USG yang dilakukan untuk menilai pembuluh darah,
aliran darah serta struktur vena-vena kaki.
2) Venogram
Dilakukan dengan menggunakan x-ray dan intavena (IV) pewarna
kontras. Ini untuk memvisualisasikan pembuluh darah. Pewarna kontras
menyebabkan pembuluh darah muncul suram yang memudahkan untuk
memvisualisasikan pembuluh darah yang dievaluasi.
3) Magnetic resonance venography (MRV)
MRV adalah alat yang paling sensitif dan spesifik untuk
mengevaluasi gangguan sistem superficial dan profunda pada ekstremitas
inferior dan pelvis. Dan juga dapat mendeteksi penyebab nonvaskuler
nyeri dan edema pada kaki.
4) Tes fisiologis
Mengukur fungsi vena dapat dilakukan dengan mengukur Venous
Refilling Time (VRT) atau waktu yang dibutuhkan untuk betis agar
dipenuhi dengan darah setelah pompa otot betis telah mengosongkan
pembuluh darah kaki semaksimal mungkin, normalnya adalah paling
tidak 2 menit; Maximum Venous Outflow (MVO) test. Ini dipakai untuk
mendeteksi adanya obstruksi outflow vena dari betis, apapun
penyebabnya. Hasilnya akan mencerminkan kecepatan darah dapat
mengalir keluar dari betis yang kongesti ketika tourniquet dipaha dilepas;
Calf Muscle Pump Ejection Fraction (MPEF) atau kemampuan pompa
otot betis untuk mengeluarkan darah dari betis. Pada pasien normal,

17
dibutuhkan 10-20 kali dorsifleksi atau beridiri dengan jari kaki untuk
mengosongkan vena-vena betis.
5) Uji Trendelenberg
Uji ini dipakai untuk membedakan kongesti vena distal yang
disebabkan oleh refluks vena superficial dengan kegagalan sistem vena
profunda.

2.12 TATALAKSANA
Penatalaksanaan gangguan vena menahun meliputi terapi konservatif untuk
mengurangi gejala dan membantu mencegah komplikasi sekunder serta
progresivitas penyakit, dan intervensi aktif. Pemberian terapi secara spesifik
didasarkan pada beratnya penyakit, di mana stadium klinis CEAP 4-6 sering
memerlukan terapi invasif, sehingga perlu dirujuk ke spesialis vaskuler. Pasien
CVI lanjut yang tidak ditangani berisiko terjadi ulkus, ulkus kambuhan, dan ulkus
vena yang tidak sembuh dengan infeksi progresif dan limfedema.
2.12.1 Terapi Konservatif
Gejala dapat dikontrol dengan tindakan berikut ini:
1) Mengangkat tungkai, tindakan ini mengurangi edema dan tekanan
intraabdominal, serta sering mengurangi gejala sementara.
2) Olahraga teratur, seperti berjalan, dapat memperkuat otot betis,
sehingga memulihkan fungsi pompa otot betis.
3) Pemakaian stocking kompresi yang merupakan andalan terapi
konservatif telah terbukti dapat memperbaiki pembengkakan,
pertukaran nutrisi, dan meningkatkan mikrosirkulasi pada tungkai yang
terkena varises. Stocking pendukung atau stocking kompresi adalah
stocking tungkai atau celana ketat yang terbuat dari bahan elastis yang
kuat. Stocking ini akan menekan varises untuk menghambat
perkembangannya dan membantu aliran darah di tungkai, serta
mengurangi rasa nyeri. Berikut merupakan indikasi pemakaian
stocking.

18
Tabel 4. Indikasi Pemakaian Stocking
CLAS LEVEL OF
PRESSURE INDICATION CEAP
S SUPPORT
OTC <15 mmHg Minimal Asymptomatic, 0,1
comfort only
I 15-20 mmHg Mild Minor varicosities, 1,2,3
tired aching legs,
minor swelling
II 20-130 mmHg Moderate Moderate to severe 3,4
varicosities,
moderate swelling,
phlebitis, following
ablation
III 30-40 mmHg Firm Severe varicosities, 4,5,6
swelling,
management of
ulcerations,
following DVT, post
surgery
IV >40 mmHg Extra Firm Lymphedema, NA

4) Pemakaian perangkat kompresi pneumatik intermiten, telah terbukti


mengurangi pembengkakan dan meningkatkan sirkulasi.
5) Diosmin/hesperidin dan flavonoid lainnya.
6) Obat anti-inflamasi seperti ibuprofen atau aspirin dapat digunakan
sebagai bagian dari pengobatan untuk tromboflebitis superfisial
bersama dengan stocking.
7) Karena CVI progresif dapat menyebabkan integritas kulit terganggu,
penting untuk menjaga kelembapan kulit yang terkena untuk
mengurangi risiko kerusakan dan infeksi kulit. Aplikasi gel topikal
membantu mengelola gejala yang berkaitan dengan varises, seperti
peradangan, nyeri, bengkak, gatal, dan kulit kering. Steroid topikal
diperlukan jika terjadi dermatitis stasis. Silver-impregnated dressing

19
efektif mengontrol infeksi dan memulihkan integritas jaringan.
Pengobatan topikal ber sifat non-invasif dan memiliki tingkat
kepatuhan pasien yang baik.

2.12.2 Intervensi Aktif


Intervensi medis aktif dalam varises dapat dibagi menjadi teknik non-bedah
dan teknik bedah.
1) Teknik Non-Bedah
Teknik non-bedah antara lain meliputi skleroterapi dan terapi ablasi
dengan radiofrequency atau laser endovena.
 Skleroterapi
Skleroterapi telah digunakan dalam pengobatan varises selama
lebih dari 150 tahun. Skleroterapi vena merupakan suatu modalitas
terapi untuk telangiektasis obliterasi, varises, dan segmen vena
dengan refluks. Skleroterapi dapat digunakan sebagai terapi primer
atau bersama dengan prosedur bedah untuk pengobatan CVI,
sclerosant disuntikkan ke dalam pembuluh darah untuk membuat
pembuluh darah menciut. Skleroterapi diindikasikan untuk berbagai
kondisi termasuk spider veins (< 1 mm), varises dengan diameter 1-4
mm, perdarahan varises, dan hemangioma kavernosus kecil
(malformasi vaskuler).
Obat yang biasa digunakan sebagai sclerosant adalah
polidokanol, natrium tetradesil sulfat (STS), larutan salin hipertonik,
gliserin dan gliserin dikromasi. Cairan STS dan polidokanol dapat
dicampur dengan berbagai konsentrasi sclerosant dan berbagai
proporsi sclerosant/gas, dengan udara atau CO2 atau O2 untuk
membuat busa. Bentuk busa memungkinkan lebih banyak pembuluh
darah vena dapat diterapi per sesi dengan keberhasilan sebanding.
Penggunaannya yang berbeda dengan sclerosant cair masih agak
kontroversial.

20
Komplikasi skleroterapi jarang terjadi, meliputi
hiperpigmentasi kulit sekitar, pembekuan darah dan ulserasi. Reaksi
anafilaksis sangat jarang tetapi dapat mengancam jiwa, dan dokter
harus memiliki peralatan resusitasi yang siap digunakan. Ada satu
kasus stroke yang dilaporkan setelah skleroterapi yang dipandu USG
dengan injeksi sclerosant busa dosis besar.
 Terapi Ablasi
Terapi ablasi adalah penggunaan energi termal dalam bentuk
radiofrequency atau laser untuk mengobliterasi vena.
 Radiofrequency Ablation
Teknik ini seringkali digunakan pada refluks vena safena
sebagai alternatif stripping. Panas yang terbentuk menyebabkan
injuri termal lokal pada dinding vena yang menyebabkan trombosis
dan akhirnya fibrosis.
Komplikasi ERA meliputi luka bakar, parestesia, flebitis
klinis, dengan sedikit lebih tinggi kejadian trombosis vena dalam
(0,57%) dan emboli paru (0,17%).
 Endovenous Laser Therapy
Endovenous Laser Therapy (EVLT) adalah teknik
pengobatan gangguan vena menahun menggunakan energi laser,
biasanya dilakukan oleh phlebologist, ahli radiologi intervensi,
atau ahli bedah jantung paru dan pembuluh darah.

21
Gambar 6. EVLT

2) Teknik Bedah
Pada CVI berat, ulkus vena sering memerlukan terapi hingga 6
bulan sebelum sembuh total, sering kambuh terutama jika terapi
kompresi tidak dipertahankan. Pada CVI yang refrakter terhadap obat
dan terapi yang kurang invasif, maka teknik bedah harus
dipertimbangkan untuk melengkapi terapi kompresi, termasuk pada
pasien yang tidak nyaman dengan disabilitas menetap, atau pada ulkus
vena yang tidak kunjung sembuh dengan upaya medis maksimal, dan
pada pasien yang tidak mampu patuh terhadap terapi kompresi, atau
dengan varises kambuhan.
Beberapa teknik bedah meliputi stripping yang lebih invasif hingga
prosedur yang kurang invasif seperti cryosurgery.
 Stripping
Stripping adalah pengambilan seluruh atau sebagian batang
utama vena safena (besar/ panjang atau lebih kecil/pendek).
Komplikasi meliputi trombosis vena (5,3%), emboli paru (0,06 %),
dan komplikasi luka termasuk infeksi (2,2%). Selain itu, karena
stripping menghilangkan batang utama saphena, tidak tersedia lagi

22
vena untuk cangkokan bypass vena di masa depan (penyakit arteri
koroner atau tungkai).
 Ligasi Vena dan Phlebectomy
Vena yang rusak diikat sehingga darah tidak melewati vena
tersebut. Ligasi saphenofemoral junction telah dipertimbangkan
sebagai terapi standar untuk banyak pasien CVI. Kumpulan varises
vena besar yang berhubungan dengan vena safena inkompeten dapat
diavulsi dengan teknik stab phelebotomy. Ligasi dan stripping CVI
tingkatan 2-6 dengan refluks vena superfisial telah menghasilkan
perbaikan bermakna hemodinamika vena, dan menghilangkan gejala
CVI stadium lanjut, serta membantu penyembuhan ulkus.
 Cryosurgery
Dalam teknik ini, sebuah cryoprobe diturunkan melalui vena
saphena panjang setelah ligasi saphenofemoral. Kemudian probe
didinginkan dengan NO2 atau CO2 hingga suhu -85oC. Vena
tersebut membeku ke arah probe dan dapat ditarik secara retrograde
setelah 5 detik pembekuan.

2.13 KOMPLIKASI
Lima sampai tujuh persen kasus mengalami cedera pada nervus cutaneus,
keadaan ini sering bersifat sementara namun dapat bersifat permanen. Komplikasi
berupa terjepitnya vena dan arteri femoral juga tidak dapat untuk dihindari.
Hematom dan infeksi pada luka relatif sering terjadi (sampai dengan 10%), dan
terjadi gangguan dalam aktivitas dan bekerja sehari-hari. Thromboembolism
berpotensi terjadi pada pembedahan varises vena, tetapi belum ada bukti yang
menujukkan risiko ini meningkat bila dilakukan pembedahan.

2.14 PENCEGAHAN
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya
CVI, sebagai berikut:
 Hindari jangka waktu yang lama berdiri atau duduk

23
 Elevasi kaki untuk mengurangi tekanan dalam pembuluh darah di kaki.
 Berolahraga secara teratur, seperti berjalan, dapat memperkuat otot betis,
sehingga memulihkan fungsi pompa otot betis.
 Menurunkan berat badan.
 Stoking kompresi untuk memusatkan tekanan pada kaki dan membantu aliran
darah serta mengurangi rasa nyeri.
 Antibiotik jika diperlukan untuk mengobati infeksi kulit.

2.15 PROGNOSIS
Prognosis kesembuhan ulkus dan inflamasi cukup bagus tanpa adanya
penyakit penyerta yang menganggu kesembuhan. Mayoritas pasien tanpa
komplikasi memberikan respon yang baik terhadap pengobatan rawat jalan.
Perubahan permanen meliputi hemosiderosis dan fibrosis yang terjadi sebelum
inisiasi terapi. Kehilangan fungsi katup bersifat irreversible. Tidak adanya
support cutaneus berkelanjutan dalam jangka panjang dalam bentuk penutup
inelastis atau stocking elastis, dapat memperburuk cedera pada kulit dan jaringan
lunak. Prognosis dapat ditentukan dengan menentukan keparahan penyakit
menggunakan Venous disability score (VDS), Venous segmental disease score
(VSDS), atau Venous clinical severity score (VCSS).

24
BAB III
KESIMPULAN

CVI adalah gangguan aliran balik darah dari tungkai ke jantung yang besifat
menahun. Etiologi dari Chronic venous insufficiency (CVI) dapat dibagi 3 yaitu,
kongenital, primer dan sekunder. Faktor risiko terkait CVI meliputi usia (di atas
30 tahun), jenis kelamin, riwayat varises dalam keluarga, obesitas, kehamilan,
menopause, flebitis, dan riwayat cedera tungkai. Gejala CVI yang biasa dirasakan
biasanya tungkai terasa nyeri (saat berjalan yang berhenti saat istirahat) dan berat
serta pegal (setelah berdiri lama), kram bisa terjadi terutama saat pergerakan tiba-
tiba seperti gerakan berdiri, terdapat pelebaran vena dekat permukaan kulit,
munculnya telangiektasis di tungkai yang terkena, bengkak di kaki atau
pergelangan kaki, perubahan warna kulit serta ulkus kaki. Ultrasonografi vaskuler
merupakan pemeriksaan yang tepat untuk mendiagnosa CVI, dengan spektrum
doppler dan color pada pemeriksaan duplex sonografi femoralis dapat diketahui
derajat keparahan pada CVI. Ada beberapa cara penatalaksaan yang bisa
dilakukan pada penderita CVI diantaranya kaus kaki kompresi (stocking), elevasi
kaki, obat-obatan, skleroterapi vena, terapi ablasi, stripping, ligasi vena, dan
cryosurgery.

25
DAFTAR PUSTAKA

Chronic venous insufficiency [Internet]. 2012 [cited 2014 June 6].


http://www.summitmedicalgroup.com/library/adult_health/aha_venous_insu
fficiency/
Chronic venous insuffi ciency [Internet]. 2012 [cited 2014 June 6].
http://vasculardisease.org/chronic-venous-insufficiency-cvi/
Eberhardt RT, Raffetto JD. Chronic venous insufficiency. Circulation
2005;111:2398-409.
Faiz, O, Moffat, D. 2014. Anatomy at a Glance, diterjemahkan oleh dr. Annisa
Rahmalia. Jakarta, Erlangga.
Kartika, RW. Gangguan Vena Menahun. 2015. CDK-224 vol. 42.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_224Gangguan%20Vena
%20Menahun.pdf.

26

Anda mungkin juga menyukai