15/92
Hari senin, hari kelima belas aku memulai kuliah pertamaku di sebuah politeknik yang agak ternama di
Semarang. Sebenarnya aku malas menjalani takdir yang tak tentu ini, karena aku berpikir biaya kuliah ini terlalu
mahal bagi seorang anak buruh lepas sepertiku. Sehingga muncul pikiran tuk berpaling dari dongeng ini dan
berlari ke sebuah universitas negeri yang pernah kudambakan percuma. “Kenapaa Dhaaa...?” Sahut Ara yang
melihat ke arahku yang tersendu-sendu sambil memainkan gawainya. Aku tak peduli meskipun aku tak
mengenalnya terlalu jauh, dan memang waktu itu aku menangis didepannya. Kuperjelaskan semua keluhan
sepele yang terjadi antara aku dan anda didalam kamar kos. Mulai dari aku yang tak betah sekamar dengannya,
rebut-rebutan tempat, dan pergaulan. Sekilas aku berpikir bahwa aku memang egois, tak bisa humoris, terlalu
realistis. Aku terlalu berpikir jauh tentang anda, sehingga yang terbenak dalam hatiku hanya kata benci, benci,
dan benci. “Kalo lu emang tegas, bilang ke orangnya! Jangan ke gua,,gua Cuma bisa kasih saran..toh kalo lu
dengerin..kurang-kurangin sifat jelek kamu! Jadi orang yang tegas dikit biar ga dibegoin! ” Ucapannya selalu
berdenging di kedua telingaku. Aku hanya terpejam dan membisu, tapi memang benar yang dikatakan oleh Ara.
Aku berpikir seminggu lamanya akan ucapan-ucapan Ara. Aku memang agak payah dalam masalah pertemanan
dan percintaan. Bahkan, aku pernah tak punya teman sekelas dan memutus hubungan dengan seorang pria
yang sangat dekat denganku hanya karena aku ingin fokus belajar dan membahagiakan kedua orang tuaku.
Mungkin hal ini banyak dialami oleh banyak orang, tapi mungkin diriku lebih akut daripada mereka. Hari minggu,
hari ke-21 itu aku mencoba berbicara pada anda, namun usahaku ternyata tak dihiraukannya dan justru dia
semakin berani kepadaku. Ara pun sempat kecewa akan sikapku yang lembek ini, namun aku biarkan semua
terjadi dan berharap jalan terbaik dari Allah saja. Ada sebuah hadist yang mengatakan jika kita berniat untuk
berbuat baik pasti Allah akan memberikan jalan. Pikirku hanya sederhana, kalau aku bosan, aku akan pergi ke
kamar si Ara. Awalnya aku agak kaku dan sungkan untuk bertemu lagi dengan Ara karena masalah kemarin,
namun aku tak bisa berbuat banyak. “Ah,,paling kalau dia tak mau diganggu pasti langsung bilang ke aku”
Pikirku sambil mengetuk pintu kamarnya. “Buka ajaaa..ngga dikunci” Teriaknya dari dalam. Main handphone dan
handphone adalah kebiasaannya Ara. “Ada apa mil? Sok sini masuk aja” Katanya sambil merobohkan
handphonenya. “Engga kok, boleh numpang belajar disini ngga ra? Lagi bosen belajar di kamar sama si dia :v”
balasku padanya.
Itulah hal yang mengawali pertemanan antara aku dengannya.