Anda di halaman 1dari 31

Refrat

ILEUS OBSTRUKTIF

Oleh:

dr. Rachmad Meyliandry Putra

Pembimbing:

dr. Ferry Erdani, Sp. B., (K)BD

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2017
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT karena berkat


kemuliaan dan cinta-Nya penulis dapat lahir dan menimba ilmu hingga
menyelesaikan refrat dengan judul “ILEUS OBSTRUKTIF”. Shalawat dan salam
kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa kita kedalam
kehidupan yang jauh lebih baik dan penuh dengan ilmu pengetahuan.

Penulisan refrat ini merupakan salah satu syarat untuk menyelasaikan


pendidikan bedah digestif. Refrat ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan
ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : dr. Ferry Erdani,
Sp.B., (K)BD selaku pembimbing yang telah memberikan banyak masukan dan
saran dalam penyusunan refrat ini.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya


kepada semua pihak yang telah memberikan segala dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari penelitian bedah dasar ini masih banyak kekurangan dan
kelemahan serta masih memerlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari
keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki.

Banda Aceh, Januari 2017

ii
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................iii

iii
BAB I Pendahuluan .......................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................1


BAB II Tinjauan Pustaka.................................................................................2

2.1 Defenisi........................................................................................................2

2.2 Etiologi.........................................................................................................2

2.3 Anatomi........................................................................................................2

2.4 Fisiologi.......................................................................................................5

2.5 Etiopatologi...............................................................................................10

2.6 Patofisiologi...............................................................................................12

2.7 Manifestasi Klinis......................................................................................12

2.8 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................18

2.9 Terapi.........................................................................................................22
BAB III Kesimpulan.........................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................25

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikterik atau penyakit kuning adalah Ketika konsentrasi serum bilirubin


melebihi sekitar 2,5 mg / dL, perubahan warna kekuningan dari sclera menjadi
jelas (icterus scleral). Penyakit kuning merupakan warna serupa kulit, dengan
kadar bilirubin serum lebih dari 5 mg / dL. Perubahan warna merupakan deposisi
pigmen empedu dalam jaringan yang terkena. Kehadiran bilirubin terkonjugasi
dalam urin adalah salah satu perubahan pertama kali dicatat oleh pasien.

Penyakit kuning dapat disebabkan oleh berbagai penyebai gangguan.


Namun, ketika hadir, mungkin menunjukkan kondisi serius, dan dengan demikian
pengetahuan tentang diagnosis penyakit kuning dan pendekatan sistematis untuk
mendiagnosis dari pasien diperlukan.

Diagnosa dari pasien dengan penyakit kuning disederhanakan dengan


menyelenggarakan kemungkinan penyebab gangguan tersebut ke dalam kelompok
berdasarkan lokasi metabolisme bilirubin. Seperti disebutkan sebelumnya,
metabolisme bilirubin dapat berlangsung dalam tiga tahap: prehepatic,
intrahepatik, dan posthepatic.

Tahap prehepatic meliputi produksi bilirubin dari pemecahan produk heme


dan transportasi untuk hati. Sebagian besar hasil heme dari metabolisme sel darah
merah dan sisanya dari senyawa organik lainnya heme yang mengandung seperti
mioglobin dan sitokrom.

Dalam hati, bilirubin tak terkonjugasi tidak larut kemudian konjugasi asam
glukuronat untuk memungkinkan kelarutan dalam empedu dan ekskresi. Tahap
posthepatic metabolisme bilirubin terdiri dari ekskresi bilirubin larut melalui

1
sistem bilier ke duodenum. Disfungsi dalam fase ini dapat menyebabkan penyakit
kuning.

Umumnya, ikterus non-obstruktif tidak membutuhkan intervensi bedah,


sementara ikterus obstruktif biasanya membutuhkan intervensi bedah atau
prosedur intervensi lainnya untuk pengobatan, sehingga sering juga disebut
sebagai “surgical jaundice”, dimana morbiditas dan mortalitas sangat tergantung
dari diagnosis dini dan tepat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera, atau jaringan lainnya akibat
penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda penting
penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu, dan penyakit darah. Bila
kadar bilirubin darah meningkat melebihi 2mg/dl maka ikterus akan terlihat. Ia
dapat terjadi pada peningkatan bilirubin indirect (unconjugated) ataupun direct
(conjugated). Ikterus secara lokasi masalahnya terbagi kepada tiga yaitu ikterus
prahepatik, pasca hepatik (obstruktif) dan ikterus hepatoselular
2.2 Etiologi
Pada ikterus obstruktif, terjadi hambatan pada aliran empedu sehingga
menyebabkan terjadinya peningkatan bilirubin terkonjugasi. Selain itu, asam
empedu dan kolesterol turut meningkat akibat penyumbatan ini.
Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan penyumbatan ini antara lain
atresia biliaris yang merupakan keadaan paling sering yaitu kegagalan
pembentukan duktus biliaris sehingga pengaliran bilirubin keluar ke usus
terganggu. Kegagalan pembentukan saat pertumbuhan dalam janin ini pula
merupakan pengaruh dari berbagai faktor antaranya adalah kecemasan ibu hamil
yang berlebihan serta penggunaan obat-obatan tertentu saat kehamilan. Kondisi
lain yang dapat menyebabkan ikterus obstruktif adalah kista koledokal
(Choledochal Cyst) dan perforasi spontan dari duktus biliaris ekstrahepatik.
Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu
kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik
intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan
penyakit hepatitis autoimun sedangkan penyebab paling sering pada kolestasis
ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas. Penyebab
lainnya yang relatif lebih jarang adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada
duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau pseudocyst
pankreas dan kolangitis sklerosing.
2.3 Anatomi
Anatomi organel yang berperan dalam hal ini yaitu anatomi sistem
hepatobilier. Yang tersusun dari:

3
1. Hepar
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau
lebih 25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh
dengan fungsi sangat kompleks yang menempati sebagian besar kuadran kanan
atas abdomen. Batas atas hati berada sejajar dengan ruangan interkostal V kanan
dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan
posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari
system porta hepatis.
Hepar merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh dan mempunyai banyak
fungsi. Tiga fungsi dasar hepar, yaitu: (1) membentuk dan mensekresikan empedu
ke dalam traktus intestinalis; (2) berperan pada metabolism yang berhubungan
dengan karbohidrat, lemak, dan protein; (3) menyaring darah untuk membuang
bakteri dan benda asing lain yang masuk ke dalam darah dari lumen intestinum.
Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak dibagian atas cavitas
abdominalis tepat dibawah diafragma. Hepar terbagi menjadi lobus hepatis
dekstra dan lobus hepatis sinistra. Lobus hepatis dekstra terbagi lagi menjadi
lobus caudatus dan lovus quadratus.
Porta hepatis, atau hilus hepatis, terdapat pada fasies visceralis dan terletak
diantara lobus caudatus dan quadratus, bagian atas ujung bebas omentum minus
melekat pada pinggir-pinggir porta hepatis. Pada tempat ini terdapat duktus
hepatikus dekstra dan sinistra, ramus dekstra dan sinistra arteri hepatica, vena
porta hepatica, serta serabut-serabut saraf simpatis dan parasimpatis. Hepar
tersusun atas lobuli hepatis. Vena sentralis dari masing-masing lobulus bermuara
ke vena hepatica. Di dalam ruangan diantara lobulus-lobulus terdapat kanalis
hepatis yang berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena porta hepatis, dan sebuah
cabang duktus koledokus (trias hepatis). Darah arteria dam vena berjalan diantara
sel-sel hepar melalui sinusoid dan dialirkan ke vena sentralis.
Secara histologis Hepar terdiri atas unit-unit heksagonal, yaitu lobulus
hepatikus. Di bagian tengah setiap lobulus terdapat sebuah vena sentralis, yang
dikelilingi secara radial oleh lempeng sel hepar, yaitu hepatosit, dan sinusoid
kearah perifer. Sinusoid hati dipisahkan dari hepatosit dibawahnya oleh spatium
perisinusoideum subendotelial.

4
Hepatosit mengeluarkan empedu ke dalam saluran yang halus disebut
kanalikulus biliaris yang terletak diantara hepatosit. Kanalikulus menyatu di tepi
lobulus hati di daerah porta sebagai duktus biliaris. Duktus biliaris kemudian
mengalir ke dalam duktus hepatikus yang lebih besar yang membawa empedu
keluar dari hati. Di dalam lobulus hati, empedu mengalir di dalam kanalikulus
biliaris ke duktus biliaris ke daerah porta, sementara darah dalam sinusoid
mengalir ke dalam vena sentralis. Akibatnya, empedu dan darah tidak bercampur.

2. Vesika biliaris
Vesika biliaris merupakan sebuah kantong berbentuk buah pir yang terletak
pada permukaan bawah (fasies visceralis) hepar. Vesika biliaris mempunyai
kemampuan menampung empedu sebanyak 30-50 ml dan menyimpannya serta
memekatkan empedu dengan cara mengabsorbsi air. Vesika biliaris dibagi
menjadi fundus, corpus, dan collum. Fundus vesika biliaris berbentuk bulat dan
biasanya menonjol dibawah inferior hepar, penonjolan ini merupakan tempat
fundus bersentuhan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung cartilage
costalis IX dekstra. Corpus vesika biliaris terletak dan berhubungan dengan fasies
visceralis hepar dan arahnya keatas, belakang, dan kiri. Collum vesika biliaris
melanjutkan diri sebagai duktus cystikus yang berbelok kea rah dalam omentum

5
minus dan bergabung dengan sisi kanan duktus hepatikus komunis untuk
membentuk duktus koledokus.
Histologis Vesika biliaris merupakan organ kecil berongga yang melekat
pada permukaan bawah hepar. Empedu diproduksi oleh hepatosit dan kemudian
mengalir dan disimpan di dalam kandung empedu (vesika biliaris). Empedu
keluar dari kandung empedu memalui duktus sistikus dan masuk ke duodenum
melalui duktus biliaris komunis menembus papilla duodeni mayor. Empedu
dicurahkan ke dalam saluran pencernaan akibat rangsangan kuat hormon
kolesistokinin dan secara kurang kuat oleh serabut-serabut saraf yang
menyekresikan asetilkolin dari system saraf vagus dan enterik usus, yang
meningkatkan motilitas dan sekresi empedu

2.4 Fisiologi
Bilirubin merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme
melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Metabolisme bilirubin meliputi
pembentukan, transportasi, asupan, konjugasi, dan ekskresi bilirubin.4,5
 Fase Pre-hepatik

1) Pembentukan bilirubin.
Bilirubin berasal dari katabolism protein heme, dimana 75% berasal dari
penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur
dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase, dan peroksidase.
Pembentukannya berlangsung di sistem retikoloendotelial. Langkah oksidase
pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme
oksigenase. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi
bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat
dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut.

2) Transport plasma
Selanjutnya bilirubin yang telah dibentuk akan diangkut ke hati melalui
plasma, harus berikatan dengan albumin plasma terlebih dahulu oleh karena
sifatnya yang tidak larut dalam air.
 Fase Intra-Hepatik
3) Liver uptake

6
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai permukaan sinusoid
hepatosit, terjadi proses ambilan bilirubin oleh hepatosit melalui ssistem transpor
aktif terfasilitasi, namun tidak termasuk pengambilan albumin. Setelah masuk ke
dalam hepatosit, bilirubin akan berikatan dengan ligandin, yang membantu
bilirubin tetap larut sebelum dikonjugasi.
4) Konjugasi

Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati (bilirubin tak


terkonjugasi) akan mengalami konjugasi dengan asam glukoronat yang dapat larut
dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate
glucoronosyl transferase (UDPG-T) membentuk bilirubin konjugasi, sehingga
mudah untuk diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu.
 Fase Post-Hepatik
5) Ekskresi bilirubin

Bilirubin yang terkonjugasi diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu


melalui proses mekanisme transport aktif yang diperantarai oleh protein membran
kanalikuli, dikenal sebagai multidrug-resistance associated protein-2 (MRP-2).
Setelah bilirubin terkonjugasi diekskresikan ke dalam kandung empedu,
bilirubin kemudian memasuki saluran cerna. Sewaktu bilirubin terkonjugasi
mencapai ileum terminal dan usus besar, glukoronida dikeluarkan oleh enzim
bakteri khusus, yaitu ß-glukoronidase, dan bilirubin kemudian direduksi oleh flora
feses menjadi sekelompok senyawa tetrapirol tak berwarna yang disebut
urobilinogen. Di ileum terminal dan usus besar, sebagian kecil urobilinogen
direabsorpsi dan diekskresi ulang melalui hati sehingga membentuk siklus
urobilinogen enterohepatik. Pada keadaan normal, urobilinogen yang tak

7
berwarna dan dibentuk di kolon oleh flora feses mengalami oksidasi menjadi
urobilin (senyawa berwarna) dan diekskresikan di tinja.

Gambar 2.2 Metabolisme bilirubin


Pada saluran-saluran empedu hal yang terjadi, kandung empedu, dan
sfingter Oddi memodifikasi, menyimpan, dan mengatur aliran empedu. Hati
memproduksi 500 sampai 1000 mL empedu per hari dan dialirkan ke dalam
kanalikuli empedu. Selama perjalanan melalui ductules empedu dan saluran hati,
empedu canalicular dimodifikasi oleh penyerapan dan sekresi elektrolit dan air.
Sekresi empedu responsif terhadap neurogenik, humoral, dan rangsangan kimia.
stimulasi vagal meningkatkan sekresi empedu, sedangkan hasil stimulasi saraf
splanchnic di aliran empedu menurun.
Hormon gastrointestinal, sekretin, merangsang aliran empedu terutama
dengan meningkatkan sekresi aktif cairan kaya klorida oleh saluran empedu dan
ductules. rilis sekretin dirangsang oleh asam klorida, protein, dan asam lemak
dalam duodenum. Empedu ductular sekresi juga dirangsang oleh cholecystokinin
(CCK), gastrin, dan hormon lainnya. Saluran empedu epitel juga mampu
menyerap air dan elektrolit, yang mungkin kepentingan utama dalam
penyimpanan empedu selama puasa pada pasien yang sebelumnya telah menjalani
kolesistektomi.
Empedu terdiri dari air, elektrolit, garam empedu, protein, lipid, dan pigmen
empedu. Natrium, kalium, kalsium, dan klor memiliki konsentrasi yang sama
dalam empedu seperti dalam plasma atau cairan ekstraseluler. Garam empedu
primer, kolat dan chenodeoxycholate, disintesis di hati oleh kolesterol. Mereka
terkonjugasi sana dengan taurin dan glisin, dan bertindak dalam empedu sebagai
anion (asam empedu) yang seimbang dengan natrium. garam empedu
diekskresikan ke dalam empedu oleh hepatosit dan bantuan dalam pencernaan dan
penyerapan lemak di usus. Sekitar 95% dari kolam asam empedu diserap kembali
dan dikembalikan melalui sistem vena portal ke hati, juga dikenal sebagai
sirkulasi enterohepatik (Gbr. 54-5). Sisanya 5% diekskresikan dalam tinja.

8
Kolesterol dan fosfolipid disintesis di hati adalah lipid yang ditemukan
dalam empedu. Sintesis fosfolipid dan kolesterol oleh hati diatur sebagian oleh
asam empedu. Warna empedu adalah karena kehadiran diglucuronide pigmen
bilirubin, yang merupakan produk metabolisme dari pemecahan hemoglobin, dan
hadir dalam empedu dalam konsentrasi 100 kali lebih besar dari plasma. Setelah
di usus, bakteri mengubahnya menjadi urobilinogen, sebagian kecil dari yang
diserap dan disekresikan ke dalam empedu.

Kantong Empedu
Kantong empedu berkonsentrasi dan kantong empedu hati selama keadaan
puasa dan memberikan empedu ke duodenum dalam menanggapi makan. Karena
kapasitas yang biasa kandung empedu hanya sekitar 30 sampai 60 mL, daya serap
yang luar biasa dari kantong empedu menyumbang kemampuannya untuk
menyimpan banyak 600 ml empedu yang dihasilkan setiap hari. Kantong empedu
mukosa memiliki daya serap terbesar per satuan luas dari setiap struktur dalam
tubuh. Empedu biasanya terkonsentrasi 5 sampai 10 kali lipat oleh penyerapan air
dan elektrolit yang mengarah ke perubahan yang nyata dalam komposisi empedu.
Aktifasi NaCl yang di transportasi oleh epitel kandung empedu adalah
kekuatan pendorong untuk konsentrasi empedu. Air secara pasif diserap dalam
menanggapi kekuatan osmotik yang dihasilkan oleh penyerapan zat terlarut.
Konsentrasi empedu dapat mempengaruhi kelarutan dua komponen penting dari
batu empedu: kalsium dan kolesterol. Meskipun kandung empedu mukosa

9
menyerap kalsium, proses ini hampir tidak seefisien untuk natrium atau air, yang
mengarah ke peningkatan relatif lebih besar dalam konsentrasi kalsium. Sebagai
empedu kandung empedu menjadi terkonsentrasi, beberapa perubahan terjadi
dalam kapasitas empedu untuk melarutkan kolesterol. Kelarutan dalam fraksi
misel meningkat, namun stabilitas vesikel fosfolipid-kolesterol sangat menurun.
Karena curah hujan kristal kolesterol terjadi istimewa oleh vesikular daripada
mekanisme misel, efek bersih berkonsentrasi empedu adalah kecenderungan
meningkat untuk nukleasi kolesterol.
Sel kandung empedu epitel mengeluarkan setidaknya dua produk penting ke
dalam lumen kandung empedu, glikoprotein dan ion hidrogen. Sekresi lendir
glycoprotein terjadi terutama dari kelenjar leher kandung empedu dan saluran
cystic. Resultan musin gel diyakini merupakan bagian penting dari lapisan
unstirred (penghalang difusi-tahan) yang memisahkan membran sel kandung
empedu dari empedu luminal. penghalang lendir ini mungkin sangat penting
dalam melindungi epitel kandung empedu dari efek deterjen yang kuat dari garam
empedu sangat terkonsentrasi ditemukan di dalam kandung empedu. Namun,
bukti yang cukup juga menunjukkan bahwa mucin glikoprotein berperan sebagai
agen pronucleating untuk kristalisasi kolesterol.
Transportasi ion hidrogen oleh epitel kandung empedu menyebabkan
penurunan pH kandung empedu empedu melalui mekanisme natrium-exchange.
Pengasaman empedu mempromosikan kelarutan kalsium, sehingga mencegah
curah hujan sebagai garam kalsium. Proses pengasaman normal kantong empedu
ini menurunkan pH memasuki empedu hati 7,5-7,8 ke 7,1-7,3
kantong empedu mengisi dari produksi terus menerus empedu oleh hati
melawan gaya dari sfingter dikontrak Oddi. Sebagai tekanan dalam saluran
empedu melebihi bahwa dalam lumen kandung empedu, empedu hati memasuki
kandung empedu oleh aliran retrograde melalui duktus sistikus, dimana itu cepat
terkonsentrasi. Periode mengisi yang diselingi oleh episode singkat pengosongan
parsial (~ 10% -15% dari volume) dari terkonsentrasi kandung empedu empedu
yang dikoordinasikan melalui duodenum dari fase III dari kompleks myoelectric
migrasi (MMC).

10
Setelah makan, kontrak kandung empedu di respon baik fase cephalic
vagally dimediasi aktivitas dan pelepasan CCK, regulator utama dari fungsi
kandung empedu. Di samping 60 sampai 120 menit, sekitar 50% sampai 70% dari
kantong empedu empedu yang terus dikosongkan ke dalam saluran usus. CCK
terlokalisir ke usus kecil proksimal, terutama sel-sel epitel duodenum, di mana
rilis dirangsang oleh lemak intraluminal, asam amino, dan asam lambung dan
dihambat oleh empedu. Selain merangsang kontraksi kandung empedu, CCK juga
bertindak untuk fungsional menghambat aktivitas phasic motorik normal sfingter
Oddi. Kandung empedu refill kemudian terjadi secara bertahap selama berikutnya
60 sampai 90 menit.

Spingter Oddi
Sfingter Oddi adalah struktur kompleks yang secara fungsional independen
dari otot duodenum. Ini menciptakan zona tekanan tinggi antara saluran empedu
dan duodenum. sphincter mengatur aliran empedu dan jus pankreas ke duodenum,
mencegah regurgitasi isi duodenum ke dalam saluran empedu, dan juga
mengalihkan empedu ke kantong empedu. Sfingter Oddi juga memiliki tekanan
tinggi sangat kontraksi phasic, yang memainkan peran dalam mencegah
regurgitasi isi duodenum ke dalam saluran empedu.
Kedua faktor saraf dan hormon mempengaruhi sfingter Oddi. Menanggapi
CCK, baik sfingter tekanan Oddi dan aktivitas gelombang phasic berkurang.
Setelah makan, tekanan sfingter rileks dalam koordinasi dengan kontraksi
kandung empedu, sehingga memungkinkan aliran pasif empedu ke duodenum.
Selama puasa, tekanan tinggi kontraksi phasic sfingter Oddi bertahan melalui
semua tahapan MMC. Sfingter aktivitas Oddi tampaknya dikoordinasikan dengan
pengosongan kandung empedu parsial dan peningkatan aliran empedu yang terjadi
selama fase III dari MMC. Kegiatan ini mungkin merupakan mekanisme
pencegahan terhadap akumulasi kristal bilier selama puasa.

2.5 Etiologi
Penyebab ikterus obstruktif secara garis besar terbagi menjadi 2 bagian,
yaitu ikterus obstruksi intrahepatik dan ikterus obstruktif ekstrahepatik. Ikterus
obstruktif intrahepatik pada umumnya terjadi pada tingkat hepatosit atau

11
membran kanalikuli bilier sedangkan ikterus obstruktif ekstrahepatik, terjadinya
ikterus disebabkan oleh karena adanya sumbatan pada saluran atau organ diluar
hepar. Adapun penyakit yang menyebabkan terjadinya ikterus obstruktif adalah
sebagai berikut:
1) Ikterus obstruktif intrahepatik :
Penyebab tersering ikterus obstruktif intrahepatik adalah hepatitis, penyakit
hati karena alkohol, serta sirosis hepatis.6 Peradangan intrahepatik
mengganggu ekskresi bilirubin terkonjugasi dan menyebabkan ikterus.

2) Ikterus obstruktif ekstrahepatik :


a. Kolelitiasis dan koledokolitiasis
Batu saluran empedu mengakibatkan retensi pengaliran bilirubin
terkonjugasi ke dalam saluran pencernaan sehingga mengakibatkan aliran
balik bilirubin ke dalam plasma menyebabkan tingginya kadar bilirubin
direk dalam plasma.7
b. Tumor ganas saluran empedu
Insidens tumor ganas primer saluran empedu pada penderita dengan
kolelitiasis dan tanpa kolelitiasis, pada penderita laki-laki dan perempuan
tidak berbeda. Umur kejadian rata-rata 60 tahun, tetapi tidak jarang
didapatkan pada usia muda. Jenis tumor kebanyakan adenokarsinoma pada
duktus hepatikus atau duktus koledokus.7
c. Atresia bilier
Terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan
hambatan aliran empedu, sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin direk.
Atresia bilier merupakan penyebab kolestatis ekstrahepatik neonatal yang
terbanyak. Terdapat dua jenis atresia biliaris, yaitu ekstrahepatik dan
intrahepatik. Bentuk intrahepatik lebih jarang dibandingkan dengan
ekstrahepatik.7

d. Tumor kaput pankreas


Tumor eksokrin pankreas pada umumnya berasal dari sel duktus dan sel
asiner. Sekitar 90% merupakan tumor ganas jenis adenokarsinoma duktus

12
pankreas, dan sebagian besar kasus (70%) lokasi kanker adalah pada kaput
pankreas. Pada stadium lanjut, kanker kaput pankreas sering bermetastasis
ke duodenum, lambung, peritoneum, hati, dan kandung empedu.7
2.6 Patofisiogi
Pada ikterus obstruktif, proses yang telah dijelaskan di atas terganggu
dimana terdapat bendungan/sekatan di saluran empedu. Bendungan ini
menyebabkan bilirubin terkonjugasi yang larut dalam air tidak dapat keluar,
sebaliknya ia mengalami regurgitasi kembali ke dalam sel hati dan memasuki
peredaran darah. Dari pembuluh darah, bilirubin akan diekskresikan oleh ginjal
sehingga kadar bilirubin dalam urin akan meningkat. Sebaliknya, disebabkan
berkurangnya kuantitas bilirubin yang lolos ke usus, maka tinja akan berwarna
dempul akibat tiada / berkurangnya stercobilin
2.7 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dikeluhkan oleh pasien dengan ikterus obstruktif,
bergantung pada jenis penyakit yang menyebabkan obstruksi sehingga
menyebabkan terjadinya ikterus. Berikut ini merupakan manifestasi klinis yang
secara umum dikeluhkan oleh pasien yang mengalami ikerus, yaitu berupa:7
1) Warna kuning pada sklera mata, sublingual, dan jaringan lainnya
Hal ini diakibatkan karena adanya peningkatan kadar bilirubin dalam
plasma yang terdeposit pada jaringan ikat longgar, salah satu diantaranya
adalah sklera dan sublingual.
2) Warna urin gelap seperti teh
Adanya peningkatan kadar bilirubin direk yang larut dalam air,
menyebabkan tingginya kadar bilirubin dalam plasma, sehingga kadar
bilirubin yang berlebih dalam plasma tersebut akan diekskresikan melalui
urin dan menyebabkan warna urin menjadi lebih gelap seperti teh.
3) Warna feses seperti dempul
Perubahan warna feses menjadi dempul disebabkan karena berkurangnya
ekskresi bilirubin ke dalam saluran pencernaan.

13
Manifestasi klinis yang dikeluhkan pasien berdasarkan jenis penyakit yang
menyebabkan obstruksi adalah sebagai berikut :

1) Ikterus obstruktif intrahepatik:


a. Hepatitis
Pada hepatitis, terjadi peradangan intrahepatik yang mengganggu ekskresi
bilirubin terkonjugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit
self-limited dan dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut.
Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan ikterus pada tahap awal (akut),
tetapi dapat berjalan kronis dan menahun, dan mengakibatkan gejala hepatitis
menahun atau bahkan sudah menjadi sirosis hepatis.
b. Sirosis hepatis6
Pada sirosis hepatis, terjadi penggantian hepatosit yang rusak secara
permanen dengan jaringan ikat. Kerusakan pada hepatosit ini mengakibatkan
terganggunya proses metabolisme bilirubin yang berlangsung di dalam hepatosit,
baik itu terjadi penurunan proses penyerapan bilirubin pada permukaan sinusoid
hati, maupun gangguan pada proses konjugasi, sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya peningkatan kadar bilirubin indirek dalam plasma. Seperti yang
diketahui, bilirubin indirek merupakan bilirubin yang tak larut dalam air sehingga
kadarnya tidak meningkat dalam urin sehingga tidak menyebabkan warna urin
yang gelap seperti teh.
Oleh karena itu, perlu mengetahui gejala yang nampak pada sirosis hepatis,
yaitu adanya hematemesis, melena. Hematemesis dan melena terjadi akibat
pecahnya varises esophagus yang disebabkan oleh hipertensi portal karena
peningkatan darah yang masuk ke vena porta. Peningkatan tekanan porta
menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang kemudian menjadi varises. Varises
akan semakin berkembang akibat peningkatan aliran darah ke tempat varises yang
lama-kelamaan dapat berakibat ruptur varises.
Adapun tanda klinis yang tampak pada sirosis hepatis adalah:
a. Sklera tampak ikterik
Akibat peningkatan kadar bilirubin dalam plasma.

14
b. Spider navy dan palmar eritem
Terjadi karena kegagalan hepatoseluler dalam menginaktifkan dan
menyekresikan steroid adrenal dan gonad sehingga menyebabkan
hiperesterogenisme pada kapiler.
c. Caput medusae
Disebabkan karena adanya sirkulasi kolateral yang melibatkan vena
superficial dinding abdomen sehingga mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar
umbillikus.
d. Shagging of the flanks (perut kodok)
Merupakan petanda adanya ascites, yang terjadi akibat adanya peningkatan
tekanan hidrostatik venosa akibat hipertensi porta, serta karena adanya transudasi
cairan hipoalbuminemia.
e. Splenomegali
Terjadi karena tingginya tekanan vena porta, sementara aliran darah ke
hepar terhambat, sehingga alirah darah diteruskan ke lien. Selain itu, fungsi hepar
untuk destruksi eritrosit terganggu, sehingga fungsi tersebut dialihkan ke lien.
Pada lien terjadi penignkatan aktivititas destruksi eritrosit, sehingga lien
mengalami hipertrofi dan hiperplasia sel.
f. Undulasi ascites
Terjadi akibat adanya peningkatan tekanan hidrostatik venosa akibat
hipertensi porta, serta karena adanya transudasi cairan berlebih akibat
hipoalbuminemia.
g. Arterial bruit (+)
Terjadi karena adanya hipertensi porta dan peningkatan aktivitas porta.

2) Batu Empedu,7,8,9,10
Pada penyakit batu empedu, umumnya sebagian besar pasien tidak
menunjukan gejala klinis (asimptomatik) yang dalam perjalanan penyakitnya
dapat tetap asimptomatik selama bertahun-tahun dan sebagian kecil dapat
berkembang menjadi simptomatik. Kurang dari 50% penderita batu empedu
mempunyai gejala klinis.
Manifestasi klinis yang sering terjadi diantaranya adalah mengeluhkan
adanya kolik biliaris dan nyeri hebat pada epigastrium dan kuadran kanan atas

15
abdomen yang menjalar hingga ke punggung atau bahu kanan, terutama setelah
makan.
Serangan kolik bilier ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang
tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh empedu,
menyebabkan tekanan di duktus biliaris meningkat dan terjadi peningkatan
kontraksi di tempat penyumbatan yang mengakibatkan timbulnya nyeri visera
pada daerah epigastrium dan kuadran kanan atas abdomen.
Nyeri pada kuadran kanan atas abdomen dikarenakan implikasi pada saraf
yang mempersarafi vesika felea, yaitu plexus coeliacus. Nyeri yang akan diterima
oleh saraf aferen mengikuti saraf simpatis. Nyeri ini akan berjalan melui plexus
coeliacus dan nervus sphlangnicus mayor menuju ke medulla spinalis. Proses
peradangan dapat menyebabkan plexus coeliacus terjepit, sehingga nyeri dapat
menyebar dan mengenai peritoneum parietal dinding anterior abdomen atau
diafragma bagian perifer. Hal ini menyebabkan nyeri somatik dirasakan dikuadran
kanan atas dan berjalan ke punggung bawah angulus inferior skapula, serta radang
yang mengenai peritoneum parietal bagian sentral yang dipersarafi oleh nervus
frenikus (C3, C4, C5) akan menyebabkan nyeri di daerah bahu sebab kulit di
daerah bahu mendapat persarafan dari nervus supraklavikularis (C3, C4).
Nyeri hebat ini sering disertai dengan rasa mual dan muntah. Perangsangan
mual dapat diakibatkan oleh karena adanya obstruksi saluran empedu sehingga
mengakibatkan aliran balik cairan empedu ke hepar menyebabkan terjadinya
proses peradangan pada sekitar hepatobilier yang bersifat iritatif di saluran cerna
sehingga merangsang nervus vagal dan menekan rangsangan sistem saraf
parasimpatis sehingga terjadi penurunan pergerakan peristaltik sistem pencernaan
di usus dan lambung, menyebabkan makanan tertahan di lambung dan
peningkatan rasa mual yang mengaktifkan pusat muntah di medulla oblongata.
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan adanya nyeri tekan epigastrium
dan daerah kuadran kanan atas abdomen. Tanda Murphy positif positif apabila
nyeri trkan bertambah sewaktu pasien menarik napas panjang karena kandung
empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti
menarik napas.

16
Koledokolitiasis dapat terjadi apabila batu berpindah tempat dari kandung
empedu dan menyumbat duktus koledokus. Sumbatan ini dapat menyebabkan
kolangitis atau pankreatitis akut. Pasien dengan koledokolitiasis sering
menunjukan gejala jaundice dan demam, selain nyeri. Pasien juga dapat
mengeluhkan adanya feses yang berwarna dempul akibat retensi aliran bilirubin
ke dalam saluran cerna akibat adanya obstruksi, serta keluhan berupa urin
berwarna cokelat gelap seperti teh karena meningkatnya kadar ekskresi bilirubin
ke dalam urin.
3) Tumor ganas saluran empedu7
Keluhan utama ialah ikterus obstruktif yang progresif secara lambat disertai
pruritus. Biasanya tidak ditemukan tanda kolangitis, seperti demam, menggigil,
dan kolik bilier, kecuali perasaan tidak enak diperut kuadran kanan atas. Pasien
juga dapat mengeluhkan adanya anoreksia dan penurunan berat badan.
Bila tumor mengenai duktus koledokus, terjadi distensi kandung empedu
sehingga mudah diraba, sementara tumornya itu sendiri tidak dapat diraba.
Kandung empedu yang teraba dibawah pinggir iga pun tidak terasa nyeri, dan
penderita tampak ikterus karena obstruksi. Hepatomegali juga dapat ditemukan
pada pemeriksaan fisik. Apabila obstruksi empedu tidak diatasi, hati akan menjadi
sirosis, terdapat splenomegali, asites, dan perdarahan varises esophagus.

4) Atresia bilier7,11
Merupakan suatu kelainan kongenital yang tidak diketahui etiologinya
secara pasti. Agaknya berhubungan dengan kolangiohepatitis intrauteri yang
mungkin disebabkan oleh virus. Saluran empedu mengalami proses fibrosis dan
proses ini sering berjalan terus setelah bayi lahir dengan prognosis umumnya
buruk.
Terdapat dua jenis atresia bilier, yaitu ekstrahepatik dan intrahepatik.
Bentuk intrahepatik lebih jarang dibandingkan ekstrahepatik. Gejala klinis dan
patologis atresia bilier ekstrahepatik bergantung pada proses berawalnya penyakit,
apakah jenis embrional atau jenis perinatal, dan bergantung pada saat
diagnosisnya.
Jenis embrional atau fetal merupakan sepertiga penderita. Proses yang
merusak saluran empedu berawal sejak masa intrauteri dan berlangsung hingga

17
saat bayi lahir. Pada jenis ini tidak ditemukan masa bebas ikterus setelah periode
ikterus neonatorum fisiologis (dua minggu pertama kelahiran).
Jenis kedua adalah jenis perinatal yang ditemukan pada dua pertiga kasus.
Ikterus muncul kembali secara progresif setelah ikterus fisiologis hilang beberapa
waktu. Jadi, perbedaan patofisiologis utama antara jenis embrional dengan
perinatal ialah saat mulainya kerusakan saluran empedu yang progresif.
Neonatus yang menderita ikterus obstruktif intrahepatik maupun
ekstrahepatik, menunjukkan ikterus, urin berwarna kuning gelap, tinja berwarna
dempul (akolik), dan hepatomegali.

5) Tumor kaput pankreas7


Gejala awal tumor kaput pankreas tidak spesifik dan samar, sering
terabaikan oleh pasien dan dokter sehingga sering terlambat didiagnosis. Gejala
awal dapat berupa rasa penuh, kembung di ulu hati, anoreksia, mual, muntah, dan
badan lesu. Keluhan tersebut tidak khas karena juga dijumpai pada penyakit
dengan gangguan fungsi saluran cerna.
Keluhan utama yang paling sering ditemui adalah :
a. Nyeri perut merupakan keluhan yang paling sering dijumpai. Lokasi
nyeriperut biasanya adalah pada daerah ulu hati, awalnya difus kemudian
menjadi terlokalisir. Nyeri perut biasanya disebabkan karena invasi tumor
pada pleksus coeliac dan pleksus mesenterik superior. Rasa nyeri dapat
menjalar hingga ke punggung akibat invasif tumor ke retroperitoneal dan
terjadi infiltrasi pada pleksus saraf splanknikus.
b. Berat badan turun lebih dari 10% berat badan ideal juga umum dikeluhkan
oleh pasien. Penurunan berat badan disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu
asupan makanan yang berkurang, malabsorbsi lemak dan protein, serta
akibat peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi.
c. Ikterus obstruktif, terjadi karena obstruksi saluran empedu oleh tumor.
Tanda klinis pasien dengan tumor kaput pankreas dapat ditemukan adanya
konjungtiva pucat dan sklera ikterik. Pada pemeriksaan abdomen dapat teraba
tumor masa padat pada epigastrium, sulit digerakkan karena letak tumor
retroperitoneum. Dapat juga ditemukan ikterus dengan pembesaran kandung
empedu (Courvoisier sign), hepatomegali, splenomegali (karena kompresi atau

18
thrombosis pada vena porta atau vena lienalis), ascites (karena invasi/infiltrasi
tumor ke peritoneum).
2.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
- Darah : Perlu diperhatikan jumlah leukosit, bila jumlahnya meningkat, maka
berarti terdapat infeksi. Perhatikan juga apakah terdapat peningkatan
prothrombin time (PT) atau tidak, karena apabila prothrombin time
meningkat, maka perlu dicurigai adanya penyakit hepar, atau obstruksi
bilier.
- Urin : Penting untuk mengetahui apakah warna urin merah kecoklatan
seperti teh secara makroskopis, serta terdapat kandungan bilirubin dalam
urin atau tidak. Apabila urin berwarna gelap kecoklatan, perlu dicurigai
adanya peningkatan kadar bilirubin direk yang diekskresikan melalui urin
yang mengarah pada ikterus obstruktif.
- Feses : untuk mengetahui apakah feses berwarna dempul atau tidak. Feses
yang berwarna dempul, menandakan bahwa terdapatnya gangguan aliran
bilirubin direk ke dalam saluran intestinal akibat adanya suatu sumbatan
pada aliran empedu.
b. Tes faal hati :
- Merupakan tes untuk mengetahui gambaran kemampuan hati untuk
mensintesa protein (albumin, globulin, faktor koagulasi), dan
memetabolisme zat yang terdapat dalam darah, meliputi:
 Albumin
Albumin disintesa oleh hati dan mempertahankan keseimbangan distribusi
air dalam tubuh (tekanan onkotik koloid). Albumin membantu transport
beberapa komponen darah, seperti ion, bilirubin, hormone, enzim, dan obat.
Apabila nilai albumin menurun, maka perlu dicurigai adanya gangguan
fungsi hepar, infeksi kronis, edema, ascites, sirosis, serta perdarahan.
 Alanin Aminotransferase (ALT/SGOT)
Konsentrasi enzim ALT yang tinggi terdapat pada hati. ALT juga terdapat
pada jantung, otot, dan ginjal, namun ALT lebih banyak terdapat di dalam
hati, dan lebih spesifik menunjukan fungsi hati daripada AST. Apabila

19
terjadi peningkatan kadar ALT, maka perlu dicurigai adanya penyakit
hepatoseluler, sirosis aktif, obstruksi bilier, dan hepatitis. Nilai peningkatan
yang signifikan adalah adalah dua kali lipat dari nilai normal.
 Aspartase Aminotransferase (AST/SGPT)
AST merupakan enzim yang memiliki aktivitas metabolism yang tinggi,
ditemukan di jantung, hati, otot rangka, ginjal, otak, limfe, pankreas dan
paru-paru. Penyakit yang menyebabkan perubahan, kerusakan, atau
kematian sel pada jaringan tersebut akan mengakibatkan enzim ini terlepas
ke dalam sirkulasi. Apabila terjadi peningkatan, dapat dicurigai adanya
penyakit hati, pancreatitis akut, juga penyakit jantung seperti MI.
 Gamma Glutamil Transferase (Gamma GT)
GGT terutama terdapat pada hati dan ginjal. GGT merupakan enzim marker
spesifik untuk fungsi hati dan kerusakan kolestatis dibandingkan ALP. GGT
adalah enzim yang diproduksi di saluran empedu sehingga meningkat
nilainya pada gangguan empedu, seperti kolesistitis, koletiasis, sirosis,
atresia bilier, obstruksi bilier. GGT sangat sensitif tetapi tidak spesifik. Jika
terjadi peningkatan hanya kadar GGT (bukan AST, ALT) bukan menjadi
indikasi kerusakan hati.
 Alkali fosfatase
Enzim ini merupakan enzim yang berasal dari tulang, hati, dan plasenta.
Konsentrasi tinggi dapat ditemukan dalam kanalikuli bilier, ginjal, dan usus
halus. Pada penyakit hati, kadar alkali fosfatase akan meningkat karena
ekskresinya terganggu akibat obstruksi saluran bilier.
 Bilirubin
Peningkatan kadar bilirubin indirek lebih sering terjadi akibat adanya
penyakit hepatoseluler, sedangkan apabila terjadi peningkatan bilirubin
direk biasanya terjadi karena adanya obstruksi pada aliran ekskresi empedu.

1) Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang
menyebabkan ikertus obstruktif, dan merupakan langkah awal sebelum melangkah

20
ke pemeriksaan yang lebih lanjut apabila diperlukan. Yang perlu diperhatikan
adalah:
a. Besar, bentuk, dan ketebalan dinding kandung empedu. Bentuk kandung
empedu yang normal adalah lonjong dengan ukuran 2-3 x 6 cm, dengan
ketebalan sekitar 3 mm.
b. Saluran empedu yang normal mempunyai diameter 3 mm. bila saluran
empedu lebih dari 5 mm berarti terdapat dilatasi. Apabila terjadi sumbatan
pada daerah duktus biliaris, yang paling sering terjadi adalah pada bagian
distal, maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat
kemudian diikuti pelebaran bagian proksimal. Perbedaan obstruksi letak
tinggi atau letak rendah dapat dibedakan. Pada obstruksi letak tinggi atau
intrahepatal, tidak tampak pelebaran duktus biliaris komunis. Apabila
terlihat pelebaran duktus biliaris intra dan ekstra hepatal, maka ini disebut
dengan obstruksi letak rendah (distal).
c. Ada atau tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas
tinggi disertai bayangan akustik (acoustic shadow), dan ikut bergerak pada
perubahan posisi, hal ini menunjukan adanya batu empedu. Pada tumor,
akan terlihat masa padat pada ujung saluran empedu dengan densitas rendah
dan heterogen.
d. Apabila terdapat kecurigaan penyebab ikterus obstruktif adalah karena
karsinoma pankreas, dapat terlihat adanya pembesaran pankreas lokal
maupun menyeluruh, perubahan kontur pankreas, penurunan ekhogenitas,
serta dapat ditemukan adanya pelebaran duktus pankreatikus.

2) PTC (Percutaneus Transhepatic Cholaniography)


Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk melihat duktus biliaris serta untuk
menentukan letak penyebab sumbatan. Dengan pemeriksaan ini dapat diperoleh
gambaran saluran empedu di proksimal sumbatan. Bila kolestasis karena batu,
akan memperlihatkan pelebaran pada duktus koledokus dengan didalamnya
tampak batu radiolusen. Bila kolestasis karena tumor, akan tampak pelebaran
saluran empedu utama (common bile duct) dan saluran intrahepatik dan dibagian
distal duktus koledokus terlihat ireguler oleh tumor.

21
3) ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography)13
Pemeriksaan ERCP merupakan tindakan langsung dan invasif untuk
mempelajari traktus biliaris dan system duktus pankreatikus. Indikasi pemeriksaan
ERCP, yaitu:
a. Penderita ikterus yang tidak atau belum dapat ditentukan penyebabnya
apakah sumbatan pada duktus biliaris intra atau ekstra hepatic, seperti:
- Kelainan di kandung empedu
- Batu saluran empedu
- Striktur saluran empedu
- Kista duktus koledokus
b. Pemeriksaan pada penyakit pankreas atau diduga ada kealainan pancreas
serta untuk menentukan kelainan, baik jinak ataupun ganas, seperti:
- Keganasan pada sistem hepatobilier
- Pankreatitis kronis
- Tumor panreas
- Metastase tumor ke sistem biliaris atau pancreas

Adapun kelainan yang tampak dapat berupa:


a. Pada koledokolitiasis, akan terlihat filling defect dengan batas tegas pada
duktus koledokus disertai dilatasi saluran empedu.
b. Striktur atau stenosis dapat disebabkan oleh kelainan diluar saluran empedu
yang menekan, misalnya kelainan jinak atau ganas. Striktur atau stenosis
umumnya disebabkan oleh fibrosis akibat peradangan lama, infeksi kronis,
iritasi oleh parasit, iritasi oleh batu, maupun trauma operasi. Striktur akibat
keganasan saluran empedu seperti adenokarsinoma dan kolangio-karsinoma
bersifat progresif sampai menimbulkan obstruksi total. Kelainan jinak ekstra
duktal akan terlihat gambaran kompresi duktus koledokus yang berbentuk
simetris. Tumor ganas akan mengadakan kompresi pada duktus koledokus
yang berbentuk ireguler.

22
c. Tumor ganas intraduktal akan terlihat penyumbatan lengkap berupa ireguler
dam menyebabkan pelebaran saluran empedu bagian proksimal. Gambaran
seperti ini akan tampak lebih jelas pada PCT, sedangkan pada ERCP akan
tampak penyempitan saluran empedu bagian distal tumor.
Tumor kaput pankreas akan terlihat pelebaran saluran pankreas. Pada daerah
obstruksi akan tampak dinding yang ireguler.

2.9 Terapi
Tatalaksana ikterus sangat tergantung pada penyakit dasar penyebabnya.
Jika penyebabnya adalah penyakit hepatoseluler, biasa ikterus akan menghilang
sejalan dengan perbaikan penyakitnya. Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier
ekstra-hepatik biasanya membutuhkan tindakan pembedahan.
a. Tatalaksana kolelitiasis
Pada pasien dengan kolelitiasis dapat dilakukan tindakan operatif
kolesistektomi, yaitu dengan mengangkat batu dan kandung empedu.
Kolesistektomi dapat berupa kolesistektomi elektif konvensional (laparatomi) atau
dengan menggunakan laparaskopi.
Indikasi kolesistektomi elektif konvensional maupun laparaskopik adalah
adalah kolelitiasis asimptomatik pada penderita diabetes mellitus karena serangan
kolesistitis akut dapat menimbulkan komplikasi berat. Indikasi lain adalah
kandung empedu yang tidak terlihat pada kolesistografi oral, yang menandakan
stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2
cm karena batu yang besar lebih sering menyebabkan kolesistitis akut
dibandingkan dengan batu yang lebih kecil. Indikasi lain adalah kalsifikasi
kandung empedu karena dihubungkan dengan kejadian karsinoma.

b. Tatalaksana tumor ganas saluran empedu


Tatalaksana terbaik adalah dengan pembedahan. Adenokarsinoma saluran
empedu yang baik untuk direseksi adalah yang terdapat pada duktus koledokus
bagian distal atau papilla Vater. Pembedahan dilakukan dengan cara Whipple,
yaitu pankreatiko-duodenektomi.
c. Tatalaksana atresia bilier
Tatalaksana atresia bilier ekstrahepatik adalah dengan pembedahan.
Atresia bilier intrahepatik pada umumnya tidak memerlukan pembedahan karena

23
obstruksinya relatif bersifat ringan. Jenis pembedahan atresia bilier ekstrahepatik
adalah portoenterostomi teknik Kasai dan bedah transplantasi hepar.

Bedah dekompresi portoenterostomi


Langkah pertama bedah portoenterostomi adalah membuka igamentum
hepatoduodenale untuk mencari sisa saluran empedu ekstrahepatik yang berupa
jaringan fibrotik. Jaringan fibrotik ini diikuti terus kearah hilus hati untuk
menemukan ujung saluran empedu yang terbuka di permukaan hati. Rekonstruksi
hubungan saluran empedu di dalam hati dengan saluran cerna dilakukan dengan
menjahitkan yeyunum ke permukaan hilus hati. Apabila atresia hanya terbatas
pada duktus hepatikus komunis, sedangkan kandung empedu dan duktus sitikus
serta duktus koledokus paten, maka cukup kandung empedu saja yang disambung
dengan permukaan hati di daerah hilus. Pada bayi dengan atresia saluran empedu
yang dapat dikoreksi langsung, harus dilakukan anastomosis mukosa dengan
mukosa antara sisa saluran empedu dan duodenum atau yeyunum.
Komplikasi pascabedah adalah kolangitis berulang yang timbul pada 30-
60% penderita yang dapat hidup lama. Kolangitis umumnya mulai timbul 6-9
bulan setelah dibuat anastomosis. Pengobatan kolangitis adalah dengan pemberian
antibiotik selama dua minggu.
Jika dilakukan transplantasi hati, keberhasilan transplantasi hati setelah
satu tahun berkisar antara 65-80%. Indikasi transplantasi hati adalah atresia bilier
intrahepatik yang disertai gagal hati.
d. Tatalaksana tumor kaput pankreas

Sebelum terapi bedah dilakukan, keadaan umum pasien harus diperbaiki


dengan memperbaiki nutrisi, anemia, dan dehidrasi. Pada ikterus ibstruksi total,
dilakukan penyaliran empedu transhepatik sekitar 1 minggu prabedah. Tindakan
ini bermanfaat untuk memperbaiki fungsi hati.
Bedah kuratif yang mungkin berhasil adalah pankreatiko-dudenektomi
(operasi Whipple). Operasi Whipple ini dilakukan untuk tumor yang masih
terlokalisasi, yaitu pada karsinoma sekitar ampula Vateri, duodenum, dan duktus

24
koledokus distal. Tumor dikeluarkan secara radikal en bloc, yaitu terdiri dari
kaput pankreas, korpus pancreas, duodenum, pylorus, bagian distal lambung,
bagian distal duktus koledokus yang merupakan tempat asal tumor, dan kelenjar
limf regional.

25
BAB III
KESIMPULAN

Ikterus adalah gambaran klinis berupa perubahan warna pada kulit dan
mukosa yang menjadi kuning karena adanya peningkatan konsentrasi bilirubin
dalam plasma, yang mencapai lebih dari 2 mg/dl, dimana ikterus obstruktif
merupakan ikterus yang disebabkan oleh adanya obstruksi pada sekresi bilirubin
pada jalur post hepatik, yang dalam keadaan normal seharusnya dialirkan ke
traktus gastrointestinal. Umumnya, ikterus non-obstruktif tidak membutuhkan
intervensi bedah, sementara ikterus obstruktif biasanya membutuhkan intervensi
bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk pengobatan, sehingga sering juga
disebut sebagai “surgical jaundice”, dimana morbiditas dan mortalitas sangat
tergantung dari diagnosis dini dan tepat.
Oleh karena itu, pemahaman terhadap keadaan fisiologi, disertai dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang tepat diharapkan
dapat menegakkan diagnosis yang tepat sehingga dapat ditentukan tatalaksana apa
yang terbaik untuk pasien.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Sulaiman, Ali. Pendekatan klinis pada pasien ikterus. In: Aru W Sudoyo,
et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid 1. 5 th Ed. Jakarta: Penerbitan
FKUI; 2007.p.420-3.
2. Snell, Richard S. Anatomi klinik. 6th Ed. Jakarta: Penerbitan buku
kedokteran EGC; 2006.p.240-7, 288-91.
3. Eroschenko, Victor P. Dygestive system: liver, gallbladder, and pancreas.
In: Difiore’s atlas of histology with functional correlations. 11 th Ed. USA:
Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
4. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, et al. The liver bilirubinemias. In:
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. United States of
America: Mc Graw Hill; 2007.p.297-8.
5. Murray RK, Granner DK. Biokimia Harper. 27 th ed. Jakarta: EGC;
2005.p.285-300.
6. Aditya PM, Suryadarma IGA. Laporan kasus: sirosis hepatis. Bali:
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana; 2012.
7. Sjamsuhidajat, R. Buku ajar ilmu bedah. 3th Ed. Jakarta: Penerbitan buku
kedokteran EGC; 2010.p254-7,663-7,672-82,717-82.
8. Silbernagl S, Lang F. Teks & atlas berwarna patofisiologi. Jakarta:
Penerbitan buku kedokteran EGC; 2006.p.140,166.
9. Widiastuty AS. Patogenesis batu empedu. Palembang: Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah; 2010.
10. Schwartz Si. Manifestations of gastrointestinal disease. In: Principles of
surgery. 5th Ed. Singapore: McGraw-Hill; 1989.p.1091-1099.
11. Purnomo B, Hegar B. Biliary atresia in infants with cholestasis. Jakarta:
Fakultas kedokteran universitas Indonesia; 2008.
12. Pedoman interpretasi data klinik. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia; 2011.p15-26, 56-62.
13. Lesmana. Endoscopic retrograde cholangio pancreatography diagnostic
dan terapeutik pada obstruksi bilier. Available at: http://www.kalbe.co.id.
Accessed on June 17th 2014.

27

Anda mungkin juga menyukai