Infark Miokard
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada
Bagian/SMF Kardiologi Fakultas Kedokteran Unsyiah
BPK RSUDZA Banda Aceh
oleh
Putri Sukma Dewi
1507101030174
Pembimbing
Dr. Fauzal Aswad, Sp.JP, FIHA
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BPK RUMAH SAKIT dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2016
KATA PENGANTAR
1
BAB I
PENDAHULUAN
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Klinis sangat
mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun,
tanpa gejala pendahuluan. Lokasi dan luasnya miokard infark tergantung pada arteri yang
oklusi dan aliran darah kolateral. 1 Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat
inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan
lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun laju
mortalitas menurun sebesar 30% dalam dua dekade terakhir, sekitar satu di antara 25 pasien
yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.2
Infark miokard akut merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA)
yang terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi
ST. Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner
menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana
injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. 2
Tahun 2013, ± 478.000 pasien di Indonesia didiagnosa Penyakit Jantung Koroner. Saat ini,
prevalensi STEMI meningkat dari 25% ke 40% dari presentasi Infark Miokard.3
Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) merupakan oklusi total dari arteri koroner
yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang
ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Infark miokard akut non ST-elevasi
(NSTEMI): oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan
miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.4
STEMI merupakan bagian dari Acute Coronary Syndrome (ACS), yang
menggambarkan cedera miokard transmural, akibat oklusi total arteri koronor oleh thrombus.
Bila tidak dilakukan revaskularisasi segera, maka akan terjadi nekrosis miokard yang
berhubungan linear dengan waktu. Maka dikenalah paradigma “time is muscule” yang berarti
bila tidak dilakukan reperfusi segera, maka otot jantung tidak akan diselamatkan. Paradigma
ini menekan perlunya reperfusi sedini mungkin.4
Diagnosis STEMI ditegakkan dari ditemukannya chest pain, ST segmen elevasi atau
diperkirakan adanya left bundle branch block (LBBB) yang baru pada gambaran EKG
(kompleks QRS pada sadapan yang merekan ventrikel kiri (I,AVL,V5,V6), gelombang R
2
akan melebar pada puncak atau berlekuk dan pada sadapan yang merekam ventrikel kanan
akan menunjukkan gelombang S yang dalam, lebar dan terbalik) serta ditemukannya
peningkatan enzim yang menunjukan terjadinya nekrosis miokard (troponin T, CKMB).5(6)
Diagnosis infark miokard jenis NSTEMI adalah nyeri dada berupa perasaan terbakar,
nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan di substernal atau epigastrium. Pada EKG
didapatkan ST segmen depression dan T wave inverted. Selanjutnya juga didapatkan
peningkatan biomarker kerusakan miokard yaitu peningkatan troponin dalam 3-4 jam dan
CK-MB.5
Diagnosis kerja infark miokard harus telah dibuat berdasarkan riwayat nyeri dada
yang berlangsung selama 20 menit atau lebih yang tidak membaik dengan pemberian
nitrogliserin. Adanya riwayat PJK dan penjalaran nyeri ke leher, rahang bawah atau lengan
kanan memperkuat dugaan ini. Pengawasan EKG perlu dilakukan pada setiap pasien dengan
dugaan STEMI. Diagnosis STEMI perlu dibuat sesegera mungkin melalui perekaman dan
interpretasi EKG 12 sadapan, selambat-lambatnya 10 menit dari saat pasien tiba untuk
mendukung penatalaksanaan yang berhasil. Gambaran EKG yang atipikal pada pasien
dengan tanda dan gejala iskemia miokard yang sedang berlangsung menunjukkan perlunya
tindakan segera.6
Dalam penatalaksanaan STEMI dapat diakukan pra rumah sakit, di rumah sakit dan
pasca rumah sakit.Tatalaksana IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari
evidence based berdaarkan penelitian randomized cinical trial yang terus berkembang
ataupun consensus dari para ahli sesuai pedoman (guideline).7(7) Klasifikasi sindrom koroner
akut akan mempercepat dan mempermudah identifikasi pasien STEMI, oklusi total arteri
coroner, yang memerlukan vaskularisasi segera. Penanganan fase awal sinrom coroner akut
adalah menurunkan konsumsi oksigen , pemberian antiplatelet dan pemantauan yang intensif
secara terus menerus.8
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infark miokard akut adalah suatu keadaan dimana otot jantung tiba-tiba tidak
mendapat suplai darah akibat penyumbatan mendadak arteri koroner oleh gumpalan darah
karena pecahnya plak.Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen
mencapai bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut yang dapat mengakibatkan
kerusakan pada otot jantung. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi
sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di
sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau
alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan
mengalami infark.9
2.2 Patofisiologi
Trombosis Koroner. Penelitian angiografi segera setelah timbulnya keluhan dan studi
postmortem pasien MI menunjukkan lebih dari 85% mendapatkan oklusi trombus
pada arteri penyebab (culprit artery). Trombus yang terbentuk merupakan campuran
trombus putih dan trombus merah.9
4
Retakan plak. Trombosis koroner umumnya dihubungkan dengan retakan plak.
Perubahan tiba-tiba dari angina stabil menjadi tidak stabil atau infark miokard
umumnya berhubungan dengan retakan plak pada titik tempat tekanan shear stressnya
tinggi dan sering dihubungkan dengan plak aterosklerosis ringan. Plak yang robek
kemudian merangsang agregasi trombosit yang selanjutnya akan membentuk
trombus.9
Spasme arteri koroner. Perubahan tonus pembuluh darah koroner melalui NitricOxide
(NO) endogen dapat mengubah ambang rangsang angina antara satu pasien dengan
yang lain, serta antara satu saat dengan saat lain. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi tonus arteri yaitu hipoksia, katekolamin endogen, dan zat vasoaktif
(serotonin, adenosine diphosphat).9
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner
berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok,hipertensi dan akumulasi lipid.10
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur,
ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga
terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian
histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous
cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik
terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik.10
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi trombosit memicu
perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa.Setelah mengalami konversi fungsinya,
reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang
larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah
molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan,
menghasilkan ikatan silang platelets dan agregasi. 10
5
Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.
Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian
akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi
yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital,
spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.10
Gejala-gejala umum infark miokard adalah nyeri dada retrosternal. Pasien sering
mengeluh rasa ditekan atau dihimpit, yang lebih dominan dibanding rasa nyeri. Keluhan -
keluhan yang mengarah pada infark miokard antara lain:
Rasa tekanan yang tidak nyaman, rasa penuh, diremas, atau nyeri dada retrosternal
dalam beberapa menit, sehingga penderita memegang dadanya atau yang lebih
dikenal sebagai Levine sign, yang merupakan tanda khas untukpenderita pria.11
Nyeri yang menjalar ke bahu, leher, satu atau kedua tangan atau rahang bawah, ke
punggung.11
Nyeri dada yang disertai rasa sempoyongan, mau jatuh, berkeringat, atau mual
muntah (khas untuk infark miokard inferior).11
Sesak napas yang tidak dapat dijelaskan, yang dapat terjadi dengan atau tanpa nyeri
dada; seperti pada penderita dengan riwayat diabetes atau hipertensi yang mengeluh
nyeri perut.11
2.4 Diagnosa
1. Anamnesis
Pasien tampak cemas dan tidak bisa beristirahat (gelisah) dengan ekstremitas
pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan
banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI.12
2. Pemeriksaan fisik
Kondisi umum pasien infark miokard dapat pucat, berkeringat banyak, atau
gelisah. Nadi dapat berupa aritmia, bradikardi, atau takikardi; yang perlu
6
diperhatikan jika pasien akan diberi β-blocker. Penderita infark miokard dapat
mengalami hipertensi akibat respon nyeri hebat atau hipotensi akibat syok
kardiogenik. Peningkatan tekanan vena jugularis umumnya ditemukan pada
penderita infark miokard ventrikel kanan. Pada auskultasi, bunyi jantung dapat
bervariasi sesuai komplikasi yang timbul akibat infark miokard; misalnya mitral
regurgitasi dengan murmur pansistolik dan S1 yang lemah atau VSD dengan
murmur pansistolik yang kerasdan tinggi dan S1 yang normal.12
3. Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiografi
Temuan EKG 12 leadpada infark miokard menurut evolusinya dapat berupa
gelombang T hiperakut, perubahan segmen ST, dan gelombang Q patologis.
Menurut lokasi anatomis infark miokard temuan abnormalitas EKG adalah
sebagai berikut:
- Dinding inferior: lead II, III, dan aVF
- Dinding anterior: lead V1-V4
- Dinding lateral: lead I, aVL, V5-V6
- Ventrikel kanan: lead V1R-V6R
- Dinding posterior: lead V7-V9
Biomarker Jantung:
- Kriteria biomarker jantung untuk mendiagnosis MI
7
- CK-MB meningkat secara serial dan kemudian turun dengan perbedaan
dua hasil pemeriksaan lebih dari 25%
- CK-MB 10 – 13 U/L atau lebih dari 5% dari total aktivitas CK
- Pada dua pemeriksaan berbeda waktu minimal 4 jam didapatkan
peningkatanaktivitas CK-MB lebih dari 50%
- Pada satu pemeriksaan CK-MB didapatkan peningkatan dua kali lipat
nilai normal
- Lebih dari 72 jam didapatkan peningkatan Troponin T atau I, atau LDH-1
> LDH-2.12
2.5 Tata Laksana
a. Oksigen12
Oksigen diberikan pada semua pasien infark miokard. Pemberian oksigen mampu
mengurangi ST elevasi pada infark anterior. Berdasarkan konsensus, dianjurkan
memberikan oksigen dalam 6 jam pertama terapi. Pemberian oksigen lebih dari 6
jam secara klinis tidak bermanfaat, kecuali pada keadaan berikut :
- Pasien dengan nyeri dada menetap atau berulang atau dengan hemodinamik
yang tidak stabil
- Pasien dengan tanda-tanda edema paru akut
- Pasien dengan saturasi oksigen < 90% 12
2 Acetylsalicylic acid
Acetylsalicylic acid 160-325 mg dikunyah, untuk pasien yang belum mendapat
acetylsalicylic acid dan tidak ada riwayat alergi dan tidak ada bukti perdarahan
lambung saat pemeriksaan. Acetylsalicylic acid supositoria dapat digunakan pada
pasien dengan mual, muntah atau ulkus peptik, atau gangguan saluran cerna atas.12
3 Nitroglycerin
Tablet nitroglycerin sublingual dapat diberikan sampai 3 kali dengan interval 3-5
menit jika tidak ada kontraindikasi. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien
dengan keadaan hemodinamik tidak stabil, misalnya pada pasien dengan tekanan
diastolik ≤ 90 mmHg atau 30 mmHg lebih rendah dari pemeriksaan awal.
Nitroglycerin adalah venodilator dan penggunaannya harus secara hati-hati pada
keadaan infark inferior atau infark ventrikel kanan, hipotensi, bradikardi, takikardi,
dan penggunaan obat penghambat fosfodiesterase dalam waktu <24 jam.12
4 Morphine
8
Diberikan jika nitroglycerin sublingual tidak responsif. Morphine merupakan
pengobatan yang cukup penting pada infark miokard dengan alasan:
- Menimbulkan efek analgesik pada SSP yang dapat mengurangi
aktivitasneurohumoral dan menyebabkan pelepasan katekolamin
- Menghasilkan venodilatasi yang akan mengurangi beban ventrikel kiri
danmengurangi kebutuhan oksigen.
- Menurunkan tahanan vaskuler sistemik, sehingga mengurangi after load
ventrikel kiri.
- Membantu redistribusi volume darah pada edema paru akut.12
9
9 Statin (MHG Coenzyme A Reductase Inhibitor) mengurangi insiden reinfark, angina
berulang, rehospitalisasi, dan stroke bila diberikan dalam beberapa hari setelah infark
miokard. Pemberian dapat dilakukan lebih awal (dalam 24 jam) pada infark miokard
dan bila sudah mendapatkan statin sebelumnya maka terapi dilanjutkan.12
10 Terapi complete heart block
Keadaan bradikardi akibat complete heart block dengan hemodinamik tidak stabil
harus disiapkan untuk pemasangan pacu jantung transkutan atau transvena. Sambil
menunggu persiapan pacu jantung dapat dipertimbangkan pemberian atropine 0,5
mg i.v dengan dosis maksimal 3 mg i.v. Selain itu dapat dipertimbangkan pemberian
epinefrin dengan dosis 2-10 μg/menit atau dopamine 2-10 μg/kgBB/menit.12
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : T.n Sk
Usia : 55 tahun
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Suku : Aceh
10
Status Perkawinan : Menikah
No. CM : 1-10-84-07
3.2 Anamnesis
Keluhan utama
Nyeri dada.
Keluhan tambahan
Sesak nafas
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada ± 4 jam sebelum masuk Rumah
Sakit, nyeri dada mulai jam 08.00 pagi dan semakin memberat. Nyeri seperti tertusuk
dan menjalar kebagaian belakang sampai keleher dan kedua tangan disertai keringat
dingin, pasien tampak lemas. Pasien juga mengeluhkan sesak nafas, tidak disertai
mual dan muntah. Dan baru pertama kali pasien menderita nyeri dada seperti saat ini.
RR : 18 kali/menit
Suhu : 36,6 C
Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva palpebral inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : normotia, serumen (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
Mulut : sianosis (-), mukosa bibir lembab (+)
Leher : pembesaran KGB (-), JVP R-2 cmH2O
Thorax :
Inspeksi : simetris
Palpasi : nyeri tekan (-), SF kanan = SF kiri
Perkusi : sonor (+/+) di seluruh lapangan paru
Auskultasi : ves (+/+), rh (-/-) basah halus, wh (-/-)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus teraba di ics 5 midclavicula
Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternalis dekstra batas jantung kiri di
1 jari dari linea midclacicula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I>II, regular (+), bising(-)
Abdomen :
Inspeksi : simetris, distensi (-)
Palpasi : soepel, nyeri tekan (-), hepar/lien/renal tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik (+) , bising usus (-)
Ekstremitas:
Ekstremitas superior : sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin (-/-)
12
Ekstremitas inferior : sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin(-/-)
Interpretasi EKG :
Ritme : sinus
Rate : 78 x/menit
ST depresi : negatif
13
T inverted : (-)
3.5 Terapi
a. Bed rest
b. O2 nasal kanul
d. Nororapid 6-6-6
e. Brilinta 2x90 mg
f. Tanapres 1x5 mg
g. Atorvastatin 1x40 mg
h. Aspilet 1x80 mg
14
i. Isosorbid nitrat 3x5 mg
3.6 Prognosis
Tanggal S O A Th
09-11- Sesak napas (-), TD : 104/62 STEMI j. Bed rest
2016 nyeri dada (-), mmHg anterolate
batuk berdahak HR : 54x/I, ral onset k. O2 2-4l/i nasal
H+1 (-), nyeri irregular 4 jam kanul
pinggang (+) RR : 23 x/i l. Inj arixtra Sc 2,5
Temp : 36,8 C cc/hr
m. Nororapid 6-6-6
n. Brilinta 2x90
mg
o. Bisoprolol 1x5
mg
p. Tanapres 1x5
mg
q. Atorvastatin
1x40 mg
r. Aspilet 1x80 mg
s. Isosorbid nitrat
3x5 mg
15
mg
g. Tanapres 1x5
mg
h. Atorvastatin
1x40 mg
i. Aspilet 1x80 mg
j. Isosorbid nitrat
3x5 mg
11-11- Sesak napas (+), TD : 120/70 STEMI a. Bed rest
2016 pusing (+) mmHg anterolate
HR : 66x/I, ral onset b. O2 2-4l/i nasal
H+3 RR : 24 x/i 4 jam + kanul
Temp : 36,5 C Dm tipe 2 c. Inj arixtra Sc 2,5
cc/hr
16
BAB III
ANALISA KASUS
Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis pasien didapatkan keluhan nyeri dada, nyeri dada tembus ke
belakan. Hasil pemeriksaan EKG ditemukan irama sinus, dengan LAD, sementara gelombang
QRS rate 78 kali per menit. Oleh karena itu disimpulkan STEMI anterior ekstensif dengan
heart rate 78 kali per menit. Hal utama dalam mendiagnosis infark miokard meliputi
anamnesis, pemeriksaan EKG 12 lead, dan pemeriksaan biomarker jantung.
17
klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum yang terasa berat, menekan,
seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke leher, rahang, epigastrium, bahu, atau
lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di dada. Nyeri pada IMA biasanya berlangsung
beberapa jam sampai hari, jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak
banyak berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan lemah.
Dari anamnesis didapatkan juga bahwa pasien sering merokok Pasien merokok selama
25 tahun sebanyak 20 batang/hari.. Hal ini merupakan faktor resiko yang dapat menyebabkan
terbentuknya plak di arteri koroner. Terjadinya trombus disebabkan oleh rupture plak yang
kemudian diikuti oleh pembentukan thrombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya infark
miokard tergantung pada arteri yang oklusi dan aliran darah kolateral.
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area
tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika
elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentuk
elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area
injury, maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST
depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury
oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran
ST depresi. nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark
akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen
ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi
gelombang Q. Pada Kasus ini didapatkan ST-Elevasi pada I, aVL, V2-V3 maka dari itu kasus
ini dapat digolongkan STEMI.
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan
masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik . Oleh sebab itu,
nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan
kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate
dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III
(CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT).
Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard.
18
DAFTAR PUSTAKA
19
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, Pedoman Tatalaksana
Sindroma Koroner Akut, edisi ketiga. 2015
7. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwald’s Heart Disease : A textbook
of Cardiovascular Medicine. Philadephia: Elsevier; 2008.
11. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC; 2007.
12. Alwi, Idrus. 2006. Tatalaksana Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
20