Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut WHO, setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi

lahir mengalamiasfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal.Di

Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa

neonatal (usiadi bawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat 1 neonatus yang

meninggal. Penyebab kematian neonatal di Indonesia adalah berat bayi lahir

rendah 29%, asfiksia 27%, trauma lahir, tetanusneonatorum, infeksi lain, dan

kealainan congenital.Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah

dan mengatasi penyebab utama kematian bayi baru lahir, meliputi pelayanan

antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal atau dasar, dan

pelayanan asuhan neonatal oleh tenaga professional.

Untuk menurunkan angka kematian bayi baru lahir karena asfiksia,

persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan

dan keterampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir, kemampuan dan

keterampilan ini harus digunakan setiap kali menolong persalinan.Oleh

karena itu, keterampilan dan kemampuan penanganan resusitasi pada neonatal

dan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir berat rendah sangat penting

dimiliki oleh setiap tenaga professional yang terlibat dalam penanganan bayi

baru lahir.

1
1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui penanganan kegawatdaruratan pada bayi baru

lahir (BBL).

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui Definisi Bayi Baru Lahir (BBL) dan Berat

Badan Lahir Rendah (BBLR)

2. Untuk mengetahui penanganan BBLR

3. Untuk mengetahui resiko yang terjadi pada BBLR

4. Untuk mengetahui Definisi Resusitasi

5. Untuk mengetahui penatalaksaan tindakan Resusitasi pada BBL

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Bayi Baru Lahir

2.1.1 Definisi Bayi Baru Lahir Normal

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37

minggu sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai

dengan 4000 gram (Kristiyanasari, 2009).

Bayi baru lahir merupakan individu yang sedang bertumbuh dan

baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan

penyesuaian diri dari kehidupan kehidupan intrauterin ke kehidupan

ekstrauterin (Dewi, 2011).

Kesimpulannya adalah bayi baru lahir merupakan bayi lahir yang

dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan

ekstrauterin.

2.1.2 Definisi Berat Badan Lahir Rendah

Berat Badan Lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan

lahir kurang dari 2500 gram (Pantiawati, 2010). BBLR adalah bayi yang

lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa

kehamilan. Dahulu neonatus dengan berat badan lahir kurang dari 2500

gram atau sama dengan 2500 gram disebut prematur. Pada tahun 1961

3
oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat kurang 2500 gram

disebut Low Birth Weight Infants (Proverawati, 2010).

2.1.3 Klasifikasi BBLR

Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR (Proverawati

dan Ismawati, 2010) :

a. Menurut harapan hidupnya

1) Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500

gram.

2) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir

1000- 1500 gram.

3) Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir

kurang dari 1000 gram.

b. Menurut masa gestasinya

1) Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37

minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk

masa gestasi atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai

untuk masa kehamilan (NKB-SMK).

2) Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari

berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Bayi

mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan

bayi kecil untuk masa kehamilannya (KMK).

2.1.4 Gambaran Klinis

4
Gambaran klinis BBLR secara umum adalah :

1. Berat kurang dari 2500 gram

2. Panjang kurang dari 45 cm

3. Lingkar dada kurang dari 30 cm

4. Lingkar kepala kurang dari 33 cm

5. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu

6. Kepala lebih besar

7. Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang

8. Otot hipotonik lemah

9. Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea

10.Eksremitas : paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi-lurus

11.Kepala tidak mampu tegak

12.Pernapasan 40 – 50 kali / menit

13.Nadi 100 – 140 kali / menit

2.1.5 Etiologi

Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah

(Proverawati dan Ismawati, 2010).

a. Faktor ibu

1. Riwayat kelahiran prematur sebelumnya

2. Gizi saat hamil kurang

3. Umur < 20 tahun atau >35 tahun

4. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat

5. Penyakit menahun ibu

5
6. Perdarahan antepartum

7. Faktor pekerja terlalu berat

8. Primigravida

b. Faktor kehamilan

1. Hamil ganda

2. Komplikasi hamil

3. Perdarahan antepartum

c. Faktor janin

1. Cacat bawaan

2. Infeksi dalam rahim

d. Faktor uteri dan placenta

1. Kelainan pembuluh darah

2. Insersi tali pusat yang tidak normal

3. Tranfusi antar bayi kembar

4. Sebagian placenta lepas

e. Faktor kebiasaan

1. Pekerjaan yang melelahkan

2. Perokok

f. Faktor keadaan sosial ekonomi

1. Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini

dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.

2. Aktivitas fisik yang berlebihan

3. Perkawinan yang tidak sah

6
2.1.6 Penatalaksanaan

1. Pengaturan suhu badan bayi

a. Bayi prematur dengan cepat akan kehilangan panas badan dan

menjadi hipotermi karena pusat pengaturan panas belum

berfungsi dengan baik metabolisme rendah dan permukaan

badan relatif luas oleh karena itu bayi prematuritas harus di

rawat dalam inkubator sehingga panas badanya mendekati

dalam rahim.Bayi dengan berat lahir rendah, mempunyai

kesulitan dalam mempertahankan suhu tubuh. Bayi akan

berkembang secara memuaskan, asal suhu rectal dipertahankan

antara 35,50 C s/d 370 C.Bayi berat rendah harus diasuh dalam

suatu suhu lingkungan dimana suhu normal tubuhnya

dipertahankan dengan usaha metabolic yang minimal. Bayi

berat rendah yang dirawat dalam suatu tempat tidur terbuka,

juga memerlukan pengendalian lingkungan secara seksama.

Suhu perawatan harus diatas 25 0 C, bagi bayi yang berat

sekitar 2000 gram, dan sampai 300 C untuk bayi dengan berat

kurang dari 2000 gram.

b. Apabila tidak ada inkubator bayi dapat dibungkus dengan kain

dan di sampingnya di taruh botol berisi air panas sehingga

padas badannya dapat di pertahankan.

7
2. Mencegah infeksi dengan ketat

Dalam penanganan Bayi Berat Lahir Rendah harus

memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi karena sangat

rentan. Salah satu cara pencegahan infeksi yaitu dengan mencuci

tangan sebelum memegang bayi.

3. Pengawasan nutrisi/ASI

Refleks menelan dari bayi dengan berat lahir rendah belum

sempurna oleh karena itu pemberian nutrisi harus dilakukan

dengan cermat. Pada bayi dengan reflek menghisap dan menelan

yang kurang,nutrisi dapat diberikan melalui sonde ke lambung.

Kapasitas lambung bayi prematur sangat terbatas dan mudah

mengalami distensi abdomen yang dapatmempengaruhi

pernafasan. Kapasitas lambung berdasarkan umur dapatdiukur

sebagai berikut (Jones, dkk., 2005).

Petunjuk untuk volume susu yang diperlukan :

Usia Kapasitas (ml)

Bayi baru lahir 10-20

1 minggu 30-90

2-3 minggu 75-100

8
1 bulan 90-150

3 bulan 150-200

1 tahun 210-360

4. Penimbangan ketat

5. Penimbangan berat badan harus dilakukan secara ketat

karena peningkatan berat badan merupakan salah satu

kondisi gizi/nutrisi bayi dan erat dengan daya tahan tubuh.

2.1.7 Prognosisi BBLR

Prognosis BBLR Kematian perinatal pada BBLR 8 kali lebih besar

dibandingkan bayi normal pada umur kehamilan yang sama. Semakin

rendah berat bayi lahir maka semakin buruk prognosisnya. Angka

kematian yang tinggi sering dijumpai akibat terdapatnya komplikasi

neonatus . Bila bayi ini selamat, terkadang dijumpai kerusakan pada saraf

dan akan terjadi gangguan bicara, IQ yang rendah dan gangguan lainnya

(Mochtar, 1998). Konsekuensi kelahiran BBLR menimbulkan berbagai

morbiditas yang harus segera ditangani. Banyak komplikasi terjadi pada

BBLR saat lahir memerlukan penanganan di Unit Perawatan Intensif

Neonatus atau ruang gawat level III. Yang perlu diantisipasi diantaranya

sistem Pernafasan . Penyakit yang paling sering ditemukan pada bayi

berat lahir rendah adalah apnea. Apnea terjadi karena belum matangnya

fungsi pernafasan. Maka dengan demikian kita sebagai tenaga kesehatan

dituntut untuk memfasilitasi dan mampu melaksanakan Tindakan

Resusitasi pada BBL.

9
2.2 Resusitasi

2.2.1 Definisi Resusitasi

Resusitasi ( respirasi artifisialis) adalah usaha dalam memberikan

ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang

cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat-alat

vital lainnya. (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002).

Resusitasi adalah pernafasan dengan menerapkan masase jantung

dan pernafasan buatan.(Kamus Kedokteran, Edisi 2000).

Resusitasi adalah tindakan untuk menghidupkan kembali atau

memulihkan kembali kesadaran seseorang yang tampaknya mati

sebagai akibat berhentinya fungsi jantung dan paru, yang berorientasi

pada otak (Tjokronegoro, 1998).

Sedangkan menurut Rilantono, dkk (1999) resusitasi mengandung

arti harfiah “menghidupkan kembali”, yaitu dimaksudkan usaha-usaha

yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti jantung

berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi jantung paru terdiri atas

dua komponen utama yakni: bantuan hidup dasar (BHD) dan bantuan

hidup lanjut (BHL). Selanjutnya adalah perawatan pasca resusitasi.

2.2.2 Tujuan

10
Resusitasi pada bayi baru lahir ( BBL ) bertujuan untuk

memulihkan fungsi pernapasan bayi baru lahir yang mengalami asfiksia

dan terselamatkan hidupnya tanpa gejala sisa di kemudian hari. Kondisi

ini merupakan dilema bagi penolong tunggal persalinan karena

disamping menangani ibu bersalin, ia juga harus menyelamatkan bayi

yang mengalami asfiksia.

Tujuan Resusitasi:      

1. Memulihkan  fungsi pernapasan bayi baru lahir yang

mengalami asfiksia

2. Untuk oksigenasi darurat

3. Mempertahankan jalan nafas yang bersih

4. Membantu pernapasan

5. Membantu sirkulasi/memulai kembali sirkulasi spontan

6. Untuk melindungi otak secara manual dari kekurangan O2

2.2.3 Penilaian

1) Sebelum bayi lahir, harus mengetahui informasi:

 Bayi cukup bulan atau tidak?

 Apakah ibu memiliki penyakit / komplikasi ?

 Air ketuban bercampur mekonium atau tidak?

2) Setelah bayi lahir, lakukan penilaian:

 Bernafas atau menangis?

 Tonus otot baik?

11
Bila hasil penilaian pertanyaan tersebut adalah ‘’YA”, bayi

tersebut harus dirawat bersama ibunya sambil melakukan

stabilitas dan penilaian. Jika terdapat jawaban “TIDAK”,

maka lakukan “Penatalaksanaan Resusitasi”

2.2.4 Penatalaksanaan

2.2.4.1 Persiapan Resusitasi Bayi Baru Lahir

1) Persiapan Keluarga

Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga

mengenai kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu

dan bayinya, serta persiapan yang dilakukan oleh penolong untuk

membantu kelancaran persalinan dan melakukan tindakan yang

diperlukan.

2) Persiapan Tempat Resusitasi

Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat

resusitasi. Gunakan ruangan yang hangat dan terang. Tempat

resusitasi hendaknya rata, keras, bersih dan kering, misalnya

meja, atau diatas lantai beralas tikar, kondisi yang rata

diperlukan untuk mengatur posisi kapala bayi. Tempat

resusitasi sebaiknya didekat sumber pemanas (misalnya, lampu

sorot) dan tidak banyak tiupan agin (jendela tau pintu yang

terbuka). Nyalakan lampu menjelang kelahiaran bayi.

3) Persiapan Alat Resusitasi

a. Kain ke 1 : untuk mengeringkan bayi

12
b. Kain ke 2 : untuk membungkus bayi

c. Kain ke 3 : untuk mengganjal bahu bayi

d. Alat penghisap lendir (de lee)

e. Tabung dan sungkup

f. Kotak alat Resusitasi

g. Handscoun

h. Jam dan pencatat waktu

4) Persiapan penolong

a. Mengenakan APD pada saat persalinan

b. Mencuci kedua tangan dengan air mengalir dan

sabun

c. Gunakan handscoun

2.2.4.2 Tindakan Resusitasi

1. Pemotongan tali pusat

2. Letakkan bayi ditempat yang kering , dapat

diletakkan diatas kain yang ada di perut ibu

dengan posisi ekstensi.

3. Beritahu ibu dan keluarga , bayinya perlu

pertolongan nafas

4. Mintalah salah seorang keluarga mendampingi ibu

untuk memberi dukungan moral , menjaga ibu dan

melaporkan bila ada masalah .

2.2.4.3 Langkah awal Resusitasi ( 30 Detik)

13
1) Jaga bayi agar tetap hangat

a. Bungkus bayi dengan kain ke 1.

b. Pindahkan bayi ke atas kain di tempat resusitasi.

c. Jaga kehangatan bayi dengan mengganti kain bayi

dengan kain ke 2 diikuti rangsangan taktil dan

hangatkan menggunakan lampu sorot 60 watt berjarak

60cm.

2) Atur posisi bayi

a. Baringkan bayi terlentang dengan kepala bayi dekat

penolong.

b. Ganjal bahu agar kepala bayi sedikit ekstensi.

3) Isap Lendir

Gunakan alat penghisap lendir ( de lee) dengan cara :

1) Isap lendir mulai dari mulut dilanjutkan dengan

hidung.

2) Lakukan penghisapan saat alat penghisap ditarik

keluar. Tidak pada waktu memasukan.

3) Jangan lakukan penghisapan terlalu dalam ( tidsk

lebih dari 5 cm kedalam mulut dan 3 cm ke dalam

hidung).

4) Keringkan dan Rangsang bayi

1) Keringkan bayi mulai dari muka , kepala , dan bagian

tubuh lainnya dengan sedikit tekanan.

14
2) Melakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara :

a. Menepuk atau menyentil telapak kaki

b. Menggosok punggung , perut , dada atau tungkai bayi

dengan telapak tangan penolong.

5) Atur kembali posisi kepala bayi dan bungkus bayi

a. Ganti kain yang telah basah dengan kain dibawahnya

b. Bungkus bayi dengan kain tersebut , jangan menutupi

muka dan dada agar bisa membantu pernafasan bayi.

6) Lakukan penilaian bayi

Bila bayi bernafas normal ( 40 – 60 x/m) , berikan bayi kepada

ibunya. Bila bayi tidak bernafas / megap-megap lakukan

Ventilasi bayi.

2.2.4.4 Langkah – langkah Ventilasi pada bayi

1) Pasang sungkup : pasangkan sungkup agar menutupi mulut dan

hidung bayi.

2) Ventilasi 2 x : ventilasi percobaan

1) Lakukan tiupan dengan tekanan 30 cm air

2) Lihat apakah dada bayi mengembang. Bila tidak

mengembang periksa posisi kepala bayi , pastikan posisi

sudah ekstensi. Periksa posisi sungkup, pastikan tidak ada

udara yang bocor. Periksa cairan atau lendir di mulut bila

ada lendir atau cairan lakukan penghisapan.

3) Ventilasi 20 x dalam 30 detik

15
a. Lakukan tiupan 20 x dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm

air.

b. Pastikan dada mengembang , setelah 30 detik lakukan

penilaian. Bila bayi sudah bernafas normal , detak jantung

> 100x/m , hentikan ventilasi dan pantau bayi , berikan

asuhan pasca resusitasi. Bila bayi belum bernafas atau

megap – megap lanjukan ventilasi.

4) Ventilasi setiap 30 detik dan hentikan dan lakukan

penilaian

a. Lanjutkan ventilasi 20 x dalam 30 detik (dengan

tekanan 20 cm air)

b. Hentikan ventilasi setiap 30 detik

c. Lakukan penilaian bayi apakah bernafas , tidak

bernafas atau megap – megap , detak jantung <100 x/m

. bila bayi sudah bernafas normal hentikan ventilasi dan

pantau bayi dengan seksama. Bayi diberikan asuhan

pasca resusitasi. Bila bayi tidak bernafas atau megap –

megap teruskan ventilasi 20 x dalam 30 detik kemudian

lakukan penilaian setiap 30 detik.

5) Siapkan rujukan bila bayi belum bernafas normal sesudah 2

menit ventilasi

a. Minta keluarga untuk mempersiapkan rujukan

b. Teruskan resusitasi sambil menyiapkan rujukan

16
6) Lanjutkan ventilasi setelah 20 menit lalu Hentikan

a. Lanjutkan ventilasi sampai 20 menit

b. Hentikan ventilasi sesudah 20 menit tidak berhasil

2.2.4.5 Tindakan Pasca Resusitasi

1. Jika resusitasi berhasil lakukan ;

a. Pemantauan tanda bahaya

b. Perawatan tali pusat

c. Pencegahan hipotermi

d. Pemberian vit K1

e. Pencegahan infeksi (pemberian salep / tetes

mata)

f. Pemeriksaan fisik

g. Imunisasi HB0 setelah 1 jam VitK

h. Pencatatan dan pelaporan

2. Jika resusitasi tidak berhasil lakukan :

a. Konseling pada ibu dan keluarga

b. Petunjuk perawatan payudara

c. Pencatatan dan pelaporan

3. Lakukan pencegahan infeksi pada seluruh peralatan

resusitasi

17
a. Dekontaminasi , pencucian dan DTT terhadap

tabung dan sungkup serta alat penghisap dan

handscoun .

b. Dekontaminasi dengan pencucian meja

resusitasi , kain , dan selimut .

c. Dekontaminasi bahan dan alat habis pakai

sebelum dibuang.

2.2.4.6 Rekam Medik Tindakan Resusitasi

1. Catat secara rinci

a. Kondisi saat lahir

b. Waktu dan langkah resusitasi

c. Hasil resusitasi

2. Keterangan rujuk apabila di rujuk

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu

sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000

gram (Kristiyanasari, 2009).

Berat Badan Lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan lahir

kurang dari 2500 gram (Pantiawati, 2010). BBLR adalah bayi yang lahir

dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa

kehamilan. Dahulu neonatus dengan berat badan lahir kurang dari 2500

gram atau sama dengan 2500 gram disebut prematur. Pada tahun 1961 oleh

WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat kurang 2500 gram disebut

Low Birth Weight Infants (Proverawati, 2010).

Penyakit yang paling sering ditemukan pada bayi berat lahir rendah

adalah apnea. Apnea terjadi karena belum matangnya fungsi pernafasan.

Maka dengan demikian kita sebagai tenaga kesehatan dituntut untuk

memfasilitasi dan mampu melaksanakan Tindakan Resusitasi pada BBL.

19
Resusitasi ( respirasi artifisialis) adalah usaha dalam memberikan

ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup

untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat-alat vital lainnya.

(Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002).

3.2 Saran

1. Jika terdapat kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini, para

pembaca dapat memberikan kritik dan sarannya, guna untuk

kesempurnaan makalah ini.

2. Semoga dengan kita membaca makalah ini, kita dapat mengambil

manfaat dan pengetahuan tentang Penanganan BBLR dan

Penatalaksanaan Resusitasi pada bayi.

20

Anda mungkin juga menyukai