Anda di halaman 1dari 32

MODUL 2

INFORMASI DASAR HIV DAN AIDS

I. DESKRIPSI SINGKAT

H
IV-AIDS bukan hanya merupakan masalah penyakit menular semata tetapi
sudah menjadi masalah nasional bahkan dunia yang berdampak negatif
dihampir semua bidang kehidupan, oleh karena itu berbagai upaya untuk
mengatasinya perlu dilakukan. MDGs menargetkan untuk HIV dan AIDS adalah
menghentikan laju penyebaran serta membalikkan kecenderungannya pada tahun 2015,
namun demikian sampai saat ini rendahnya kesadaran tentang isu-isu HIV dan AIDS
serta terbatasnya layanan untuk menjalankan tes dan pengobatan masih menjadi
kendala dalam mencapai target tersebut.

Para pemegang program maupun penggerak dibidang HIV dan AIDS perlu memperoleh
informasi tentang permasalahan HIV dan AIDS, agar dapat mengambil peran dalam
melakukan pencegahan dan penanggulangannya. Modul ini akan membimbing Anda
memahami berbagai hal tentang informasi dasar HIV dan AIDS.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Anda akan diajak untuk : Memahami situasi
epidemiologi HIV dan AIDS terkini di Indonesia, pengertian, pathogenesis, cara
penularan, kelompok perilaku berisiko tinggi dan rentan, perjalanan dan stadium HIV
dan AIDS, diagnosa HIV, pengobatan, perawatan komprehensif dan berkesinambungan
ODHA, pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS, kaitan HIV dan AIDS dengan
NAPZA dan penyakit oportunistik lainnya.

Pikiran terbuka (open mind) adalah syarat utama agar Anda dapat menguasai informasi
dasar tentang HIV dan AIDS. Disamping itu, pengalaman dalam menangani kasus HIV
dan AIDS yang pernah Anda alami merupakan bahan kajian yang penting dalam
pelatihan ini. Selamat mempelajari dan menerapkan hal yang sangat menantang ini!

1 BBPK Ciloto-Kemenkes
II. TUJUAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti pembelajaran, peserta mampu menjelaskan infromasi dasar HIV
dan AIDS.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti pembelajaran, peserta dapat :
1. Menjelaskan pengertian HIV dan AIDS
2. Menjelaskan gejala HIV dan AIDS
3. Menjelaskan perjalanan penyakit HIV dan AIDS
4. Menjelaskan penularan HIV dan AIDS
5. Menjelaskan kelompok perilaku berisiko tinggi dan rentan
6. Menjelaskan diagnosa HIV
7. Menjelaskan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS
8. Menjelaskan kaitan HIV dan AIDS dengan NAPZA dan penyakit oportunistik lainnya

III. POKOK BAHASAN


A. Pengertian HIV dan AIDS
B. Gejala HIV dan AIDS
C. Perjalanan penyakit HIV dan AIDS
D. Penularan HIV dan AIDS
E. Kelompok perilaku berisiko tinggi dan rentan
F. Diagnosa HIV
G. Pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS
H. Kaitan HIV dan AIDS dengan NAPZA dan Penyakit Oportunistik Lainnya

2
IV. URAIAN MATERI

A. PENGERTIAN HIV DAN AIDS


Setelah membaca pokok bahasan sebelumnya, tentunya muncul pertanyaan, apakah
yang dimaksud dengan HIV dan AIDS ? mengapa bisa dengan cepat menyebar?
seberapa berbahayakah HIV dan AIDS bagi kehidupan manusia? dan bagaimana HIV
dan AIDS bisa menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat/negara? Untuk lebih
jelasnya coba Anda pelajari beberapa pengertian terkait HIV dan AIDS pada pokok
bahasan ini.

HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sel
darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh
manusia. Orang yang dalam darahnya terdapat virus HIV, disebut HIV positif atau
pengidap HIV, dapat tampak sehat dan belum membutuhkan pengobatan. Namun
orang tersebut dapat menularkan virusnya kepada orang lain bila melakukan hubungan
seks berisiko dan berbagi alat suntik dengan orang lain.

Virus HIV ini adalah retrovirus yang


berarti virus yang menggunakan sel tubuh
nya sendiri untuk memproduksi kembali
dirinya. Untuk lebih jelasnya, maka silakan
Anda perhatikan gambar virus HIV.
Pada gambar virus HIV tersebut, terlihat
pada permukaan membran virus (berupa
lapisan lemak/ lipid layer), terdapat
berbagai tonjolan molekul trans-membran
(terbentuk dari glikoprotein) yang
beberapa diantaranya dapat berikatan
dengan reseptor CD4 di permukaan membran sel darah putih tertentu, dalam hal ini
adalah sel Limfosit T, untuk kemudian diperbanyak mengikuti urutan hidup sel Limfosit
yang terinfeksi.

3 BBPK Ciloto-Kemenkes RI
CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah
putih manusia, terutama sel-sel limfosit T. Sel Limfosit T berfungsi untuk melawan
berbagai macam infeksi tanpa menimbulkan gejala peradangan yang parah. Uniknya
lagi, sel Limfosit T dapat mengingat kuman yang pernah dihancurkannya ke generasi
selanjutnya. Sehingga identifikasi jumlah CD4 pada orang dengan sistem kekebalan
yang menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh
manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih ( limfosit T) yang seharusnya
berperan dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan
sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar 1400 – 1500 sel/ml. Sedangkan pada
orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV)
nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa
sampai nol). Untuk memahami bagaimana virus HIV berkembang biak dalam sel
Limfosit T, maka dapat Anda pelajari gambar berikut ini :

Ketika virus HIV menemukan Limfosit T, maka glikoprotein transmembran pada


permukaan virus akan menempel pada reseptor CD4. Penempelan itu menimbulkan
reaksi kimia yang mengaktifkan beberapa protein lainnya di permukaan membran sel

BBPK Ciloto-Kemenkes RI 4
Limfosit tersebut sehingga menimbulkan peleburan membran sel Limfosit dengan
membran virus. Dengan terjadinya peleburan membran, maka isi (inti) virus lalu
menebar diseluruh isi sel, salah satunya adalah RNA virus beserta enzim
transkriptasenya membantu proses peleburan inti sel Limfosit (DNA) dengan RNA virus
HIV. Peleburan ini juga diikuti peleburan beberapa protein lain dari virus dengan
enzim-enzim pembuatan protein sel sehingga seiring dengan produksi protein sel
secara alamiah, maka protein dan inti virus HIV juga diperbanyak di dalam tubuh sel
Limfosit tersebut dengan menghabiskan persediaan protein sel. Virus-virus HIV hasil
metabolisme (palsu) sel Limfosit tersebut akhirnya keluar dari sel dan menyebar di
aliran darah dengan menarik sebagian membran sel limfosit sebagai kulit (membran)
virus. Akibatnya virus yang dihasilkan sangat banyak, namun sel Limfosit semakin
rusak dan akhirnya mati. Masing-masing virus berpotensi menginfeksi sel Limfosit T
lainnya.
Setelah Anda Memahami tentang virus HIV, sekarang Anda akan mempelajari apa
yang di maksud dengan AIDS. AIDS atau Acquired Immune Deficiency
Syndrome adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya
kekebalan tubuh. AIDS disebabkan oleh infeksi HIV. Akibat menurunnya kekebalan
tubuh pada seseorang maka orang tersebut sangat mudah terkena penyakit seperti
TBC, kandidiasis, berbagai radang pada kulit, paru, saluran pencernaan, otak dan
kanker. Stadium AIDS membutuhkan pengobatan Antiretroviral (ARV) untuk
menurunkan jumlah virus HIV di dalam tubuh sehingga bisa sehat kembali.

B. GEJALA HIV DAN AIDS


Untuk mengenali/ mencurigai secara mudah, apakah seseorang sudah terinfeksi virus
HIV, maka Anda perlu mencermati beberapa gejala khas. Gejala yang dimaksud adalah
adanya 2 gejala Mayor (umum terjadi) dan 1 gejala Minor (tidak umum terjadi). Secara
rinci dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Gejala Mayor :
Gejala mayor adalah gejala terinfeksinya seseorang oleh virus HIV namun tidak khas,
dikarenakan penderita penyakit lain juga memiliki gejala serupa. Sehingga dibutuhkan

5 BBPK Ciloto-Kemenkes RI
paling sedikit 2 gejala ini untuk mulai mencurigai seseorang menderita virus HIV.
Gejala-gejala ini yaitu:
- Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
- Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
- Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
- Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
- Demensia / HIV ensefalopati
2. Gejala Minor :
Sementara gejala minor jauh lebih spesifik kearah infeksi HIV, walaupun bisa juga
diakibatkan penyakit lainnya. Satu gejala ini bila disertai 2 gejala mayor sudah cukup
untuk mencurigai seseorang sudah terinfeksi virus HIV. Gejala ini dapat berupa:
- Batuk menetap lebih dari 1 bulan
- Dermatitis generalisata
- Adanya herpes Zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
- Kandidiasis orofaringeal
- Herpes simpleks kronis progresif
- Limfadenopati generalisata
- Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
- Retinitis virus sitomegalo
Sebagai contoh, bila seorang dewasa (> 12 tahun) dianggap AIDS apabila
menunjukkan tes HIV positif dengan strategi pemeriksaan yang sesuai dengan
sekurang-kurang 2 gejala mayor dan 1 gejala minor, dan gejala ini bukan disebabkan
oleh keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV (2).

Untuk lebih memperdalam pemahaman Anda, coba Anda diskusikan soal


kasus yang ada pada lembar aktivitas 1 (lampiran).

BBPK Ciloto-Kemenkes RI 6
C. Perjalanan HIV - AIDS
Masih ingatkah Anda dengan gejala HIV DAN AIDS yang sudah dipelajari pada point D?

Ternyata gejala-gejala tersebut tidak dengan cepat muncul pada diri seseorang yang
terinfeksi HIV. Gejala tersebut baru muncul beberapa hari sampai bertahun-tahun,
sejak masuknya virus HIV ke dalam tubuh. Sehingga ada beberapa tahapan atau
perkembangan ketika mulai terinfeksi virus HIV sampai timbul gejala AIDS. Dalam
keadaan wajar (higiene/sanitasi baik), maka sejak masuknya virus HIV ke dalam
tubuh, seseorang akan mengalami beberapa tahapan infeksi sebagai berikut :
1. Tahap I : Periode jendela (Window period/primary infection)
- Periode ketika virus HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya
antibody terhadap HIV dalam darah
- Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
- Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini
- Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 2 minggu – 6 bulan
2. Tahap 2 : HIV positif (tanpa gejala/asimtomatik) rata-rata selama 5 – 10 tahun
- HIV berkembang biak dalam tubuh sampai pada menurunnya sistem
kekebalan tubuh (sampai konsentrasi CD4 sebanding dengan konsentrasi virus
HIV dalam darah)
- Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
- Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah
terbentuk antibody terhadap HIV
- Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan
tubuhnya (rata-rata 8 tahun) di negara berkembang lebih pendek
3. Tahap 3 : HIV positif ( muncul gejala/ simtomatik)
- Sistem kekebalan tubuh semakin turun
- Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya pembengkakan kelenjar
limfa di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll.
- Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan
tubuhnya

7 BBPK Ciloto-Kemenkes RI
4. Tahap 4 : AIDS (Opportunistic infections)
- Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah
- Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah (2)
Untuk lebih jelasnya, dapat dicermati grafik riwayat alamiah/patofisiologi perjalanan
penyakit HIV/AIDS (3) sebagai berikut.

Pada grafik di atas, terlihat perjalanan perkembangan virus HIV ditandai dengan garis
merah yang semakin meningkat, dan penurunan bertahap dari jumlah sel Limfosit T
(secara laboratoris, diwakili dengan jumlah konsentrasi CD4 dalam darah) ditandai
dengan garis hijau. Demikian pula fase-fase perkembangan penyakit terlihat jelas
dengan perkiraan waktunya pada garis ordinat.
Coba sekarang bayangkan, apabila seseorang terinfeksi virus HIV dalam darahnya,
maka akan membutuhkan waktu sekitar 3 sampai 6 minggu hingga dapat dideteksi
melalui pemeriksaan laboratorium, dan lebih dari satu tahun sampai dia mempunyai
keluhan dan memeriksakan diri ke tenaga kesehatan. Dalam rentang waktu itu, orang
tersebut berpotensi menularkan virus HIV pada orang lain, apalagi bila dia memiliki
perilaku berisiko (perilaku seks menyimpang, tenaga kesehatan yang berurusan
dengan cairan tubuh/ darah orang lain, dsb.). Sehingga jelaslah mengapa HIV cepat
menular di seluruh dunia.

BBPK Ciloto-Kemenkes RI 8
D. PENULARAN HIV DAN AIDS
1. Prinsip Penularan
Walaupun HIV mudah menular pada orang lain, namun secara teori tetap mengikuti
beberapa prinsip penularan penyakit.Prinsip penularan HIV dikenal dengan istilah
ESSE yaitu :
Exit (keluar)
Sufficient (cukup)
Survive (hidup)
Enter (masuk)
Maksudnya adalah HIV tersebut keluar dari tubuh manusia dalam jumlah yang
cukup dan dalam keadaan hidup, kemudian masuk melalui jalur dan media
tertentu ke dalam tubuh manusia.
2. Cara penularan
HIV menular melalui cairan tubuh seperti darah, cairan sperma, cairan vagina, air
susu ibu dan cairan lainnya yang mengandung darah.
HIV ada dalam tiap cairan tubuh per ml² : (4)
- Darah (plasma dan serum) : 10 – 50
- Urin :<1
- Air liur/saliva : <1
- Air mani/semen : 10 – 50
- Air susu ibu :<1
- Air mata :<1
- Keringat :0
- Cairan otak : 10 – 1000
- Cairan / sekret vagina :<1
- Seiret telinga : 5 – 10

Sekarang muncul pertanyaan dengan cara apa, atau melalui cara apa virus
HIV dapat menular? Untuk lebih jelasnya, maka mari kita cermati gambar
berikut ini :

9 BBPK Ciloto-Kemenkes RI
Dari gambar di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa virus HIV tersebut
menular melalui jalur sebagai berikut :
a. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang terinfeksi.
Kondom adalah satu-satunya cara dimana penularan HIV dapat dicegah.
b. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah
tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril.
c. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan
seseorang yang telah terinfeksi.
d. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa
kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.

HIV TIDAK dapat ditularkan karena hal – hal berikut:


 Bersalaman  Penggunaan alat makan atau minum
 Berpelukan secara bersama
 Bersentuhan atau berciuman.  Bersentuhan pakaian dan barang-barang
 Penggunaan toilet bersama bekas pakai orang dengan HIV atau
 Penggunaan kolam renang sudah AIDS
bersama  Bersin dan batuk-batuk dari orang yang
 Gigitan serangga seperti nyamuk terkena HIV atau AIDS di depan kita

BBPK Ciloto-Kemenkes RI 10
Ingat !
HIV tidak menular melalui air, udara, pakaian penderita, atau gigitan
nyamuk. HIV hanya menular melalui cairan tubuh (darah, cairan
otak, cairan vagina, sperma, dan ASI) yang terinfeksi, atau barang-
barang pribadi yang tercemar cairan tersebut.

E. KELOMPOK PERILAKU BERISIKO TINGGI DAN RENTAN


Nah, sekarang Anda perlu mengenal kelompok orang yang berisiko terkena atau
menularkan virus HIV. Golongan individu yang memiliki resiko tinggi untuk
menularkan/tertular HIV dan AIDS disebut kelompok perilaku berisiko tinggi. Yang
termasuk kelompok ini yaitu:
Kelompok Resiko Tinggi
1. Pekerja seks perempuan dan laki-laki
2. Pelanggan pekerja seks
3. Penyalahguna narkoba suntik (penasun / IDU)
4. Waria pekerja seks dan pelanggannya
5. Lelaki suka lelaki (gay/homo)
6. Narapidana/warga binaan
Sementara sebagian orang yang karena aktivitas atau profesinya termasuk dalam
kelompok rentan, yaitu:
Kelompok Rentan
1. Orang dengan mobilitas tinggi (sipil maupun militer)
2. Perempuan, remaja
3. Anak jalanan, pengungsi
4. Ibu hamil
5. Penerima transfusi darah
6. Petugas pelayanan kesehatan

F. DIAGNOSA HIV
Diagnosis sering terlambat karena :
a. Diagnosis klinis dini sulit karena periode asimptomatik yang lama.
b. Pasien enggan / takut periksa ke dokter
c. Sering pasien berobat pada stadium AIDS dengan infeksi oportunistik yang sulit
didiagnosis karena : kurang dikenal, manifestasi klinis atipikal dan sarana diagnostic

Selain mencurigai secara klinis, status HIV harus ditegakan melalui diagnosis
laboratorium yang terdiri dari :
 Serologis / deteksi antibodi : rapid tes,
 ELISA, Western Blot ( untuk konfirmasi )
 Deteksi virus : RT- PCR, antigen p24

Ingat !
Perhatikan negatif palsu karena periode jendela
Pada risiko tinggi , tes perlu diulang 3 bulan kemudian,
dan seterusnya tiap 3 bulan.

13 BBPK Ciloto-Kemenkes RI
G. PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS
1. Pencegahan HIV DAN AIDS
Tidak ada pengobatan untuk HIV atau AIDS akan tetapi hidup berdampingan dengan
kedua penyakit tersebut menjadi semakin dapat diatur.
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan seseorang dalam mencegah tertularnya
HIV/AIDS, seperti berikut:
a. Pencegahan Penularan melalui Kontak Seksual
Sebagian besar penularan HIV di Indonesia terjadi melalui penularan seksual,
sehingga pencegahan HIV/AIDS perlu difokuskan pada menghindari hubungan
seksual yang beresiko. Untuk itu kepada setiap orang perlu memperoleh informasi
yang akurat agar memiliki perilaku seksual yang aman dan bertanggung jawab,
yaitu:
1) Tidak melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan
2) Hanya melakukan hubungan seksual dengan satu orang dan saling setia, yaitu
hubungan suami-isteri.
3) Apabila salah satu pasangan sudah terinfeksi HIV atau tidak dapat saling setia,
gunakan kondom secara benar setiap kali berhubungan seksual.
Rumus pencegahan HIV melalui seks, dikenal dengan istilah pencegahan pola ABCE :

A : abstinance artinya puasa


seks, dengan kata lain
seseorang baiknya tidak
melakukan hubungan seks diluar
atau sebelum nikah.
B : Be faithful artinya saling
setia pada satu pasangan,
dengan kata lain melakukan
hubungan seks dengan satu
pasangan (suami/istri) alias tidak
berganti–ganti pasangan.

 C : Condom artinya melakukan hubungan seks dengan menggunakan condom,


karena setidaknya dengan condom bisa mengurangi resiko tertular HIV. Ilustrasi
cara penggunaan kondom dapat Anda lihat pada lampiran.

14
Beberapa praktisi membaca pada kemasan kondom tertentu, tertulis
bahwa kondom tidak menjamin terhalangnya penetrasi virus HIV
menembus lapisannya. Namun dengan penggunaan kondom yang
benar dengan disertai penggunaan lumbrikan (pelumas khusus) sesuai
yang dianjurkan, maka pengelupasan sel-sel mukosa atau sel-sel kulit
ari pasangan seksual, pada saat melakukan hubungan seksual akan
diminimalisir. Dengan permukaan mukosa/ kulit yang intact (utuh),
maka kemungkinan penularan virus HIV akan menjadi sangat kecil atau
dapat diabaikan.

 E : Education artinya memberi edukasi kepada banyak orang tentang HIV dan
AIDS sehingga tidak melakukan perilaku seks yang berisiko.

b. Pencegahan Penularan melalui Darah


Penularan HIV melalui darah menuntut kita untuk berhati-hati dalam berbagai
tindakan yang berhubungan dengan darah, produk darah dan plasma:
1) Transfusi Darah
Pastikan darah untuk transfusi tidak tercemar HIV. Perlu dianjurkan pada
seseorang yang HIV positif agar tidak menjadi donor darah. Begitu pula mereka
yang berperilaku risiko tinggi.
2) Penggunaan produk darah dan plasma. Sama halnya dengan darah yang
digunakan untuk transfusi, maka produk darah dan plasma harus dipastikan tidak
tercemar HIV.
3) Penggunaan alat suntik dan alat-alat lain yang dapat melukai kulit, termasuk
pada pengguna narkoba suntik (penasun). Penggunaan alat-alat seperti jarum,
jarum suntik, alat cukur dan alat tusuk untuk tindik perlu diperhatikan
sterilisasinya. Tindakan mensterilkan dengan pemanasan atau larutan
desinfektan merupakan tindakan yang sangat penting.

c. Pencegahan Penularan Dari Ibu kepada Anak


Janin dari orang tua terinfeksi HIV berisiko tertular HIV sekitar 25%. Risiko akan
semakin besar bila orang tua telah berada dalam tahap AIDS, oleh karena itu orang

15 BBPK Ciloto-Kemenkes RI
tua yang sudah terinfeksi HIV dianjurkan untuk mempertimbangkan kembali tentang
rencana kehamilan.

Risiko bayi terinfeksi HIV melalui ASI kecil, sehingga tetap dianjurkan bagi si ibu
untuk memberikan ASI pada bayinya. Jika ibu berniat memberikan ASI, maka:
1) Berikan ASI ekslusif selama 6 bulan menggunakan cangkir atau sendok.
2) Setelah 6 bulan, hentikan ASI dan berikan makanan tambahan.
3) Bayi akan mendapat (Anti Retroviral) ARV profilaksis sesuai dengan petunjuk
dokter.
Alangkah bijaknya, apabila ibu yang terinfeksi HIV segera memeriksakan diri pada
fasilitas kesehatan, mendapat pelayanan kesehatan yang memadai, dan
mendapat pengobatan ARV sedini mungkin.

2. Penanggulangan HIV DAN AIDS


Kementerian Kesehatan RI melalui subdirektorat AIDS dan PMS telah menjadi leading
sector secara teknis dalam menentukan dan menjalankan kebijakan terkait HIV dan
AIDS. Berikut ini adalah sekilas kebijakan Kementerian Kesehatan RI mengenai HIVdan
AIDS :
Visi Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia (menurut Ditjen P2PL):
Terkendalinya penyebaran infeksi HIV DAN AIDS dan IMS dan meningkatnya kualitas
hidup orang dengan HIV dan AIDS (ODHA).
Misi Pengendalian HIV dan AIDS di Indonesia :
Pengendalian penyebaran infeksi HIV, IMS dan dampak HIV dan AIDS, dilakukan
melalui :
a. Upaya pencegahan
b. Meningkatkan kualitas pelayanan jangkauan ODHA dan masyarakat.
Adapun tujuan Penanggulangan HIV dan AIDS adalah :
a. Menurunkan penyebaran dan Penularan HIV
b. Meningkatkan Kualitas hidup Pengidap HIV, keluarga, dan masyarakat sekitarnya.
c. Menurunkan Prevalensi IMS
d. Mereduksi perilaku risiko tinggi (seksual, penyuntikan narkoba).
e. Peningkatan kemampuan Institusi penanggulangan.
f. Peningkatan Pengetahuan dan kesadaran masyarakat
H. KAITAN HIV DAN AIDS DENGAN NAPZA DAN PENYAKIT OPORTUNISTIK
LAINNYA Ternyata dalam mencegah dan menanggulangi penularan HIV dan AIDS tidak
sesederhana penyakit lainnya. Hal ini dikarenakan begitu banyak keterkaitan antara
infeksi HIV dengan penyakit lainnya. Bisa merupakan pintu masuk terjadinya infeksi HIV,
menjadi tanda awal kecurigaan terjadinya infeksi HIV, atau bahkan sebagai komplikasi
infeksi HIV pada tahap lanjut. Oleh karena itu, sekarang kita bahas berbagai penyakit
yang berhubungan dengan infeksi HIV ataupun kejadian AIDS di masyarakat.
1. HIV DAN AIDS dan NAPZA
Kasus baru infeksi HIV terus meningkat diantara para pengguna narkoba (Narkotika
dan obat berbahaya lainnya) khususnya pada pengguna narkoba dengan jarum
suntik (Injection drug users). Di seluruh dunia penggunaan narkoba suntik hanya
berkontribusi 5 - 10% dari total infeksi HIV, namun dibeberapa belahan dunia
seperti Asia, narkoba suntikan merupakan cara penularan virus HIV yang utama
(Strathdee & Sherman, 2003). Diperkirakan di negara-negara Asia seperti Cina,
Malaysia, dan Indonesia sedikitnya setengah dari kasus infeksi HIV berhubungan
dengan narkoba suntik. Lebih dari 50% penderita HIV/AIDS ditemukan di Jakarta
(Djoerban, 1999).

Peggunaan jarum suntik yang bergantian sangat rentan bagi terjangkitnya


HIV/AIDS pada pengguna narkoba (Carmen et al., 2004). Mereka ini sering sekali
tidak menyadari bahayanya HIV/AIDS. Setelah dinyatakan HIV positif, semakin
banyak dari IDU menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit
tersebut. Seperti akibat dari gejala penyakit HIV/AIDS itu sendiri (demam, diare,
lemas, batuk hingga TBC dan hepatitis, serta penyakit oportunis lain yang
membutuhkan waktu yang lama bahkan sangat lama daripada orang tanpa
HIV/AIDS).

17 BBPK Ciloto-Kemenkes RI
Sebagai tambahan, coba Anda simak bagan berikut ini.

Bagan tersebut menjelaskan tentang hubungan antara penyalahgunaan Napza


dengan terjadinya penularan HIV DAN AIDS. Penyalahgunaan Napza muncul
dikarenakan adanya karakter keluarga yang buruk, budaya/kebiasaan
keluarga/masyarakat yang buruk (dalam hal ini kebiasaan penggunaan Napza di
masyarakat, contoh rokok, ganja, coca, dsb.), perilaku berisiko (pekerjaan,
kebiasaan sosialisasi yang salah, dsb.), merokok, dan lingkungan yang kurang
kondusif, terutama ketidakpedulian terhadap penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi di masyarakat.
Ketidakpedulian ini juga memunculkan permasalahan baru, yaitu penularan HIV
DAN AIDS, apalagi jika didukung oleh terjadinya perilaku seks bebas, gaya hidup
tertentu, dan buruknya praktek higiene di masyarakat. Tentunya hal tersebut
diperparah karena pengguna Napza suntik secara langsung menjadi faktor utama
penularan HIV DAN AIDS di masyarakat.
Artinya terdapat hubungan yang erat antara penyalahgunaan Napza dengan infeksi
HIV DAN AIDS, sehingga penanggulangan HIV DAN AIDS tidak dapat berjalan
sendiri, tetapi perlu disertai dengan penanggulangan penyalahgunaan Napza secara
simultan dan berkesinambungan.
2. Infeksi Menular Seksual (IMS)
IMS atau Infeksi Menular Seksual adalah penyakit yang ditularkan dari seseorang
kepada orang lain dimana jalur utamanya adalah melalui hubungan seksual.
Seringkali IMS tidak menunjukkan gejala sama sekali dan tidak terasa, sehingga
kita tidak tahu kalau kita sudah terkena. IMS tidak selalu menunjukkan tanda atau
gejala, baik pada laki-laki atau perempuan. Beberapa IMS tandanya bisa muncul
setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bahkan tahunan setelah kita
terkena. Risiko terkena IMS pada perempuan lebih besar daripada laki-laki sebab
alat reproduksi perempuan lebih rentan dan tersembunyi. Namun, pada
perempuan, IMS seringkali tidak menunjukkan gejala. Meski gejalanya tidak ada
dan tidak terasa sakit, IMS ini bisa ditularkan kepada orang lain.
Banyak penyakit yang tergolong IMS berjangkit di masyarakat, diantaranya Kencing
nanah atau Pilek Bawah (Gonorrhoeae/Go), Rajasinga (Syphillis), Jengger Ayam
(Condyloma acuminata), Herpes Kelamin (Herpes simplex), kutu kelamin (Pthirus
pubis), dan penyakit keputihan tertentu (Chlamydiasis dan Trichomoniasis).
Untuk memperjelas, maka berikut ini ditampilkan beberapa foto dan gambar dari
infeksi menular seksual, silakan cermati.

19 BBPK Ciloto-Kemenkes R
Jika seorang perempuan terkena IMS, perempuan tersebut akan cenderung kurang
menunjukkan gejala, jika dibandingkan dengan laki-laki. Diperkirakan sekitar 80-85%
perempuan dengan IMS tidak menunjukkan gejala apapun. Gejala keputihan yang
sering muncul pada perempuan merupakan hal biasa yang juga dipengaruhi oleh faktor
lain (hormon dan lingkungan). Sehingga perempuan cenderung tidak akan mengobati
infeksinya karena dianggap bukan merupakan gejala IMS. Hal ini disebabkan karena alat
reproduksi perempuan yang cukup luas jika dibandingkan dengan laki-laki. Pada pria
alat reproduksi bermuara menjadi satu dengan alat berkemih. Sehingga ketika ada
keluhan pada organ seksual, maka secara otomatis akan menimbulkan keluhan jika
berkemih.
IMS akan meningkatkan resiko seseorang terkena HIV dari hubungan seksual menjadi
2-10 kali lipatnya. Jika seseorang terkena IMS, maka pada kulit/mukosa permukaan
organ reproduksi/seksual nya akan terdapat infeksi. Dalam bahasa ilmiahnya disebut
dengan inflamasi atau proses peradangan. Jika terjadi perandangan maka akan banyak
sekali sel darah putih yang berkumpul di permukaan. Sel darah putih sendiri sangat
disukai oleh virus HIV. HIV akan segera berlekatan dengan sel-sel darah putih, sehingga
proses masuknya virus HIV dalam tubuh manusia dipercepat. Itulah mengapa salah satu
cara untuk memutuskan penyebaran HIV adalah dengan memutuskan mata rantai
penyebaran IMS.

BBPK Ciloto-Kemenkes RI 20
Infeksi Menular Seksual (IMS) yang diderita seseorang, secara tidak langsung
menunjukkan adanya perilaku seksual yang tidak sehat, baik oleh dirinya sendiri
ataupun oleh pasangan seksualnya. Tentunya perilaku seks yang tidak sehat ini
berisiko tinggi akan penularan HIV DAN AIDS.

3. Penyakit paru-paru
a. Pneumonia pneumocystis (PCP) jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki
kekebalan tubuh yang baik, tetapi umumnya dijumpai pada orang yang terinfeksi
HIV. Di negara-negara berkembang, penyakit ini masih merupakan indikasi pertama
AIDS.
b. Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi-infeksi lainnya yang
terkait HIV, karena dapat ditularkan kepada orang yang sehat melalui rute
pernapasan.
4. Penyakit saluran pencernaan utama
a. Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan yaitu jalur makanan dari mulut ke
lambung.
b. Diare kronis pada infeksi HIV dapat terjadi karena berbagaipenyebab; antara lain
infeksi bakteri dan parasit yang umum.
c. Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan yang
digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama (primer) dari
HIV itu sendiri.
5. Penyakit syaraf dan kejiwaan utama
a. Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena gangguan
pada syaraf. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan
muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak
ditangani dapat mematikan.
b. Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mentalyang
terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak yangdisebabkan oleh infeksi HIV.

21 BBPK Ciloto-Kemenkes RI
Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidak normalan kognitif,
perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV.
6. Beberapa penyakit lain
a. Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang
terinfeksi HIV.Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun
1981 adalah salah satupertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini sering muncul di
kulit dalam bentuk bintikkeungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ lain,
terutama mulut, saluran pencernaan,dan paru-paru.
b. Kanker getah bening tingkat tinggi adalah kanker yang menyerang seldarah
putih dan terkumpul dalam kelenjar getah bening. Kanker ini seringkali merupakan
perkiraan kondisi yang buruk. Pada beberapa kasus, limfoma adalah tanda utama
AIDS.
c. Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS.
Kanker usus besar bawah (rectum), kanker anus, kanker payudara dan kanker usus
besar (colon) adalah menjadi penyebab kematian yang paling umum pada pasien
yang terinfeksiHIV.

Untuk lebih memperdalam pemahaman Anda mengenai HIV DAN AIDS,


silakan mencoba menyelesaikan soal kasus yang ada pada lembar
aktivitas 5 (lampiran).

Nah, bagaimana? Jika sudah selesai menjawab, silakan diskusikan dengan teman-taman
Anda dibimbing fasilitator di kelas, untuk kemudian simpulkan hasilnya.
 Saat ini kasus HIV dan AIDS di Indonesia termasuk dalam kategori epidemi
terkonsentrasi, dengan pervalensi kasus >5% pada kelompok populasi berisiko tinggi.
 HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sel
darah putih di dalam tubuh ( limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh
manusia. AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah
sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh. AIDS
disebabkan oleh infeksi HIV.
 Untuk mengenali/ mencurigai secara mudah, apakah seseorang sudah terinfeksi virus
HIV, maka Anda perlu mencermati beberapa gejala khas. Gejala yang dimaksud
adalah adanya 2 gejala Mayor dan 1 gejala Minor.
 HIV menular melalui kontak antar cairan tubuh seperti darah, cairan kelamin (sperma
dan cairan vagina) dan ASI. Penularan HIV akan terjadi jika memenuhi prinsip ESSE
(Exit, Sufficient, Survive dan Enter).
 Kelompok perilaku berisiko tinggi terhadap HIV dan AIDS yaitu WPS/PPS, pelanggan
WPS/PPS, penasun, GWL, dan narapidana, sementara yang masuk ke dalam
kelompok rentan yaitu orang dengan mobilitas tinggi, perempuan, remaja, anak
jalanan, pengungsi, ibu hamil, nakes dan penerima transfusi darah.
 Perjalanan HIV dan AIDS, terbagi dalam 4 tahap yaitu periode jendela, HIV positif
asimtomatik, HIV positif simtomatik dan AIDS
 Pencegahan HIV dan AIDS meliputi Pencegahan penularan melalui kontak seksual,
melalui darah dan pencegahan penularan dari Ibu ke Anak (PPIA)
 Terdapat keterkaitan antara HIV dan AIDS dengan NAPZA dan penyakit oportunistik
lainnya, seperti IMS, penyakit Paru, penyakit saluran cerna dan penyakit syaraf.

23 BBPK Ciloto-Kemenkes RI
Daftar Pustaka

1. Modul ”Puskesmas Peduli NHA” BBPK Ciloto ,Agustus 2013.


2. Ringkasan Eksekutif ”Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan
AIDS 2010-2014, KPAN 2010.
3. Ditjen PP & PL Kemenkes RI, Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia, dilapor sampai
Maret 2013.
4. WHO, HIV transmission through breastfeeding : a review of available evidence,
Geneva 2004.
5. Modul Informasi Dasar HIV DAN AIDS Diklat Jarak Jauh Konselor HIV , Pusdiklat
Aparatur 2014.
6. Ringkasan Eksekutif ”Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan
AIDS 2010-2014, KPAN 2010
7. http://ceritaneto.wordpress.com/2009/01/02/perawatan-komprehensif-
berkesinambungan/
8. http://www.ecigarettedirect.co.uk/ashtray-blog/2013/02/our-customer-rewards-
scheme-explained-at-last.html
9. Agung Nugroho, PEDOMAN PRAKTIS DIAGNOSIS dan PENATALAKSANAAN HIV /
AIDS Pada keadaan Sumber Daya Terbatas, Divisi Peny. Tropik & Infeksi, Bag. / SMF
Ilmu penyakit Dalam, FK-UNSRAT / RSUP. Prof. Dr. R.D. kandou – Manado.
Panduan:
Persiapan yang harus dilakukan:
Langkah 1 : Katakan bahwa kita akan melakukan kegiatan yang berkaitan
identifikasi gejala HIV dan AIDS
Langkah 2 : Beri penjelasan kepada peserta tentang penugasan. Minta peserta
untuk bekerja secara berpasangan (2 orang) dengan teman yang
duduk disebelahnya.
Langkah 3 : Caranya : periksalah apakah ada indikasi gejala mayor / minor pada
kasus yang ada. Ingat Gejala Mayor dan Minor yang telah dipelajari

Kasus 1

Sebagai petugas klinik, anda didatangi seorang laki-laki bernama bapak N usia
45 tahun, dengan keluhan batuk-batuk tidak sembuh-sembuh lebih dari sebulan.
Berat badan juga menurun drastis, celana dan baju terasa longgar. Dia merasa
badannya semakin kurus dan lemah. Akhir-akhir ini dia mengaku sering lupa
akan barang-barang yang dia simpan, bahkan pernah tersesat di kampung
sendiri. Setelah wawancara mendalam ternyata dia mengaku sering
berhubungan dengan pekerja seks komersial saat bertugas ke luar daerah.

Menurut anda, patutkah bapak N dicurigai menderita HIV? Kalau iya, apa
alasannya?

25 BBPK Ciloto-Kemenkes RI
MODUL
Kasus 2

Anda adalah petugas konseling di puskesmas. Kebetulan anda sedang


membantu teman kerja anda di poliklinik kesehatan. Anda didatangi seorang ibu
bernama M, usia 40 tahun, dengan keluhan sering keputihan yang selalu
berulang, tidak disertai perdarahan dan tidak disertai luka yang bermasalah.
Namun dia mengaku selama sebulan ini menderita demam berulang dan
berkeringat malam. Berat badan dirasakan menurun drastis tanpa sebab yang
jelas.

Menurut anda, patutkah ibu M dicurigai menderita HIV? Kalau iya, apa
alasannya?

Kasus 3

Ketika anda bertugas di poliklinik, anda didatangi seorang wanita bernama H


usia 47 tahun, dengan keluhan keputihan berbau dan berulang. Demam
berkepanjangan (hareeng) selama sebulan ini, namun tidak sampai mengigil
atau demam tinggi. Selama sebulan ini dia mengaku sering murung, dan mudah
marah tanpa sebab.Dari wawancara mendalam, dia mengaku bekerja sebagai
PNS, dan sudah menjadi janda selama 10 tahun karena ditinggal suaminya.
Pada pemeriksaan ditemukan beberapa luka seperti bekas terbakar di sekitar
alat kelaminnya, dan dia mengaku lukanya itu sangat pedih dan panas. Berat
badan tidak terasa menurun, dan tidak ada gejala lainnya.

Menurut anda, patutkah H dicurigai menderita HIV? Kalau iya, apa alasannya?

26
Hasil Diskusi Peserta
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
Kesimpulan Hasil Diskusi
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
UNIVERSAL PRECAUTION (UP)/
KEWASPADAAN STANDAR

Universal Precaution saat ini dikenal dengan kewaspadaan standar, kewaspadaan standar
dirancang untuk mengurangi risiko infeksi penyakit menular pada petugas kesehatan baik
dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui (Depkes, 2008).

Universal Precaution adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang digunakan oleh
seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien, setiap saat pada semua tempat
pelayanan dalam rangka pengurangi risiko penyebaran infeksi (Nursalam, 2007).
Kewaspadaan Universal adalah suatu cara penanganan untuk meminimalkan pajanan darah
dan cairan tubuh dari semua pasien, tanpa memperdulikan status infeksi.
Kewaspadaan umum tersebut ditujukan untuk melindungi setiap orang (pasien, klien, dan
petugas kesehatan) apakah mereka terinfeksi atau tidak. Kewaspadaan baku berlaku
untuk darah, tubuh/semua cairan tubuh, sekresi dan ekskresi (kecuali keringat), luka pada
kulit, dan selaput lendir, kulit dan membran mukosa yang tidak utuh. Penerapan ini adalah
untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme yang berasal dari sumber infeksi yang
diketahui atau yang tidak diketahui (misalnya si pasien, benda yang terkontaminasi, jarum
suntik bekas pakai, dan spuit) di dalam sistem pelayanan kesehatan.

Tujuan Kewaspadaan Umum


Menurut Nursalam (2007), kewaspadaan umum perlu diterapkan dengan tujuan:
a. Mengendalikan infeksi secara konsisten.
b. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak terdiagnosa atau tidak
terlihat seperti risiko.
c. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien.
d. Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya.
Pelaksanaan Kewaspadaan Umum
Penerapan Kewaspadaan Universal merupakan bagian dari upaya pengendalian infeksi di
sarana pelayanan kesehatan yang tidak terlepas dari peran masing-masing pihak yang
terlibat di dalamnya yaitu pimpinan termasuk staf administrasi, staf pelaksana pelayanan
termasuk staf penunjangnya dan juga pengguna yaitu pasien dan pengunjung sarana
kesehatan tersebut.

Komponen Utama Kewaspadaan Umum/ Kewaspadaan Baku


Prinsip utama prosedur Kewaspadaan Universal dalam pelayanan kesehatan adalah
menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga
prinsip tersebut dijabarkan menjadi beberapa kegiatan pokok seperti:
a. Cuci Tangan
Mencuci tangan adalah prosedur kesehatan yang paling penting yang dapat dilakukan oleh
semua orang untuk mencegah penyebaran kuman. Tujuannya adalah untuk membuang
kotoran dan organisme yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba
pada saat itu.
Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan
tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain dengan
menggunakan sabun dan air yang mengalir.
b. APD (Alat Pelindung Diri)
Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat yang digunakan untuk melindungi diri dari sumber
bahaya tertentu baik yang berasal dari pekerjaan maupun dari lingkungan kerja dan
berguna dalam usaha untuk mencegah dan mengurangi kemungkinan cidera atau cacat,
dan terdiri dari berbagai jenis APD di rumah sakit yaitu sarung tangan, masker, penutup
kepala, gaun pelindung dan sepatu pelindung.
 Sarung Tangan
Pemakaian sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak dengan
darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, kulit yang tidak utuh, selaput lendir pasien dan
benda yang terkontaminasi.

 Masker
Masker berguna untuk melindungi alat pernapasan terhadap udara yang terkontaminasi
di tempat kerja atau di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi dan mengurangi
risiko tertular penyakit melalui udara .
 Keselamatan Menggunakan Jarum Suntik
Keselamatan menggunakan jarum suntik sebaiknya menggunakan tiap-tiap jarum dan
spuit hanya sekali pakai, tidak melepas jarum dari spuit setelah digunakan, tidak
menyumbat, membengkokkan, atau mematahkan jarum sebelum dibuang dan
membuang jarum dan spuit di wadah anti bocor.
c. Sterilisasi Alat
Dekontaminasi adalah langkah pertama dalam mensterilkan instrumen bedah/tindakan,
sarung tangan dan peralatan lainnya yang kotor (terkontaminasi), terutama jika akan
dibersihkan dengan tangan misalnya, merendam barang-barang yang terkontaminasi
dalam larutan klorin 0,5 % atau disinfektan lainnya yang tersedia dengan cepat dapat
membunuh HBV dan HIV. Dengan demikian, menjadikan instrumen lebih aman ditangani
sewaktu perlu dibersihkan, dan akhirnya dapat disterilisasi atau didisinfeksi tingkat tinggi.
Proses yang dipilih untuk pemrosesan akhir bergantung pada apakah instrumen ini akan
bersinggungan dengan selaput lendir yang utuh atau kulit yang terkelupas atau jaringan
di bawah kulit yang biasanya steril.

48
MODUL

Gambar 1
Cara Mencuci Tangan yang Baik dan Benar
Sumber : http://blogsoewandono.blogspot.com/2011/02/cara-mencuci-tangan-yang-
baik- dan-benar.html

49 BBPK Ciloto-Kemenkes RI
MODUL

Gambar 2
Alat Pelindung Diri (APD)
Sumber : http://www.indonesian-publichealth.com/2012/12/mencegah-infeksi-nosokomial.html

BBPK Ciloto-Kemenkes RI

Anda mungkin juga menyukai