Anda di halaman 1dari 12

Dari Limbah Cair Biogas Jadi Pupuk Organik

18:15 WIB | Jumat, 23 Mei 2014

Menghasilkan produk organik kini menjadi salah satu tuntutan dalam dunia pertanian. Apalagi kini masyarakat mulai ‘terbuka mata’ akan kualitas pangan
sehat yang menjadi asupan tiap hari.
Karena itu produk pertanian organik banyak dicari masyarakat, terutama di kota-kota besar. Bukan hanya itu di pasar dunia, produk organik mendapat
tempat cukup tinggi dan harganya pun menggiurkan.

Untuk mendapatkan produk organik tidak lepas dari sarana produksinya, terutama pupuk organik. Bahan yang banyak digunakan membuat pupuk organik
adalah kotoran hewan.

Penyuluh Pertanian Kabupaten Cirebon,  Ayu Teni K mengatakan, kotoran hewan di wilayah binaan Kalitengah, Kecamatan Tengah Tani, Kabupaten
Cirebon, khususnya kotoran sapi perah (feses dan urine) sebagian besar belum dimanfaatkan. Bahkan kotoran ini dibiarkan menumpuk dan menyebarkan
bau yang tidak sedap.

Padahal hasil penelitian menyebutkan kotoran sapi ini masih mengandung nutrisi yang tinggi sehingga dapat dibuat sebagai pupuk organik. “Dengan adanya
teknologi biogas, kotoran sapi perah dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif untuk memasak dan penerangan,” katanya.

Instalasi biogas terdiri dari tiga bagian yaitu bak pemasukan (inlet), biodigester dan bak pengeluaran (outlet). Limbah cair dan padat di bak pengeluaran
(outlet), masih dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair (POC) dan pupuk organik granula (POG).

POC dari limbah cair biogas, diperkaya dengan penambahan pestisida nabati (pesnab), mollase (tetes tebu), EM4 (mikroorganisme dari fermentasi nanas
atau tape singkong) dan mineral (cangkang telur). Dengan demikian, dalam satu produk POC mengandung nitrogen (feses dan urine sapi), zat toksin aktif
dari pesnab, phospat dan kalium dari cangkang telur, juga mikroorganisme pengurai dari EM4 dan mollase.

Dosis penggunaan yang sudah diaplikasikan adalah 1 : 11 yaitu 1 botol POC ukuran 1,5 liter dilarutkan dalam 1 tangki penyemprot ukuran 17 liter. Untuk
satu musim dapat diaplikasikan sebanyak 4-5 kali, setiap 10 hari sekali dari umur 15-70 hst.

Setiap penyemprotan membutuhkan 15 tangki untuk 1 hektar. Jadi selama 1 musim membutuhkan 60-75 botol POC. Dosis penggunaan POG untuk 1 ha
adalah 1 ton. “Karena sudah mengalami fermentasi dalam biodigester biogas, maka POG yang dihasilkan sudah mengalami pembusukan sehingga lebih
mudah terurai dalam tanah,” katanya. Ayu Teni
Pelatihan Pengolahan Limbah Biogas

Peserta sedang “mencacah” kulit kelapa untuk pembuatan pupuk cair organik (18/9) di Dusun Gegunung, Desa Rogomulyo, Kab.
Semarang

Biogas merupakan salah satu energi ramah lingkungan yang dikembangkan Yayasan Trukajaya Salatiga. Selain menghasilkan gas,
biogas juga menghasilkan slurry (ampas biogas). Slurry dapat diolah menjadi pupuk organik dalam bentuk cair dan padat yang
menggantikan pupuk kimia yang ramah lingkungan. Slurry ini belum banyak dimanfaatkan oleh pemilik biogas karena belum
mengetahui kegunaan dan fungsinya selain hanya sebagai pupuk. Oleh sebab itu Yayasan Trukajaya salatiga mengadakan pelatihan
Pengolahan Limbah Biogas menjadi berbagai produk pertanian .

Dusun Gegunung, Desa Rogomulyo Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang merupakan desa dampingan Yayasan Trukajaya
Salatiga yang memanfaatkan energi alternatif ini. Limbah biogas di Dusun Gegunung banyak terbuang percuma selain untuk pupuk.
Pelatihan pengolahan limbah biogas (18/9) dilakukan di kediaman Bapak Tribowo, Kadus Dusun Gegunung. Pelatihan dihadiri oleh
15 orang peserta yang merupakan pemilik dari rekator biogas. Peserta diberikan pelatihan mengenai pembuatan produk limbah
biogas berupa pembuatan pupuk cair organik dari slurry cair, pembuatan pestisida organik berbahan dasar slurry, pelet lele (pakan
ikan lele) dari berbahan dasar slurry padat dan cara budidaya cacing dengan media slurry padat yang telah dicampur dengan serbuk
kayu. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan produk limbah biogas ini sangatlah mudah dan murah, diantaranya
tetes tebu, daun serai, jahe, kunyit dan lain-lain. Para peserta begitu antusias mengikuti pelatihan. Salah satu  trainer, Widhi
Nugraheni mengatakan bahwa produk limbah biogas ini selain menghasilkan pupuk cair dan padat juga dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk cair organik yang ramah lingkungan serta dapat juga dijadikan pestisida organik untuk mencegah atau membasmi hama
tanaman pertanian. Produk limbah ini juga dapat dijadikan pelet lele (pakan lele). Slurry juga dapat dijadikan media budidaya
cacing yang dapat bernilai ekonomis bagi petani.
Sebagai rencana tindak lanjut dari pelatihan, diharapkan para peserta mau memanfatkan limbah biogas sebagai pupuk, pestisida
organik dan olahan yang lain (pelet lele dan budidaya cacing) untuk menunjang pertanian mereka.

Penulis & Foto : Yunus Effendi


Trainer, Enny Setyowati sedang memberikan materi terkait manfaat limbah biogas
Peserta didampingi oleh trainer sedang melakukan pembuatan pestisida cair organik.
Proses pembuatan pelet lele.

Proses pembuatan pelet lele dengan limbah biogas.


Peserta memasukkan bahan dalam pembuatan pupuk cair organik dalam pelatihan pengolahan limbah biogas.
Proses pembuatan media untuk budidaya cacing dalam pelatihan pengolahan limbah biogas.

Peserta sedang memasukkan cacing sebagai budidaya cacing


Peserta sedang mengolah serbuk kayu yang dicampur slurry padat untuk media budidaya cacing.
Cacing yang dibudidaya dimasukkan dalam wadah untuk media perkembangan cacing.

Petani Ngentak Ubah Limbah Biogas Jadi Pupuk Cair

Hanindiyo menunjukkan pupuk cair alami yang terbuat dari bahan


lombah biogas, Jumat (10/6/2016). (Yudho Priambodo/JIBI/Harian Jogja)

Senin, 13 Juni 2016 02:20 WIB | Yudho Priambodo/JIBI/Harian Jogja |

      | 

Pertanian Bantul terus dilakukan inovasi

Harianjogja.com, BANTUL– Kelompok Ternak Sapi Pandan Mulyo, Ngentak, Poncosari, Srandakan, Bantul mampu memanfaatkan limbah biogas yang
selama ini tidak termanfaatkan menjadi produk inovasi pupuk cair alami yang sangat bermaanfaat bagi industri pertanian.
Ketua kelompok Ternak Sapi Pandan Mulyo, Hanindiyo mengatakan pupuk cair hasil fermentasi limbah biogas yang dicampur dengan bahan-bahan alami
lainnya ini belum banyak diketahui oleh masyarakat umum dan para petani.

“Pupuk cair alami ini sudah beberapa kali diambil sampelnya untuk diteliti, manfaatnya tidak kalah dengan pupuk yang ada dijual di pasaran,” katanya,
Jumat (10/6/2016).

Ia menjelaskan, pupuk cair yang diberi nama ‘Vittan’ ini memang tidak seluruhnya terbuat dari limbah biogas. Ada bahan lain yang digunakan sebagai
campuran dalam pembuatan pupuk cair ini yaitu air tembakau, empon-empon, dan molase em4.

“Proses pembuatan pupuk juga sangat mudah, hanya mencampurkan 50 liter limbah biogas dengan satu liter em4 molase kemudian untuk campuran air
tembakau dan empon-empon menyesuaikan dengan kebutuhan,” katanya.

Hanin mengatakan pupuk cair ini bisa digunakan untuk berbagai jenis tanaman seperti tanaman kacang, bawang merah, cabai, dan juga padi. Penggunaan
pupuk cair ini juga sangat irit, pasalnya dengan satu tangki alat penyemprot pupuk hanya perlu campuran pupuk cair ini sebanyak satu atau dua tutup botol
air mineral.

“Dalam penggunaan pupuk ini juga sangat irit, satu botol pupuk bisa dicampurkan hingga 200 liter air. Oleh kelompok tani pupuk cair dalam kemasan botol
1,6 liter dijual dengan harga Rp16.000, harganya sangat murah jadi jika para petani mampu memanfaatkan ini secara maksimal maka akan sangat
menghemat biaya perawatan tanaman,” katanya.

Menurutnya, dengan apa yang telah dilakukan oleh kelompok ternak ini bisa dijadikan contoh bagi kelompok ternak lainnya yang mengelola limbah biogas.
Agar limbah yang biasanya hanya dibuang ke sungai tersebut bisa dimanfaatkan menjadi produk yang lebih bermanfaat.

Mendapatkan Pupuk Cair Organik dari Limbah Biogas


November 10, 2015

16

Share on Facebook

Tweet on Twitter
  


Pertanianku – Pemisahan sludge (lumpur) dilakukan dengan cara sederhana, yaitu menggunakan saringan halus. Adapun
proses mendapatkan pupuk cair organik dari limbah digester biogas adalah sebagai berikut.

1) Ambil sludge dengan menggunakan ember, lalu disaring dengan saringan halus sehingga yang tersaring hanya cairan,
sedangkan padatan dipisahkan.

2) Tampung dalam wadah penampungan yang lebih besar, dapat berupa tong plastik selama 1 minggu.

3) Pada minggu kedua dilakukan penyaringan kembali, lalu didiamkan selama 1 minggu.

4) Untuk meningkatkan kualitas pupuk, perlu ditambahkan tepung tulang, tepung kerabang telur, dan tepung darah. Setelah
itu, didiamkan selama 1 minggu.

5) Kemudian disaring lagi menggunakan kain kasa, kemudian hasil saringannya ditampung. Setelah itu, diaerasi selama 3—4
hari dengan aerator untuk membuang bau dan gas-gas yang tersisa.

6) Biarkan selama 2 hari agar partikel-partikel mengendap sehingga cairan yang dihasilkan menjadi lebih bening seperti air
teh.
7) Cairan bening tersebut dapat bisa juga ditambahkan dengan rempah seperti tepung jahe, kunyit, atau bahan alami lainnya
yang dapat berfungsi sebagai pestisida nabati.

8) Pupuk cair pun siap digunakan atau dapat dikemas.

Sumber: Buku Paduan Praktis Biogas

Anda mungkin juga menyukai