Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH BLADDER TRAINING TERHADAP INKONTINENSIA URINE

PADA PASIEN POST OPERASI ABDOMEN DI RUMAH SAKIT


PERMATA BUNDA MEDAN TAHUN 2019

Riswan Candra(1), Fithriani(2)


Email : riswancandra9666@gmail.com, dara_fithriani@yahoo.co.id
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Rumah Sakit Haji Medan

ABSTRAK

Permasalahan yang sering terjadi pada pasien post operasi abdomen adalah
inkotinensia urin. pemicu terjadinya inkotinensia urin adalah terjadinya perubahan sistem
urinaria. beberapa cara yang dapat dilakukuan untuk mengurangi inkotinensia uria adalah
dengan bladder training.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bladder
training terhadap inkontinensia pada pasien post operasi abdomen di Rumah Sakit Permata
Bunda Medan Tahun 2019.
Penelitian ini menggunakan desain Post test only design dengan rancangan the only
shot case study, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien post operasi abdomen
sebanyak 27 orang. Teknik pengambilan sampel dengan accidental sampling, jumlah sampel
sebanyak 16 orang. Instrumen yang digunakan lembar kuesioner dan panduan bladder
training. Analisa data dilakukan dengan dengan univariat dan bivariat menggunakan
independen test.
Hasil penelitian bahwa inkotinensia urin pada kelompok kontrol mayoritas desakan
hebat sebanyak 6 responden (75%), inkotinensia urin pada kelompok perlakuan mayoritas
desakan sedang sebanyak 6 responden (75%), Hasil uji statistik dengan uji independen
pengaruh bladder training terhadap inkontinensia pada pasien post operasi abdomen di
Rumah Sakit Permata Bunda Medan Tahun 2019. diperoleh nilai P-value. Sebesar 0.001.
Kesimpulan penelitian terdapat pengaruh pengaruh bladder training terhadap
inkontinensia pada pasien post operasi abdomen di Rumah Sakit Permata Bunda Medan
Tahun 2019. Disarankan untuk pihak Rumah Sakit Untuk dapat meningkatkan dalam
pemberian informasi tentang manfaat bladder training sehingga kesembuhan inkotinensia
urin pada pasien post operasi abdomen semakin maksimal.

Kata kunci : Bladder training, Inkotinensia urin.


Daftar pustaka : 14 (2009-2015).

Abstract

The problem that often occurs in postoperative abdominal patients is urinary incotinence.
triggers for urinary incotinence are changes in the urinary system. some ways that can be done to
reduce urot incotinence are bladder training. The purpose of this study is to determine the effect of
bladder training on incontinence in post-abdominal surgery patients at Permata Bunda Hospital
Medan in 2019.
This study uses a Post test only design with the design of the only shot case study, the
population in this study were all post-abdominal surgery patients as many as 27 people. The
sampling technique was accidental sampling, with a total sample of 16 people. The instrument used
was a questionnaire sheet and a bladder training guide. Data analysis was carried out with
univariate and bivariate using independent tests.
The results of the study that the urinary incotinence in the majority of the overwhelming pressure
control group were 6 respondents (75%), the urinary incotinence in the treatment group was the
majority of the urge was 6 respondents (75%), the results of the statistical test with an independent
test the effect of bladder training on incontinence in postoperative patients abdomen at the Medan
Permata Bunda Hospital in 2019. obtained a P-value. Of 0.001.
The conclusion of this research is the influence of bladder training on incontinence in
postoperative abdominal patients at Permata Bunda Hospital, Medan in 2019. It is recommended
for the hospital to be able to increase the information on the benefits of bladder training so that the
recovery of urinary incotinence in post-abdominal surgery patients is maximal.

Keywords: Bladder training, Urinary incotinence.


Bibliography: 14 (2009-2015).

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bladder Training merupakan salah satu upaya mengendalikan fungsi kandung kemih
yang mengalami gangguan normal atau ke fungsi optimal neurogenik. Bladder Training
merupakan salah satu terapi yang efektif diantara terapi nonfarmakologis (Handayani 2012).
Inkontinensia merupakan masalah yang tidak menyenangkan,inkontinensia urin
merupakan keluarnya urin yang tidak terkendali dalam waktu yang tidak dikehendaki tanpa
memperhatikan frekuensi dan jumlah yang akan menyebabkan masalah sosial dan higienis
penderitanya. Selain masalah sosial dan higienis inkontinensia urin mempunyai komplikasi
yang cukup serius seperti infeksi saluran kemih, kelainan kulit, gangguan tidur, problem
psikososial seperti depresi, mudah marah dan terisolasi. (Setiati, dkk, 2007). Inkontinensia
urin dapat menimbulkan masalah baru bagi pasien post operasi, oleh karena itu inkontinensia
memerlukan penatalaksanaan tersendiri untuk dapat diatasi (Purnomo,2008). Menurut
data dari WHO, 200 juta penduduk di dunia yang mengalami inkontinensia urin.Menurut
National Kidney and Urologyc Disease Advisory Board di Amerika Serikat, jumlah penderita
inkontinensia mencapai 13 juta dengan 85 persen diantaranya perempuan.Jumlah ini
sebenarnya masih sangat sedikit dari kondisi sebenarnya, sebab masih banyak kasus yang
tidak dilaporkan (Maas et al, 2011).
Di Indonesia jumlah penderita Inkontinensia urin sangat signifikan. Pada tahun 2006
diperkirakan sekitar 5,8% dari jumlah penduduk mengalami Inkontinensia urin, tetapi
penanganannya masih sangat kurang. Hal ini di sebabkan karena masyarakat belum tahu
tempat yang tepat untuk berobat disertai kurangnya pemahaman tenaga kesehatan tentang
inkontinensia urin (Depkes, 2012).
Data inkontinensia urin di Indonesia menurut penelitian ferawati (2007) di RSUP dr.
Kariadi Semarang, prevalensi bersekitar 17,39% menderita gejala ringan hiperplasia prostat
dan inkontinensia urin, 95,24% menderita gejala sedang hiperplasia prostat dan inkontinensia
urin dan 100% menderita gejala berat hiperplasia prostat dan inkontinensia urin.
Inkontinensia urin sering kali yang tidak dilaporkan oleh pasien atau pun keluarganya,
hal ini mungkin dikarenakan adanya anggapan bahwa masalah tersebut merupakan hal yang
memalukan atau tabu untuk diceritakan. Pihak kesehatan, baik dokter maupun tenaga
kesehatan yang lain juga terkadang tidak memahami penatalaksanaan pasien dengan
inkontinensia urin dengan baik padahal sesungguhnya inkontinensia urin merupakan masalah
kesehatan. (Setiati &Pramantara, 2007).
Pada tahun 2008, Perkumpulan kontinensia Indonesia melakukan penelitian tentang
profil inkontinensia urin di Indonesia dengan melibatkan enam rumah sakit pendidikan,
meliputi Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Makassar dan Medan. Dari hasil prevalensi
inkontinensia urin tersebut didapatkan 13 % dari 2.765 orang responden dengan jumlah
populasi geriatric (usia lebih dari 60 tahun) sebesar 22,2 % lebih banyak di bandingkan
dengan jumlah populasi dewasa ( usia 18-59 Tahun) sebesar 12,0%. Sehingga, kesimpulan
dari prevalensi inkontinensia urin ditemukan meningkat seiring pertambahan usia
(PERKINA, 2012).
Terapi inkontinensia urin secara dini dan efektif diperlukan untuk mengembalikan
fungsi fisik dan emosional pasien post operasi abdomen yang mengalami inkontenesia urin.
Adapun penatalaksanaan nonfarmakologi dari inkontinensia urin adalah dengan latihan
bladder training yang merupakan terapi yang paling efektif. Tujuan dari terapi ini untuk
memperpanjang interval berkemih yang normal dengan tekhnik distraksi atau tekhnik
relaksasi sehingga frekuensi berkemih hanya 6-7 kali perhari atau 3-4 jam
sekali.Latihanbladder training lebih mudah dan lebih cocok untuk dilakukan dibandingkan
terapi nonfarmakologi lainnya, seperti latihan otot dasar panggul, habit training, promted
voiding, terapi biofeedback, stimulasi elektrik, neuromodulasi (Setiati dkk, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian Sri Wulandari pengaruh latihan bladder training
terhadap penurunan inkontinensia urin pada lansia di Panti Wreda Dharma Bakti Surakarta,
terdapat hasil penelitian yang menunjukkan hasil uji independent sampel t-test frekuensi
berkemih diperoleh nilai thitung sebesar 7,348 dengan p-value 0,000 maka H0ditolak.
Berdasarkan keputusan tersebut, maka disimpulkan bahwa post test frekuensi berkemiih
antara kelompok perlakuan dan kontrol berbeda. Berdasarkan nilai rata-rata post test
berkemih pada kelompok perlakuan adalah 4,92 lebih kecil dari kelompok kontrol sebesar
8,08, sehingga disimpulkan bahwa pemberian bladder training berpengaruh terhadap
penurunan inkontinensia urin pada lanjut usia.
Berdasarkan data dari rekam medik Rumah Sakit Permata Bunda Medan tahun 2017
terdapat sebanyak 2748 orang pasien, diantaranya sebanyak 682 orang pasien adalah pasien
operasi abdomen. Pada saat survey awal, dilakukan wawancara kepada pasien post operasi
abdomen mengatakan bahwa masih mengalami inkontinensia urine sehingga terjadi selalu
eliminasi dengan tidak terkontrol. Maka dilakukan Pemberian terapi non farmakologi
bladder training di Rumah Sakit Permata Bunda Medan, dan baru pertama dilakukan bladder
training untuk mengatasi masalah inkontinesia pada pasien tersebut. Berdasarkan uraian
diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada pasien tentang “pengaruh bladder
training terhadap inkontinensia urin post operasi abdomen di Rumah Sakit Permata Bunda
Medan Tahun 2019”
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah dalam
penelitian ini adalah “apakah ada pengaruh bladder training terhadap inkontinensia urin pada
pasien post operasi abdomen di Rumah Sakit Permata Bunda Medan tahun 2019”?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruhbladdertraining terhadap
inkontinensia urin pada pasienpost operasi abdomen di Rumah Sakit Permata Bunda Medan
Tahun 2019.
Tujuan khusus
a. Untuk mengidentifikasiinkontinensia urin post operasi abdomen pada kelompok kontrol
di Rumah Sakit Permata Bunda Medan tahun 2019.
b. Untuk mengidentifikasi inkontinensia urin post operasi abdomen pada kelompok
perlakuanbladder training di Rumah Sakit Permata Bunda Medan tahun 2019.
c. Untuk mengetahui adanya Pengaruh Bladder Training Terhadap Inkontinensia Urin
Pada Pasien Post Operasi Abdomen Di Rumah Sakit Permata Bunda Medan Tahun
2019.
Metodelogi Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain Post test only design dengan rancangan the only
shot case study, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien post operasi abdomen
sebanyak 27 orang. Teknik pengambilan sampel dengan accidental sampling, jumlah sampel
sebanyak 16 orang. Instrumen yang digunakan lembar kuesioner dan panduan bladder
training. Analisa data dilakukan dengan dengan univariat dan bivariat menggunakan
independen test.

Hasil dan Pembahasan


Hasil Penelitian
Analisa univariat
Analisis univariat dalam penelitian ini adalah data yang akan dijelaskan mengenai
Inkontinensia urin kelompok kontrol dan kelompok perlakuan bladder training.
Data demografi
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden

No Karakteristik Responden Jumlah (N) Persentase (%)


1. Umur
20-30 4 25
31-60 12 75
Total 16 100
2. Jenis kelamin
Perempuan 12 75
Laki-laki 4 25
Total 16 100
3. Pendidikan
SMA 14 87,5
Sarjana 2 12,5
Total 16 100
4. Pekerjaan
PNS 2 12,5
Wiraswasta 8 50
Buruh 2 12,5
Lainnya 4 25
Total 16 100
5. Jenis tindakan
Apendik 4 25
Secio sesar 2 12,5
Hernia 10 62,5
Total 16 100
6. Pengalaman operasi sebelumnya
Tidak ada 16 100
Total 16 100
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui mayoritas responden berusia 31-60 tahun sebanyak 12
orang (75%), berjenis kelamin perempuan sebanyak 12 orang (75%), berpendidikan SMA
sebanyak 14 orang (87,5%), pekerjaan wiraswasta sebanyak 8 orang (50%), jenis tindakan
operasi hernia sebanyak 10 orang (62,5%), pengalaman operasi sebelumnya tidak ada
sebanyak 16 orang (100%).
Distribusi Frekuensi Inkontinensia Urin Kelompok Kontrol Pada Pasien Post Operasi
Abdomen Di Rumah Sakit Permata Bunda Medan Tahun 2019
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Inkontinensia Urin Kelompok Kontrol Pada Pasien Post Operasi
Abdomen Di Rumah Sakit Permata Bunda Medan Tahun 2019

Inkontinensia urin Frekuensi Persentase

Desakan sedang 2 25
Desakan hebat 6 75
Total 8 100

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui, bahwa frekuensi Inkontinensia urin kelompok


kontrol pada pasien post operasi abdomen di Rumah Sakit Umum Permata Bunda Tahun
2019 mayoritas mengalami desakan hebat sebanyak 6 orang (75%).

Distribusi Frekuensi Inkontinensia Urin Kelompok Perlakuan Pada Pasien Post


Operasi Abdomen Di Rumah Sakit Permata Bunda Medan Tahun 2019
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Inkontinensia Urin Kelompok perlakuan Pada Pasien Post Operasi
Abdomen Di Rumah Sakit Permata Bunda Medan Tahun 2019

Inkontinensia urin Frekuensi Persentase

Desakan ringan 2 25
Desakan sedang 6 75
Total 8 100

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui, bahwa frekuensi Inkontinensia urin kelompok


perlakuan pada pasien post operasi abdomen di Rumah Sakit Umum Permata Bunda Tahun
2019 mayoritas mengalami desakan ringan sebanyak 6 orang (75%).
Analisis Bivariat
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh bladder training terhadap
inkontinensia urin pada pasien post operasi abdomen di Rumah Sakit Permata Bunda Medan
Tahun 2019. Dari hasil uji T independen, diperoleh hasil penelitian sebagai berikut :

Tabel 4.4
Pengaruh Bladder Training Terhadap Inkontinensia Urin Pada Pasien Post Operasi
Abdomen Di Rumah Sakit Permata Bunda Medan Tahun 2019

Variabel N Mean Median Standar Selisih P-Value


deviasi
Kelompok 8 2,75 3,00 4,63
kontrol 1,00 0,001
Kelompok 8 1,75 2,00 4,63
perlakuan

Berdasarkan tabel di atas, maka di peroleh nilai mean kelompok kontrol sebesar 2,75,
mean kelompok perlakuan 1,25 dan di peroleh nilai median kelompok kontrol sebesar 3,
median kelompok perlakuan sebesar 2, maka didapatkan nilai rata-rata penurunan 1 dengan
nilai std. deviasi kelompok kontrol 4,63 dan kelompok perlakuan 4,63. Diperoleh nilai p-
value sebesar 0,001 sehingga p-value (0, 001 < 0, 05) maka ho di tolak dan ha di terima
sehingga dapat di katakan ada pengaruh bladder training terhadap inkontinensia urin pada
pasien post operasi abdomen di Rumah Sakit Permata Bunda Medan tahun 2019.
Pembahasan
Inkontinensia Urin Kelompok Kontrol Pada Pasien Post Operasi Abdomen Di Rumah
Sakit Permata Bunda Medan Tahun 2019
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki inkontinensia
urin dengan desakan hebat. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden pada lembar
observasi dimana tidak dapat menunda, buru-buru ke toilet dan takut akan mengompol. Hasil
ini sesuai dengan penelitian Sri Wulundari (2012) yang mengatakan rata-rata frekuensi
berkemih pada kelompok kontrol sebesar 8, 08 kali per 12 jam.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden yang memiliki
Inkontinensia Urin dengan desakan hebat disebabkan karena mayoritas usia responden dalam
penelitian ini berumur 31-60 tahun. Menurut Standley dan Beare (2006) penuaan
menyebabkan penurunan kekuatan otot diantaranya otot dasar panggul. Otot dasar panggul
berfungsi menjaga stabilitas organ panggul secara aktif, berkontraksi mengencangkan dan
mengendorkan organ genital, serta mengendalikan dan mengontrol defekasi dan berkemih.
Hal ini sejalan dengan pendapat Stockslager dan Schaeffer (2007) yang mengatakan bahwa
lanjut usia yang mengalami inkontinensia urin adalah mereka yang berumur > 60 tahun,
peningkatan usia merupakan salah satu faktor resiko melemahnya kekuatan otot dasar
panggul, otot akan cenderung mengalami penurunan kekuatan berdasarkan pertambahan usia.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2009), hasil penelitiannya menjelaskan
bahwa susunan tubuh termasuk otot mengalami penurunan hingga 80% pada usia 50-60
tahun. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan Sri Wulandari (2012) pengaruh
latihan Bladder Training terhadap penurunan inkontinensia pada lanjut usia ditemukan
responden yang memiliki usia >60 tahun.
Dari penjelasan diatas peneliti berasumsi bahwa inkontinensia urin sangat dipengaruhi
beberapa faktor salah satu diantaranya adalah faktor usia. Usia yang semakin tua akan
mengalami kelemahan otot dalam hal ini otot panggul, sehingga otot panggul tidak dapat
mengontrol serta mengendalikan defikasi dan berkemih.

Inkontinensia Urin Kelompok Perlakuan Pada Pasien Post Operasi Abdomen Di


Rumah Sakit Permata Bunda Medan Tahun 2019
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki inkontinensia
urin dengan desakan sedang. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden pada lembar
observasi dimana mampu menunda untuk jangka waktu pendek, tidak khawatir akan
mengompol. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sri Wulundari (2012) yang mengatakan rata-
rata frekuensi berkemih pada kelompok perlakuan sebesar 4, 92 kali per 12 jam.
Bladder training merupakan salah satu upaya mengendalikan fungsi kandung kemih
yang mengalami gangguan normal atau ke fungsi optimal neurogenik. Bladder training
merupakan salah satu terapi yang efektif diantara terapi nonfarmakologis (Handayani, 2012).
Peneliti menginstrusikan kepada penderita untuk berkemih pada interval tertentu, mula-
mula setiap jam, selanjutnya interval berkemih di perpanjang secara bertahap sampai
penderita ingin berkemih setiap 2-3 jam. Dan rata- rata responden yang diberikan perlakuan
memiliki motivasi yang kuat untuk melakukan latihan menahan keluarnya urin dan hanya
berkemih pada waktu tertentu (Syarif dalam Prasetyan, 2011).
Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Engla Ampia lestari dan
Rino (2017) yang mengatakan bahwa teknik inisiasi bladder training terhadap residu urin
pada pasien pria stroke non-hemoragik yang terpasang kateter diruang Neurologi RSUD
Raden Mattaher Jambi, berpengaruh baik bagi kesehatan pasien stroke. Dimana teknik ini
dilakukan kepada pasien yang 1 hari sebelum pasien tersebut pulang.
Hasilnya pasien bisa mengatur sfingter urinnya dan pasien juga bisa merasakan untuk
berkemih secara normal tanpa menggunakan alat bantu kateter. Teknik bladder training ini
juga dapat dilakukan bagi pasien yang menderita penyakit lainnya. Terutama yang memiliki
gangguan pola perkemihan yang terpasang kateter. Adapun haluaran residu urin sebelum atau
sesudah inisiasi bladder training ini dapat menjadi baik dalam pelaksanaannya di ruangan.
Inkontinensia urin adalah ketidakmampuan menahan air kencing. Merupakan suatu
gejala kelainan berkemih yang sangat mengganggu dan seluruh proses berkemih ini
merupakan aktifitas neurologi yang sangat kompleks dan cepat di atur oleh otak (kulit otak
dan di bawah kulit otak) bila terjadi gangguan kontrol dari otak akibat penyakit –penyakit
saraf tertentu maka akan mengakibatkan inkontinensia. Pengeluaran kemih di atur oleh otot-
otot yang di sebut sfingter (terletak di dasar kandung kencing dan dinding saluran kencing).
Didalam keadaan normal sfingter akan menghalangi pengeluaran urin dengan menutup
kandung kemih dan salurannya (Handayani 2012).
Dari penjelasan diatas peneliti berasumsi bahwa bladder training memiliki efek yang
baik, yang dapat mengurangi frekuensi inkontinensia urin yang hebat menjadi frekuensi
inkontinensia urin yang sedang serta dapat melatih kekuatan otot panggul menjadi lebih baik
kembali.

Pengaruh Bladder Training Terhadap Inkontinensia Urin Pada Pasien Post Operasi
Abdomen di Rumah Sakit Permata Bunda Medan Tahun 2019
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa terdapat pengaruh bladder training
terhadap inkontinensia urin pada pasien post operasi abdomen di Rumah Sakit Permata
Bunda Medan Tahun 2019 dengan nilai (P value = 0,001). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian M. Reza et al (2013) yang menyatakan bahwa ada pengaruh latihan bladder
training terhadap interval berkemih dengan inkontinensia urin.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Mass at al
(2011) yang mengatakan bahwa bladder training merupakan salah satu terapi non
farmakalogis bagi penderita inkontinensia urin yang tidak memiliki efek samping bila
dilakukan secara rutin oleh para lanjut usia untuk menguatkan otot dasar panggul sehingga
dapat mengurangi terjadinya inkontinensia urin.
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung
kemih yang mengalami gangguan ke fungsi yang optimal sesuai dengan kondisi. Tujuan dari
bladder training adalah untuk meningkatkan jumlah waktu pengosongan kandung kemih,
secara nyaman tanpa adanya urgensi, atau inkontinensia atau kebocoran. Bladder training
dapat digunakan untuk salah satu terapi inkontinensia dan untuk melatih kembali tonus
kandung kemih setelah pemasangan kateter dalam jangka waktu lama dalam mencegah
inkontinensia.
Keduanya menggunakan penjadwalan berkemih secara teratur. Ketika mempersiapkan
pelepasan kateter yang sudah terpasang dalam waktu lama, bladder training harus dimulai
dahulu untuk mengembangkan tonus kandung kemih. Ketika kateter terpasang, kandung
kemih tidak akan terisi dan berkontraksi, pada akhirnya kandung kemih akan kehilangan
tonusnya (atonia) atau kekuatan dan kapasitas kandung kemih menurun. Apabila atonia
terjadi dan kateter dilepas, otot destrusor mungkin tidak dapat berkontraksi dan pasien tidak
dapat mengeluarkan urinnya, sehingga terjadi inkontinensia. Untuk itu perlu dilakukan
bladder training sebelum melepas kateter urinari (Smeltzer & Bare, 2013).
Dari penjelasan diatas peneliti berasumsi bahwa bladder training memiliki pengaruh
terhadap inkontinensia urin, karena latihan bladder training dapat meningkatkan tonus otot
dasar panggul, dengan menguatkan otot dasar panggul pada saat berkemih dirasakan,
individu mampu menunda episode inkontinensia urin yang berhubungan dengan kelemahan
otot panggul atau kelemahan pintu keluar kandung kemih.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh bladder training terhadap
inkontinensia urin pada pasien post operasi abdomen di Rumah Sakit Umum Permata Bunda
Tahun 2019 maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Distribusi frekuensi Inkontinensia urin kelompok kontrol pada pasien post operasi
abdomen di Rumah Sakit Umum Permata Bunda Tahun 2019 mayoritas mengalami
desakan hebat.
2. Distribusi frekuensi Inkontinensia urin kelompok perlakuan pada pasien post operasi
abdomen di Rumah Sakit Umum Permata Bunda Tahun 2019 mayoritas mengalami
desakan sedang.
3. Ada pengaruh bladder training terhadap inkontinensia urin pada pasien post operasi
abdomen di Rumah Sakit Umum Permata Bunda Tahun 2019.

Saran
1 Institusi pendidikan
Diharapkan dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai referensi dan acuan yang
ingin mengambil kasus tentang pengaruh bladder training terhadap inkontinensia urin
dalam penerapan ilmu dan konsep keperawatan.
2 Tempat Penelitian
Diharapkan bagi tempat penelitian agar dapat meningkatkan pemberian informasi
tentang manfaat bladder training pada pasien post operasi abdomen.
3 Penelitian Selanjutnya
Diharapkan untuk peneliti selanjutnya agar dapat mengembangkan penelitian ini,
mengkaji lebih dalam, bukan hanya bladder training saja namun kemungkinan faktor-
faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap inkontinensia urin dengan
mengembangkan variabel penelitian.

Anda mungkin juga menyukai